Anda di halaman 1dari 12

          MAKALAH KEPERAWATAN ANAK

ASKEP ANAK DENGAN ATRESIA ANI

 
 

 
 

Dosen Pembimbing :
Aulia Asman S.kep M.biomed 
 
Disusun oleh :
M.Heldi Riyanda (19334059)
 
 
 
 

PROGRAM STUDI D3 KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2020
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami haturkan kepada Tuhan yang maha kuasa karena atas
tuntunan-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan penulisan makalah
mengenai ASKEP ANAK DENGAN ATRESIA ANI

Makalah ini menyajikan mengenai askep yang diterapkan dalam ASKEP


ANAK DENGAN ATRESIA ANI.

 
Saya menyadari bahwa masih terdapat berbagai kekurangan dalam
makalah ini. Oleh sebab itu, Saya Riyanda sebagai penulis makalah
inisangat mengharapkan kritikan, saran dan masukan-masukan yang
membangun dari dosen serta teman-teman mahaasiswa, bahkan semua
pembaca, demi kesempurnaan dari makalah ini. 

Pekanbaru,26 oktober 2020

Riyanda

1.1 DEFINISI
BAB I TINJAUAN TEORI
Atresia Ani adalah kelainan kongenital yang dikenal sebagai anus imperforate meliputi anus, rectum atau keduanya (Betz. Ed 3
tahun 2002).
Atresia ini atau anus imperforate adalah tidak terjadinya perforasi membran yang memisahkan bagian entoderm mengakibatkan
pembentukan lubang anus yang tidak sempurna. Anus tampak rata atau sedikit cekung ke dalam atau kadang berbentuk anus namun tidak
berhubungan langsung dengan rectum. (sumber Purwanto. 2001 RSCM) Atresia Ani merupakan kelainan bawaan (kongenital), tidak adanya
lubang atau saluran anus (Donna L. Wong, 520 : 2003).
Atresia berasal dari bahasa Yunani, artinya tidak ada, trepis artinya nutrisi atau makanan. Dalam istilah kedokteran atresia itu
sendiri adalah keadaan tidak adanya atau tertutupnya lubang badan normal atau organ tubular secara kongenital disebut juga clausura.
Dengan kata lain tidak adanya lubang di tempat yang seharusnya berlubang atau buntunya saluran atau rongga tubuh, hal ini bisa terjadi
karena bawaan sejak lahir atau terjadi kemudian karena proses penyakit yang mengenai saluran itu. Atresia dapat terjadi pada seluruh
saluran tubuh, misalnya atresia ani. Atresia ani yaitu tidak berlubangnya dubur. Atresia ani memiliki nama lain yaitu anus imperforata. Jika
atresia terjadi maka hampir selalu memerlukan tindakan operasi untuk membuat saluran seperti keadaan normalnya.
1.2 ETIOLOGI
Etiologi secara pasti atresia ani belum diketahui, namun ada sumber mengatakan kelainan bawaan anus disebabkan oleh
gangguan pertumbuhan, fusi, dan pembentukan anus dari tonjolan embriogenik. Atresia ani dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara
lain:
1. Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur sehingga bayi lahir tanpa lubang dubur.
2. Kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu atau 3 bulan.

