Anda di halaman 1dari 19

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengetahuan

2.1.1 Pengertian

Pengetahuan adalah hasil ‘’tahu‘’ dan ini terjadi setelah orang melakukan

pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi setelah seseorang

melalui panca indra manusia yakni : indra penglihatan, pendengaran, penciuman,

rasa dan raba. Sebagia besar pengetahuan manusia di peroleh melalui mata dan

telingga (Notoadmojo, 2009). Sebelum seseorang mengadopsi prilaku baru, ia

harus tahu terlebih dahulu apa arti atau manfaat perilaku bagi dirinya atau

keluarganya. Misalnya : klien akan melakukan perilaku pencegahan stroke,

apabila ia tahu apa tujuan dan apa akibatnya bila tidak melakukan perilaku

pencegahan stroke

Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya

perilaku terbuka (overt behavior), prilaku yang di dasari pengetahuan umumnya

bersifat langgeng.

2.1.2 Proses Adopsi Perilaku Baru

Penelitian Rogers (2009) menggungkapkan bahwa sebelum orang

mengadopsi prilaku baru, di dalam diri orang tersebut terjadi proses yang

berurutan , yaitu :

a. Awarness (kesadaran), dimana orang tersebut menyadari dalam arti

mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (objek)

b. Interes, merasa tertarik terhadap stimulus atau objek tersebut, di sini sikap

subjek sudah mulai timbul.

5
c. Evaluation, menimbang-nimbang terhadap baik dan tidaknya stimulus

tersebut bagi dirinya. Hal ini berarti sikap respon sudah lebih baik lagi.

d. Trial, dimana subjek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai dengan apa

yang di kehendaki oleh stimulus.

Perubahan perilaku pada seseorang tidak selalu melewati tahap-tahap di

atas, sehingga umumnya perilaku baru tersebut tidak sejalan. Apabila perubahan

prilaku seseorang melalui pada tahap-tahap di atas dan didasari oleh pengetahuan,

kesadaran dan sikap yang positive maka prilaku baru tersebut akan bersifat

sejalan. Sebaliknya apabila perilaku itu tidak didasari oleh pengetahuan dan

kesadaran maka tidak akan berlangsung lama. Contoh : klien melakukan perilaku

pencegahan stroke sebelum diperintah oleh petugas kesehatan tanpa mengetahui

makna dan tujuan dari perilaku pencegahan stroke, sehingga mereka tidak akan

melakukan hal tersebut lagi setelah beberapa saat perintah tersebut diterima.

2.1.3 Tingkatan-Tingkatan Pengetahuan

Menurut Notoadmojo (2009) tingkatan pengetahuan didalam domain

kognitif mencakup 6 tingkatan, yaitu :

a) Tahu ( know )

Tahu meruapakan tingkat pengetahuan paling rendah. Tahu artinya dapat

mengingat kembali suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Ukuran bahwa

seseorang itu tahu adalah ia dapat menyebutkan, menguraikan, mendefenisikan

dan menyatakan. Contoh : dapat mendefinidikan penyakit stroke , mampu

menyebutkan tanda dan gejala dan menyebutkan etiologi stroke.

b) Memahami (comprehension )

6
Memahami arti kemampuan untuk menjelaskan dan menginterprestasikan

dengan benar tentang objek yang di ketahui. Seseorang yang telah paham tentang

sesuatu harus dapat menjelaskan ,memberikan contoh, dan menyimpulkan.

Contoh : menjelaskan mafaat perilaku penceghan stroke dengan benar,

memberikan ontoh-contoh perilaku pencegahan stroke, dan klien dapat

menyimpulkan hasil pendidikan kesehatan tentang perilaku pencegahan stroke

c) Penerapan ( application )

Penerapan yaitu kemampan untuk menggunakan materi yang telah di pelajari

pada situasi dan kondisi nyata dan dapat menggunakan hokum-hukum , rumus,

metode, dan situasi nyata. Contoh : klien dapat melakukan perilaku pencegahan

stroke dengan baik dan benar.

d) Analisis ( analysis )

Analisis artinya kemampuan untuk mengguraikan objek kedalam bagian-

bagian lebih kecil, tetapi masih didalam suatu struktur objek tersebut dan masih

terkait satu sama lain. Ukuran kemampuan adalah ia dapat menggambarkan

,membuat bagan, membedakan, memisahkan, membuat bagan proses adopsi

perilaku dan dapat membedakan pengertian psikologi dan fisiologi.

e) Sintesi ( syntesis )

Sintesis yaitu suatu kemampuan untuk menghubungkan bagian-bagian di

dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru, atau kemampuan untuk menyusun

formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada. Ukuran kemampuan adalah ia

dapat menyusun , meringkas, melaksanakan dan menyesuaikan suatu atau

rumusan yang telah ada. Contoh : klien dapat merencanakan perilaku pencegahan

stroke.

