Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PRAKTIKUM

TEKNOLOGI SEDIAN FARMASI SEMISOLID LIQUID


PRAKTIKUM IV
PENGARUH HLB TERHADAP STABILITAS EMULSI

Disusun Oleh:

Nama : Nur Wulan Septiyani


Kelas / NIM : 3B / E0018080
Kelompok : VII (Tujuh)
Dosen Pengampu : Apt. Oktariani Pramiastuti, M. Sc.

LABORATORIUM TEKNOLOGI SEDIAAN FARMASI


PROGRAM STUDI S-1 FARMASI
STIKes BHAKTI MANDALA HUSADA SLAWI
SEMESTER 5
2020
PERCOBAAN IV
PENGARUH HLB TERHADAP STABILITAS EMULSI
I. TUJUAN
Diharapkan mahasiswa dapat mengetahui pembuatan sediaan emulsi dan dapat
menentukan perbandingan surfaktan pada suatu HLB.dan untuk mengetahui rasio komposisi
surfaktan dan kosurfaktan.

II. DASAR TEORI


2.1. Definisi Emulsi
Emulsi adalah sistem dua fase yang salah satu cairannya terdispersi dalam cairan
lain dalam bentuk tetesan kecil ( Farmakope Indonesi Edisi IV 1995 hal 6).
Emulsi adalah suatu sistem dispersi dimana fase terdispersi terdiri dari bulatan-
bulatan kecil zat cair yang terdistribusi keseluruh pembawah yang tidak tercampur (Howard
Ansel, pengantar bentuk sediaan farmasi hal 376).
2.2. Tipe Emulsi
Emulsi dibuat untuk mendapatkan preparat atau sediaan yang stabil dan merata atau
homogen dari campuran dua cairan yang saling tidak bisa bercampur. Tujuan pemakaian
emulsi adalah:
1. Untuk dipergunakan sebagai obat dalam atau per oral. Umumnya tipe emulsi tipe O/W.
2. Untuk dipergunakan sebagai obat luar. Bisa tipe O/W maupun W/O, tergantung pada
banyak faktor, misalnya sifat atau efek terapi yang dikehendaki. (Syamsuni, 129).
2.3. Komponen Emulsi
Terdapat dua macam komponen emulsi:
1. Komponen dasar, yaitu bahan pembentuk emulsi yang harus terdapat di dalam emulsi,
terdiri atas:
a. Fase dispers/ fase internal/ fase diskontinu/ fase terdispersi/ fase dalam, yaitu zat cair
yang terbagi-bagi menjadi butiran kecil di dalam zat cair lain.
b. Fase eksternal/ fase kontinu/ fase pendispersi/ fase luar, yaitu zat cair dalam emulsi
yang berfungsi sebagai bahan dasar (bahan pendukung) emulsi tersebut.
c. Emulgator, adalah bagian dari emulsi yang berfungsi untuk menstabilkan emulsi.
2. Komponen tambahan, adalah bahan tambahan yang sering ditambahakan ke dalam
emulsi untuk memperoleh hasil yang lebih baik. Misalnya corrigen saporis, odoris,
colouris, pengawet (preservative), dan antioksidan. (Syamsuni, 119).
2.4. Emulgator
Emulgator akan memperkecil tegangan permukaan antara kedua cairan tersebut
sehingga emulsi akan stabil. Seperti diketahui pada emulsi, suatu cairan tersebar dalam
bentuk tetes-tetes dalam cairan lainnya sehingga bidang muka antar kedua cairan sangat
besar. Biasanya tegangan permukaan kedua cairan yang tak bercampur ini besar maka
tegangan permukaan ini akan berusaha memperkecil luas bidang antar muka dengan jalan
memecah emulsi sehingga membentuk dua lapisan lagi (Anonim, 2013).
Semua emulgator bekerja dengan membentuk film (lapisan) di sekeliling butir-butir
tetesan yang terdispersi dan film ini berfungsi agar mencegah terjadinya koalesen dan
terpisahnya cairan dispers sebagai fase terpisah. (Anief, 132).
2.5. Syarat Emulgator
Syarat emulgator adalah molekul-molekulnya mempunyai afinitas terhadap kedua
cairan yang membentuk emulsi. Daya afinitasnya harus parsial atau tidak sama terhadap
kedua cairan tersebut. Salah satu ujung emulgator larut dalam cairan yang satu, sedangkan
ujung yang lain hanya membentuk lapisan tipis (selapis molekul) di sekeliling atau di atas
permukaan cairan yang lain. (Sumardjo, 547). Beberapa zat pengemulsi yang sering
digunakan adalah gelatin, gom akasia, tragakan, sabun, senyawa amonium kwartener,
senyawa kolesterol, surfaktan, atau emulgator lain yang cocok. Untuk mempertinggi
kestabilan dapat ditambahkan zat pengental, misalnya tragakan, tilosa, natrium
karboksimetilselulosa. (Depkes RI, 9)
2.6. Fase Emulsi
Dalam suatu emulsi, salah satu fase cair biasanya bersifat polar sedangkan yang
lainnya relatif non polar. Penetuan tipe emulsi tergantung pada sejumlah faktor. Jika rasio
volume fasa sangat besar atau sangat kecil, maka fasa yang memiliki volume lebih kecil
seringkali merupakan fasa terdispersi (Shelbat-Othman & Bourgeat-Lami, 2009)
2.7. HLB
HLB (Hidrophilic Lipophilic Balance) adalah angka yang menunjukkan perbandingan
antara grup hidrofil dan lipofil pada surfaktan. Angka HLB yag berbeda menunjukkan
perbedaan sifat surfaktan. HLB digunakan sebagai petunjuk memilih suatu emulgator untuk
berbagai macam kegunaan. Emulgator dengan HLB rendah cocok untuk emulsi w/o (water
in oil), sedangkan yang mempunyai HLB tinggi cocok untu o/w (oil in water). Selain itu HLB
digunakan untuk menunjukkan sifat dan fungsi yang berbeda (Broto, 2010).
2.8. Evaluasi Sediaan Emulsi
Evaluasi sediaan emulsi dilakukan untuk mengetahui kestabilan dari suatu sediaan
emulsi pada penyimpanan. Evaluasi ini dapat dilakukan melalui pengamatan secara
organoleptis (rasa, bau, warna, konsistensi). Pengamatan secara fisika dapat dilakukan
dengan menguji rasio pemisahan fase, viskositas, redispersibilitas, uji tipe emulsi, ukuran
globul fase dalam, sifat aliran. Pengamatan secara kimia bisa dilakukan dengan
pengukuran pH, secara biologi yaitu angka cemaran mikroba (febrina, 2007). Penentuan
tipe emulsi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan uji kelarutan zat warna dan uji
pengenceran. Uji kelarutan zat warna dapat dilakukan dengn menambahkan sudan III, bila
terlarut maka tipe emulsi w/o. sedangkan bila ditambahkan metilen blue, bila terlarut maka
sediaan tersebut merupakan tipe emulsi o/w (Uli, 2014).
III. ALAT DAN BAHAN
3.1. Alat
▪ Mortar
▪ Stamper
▪ Alat gelas
▪ Viscometer
3.2. Bahan
▪ Oleum Arachidis
▪ Tween 80
▪ Span 80
▪ Aquadest
IV. FORMULASI
R/ Oleum Arachidis 10 gram
Tween 20 + Span 80 2,5 gram
Aquadest ad 50 gram