3. Adanya gangguan atau berhentinya perkembangan embriologik didaerah usus, rektum bagian distal serta traktus urogenitalis,
yang terjadi antara minggu keempat sampai keenam usia kehamilan.
4. Berkaitan dengan sindrom down ( kondisi yang menyebabkan sekumpulan gejala mental dan fisik khas ini di sebabkan oleh
kelainan gen dimana terdapat ekstra salinan kromosom 21)
5. Atresia ani adalah suatu kelainan bawaan.
1.3 PATOFISIOLOGI
Atresia ani terjadi akibat kegagalan penurunan septum anorektal pada kehidupan embrional. Anus dan rektum berkembang dari
embrionik bagian belakang. Ujung ekor dari bagian belakang berkembang menjadi kloaka yang merupakan bakal genitourinaria dan struktur
anorektal. Terjadi stenosis anal karena adanya penyempitan pada kanal anorektal. Terjadi atresia ani karena tidak ada kelengkapan migrasi
dan perkembangan struktur kolon antara 7 dan 10 mingggu dalam perkembangan fetal. Kegagalan migrasi dapat juga karena kegagalan
dalam agenesis sakral dan abnormalitas pada uretra dan vagina. Tidak ada pembukaan usus besar yang keluar melalui anus menyebabkan
fekal tidak dapat dikeluarkan sehingga intestinal mengalami obstruksi.
Manifestasi klinis diakibatkan adanya obstruksi dan adanya fistula. Obstruksi ini mengakibatkan distensi abdomen, sekuestrasi
cairan, muntah dengan segala akibatnya. Apabila urin mengalir melalui fistel menuju rektum, maka urin akan diabsorbsi sehingga terjadi
asidosis hiperkloremia, sebaliknya feses mengalir ke arah traktus urinarius menyebabkan infeksi berulang. Pada keadaan ini biasanya akan
terbentuk fistula antara rektum dengan organ sekitarnya. Pada wanita 90% dengan fistula ke vagina (rektovagina) atau perineum
(rektovestibuler). Pada laki-laki biasanya letak tinggi, umumnya fistula menuju ke vesika urinaria atau ke prostate. (rektovesika). Pada letak
rendah fistula menuju ke uretra (rektourethralis).

1.4 POHON MASALAH

1.5 MANIFESTASI KLINIS


1. Mekonium tidak keluar dalam 24 jam pertama setelah kelahiran.
2. Tidak dapat dilakukan pengukuran suhu rectal pada bayi.
3. Mekonium keluar melalui sebuah fistula atau anus yang salah letaknya.
4. Distensi bertahap dan adanya tanda-tanda obstruksi usus (bila tdk ada fistula).
5. Bayi muntah-muntah pada umur 24-48 jam.
6. Pada pemeriksaan rectal touché terdapat adanya membran anal.
7. Perut kembung. (Betz. Ed 7. 2002)
GAMBARAN KLINIS :
1.6 KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita atresia ani antara lain:
a. b. c. d.
e. f. g. h.
Asidosis hiperkloremia.
Infeksi saluran kemih yang bisa berkepanjangan.
Kerusakan uretra (akibat prosedur bedah).
Komplikasi jangka panjang yaitu eversi mukosa anal, stenosis (akibat konstriksi
jaringan perut dianastomosis).
Masalah atau kelambatan yang berhubungan dengan toilet training.
Inkontinensia (akibat stenosis awal atau impaksi).
Prolaps mukosa anorektal.
Fistula (karena ketegangan abdomen, diare, pembedahan dan infeksi). (Ngastiyah, 2005).
1.7 KLASIFIKASI
a.
b. c. d.
Anal stenosis adalah terjadinya penyempitan daerah anus sehingga feses tidak dapat keluar.
Membranosus atresia adalah terdapat membran pada anus.
Anal agenesis adalah memiliki anus tetapi ada daging diantara rektum dengan anus.
Rektal atresia adalah tidak memiliki rektum.