7
f) Evaluasi ( evaluation )

Evaluasi adalah kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu objek.

Evaluasi dapat memgunakan kriteria yang telah ada atau disusun sendir.

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara langsung atau

dengan angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur

2.1.4 Faktor-Faktor yang mempengaruhi Pengetahuan

Menurut Notoadmojo (2009) adapun faktor-faktor yang mempengaruhi

pengetahuan adalah :

1. Pendidikan

Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang semakin mudah menerima

informasi sehingga banyak pula pengetahuan yang dimiliki.

2. Usia

Usia berpengaruh terhadap daya tangkap dan pola pikir seseorang, semakin

bertambah usia akan semakin berkembang pula daya tangkap dan pola

pikirnya, sehingga pengetahuan yang diperoleh semakin membaik.

3. Pengalaman

Pengalaman merupakan sumber pengetahuan atau cara untuk memperoleh

kebenaran pengetahuan pribadi ataupun dapat digunakan sebagai upaya

memperoleh pengetahuan

4. Sumber informasi

Informasi merupakan cara mencapai hidup sehat, cara pemeliharaan

kesehatan, cara menghindari penyakit dan sebagainya. Melalui pengetahuan

yang dimiliki akan menyebabkan seseorang berperilaku sesuai dengan yang

dimilikinya.

8
5. Penghasilan

Penghasilan yang rendah akan memperoleh kemampuan keluarga untuk

memenuhi kebutuhan gizi, pendidikan dan kebutuhan lainnya.

2.2. Konsep Remaja

2.2.1. Definisi

Secara etimiologi, remaja berarti “tumbuh menjadi dewasa”. Definisi

remaja (adolescence) menurut organisasi kesehatan dunia adalah periode usia

antara 10 sampai 19 tahun, sedangkan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB)

menyebut kaum muda (youth) untuk usia antara 15 sampai 24 tahun. Sementara

itu, menurut The Health Resources and Services Administrations Guidelines

Amerika Serikat, rentang usia remaja adalah 11-21 tahun dan terbagi menjadi tiga

tahap, yaitu remaja awal (11-14 tahun), remaja menengah (15-17 tahun), dan

remaja akhir (18-21 tahun). Definisi ini kemudian disatukan dalam terminologi

kaum muda (young people) yang mencakup usia 10-24 tahun (Kusmiran, 2011).

Menurut Hall (bapak studi ilmiah mengenai remaja), remaja merupakan

masa pergolakan yang dipenuhi konflik dan perubahan suasana hati. Oleh sebab

itu periode remaja sering disebut periode badai dan stres (strom and stress).

Menurut pandangan ini, berbagai pikiran, perasaan dan tindakan remaja berubah-

ubah antara kesombongan, kerendahan hati, niat yang baik dan godaan,

kebahagiaan dan kesedihan. Pada suatu saat remaja dapat bersikap tidak

menyenangkan terhadap teman sebaya, sementara disaat lainnya dapat bersikap

baik; kadang-kadang membutuhkan privasi, namun beberapa detik kemudian

membutuhkan kebersamaan (Dieny, 2014).

9
Remaja adalah suatu masa dimana individu berkembang dari saat pertama

kali ia menunjukkan tanda-tanda seksual sekundernya sampai saat ia mencapai

kematangan seksual (Sarwono, 2011). Masa remaja disebut juga sebagai masa

perubahan, meliputi perubahan dalam sikap, dan perubahan fisik (Pratiwi, 2012).

Remaja pada tahap tersebut mengalami banyak perubahan baik secara emosi,

tubuh, minat, pola perilaku dan juga penuh dengan nasalah-masalah pada masa

remaja (Hurlock, 2011).

