Anda di halaman 1dari 22

ANALISIS PELAYANAN KEBIDANAN TERKAIT KEPERCAYAAN DAN

ADAT ISTIADAT SETEMPAT

Dosen Pengampua: Arista Apriani., M.Kes., M.Keb


Dibuat untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Kebijakan dalam Kebidanan
Prodi Kebidanan Program Sarjana Alih Kredit

Disusun oleh kelompok 7:

1. Sri ayu wulandari (AB191030)


2. Suparni (AB191034)
3. Susilowati (AB191035)
4. Tika Indah P (AB191036)

PRODI STUDI KEBIDANAN PROGRAM SARJANA DAN PRODI


PENDIDIKAN PROFESI BIDAN PROGRAM PROFESI
UNIVERSITAS KUSUMA HUSADA
TAHUN 2020
KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT, yang berkat
rahmat serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah dengan
judul “Analisis pelayanan kebidanan terkait kepercayaan dan adat istiadat setempat
” ini.

Kami juga menyadari bahwa dalam pembuatan maklah ini terdapat banyak
kekurangan, maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak
yang bersifat membangun guna perbaikan yang akan datang. Semoga makalah yang
telah di buat ini mendatangkan manfaat bagi semua.

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

1.1    Latar Belakang

Aspek sosial dan budaya sangat mempengaruhi pola kehidupan manusia.

Di era globalisasi sekarang ini dengan berbagai perubahan yang begitu ekstrem

menuntut semua manusia harus memperhatikan aspek sosial budaya. Salah satu

masalah yang kini banyak merebak di kalangan masyarakat adalah kematian

ataupun kesakitan pada ibu dan anak yang sesungguhnya tidak terlepas dari

faktor-faktor sosial budaya dan lingkungan di dalam masyarakat dimana

mereka berada.

Disadari atau tidak, faktor-faktor kepercayaan dan pengetahuan budaya

seperti konsepsi-konsepsi mengenai berbagai pantangan, hubungan sebab-

akibat antara makanan dan kondisi sehat-sakit, kebiasaan dan ketidaktahuan,

seringkali membawa dampak baik positif maupun negatif terhadap kesehatan

ibu dan anak.

Menjadi seorang bidan bukanlah hal yang mudah. Seorang bidan harus siap

fisik maupun mental, karena tugas seorang bidan sangatlah berat. Bidan yang

siap mengabdi di kawasan pedesaan mempunyai tantangan yang besar dalam

mengubah pola kehidupan masyarakat yang mempunyai dampak negatif

tehadap kesehatan masyarakat.. Tidak mudah mengubah pola pikir ataupun


sosial budaya masyarakat. Apalagi masalah proses persalinan yang umum

masih banyak menggunakan dukun beranak.

Ditambah lagi tantangan konkret yang dihadapi bidan di pedesaan adalah

kemiskinan, pendidikan rendah, dan budaya. Karena itu, kemampuan mengenali

masalah dan mencari solusi bersama masyarakat menjadi kemampuan dasar

yang harus dimiliki bidan.

Untuk itu  seorang bidan agar dapat melakukan pendekatan terhadap

masyarakat perlu mempelajari sosial-budaya masyarakat tersebut, yang meliputi

tingkat pengetahuan penduduk, struktur pemerintahan, adat istiadat dan

kebiasaan sehari-hari, pandangan norma dan nilai, agama, bahasa, kesenian, dan

hal-hal lain yang berkaitan dengan wilayah tersebut.

1.2    Tujuan Makalah

Untuk mengetahui aspek kepercayaan dan adat istiadat dalam sosial budaya

yang berkaitan dengan peran seorang bidan.

1.3     Rumusan Masalah

1. Bagaimana aspek kepercayaan dan adat istiadat dalam sosial budaya yang

berkaitan dengan Pra Perkawinan dan Perkawinan?

2. Bagaimana aspek kepercayaan dan adat istiadat dalam sosial budaya yang

berkaitan dengan Kehamilan?


3. Bagaimana aspek kepercayaan dan adat istiadat dalam sosial budaya yang

berkaitan dengan Kelahiran, Nifas dan Bayi Baru Lahir?

4. Bagaimana pendekatan Melalui Budaya dan Kegiatan Kebudayaan

Kaitannya dengan Peran Seorang Bidan?


