Anda di halaman 1dari 16

MENTADABBURI AL-QUR’AN

TUGAS AGAMA ISLAM

DOSEN PENGAMPU
Agus Mukhandar,M.PdI

Disusun Oleh:

Rini Tri Hartati (1913453068)

POLITEKNIK KESEHATAN TANJUNG KARANG


DIII TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIK
TINGKAT I REGULER II
2019/2020
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya tentunya kami tidak
akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga
terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita
nanti-natikan syafa’atnya di akhirat nanti.

Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-Nya, baik itu
berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis mampu untuk menyelesaikan
pembuatan makalah sebagai tugas Pendidikan Agama. Penulis tentu menyadari bahwa
makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih banyak terdapat kesalahan serta
kekurangan di dalamnya. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik serta saran dari pembaca
untuk makalah ini, supaya makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi.
Kemudian apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini penulis mohon maaf yang
sebesar-besarnya. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak khususnya
kepada Dosen Pendidikan Agama yang telah membimbing dalam menulis makalah ini dan
segenap tim yang ikut serta membuat makalah ini.

Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terima kasih.

Bandar Lampung, 29 Agustus 2019

Penulis
DAFTAR ISI

Halaman Judul……………………………………………………………………………..1
Kata Pengantar…………………………………………………………………………….2
Daftar Isi………………………………………………………………………………...…3

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang……………………………………………………………..4
1.2 Tujuan Penulisan…………………………………………………….……..4
1.3 Manfaat Penulisan………………………………………………………….5
1.4 Rumusan Masalah………………………………………………………….5
BAB II PEMBAHASAN
3.1 Tadabbur Al-Qur’an…………………………………………...………….10
3.2 Anjuran Mentadabburi Al-Qur’an…………………..…………………….16
3.3 Keutamaan Tadabbur Al-Qur’an……………………………..…………...17
3.4 Tanda-Tanda Tadabbur Al-Qur’an………………………………..………19

BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan……………………………………………………………….21
4.2 Saran………………………………………………………………………2
DAFTAR
PUSTAKA……………………………………………………………………22
BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Agama berperan penting dalam kehidupan umat manusia. Agama menjadi pemandu dalam
mewujudkan suatu kehidupan yang bermakna, damai dan bermartabat. Menyadari betapa
pentingnya peran agama bagi kehidupan manusia maka internalisasi nila-nilai agama dalam
kehidupan setiap pribadi menjadi sebuah keniscayaan yang ditempuh melalui pendidikan,
baik pendidikan di lingkungan keluarga, sekolah, maupun masyarakat. Pendidikan agama
dimaksudkan untuk peningkatan potensi spiritual dan membentuk peserta didik agar menjadi
manusia yang beriman dan bertakwa kepada Allah SWT dan berakhlak mulia. Akhlak mulia
menyangkut etika, budi pekerti, dan moral sebagai manifestasi dari pendidikan agama.
Agama sebagai alat untuk membawa kedamaian dan kepuasan jiwa dengan keyakinan
tertentu. Agama menunjukkan bahwa kebahagiaan yang ingin dicapai dengan menjalankan
syariat agama, itu hanya dapat terlaksana dengan akhlak yang baik.

Tujuan Penulisan

Pembuatan makalah ini memiliki tujuan, yaitu :


1.2.1 Mahasiswa mengetahui tentang tadabbur Al Qur’an
1.2.2 Mahasiswa mengetahui anjuran mentadabburi Al-Qur’an
1.2.3 Mahasiswa dapat mengetahui keutamaan tadabbur Al-Qur’an
1.2.4 Mahasiswa mengetahui tanda-tanda tadabbur Al-Quran

Manfaat Penulisan
Manfaat penulisan ini yaitu untuk menginformasikan tentang tadabbur Al-Qur’an dan
pembaca lebih memahami arti dari tadabbur Al-Qur’an.
Rumusan Masalah

Apa yang dimaksud tadabbur Al-Qur’an?


Apa saja anjuran mentadabburi Al-Qur’an?
Apa saja keutamaan tadabbur Al-Qur’an?
Apa saja tanda-tanda tadabbur Al-Qur’an?

.
Makna Tadabur

Al maidani berkata ,”tadabur adalah tafakur (memikirkan dan merenungkan) secara menyeluruh
untuk sampai kepada maksud akhir kalimat dan tempat jangkauan terjauh. Makna tadabur
terhadap AL QUR’AN adalah memikirkan dan merenungkan ayat-ayat Al Qur’an agar bisa
memahami makna-maknanya, hokum-hukumnya, dan maksud yang terkandung di dalamnya.

