Anda di halaman 1dari 6

7 Oktober 2020

Dari Mulan ke Maria?

Iman dan wahyu menurut Konsili Vatikan II

1. Tindakan moral:
a. Mengusahakan yang perlu
b. Melibatkan diri pada nilai
c. Nilai tertinggi bagi seluruh hidupnya
2. Iman: jawaban “ya” manusia atas pewahyuan diri Allah dalam Kristus.
3. Dei Verbum: berbicara tentang iman selalu dimulai dari paham tentang wahyu:
a. DV 2: Allah menyingkapkan diri untuk mengundang manusia untuk membangun
persekekutuan
b. DV 3: Allah menyakan diri – sungguh, nyata, manusiawi- dengan pelbagai cara )
dalam PL mulai panggilan Abraham)
c. DV 4: Allah memberikan diri secara penuh dan puncak dalam dan melalui Kristus
(Ibr 1: 1-2)
4. Wahyu:
a. Subyek wahyu adalah Allah sendiri  wahyu adalah “pengalaman eksistensial” –
“insiatif, kehendak, Tindakan ilahi yang keluar dari kebaikan dan kebijaksanaannya
b. Objek Wahyu adalah Pribadi Allah snediri dan rahasia kehendaknya  misteri
c. Tujuan wahyu adalah supaya semua manusia “punya jalan masuk” pada Allah dan
ambil bagian dalam hidup kekal nua, dalam Kristus oleh Roh Kudus  suatu
dinamika kehidupan yang melibatkan sesama.
d. Wahyu berdimensi triniter dan berpusat pada Kristus  terlaksana dalam karya
dan sabda yang terjalin dmnedalam suatu peristiwa yang terjadi dalam kehidupan
manusia sungguh-nyata-manusawi (DV2+4)
e. Wahyu adalah peristiwa perjumpaan actual yang melibatkan hidup Allah yang
tak kelihata, yang serba lain (transenden) yang senyatanya menyapa, bergaul dan
mengundang manusia masuk dalam persekututan  wahyu menciptakan keterpaduan
dalam kemerdekaan (DV 4)
f. Wahyu berciri adikodrati (melampaui kemampuan penalaran akal budi manusia),
kendati tetap bisa ditemukan manusia dalam kemampuan kodratinya (DV 6)
5. Sifat hakiki dari wahyu:
a. Aspek miteri ilahi yaitu Tindakan Allah yang transenden
b. Aspek hitoris yaitu peristiwa sejarah
c. Aspek pengetahuan, yaitu kesaksian, pewartaan dan ajaran
d. Aspek personal, yaitu pertemuan pribadi antara Allah dan manusia.
7 Oktober 2020

6. Yesus Kristus adalah sabda Allah yakni pernyataan Allah kepada manusia dan Simbol Allah
yakni tanda kehadiran Allah beserta kita
7. Kristus, sabda dan karyaNya wafat dan kebangkitanNya adalah langkah definitive dan
kepenuhan pemberian diri Allah bagi keselamatan manusia
8. Kristus adalah kehadiran Allah itu sendiri yang diandalkan dalam iman menjadi kekuatan
hidup.

Paham Iman (Dei Verbum 5A)

1. Ketaatan iman:
a. Dengan bebas menyerahkan diri seutuhnya kepada Allah  Kembali ke pahama
iman biblis dan personlistis (Abrahaman yang menjadikan Sabda Allah sebagai
andalan).
b. “Kepatuhan akalabudi serta kehendak yang sepenuhnya kepada Allah yang
mewahkyujan” unsur intelektual (reasonable: masuk akal dan dapat
dipertanggugungjawabkan
c. “dengan secara sukarela menerima sebagai kebenaran wakyu yang
dikaruniakan olehNya” unsur kebebasan  iman secara hakiki berarti kesetujuan
(asssensus) dengan ajaran.
2. Iman:
a. Iman sebagai keputusan: penyerahanan diri yang bebas terhadap Sabda Allah
karena keberanan sabda Allah sendiri sebagai sumber kebenaran.
b. Iman terkaik otonomi manusia: hanya mansuai yang otnom sanggup beriman:
uman adalah sikap positif manusia dalam menanggapi Allah(sikap iman
subyektif – fides qua creditor)
c. Tetapi otonomi manusia itu bukan ontonomi mutlak,
3.
7 Oktober 2020

KEHENDAK
(Bukan hanya kesimpulan matematissssssssss tetapi suatu
AKALA
RAHMAT
kesetujuan BUDI ya g bebas
rpibadi

4. Iman: realsi mansia – Allah


a. Perjumpaan dinamis: hubungan eksistensial – actual yang menentang orang
menyerahkan hidup seluruhnya keapda Allah yang memanggil
b. Opsi fundamental: pilihan mendasar untuk menjawja sapaan Allan yang menyapa
manusia
c. Prkasis hidup moral: wujud konkret tanggungjawab manusia tehadapa Allah yang
mewahkuyakn diri.
5. Iman dan moral
a. Bagi orang beriman kristiani, iman menjadi motivasi moral:
i. Kalau orang beriman, orang tertantang untuk berjerihpayah agar
kelompahan hidup sampai pada semakin banyak orang (bdk. Mat 5:13-
16)
ii. Motivasi utama moral kristiani: cinta Allah yang tanpa syarat
iii. Indikatif keselamatan menggerakkan imperative moral  moral menjadi
ibadah sejati (Rom 12:1-2)
6. Dari hipotesa ke Tesis:
a. Bagaimanakah imanku berbicara atau hidup dalam narasi menjadi sesame bagi orang
yang menderita di masa pandemic ini?
Ada beberapa nilai yang ditangkap, baik pribadi maupun orang-orang merasakan
kecemasan, tidak rela dan takut. Mulai melihat sekitar, ada fenomena.
7 Oktober 2020

b. Apa artinya beriman dan hidup mengikuti Kristus dalam kisah persahabatan kita
dengan orang yang menderita?

Unsur-unsurnya: (Flp 2:6-11)

 Gerakan Allah turun dan hadir di tengah manusia.


 Allah yang tidak mau tinggal diam terhadap penderitaan manusia dan mau melakukan sesuatu
 Dengan cara memaknai salib
 Harapan eskatologis akan kebangkitan: yakni keluar dari pendemi
 Keluar dari kenyamanan (sebuah kapital simbolik) mau dilepaskan dengan turun ke lapangan.
 Kata kunci: menjadi sesama, penderitaan, harapan, iman, terlibat,

“ Perjumpaan dengan sesama yang menderita dalam masa Pandemi COVID 19 memanggil
kami untuk menjadi nabi cinta kasih dan pelayan pendamaian yang menemani
7 Oktober 2020

A. Pengantar

Masa Pandemi Covid 19 telah memberikan efek yang begitu besar dalam segala aspek kehidupan.
Ada banyak perubahan berarti dan terkadang menjadi tidak mudah karena setiap orang dituntut untuk
membuat penyesuaian baru. Perpindahan dari situasi yang sebelumnya sudah dirasa begitu nyaman
tidak begitu saja berjalan mulus masuk dalam situasi dunia yang baru.

Tentu masa pandemic Covid 19 ini tidak akan begitu saja dilwatkan tanpa merefleksikannya secara
iman. Refleksi iman tetap dibutuhkan karena pandemic ini telah menyentuh sisi paling vital dari
manusia, yakni urusan hidup dan mati. Maka, sisi dimensi harapan menjadi peran penting yang
mampu menggerakkan manusia untuk tetap bertahan di masa pandemic ini.