Perbandingan tween 80 dan span 80 yang digunakan :


Formula 1 (%) Formula 2 (%) Formula 3 (%)

Tween 80 75 50 25

Span 80 25 50 75
V. MONOGRAFI
5.1. Oleum arachidis
Nama Lain : Minyak kacang, Peanut Oil
Nama Tanaman Asal : Arachis hypogaea (L.)
Keluarga : Leguminosae
Zat berkhasiat : Gliserida dari asam oleat, asam linoleat, asam palmitat, asam
hipogeat, asam lignoserat, asam arakhidat
Penggunaan : Sebagai pengganti minyak zaitun untuk pembuatan margarine
dan sabun
Pemerian : Cairan berwarna kuning pucat, bau khas lemah, rasa tawar
Cara memperoleh : Dengan pemerasan biji yang telah dikupas, akan diperoleh
minyak lemak lalu dimurnikan
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik, terisi penuh
5.2. Tween 80
Nama resmi : POLYSORBATUM 80
Nama lain : Polisorbat 80, tween
Pemerian : Cairan kental, transparan, tidak berwarna, hampir tidak mempunyai
rasa.
Kelarutan : Mudah larut dalam air, dalam etanol (95%) P dalam etil asetat P dan
dalam methanol P, sukar larut dalam parafin cair P dan dalambiji
kapas P
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
Kegunaan : Sebagai pelarut
5.3. Span 80
Nama resmi : SORBITAN MONO STEARAT
Nama lain : Arlacel-80,span 80
Pemerian : cairan minyak,hampir tidak berwarna
Kelarut : Mudah larut dalam minyak nabati, tidak larut dalam air, PEG Alkohol
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
Kegunaan : sebagai emulgator fase minyak
VI. CARA KERJA
6.1. Pembuatan sediaan