1.8 PEMERIKSAAN PENUNJANG


Untuk memperkuat diagnosis sering diperlukan pemeriksaan penunjang sebagai berikut :
1. Pemeriksaan rectal digital dan visual adalah pemeriksaan diagnostik yang umum
dilakukan pada gangguan ini.
2. Jika ada fistula, urin dapat diperiksa untuk memeriksa adanya sel-sel epitel mekonium.
3. Pemeriksaan sinyal X lateral infeksi (teknik wangensteen-rice) dapat menunjukkan
adanya kumpulan udara dalam ujung rectum yang buntu pada mekonium yang
mencegah udara sampai keujung kantong rectal.
4. Ultrasound dapat digunakan untuk menentukan letak rectal kantong.
5. Aspirasi jarum untuk mendeteksi kantong rectal dengan menusukan jarum tersebut
sampai melakukan aspirasi, jika mekonium tidak keluar pada saat jarum sudah masuk 1,5 cm Derek tersebut dianggap defek
tingkat tinggi.
6. Pemeriksaan radiologis dapat ditemukan :
a. Udara dalam usus berhenti tiba-tiba yang menandakan obstruksi di daerah tersebut.
b. Tidak ada bayangan udara dalam rongga pelvis pada bagian baru lahir dan
gambaran ini harus dipikirkan kemungkinan atresia reftil/anus impoefartus, pada bayi dengan anus impoefartus. Udara berhenti
tiba-tiba di daerah sigmoid, kolon/rectum.
c. Dibuat foto anterpisterior (AP) dan lateral. Bayi diangkat dengan kepala dibawah dan kaki diatas pada anus benda bang radio-
opak, sehingga pada foto daerah antara benda radio-opak dengan dengan bayangan udara tertinggi dapat diukur.
1.9 PENATALAKSANAAN 1. Pembedahan
Terapi pembedahan pada bayi baru lahir bervariasi sesuai dengan keparahan kelainan. Semakin tinggi gangguan, semakin rumit
prosedur pengobatannya. Untuk kelainan dilakukan kolostomi beberapa hari setelah lahir, kemudian anoplasti perineal yaitu dibuat anus
permanen (prosedur penarikan perineum abnormal) dilakukan pada bayi berusia 12 bulan. Pembedahan ini dilakukan pada usia 12 bulan
dimaksudkan untuk memberi waktu pada pelvis untuk membesar dan pada otot-otot untuk berkembang. Tindakan ini juga memungkinkan
bayi untuk menambah berat badan dan bertambah baik status nutrisnya. Gangguan ringan di atas dengan menarik kantong rectal melalui
afingter sampai lubang pada kulit anal fistula, bila ada harus tutup

kelainan membranosa hanya memerlukan tindakan pembedahan yang minimal


membran tersebut dilubangi degan hemostratau skapel
2. Pengobatan
a. Aksisi membran anal (membuat anus buatan)
b. Fiktusi yaitu dengan melakukan kolostomi sementara dan setelah 3 bulan dilakukan
korksi sekaligus (pembuat anus permanen) (Staf Pengajar FKUI. 205).

BAB II
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA ATRESIA ANI

2.1 PENGKAJIAN
2.1.1 IDENTITAS PASIEN
Nama: Tn.Rian
Tempat tgl lahir: Pekanbaru,11 juli 2001
Umur: 20
Jenis Kelamin: Laki-laki
Alamat: Pekanbaru
Agama: Islam
Suku Bangsa: Indonesia
Pendidikan: Sma
Pekerjaan:MAHASISWA
No. CM: 099
Tanggal Masuk RS: 12 april 2020
Diagnosa Medis: Konstipasi

2.1.2 RIWAYAT KESEHATAN


a. Keluhan Utama : Distensi abdomen
b. Riwayat Kesehatan Sekarang :Muntah, perut kembung dan membuncit, tidak bisa
buang air besar, meconium keluar dari vagina atau meconium terdapat dalam urin c. Riwayat Kesehatan Dahulu : Klien
mengalami muntah-muntah setelah 24-48 jam
pertama kelahiran
d.Riwayat Kesehatan Keluarga : Merupakan kelainan kongenital bukan kelainan/
penyakit menurun sehingga belum tentu dialami oleh angota keluarga yang lain e.Riwayat Kesehatan Lingkungan : Kebersihan
lingkungan tidak mempengaruhi
kejadian atresia ani
2.1.3 POLA FUNGSI KESEHATAN
a.
b.
Pola persepsi terhadap kesehatan
Klien belum bisa mengungkapkan secara verbal/bahasa tentang apa yang
dirasakan dan apa yang diinginkan Pola aktifitas kesehatan/latihan
Pasien belum bisa melakukan aktifitas apapun secara mandiri karena masih bayi.
AKTIFITAS 0 1 2 3 4 Mandi  Berpakaian  Eliminasi  Mobilitas ditempat tidur  Pindah  Ambulansi 

Makan .  Keterangan :
0 : Mandiri
1 : Dengan menggunakan alat bantu
2 : Dengan menggunakan bantuan dari orang lain
3 : Dengan bantuan orang lain dan alat bantu
4 : Tergantung total, tidak berpartisipasi dalam beraktifitas
c. Pola istirahat/tidur
Diperoleh dari keterangan sang ibu bayi atau kelurga yang lain
d. Pola nutrisi metabolik
Klien hanya minum ASI atau susu kaleng
e.Pola eliminasi
Klien tidak dapat buang air besar, dalam urin ada mekonium
f. Pola kognitif perseptual
Klien belum mampu orang lain
berkomunikasi, berespon, dan berorientas i dengan baik pada
: belum bisa dikaji : belum bisa dikaji : belum bisa dikaji : belum bisa dikaji : belum bisa dikaji
g. Pola 1) 2) 3) 4) 5)
konsep diri Identitas diri
Ideal diri Gambaran diri Peran diri Harga diri
h. Pola seksual Reproduksi
Klien masih bayi dan belum menikah
i. Pola nilai dan kepercayaan
Belum bisa dikaji karena klien belum mengerti tentang kepercayaan
j. Pola peran hubungan
Belum bisa dikaji karena klien belum mampu berinteraksi dengan orang lain secara
mandiri
k. Pola koping
Belum bisa dikaji karena klien masih bayi dan belum mampu berespon terhadap adanya suatu masalah

2.1.4 PEMERIKSAAN FISIK


Hasil pemeriksaan fisik yang didapatkan pada pasien atresia ani adalah anus tampak merah, usus melebar, kadang – kadang
tampak ileus obstruksi, termometer yang dimasukkan melalui anus tertahan oleh jaringan, pada auskultasi terdengan hiperperistaltik, tanpa
mekonium dalam 24 jam setelah bayi lahir, tinja dalam urin dan vagina (FKUI, Ilmu Kesehatan Anak:1985).
 Pemeriksaan Fisik Head to toe
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7. 8.
9.
Tanda-tanda vital
• Nadi : 110 X/menit.
• Respirasi : 32 X/menit. • Suhu axila :37o Celsius.
Kepala
Kepala simetris, tidak ada luka/lesi, kulit kepala bersih, tidak ada benjolan/tumor, tidak ada caput succedanium, tidak ada chepal
hematom. Mata
Simetris, tidak konjungtifistis, tidak ada perdarahan subkonjungtiva, tidak ikterus, tidak nistagamus/ tidak episnatus, conjungtiva
tampak agak pucat. Hidung
Simetris, bersih, tidak ada luka, tidak ada secret, tidak ada pernafasan cuping hidung, tidak ada pus dan lendir.
Mulut
Bibir simetris, tidak macrognatia, micrognatia, tidak macroglosus, tidak cheilochisis.
Telinga
Memiliki 2 telinga yang simetris dan matur tulang kartilago berbentuk sempurna
Leher
Tidak ada webbed neck.
Thorak
Bentuk dada simetris, silindris, tidak pigeon chest, tidak funnel shest, pernafasan normal
Jantung
Tidak ada mur-mur, frekuensi jantung teratur

10. Abdomen
Simetris, teraba lien, teraba hepar, teraba ginjal, tidak termasa/tumor, tidak terdapat perdarahan pada umbilicus
11. Getalia
Terdapat lubang uretra, tidak ada epispandia pada penis tidak ada hipospandia pada penis, tidak ada hernia sorotalis.
12. Anus
Tidak terdapat anus, anus nampak merah, usus melebar, kadang-kadang tampak ileus obstruksi. Thermometer yang dimasukan
kedalam anus tertahan oleh jaringan. Pada auskultasi terdengar peristaltic.
13. Ektrimitas atas dan bawah
Simetris, tidak fraktur, jumlah jari lengkap, telapak tangan maupun kaki dan kukunya tampak agak pucat
14. Punggung
Tidak ada penonjolan spina gifid
15. Pemeriksaan Reflek a. Suching +
b. Rooting + c. Moro +
d. Grip +
e. Plantar +
2.2 DIAGNOSA KEPERAWATAN 1. Dx pre operasi
a. Konstipasi berhubungan dengan aganglion.
b. Risiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan menurunnya intake,
muntah.
c. Cemas orang tua berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang penyakit dan
prosedur perawatan. 2. Dx Post Operasi
a. b. c. d.
Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan trauma saraf jaringan. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan
kolostomi.
Resiko infeksi Berhubungan dengan prosedur pembedahan.
Kurang pengetahuan berhubungan dengan perawatan di rumah.

2.3 INTERVENSI KEPERAWATAN 1. Diagnosa Pre Operasi


No. Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional
1.
Konstipasi b/d ganglion
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x 24 jam Klien mampu mempertahankan pola eliminasi BAB dengan teratur
KH : Penurunan distensi abdomen, meningkatnya kenyamanan
1. Lakukan enema atau irigasi rectal sesuai order
2. Kaji bising usus dan abdomen setiap 4 jam
3. Ukur lingkar abdomen
1. Evaluasi bowel meningkatkan kenyaman pada anak
2. Meyakinkan berfungsinya usus
3. Pengukuran lingkar abdomen membantu mndeteksi trjadinya distensi
Resiko kekurangan volume cairan b/d menurunnya intake, muntah
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x 24 jam Klien dapat mempertahankan keseimbangan cairan
KH: Output urin 1-2
ml/kg/jam, capill ary refill 3-5 detik, trgor kulit baik, membrane mukosa lembab
1. Monitor intake – output cairan
2. Lakukan pemasangan infus dan berikan cairan IV
3. Observasi TTV
4.Monitor status hidrasi (kelembaban membran mukosa, nadi adekuat,
1. Dapat mengidentifikasi status cairan klien
2. Mencegah dehidrasi
3. Mengetahui kehilangan cairan melalui suhu tubuh yang tinggi
4. Mengetahui tanda- tanda dehidrasi
2.

takanan darah ortostatik)


Cemas orang tua b/d kurang pengetahuan tentang penyakit dan prosedur perawatan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x 24 jam Kecemasan orang tua dapat berkurang
KH: Klien tidak lemas
1. Jelaskan dg istilah yg dimengerti tentang anatomi dan fisiologi saluran pencernaan normal. 2. Gunakan alat, media dan
gambar
Beri jadwal studi diagnosa pada orang tua
3. Beri informasi pada orang tua tentang operasi kolostomi
1. Agar orang tua mengerti kondisi klien
2. Pengetahuan tersebut diharapkan dapat membantu menurunkan kecemasan
3. Membantu mengurangi kecemasan klien
3.
2. Diagnosa post oprasi
No Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional
1.
Gangguan integritas kulit b/d kolostomi.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam diharapkan integritas kulit dapat dikontrol.
KH : - temperatur jaringan dalam batas normal, sensasi dalam batas normal, elastisitas dalam batas normal,
1. Hindari kerutan pada tempat tidur
2. Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering
3. Monitor kulit akan adanya kemerahan
4. Oleskan lotion/baby oil pada daerah yang
1. Mencegah perlukaan pada kulit
2. Menjaga ketahanan kulit
3. Mengetahui adanya tanda kerusakan jaringan kulit
4. Menjaga kelembaban kulit

hidrasi dalam bats normal, pigmentasi dalam batas normal, perfusi jaringan baik.
tertekan
5. Monitor status
nutrisi klien
5. Menjaga keadekuatan nutrisi guna penyembuhan luka
Resiko infeksi b/d prosedur pembedaha n
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam diharapkan klien bebas dari tanda- tanda infeksi
KH : bebas dari tanda dan gejala infeksi
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal Batasi pengunjung
Pertahankan teknik cairan asepsis pada klien yang beresiko Inspeksi kondisi luka/insisi bedah
Ajarkan keluarga klien tentang tanda dan gejala infeksi
Laporkan kecurigaan infeksi
1. mengetahui tanda infeksi
lebih dini
2. menghindari kontaminasi
dari pengunjung
3. mencegah
penyebab infeks
4. mengetahui kebersihan luka dan tanda infeksi
5. Gejala infeksi dapat di deteksi lebih dini
6. Gejala infeksi dapat segera
teratasi
2.
4. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN

 Diagnosa Pre oprasi


Tanggal Jam Diagnosa Implementasi TTD
Konstipasi b/d ganglion
1.Enema atau irigasi rectal sesuai order
2.Mengauskultasi bising usus dan abdomen
3. Mengukur lingkar abdomen
Resiko kekurangan volume cairan b/d menurunnya intake, muntah
1. Memonitor intake – output cairan 2. Memasang infus
3. Mengobservasi TTV
4. Memonitor status hidrasi (kelembaban membran mukosa, nadi adekuat, takanan darah ortostatik)
Cemas orang tua b/d kurang pengetahuan tentang penyakit dan prosedur perawatan
1. Menjelaskan dengan istilah yg dimengerti tentang anatomi dan fisiologi saluran pencernaan normal. 2. Menggunakan alat,
media dan gambar
2. Memberi jadwal studi diagnosa pada orang tua
3. Memberi informasi pada orang tua tentang operasi kolostomi
 Diagnosa Post Oprasi
Tanggal Jam Diagnosa Implementasi TTD
Gangguan integritas kulit b/d kolostomi.
1. Menghindarkan kerutan pada tempat tidur
2. Menjaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering
3. Memonitor kulit akan adanya kemerahan
4. Mengoleskan lotion/baby oil pada daerah yang tertekan

5. Memonitor status nutrisi klien


Resiko infeksi b/d prosedur pembedahan
1. Memonitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal
2. Membatasi pengunjung
3. Mempertahankan teknik cairan
asepsis pada klien yang beresiko
4. Menginspeksi kondisi luka/insisi
bedah
5. Mengajarkan keluarga klien
tentang tanda dan gejala infeksi
6. Melaporkan kecurigaan infeksi
5.IMPLEMENTASI KEPERAWATAN  Diagnosa Pre oprasi
Tanggal Jam Diagnosa Evaluasi TTD
Konstipasi b/d ganglion
S : Klien mampu mempertahankan pola eliminasi BAB dengan teratur O : distensi abdomen menurun
A : Diagnosa keperawatan konstipasi teratasi
P : Intervensi dihentikan
Resiko kekurangan volume cairan b/d menurunnya intake, muntah
S : Klien dapat mempertahankan keseimbangan cairan
O : Output urin 1-2
ml/kg/jam, capillary refill 3-5 detik, turgor kulit baik, membrane mukosa lembab
A : Diagnosa keperawatan Resiko kekurangan volume cairan teratasi P : Intervensi dihentikan
Cemas orang S : orang tua mengatakan sudah

tua b/d kurang pengetahuan tentang penyakit dan prosedur perawatan


tidak cemas
O : klien tidak lemas
A : Diagnosa Keperawatan Cemas orang tua Teratasi
P : Intervensi dihentikan
 Diagnosa Post Oprasi
Tanggal Jam Diagnosa Implementasi TTD
Gangguan integritas kulit b/d kolostomi.
S : integritas kulit klien dapat terkontrol
O : Temperatur jaringan dalam batas normal, sensasi dalam batas normal, elastisitas dalam batas normal, hidrasi dalam batas
normal, pigmentasi dalam batas normal, perfusi jaringan baik.
A : Diagnosa Keperawatan Gangguan integritas kulit teratasi
P : Intervensi dihentikan
Resiko infeksi b/d prosedur pembedahan
S : Klien sudah tidak mengalami infeksi
O : tanda gejala infeksi tidak ada A : Diagnosa Keperawatan Resiko infeksi teratasi
P : Intervensi dihentikan
DAFTAR PUSTAKA
https://www.academia.edu/8685826/ASKEP_PADA_PASIEN_ATRESIA_ANI

Anda mungkin juga menyukai