2.2.2. Batasan Usia Remaja

Batasan usia remaja berbeda-beda sesuai dengan sosial budaya setempat.

Ditinjau dari bidang kesehatan WHO, masalah yang dirasakan paling mendesak

berkaitan dengan kesehatan remaja adalah kehamilan dini. Berangkat dari masalah

pokok ini, WHO menetapkan batasan usia 10-20 tahun sebagai batasan usia

remaja (Kumalasari & Andhyantoro, 2012).

Dengan demikian dari segi program pelayanan, definisi remaja yang

digunakan oleh Departemen Kesehatan adalah mereka yang berusia 10-19 tahun

dan belum kawin. Sementara itu, menurut BKKBN (Direktorat Remaja dan

Perlindungan Hak Reproduksi) batasan usia remaja adalah 10-21 tahun.

2.2.3. Tahapan Perkembangan Remaja

Tahapan perkembangan remaja berdasarkan umur menurut Soetjiningsih

(2010), adalah sebagai berikut:

1. Remaja awal (12-15tahun).

Seorang remaja untuk tahap ini akan terjadi perubahan-perubahan yang

terjadi pada tubuhnya sendiri yang akan menyertai perubahan-perubahan itu,

mereka mengembangkan pikiran-pikiran baru sehingga cepat tertarik pada

10
lawan jenis, mudah terangsang secara erotis, dengan dipegang bahunya saja

oleh lawan jenis ia sudah akan berfantasi erotik.

2. Remaja madya (middle adolescent) berumur 15-18 tahun

Tahap ini remaja membutuhkan kawan-kawan, remaja senang jika banyak

teman yang mengakuinya. Ada kecenderungan mencintai pada diri sendiri,

dengan menyukai teman-teman yang sama dengan dirinnya , selain itu ia

berada dalam kondisi kebingungan karena tidak tahu memilih mana yang peka

atau tidak perduli, ramai-ramai atau sendiri, optimis atau pesimis, idealitas,

atau materialitas (late adolescent), dan sebagainya.

3. Remaja akhir (18-21 tahun).

Tahap ini merupakan dimana masa konsulidasi menuju periode dewasa

dan ditandai dengan pencapaian 5 hal, yaitu:

a) Minat makin yang akan menetap terhadap fungsi intelek.

b) Egonya akan mencari kesempatan untuk bersatu dengan orang lain dan

dalam pengalaman-pengalaman baru.

c) Terbentuk identitas seksual yag tidak berubah lagi.

d) Egosentrisme (terlalu mencari perhatian pada diri sendiri) diganti

dengan keseimbangan dan kepentingan diri sendiri dengan orang lain.

e) Tumbuh “dinding” yang memisahkan diri pribadinya (privateself).

f) Masyarakat umum (Sarwono, 2010).

2.2.4. Karakteristik Perkembangan Sifat Remaja

Menurut Ali (2011), karakteristik perkembangan sifat remaja yaitu:

1) Kegelisahan

11
Sesuai dengan masa perkembangannya, remaja mempunyai banyak

angan-angan, dan keinginan yang ingin diwujudkan di masa depan. Hal ini

menyebabkan remaja mempunyai angan-angan yang sangat tinggi, namun

kemampuan yang dimiliki remaja belum memadai sehingga remaja diliputi

oleh perasaan gelisah.

2) Pertentangan

Pada umumnya, remaja sering mengalami kebingungan karena sering

mengalami pertentangan antara diri sendiri dan orang tua. Pertentangan

yang sering terjadi ini akan menimbulkan kebingungan dalam diri remaja

tersebut.

3) Mengkhayal

Keinginan dan angan-angan remaja tidak tersalurkan, akibatbnya

remaja akan mengkhayal, mencari kepuasan, bahkan mneyalurkan

khayalan mereka melalui dunia fantasi. Tidak semua khayalan remaja

bersifat negatif. Terkadang khayalan remaja bisa bersifat positif, misalnya

menimbulkan ide-ide tertentu yang dapat direalisasikan.

4) Aktivitas berkelompok

Adanya bermacam-macam larangan dari orang tua akan

mengakibatkan kekecewaan pada remaja bahkan mematahkan semangat

para remaja. Kebanyakan remaja mencari jalan keluar dari kesulitan yang

dihadapi dengan berkumpul bersama teman sebaya. Mereka akan

melakukan suatu kegiatan secara berkelompok sehingga berbagai kendala

dapat mereka atasi bersama.

