Anda di halaman 1dari 8

Nama : isra novita illahi

Nim : 1503050150

Lokal : Mps C

Talaq,Rujuk,dan fasakh

1. Pengertian
 Pengertian Talak
Kata talak berasal dari bahasa Arab artinya menurut bahasa
melepaskan ikatan. Adapun talak menurut istilah syariat Islam
ialah melepaskan atau membatalkan ikatan pernikahan dengan
lafadz tertentu yang mengandung arti menceraikan. Talak
merupakan jalan keluar terakhir dalam suatu ikatan pernikahan
antara suami isteri jika mereka tidak terdapat lagi kecocokan dalam
membina rumah tangga.
 Pengertian rujuk
Rujuk menurut bahasa artinya kembali. Adapun menurut syariat
Islam ialah kembalinya mantan suami kepada mantan isterinya
yang telah di talaknya dengan talak raj’I untuk kumpul kembali
pada masa iddah tanpa tanpa mengadakan akad nikah yang baru.
Hukum asal daripada Rujukadalah mubah (boleh).
 Pengertian fasakh
Fasakh adalah surak atau putusnya perkawinan melaluoi
pengadilan yang hakikatnya hak suami-istri di sebabkan sesuati
yang diketahui setelah akad berlangsung. Misalnnya suatu penyakit
yang muncul setelsah akad yang menyebabkan pihak lain tidak
dapat merasakan arti dan hakikat sebuah perkawinan .
2. Macam-macam
a. Macam macam talaq
Talaq ada 2 macam, yakni:
 Talaq Raj’i
Talaq Raj’I ialah talaq yang dijatuhkan oleh suami terhadap
istrinya dan suami boleh kembali (rujuk) selama dalam masa iddah.
 Talaq Ba’in
Talaq Ba’in ialah talaq yang dijatuhkan oleh suami, yang
mengakibatkan hilangnya hak bagi bekas suami untuk rujuk ke
bekas istrinya, atau di Talaq 3 kali.
Allah berfirman Artinya: Jika ia menceraikan istrinya lagi (untuk
ketiga kalinya), maka tidak halal baginya perempuan itu, kecuali
setelah kawin lagi dengan laki-laki lain (QS. A l-Baqarah: 230)
3. Dasar hukum
a. Hukum Talak
Talak mempunyai beberapa hukum seperti dibawah ini:
 Makruh.
 Haram, apabila talak di jatuhkan oleh suami terhadap isteri dalam
keadaan haidh, atau dalam keadaan suci setelah isteri itu di
campuri.
 Sunnah, apabila suami sudah tidak mampu lagi menunaikan
tugasnya sebagai suami.
 Wajib, apabila suami sudah bersumpah dengan mengatakan ia
tidak akan menggauli isterinya lagi, atau karena perselisihan antara
suami isteri.
b. Hukum Rujuk
Hukum rujuk dapat berubah menjadi sunnah, makruh atau haram
sesuai dengan hal-hal tertentu, sebagai berikut:
 Mubah, hal ini sesuai dengan hukum asalnya.
 Sunnah apabila rujuk dimaksudkan untuk memperbaiki
hubungan kekeluargaan yang telah retak.
 Makruh apabila rujuk ini akan membawa mudharat dan
talak lebih bermanfaat.
 Haram, apabila dengan rujuk akan membawa isteri
teraniaya.
c. Hukum fasakh
dasar hukum yang tegas dalam pasal 22 Undang-undang Nomor 1
Tahun 1974 tentang perkawinan, bahwa: ”Perkawinan dapat dibatalkan
apabila para pihak tidak memenuhi syarat-syarat untuk melangsungkan
perkawinan”.
Selain pasal 22 UU Nomor 1 tahun 1974 di atas, juga diatur dalam
pasal 24 undang-undang tersebut, bahwa :

Barangsiapa karena perkawinan masih terikat dirinyadengan salah


satu dari kedua belah pihak dan atas dasar masih adanya perkawinan
dapat mengajukan pembatalan perkawinan yang baru, dengantidak
mengurangi ketentuan pasal 1ayat (2) dan pasal 4 undang-undang ini.
Pernyataan di atas menunjukkan kuatnya dasar hukum pembatalan
perkawinan dalam undang-undang perkawinan yang berlaku di
Indonesia, yaitu Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 tentang
Perkawinan.
Sedangkan di dalam hukum Islam, terdapat suatu riwayat dari Aisyah
ra, bahwasanya anak perempuan al-Jaun tatkala dipersatukan dia
kepada Rasulullah saw dan ia hampir kepadanya. Ia berkata : “Aku
berlindung kepada Allah dari padamu”. Maka Rasulullah bersabda :

‫رواه ابن ماجه‬: ‫الحقى باهلك‬


Kembalilah kepada keluargamu (H.R.Ibnu Majah).