BAB II

PEMBAHASAN

2.1    Aspek Sosial Budaya yang Berkaitan dengan Pra Perkawinan dan Perkawinan

2.1.1 Pra Perkawinan

Masa pra perkawinan adalah masa pasangan untuk mempersiapkan diri ke

jenjang perkawinan Pelayanan kebidanan diawali dengan pemeliharaan kesehatan

para calon ibu. Remaja wanita yang akan memasuki jenjang perkawinan perlu dijaga

kondisi kesehatannya. Kepada para remaja di beri pengertian tentang hubungan

seksual yang sehat, kesiapan mental dalam menghadapi kehamilan dan pengetahuan

tentang proses kehamilan dan persalinan, pemeliharaan kesehatan dalam masa pra

dan pasca kehamilan.

Promosi kesehatan pada masa pra kehamilan disampaikan kepada kelompok

remaja wanita atau pada wanita yang akan menikah. Penyampaian nasehat tentang

kesehatan pada masa pranikah ini disesuaikan dengan tingkat intelektual para calon

ibu dan keadaan sosial budaya masyarakat. Nasehat yang di berikan menggunakan

bahasa yang mudah di mengerti karena informasi yang di berikan bersifat pribadi dan

sensitif. Remaja yang tumbuh kembang secara biologis diikuti oleh perkembangan

psikologis dan sosialnya. Alam dan pikiran remaja perlu diketahui. Remaja yang

berjiwa muda memiliki sifat menantang, sesuatu yang dianggap kaku dan kolot serta

ingin akan kebebasan dapat menimbulkan konflik di dalam diri mereka. Pendekatan

keremajaan di dalam membina kesehatan diperlukan. Penyampaian pesan kesehatan


dilakukan melalui bahasa remaja dengan memperhatikan aspek sosial budaya

setempat.

Pemeriksaan kesehatan bagi remaja yang akan menikah dianjurkan. Tujuan

dari pemeriksaan tersebut adalah untuk mengetahui secara dini tentang kondisi

kesehatan para remaja. Bila ditemukan penyakit atau kelainan di dalam diri remaja,

maka tindakan pengobatan dapat segera dilakukan. Bila penyakit atau kelainan

tersebut tidak diatasi maka diupayakan agar remaja tersebut berupaya untuk menjaga

agar masalahnya tidak bertambah berat atau menular kepada pasangannya. Misalnya

remaja yang menderita penyakit jantung, bila hamil secara teratur harus

memeriksakan kesehatannya kepada dokter. Remaja yang menderita AIDS harus

menjaga pasanganya agar tidak terkena virus HIV. Caranya adalah agar

menggunakan kondom saat besrsenggama, bila menikah. Upaya pemeliharaan

kesehatan bagi para calon ibu ini dapat dilakukan melalui kelompok atau kumpulan

para remaja seperti karang taruna, pramuka, organisaai wanita remaja dan sebagainya.

Promosi kesehatan pranikah merupakan suatu proses untuk meningkatkan

kemampuan masyarakat dalam memelihara dan meningkatkan kesehatannya yang

ditujukan pada masyarakat reproduktip pranikah

Bidan juga berperan dalam mencegah perkawinan dini pada pasangan pra

nikah yang masih menjadi masalah penting dalam kesehatan reproduksi perempuan di

Indonesia. Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) mencatat, anak perempuan yang

menikah pertama kali pada usia sangat muda, 10-14 tahun, cukup tinggi, jumlahnya

4,8 persen dari jumlah perempuan usia 10-59 tahun. Sedangkan yang menikah dalam
rentang usia 16-19 tahun berjumlah 41,9 persen. Dengan demikian, hampir 50 persen

perempuan Indonesia menikah pertama kali pada usia di bawah 20 tahun. Provinsi

dengan persentase perkawinan dini tertinggi adalah Kalimantan Selatan (9 persen),

Jawa Barat (7,5 persen), serta Kalimantan Timur dan Kalimantan Tengah masing-

masing 7 persen. Hal ini sangat berhubungan dengan sosial budaya pada daerah

tersebut yang mendukung perkawinan dini.

Usia perkawinan dini yang cukup tinggi pada perempuan mengindikasikan

rentannya posisi perempuan di masyarakat. Koordinator Kartini Network

Nursyahbani Katjasungkana menyebut dalam berbagai kesempatan, pernikahan dini

menunjukkan posisi perempuan yang lebih lemah secara ekonomi maupun budaya.

Secara budaya, perempuan disosialisasikan segera menikah sebagai tujuan hidupnya.

Akibatnya, perempuan memiliki pilihan lebih terbatas untuk mengembangkan diri

sebagai individu utuh. Selain itu, segera menikahkan anak perempuan artinya

keluarga akan mendapat mas kawin yang berharga di masyarakat setempat, seperti

hewan ternak. Data Riskesdas memperlihatkan, perkawinan sangat muda (10-14

tahun) banyak terjadi pada perempuan di pedesaan, berpendidikan rendah, berstatus

ekonomi termiskin, serta berasal dari kelompok buruh, petani, dan nelayan.

Sedangkan bagi perempuan, menikah artinya harus siap hamil pada usia

sangat muda. Bila disertai kekurangan energi dan protein, akan menimbulkan

masalah kesehatan yang dapat berakibat kematian bagi ibu saat melahirkan dan juga

bayinya. Dan resiko hamil muda sangat tinggi.


 2.1.2 Perkawinan

Pekawinan bukan hanya sekedar hubungan antara suami dan istri.

Perkawinan memberikan buah untuk menghasilkan turunan. Bayi yang

dilahirkan juga adalah bayi yang sehat dan direncanakan. Kegiatan pembinaan

yang dilakukan oleh bidan sendiri antara lain mempromosikan kesehatan agar

peran serta ibu dalam upaya kesehatan ibu, anak dan keluarga meningkat.

Pelayanan kesehatan ibu dan anak yang meliputi pelayanan ibu hamil, ibu

bersalin, ibu nifas, keluarga berencana, kesehatan reproduksi, pemeriksaan

bayi, anak balita dan anak prasekolah sehat. Peningkatan kualitas pelayanan

kesehatan ibu dan anak tersebut diyakini memerlukan pengetahuan aspek sosial

budaya dalam penerapannya kemudian melakukan pendekatan-pendekatan

untuk melakukan perubahan-perubahan terhadap kebiasaan-kebiasaan yang

tidak mendukung peningkatan kesehatan ibu dan anak. Misalnya pola makan,

pacta dasarnya adalah merupakan salah satu selera manusia dimana peran

kebudayaan cukup besar. Hal ini terlihat bahwa setiap daerah mempunyai pola

makan tertentu, termasuk pola makan ibu hamil dan anak yang disertai dengan

kepercayaan akan pantangan, tabu, dan anjuran terhadap beberapa makanan

tertentu. Misalnya di Jawa Tengah adanya anggapan bahwa ibu hamil pantang

makan telur karena akan  mempersulit persalinan dan pantang makan daging

karena akan menyebabkan perdarahan yang banyak. Sementara di salah satu

daerah di Jawa Barat, ibu yang kehamilannya memasuki 8-9 bulan sengaja

harus mengurangi makannya agar bayi yang dikandungnya kecil dan mudah
dilahirkan. Sikap seperti ini akan berakibat buruk bagi ibu hamil karena akan

membuat ibu dan anak kurang gizi.

2.2    Aspek Sosial Budaya yang Berkaitan dengan Kehamilan

Perawatan kehamilan merupakan salah satu faktor yang amat perlu

diperhatikan untuk mencegah terjadinya komplikasi dan kematian ketika

persalinan, disamping itu juga untuk menjaga pertumbuhan dan kesehatan

janin. Memahami perilaku perawatan kehamilan (ante natal care) adalah

penting untuk mengetahui dampak kesehatan bayi dan si ibu sendiri.

Fakta di berbagai kalangan masyarakat di Indonesia, masih banyak ibu-

ibu yang menganggap kehamilan sebagai hal yang biasa, alamiah dan kodrati.

Mereka merasa tidak perlu memeriksakan dirinya secara rutin ke bidan ataupun

dokter. Masih banyaknya ibu-ibu yang kurang menyadari pentingnya

pemeriksaan kehamilan ke bidan menyebabkan tidak terdeteksinya faktor-

faktor resiko tinggi yang mungkin dialami oleh mereka. Resiko ini baru

diketahui pada saat persalinan yang sering kali karena kasusnya sudah terlambat

dapat membawa akibat fatal yaitu kematian.

Hal ini kemungkinan disebabkan oleh rendahnya tingkat pendidikan dan

kurangnya informasi. Selain dari kurangnya pengetahuan akan pentingnya

perawatan kehamilan, permasalahan-permasalahan pada kehamilan dan

persalinan dipengaruhi juga oleh faktor nikah pada usia muda yang masih

banyak dijumpai di daerah pedesaan. Disamping itu, dengan masih adanya


preferensi terhadap jenis kelamin anak khususnya pada beberapa suku, yang

menyebabkan istri mengalami kehamilan yang berturut-turut dalam jangka

waktu yang relatif pendek, menyebabkan ibu mempunyai resiko tinggi saat

melahirkan.

Contohnya di kalangan masyarakat pada suku bangsa nuaulu (Maluku)

terdapat suatu tradisi upacara kehamilan yang dianggap sebagai suatu peristiwa

biasa, khususnya masa kehamilan seorang perempuan pada bulan pertama

hingga bulan kedelapan. Namun pada usia saat kandungan telah mencapai

Sembilan bulan, barulah mereka akan mengadakan suatu upacara. Masyarakat

nuaulu mempunyai anggapan bahwa pada saat usia kandungan seorang

perempuan telah mencapai Sembilan bulan, maka pada diri perempuan yang

bersangkutan banyak diliputi oleh pengaruh roh-roh jahat yang dapat

menimbulkan berbagai bahaya gaib. Dan tidak hanya dirinya sendiri juga anak

yang dikandungannya, melainkan orang lain disekitarnya, khususnya kaum

laki-laki. Untuk menghindari pengaruh roh-roh jahat tersebut, si perempuan

hamil perlu diasingkan dengan menempatkannya di posuno. Masyarakat nuaulu

juga beranggapan bahwa pada kehidupan seorang anak manusia itu baru

tercipta atau baru dimulai sejak dalam kandungan yang telah berusia 9 bulan.

Jadi dalam hal ini ( masa kehamilan 1-8 bulan ) oleh mereka bukan dianggap

merupakan suatu proses dimulainya bentuk kehidupan.

Permasalahan lain yang cukup besar pengaruhnya pada kehamilan adalah

masalah gizi. Hal ini disebabkan karena adanya kepercayaan-kepercayaan dan


pantangan-pantangan terhadap beberapa makanan. Sementara, kegiatan mereka

sehari-hari tidak berkurang ditambah lagi dengan pantangan-pantangan

terhadap beberapa makanan yang sebenamya sangat dibutuhkan oleh wanita

hamil tentunya akan berdampak negatif terhadap kesehatan ibu dan janin. Tidak

heran kalau anemia dan kurang gizi pada wanita hamil cukup tinggi terutama di

daerah pedesaan.

Di Jawa Tengah, ada kepercayaan bahwa ibu hamil pantang makan telur

karena akan mempersulit persalinan dan pantang makan daging karena akan

menyebabkan perdarahan yang banyak. Sementara di salah satu daerah di Jawa

Barat, ibu yang kehamilannya memasuki 8-9 bulan sengaja harus mengurangi

makannya agar  bayi yang dikandungnya kecil dan mudah dilahirkan. Di

masyarakat Betawi berlaku pantangan makan ikan asin, ikan laut, udang dan

kepiting karena dapat menyebabkan ASI menjadi asin. Dan memang, selain

ibunya kurang gizi, berat badan bayi yang dilahirkan juga rendah. Tentunya hal

ini sangat mempengaruhi daya tahan dan kesehatan si bayi.

2.3  Aspek Sosial Budaya yang Berkaitan dengan Kelahiran, Nifas dan Bayi

Baru Lahir

Berdasarkan survei rumah tangga (SKRT) pada tahun 1986, angka

kematian ibu maternal berkisar 450 per 100.000 kelahiran hidup atau lebih dari

20.000 kematian pertahunnya. Angka kematian ibu merupakan salah satu

indikator kesehatan ibu yang meliputi ibu dalam masa kehamilan, persalinan, dan
nifas. Angka tersebut dikatakan tinggi bila dibandingkan dengan negara-negara

ASEAN. Dari hasil penelitian di 12 rumah sakit, dikatakan bahwa kehamilan

merupakan penyebab utama kematian ibu maternal, yaitu sebesar 94,4% dengan

penyebabnya, yaitu pendarahan, infeksi, dan toxaemia (*)%). Selain

menimbulkan kematian, ada penyebab lain yang dapat menambah resiko

terjadinya kematian yaitu Anemia gizi pada ibu hamil, dengan Hb kurang dari

11gr%.

Angka kematian balita masih  didapatkan sebesar 10,6 per 1000 anak

balita. Seperti  halnya dengan bayi sekitar 31% penyebab kematian balita adalah

penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi, yaitu infeksi saluran pernafasan,

polio, dan lain-lain.

Masih tingginya angka kematian ibu dan anak di Indonesia berkaitan erat

dengan faktor sosial budaya masyarakat, seperti tingkat pendidikan penduduk,

khususnya wanita dewasa yang masih rendah, keadaan sosial ekonomi yang

belum memadai, tingkat kepercayaan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan

dan petugas kesehatan yang masih rendah dan jauhnya lokasi tempat pelayanan

kesehatan dari rumah-rumah penduduk kebiasaan-kebiasaan dan adat istiadat dan

perilaku masyarakat yang kurang menunjang dan lain sebagainya.

Tingkat pendidikan terutama pada wanita dewasa yang masih rendah,

mempunyai pengaruh besar terhadap masih tingginya angka kematian bayi.

Berdasarkan survei rumah tangganya (SKRT) pada tahun 1985, tingkat buta

huruf pada wanita dewasa adalah sebesar 25,7%. Rendahnya tingkat pendidikan
dan buta huruf pada wanita menyebabkan ibu-ibu tidak mengetahui tentang

perawatan semasa hamil, kelahiran, perawatan bayi dan semasa nifas, tidak

mengetahui kapan ia harus datang ke pelayanan kesehatan, kontrol ulang, dan

sebagainya.

Kebiasaan-kebiasaan adat istiadat dan perilaku masyarakat sering kali

merupakan penghalang atau penghambat terciptanya pola hidup sehat di

masyarakat. Perilaku, kebiasaan, dan adat istiadat yang merugikan seperti

misalnya:

1. Ibu hamil dilarang tidur siang karena takut bayinya besar dan akan sulit

melahirkan

2. Ibu menyusui dilarang makan makanan yang asin, misalnya: ikan asin, telur

asin karena bisa membuat ASI jadi asin

3. Ibu habis melahirkan dilarang tidur siang

4. Bayi berusia 1 minggu sudah boleh diberikan nasi atau pisang agar

mekoniumnya cepat keluar

5. Ibu post partum harus tidur dengan posisi duduk atau setengah duduk karena

takut darah kotor naik ke mata,

6. Ibu yang mengalami kesulitan dalam melahirkan, rambutnya harus diuraikan

dan persalinan yang dilakukan di lantai, diharapkan ibu dapat dengan mudah

melahirkan.

7. Bayi baru lahir yang sedang tidur harus ditemani dengan benda-benda tajam.
Tingkat kepercayaan masyarakat kepada petugas kesehatan, dibeberapa

wilayah masih rendah. Mereka masih percaya kepada dukun karena

kharismatik dukun tersebut yang sedemikian tinggi, sehingga ia lebih senang

berobat dan meminta tolong kepada ibu dukun. Di daerah pedesaan,

kebanyakan ibu hamil masih mempercayai dukun beranak untuk menolong

persalinan yang biasanya dilakukan di rumah. Data Survei Kesehatan Rumah

Tangga tahun 1992 rnenunjukkan bahwa 65% persalinan ditolong oleh dukun

beranak. Beberapa penelitian yang pernah dilakukan mengungkapkan bahwa

masih terdapat praktek-praktek persalinan oleh dukun yang dapat

membahayakan si ibu. Penelitian Iskandar dkk (1996) menunjukkan beberapa

tindakan/praktek yang membawa resiko infeksi seperti "ngolesi" (membasahi

vagina dengan minyak kelapa untuk memperlancar persalinan), "kodok"

(memasukkan tangan ke dalam vagina dan uterus untuk rnengeluarkan

placenta) atau "nyanda" (setelah persalinan, ibu duduk dengan posisi

bersandardan kaki diluruskan ke depan selama berjam-jam yang dapat

menyebabkan perdarahan dan pembengkakan).

Selain pada masa hamil, pantangan-pantangan atau anjuran masih

diberlakukan juga pada masa pasca persalinan. Pantangan ataupun anjuraan

ini biasanya berkaitan dengan proses pemulihan kondisi fisik misalnya, ada

makanan tertentu yang sebaiknya dikonsumsi untuk memperbanyak produksi

ASI; ada pula makanan tertentu yang dilarang karena dianggap dapat

mempengaruhi kesehatan bayi. Secara tradisional, ada praktek-praktek yang


dilakukan oleh dukun beranak untuk mengembalikan kondisi fisik dan

kesehatan si ibu. Misalnya mengurut perut yang bertujuan untuk

mengembalikan rahim ke posisi semula; memasukkan

ramuan-ramuan seperti daun-daunan kedalam vagina dengan maksud untuk

membersihkan darah dan cairan yang keluar karena proses persalinan; atau

memberi jamu tertentu untuk memperkuat tubuh (Iskandar et al., 1996).

Ini adalah sedikit gambaran tentang aspek sosial budaya masyarakat yang

berkaitan dengan persalinan dan pasca persalinan, yang tentunya masih

banyak terdapat aspek sosial budaya yang mempengaruhi persalinan dan

pasca persalinan sesuai dengan keanekaragaman masyarakat di Indonesia.

2.4  Pendekatan Melalui Budaya dan Kegiatan Kebudayaan Kaitannya dengan

Peran Seorang Bidan

Bidan sebagai salah seorang anggota tim kesehatan yang terdekat dengan

masyarakat, mempunyai peran yang sangat menentukan dalam meningkatkan

status kesehatan masyarakat, khususnya kesehatan ibu dan anak di wilayah

kerjanya.

Seorang bidan harus mampu menggerakkan peran serta masyarakat

khususnya, berkaitan dengan kesehatan ibu hamil, ibu bersalin, bufas, bayi baru

lahir, anak remaja dan usia lanjut. Seorang bidan juga harus memiliki kompetensi

yang cukup berkaitan dengan tugas, peran serta tanggung jawabnya.


Dalam rangka peningkatan kualitas dan mutu pelayanan kebidanan

diperlukan pendekatan-pendekatan khususnya sosial budaya, untuk itu sebagai

tenaga kesehatan khususnya calon bidan agar mengetahui dan mampu

melaksanakan berbagai upaya untuk meningkatkan peran aktif masyarakat agar

masyarakat sadar pentingnya kesehatan.

Menurut Departemen Kesehatan RI, fungsi bidan di wilayah kerjanya adalah

sebagai berikut:

1. Memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat di rumah-rumah,

mengenai persalinan, pelayanan keluarga berencana, dan pengayoman medis

kontrasepsi.

2. Menggerakkan dan membina peran serta masyarakat dalam bidang kesehatan,

dengan melakukan penyuluhan kesehatan yang sesuai dengan permasalahan

kesehatan setempat.

3. Membina dan memberikan bimbingan teknis kepada kader serta dukun bayi.

4. Membina kelompok dasa wisma di bidang kesehatan.

5. Membina kerja sama lintas program, lintas sektoral, dan lembaga swadaya

masyarakat.

6. Melakukan rujukan medis maupun rujukan kesehatan ke fasilitas kesehatan

lainnya.

7. Mendeteksi dini adanya efek samping dan komplikasi pemakaian kontrasepsi

serta adanya penyakit-penyakit lain dan berusaha mengatasi sesuai dengan

kemampuannya.
Melihat dari luasnya fungsi bidan tersebut, aspek sosial-budaya perlu

diperhatikan oleh bidan. Sesuai kewenangan tugas bidan yang berkaitan dengan

aspek sosial-budaya, telah diuraikan dalam peraturan Menteri Kesehatan No.

363/Menkes/Per/IX/1980 yaitu: Mengenai wilayah, struktur kemasyarakatan dan

komposisi penduduk, serta sistem pemerintahan desa dengan cara:

1. Menghubungi pamong desa untuk mendapatkan peta desa yang telah ada

pembagian wilayah pendukuhan/RK dan pembagian wilayah RT serta mencari

keterangan tentang penduduk dari masing-masing RT.

2. Mengenali struktur kemasyarakatan seperti LKMD, PKK, LSM, karang

taruna, tokoh masyarakat, kelompok pengajian, kelompok arisan, dan lain-

lain.

3. Mempelajari data penduduk yang meliputi:

a. Jenis kelamin

b. Umur

c. Mata pencaharian

d. Pendidikan

e. Agama

5. Mempelajari peta desa

6. Mencatat jumlah KK, PUS, dan penduduk menurut jenis kelamin dan

golongan.