5) Keinginan mencoba segala sesuatu

12
Pada umunya, remaja memiliki rasa ingin tahu yang tinggi (high

curiosity). Karena memiliki rasa ingin tahu yang tinggi, remaja cenderung

ingin berpetualang, menjelajahi segala sesuatu, dan ingin mencoba semua

hal yang belum pernah dialami sebelumnya.

2.2.5. Perkembangan Remaja

a) Perubahan fisik

Perubahan fisik remaja merupakan perubahan secara biologis yang

ditandai dengan kematangan organ seks primer maupun organ seks

sekunder, yang dipengaruhi oleh kematangan hormon seksual. Percepatan

pertumbuhan badan terutama terlihat pada pertumbuhan panjang badan

yang berlangsung dalam periode dua tahun (Dieny, 2014).

Pada anak perempuan tampak perubahan pada bentuk tubuh seperti

tumbuhnya payudara dan panggul yang membesar. Puncak kematangan

pada remaja wanita adalah ketika mendapatkan menstruasi pertama

(menarche). Menstruasi pertama menunjukkan bahwa remaja perempuan

telah memproduksi sel telur yang tidak dibuahi, sehingga akan keluar

bersama darah menstruasi melalui vagina atau alat kelamin wanita

(Sarwono, 2011).

b) Perubahan emosional

Pada umumnya remaja bersifat emosional. Emosinya berubah

menjadi labil. Menurut aliran tradisionil yang dipelopori oleh G. Stanley

Hall, perubahan yang terjadi pada kelenjar-kelenjar hormonal. Namun

penelitian-penelitian selanjutnya menolak pendapat ini. Sebagai contoh,

Elizabeth B. Hurlock menyatakan bahwa pengaruh lingkungan sosial

13
terhadap perubahan emosi pada masa remaja lebih besar artinya bila

dibandingkan dengan pengaruh hormonal (Salim, 2010).

c) Perubahan kognitif

Berdasarkan teori perkembangan kognitif Piaget, kemampuan

kognitif remaja berada pada tahap formal operational. Remaja harus

mampu mempertimbangkan semua kemungkinan untuk menyelesaikan

masalah dan mempertanggungjawabkannya (Kusmiran, 2011).

d) Perubahan psikososial

Dalam perkembangan menuju kedewasaan, remaja berangsur-

angsur mengalami perubahan yang membutuhkan kedua kemampuannya,

yaitu kebebasan dan ketergantungan secara bersama-sama. Kebebasan

(Independence) adalah suatu kemampuan untuk membuat keputusan dan

mengatur perilakunya sendiri. Ketergantungan (Interdependence)

melibatkan diri dalam kelompok teman sebaya untuk menghabiskan waktu

bersama (Proverawati & Maisaroh, 2019).

2.3. Konsep Dismenore

2.3.1. Definisi

Istilah dismenore (dysmenorrhea) berasal dari kata dalam bahasa Yunani

kuno (Greek) kata tersebbut bearsal dari dys yang berarti sulit, nyeri, abnormal;

meno yang berarti bulan; dan rrhea yang berarti aliran atau arus. Disimpulkan

bahwa dysmenorrhea atau dismenore adalah aliran menstruasi yang sulit atau

menstruasi yang mengalami nyeri (Anurogo, 2015). Dysmenorrhea atau

dismenore dalam bahasa Indonesia berarti nyeri pada saat menstruasi (Icemi &

Wahyu, 2013).

14
Dismenore yang dialami setiap siklus menstruasi merupakan pertanda

adanya gangguan di dalam tubuh seseorang. Dismenore berasal dari kram rahim

saat proses menstruasi, dismenore dapat timbul akibat gangguan pada organ

reproduksi, faktor hormonal maupun faktor psikologis dan dapat menimbulkan

terganggunya aktivitas sehari-hari. Adanya gejala nyeri dirasakan belum tentu

timbul karena adanya suatu penyakit (Sari, Indrawati, & Harjanto, 2012).