Hadis di atas menunjukkan adanya pembatalan perkawinan yang telah


dipraktekkan dalam Islam, bahkan oleh Rasulullah saw sendiri.
Bahkan dalam Islam sudah sangat jelas bahwa segala sesuatu akad,
termasuk akad perkawinan yang tidak memenuhi syarat atau
menyalahi aturan yang telah ditetapkan, secara otomatis batal,
sekalipun tidak dibatalkan secara resmi oleh pihak yang berwenang.
4. Lafaz talak
Contoh lafaz yang Sharih:

1. Aku ceraikan kau dengan talak satu


2. Aku telah melepaskan (menjatuhkan) talak untuk engkau
3. Hari ini aku ceraikan kau

Jika suami melafazkan talak dengan mengunakan kalimah yang "Sharih"


seumpama di atas ini, maka talak dikira jatuh walaupun tanpa niat dan
saksi.
Talak Kinayah pula membawa maksud kalimah yang secara tidak
langsung yang mempunyai dua atau lebih pengertiannya. Umpamanya jika
suami melafazkan kepada isterinya perkataan:

1. Aku tak nak kau lagi, kau boleh balik ke rumah orang tua kau
2. Pergilah engkau dari sini, ke mana engkau suka
3. Kita berdua sudah tiada apa-apa hubungan lagi

Lafaz-lafaz seumpama ini termasuk dalam kategori Kinayah, jika suami


tidak berniat untuk menceraikan isterinya maka talak tidak jatuh, tetapi
jika sebaliknya iaitu suami mempunyai niat menceraikan isterinya ketika
melafazkan kalimah ini, maka talak dikira jatuh.
5. Prosesnya
Proses Talaq
Dari segi proses atau prosedur terjadinya, ada tiga:
 Talak langsung oleh suami
 Talak tidak langsung, lewat hakim (Pengadilan Agama)
 Talak lewat hakamain
 Dari segi baik tidaknya, ada dua:
 Talak Sunni
 Talak bid’iy

6. Konsekuensi Hukum Fasakh

Dan oleh karena itu ada beberapa konsekuensi hukum yang berlaku di belakang
fasakh.

1. Suami Bukan Duda dan Istri Bukan Janda

Pasangan suami dan istri yang berpisah dengan cara fasakh, status keduanya
sama-sama bukan duda dan janda. Keduanya terhitung masih tetap berstatus
perjaka dan perawan di mata hukum.

Dalam kitab hudud, laki-laki perjaka atau wanita perawan yang statusnya belum
pernah menikah, apabila mereka berzina, hukumannya bukan hukum rajam,
melainkan hukum cambuk 100 kali.

2. Istri Tidak Perlu Menjalani Masa Iddah

Istri yang pisah dengan suaminya lewat cara fasakh tidak perlu menjalani masa
iddah. Sebab masa iddah yang wajib dijalani itu hanya berlaku bila terjadi talak.

Maka dia tidak perlu menetap di dalam rumah selama tiga kali suci dari haidh,
seperti umumnya wanita yang ditalak oleh suaminya.

Juga tidak dilarang untuk berhias, menerima pinangan dari laki-laki lain, bahkan
juga dibolehkan untuk langsung menikah.

3. Mantan Suami Istri Tidak Saling Mewarisi

Pasangan yang berpisah dengan cara fasakh tidak saling mewarisi. Berbeda
dengan pasangan yang berpisah dengan cara talak atau wafat, selama masa iddah
masih berlaku, maka apabila salah satu dari mereka wafat, sebagian dari hartanya
masih menjadi hak waris dari mantan pasangannya.
Misalnya dalam kasus suami menceraikan istri, lalu sebulan kemudian suami
meninggal dunia. Istrinya saat itu secara otomatis masih menjadi ahli waris dari
mendiang suaminya. Sebab masa iddahnya masih berlaku.

Sedangkan dalam kasus suami istri yang berpisah dengan cara fasakh, begitu
keputusan fasakh berlaku, maka keduanya sama-sama tidak saling mewarisi.

Misalnya suaminya wafat, maka mantan istrinya tidak berhak atas harta mantan
suaminya itu. Begitu juga kalau istrinya meninggal, maka suaminya itu tidak
berhak menerima waris dari mendiang istrinya.
Nama : isra novita illahi
Nim : 1503050150
Lokal : Mps C

Nasab,Hadanah dan Rada’ah

A.Pengertian dan dasar hukumnya

a. Nasab adalah legalitas hubungan kekeluargaan yang berdasarkan pertalian


darah, sebagai salah satu akibat dari pernikahan yang sah, atau nikah fasid,
atau senggama syubhat (zina). Nasab merupakan sebuah pengakuan syara’
bagi hubungan seorang anak dengan garis keturunan ayahnya sehingga
dengan itu anak tersebut menjadi salah seorang anggota keluarga dari
keturunan itu dan dengan demikian anak itu berhak mendapatkan hak-hak
sebagai akibat adanya hubungan nasab
b. Pengertian hadhanah
Kata hadhanah adalah bentuk mashdar dari kata hadhnu ash-shabiy, atau
mengasuh atau memelihara anak. Mengasuh (hadhn) dalam pengertian ini
tidak dimaksudkan dengan menggendongnya dibagian samping dan dada
atau lengan.Secara terminologis, hadhanah adalah menjaga anak yang
belum bisa mengatur dan merawat dirinya sendiri, serta belum mampu
menjaga dirinya dari hal-hal yang dapat membahayakan dirinya
Hukum Hadhanah
Hadhanah (pengasuhan anak) hukumnya wajib, karena anak yang masih
memerlukan pengasuhan ini akan mendapatkan bahaya jika tidak
mendapatkan pengasuhan dan perawatan, sehingga anak harus dijaga agar
tidak sampai membahayakan. Selain itu ia juga harus tetap diberi nafkah
dan diselamatkan dari segala hal yang dapat merusaknya.
Dasar hukum pemeliharaan anak, tercantum dalam surat at-Tahrim:6 yang
berbunyi :
‫ﯿﺂﺃﯾﻬﺎﺍﻟﺬﻳﻦﺁﻤﻧﻭﺍﻘﻭﺍﺃﻨﻓﺳﻛﻡ ﻮﺃﻫﻟﻳﻛﻡ ﻨﺎﺮﺍﻭﻘﻭﺩﻫﺎﺍﻟﻨﺎﺲﻭﺍﺤﺟﺎﺮﺓ‬
Artinya : Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan
keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan
batu.
Pada ayat ini orang tua di tuntut untuk memelihara keluarganya
agar terpelihara dari api neraka, agar seluruh anggota keluarganya
,elaksanakan perintah dan meninggalkan laranganya, termasuk anggota
keluarga disini yakninya anak.
Betapa banyaknya ayat-ayat al-Qur’an yang memerintahkan kita
(ibu-bapak) untuk memelihara serta menjaga dan bertanggung jawab
dalam memelihara keluarganya.

B. Ugensi Nasab dalam Islam

Bicara tentang hak anak dalam Islam, pertama sekali secara umum
dibicarakan dalam apa yang disebut sebagai dharuriyatu khamsin (hak asasi dalam
Islam). Hak itu adalah lima hal yang perlu dipelihara sebagai hak setiap orang: 1.
Pemeliharaan atas hak beragama (hifdzud dien); 2. Pemeliharaan atas Jiwa
(hifdzun nafs). 3. Pemeliharaan atas Akal (hifdzul aql); 4. Pemeliharaan atas Harta
(hifdzul mal);5. pemeliharaan atas keturunan/nasab (hifdzun nasl) dan
Kehormatan (hifdzul ‘ird).

Jika merinci hak-hak anak yang diperolehnya dari orangtua atau otoritas lainyang
menggantikan orangtua, maka kita akan dapati bahwa hak-hak tersebut
merupakan penjabaran dari Dharuriyatu Khamsin tadi. Misalnya hak anak untuk
mendapatkan nama dan keturunan nasab maka itu ada dalam pemeliharaan atas
nasab dan kehormatan, hak untuk mendapatkan pendidikan yang layak, dapat
dimasukkan ke dalam pemeliharaan atas agama (mendapatkan pendidikan
akhlaqul karimah) dan pemeliharaan atas akal, dan seterusnya. Sebagaimana kita
ketahui, kehormatan seseorang seringkali dikaitkan dengan keturunan siapakah
dia. Dan jika seorang anak dikenal sebagai anak tak berbapak, maka hampir pasti
ia akan mengalami masalah besar dalam pertumbuhan kepribadiannya kelak
karena ketidak jelasan status keturunan.

Demi menjaga hal tersebut, Islam melarang seseorang menghapus nasab/nama


keturunan dari ayah kandungnya. Selain masalah psikologis dan perkembangan
kepribadian anak, masalah nasab atau keturunan juga berkaitan dengan
muharramat yaitu aturan tentang wanita-wanita yang haram dinikahi (dianggap
incest/menikah seketurunan).

Anda mungkin juga menyukai