Agar seluruh tugas dan fungsi bidan dapat dilaksanakan secara efektif, bidan

harus mengupayakan hubungan yang efektif dengan masyarakat. Salah satu


kunci keberhasilan hubungan yang efektif adalah komunikasi. Kegiatan bidan

yang pertama kali harus dilakukan bila datang ke suatu wilayah adalah

mempelajari bahasa yang digunakan oleh masyarakat setempat.

Kemudian seorang bidan perlu mempelajari sosial-budaya masyarakat

tersebut, yang meliputi tingkat pengetahuan penduduk, struktur pemerintahan,

adat istiadat dan kebiasaan sehari-hari, pandangan norma dan nilai, agama,

bahasa, kesenian, dan hal-hal lain yang berkaitan dengan wilayah tersebut.

Bidan dapat menunjukan otonominya dan akuntabilitas profesi melalui

pendekatan social dan budaya yang akurat. Manusia sebagai mahluk ciptaan

Tuhan yang di anugerahi pikiran, perasaan dan kemauan secara naluriah

memerlukan prantara budaya untuk menyatakan rasa seninya, baik secara aktif

dalam kegiatan kreatif, maupun secara pasif dalam kegiatan apresiatif. Dalam

kegiatan apresiatif, yaitu mengadakan pendekatan terhadap kesenian atau

kebudayaan seolah kita memasuki suatu alam rasa yang kasat mata. Maka itu

dalam mengadakan pendekatan terhadap kesenian kita tidak cukup hanya

bersimpati terhadap kesenian itu, tetapi lebih dari itu yaitu secara empati. Melalui

kegiatan-kegiatan kebudayaan tradisional setempat bidan dapat berperan aktif

untuk melakukan promosi kesehatan kepada masyaratkat dengan melakukan

penyuluhan kesehatan di sela-sela acara kesenian atau kebudayaan tradisional

tersebut. Misalnya: Dengan Kesenian wayang kulit melalui pertunjukan ini

diselipkan pesan-pesan kesehatan yang ditampilkan di awal pertunjukan dan pada

akhir pertunjukan.
BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

3.1    Kesimpulan

Bidan sebagai salah seorang anggota tim kesehatan yang terdekat dengan

masyarakat, mempunyai peran yang sangat menentukan dalam meningkatkan

status kesehatan masyarakat, khususnya kesehatan ibu dan anak di wilayah

kerjanya.

Seorang bidan harus mampu menggerakkan peran serta masyarakat

khususnya, berkaitan dengan kesehatan ibu hamil, ibu bersalin, bufas, bayi baru

lahir, anak remaja dan usia lanjut. Seorang bidan juga harus memiliki

kompetensi yang cukup berkaitan dengan tugas, peran serta tanggung

jawabnya.

Seorang bidan perlu mempelajari sosial-budaya masyarakat tersebut, yang

meliputi tingkat pengetahuan penduduk, struktur pemerintahan, adat istiadat

dan kebiasaan sehari-hari, pandangan norma dan nilai, agama, bahasa, kesenian,

dan hal-hal lain yang berkaitan dengan wilayah tersebut.

Melalui kegiatan-kegiatan kebudayaan tradisional setempat bidan dapat

berperan aktif untuk melakukan promosi kesehatan kepada masyaratkat dengan

melakukan penyuluhan kesehatan di sela-sela acara kesenian atau kebudayaan

tradisional tersebut.
3.2    Saran

Bidan harus selalu menjaga hubungan yang efektif dengan masyarakat

dengan selalu mengadakan komunkasi efektif.


DAFTAR PUSTAKA

Natalia, D., & Iriani, F. 2002. Penyesuaian Perempuan Non-Batak Terhadap  

Pasangan Hidupnya Yang Berbudaya Batak. Jurnal Ilmiah PsikologiNo.VII.27.36

 Iskandar,T. 2006. Artikel Psikologi Perkawinan. http://www.

Gunadarma.ac.id./library/articles/graduate/psychology/2006/artikel/pdf. Diakses 30

Maret 2015 jam 23.00 WIB. 

Cimura Irsal. 2012.  Makalah Aspek  Ssosial Budaya  yang  Berkaitan dengan Pra

Perkawinan  dan Kehamilan. http://id.wikipedia.org/wiki/budaya. Diakses 8 April

2015 jam 12.45 WIB.

Prabowo, M. R., Penyesuaian Perkawinan pada Pasangan yang Berlatar Belakang

Etnis Batak dan Etnis Jawa. http://www.gunadarma.ac.id.

Anda mungkin juga menyukai