Perintah Tadabur dalam Al-Qur`an Al-Karim


Allah menurunkan Al-Quran sebagai petunjuk kepada jalan kebenaran, cahaya yang menerangi
kegelapan, pelita yang membimbing di tengah perjalanan menuju akherat, kurikulum kehidupan,
nasehat yang penuh manfaat, semakin dikaji semakin bertambah keimanan, semakin mendalam
keilmuan, maka semakin memperkuat motivasi untuk beramal. Di dalamnya terdapat makna-
makna yang lebih segar dan lebih nikmat dari air dingin bagi orang yang kehausan, lebih lembut
dari hembusan angin di taman bunga, lebih terang dari sinar mentari yang menyinari alam.

Begitulah diantara ungkapan para ulama tafsir yang mengkaji ayat-ayat Al-Quran, mereka semua
ketemu kepada satu kesimpulan bahwa Al-Quran adalah kitab yang selalu baru ayat-ayatnya
walau dibaca berulang-ulang, tidak akan pernah bosan mengkajinya, ia akan selalu
menghadirkan suatu yang baru berupa iman, ilmu dan kefahaman, karena ia adalah mu’jizat dari
sisi Alllah, kitab yang mengandung keberkahan, kemudian kita diperintahkan untuk
mentadaburinya. Allah berfirman:

ِ ‫ك لِيَ َّدبَّرُوا آَيَاتِ ِه َولِيَتَ َذ َّك َر أُولُو اأْل َ ْلبَا‬


29 : ‫ب ص‬ ٌ ‫ار‬ َ ‫ِكتَابٌ أَ ْن َز ْلنَاهُ إِلَ ْي‬
َ َ‫ك ُمب‬

“Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka
memperhatikan ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai
fikiran.” (QS. Shaad: 29)

Imam As-Sa’di dalam tafsirnya Taisir Karimir Rohman beliau menjelaskan, “bahwa makna
‘Mubarokun’ ialah di dalam Al-Quran terdapat keberkahan yang banyak, ilmu yang melimpah,
hikmah diturunkan Al-Quran ini adalah untuk mentadaburinya, karena dengan mentadaburi dan
mentafakurinya secara berulang-ulang akan mendapatkan keberkahan dan kebaikan yang
banyak.”

Imam Qusyairi dalam tafsirnya mengatakan: "Mubarokun adalah Al-Quran, yang berarti besar
manfaatnya, selalu kekal dan tidak tergantikan dengan kitab yang lain, kemudian dijelaskan
bahwa keberkahan itu ada dalam mentadaburi dan mentafakuri makna-maknanya.”

Lalu yang menjadi pertanyaan kita bersama adalah: mengapa keberkahan, ketenangan,
kebahagiaan, keindahan akhlak, kemuliaan, kemenangan, itu belum dapat dirasakan oleh
sebagian besar umat islam, padahal Al-Quran ada di tengah-tengah mereka, sedangkan Al-Quran
yang ada saat ini seperti halnya juga Al-Quran yang diturunkan kepada Rosulullah ketika itu dan
dipelajari oleh para sahabat. Kemudian mereka menjadi teladan dalam keimanan mereka, dalam
ibadah mereka, dalam akhlak mereka, dalam kehidupan mereka secara nyata, walaupun saat itu
dengan keterbatasan yang ada, zaman yang tidak memiliki kecanggihan seperti saat ini?.

Bukan Al-Qurannya yang salah, namun pengambilan Al-Quran itu yang berbeda, rasa kebutuhan
yang kurang terhadap Al-Quran, keingianan untuk menjadikan Al-Quran sebagai satu-satunya
pedoman yang membimbing kepada kehidupan yang benar itu masih belum banyak disadari,
bahkan sebagian orang menganggap Al-Quran tidak penting dan tidak relevan dengan zaman
sekarang bahkan berpaling darinya, lebih suka produk-produk pemikiran yang sangat tidak
sejalan dengan Al-Quran.

