Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

NIKAH BEDA AGAMA

DOSEN PENGAMPU : Drs. H. Afif

Disusun oleh :

ARINA ANZALINA DEWI

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR (IAT)


SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM ISLAMIC CENTRE (STAI-IC) DEMAK
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, taufiq, inayah dan
hidayah-NYA kepada kita semua, serta mencurahkan karunia-NYA kepada kita, sehingga
pemakalah dapat menyelesaikan makalah ini.

Sholawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada junjungan kita semua yakni
Nabi akhir zaman, Nabi Muhammad SAW. Berkat beliaulah kita bisa keluar dari jalan yang
penuh kesesatan menuju jalan yang terang dan jalan yang ridhoi oleh Allah.

Alhamdulillah makalah tentang Nikah Beda Agama ini dapat selesai tepat pada
waktunya.Kiranya dalam makalah ini masih terdapat banyak kesalahan, saya mohon maaf,
dan semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua.Amin...

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ....................................................................................................... i


Menurut data yang diambil dari berbagai sumber, jenis-jenis narkoba yang ada di dunia sudah mencapai
644 jenis, di mana 65 diantaranya sudah masuk ke negara kita. Sayangnya, dari ke-65 jenis tersebut, bari
43 jenis saja yang tercantum dalam undang-undang. Maka, tidak ada jalan lain bagi kita selain terus
menggali informasi tentang jenis-jenis narkoba tersebut, baik yang sudah tercantum di dalam undang-
undang maupun belum. Dengan begitu, kita tidak akan menjadi golongan orang-orang yang
menyalahgunakan fungsi narkoba atau narkotika.

Selain itu, kita juga mesti mengawal pemerintah agar jenis-jenis narkoba yang belum terdaftar bisa
didaftarkan ke dalam undang-undang. Hal itu dilakukan agar para pengedar dan pemakai narkoba jenis
baru bisa diproses secara hukum. Melindungi orang-orang sekitar dari ancaman narkoba juga patut
dilakukan agar mereka tidak terseret arus narkoba.

Untuk itu, marilah terus mempelajari seputar jenis-jenis narkoba penyalahgunaan, dan dampaknya, agar
kita tahu lebih dalam hal tersebut, serta dapat terhindar dari efek buruk obat-obatan tersebut. Selain itu,
kita juga mesti mendidik orang-orang di sekitar kita seputar jenis-jenis narkoba dan bahayanya, agar
mereka juga dapat terhindar dari efek negatif dari narkoba yang sangat membahayakan diri sendiri dan
negara.
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Allah tidak menjadikan manusia seperti makhluk lainnya, yang hidup bebas
mengikuti nalurinya dan berhubungan antara laki-laki dan perempuan secara anarki, dan
tidak ada satu aturan, tetapi demi menjaga kehormatan dan martabat kemulyaan manusia,
Allah adakan hukum sesuai dengan martabatnya.
Sehingga hubungan antara laki-laki dan perempuan diatur secara terhormat dan
berdasarkan saling ridho-meridhoi, dengan ucapan ijab qobul sebagai lambang dari adanya
rasa ridho –meridhoi, dan dengan dihadiri para saksi yang menyaksikan kalau kedua
pasangan laki-laki dan perempuan itu telah saling terikat.
Bentuk pernikahan ini telah memberikan jalan yang aman untuk menjaga
nalurinya, memelihara keturunan dengan baik dan menjaga kaum perempuan agar tidak
laksana rumput yang bisa dimakan oleh binatang ternak dengan seenaknya. Pergaulan
suami istri diletakkan di bawah naungan keibuan dan kebapakan, sehingga nantinya akan
menumbuhkan tumbuh-tumbuhan yang baik dan membuahkan buah yang bagus.
Peraturan pernikahan seperti inilah yang diridhoi Allah dan diabadikan Islam
untuk selamanya, sedangkan yang lainnya diharamkan. Untuk itu dalam makalah ini akan
jelaskan tentang Nikah Beada Agama, agar orang-orang tidak salah faham mengenai
hukumnya.
B. Rumusan Masalah

1. Apa Pengertian Pernikahan ?

2. Apa Hukum Nikah Beda Agama ?

3. Apa saja Jenis-jenis Nikah Beda Agama ?

4. Bagaimana Pendapat Ulama tentang Nikah Beda Agama ?

C. Tujuan

Untuk memahami serta mengetahui pengertian pernikahan, hukum nikah beda


agama, jenis-jenis nikah beda agama, dan pendapat ulama tentang nikah beda agama.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Pernikahan

Pernikahan salah satu sunnatullah yang umum berlaku pada semua makhluk
Allah, baik pada maanusia, hewan maupun tumbuhan. Seperti firman Allah dalam
surat yasin:36.

“Mahasuci Tuhan yang telah menciptakan segala sesuatu berjodoh-jodohan,


baik tumbuh-tumbuhan maupun diri mereka sendiri dan lain-lain yang tidak
mereka ketahui.”
Pernikahan merupakan suatu cara yang dipilih Allah sebagai jalan bagi
manusia untuk beranak, berkembang biak dan kelestarian hidupnya, setelah masing-
masing pasangan siap melakukan peranannya yang positif dalam mewujudkan tujuan
pernikahan.1
B. Dasar Hukum Nikah Beda Agama

Seringkali kita jumpai pertanyaan “apa hukumnya bila nikah beda agama, baik
yang laki-laki atau perempuannya yang muslim, apa sah atau tidak menurut Islam ?”.
Pertanyaan ini sering muncul terutama ketika kita berada di sebuah negara yang
mayoritas penduduknya non muslim.
DALAM kehidupan sehari-hari terjadi beberapa kasus nikah beda agama, yakni
antara perempuan Muslim dengan laki-laki non-Muslim atau sebaliknya. Lalu bagaimana
hukumnya dalam Islam?

Wakil Ketua Majelis Dakwah dan Pendidikan Islam (Madani) Ustadz Ainul Yaqin
mengatakan, hukum nikah beda agama adalah haram.
"Hukum menikah dengan Agama lain menurut MUI sesuai fatwanya adalah
haram dan akad nikahnya otomatis tidak sah" ujarnya saat dihubungi Okezone.

Ainul Yaqin juga menambahkan, begitu pula Nahdlatul Ulama (NU) dalam
Bahtsul Masail di Muktamar 28 Yogyakarta, menetapkan fatwa terkait pernikahan beda
agama, yaitu menikah beda agama hukumnya haram dan tidak sah.

1
Sayyid Sabiq.Fikih Sunnah 6.Bandung.PT Alma’arif.1980.Hal:7
9
"Jumhur ulama memutuskan tentang nikah beda agama adalah haram dan tidak
sah," jelasnya.

Adapun dalil Alquran yang menjelaskan tentang hal tersebut, yaitu:

"Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita


mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari
orang musyrik, walaupun Dia menarik hatimu. mereka mengajak ke neraka,"( QS: Al-
Baqoroh 221)

"Mereka (wanita-wanita Muslimah) tiada halal bagi orang-orang non-Muslim itu


dan orang-orang non Muslim itu tiada halal pula bagi mereka," (QS: Al-Mumtahanah 10).

Dua ayat ini, lanjutnya, secara tegas menjelaskan hukum nikah beda agama.


Ainul Yaqin mengatakan bahwa wanita Muslimah hukumnya haram dinikahkan dengan
orang yang bukan dari agama Islam. Ini karena sesungguhnya, Allah meletakkan aturan
dalam pernikahan adalah dalam rangka menjauhkan kerusakan dan kebuntuan dalam
rumah tangga.

"Sebab dengan bercampurnya pemahaman yang berbeda dalam memahami


subtansi dalam landasan beragama yakni Islam dalam hal ini Alquran dan hadits, maka
niscaya kelak akan menciptakan perpecahan dan kehancuran" katanya.

Begitu juga jika laki-laki adalah Muslim sedangkan calon istrinya adalah non
Muslim tetap tidak dianjurkan. Terkecuali perempuan tersebut bersedia mengungkapkan
syahadat untuk masuk Islam.

Namun, sahnya menikahi perempuan berbeda agama di dalam Alquran telah


dijelaskan, bahwa seorang Muslim diperbolehkan menikahi perempuan merdeka dari
kalangan ahli kitab. Pernikahan itu dianggap sah secara syariat.

"Konteks Ahli kitab yang ada di dalam Alquran tersebut berbeda dan tidak sama
dengan kondisi sekarang. Terlebih alasan akan terjadi kekacauan wali, waris dan hal hal
terkait anak keturunan nya kelak," tambahnya.

Sebagaimana termaktub dalam surat al-Maidah ayat 5:

"Pada hari ini dihalalkan bagimu yang baik-baik. Makanan (sembelihan) orang-
orang yang diberi al-Kitab itu halal bagimu, dan makanan kamu halal (pula) bagi mereka.

10
(Dan dihalalkan mangasyahwini) wanita yang menjaga kehormatan diantara wanita-
wanita yang beriman dan wanita-wanita yang menjaga kehormatan diantara orang-orang
yang diberi al-Kitab sebelum kamu."

Sementara dikutip dari laman resmi Nahdatul Ulama (NU) Online, pernikahan itu
dianggap sah secara syariat. Sebagaimana termaktub dalam surat al-Maidah ayat 5:

“Pada hari ini dihalalkan bagimu yang baik-baik. Makanan (sembelihan) orang-
orang yang diberi al-Kitab itu halal bagimu, dan makanan kamu halal (pula) bagi mereka.
(Dan dihalalkan mangasyahwini) wanita yang menjaga kehormatan diantara wanita-
wanita yang beriman dan wanita-wanita yang menjaga kehormatan diantara orang-orang
yang diberi al-Kitab sebelum kamu.“

Akan tetapi di zaman yang sudah mengglobal ini batasan antara ahlil kitab dan
yang bukan ahlil perlu ditegaskan kembali. Karena kecenderungan bertasahul atau
menggampangkan segala urusan di zaman globalisasi ini dianggap sebagai kewajaran.
Hal ini cukup menghawatirkan apalagi jika berhubungan dengan masalah pernikahan.
Karena panjangnya konsekwensi dari sebuah pernikahan mulai dari status pernikahan,
status anak dan hak waris.

Dalam konteks ini maka hal yang perlu ditegaskan adalah siapakah perempuan
merdeka ahlul kitab yang boleh dinikah oleh seorang muslim? tentang hal ini Imam Syafii
dalam Al-Umm juz V menjelaskan:

"Abdul Majid dari Juraid menerangkan kepada kami bahwa Atha’ pernah berkata
bahwa orang-orang Nasrani dari orang Arab bukanlah tergolong ahlil kitab. Karena yang
termasuk ahlil kitab adalah Bani Israi dan mereka yang kedatangan Taurat dan Injil,
adapun mereka yang baru masuk ke agama tersebut, tidak dapat digolongkan sebagai
Ahlil kitab."

Dengan demikian, orang-orang Indonesia yang beragama lain sepert Kristen,


Hindu, Budha, Kepercayaan, dan lain sebagainya tidak bisa digolongkan ke dalam ahlul
kitab sebagaimana dimaksudkan dengan al-Qur’an. Apalagi jika ada perubahan dalam
kitab-kitab mereka seperti yang diturunkan kepada Musa as dan Isa as.

Menurut hukum Islam seorang Muslim, baik pria maupun wanita menikah
11
dengan orang yang berbeda agama? Masalah perkawinan beda agama telah mendapat
perhatian serius para ulama di Tanah Air. Hukum nikah demikian tidak sah,
sebagaimana telah diputuskan dalam Muktamar NU tahun 1962 dan Muktamar
Thariqah Mu’tabarah tahun 1968. Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam musyawarah
Nasional II pada tahun 1980 juga telah menetapkan fatwa tentang pernikahan beda
agama. MUI menetapkan dua keputusan terkait pernikahan beda agama ini.2

C. Jenis- Jenis Nikah Beda Agama

Ada 2 jenis menikah beda agama:

1. Perempuan beragama Islam menikah dengan laki-laki non-Islam.

2. Laki-laki beragama Islam menikah dengan perempuan non-Islam.

Perempuan beragama Islam menikah dengan laki-laki non-Islam

Hukum mengenai perempuan beragama Islam menikah dengan laki-laki non-


Islam adalah jelas-jelas dilarang (haram). Dalil yang digunakan untuk larangan
menikahnya muslimah dengan laki-laki non Islam adalah Surat Al Baqarah(2):221.

“Dan janganlah kamu nikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman.


Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun
dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik
(dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak
yang mukmin lebih baik dari orang musyrik walaupun dia menarik hatimu. Mereka
mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-
Nya.

Jadi, wanita muslimah dilarang atau diharamkan menikah dengan non muslim,
2
Http://alhijrah.cidensw.net/index.php?options.com-content&task:view &id:111
12
apapun alasannya. Hal ini sebagaimana dinyatakan dalam Alquran di atas. Bisa
dikatakan, jika seorang muslimah memaksakan dirinya menikah dengan laki-laki non
Islam, maka akan dianggap berzina.3

Laki-laki beragama Islam menikah dengan perempuan non-Islam

Pernikahan seorang lelaki Muslim dengan perempuan non muslim terbagi atas
2 macam:

1. Lelaki Muslim dengan perempuan Ahli Kitab. Yang dimaksud dengan Ahli Kitab
di sini adalah agama Nasrani dan Yahudi (agama samawi). Hukumnya boleh,
dengan dasar Surat Al Maidah(5):5.

“Pada hari ini dihalalkan bagimu yang baik-baik. Makanan (sembelihan) orang-
orang yang diberi Al Kitab itu halal bagimu, dan makanan kamu halal pula bagi
mereka. (Dan dihalalkan mengawini) wanita-wanita yang menjaga
kehormatan di antara wanita-wanita yang beriman dan wanita-wanita yang
menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi Al Kitab sebelum
kamu, bila kamu telah membayar maskawin mereka dengan maksud
menikahinya, tidak dengan maksud berzina dan tidak (pula) menjadikannya
gundik-gundik.

Ibnu Mundzir berkata : tidaklah benar bahwa ada salah seorang sahabat yang
mengharamkan kawin dengan perempuan Ahli kitab.
Dari Ibnu Umar, bahwa pernah ia ditanya orang tentang laki-laki muslim
kawin dengan perempuan Nashrani atau Yahudi. Jawabnya : Allah mengharamkan
orang-orang mukmin kawin dengan perempuan musyrik. Sedangkan menurut saya
tidak ada perbuatan musyrik yang lebih besar daripada perempuan yang mengatakan,
Isa sebagai Tuhannya atau salah seorang oknum Tuhan.
Kata Qurthubi, Nuhas berkata : pendapat ini menyimpang dari pendapat
kelompok besar yang telah dijadikan hujjah, sebab yang berpendapat halal kawin

3
Ibid
13
dengan perempuan Ahli kitab terdiri dari golongan sahabat dan tabi’in. Dari golongan
sahabat diantaranya : Utsman, Thalhah, Ibnu Abbas, Jabir dan Hudzaifah. Dari
golongan tabi’in di antaranya : Sa’id bin Musayyab, Sa’id bin Jubbair, dll.4

Makruhnya Nikah dengan perempuan Ahli Kitab:

Nikah dengan perempuan Ahli kitab sekalipun boleh tetapi dianggap makruh,
karena adanya rasa tidak aman dari gangguan-gangguan keagamaan bagi suaminya

atau bisa saja ia menjadi alat golongan agama. Jika perempuan dari golongan Ahli
kitab yang bermusuhan dengan kita, maka dianggap lebih makruh lagi sebab berarti
akan memperbanyak jumlah orang yang akan menjadi musuh kita.
Bahkan segolongan ulama memandang haram nikah dengan perempuan Ahli
kitab yang memusuhi kita ini.
Ibnu Abbas pernah ditanya tentang hal ini, yang jawabnya tidak halal, sesuai
dengan firman Allah dalam surat At-taubat:29 .

“perangilah mereka yang tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian dan
beragamaa dengan agama yang benar, dari oran-orang Ahli kitab, sehingga
mereka membayarkan Jizyah (pajak) dari tangannya dengan merendahkan diri.”5
2. Lelaki Muslim dengan perempuan non Ahli Kitab. Untuk kasus ini, banyak ulama
yang melarang, dengan dasar Al Baqarah(2):221.

“Dan janganlah kamu nikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman.


Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik,
walaupun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang
musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman.
Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik walaupun dia
menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga
dan ampunan dengan izin-Nya.

Banyak ulama yang menafsirkan bahwa Al Kitab di sini adalah Injil dan

4
Opcit.Hal:155-156
14
Taurat. Dikarenakan agama Islam, Nasrani dan Yahudi berasal dari sumber yang
sama, agama samawi, maka para ulama memperbolehkan pernikahan jenis ini. Untuk
kasus ini, yang dimaksud dengan musyrik adalah penyembah berhala, api, dan
sejenisnya. Untuk poin 2, menikah dengan perempuan yang bukan ahli kitab, para
ulama sepakat melarang.