B. Keprihatinan Pribadi dan Komunal

Masa Pandemi telah menghadapkan manusia pada realitas yang tidak mudah. Ia harus tetap bertahan
dalam hidupnya sementara juga tetap ikut ambil bagian dalam usaha bertahan hidup orang-orang di
sekitarnya. Bencana ini bukan lagi menjadi milik pribadi, tetapi sungguh menjadi keprihatinan
bersama. Seperti yang diungkap Bapa Suci Fransiskus, “Pandemi ini menyingkapkan betapa rentan
dan saling berhubungan kita satu sama lain. Jika kita tidak saling mempedulikan satu sama lain, mulai
dari yang paling lemah, dengan mereka yang paling terkena, termasuk ciptaan, kita tidak dapat
memulihkan dunia”.1

Mau tidak mau kami berhadapan dengan situasi yang tidak mudah. Bapa Suci Paus Fransiskus dalam
Ensiklik Fratelli Tutti No. 32 mengatakan “true, a worldwide tragedy like the Covid-19 pandemic
momentarily revived the sense that we are a global community, all in the same boat, where one
person’s problems are the problems of all”. Bapa Suci ingin menekankan bahwa yang menderita
bukan satu pribadi semata, tetapi seluruh manusia di dunia ini, karena berada dalam bumi yang sama.
Bapa Suci juga mendeskripsikan semua penderitaan selama masa pandemic ini sebagai rasa sakit,
ketidakpastian dan ketakutan, serta keterbatasan diri yang pada akhirnya mengajak seluruh umat
manusia untuk melihat Kembali bagaimana relasinya selama ini terhadapa sesama manusia.

Kami mendengar, melihat dan merasakan ada banyak keluhan yang terdengar dan kecemasan yang
muncul. Orang-orang mulai bertanya, seperti apakah efek yang ditimbulkan oleh Pandemi ini.
Berbagai aktivitas harian perlahan mulai melambat bahkan ditiadakan untuk mendukung himbauan
pemerintah tentang social distancing. Hasil bumi mulai kehilangan harga jualnya sementara beberapa
kebutuhan pokok mulai merangkak naik harganya. Sisi kehidupan rohani umat yang kami layani pun
1
Ajaran Sosial Gereja di Masa Pandemi – Paus Fransiskus, Iman dan Martabat Manusia (Pidator Paus
Fransiskus pada tanggal 12 Agustus 2020), Dokpen KWI, 8.
7 Oktober 2020

juga terusik dengan ditiadakannya berbagai perjumpaan fisik baik untuk aktivitas liturgis, devotif dan
kelompok kategorial lainnya berdasarkan surat edaran Bapa Uskup setempat.

C. Allah yang tidak Tinggal Diam

Masa Pandemi Covid 19 ini telah mendorong manusia untuk membuat banyak perubahan dan
Tindakan baru. Rutinitas seperti biasanya tidak lagi begitu saja bisa dikerjakan. Kami harus patuh
pada protokol kesehatan yang sudah disasrankan, seperti menggunakan masker, mencuci tangan
menggunakan sabun, segera melepas dan mencuci pakaian setelah bepergian keluar, menyediakan
hand sanitizer dan masih banyak lagi.

Kami menyadari bahwa sebagai frater Topper di tempat tugas masing-masing tidak bisa diam saja.
Kami harus berbuat sesuatu meski hal kecil sekalipun. Dimulai dari komunitas di tempat kami tingal
masing-masing. Tentu kami harus beradaptasi dengan kebiasaan baru, di mana tidak ada lagi
pelayanan pastoral secara tatap muka, sehingga ada banyak waktu luang yang tersedia. Maka, tugas
kami adalah memikirkan bagaimana waktu yang tersedia itu tetap digunakan secara baik terutama
dalam menjaga keimanan umat.

Kami merefleksikan bahwa tanggapan kami terhadap situasi, baik secara afektif maupun Tindakan
nyata merupakan kepedulian kami terhadap sesame manusia. Hal ini tentu berpangkal pada keyakinan
iman bahwa Allah pun tidak diam begitu saja dalam karya keselamatan seluruh umat manusia. Karya
keselamatan Allah yang sudah sedia kala dimulai mencapai puncaknya dalam pristiwa Inkarnasi (Flp
2: 6:11). Ia mengutus Puteranya untuk tinggal di tengah umatNya, menjadi sama dengan manusia dan
sungguh mengalami semua dimensi kemanusiaan kecuali dalam dosa.

Anda mungkin juga menyukai