2.3.2. Klasifikasi Dismenore

a. Dismenore primer

Dismenore primer adalah nyeri pada saat menstrusi yang timbul

tanpa ditemukan adanya kelainan patologi pada panggul. Dismenore

primer berhubungan dengan siklus ovulasi dan disebabkan oleh kntraksi

miometrium sehingga terjadi iskemia akibat adanya prostaglandin yang

diproduksi oleh endometrium pada fase sekresi. Perempuan dengan

dismenore primer didapatkan kadar prostaglandin lebih tinggi

dibandingkan perempuan tanpa dismenore (Prawirohardjo, 2011). Respon

sistemik terhadap prostaglandin meliputi nyeri pinggang, kelemahan,

berkeringat, gejala gastrointestinal (anoreksia, mual, muntah, dan diare)

dan gejala sistem saraf pusat rasa mengantuk, sakit kepala, dan konsentrasi

buruk (Lowdermilk, 2013).

b. Dismenore Sekunder

Dismenore sekunder adalah nyeri saat menstruasi yang disebabkan

oleh kelainan ginekologi atau kandungan. Ada umumnya terjadi ada

wanita yang berusia lebih dari 25 tahun. Hal ini berhubungan dengan

abnormalitas panggul seperti adenomiosis endometriosis, penyakit radang

15
panggul, polip endometrium, mioma submukosa atau interstisial (fibroid

uterus), atau penggunaan alat kontrasepsi dalam kandungan. Nyeri sering

kali dimulai beberapa hari sebelum menstruasi, namun hal ini dapat terjadi

pada saat ovulasi dan berlanjut selama hari-hari pertama menstruasi atau

dimulai setelah menstruasi terjadi. Berbeda dengan dismenore primer,

nyeri pada dismenore sekunder sering kali bersifat tumpul, menjalar dari

perut bagian bawah ke arah pinggang atau paha. Wanita sering kali

mengalami perasaan membengkak atau rasa penuh dalah panggul

(Lowdermilk, 2013).

2.3.3. Tanda dan Gejala Dismenore

Dismenore menyebabkan nyeri pada perut bagian bawah, yang bisa

menjalar ke punggung bagian bawah dan tungkai. Nyeri dirasakan sebagai kram

yang hilang-timbul atau sebagai nyeri tumpul yang terus menerus ada. Biasanya

nyeri mulai timbul sesaat sebelum atau selama menstruasi, mencapai puncaknya

dalam waktu 24 jam dan setelah 2 hari akan menghilang. Dismenore juga sering

disertai oleh sakit kepala, mual, muntah, sembelit atau diare dan sering berkemih.

Kadang sampai terjadi muntah (Nugroho, 2014).

Menurut Wratsongko Kowalak (2011), tanda dan gejala yang mungkin

terdapat pada dismenore meliputi rasa nyeri yang tajam, rasa kram pada abdomen

bagian bawah yang biasanya menjalar ke bagian punggung, paha, lipatan paha,

serta vulva. Rasa nyeri ini secara khas dimulai ketika keluar darah menstruasi atau

sesaat sebelum keluar darah menstruasi dan mencapai puncak dalam waktu 24

jam.

16
Menurut Kowalak (2011) dismenore dapat pula disertai tanda dan gejala

yang memberikan kesan kuat ke arah sindrom premenstruasi, yang meliputi gejala

sering kencing (urinary frequency), mual, muntah, diare, sakit kepala, nyeri pada

panggung, menggigil, kembung, payudara yang terasa nyeri, depresi, dan

iritabilitas.

2.3.4. Etiologi Dismenore

a. Dismenore primer

Dismenore primer adalah proses normal yang dialami ketika

menstruasi. Kram menstruasi primer disebabkan oleh kontraksi otot rahim

yang sangat intens, yang dimaksudkan untuk melepaskan lapisan dinding

rahim yang tidak diperlukan lagi. Dismenore primer disebabkan oleh zat

kimia alami yang diproduksi oleh sel-sel lapisan dinding rahim yang

disebut prostaglandin. Prostaglandin akan merangsang otot-otot halus

dinding rahim berkontraksi. Maka makin tinggi kadar prostaglandin,

kontraksi akan makin kuat, sehingga rasa nyeri yang dirasakan juga makin

kuat. Biasanya, pada hari pertama menstruasi kadar prostaglandin sangat

tinggi. Pada hari kedua dan selanjutnya, lapisan dinding rahim akan mulai

terlepas, dan kadar prostaglandin akan menurun. Rasa sakit nyeri

menstruasi pun akan berkurang seiring dengan makin menurunnya kadar

prostaglandin (Sinaga, 2017).

b. Dismenore sekunder

Dismenore sekunder umumnya disebabkan oleh kelainan atau

gangguan pada sistem reproduksi. Misalnya fibroid uterus, radang

panggul, endometriosis atau kehamilan ektopik. Dismenore sekunder

17
dapat diatasi hanya dengan mengobati atau menangani penyakit atau

kelainan yang menyebabkannya (Sinaga, 2017).

2.3.5. Patofisiologi Dismenore

Peningkatan produksi prostaglandin dan pelepasannya (terutama PGF2a)

dari endometrium selama menstruasi menyebabkan kontraksi uterus yang tidak

terkoordinasi dan tidak teratur sehingga menimbulkan nyeri. Selama periode

menstruasi, wanita yang mempunyai riwayat dismenorea mempunyai tekanan

intrauteri yang lebih tinggi dan memiliki kadar prostaglandin dua kali lebih

banyak dalam darah (menstruasi) dibandingkan dengan wanita yang tidak

mengalami nyeri. Uterus lebih sering berkontraksi dan tidak terkoordinasi atau

tidak teratur. Akibat peningkatan aktivitas uterus yang abnormal tersebut, aliran

darah menjadi berkurang sehingga terjadi iskemia atau hipoksi uterus yang

menyebabkan timbulnya nyeri. Mekanisme nyeri lainnya disebabkan oleh

prostaglandin (PGF2a) dan hormon lain yang membuat saraf sensori nyeri di

uterus menjadi hipersensitif terhadap kerja bradikinin serta stimulus nyeri fisik

dan kimiawi lainnya (Reeder, 2013).

Kadar vasopresin mengalami peningkatan selama menstruasi pada wanita

yang mengalami dismenorea primer. Apabila disertai dengan peningkatan kadar

oksitosin, kadar vasopresin yang lebih tinggi menyebabkan ketidakteraturan

kontraksi uterus yang mengakibatkan adanya hipoksia dan iskemi uterus. Pada

wanita yang mengalami dismenore primer tanpa disertai peningkatan

prostaglandin akan terjadi peningkatan aktivitas alur 5-lipoksigenase. Seperti ini

menyebabkan peningkatan sintesis leukotrien, vasokonstriktor sangat kuat yang

menginduksi kntraksi otot uterus (Reeder, 2013).

18
2.3.6. Faktor Resiko Dismenore

Faktor-faktor resiko beriut ini berhubungan dengan episode dismenore

yang berat menurut Anurogo (2011):

a. Haid pertama pada usia dini

b. Periode haid yang lama

c. Aliran darah yang hebat

d. Merokok

e. Riwayat keluarga yang positif terkena penyakit

f. Kegemukan

g. Mengkonsumsi alkohol

Terdapat banyak hal yang menjadi faktor resiko dismenore primer dan

sekunder. Faktor-faktor tersebut menurut Anurogo (2011) antara lain:

1. Faktor resiko dismenore primer

Berikut adalah beberapa faktor resiko dari dismenore primer:

a. Usia urang dari 20 tahunn

b. Usia untuk mengurangi berat badan

c. Depresi atau ansietas

d. Kekacauan dalam menjalin hubungan sosial

e. Menstruasi berat

f. Nuliparitas

g. Merokok

h. Riwayat keluaraga positif pernah menderita juga

i. Lama periode menstruasi panjang

19
2. Faktor resiko dismenore sekunder

Berikut adalah beberapa faktor resiko dari dismenore sekunder:

a. Endometriosis

b. Penyakit inflamasi pelvis, terutama akibat penyakit menular seksual

c. Kista ovarium

d. Fibroid atau polip uterus

2.3.7. Derajat Dismenore

Derajat dismenore menurut (Hakim, 2016), adalah sabagai berikut:

a. Derajat 0, tanpa rasa nyeri, aktivitas sehari-hari tidak terpengaruh.

b. Derajat I, nyeri ringan, jarang memerlukan analgesic, aktivitas sehari-hari

jarang terpengaruh.

c. Derajat II, nyeri sedang, memerlukana analgesic, aktivitas sehari-hari

terganggu.

d. Derajat III, nyeri berat, nyeri tidak banyak berkurang dengan analgesik,

timbul keluhan, nyeri kepala, kelelahan, mual, muntah dan diare.

2.3.8. Penatalaksanaan Dismenore

Menurut Anurogo (2011) penatalaksanaan dismenore meliputi

penatalaksanaan farmakologi dan non farmakologi, yaitu:

1. Terapi Farmakologi

Penanganan dismenore yang dialami oleh individu dapat melalui

intervensi farmakologi. Terapi farmakologi, penanganan dismenore

meliputi beberapa upaya. Upaya farmakologi pertama yang dapat

dilakukan adalah dengan memberikan obat analgesik yang berfungsi

sebagai penghilang rasa sakit. Obat-obatan paten yang beredar dipasaran

20
antara lain novalgin, ponstan, acetaminophen dan sebagainya. Upaya

farmakologi kedua yang dapat dilakukan adalah dengan pemberian terapi

hormonal. Tujuan terapi hormonal adalah menekan ovulasi, bersifat

sementara untuk membuktikan bahwa gangguan yang terjadi benar-benar

dismenore primer. Tujuan ini dapat dicapai dengan memberikan salah satu

jenis pil kombinasi kontrasepsi.

2. Terapi Non Farmakologi

Selain terapi farmakologi, upaya untuk menangani dismenore

adalah terapi non farmakologi. Terapi non farmakologi merupakan terapi

alternatif komplementer yang dapat dilakukan sebagai upaya menangani

dismenore tanpa meggunakan obat-obatan kimia. Tujuan dari terapi non

farmakologi adalah utuk meminimalisir efek dari zat kimia yang

terkandung dalam obat. Penanganan nyeri secara nonfarmakologi terdiri

dari:

a. Terapi es dan panas

Terapi es dan terapi panas adalah dua terapi yang berbeda. Terapi

es dan terapi panas dapat dilakukan menggunakan air hangat atau es batu

yang dimasukkan ke dalam wadah kemudian dikompreskan pada bagian

yang terasa nyeri. Terapi es dapat menurunkan prostaglandin yang

memperkuat sensitifitas reseptor nyeri dan subkutan lain pada tempat

cedera dengan menghambat aliran darah ke suatu area kemungkinan dapat

turut menurunkan nyeri dengan mempercepat nyeri dengan penyembuhan.

21
b. Penjelasan dan Nasehat

Penjelasan dan nasehat merupakan upaya penambahan wawasan

untuk penderita dismenore. Memberikan edukasi kepada klien merupakan

tugas seorang perawat. Menurut Judha (2012) pemberian edukasi

mengenai dismenore, meliputi apa saja yang dapat menyebabkan

bertambahnya nyeri, teknik apa saja yang dapat dilakukan untuk

mengurangi nyeri. Selain itu dapat dilakukan dengan cara berdiskusi

mengenai pola makan yang benar dan makanan yang sehat, istirahat yang

cukup, serta menentukan olahraga yang sesuai.

c. Pengobatan Herbal

Pengobatan herbal tergolong pengobatan yang paling diminati oleh

masyarakat. Disamping biaya yang murah, pengobatan herbal bisa

dilakukan dengan mudah. Menurut Anurogo (2011) pengobatan herbal

dapat dilakukan dengan membuat minuman dan tumbuh-tumbuhan seperti

kayu manis (mengandung asam sinemik untuk meredakan nyeri), kedelai

(mengandung phytoestrogens untuk menyeimbangkan hormon), cengkeh,

ketumbar, kunyit, bubuk pala, jahe.

d. Relaksasi

Sama seperti pengobatan herbal, saat ini relaksasi merupakan cara

yang banyak dipilih untuk digunakan. Relaksasi merupakan teknik

pengendoran atau pelepasan ketegangan. Teknik relaksasi yang sederhana

terdiri dari nafas abdomen degngan frekuensi lambat, berirama, teknik

relaksasi nafas dalam (contoh: bernafas dalam-dalam dan pelan). Berbagai

cara untuk relaksasi diantaranya adalah dengan meditasi, yoga,

22
mendengarkan musik, dan hypnotherapy. Relaksasi juga dapat dilakukan

untuk mengontrol sistem saraf (Anurogo, 2011).

2.4. Kerangka Konsep

Pengetahuan Remaja 1. Baik


tentang dismenorhea 2. Cukup
3. Kurang

Gambar 2.1 Kerangka Konsep

23

Anda mungkin juga menyukai

  • Bab 1
    Bab 1
    Dokumen4 halaman
    Bab 1
    Hamonangan Damanik
    Belum ada peringkat
  • Bab Vi
    Bab Vi
    Dokumen2 halaman
    Bab Vi
    Hamonangan Damanik
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen5 halaman
    Bab I
    Hamonangan Damanik
    Belum ada peringkat
  • Soal Gadar
    Soal Gadar
    Dokumen10 halaman
    Soal Gadar
    Hamonangan Damanik
    100% (1)
  • Bab Iv
    Bab Iv
    Dokumen3 halaman
    Bab Iv
    Hamonangan Damanik
    Belum ada peringkat
  • Abstrak
    Abstrak
    Dokumen1 halaman
    Abstrak
    Hamonangan Damanik
    Belum ada peringkat
  • Bab Iii
    Bab Iii
    Dokumen4 halaman
    Bab Iii
    Hamonangan Damanik
    Belum ada peringkat
  • BAB IV Eka - Doc 1
    BAB IV Eka - Doc 1
    Dokumen3 halaman
    BAB IV Eka - Doc 1
    Hamonangan Damanik
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen5 halaman
    Bab I
    Hamonangan Damanik
    Belum ada peringkat
  • Bab V
    Bab V
    Dokumen5 halaman
    Bab V
    Hamonangan Damanik
    Belum ada peringkat
  • Bab Vi
    Bab Vi
    Dokumen2 halaman
    Bab Vi
    Hamonangan Damanik
    Belum ada peringkat
  • Evaluasi PBM
    Evaluasi PBM
    Dokumen1 halaman
    Evaluasi PBM
    Hamonangan Damanik
    Belum ada peringkat
  • RPS KD 2 Perbaikan
    RPS KD 2 Perbaikan
    Dokumen12 halaman
    RPS KD 2 Perbaikan
    Hamonangan Damanik
    Belum ada peringkat
  • Log Book Praktek Klinik
    Log Book Praktek Klinik
    Dokumen44 halaman
    Log Book Praktek Klinik
    Hamonangan Damanik
    Belum ada peringkat
  • RPS KD 2 Perbaikan
    RPS KD 2 Perbaikan
    Dokumen12 halaman
    RPS KD 2 Perbaikan
    Hamonangan Damanik
    Belum ada peringkat
  • Soal Maternitas Natari
    Soal Maternitas Natari
    Dokumen8 halaman
    Soal Maternitas Natari
    Hamonangan Damanik
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen5 halaman
    Bab I
    Hamonangan Damanik
    Belum ada peringkat
  • Soal Gadar
    Soal Gadar
    Dokumen10 halaman
    Soal Gadar
    Hamonangan Damanik
    100% (1)
  • Soal 1
    Soal 1
    Dokumen1 halaman
    Soal 1
    Hamonangan Damanik
    Belum ada peringkat
  • Phlebitis
    Phlebitis
    Dokumen10 halaman
    Phlebitis
    Hamonangan Damanik
    Belum ada peringkat
  • PHLEBITIS
    PHLEBITIS
    Dokumen10 halaman
    PHLEBITIS
    Hamonangan Damanik
    Belum ada peringkat
  • Soal 1
    Soal 1
    Dokumen1 halaman
    Soal 1
    Hamonangan Damanik
    Belum ada peringkat
  • RPS KD 1 Fix
    RPS KD 1 Fix
    Dokumen13 halaman
    RPS KD 1 Fix
    Hamonangan Damanik
    Belum ada peringkat
  • Soal 1
    Soal 1
    Dokumen8 halaman
    Soal 1
    Hamonangan Damanik
    Belum ada peringkat
  • Soal 1
    Soal 1
    Dokumen8 halaman
    Soal 1
    Hamonangan Damanik
    Belum ada peringkat
  • Soal 1
    Soal 1
    Dokumen8 halaman
    Soal 1
    Hamonangan Damanik
    Belum ada peringkat