Oleum aracidis
➢ Ditambahkan
➢ Dipanasakan dalambeaker glass pada suhu 70 oC diatas penangas air
➢ Disiapkan air yang telat dipanaskan dipanaskan pada suhu 70oC
➢ Dimasukan kedalam mortir ad panas
➢ Dipanaskan aquades dipanasi samapi suhu 70 oC
➢ Ditambahkan tween 80
➢ Dituangkan aquades dan tween 80 sedikit demi sedikit pada mortir
yang sudah dipanasi sambil diaduk sampai terbentuk emulsi
➢ Dimasukan kedalam gelas beaker

Hasil

6.2. Uji stabilitas emulsi


a. Uji derajat pemisahan

Uji derajat pemisahan

➢ Emulsi yang telah jadi di ukur dengan gelas beaker


➢ Dilihat dari vol (Ha), diamatai dengan waktu 10,20,30,40,50, dan 60
menit
➢ Diamati terjadi pemisahan atau tidak

Hasil

b. Uji tipe emulsi


Uji tipe emulsi
➢ Emulsi yang telah jadi diteteskan pada kertas saring
➢ Diamati apakah emulsi menyebar atau tidak
Hasil
c. Uji viskositas
Uji visikositas
➢ Disiapkan alat visikometer
➢ Digunakan rotor nomor 1
➢ Dimasukan emulsi pada beaker glass
➢ Dilakukan uji visikositas dengan kecepatan 30rpm
➢ diamati

Hasil
VII. HASIL
7.1. Pembuatan emulsi
Perlakuan Hasil
F1 F2 F3 F4
− Dimasukkan oleum Kuning bening Kuning Bening Kuning bening Kuning bening
arachidis kedalam
beaker glass
− Ditambahkan span 80 Kuning bening Kuning Bening Kuning bening Kuning bening
1,875 gram
− Dipanaskan dalam
beaker glass sampai
0
suhu 70 C diatas
penangas air
− Disiapkan air yang telah
dipanasi 700C
− Ditambahkan tween 80 Kuning kental Kuning Kental Kuning kental Kuning kental

0,625 gram
− Dituangkan bagian air Larutan putih Larutan Larutan Larutan

kedalam bagian minyak kental Berwarna berwarna berwarna putih

porsi per porsi sambil Kuning kuning kental

diaduk didalam mortir


yang sudah dipanaskan

Perhitungan berat tween dan span


▪ Formula 1
Berat Tween 80 = 75 % x 2,5 = 1,875 g
Berat Span 80 = 25 % x 2,5 = 6,25 g
75
HLB Tween 80 = 100 x 15 = 11,25
25
HLB Span 80 = x 4,3 = 1,075
100

Total HLB campuran = 11,25 + 1,075 = 12,375


Volume – ( Oleum Arachidis + Tween 80 + Span 80)
= 50 g - (10 g + 1,875 g + 0,625 g)
= 50 g – 12,5 g
= 37,5 g/mL
▪ Formula 2
Berat Tween 80 = 75 % x 2,5 = 1,875 g
Berat Span 80 = 25 % x 2,5 = 6,25 g
50
HLB tween 80 = 50 x 15 = 7,5
50
HLB span 80 = 100 x 4,3 = 2,15

Total HLB campuran = 11,25 + 1,075 = 12,375


Volume – ( Oleum Arachidis + Tween 80 + Span 80)
= 50 g - (10 g + 1,875 g + 0,625 g)
= 50 g – 12,5 g
= 37,5 g/mL
▪ Formula 3
Berat Tween 80 = 25% x 2,5 = 0,625 gram
Berat Span 80 = 75% x 2,5 = 1,875 gram
25
HLB tween 80 = x 15 = 3,75
100
75
HLB span 80 = 100 x 4,3 = 3,225

Total HLB = 3,75 + 3,225 = 6,975


Volume Aquadest – ( Oleum Arachidis + Tween 80 + Span 80)
= 50 g - (10 g + 0,625 g + 1,875 g)
= 50 g – 12,5 g
= 37,5 g/Ml
▪ Formula 4
Bobot Tween + Span = 2,5 gram
Misal Tween =a
Span = 2,5 - a
(a x 15) + ((2,5 -a)x 4,3) = 2,5 x 12
15 ax 4,3 a+10,75 = 30
10,7a =19,75
a = 1,8 gram (Tween 80)
Span = 2,5 – a
= 2,5 – 1,8
= 0,7 gram
7.2. Uji stabilitas fisik emulsi
a. Uji derajat pemisahan
Perlakuan Hasil
F1 F2 F3 F4
− Diukur emulsi yang
telah jadi
menggunakan gelas
ukur
− Dilihat dari tinggi (Ho)
atau volume (VO)
− Amati dengan waktu
10, 20, 30, 40, 50, 60
menit (Ha) atau (Va)
Waktu
(menit) Ha Ho
0 (ml) (ml)
10 (Ha) (Ho) (Va) (Vo) (Va) (Vo) 11 11
(cm) (cm) (ml) (ml) (ml) (ml)
20 11 11
13 13 50 50 50 50
30 0,2 11
1 13 42 50 5 50
40 0,3 11
2,5 13 41 50 10 50
50 1 11
3 13 41 50 15 50
60 1,2 11
4,5 13 41 50 30 50 1,5 11
7,5 13 41 50 33 50
9 13 41 50 37 50

Rumus :
(Ha) (Va)
F = (Ho)
F = (Vo)

atau
▪ Formula 1
0 cm
0 menit = 13 cm
= 0 cm
1 cm
10 menit = 13 cm
= 0,07 cm
2,5 cm
20 menit = 13 cm
= 0,19 cm
3 cm
30 menit = 13 cm
= 0,23 cm
4,5 cm
40 menit = 13 cm
= 0,34 cm
7,5 cm
50 menit = = 0,57 cm
13 cm
9 cm
60 menit = = 0,69 cm
13 cm

▪ Formula 2
𝑉𝑎 50𝑚𝑙
0 menit = = =1
𝑉𝑜 50𝑚𝑙
𝑉𝑎 42𝑚𝑙
10 menit = 𝑉𝑜 = 50𝑚𝑙
= 0,84
𝑉𝑎 41𝑚𝑙
20 menit = 𝑉𝑜 = 50𝑚𝑙
= 0,82
𝑉𝑎 41𝑚𝑙
30 menit = 𝑉𝑜 = 50𝑚𝑙
= 0,82
𝑉𝑎 41𝑚𝑙
40 menit = 𝑉𝑜 = 50𝑚𝑙
= 0,82
𝑉𝑎 41𝑚𝑙
50 menit = 𝑉𝑜 = 50𝑚𝑙
= 0,82
𝑉𝑎 41𝑚𝑙
60 menit = 𝑉𝑜 = 50𝑚𝑙
= 0,82

▪ Formula 3
50 cm
0 menit = 50 ml
=1
5ml
10 menit = = 0,1
50ml
10ml
20 menit = = 0,2
50 ml
15ml
30 menit = = 0,3
50ml
30ml
40 menit = 50ml
= 0,6
33ml
50 menit = 50ml
= 0,66
37ml
60 menit = 50ml
= 0,74
▪ Formula 4
11 𝑐𝑚
0 menit = 11 𝑐𝑚 = 1
11 𝑐𝑚
10 menit = 11 𝑐𝑚 = 1
0,2 𝑐𝑚
20 menit = = 0,018
11 𝑐𝑚
0,3𝑐𝑚
30 menit = = 0,027
11 𝑐𝑚
1 𝑐𝑚
40 menit = = 0,09
11 𝑐𝑚
1,2 𝑐𝑚
50 menit = 11 𝑐𝑚
= 0,019
1,5 𝑐𝑚
60 menit = 11 𝑐𝑚
= 0,136

b. Uji tipe emulsi


Perlakuan Hasil
F1 F2 F3 F4
− Diambil 1 tetes emulsi
− Teteskan diatas kertas
saring Fase air Fase air Fase air Fase air
− Amati menyebar menyebar menyebar menyebar
o/w (oil in o/w (oil in o/w (oil in .o/w (oil in
water) water) water) water)

c. Uji viskositas
Perlakuan Hasil
F1 F2 F3 F4
− Disiapkan alat
viskometer
(menggunakan
rotor nomor 1)
− Dimasukkan
emulsi kedalam
beaker glass
− Dilakukan uji
viskositas
− Amati mpa.s Stabil (16,6 Stabil (16,2 Stabil (15,2 Stabil (6,4
mpa.s (8,3 %) mpa.s dengan mpa.s dengan mpa.s(3,2%)
dengan speed speed 30 RPM) speed 30 RPM) dengan speed
30 RPM) 30 RPM)
VIII. PEMBAHASAN
Praktikum kali ini berjudul “Pengaruh HLB Terhadap Stabilitas Emulsi” bertujuan agar
mahasiswa dapat mengetahui pembuatan sediaan emulsi dan dapat menentukan
perbandingan surfaktan pada suatu HLB dan untuk mengetahui rasio komposisi surfaktan dan
kosurfaktan.
Emulsi adalah sediaan yang mengandung bahan obat cair atau larutan obat, terdipersi
dalam cairan pembawa, distabilkan dengan zat pengemulsi atau surfaktan yang cocok. Zat
pengemulsi yang sering digunakan adalah gelatin, gom akasia, tragakan, sabun, senyawa
amonium kwarterner, senyawa kolesterol, surfaktan, atau emulgator lain yang cocok. Untuk
mempertinggi kestabilan dapat ditambahkan zat pengental, misalnya tragakan, tilosa, natrium
karboksimetilselulosa.
Bahan yang digunakan kali ini adalah oleum arachidis, tween 80, span 80, dan akuades.
Alat yang digunakan pada praktikum ini adalah mortar, stamper, timbangan, alat gelas dan
viscometer. Dibuat 4 formula dengan menggunakan oleum arachidis sebagai bahan aktifnya
dan sebagai emulgatornya digunakan span 80 dan tween 80 dengan perbandingan 75:25,
50:50, 25:75, dan formula dengan menghitung HLB butuh dengan HLB butuh yang digunakan
adalah 12.
Pertama dilakukan pembuatan emulsi oleum arachidis dengan mencampurkan oleum
arachidis dengan span 80 didalam beaker glass (sebagai bagian minyak) kemudian
dipanaskan dalam sampai dengan suhu 70°C, kemudian disiapkan air yang telah dipanasi lalu
ditambahkan tween 80 (sebagai bagian air), kemudian tuangkan bagian air kedalam bagian
minyak porsi per porsi sambal diaduk didalam mortar yang sudah dipanaskan. Didapatkan
hasil emulsi kental berwarna putih kekuningan. Selanjutnya dilakukan uji stabilitas sediaan
emulsi berupa uji derajat pemisahan, uji viskositas, dan ditentukan tipe emulsinya.
Pada uji derajat pemisahan dilakukan dengan cara mengukur sediaan emulsi yang telah
jadi menggunakan gelas ukur, kemudian diamati garis batas mulai dari H 0 atau V0, diamati
volume pemisahan dengan waktu per-10 menit selama satu jam. Setelah diamati emulsi
terlihat tidak stabil karena terjadi pemisahan antara fase minyak dan fase air dengan fase
minyak berada dibagian atas dan fase minyak berada dibagian bawah, itu disebabkan oleh
bobot jenis oleum arachidis lebih rendah dibandingkan dengan air. Pada formula 1 dengan
tinngi awal (H0) 13 cm mengalami pemisahan semakin lama semakin tinggis, pada formula 2
dan 3 dengan volume awal (V0) 50 ml dan formula 3 dengan volume awal (V 0) 11 ml. Semakin
baik emulsi yang semakin lama menimbulkan pemisahan atau tidak menimbulkan pemisahan.
Kemudian dihitung derajat pemisahan dengan rumus :
(Ha) (Va)
F = (Ho)
F = (Vo)

atau
Selanjutnya dilakukan uji tipe emulsi dengan menetesi emulsi pada kertas saring lalu
diamati apakan emulsi tersebut termasuk emulsi tipe ari dalam minyak (w/o) atau minyak
dalam air (o/w). Hasil yang didapatkan pada semua emulsi merupakan tipe minyak dalam air,
hal ini dapat dilihat ketika air emulsi diteteskan pada kertas saring fase air yang berada diluar
langsung menyebar. Berbeda jika emulsi merupakan tipe air dalam minyak makan fase air
berada ditengan fase minyak menyebabkan air terhalang dan tidak menyebar.
Terakhir dilakukan uji viskositas dengan menggunakan alat viscometer (digunakan rotor
nomor 1). Perlakuan uji ini dengan cara memasukkan emulsi dalam beakerglass dan dilakukan
uji viskositas lalu diamati mpa.s. Pada formula 1 stabil pada 16,6 mpa.s (8,3 %), formula 2
pada 16,2 mpa.s, formula 3 pada 15,2 mpa.s dan formula 4 pada 6,4 mpa.s (32%). Viskositas
ini mempengaruhi kestabilan dari emulsi selama penyimpanan, dimana emulsi yang
mempunyai viskositas yang lebih besar tidak mudah mengalami pemisahan antara fase
minyak dan fase air selama penyimpanan.
IX. KESIMPULAN
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa :
1. Emulsi yang dihasilkan kental dan berwarna putih kekuningan
2. Semakin baik emulsi semakin lama terjadi pemisahan
3. Emulsi yang dihasillkan berupa emulsi tipe minyak dalam air (o/w)
4. Emulsi yang dihasilkan stabil setelah dilakukan uji viskositas
5. Uji Viksositas diperoleh sediaan emulsi dengan viskositas sebasar formula 1 stabil pada 16,6
mpa.s (8,3 %), formula 2 pada 16,2 mpa.s, formula 3 pada 15,2 mpa.s dan formula 4 pada
6,4 mpa.s (32%).
DAFTAR PUSTAKA
Ansel, H. C. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi Edisi IV. Universitas Indonesia:Jakarta
Chen, M.L. 2008, Lipid excipients and delivery systems for pharmaceutical development: a
regulatory perspective, Adv. Drug Deliv. Rev., 60(6):768–777
Danov, K.D. 2001, On the Viscosity of Dilute Emulsions, J. Colloid Interface Sci., 235(1):144–149.
Date, A.A. dan Nagarsenker, M.S. 2007, Design and evaluation of selfnanoemulsifiying drug delivery
system (SNEDDS) for cefpodoxime proxetil, Int. J. Pharm., 329(1-2):166-172.
Date, A.A., Desai, N., Dixit, R. dan Nagarsenker, M. 2010., Self-nanoemulsifying drug delivery
systems: Formulation insights, applications and advances, Nanomed., 5(10):1595–1616
Dirjen POM.1995.Farmakope Indonesi Edisi IV.DEPKES RI:Jakarta
Ghosh P.K., Majithiya, R.J., Umrethia, M. L. dan Murthy, R. S. R. 2006, Design and development of
microemulsion drug delivery system of acyclovir for improvement of oral bioavailability, AAPS
Pharm Sci Tech, 7(3):172–177.
Gupta, P.K., Pandit, J.K., Kumar, A., Swaroop, P., Gupta, S., 2010, Pharmaceutical Nanotechnology
Novel Nanoemulsion-High Energy Emulsification Preparation, Evaluation, and Application.
The Pharma Research.
Kim, Cheng-ju, 2005, Advanced Pharmaceutics : Physicochemical Principles, CRC Press LLC,
Florida : 214-235.
Makadia, Ms. Hiral A., Bhatt, Ms. Ami Y., Parmar, Mr. Ramesh B., Paun, Ms., 2013, Self-nano
Emulsifying Drug Delivery System (SNEDDS): Future Aspect, Asian J. Pharm. Res., 3 (1) : 21-
27.
Patel, J., Kevin, G., Patel, A., Raval, M., & Sheth, N., 2011, Design and Development of a Self-
Nanoemulsifying Drug Delivery System for Telmisartan for Oral Drug Delivery, Int. J. Pharm.
Investig., 1 (2) : 112-118
Porras, M., Soran, C., Gonzales, C., Martinez, A., Guinart, A., Gutierrez, J.M., 2004, Studies Of
Formation of W/O Nano-Emulsions, Colloid Surf A, 2(49) : 115-118
Rane, S. S. and Anderson, B. D., 2008, What Determines Drug Solubility in Lipid Vehicles: Is it
Predictable, Advanced Drug Delivery Reviews, 60 : 638
Rao, P. V., and Nagabhushanam, V. M., 2011, Enhancement of Dissolution Profile of Mefenamic
Acid by Solid Dispersion Technique, International Journal of Research In Pharmacy And
Chemistry, 1 (4) : 1127-1134.
Reynold, J.E.F., 1982, Martindale The Extra Pharmacopeia, 28 th ed, London : The Pharmaceutical
Press
Rowe, R.C., Sheskey, P.J., and Quinn, M.E., 2009, Handbook of Pharmaceutical Excipients, 6th
edition, Pharmaceutical Press and American Pharmacists Association 2009, Washington D.C.
: 580-584.
Wilmana, P.F., 1995, Farmakologi dan Terapi Edisi V, Jakarta: Bagian Farmakologi, Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai