Dosen Pembimbing :
Aulia Asman S.kep M.biomed
Disusun oleh :
M.Heldi Riyanda (19334059)
Saya menyadari bahwa masih terdapat berbagai kekurangan dalam
makalah ini. Oleh sebab itu, Saya Riyanda sebagai penulis makalah
inisangat mengharapkan kritikan, saran dan masukan-masukan yang
membangun dari dosen serta teman-teman mahaasiswa, bahkan semua
pembaca, demi kesempurnaan dari makalah ini.
Riyanda
1.1 DEFINISI
BAB I TINJAUAN TEORI
Atresia Ani adalah kelainan kongenital yang dikenal sebagai anus imperforate meliputi anus, rectum atau keduanya (Betz. Ed 3
tahun 2002).
Atresia ini atau anus imperforate adalah tidak terjadinya perforasi membran yang memisahkan bagian entoderm mengakibatkan
pembentukan lubang anus yang tidak sempurna. Anus tampak rata atau sedikit cekung ke dalam atau kadang berbentuk anus namun tidak
berhubungan langsung dengan rectum. (sumber Purwanto. 2001 RSCM) Atresia Ani merupakan kelainan bawaan (kongenital), tidak adanya
lubang atau saluran anus (Donna L. Wong, 520 : 2003).
Atresia berasal dari bahasa Yunani, artinya tidak ada, trepis artinya nutrisi atau makanan. Dalam istilah kedokteran atresia itu
sendiri adalah keadaan tidak adanya atau tertutupnya lubang badan normal atau organ tubular secara kongenital disebut juga clausura.
Dengan kata lain tidak adanya lubang di tempat yang seharusnya berlubang atau buntunya saluran atau rongga tubuh, hal ini bisa terjadi
karena bawaan sejak lahir atau terjadi kemudian karena proses penyakit yang mengenai saluran itu. Atresia dapat terjadi pada seluruh
saluran tubuh, misalnya atresia ani. Atresia ani yaitu tidak berlubangnya dubur. Atresia ani memiliki nama lain yaitu anus imperforata. Jika
atresia terjadi maka hampir selalu memerlukan tindakan operasi untuk membuat saluran seperti keadaan normalnya.
1.2 ETIOLOGI
Etiologi secara pasti atresia ani belum diketahui, namun ada sumber mengatakan kelainan bawaan anus disebabkan oleh
gangguan pertumbuhan, fusi, dan pembentukan anus dari tonjolan embriogenik. Atresia ani dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara
lain:
1. Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur sehingga bayi lahir tanpa lubang dubur.
2. Kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu atau 3 bulan.
3. Adanya gangguan atau berhentinya perkembangan embriologik didaerah usus, rektum bagian distal serta traktus urogenitalis,
yang terjadi antara minggu keempat sampai keenam usia kehamilan.
4. Berkaitan dengan sindrom down ( kondisi yang menyebabkan sekumpulan gejala mental dan fisik khas ini di sebabkan oleh
kelainan gen dimana terdapat ekstra salinan kromosom 21)
5. Atresia ani adalah suatu kelainan bawaan.
1.3 PATOFISIOLOGI
Atresia ani terjadi akibat kegagalan penurunan septum anorektal pada kehidupan embrional. Anus dan rektum berkembang dari
embrionik bagian belakang. Ujung ekor dari bagian belakang berkembang menjadi kloaka yang merupakan bakal genitourinaria dan struktur
anorektal. Terjadi stenosis anal karena adanya penyempitan pada kanal anorektal. Terjadi atresia ani karena tidak ada kelengkapan migrasi
dan perkembangan struktur kolon antara 7 dan 10 mingggu dalam perkembangan fetal. Kegagalan migrasi dapat juga karena kegagalan
dalam agenesis sakral dan abnormalitas pada uretra dan vagina. Tidak ada pembukaan usus besar yang keluar melalui anus menyebabkan
fekal tidak dapat dikeluarkan sehingga intestinal mengalami obstruksi.
Manifestasi klinis diakibatkan adanya obstruksi dan adanya fistula. Obstruksi ini mengakibatkan distensi abdomen, sekuestrasi
cairan, muntah dengan segala akibatnya. Apabila urin mengalir melalui fistel menuju rektum, maka urin akan diabsorbsi sehingga terjadi
asidosis hiperkloremia, sebaliknya feses mengalir ke arah traktus urinarius menyebabkan infeksi berulang. Pada keadaan ini biasanya akan
terbentuk fistula antara rektum dengan organ sekitarnya. Pada wanita 90% dengan fistula ke vagina (rektovagina) atau perineum
(rektovestibuler). Pada laki-laki biasanya letak tinggi, umumnya fistula menuju ke vesika urinaria atau ke prostate. (rektovesika). Pada letak
rendah fistula menuju ke uretra (rektourethralis).
BAB II
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA ATRESIA ANI
2.1 PENGKAJIAN
2.1.1 IDENTITAS PASIEN
Nama: Tn.Rian
Tempat tgl lahir: Pekanbaru,11 juli 2001
Umur: 20
Jenis Kelamin: Laki-laki
Alamat: Pekanbaru
Agama: Islam
Suku Bangsa: Indonesia
Pendidikan: Sma
Pekerjaan:MAHASISWA
No. CM: 099
Tanggal Masuk RS: 12 april 2020
Diagnosa Medis: Konstipasi
Makan . Keterangan :
0 : Mandiri
1 : Dengan menggunakan alat bantu
2 : Dengan menggunakan bantuan dari orang lain
3 : Dengan bantuan orang lain dan alat bantu
4 : Tergantung total, tidak berpartisipasi dalam beraktifitas
c. Pola istirahat/tidur
Diperoleh dari keterangan sang ibu bayi atau kelurga yang lain
d. Pola nutrisi metabolik
Klien hanya minum ASI atau susu kaleng
e.Pola eliminasi
Klien tidak dapat buang air besar, dalam urin ada mekonium
f. Pola kognitif perseptual
Klien belum mampu orang lain
berkomunikasi, berespon, dan berorientas i dengan baik pada
: belum bisa dikaji : belum bisa dikaji : belum bisa dikaji : belum bisa dikaji : belum bisa dikaji
g. Pola 1) 2) 3) 4) 5)
konsep diri Identitas diri
Ideal diri Gambaran diri Peran diri Harga diri
h. Pola seksual Reproduksi
Klien masih bayi dan belum menikah
i. Pola nilai dan kepercayaan
Belum bisa dikaji karena klien belum mengerti tentang kepercayaan
j. Pola peran hubungan
Belum bisa dikaji karena klien belum mampu berinteraksi dengan orang lain secara
mandiri
k. Pola koping
Belum bisa dikaji karena klien masih bayi dan belum mampu berespon terhadap adanya suatu masalah
10. Abdomen
Simetris, teraba lien, teraba hepar, teraba ginjal, tidak termasa/tumor, tidak terdapat perdarahan pada umbilicus
11. Getalia
Terdapat lubang uretra, tidak ada epispandia pada penis tidak ada hipospandia pada penis, tidak ada hernia sorotalis.
12. Anus
Tidak terdapat anus, anus nampak merah, usus melebar, kadang-kadang tampak ileus obstruksi. Thermometer yang dimasukan
kedalam anus tertahan oleh jaringan. Pada auskultasi terdengar peristaltic.
13. Ektrimitas atas dan bawah
Simetris, tidak fraktur, jumlah jari lengkap, telapak tangan maupun kaki dan kukunya tampak agak pucat
14. Punggung
Tidak ada penonjolan spina gifid
15. Pemeriksaan Reflek a. Suching +
b. Rooting + c. Moro +
d. Grip +
e. Plantar +
2.2 DIAGNOSA KEPERAWATAN 1. Dx pre operasi
a. Konstipasi berhubungan dengan aganglion.
b. Risiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan menurunnya intake,
muntah.
c. Cemas orang tua berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang penyakit dan
prosedur perawatan. 2. Dx Post Operasi
a. b. c. d.
Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan trauma saraf jaringan. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan
kolostomi.
Resiko infeksi Berhubungan dengan prosedur pembedahan.
Kurang pengetahuan berhubungan dengan perawatan di rumah.
hidrasi dalam bats normal, pigmentasi dalam batas normal, perfusi jaringan baik.
tertekan
5. Monitor status
nutrisi klien
5. Menjaga keadekuatan nutrisi guna penyembuhan luka
Resiko infeksi b/d prosedur pembedaha n
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam diharapkan klien bebas dari tanda- tanda infeksi
KH : bebas dari tanda dan gejala infeksi
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal Batasi pengunjung
Pertahankan teknik cairan asepsis pada klien yang beresiko Inspeksi kondisi luka/insisi bedah
Ajarkan keluarga klien tentang tanda dan gejala infeksi
Laporkan kecurigaan infeksi
1. mengetahui tanda infeksi
lebih dini
2. menghindari kontaminasi
dari pengunjung
3. mencegah
penyebab infeks
4. mengetahui kebersihan luka dan tanda infeksi
5. Gejala infeksi dapat di deteksi lebih dini
6. Gejala infeksi dapat segera
teratasi
2.
4. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN