Tuhanku
Dalam termangu
Tuhanku
Tuhanku
Tuhanku
Sepi
#7. MAJU
Bagimu negeri
Menyediakan api
Maju
Serbu
Serang
Terjang
Jadi
Isi gelas sepenuhnya lantas kosongkan
Dan
Jadi
"Jika sebuah pedang hanya dapat menusuk satu orang berbeda dengan kata
atau ucapan yang dapat membunuh atau menusuk ratusan bahkan ribuan
orang dengan lebih kejam."
"Masih teralu banyak kaum munafik yang berkuasa. Orang yang pura-pura
suci mengatasnamakan Tuhan"
Dan,
"lebih baik diasingkan daripada menyerah terhadap kemunafikan"
Bukan saja dua orang dia atas, masih banyak para jurnalis dan sastrawan ketika itu
yang mengkritik keras pemerintahan. Dengan kata-kata mereka mengguncang para
penguasa. Para penguasa terlihat takut ketika para sastrawan dan jurnalis menuliskan
sesuatu tentang kritikan sistem pemerintahan pada saat itu. Oleh sebab itu, salah satu
cara militer untuk membasminya adalah dengan menghilangkan para sastrawan dan
jurnalis atau dengan mengasingkan dan menjebloskan para seniman,sastrawan, dan
jurnalis ke penjara yang jauh dari kota roda pemerintahan. Contohnya Pramoedya
Ananta Toer, salah satu sastrawan terbaik bangsa ini menghabiskan separuh hidupnya
di penjara. Beliau dijebloskan diasingkan akibat tulisan-tulisannya yang terlalu
mengkritik tajam dan sangat berbahaya untuk pihak pemerintahan.
Banyak sekali catatan perjalanan para sastrawan yang melalui tulisan-tulisan mereka,
dapat membungkam atau mengguncang kenyamanan para posisi pemerintahan pada
saat itu. Memang pantas untuk menyebutkan 'Pena Lebih Tajam Dari Pedang'.
Alasan dibalik mengapa kata dapat mengancam adalah karena sistem kata bekerja
dengan cara doktrin dan mencoba pengaruh satu sama lain. Apabila suatu kata atau
tulisan tersebut sudah dibaca oleh seorang individu, maka proses selanjutnya adalah
berhubungan dengan intelektual atau lebih tepatnya memproses kata-kata tersebut
yang kemudian dianalisis dan terakhir adalah kesimpulan. Dalam membuat
kesimpulan dari suatu kata atau tulisan, seorang individu bisa terpengaruh 2 faktor,
yaitu diri sendiri dan lingkungan.
Yang dimaksud dengan diri sendiri adalah seseorang mengambil suatu kesimpulan
terhadap hasil pemikirannya sendiri (dapat juga berdasarkan intuisinya) atau tingkat
intelektualitas dari seseorang. Tentu saja hal ini berhubungan erat dengan tingkat
pendidikan yang didapat. Kemudian, yang dimaksud dengan faktor lingkungan adalah
dimana seseorang mengambil suatu kesimpulan dengan didukung dengan faktor
lingkungan sekitar, mendengarkan kesimpulan-kesimpulan orang lain dan kemudian
mengikutinya.
Dan kebanyakan yang terjadi adalah para sastrawan atau kritikus berusaha untuk
mengajak para masyarakat untuk melihat realitas yang sedang terjadi. Ketika para
sastrawan atau kritikus telah berhasil mengajak masyarakat melihat realitas,
selanjutnya langkah doktrinasi pun diambil untuk mempengaruhi suatu kelompok atau
kumpulan masyarakat. Dan kemudian terjadilah pergolakan atau gejolak
pembangkang yang akan berakhir dengan perlawanan atau biasa disebut dengan
Restorasi ke arah perubahan.
Adakah diantara pembaca yang masih ingat dengan penyair ulung yang tidak terlalu
terekspose karya-karyanya, yaitu Wiji Thukul? Penyair kurus dan bajunya seperti
tidak pernah dicuci ini telah mengguncang pemerintahan Soeharto melalui sajak-sajak
yang mengandung sarkasme. Keberanian Thukul menaklukan ketakutannya terhadap
pemerintahan Soeharto dilakukan melalui tulisan-tulisan puisinya. Beliau dianggap
mengganggu pemerintahan soeharto karena Thukul dianggap menjadi provokator
yang membangkitkan demonstrasi besar-besar yang dilakukan para buruh. Salah satu
sajak yang membuat kuping pemerintahan Soeharto panas adalah Puisi
"Peringatan" yang terkenal dengan "Hanya satu kata : Lawan!!"
Setelah membacakan puisi ini, beliau langsung menjadi buronan dan target yang
dicari-cari oleh pemerintah. Tetapi pria kelahiran 26 agustus 1963 ini tetap terus
menulis puisinya yang berjudul "Para Jendral Marah-Marah". Setelah itu, beliau
bersembunyi dan berlari dari kejaran pemerintahan Soeharto. Dan sampai sekarang,
batang hidung pria kelahiran solo ini tidak tampak. Lenyap begitu saja.
Kita dapat lihat bagaimana proses kata melalui pena-pena yang dituangka dalam suatu
puisi seperti Wiji Thukul ini dapat membunuh lebih keji dan menentang orang-orang
yang berani mengambil hak hidup orang banyak. Dan memang benar, bahwa "Pena
lebih kejam dari Pedang"
Dan terakhir untuk membangkitkan semangat kita agar tetap berkata melalui tulisan,
mari kita renungkan puisi Wiji Thukul yang berjudul,
"Penyair"
jika tak ada mesin ketik aku akan menulis dengan tangan jika tak ada tinta
hitam aku akan menulis dengan arang jika tak ada kertas aku akan menulis
pada dinding jika aku menulis dilarang aku akan menulis dengan tetes
darah! (1988)