Dari sebuah literatur, di dapatkan keterangan bahwa Hindu, Budha atau


Konghuchu tidak termasuk agama samawi (langit) tapi termasuk agama ardhiy (bumi).
Karena benda yang mereka katakan sebagai kitab suci itu bukanlah kitab yang turun
dari Allah SWT. Benda itu adalah hasil pemikiran para tokoh mereka dan filosof
mereka. Sehingga kita bisa bedakan bahwa kebanyakan isinya lebih merupakan
petuah, hikmah, sejarah dan filsafat para tokohnya.
Kita tidak akan menemukan hukum dan syariat di dalamnya yang mengatur
masalah kehidupan. Tidak ada hukum jual beli, zakat, zina, minuman keras, judi dan
pencurian. Sebagaimana yang ada di dalam Al-Quran Al-Karim, Injil atau Taurat.
Yang ada hanya etika, moral dan nasehat. Benda itu tidak bisa dikatakan sebagai
kalam suci dari Allah yang diturunkan melalui malaikat Jibril dan berisi hukum
syariat. Sedangkan Taurat, Zabur dan Injil, jelas-jelas kitab samawi yang secara
kompak diakui sebagai kitabullah.
Sementara itu, Imam Syafi’i dalam kitab klasiknya, Al-Umm, mendefinisikan
Kitabiyah dan non Kitabiyah sebagai berikut, “Yang dimaksud dengan ahlul kitab
adalah orang-orang Yahudi dan Nasrani yang berasal dari keturunan bangsa Israel asli.
Adapun umat-umat lain yang menganut agama Yahudi dan Nasrani, rnaka mereka
tidak termasuk dalam kata ahlul kitab. Sebab, Nabi Musa a.s. dan Nabi Isa a.s. tidak
diutus kecuali untuk Israil dan dakwah mereka juga bukan ditujukan bagi umat-umat
setelah Bani israil.”
Sementara itu, para jumhur shahabat membolehkan laki-laki muslim menikahi
wanita kitabiyah, diantaranya adalah Umar bin Al-Khattab, Ustman bin Affan, Jabir,
Thalhah, Huzaifah. Bersama dengan para shahabat Nabi juga ada para tabi`Insya Allah
seperti Atho`, Ibnul Musayib, al-Hasan, Thawus, Ibnu Jabir Az-Zuhri. Pada generasi
berikutnya ada Imam Asy-Syafi`i, juga ahli Madinah dan Kufah.
Yang sedikit berbeda pendapatnya hanyalah Imam Malik dan Imam Ahmad
bin Hanbal, dimana mereka berdua tidak melarang hanya memkaruhkan menikahi
wanita kitabiyah selama ada wanita muslimah.

15
Pendapat yang mengatakan bahwa nasrani itu musyrik adalah pendapat Ibnu
Umar. Beliau mengatakan bahwa nasrani itu musyrik. Selain itu ada Ibnu Hazm yang
mengatakan bahwa tidak ada yang lebih musyrik dari orang yang mengatakan bahwa
tuhannya adalah Isa. Sehingga menurut mereka menikahi wanita ahli kitab itu haram
hukumnya karena mereka adalah musyrik.

Namun jumhur Ulama tetap mengatakan bahwa wanita kitabiyah itu boleh
dinikahi, meski ada perbedaan dalam tingkat kebolehannya. Namun demikian, wanita
muslimah yang komitmen dan bersungguh-sungguh dengan agamanya tentu lebih
utama dan lebih layak bagi seorang muslim dibanding wanita ahlul kitab. Juga apabila
ia khawatir terhadap akidah anak-anak yang lahir nanti, serta apabila jumlah pria
muslim sedikit sementara wanita muslimah banyak, maka dalam kondisi demikian ada
yang berpendapat haram hukumnya pria muslim menikah dengan wanita non muslim.
Dibolehkannya laki-laki muslim menikah dengan wanita ahlul kitab namun
tidak sebaliknya karena laki-laki adalah pemimpin rumah tangga, berkuasa atas
isterinya, dan bertanggung jawab terhadap dirinya. Islam menjamin kebebasan aqidah
bagi isterinya, serta mlindungi hak-hak dan kehormatannnya dengan syariat dan
bimbingannya. Akan tetapi, agama lain seperti nasrani dan yahudi tidak pernah
memberikan jaminan kepada lelaki isteri yang berlainan agama.5
Pernikahan muslim dengan wanita kafir yang bukan murni ahli kitab, seperti
wanita penyembah berhala, Majusyi, atau salah seorang dari kedua orang tuanya
adalah orang kafir, sebagaimana firman Alloh SWT: “Dan janganlah kamu nikahi
wanita – wanita musyrik sebelum mereka beriman”. Pelarangan dalam ayat tersebut
menunjukkan keharamannya.
Yang dimaksud dengan wanita ahli kitab yang masih murni, adalah wanita
israel. Ia halal bagi kita sebagaimana firman Alloh Swt.: “(dan dihalalkan mengawini)
wanita – wanita yang memiliki kehormatan diantara orang – orang yang diberi al –
kitab sebelum kamu”.
Yang dimaksud dengan Al- kitab, adalah Taurat dan injil, dan bukan kitab –
kitab yang lain sebelumnya, seperti kitab Nabi Syist, idris, dan ibrahim a.s., karena
kitab – kitab tersebut tidak diturunkan secara teratur sistematik, dan bisa dipelajari
ataupun dibaca. Para nabi tersebut hanya diberi wahyu tentang pengertian –
pengertiannya saja, atau karena kitab – kitab tersebut hanya memuat kata hikmah dan

5
Http://alhijrah.cidensw.net/index.php?options.com-content&task:view &id:111

16
nasehat – nasehat, dan tidak memuat hukum – hukum syariat.6
Bagi orang yang pindah agama, seperti orang Yahudi atau penyembah berhala
menjadi Nasrani atau sebaliknya, maka tidak akan diterima kecuali islam. Hal ini

karena ia telah mengakui ketidakbenaran agama yang ditinggalkannya itu dan


mengakui pula ketidakbenaran agama baru yang dipeluknya.
Disepakati, tidak sah wanita muslimah menikah dengan lelaki kafir, baik
merdeka ataupun budak. Tidak sah pula wanita murtad menikah dengan siapapun,
tidak dengan lelaki muslim karena wanita tersebut telah dan tidak mengakui apapun,
dan tidak sah pula menikah dengan lelaki kafir karena masih adanya ikatan islam pada
dirinya.

D. Pendapat Ulama tentang Nikah Beda Agama

Masalah pernikahan beda agama telah mendapat perhatian serius para ulama di
Tanah Air. Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam musyawarah Nasional II pada 1980
telah menetapkan fatwa tentang pernikahan beda agama. MUI menetapkan dua
keputusan terkait pernikahan beda agama ini.
Pertama, para ulama di Tanah Air memutuskan bahwa pernikahan wanita
Muslim dengan laki-laki non-Muslim hukumnya haram. Kedua, seorang laki-laki
Muslim diharamkan mengawini wanita bukan Muslim. Perkawinan antara laki-laki
Muslim dengan wanita ahlul kitab memang terdapat perbedaan pendapat. "Setelah
mempertimbangkan bahwa mafsadatnya lebih besar dari maslahatnya, MUI
memfatwakan perkawinan tersebut hukumnya haram," ungkap Dewan Pimpinan
Munas II MUI, Prof Hamka, dalam fatwa itu.
Dalam memutuskan fatwanya, MUI menggunakan Alquran dan Hadis sebagai
dasar hukum. "Dan janganlah kamu nikahi wanita-wanita musyrik hingga mereka ber
iman (masuk Islam). Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita
musyrik, walaupun ia menarik hatimu. Dan janganlah kamu menikahkan wanita
orangorang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) hingga mereka beriman.
Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik, meskipun ia
menarik hatimu..." (QS: al-Baqarah:221).
Selain itu, MUI juga menggunakan Alquran surat al-Maidah ayat 5 serta at

6
Dr.KH.MA.Sahal Mahfudh.Ahkamul Fuqaha, solusi problematika Aktual Hukum Islam, keputusan
Muktamar, Munas dan Konbes Nahdatul Ulama (1926-2004M).Surabaya:Lajnah Ta’lif wan Nasyr (LTN) NU
Jawa Timur.2004.Hal:414-415
17
Tahrim ayat 6 sebagai dalil. Sedangkan, hadis yang dijadikan dalil adalah Sabda
Rasulullah SAW yang diriwayatkan Tabrani: "Barang siapa telah kawin, ia telah
memelihara setengah bagian dari imannya, karena itu, hendaklah ia takwa (takut)
kepada Allah dalam bagian yang lain."

Ulama Nahdlatul Ulama (NU) juga telah menetapkan fatwa terkait nikah beda
agama. Fatwa itu ditetapkan dalam Muktamar ke-28 di Yogyakarta pada akhir
November 1989. Ulama NU dalam fatwanya menegaskan bahwa nikah antara dua
orang yang berlainan agama di Indonesia hukumnya tidak sah.
Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah juga telah menetapkan fatwa
tentang penikahan beda agama. Secara tegas, ulama Muhammadiyah menyatakan
bahwa seorang wanita Muslim dilarang menikah dengan pria non-Muslim. Hal itu
sesuai dengan surat al-Baqarah ayat 221, seperti yang telah disebutkan di atas.
"Berdasarkan ayat tersebut, laki-laki Mukmin juga dilarang nikah dengan wanita non-
Muslim dan wanita Muslim dilarang walinya untuk menikahkan dengan laki-laki non-
Muslim," ungkap ulama Muhammadiyah dalam fatwanya.
Ulama Muhammadiyah pun menyatakan nikah beda agama juga dilarang
dalam agama Nasrani. Dalam perjanjian alam, kitab ulangan 7:3, umat Nasrani juga
dilarang untuk menikah dengan yang berbeda agama. "Dalam UU No 1 tahun 1974
pasal 2 ayat 1 juga disebutkan bahwa: "Pernikahan adalah sah, apabila dilakukan
menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu."
"Jadi, kriteria sahnya perkawinan adalah hukum masing-masing agama yang
dianut oleh kedua mempelai," papar ulama Muhammadiyah dalam fatwanya. Ulama
Muhammadiyah menilai pernikahan beda agama yang dicatatkan di kantor catatan
sipil tetap tak sah nikahnya secara Islam. Hal itu dinilai sebagai sebuah perjanjian
yang bersifat administratif.
Ulama Muhammadiyah memang mengakui adanya perbedaan pendapat
tentang bolehnya pria Muslim menikahi wanita nonMuslim berdasarkan surat al-
Maidah ayat 5. "Namun, hendaknya pula dilihat surat Ali Imran ayat 113, sehingga
dapat direnungkan ahli kitab yang bagaimana yang dapat dinikahi laki-laki Muslim,"
tutur ulama Muhammadiyah.
Dalam banyak hal, kata ulama Muhammadiyah, pernikahan wanita ahli kitab
dengan pria Muslim banyak membawa kemadharatan. "Maka, pernikahan yang
demikian juga dilarang." Abdullah ibnu Umar RA pun melarang pria Muslim

18
menikahi wanita non-Muslim.7
E. UNDANG UNDANG NIKAH BEDA AGAMA

Banyak orang yang menempuh jalan penyelundupan hukum agar perkawinannya yang
berbeda agama bisa diakui Negara. Misalnya, melakukan pencatatan perkawinan di luar
negeri kemudian melanjutkan pencatatan tersebut di Indonesia. Sebut saja sederet nama
artis yang melakukannya, seperti Titi Kamal-Christian Sugiono yang menikah di Sydney,
Australia.
 
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi
Kependudukan sebagaimana telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013
tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi
Kependudukan membuka peluang pencatatan perkawinan yang dilakukan oleh mereka
yang berbeda agama. Ada beberapa prosedur yang harus dilakukan untuk dapat
mencatatkan pernikahan itu.
 
Namun, Pakar Hukum Keluarga UIN Syarif Hidayatullah, Nurul Irfan, mengingatkan
bahwa pertama-tama harus dipastikan dulu apakah pernikahan beda agama sah menurut
hukum agamanya masing-masing. Di kalangan agama Islam sendiri, para ulama sepakat
perkawinan beda agama hanya boleh dilakukan oleh laki-laki Islam dengan perempuan
agama lain terbatas pada Nasrani dan Yahudi,” jelas Nurul kepada hukumonline, Rabu
(1/11).
 
Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan memang
mengatur bahwa “Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-
masing agamanya dan kepercayaannya itu”. Sementara, Pasal 8 huruf f UU Perkawinan
menyebutkan bahwa perkawinan dilarang jika aturan agama melarang serta peraturan lain
yang berlaku.
 
Selain itu, MUI berpandangan bahwa perkawinan antara muslim dengan non-muslim
tidak diperbolehkan karena mesti berdasarkan Al-Quran dan Hadits. Sehingga, ketentuan
Pasal 2 ayat (1) UU Nomor 1 Tahun 1974 mengenai syarat sah perkawinan tidak mungkin
dilakukan oleh para Pemohon yang memiliki perbedaan agama.
7
http://www.republika.co.id/berita/05/01/113862-hukum-nikah-beda- agama-dalam-islam-dan-kristen.
19
 
Jika keabsahan perkawinan telah bisa dipastikan, maka amanat selanjutnya dari UU
Perkawinan harus dijalankan, yakni pencatatan perkawinan. Merujuk klinik hukumonline,
pencatatan perkawinan beda agama bisa dilakukan dengan berpedoman pada UU
Adminduk.
Menurut Pasal 35 UU Adminduk, perkawinan yang ditetapkan pengadilan wajib
dilaporkan. Dijelaskan dalam Penjelasan Pasal 35 huruf a UU Adminduk, pernikahan
yang ditetapkan oleh pengadilan adalah perkawinan yang dilakukan antar-umat yang
berbeda agama.
 
Adapun prosedur pelaporan diatur dalam Pasal 34 UU Adminduk. Pelaporan wajib
dilakukan paling lambat enam puluh hari sejak tanggal perkawinan. Lalu, berdasarkan
laporan itu pejabat pencatatan sipil mencatat pada Register Akta Perkawinan dan
menerbitkan Kutipan Akta Perkawinan. Sementara itu, penduduk yang beragama Islam
melaporkannya ke kantor urusan agama (KUA).
 
Pasal tersebut mengatur bahwa perkawinan beda agama yang bisa dicatatkan di kantor
catatan sipil hanya yang di luar agama Islam. Kendati demikian, tidak otomatis
perkawinan beda agama yang melibatkan penduduk beragama Islam bisa dicatatkan di
KUA. Sebab, hal ini diatur dalam Pasal 2 ayat (1) Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun
1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
 
PP No. 9 Tahun 1975 menyebut secara eksplisit bahwa pernikahan yang bisa dicatatkan
di KUA adalah yang dilangsungkan secara Islam. Ini berarti perkawinan beda agama, jika
dilakukan dengan penetapan pengadilan, dicatatkan di kantor catatan sipil.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

 Pernikahan merupakan suatu cara yang dipilih Allah sebagai jalan bagi
manusia untuk beranak, berkembang biak dan kelestarian hidupnya, setelah
masing-masing pasangan siap melakukan peranannya yang positif dalam

20
mewujudkan tujuan pernikahan.
 Secara ringkas hukum nikah beda agama bisa kita bagi menjadi demikian :

1. Suami Islam, istri ahli kitab = boleh.

2. Suami Islam, istri kafir bukan ahli kitab = haram.

3. Suami ahli kitab, istri Islam = haram.

4. Suami kafir bukan ahli kitab, istri Islam = haram.

 Jenis- Jenis Nikah Beda Agama:


Ada 2 jenis menikah beda agama:
1. Perempuan beragama Islam menikah dengan laki-laki non-Islam.

2. Laki-laki beragama Islam menikah dengan perempuan non-Islam,


terbagi atas 2 macam:
a. Laki-laki Muslim dengan perempuan Ahli Kitab.

b. Laki-laki Muslim dengan perempuan non Ahli Kitab.

 Pendapat Ulama tentang Nikah Beda Agama:

Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam musyawarah Nasional II pada 1980


telah menetapkan fatwa tentang pernikahan beda agama. MUI menetapkan
dua keputusan terkait pernikahan beda agama ini.
Pertama, para ulama di Tanah Air memutuskan bahwa pernikahan wanita
Muslim dengan laki-laki non-Muslim hukumnya haram. Kedua, seorang
laki-laki Muslim diharamkan mengawini wanita bukan Muslim.
B. Saran

Demikian makalah ini, dengan selesainya makalah ini, tidak bisa di pungkiri
bahwa di dalamnya masih terdapat banyak kesalahan, untuk itu kami selaku
pemakalah mengharapkan kritik dan saran guna perbaikan pada makalah ini dan
kami juga menyarankan agar para pembaca mencari referensi lain untuk
menambah pengetahuan yang lebih luas lagi tentang pembahasan yang ada di
dalam makalah ini. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua. Amin...

21
DAFTAR PUSTAKA

Sabiq, Sayyid.1980.Fikih Sunnah 6.Bandung:PT Alma’arif.

Mahfudh, sahal.2004.Ahkamul Fuqaha, solusi problematika Aktual Hukum Islam, keputusan


Muktamar, Munas dan Konbes Nahdatul Ulama (1926-2004M).Surabaya:Lajnah
Ta’lif wan Nasyr (LTN) NU Jawa Timur.

Http://alhijrah.cidensw.net/index.php?options.com-content&task:view &id:111

http://www.republika.co.id/berita/ensikopledia-islam/fatwa/10/05/01/113862-hukum-nikah-
beda-agama-dalam-islam-dan-kristen.

Anda mungkin juga menyukai