Ketika Allah mengatakan pada ayat:

10 :‫لَقَ ْد أَن َز ْلنَا إِلَ ْي ُك ْم ِكتَابًا فِي ِه ِذ ْك ُر ُك ْم أَفَالَ تَ ْعقِلُونَ األنبياء‬

Sesungguhnya telah Kami turunkan kepada kamu sebuah kitab yang di dalamnya terdapat
sebab-sebab kemuliaan bagimu. Maka apakah kamu tiada memahaminya?” (QS. Al-Anbiya:
10)

Imam Al-Qurthubi mengatakan dalam tafsirnya Al-Jami’ li ahkamil Quran, “pendapat yang
َ َ‫َوإِنَّهُ لَ ِذ ْك ٌر ل‬
َ ‫ك َولِقَوْ ِم‬
paling kuat dari ayat ini adalah seperti ayat: ‫ك‬

“Dan sesungguhnya Al Quran itu benar-benar adalah suatu kemuliaan besar bagimu dan bagi
kaummu.”. (Az-Zukhruf: 44)

“yaitu ia merupakan kemuliaan bagi siapa yang mengamalkannya baik dari orang quraisy
ataupun buhkan orang quraisy. “

Tenyata di sinilah kuncinya, kemuliaan itu ada pada pengamalan isi Al-Quran.

Al-Quranul karim mempunyai pengaruh yang agung dalam proses perbaikan diri dan
mensucikannya. Rosulullah memiliki perhatian yang besar dalam membina sahabat-sahabatnya.
Sahabat Rosulullah, Jundub bin Abdullah ra mengatakan:

‫ كنا مع النبي صلى هللا عليه وسلم ونحن فتيان حزاورة فتعلمنا اإليمان قبل أن نتعلم‬:‫ قال‬-‫رضي هللا عنه‬- ‫قاله جندب بن عبدهللا‬
ً ‫ ثم تعلمنا القرآن فازددنا به إيمانا‬،‫القرآن‬

“Kami bersama Rosulullah saat kami masih belia, kami mempelajari keimanan sebelum
mempelajari Al-Quran, kemudian kami mepelajari Al-Quran maka bertambahlah keimanan
kami."

Begitulah Al-Quran, bahwa ia memang bersumber dari yang Maha Kuasa, berapa banyak kisah-
kisah, novel-novel, yang mungkin membuat kita terpesona dengan kisah-kisahnya, bahkan
berderai air mata, haru, tersenyum, puas, namun banyak yang tak berminat lagi untuk
membacanya ulang dua sampai tiga kali bahkan sampai 10 kali. Adapun Al-Quran, semakin
dibaca semakin nikmat, semakin diulangi semakin bertambah kelezatannya, bahkan tak pernah
bosan walau dibaca lebih dari 17 kali sehari.

Imam Ibnul Qayyim mengatakan: “Kalau sekiranya orang-orang mengetahui apa-apa yang di
dalam Al-Quran mereka akan sibuk dengannya dari pada urusan lainnya. Apabila engkau baca
dengan tafakur, kemudian engkau temui ayat yang mengobati hatimu engkau akan ulang-ulangi
ayat itu walaupun sampai seratus kali, walaupun sepanjang malam. Membaca ayat dengan
tafakur lebih baik dari menghatamkannya tanpa tadabur dan pemahaman, dan lebih memberi
manfaat bagi hati, menghantarkan kepada keimanan dan merasakan manisnya Al-Quran.” (Kitab
Miftah Darus Sa’dah 1/553-554)

Begitulah para salafusholih dalam mentadaburi Al-Quran. Suatu malam Rosulullah saw sholat
dan mengulangi-ulangi ayat yang sama ‫ إن تعذبهم فإنهم عبادك و إن تغفرلهم فإنك أنت العزيز الحكيم‬sampai
shubuh menjelang.”

Begitulah juga kisah Imam Abu Hanifah yang diceritakan oleh Yazid bin Al-Kimyat, ia berkata:
“Abu Hanifah adalah seorang yang sangat takut kepada Allah SWT, suatu malam Ali bin Al-
Husain membaca Surat Al-Zilzalah (Idza Dzul zilatil ardhu zil zalaha) ketika sholat isya, dan
Abu Hanifah berada di belakangnya. Ketika selesai sholat, orang-orang keluar dari masjid dan
aku melihat kepada Abu Hanifah sedang duduk, berdzikir kemudian ia sholat dan mengulangi
membaca surat Al-Zilzalah. Aku memutuskan untuk pergi meninggalkannya sehingga beliau
tidak terganggu dengan keberadaanku. Lalu aku keluar dari masjid. Ketika aku keluar, aku
tinggalkan sebuah lampu yang minyaknya tinggal sedikit. Ketika aku tiba kembali saat fajar,
lalu aku mengumandangkan azan dan menyalakan lampu. Ketika itu aku melihat Abu Hanifah
masih berdiri sambil membaca surat Al-Zilzalah berulang-ulang. Ketika melihatku ia bertanya,
“Apakah engkau akan mengambil lampu?” lalu ku jawab: “Aku telah mengumandangkan azan
shubuh.” Kemudian ia berkata: “Sembunyikan apa yang engkau lihat dariku”. Lalu ia sholat dua
rakaat, kemudian duduk menunggu iqomat, dan sholat shubuh bersama kami masih dengan
wudhu tatkala ia sholat isya malam sebelumnya.

Maka ‘tidak mengkaji dan mentadaburi Al-Quran’ merupakan salah satu tanda bahwa ada
pintu yang terkunci rapat sehingga menutupi hati ini. Tutup itu harus dibuka, dan kuncinya
adalah mentadaburi Al-Quran, agar cahaya iman masuk ke dalamnya. Allah berfirman:

24 ‫ب أَ ْقفَالُهَا‬
ٍ ‫أَفَاَل يَتَ َدبَّرُونَ ْالقُرْ آنَ أَ ْم َعلَى قُلُو‬

“Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al Quran ataukah hati mereka terkunci?” (QS.
Muhammad: 24)

Syeikh Muhammad Sayyid Thotowi dalam tafsir Al-Wasith mengomentari ayat ini dengan
mengatakan: “ayat ini adalah pengingkaran kepada orang-orang munafik yang mereka berpaling
dari Al-Quran, bahkah mereka tidak mau mentadaburinya, walaupun di dalamnya penuh dengan
pelajaran, perintah dan larangan, karena di hati mereka ada tutup yang menghalangi antara
mereka dan tadabur. ‘Al-Aqfalun’ bentuk jama’ dari Quflun, yaitu berupa alat untuk mengunci
pintu atau sejenisnya, maksud ayat ini adalah penjelasan bahwa hati mereka tertutup dan terkunci
rapat, tidak masuk keimanan ke dalamnya dan tidak keluar darinya kemunafikan dan kekufuran.”
Begitu juga penjelasan ayat diatas dalam tafsir Al-Kasyaf, “bahwa maksud hati di sini ada dua,
pertama hati yang keras, dan kedua hati sebagian orang munafik, adapun kunci di sini adalah
kekufuran yang mengunci rapat hati mereka.”

Imam Sayyid Thontowi melanjutkan, “bahwa para ulama mengatakan ayat di atas menunjukkan
wajib hukumnya mentadaburi dan mentafakuri ayat-ayat Al-Quran, kemudian mengamalkan apa
yang di dalamnya, dari petunjuk, perintah dan larangan, adab dan hukum-hukumnya, karena
tidak mentadaburinya akan menyebabkan kepada kekerasan hati serta kesesatan jiwa,
sebagimana keadaan orang-orang munafik.”

Hal senada diungkapkan oleh Ustadz Sayyid Qutb dalam tafsirnya, ketika mengomentari ayat
ini beliau mengatakan: “Tadabur Al-Quran menghilangkan penutup hati, membuka jendelanya,
memperoleh cahaya, menggerakan perasaan (indera), menguatkan hati, mengikhlaskan nurani
(batin), menumbuhkan kehidupan di dalam jiwa, berkilau dengannya, kemudian terbit dan
menyinari.”

3.3 Keutamaan Tadabbur Al-Qur’an

Mentadabburi al Qur`an dapat mengobati berbagai macam penyakit hati, membersihkannya


dari kotoran, serta dapat memberikan jawaban dan bantahan terhadap syubhat yang
dibawakan setan, manusia, dan jin. Berbeda dengan orang munafik, karena enggan
merenungi al Qur`an dan tidak mencari petunjuk darinya, maka hati mereka sakit, penuh
penyakit syubhat dan syahwat.

Sebagaimana firman Allah :

َ‫فِي قُلُوبِ ِهم َّم َرضٌ فَزَا َدهُ ُ˜م هَّللا ُ َم َرضًا ۖ َولَهُ ْم َع َذابٌ أَلِي ٌم بِ َما َكانُوا يَ ْك ِذبُون‬
“Dalam hati mereka ada penyakit, lalu Allah menambah penyakit itu; dan bagi mereka siksa
yang pedih disebabkan mereka berdusta”.

[al Baqarah/2 : 10].

Jadi, ketika Allah Azza wa Jalla mengajak manusia untuk mentadabburi al Qur`an, pada
hakikatnya Allah Azza wa Jalla mengajak untuk mengobati hati mereka dari berbagai macam
penyakit yang membahayakan.

Tadabbur al Qur`an, juga merupakan cara untuk mengetahui kewajiban-kewajiban agama


yang telah dibebankan Allah kepada para hamba. Imam al Qurthubi berkata,
“Ayat ini (an Nisaa` 4:82) dan juga firmanNya -QS Muhammad 47:24) menunjukkan
wajibnya mentadaburi al Qur`an supaya dapat mengetahui maknanya.”

[Tafsir al Qurthubi, 5/290]

Al Hasan al Basri berkata,

“Sesungguhnya orang-orang sebelum kalian menganggap al Qur`an adalah surat-surat dari


Rabb mereka. Pada malam hari, mereka selalu merenunginya, dan akan berusaha mencarinya
pada siang hari.”

[At Tibyan fi Adabi Hamalatil Qur`an, Imam an Nawawi, halaman 28.]

Al Imam Ibnul Jauzi berkata,

“Seseorang yang membaca al Qur`an, hendaknya melihat bagaimana Allah berlemah-lembut


kepada makhlukNya dalam menyampaikan makna perkataanNya ke pemahaman mereka.
Dan hendakya ia menyadari, apa yang ia baca bukan perkataan manusia. Hendaknya ia
menyadari keagungan Dzat yang mengucapkannya, dan hendaknya ia merenungi
perkataanNya.”

[Mukhtasar Minhajul Qasidin, halaman 46]

Dalam Madarij As-Salikin Ibnu Qoyyim Al-Jauziyah menjelaskan:

“Hal yang paling bermanfaat bagi seorang hamba dalam kehidupan dunia dan akhiratnya
(untuk lebih mendekatkannya dengan keselamatan) adalah dengan ber-tadabbur pada Al-
Qur’an, perenungan yang berkelanjutan, dan konsentrasi akan makna ayat-ayatnya. Menurut
beliau sikap ini mampu membuat seorang hamba mengetahui berbagai kebaikan dan
kejahatan serta aspek-aspeknya, metode untuk menempuh jalan kebaikan dan kejahatan
tersebut, kausalitasnya, tujuan-tujuannya, buah hasilnya, dan nasib para pelakunya. “

Sementara dalam bukunya yang lain, Miftah Dar As-Sa’adah beliau mengatakan:

“Tadabbur akan melahirkan cinta, rindu, rasa takut, rasa harap, inabah, tawakal, ridha, sikap
penyerahan, syukur, sabar, dan berbagai kondisi psikologis lain yang menghidupkan dan
menyempurnakan hati. Tadabbur juga dapat menjauhkan berbagai sifat dan perbuatan tercela
yang menggerogoti hati.

Membaca satu ayat dengan tafakkur dan tafahhum (kritis dan bersungguh-sungguh untuk
mencari pemahaman makna Al-Qur’an), lanjut beliau, lebih baik daripada sekedar membaca
satu kali khatam tanpa tadabbur dan tafahhum. Hal itu lebih bermanfaat bagi hati dan lebih
efektif dalam menumbuhkan iman dan kenikmatan membaca Al-Qur’an. Jadi, membaca Al-
Qur’an dengan tafakkur adalah pangkal kebaikan hati.”

Syaikh al Fawzan berkata:


Dan hendaklah anda men-tadabburi-nya, karena bila anda men-tadabburi-nya, maka ini
mendatangkan kekhusyu’an dan membuat anda senang (dan cinta) terhadap Al-Qur’an Al-
karim. Janganlah menyelesaikan satu surat atau satu juz menjadi tujuan pokok anda, tapi
hendaklah yang anda cari sebagai maksud pokok adalah tadabbur serta tafakkur dalam ayat-
ayat Allah Subhanahu wa Ta’ala yang sedang anda baca. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
memanjangkan bacaan pada shalat malam, bila melewati ayat rahmat, beliau berhenti dan
memohon kepada Allah dan bila ayat berkenaan dengan adzab dilewati, beliau berhenti dulu
dan meminta perlindungan kepada Allah. Semua ini menunjukkan bahwa beliau Shallallahu
‘alaihi wa sallam membaca dengan tadabbur dan

Tanda-Tanda Tadabur Al-Qur`an yang Bermanfaat bagi


Pelakunya
Seorang muslim yang mentadaburi Al-Qur`an itu memilki tanda-tanda yang disebutkan dalam
Al-Qur`an, Allah Ta’ala berfirman,

ْ َ‫َوإِ َذا َما أ ُ ْن ِزل‬


˜َ ‫ت سُو َرةٌ فَ ِم ْنهُ ْ˜م َم ْن يَقُو ُل أَيُّ ُك ْ˜م َزا َد ْتهُ˜ ٰهَ ِذ ِه إِي َمانًا ۚ فَأ َ َّما ال َّ ِذ‬
َ‫ين آ َمنُوا فَ َزا َد ْتهُ ْم إِي َمانًا َوهُ ْم يَ ْستَ ْب ِش ُرون‬

“Dan apabila diturunkan suatu surat, maka di antara mereka (orang-orang munafik) ada yang
berkata, ‘Siapakah di antara kamu yang bertambah imannya dengan (turunnya) surat ini?’
Adapun orang-orang yang beriman, maka surat ini menambah imannya, dan mereka merasa
gembira” (At-Taubah: 124).

‫ين أُوتُوا ْال ِع ْل َم ِم ْ˜ن قَ ْبلِ ِه إِ َذا يُ ْتلَ ٰى َعلَ ْي ِه ْم يَ ِخ ُّرونَ لِأْل َ ْذقَا ِن ُس َّجدًا‬
˜َ ‫قُلْ آ ِمنُوا بِ ِ˜ه أَوْ اَل تُ ْؤ ِمنُو̃ا ۚ إِ َّن ال َّ ِذ‬

“Katakanlah, ‘Berimanlah kamu kepadanya atau tidak usah beriman (sama saja bagi Allah).
Sesungguhnya orang-orang yang diberi pengetahuan sebelumnya apabila Al-Qur`an
dibacakan kepada mereka, mereka menyungkur atas muka mereka sambil bersujud” (QS. Al-
Isra’: 107).

‫ون ُس ْب َحانَ َربِّنَ̃ا إِ ْن َكانَ َو ْع ُ˜د َربِّنَ̃ا لَ َم ْف ُعواًل‬


˜َ ُ‫َويَقُول‬

“dan mereka berkata: “Maha Suci Tuhan kami, sesungguhnya janji Tuhan kami pasti
dipenuhi” (QS. Al-Isra’: 108)

˜َ ‫َويَ ِخ ُّرونَ لِأْل َ ْذقَا ِ˜ن يَ ْب ُك‬


‫ون َويَ ِزي ُدهُ ْ˜م ُخ ُشوعًا‬
“Dan mereka menyungkur atas muka mereka sambil menangis dan mereka bertambah khusyu”
(QS. Al-Isra’: 109).

ٍ ُ‫ِّين ِم ْن ُذ ِّري َّ ِة آ َد َم َو ِم َّم ْ˜ن َح َم ْلنَا َم َع ن‬


ۚ ‫وح َو ِم ْن ُذ ِّري َّ ِ˜ة إِ ْب َرا ِهي َم َوإِ ْس َرائِي َ˜ل َو ِم َّم ْن هَ َد ْينَ̃ا َواجْ تَبَ ْينَ̃ا‬ ˜َ ‫ين أَ ْن َع َم هَّللا ُ َعلَ ْي ِه ْم ِمنَ النَّبِي‬ َ ِ‫أُو ٰلَئ‬
˜َ ‫ك ال َّ ِذ‬
‫ات الرَّحْ ٰ َم ِ˜ن خَ رُّ وا ُس َّجدًا َوبُ ِكيًّا‬ ُ َ‫إِ َذا تُ ْتلَ ٰى َعلَ ْي ِه ْم آي‬

“Mereka itu adalah orang-orang yang telah diberi nikmat oleh Allah, yaitu para nabi dari
keturunan Adam, dan dari orang-orang yang Kami angkat bersama Nuh, dan dari keturunan
Ibrahim dan Israil, dan dari orang-orang yang telah Kami beri petunjuk dan telah Kami pilih.
Apabila dibacakan ayat-ayat Allah Yang Maha Pemurah kepada mereka, maka mereka
menyungkur dengan bersujud dan menangis” (QS. Maryam: 58)

ُ ‫ت َربِّ ِه ْ˜م لَ ْم يَ ِخ ُّروا َعلَ ْيهَا‬


‫ص ّمًا َو ُع ْميَانًا‬ ˜َ ‫َوال َّ ِذ‬
ِ ‫ين إِ َذا ُذ ِّك ُروا بِآيَا‬

“Dan orang-orang yang apabila diberi peringatan dengan ayat-ayat Tuhan mereka, mereka
tidaklah menghadapinya sebagai orang-orang yang tuli dan buta” (QS. Al-Furqan: 73).

‫ك‬ ˜َ ˜ ِ‫˜ر هَّللا ِ ۚ ٰ َذل‬ ˜ِ ‫هَّللا ُ نَ َّز َل أَحْ َسنَ ْال َح ِدي‬
˜َ ‫ث ِكتَابًا ُمتَ َشابِهًا َمثَانِ َي تَ ْق َش ِع ُّر ِم ْنهُ ُجلُو ُد ال َّ ِذ‬
ِ ˜‫ين يَ ْخ َشوْ نَ َربَّهُ ْم ثُ َّم تَلِينُ ُجلُو ُدهُ ْم َوقُلُوبُهُ ْ˜م إِلَ ٰى ِذ ْك‬
‫هُدَى هَّللا ِ يَ ْه ِدي˜ بِ ِه َم ْن يَ َشا ُء ۚ َو َم ْ˜ن يُضْ لِ ِل هَّللا ُ فَ َما لَهُ ِم ْن هَا ٍد‬

“Allah telah menurunkan perkataan yang paling baik (yaitu) Al-Qur`an yang serupa
(kesempurnaan ayat-ayatnya) lagi berulang-ulang , gemetar karenanya kulit orang-orang
yang takut kepada Tuhannya, kemudian menjadi tenang kulit dan hati mereka di waktu
mengingat Allah. Itulah petunjuk Allah, dengan Kitab itu Dia menunjuki siapa yang
dikehendaki-Nya. Dan barangsiapa yang disesatkan oleh Allah, niscaya tak ada baginya
seorang pemimpin pun” (Az-Zumar: 23).

Di dalam ayat-ayat di atas mengandung beberapa tanda seorang muslim tadabur Al-Qur`an
yang bermanfaat bagi keimanannya,:

Ikutsertanya hati dan pikiran ketika membaca Al-Qur’an, yang ditandai dengan perasaan takjub
dan mengagungkan ayat -ayat yang dibacanya.

Menangis karena takut kepada Allah murka karena seseorang melakukan dosa.

Bertambahnya kekhusyukan hati.

Bertambahnya keimanan dengan banyak membaca ayat-ayat Al-Qur`an.

Menjadi bahagia dengan kabar gembira yang dibacanya.


Takut kepada adzab Allah Ta’ala, dan rasa harap kepada ampunan-Nya dan rahmat-Nya,
sehingga seorang hamba menjadi tenanglah dirinya.

Bersujud kepada Allah dengan mengagungkan Allah ‘Azza wa Jalla sesuai dengan yang
disyari’atkan.

Tidaklah seorang hamba bisa dengan ikhlas dan semangat mentadaburi Al-Qur`an dengan
sebaik-baiknya kecuali dalam hatinya terdapat kecintaan terhadap Al-Qur`an. Dan tanda-tanda
hati seseorang mencintai Al-Qur`an, di antaranya:

Merasa gembira dan bersyukur dengan karunia Al-Qur`an yang mengandung sebaik-baik
petunjuk dan paling sempurnanya.

Senang berlama-lama duduk membacanya, memahami tafsirnya, dan mentadaburinya tanpa


merasa jemu.

Rindu membaca Al-Qur`an setiap kali merasa berdosa, karena didalam Al-Qur`an terdapat
ancaman bagi pelaku kemaksiatan, janji bagi orang yang taat kepada Allah, serta kabar tentang
rahmat Allah yang luas dan ampunan-Nya.

Senantiasa yakin dengan nasihat-nasihat yang ada di dalamnya dan merujuk kepadanya
setiapkali menemui permasalahan.

Mentaati semua perintah dan menghindari semua larangan yang ada di dalamnya. [1]

Apa buah dari mentadaburi Al-Quran?


Diantara hasil yang didapat dari mentadaburi Al-Quran antara lain:

Pertama, menghasilkan keyakinan yang semakin mantap di dalam hati, rasa takut dan harap serta
merasakan keagungan Allah.
Al-Quran adalah laksana air yang hati sebagai mana air hujan menyirami tumbuhan. Pohon tidak dapat hidup,
bahkan ia akan kering dan mati jika tidak disirami oleh air. Begitu juga hati akan mati dan dan keras jika jika
tidak pernah disirami Al-Quran, hilang rasa sensitifnya, halal dan haram sama saja, bahkan menjadi remang,
dosa atau tidak dosa sudah tidak dapat lagi dibedakan, bahkan memandang kemaksiatan adalah satu hal yang
biasa. Hati yang selalu disirami Al-Quran akan selalu hidup, mempunyai pengaruh, sehingga bergetarlah
jiwanya ketika mendengar ayat-ayat Allah. Begitulah ungkapan tadabur yang indah di dalam ayat 21-23 surat
Az-Zumar, sebagaimana artinya:

Apakah kamu tidak memperhatikan, bahwa sesungguhnya Allah menurunkan air dari langit, maka diaturnya
menjadi sumber-sumber air di bumi kemudian ditumbuhkan-Nya dengan air itu tanam-tanaman yang
bermacam-macam warnanya, lalu menjadi kering lalu kamu melihatnya kekuning-kuningan, kemudian
dijadikan-Nya hancur berderai-derai. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat pelajaran
bagi orang-orang yang mempunyai akal.

Maka apakah orang-orang yang dibukakan Allah hatinya untuk (menerima) agama Islam lalu ia mendapat
cahaya dari Tuhannya (sama dengan orang yang membatu hatinya)? Maka kecelakaan yang besarlah bagi
mereka yang telah membatu hatinya untuk mengingat Allah. Mereka itu dalam kesesatan yang nyata.

Allah telah menurunkan perkataan yang paling baik (yaitu) Al Quran yang serupa (mutu ayat-ayatnya) lagi
berulang-ulang, gemetar karenanya kulit orang-orang yang takut kepada Tuhannya, kemudian menjadi
tenang kulit dan hati mereka di waktu mengingat Allah. Itulah petunjuk Allah, dengan kitab itu Dia
menunjuki siapa yang dikehendaki-Nya. Dan barangsiapa yang disesatkan Allah, niscaya tak ada baginya
seorang yang dapat memberi petunjuk.” (QS. Az-Zumar 21-23).

Kedua, bertambahnya keimanan dan merasakan kelapangan hati.

ْ ُ‫ت سُو َرةٌ فَ ِم ْنهُم َّمن يَقُو ُل أَيُّ ُك ْم زَا َد ْتهُ هَ ِذ ِه إِي َمانا ً فَأ َ َّما الَّ ِذينَ آ َمن‬
9/124 ‫وا فَزَا َد ْتهُ ْم إِي َمانا ً َوهُ ْم يَ ْستَب ِْشرُونَ سورة التوبة‬ ْ َ‫نزل‬ُ
ِ ‫وإِ َذا َما أ‬

“Dan apabila diturunkan suatu surat, maka di antara mereka (orang-orang munafik) ada yang berkata:
"Siapakah di antara kamu yang bertambah imannya dengan (turannya) surat ini?" Adapun orang-orang yang
beriman, maka surat ini menambah imannya, dan mereka merasa gembira.” (QS. At-Taubah: 124)

Orang-orang yang beriman selalu merasa gembira dan lapang hatinya ketika ayat-ayat Allah disampaikan.

Ketiga, kemenangan umat muslimin dengan Al-Quran.

Sebagaimana telah dibuktikan oleh kemenangan umat islam pada masa-masa keemasannya, yang menjadikan
Al-Quran sebagai satu-satunya sumber inspirasi yang mereka mempelajarinya tidak lebih dari 10 ayat dan
tidak pindah kepada ayat selanjutnya sebelum mereka mengamalkannya.

Seorang pemimpin Prancis mengatakan dalam peringatan 100 tahun penjajahan Al-Jazair: “Sesungguhnya kita
tidak akan menang terhadap orang-orang Al-Jazair, selagi mereka membaca Al-Quran dan berbahasa arab,
maka wajib bagi kita untuk menghilangkan Al-Quran yang berbahasa arab dari keberadaannya dan mencabut
ucapan bahasa arab dari lisan mereka.”

Hal itupun telah mereka perbuat terhadap Turki dan Negara islam lainnya.

Bagaimana mentadaburi Al-Quran? Diantara cara mentadaburi Al-Quran sebagai berikut:

Pertama, menghadirkan hati dan fikiran. Kemudian bacalah Al-Quran dengan tartil, dengan bacaan terbaik
yang kita mampu, karena kekhusyu’an dalam membaca Al-Quran sangat membantu dalam mentadaburi dan
memahaminya.

Kedua, merasakan keagungan Allah seakan-akan Allah sedang berbicara dengan kita melalui Al-Quran. Imam
Ali berkata; “Jika aku ingin Allah berkata-kata denganku maka aku membaca Al-Quran, jika aku ingin
berbicara dengan Allah maka aku lakukan sholat.”

Ketiga, berusaha memahami arti dan maksudnya, sambil menggunakan kitab tafsir dan Al-Quran terjemah,
kitab tafsir yang dapat membantu seperti Tafsir Ibnu Katsir, tafsir Fi Zhilalil Quran, dan tafsir Syeikh Sa’di.

Keempat, menghubungkan Al-Quran dengan realitas kehidupan yang sedang kita rasakan, kemudian berusaha
untuk mengamalkan apa yang dapat difahami dari ayat-ayat tersebut. Sebagaimana para sahabat yang
mempelajari Al-Quran dengan satu tujuan, yaitu untuk mengamalkan isinya, bukan untuk menambah
wawasan ataupun sekedar menikmati cerita, kisah dan bacaannya. Mereka mempelajari sepuluh ayat, setelah
mereka mengamalkannya mereka melanjutkanya pada ayat-ayat selanjutnya.
BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

4.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai