Anda di halaman 1dari 33

Keperawatan Kritis

“Post Bedah Mayor”

DISUSUN OLEH

DIAN PEBRIANA 2720160025

DINI DWI NOVITA 2720160030

NUR KHOERIYAH 2720160031

NAILA RIZKI H 2720160039

SITI REVIYANI 2720160043

M ALWAN AFIF 2720160046

UNIVERSITAS ISLAM AS-SYAFI’IYAH

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN

2018/2019
2
KATA PENGANTAR
Puja dan puji syukur kehadirat Tuhan YME yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
kepada saya. Dengan rahmat dan hidayah-Nya, Alhamdulillah Makalah Keperawatan Kritis yang
berjudul “ Post Bedah Mayor” ini dapat terselesaikan dengan tepat waktu. Makalah ini saya buat
untuk memenuhi tugas pertama dari mata kuliah Keperawatan Kritis.

Terima kasih saya ucapkan kepada Ibu Ns. Istiqomah, S.Kep., M.Pd atas bimbingannya dan
semua  pihak yang telah membantu dalam bentuk materi dan saran, serta dibuat dengan segala
masukan dan kekurangan yang telah diberikan pada saya sehingga makalah ini dapat selesai.

Saya berharap kepada semua pihak dengan segala kritik dan saran yang bersifat membangun,
sangat saya harapkan untuk dimasa yang akan datang agar bisa menyempurnakan makalah ini,
sebab makalah ini masih banyak kekurangannya.

Bekasi, November 2019

3
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR....................................................................................2
DAFTAR ISI ..................................................................................................3
BAB I
PENDAHULUAN
1. LATAR BELAKANG......................................................................4
2. RUMUSAN MASALAH .................................................................4
3. TUJUAN ..........................................................................................5
4. MANFAAT ......................................................................................5
BAB II
KONSEP DASAR POST BEDAH MAYOR
A. PENGERTIAN................................................................................6
B. ETIOLOGI ......................................................................................6
C. PATOFISIOLOGI ...........................................................................8
D. MANIFESTASI KLINIK ...............................................................10
E. PENGKAJIAN FOKUS KEGAWATAN .......................................11
F. PATHWAY......................................................................................15
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. KONSEP KASUS ASUHAN KEPERAWATAN...........................16
B. PENATALAKSAAN KEGAWATAN ...........................................18
BAB IV
INTERVENSI DAN RASIONAL KEPERAWATAN
POST BEDAH MAYOR
A. Intervensi dan rasional post bedah mayor ......................................21
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN ...............................................................................33
B. SARAN ...........................................................................................33

4
BAB I
PENDAHULUAN
1. LATAR BELAKANG
Selama periode pasca operatif, proses keperawatan diarahkan pada menstabilkan
kembali equibrium fisiologi pasien, menghilangkan nyeri, dan pencegahan komplikasi.
Pengkajian yang cermat dan intervensi segera membantu pasien dalam kembali pada
fungsi optimalnya dengan cepat, aman, dan senyaman mungkin.

Upaya yang besar diharapkan pada mengantisipasi dan mencegah masalah pada
periode pascaoperatif. Pengkajian yang tepat mencegah komplikasi yang memperlama
perawatan dirumah sakit atau membahayakan pasien.

Perawatan pasca operasi pada setiap pasien tidak selalu sama, bergantung pada
kondisi fisik pasien, teknik anestesi, dan jenis operasi. Monitoring lebih ketat dilakukan
pada pasien dengan risiko tinggi seperti kelainan organ, syok yang lama, dehidrasi berat,
sepsis, dan gangguan organ penting, seperti otak. Aktivitas keperawatan kemudian
berfokus pada peningkatan penyembuhan pasien dan melakukan penyuluhan, perawatan
tindak lanjut dan rujukan yang penting untuk penyembuhan dan rehabilitasi serta
pemulangan ( Baradero et al, 2008).

Tindakan keperawatan yang dilakukan pasca operasi terdiri dari ( tindakan yang
meliputi pengelolaan jalan napas, monitor sirkulasi, monitoring cairan dan elektrolit,
monitoring suhu tubuh, menilai dengan aldrete score,pengelolan keamanan dan
kenyamanan pasien, serah terima dengan petugas ruang operasi dan serah terima dengan
petugas ruang perawatan ( bangsal ) ( Rothrock, 1990).

2. RUMUSAN MASALAH
a. Apa pengertian dari bedah mayor?
b. Apa etiologi dari pembedahan?
c. Apa patofisiologi dari pembedahan?
d. Bagaimana menifestasi klinik dari pembedahan?
e. Bagaimana konsep materi dari bedah mayor
f. Bagaimana konsep asuhan keperawatan dari bedah mayor?
g. Gambarkan contoh kasus dan penatalaksanaan dari post bedah mayor?

5
3. TUJUAN
a. Tujuan Umum
Mempelajari asuhan keperawatan kekritisan pada pasien post bedah mayor
b. Tujuan khusus :
a) Mengetahui konsep dasar Post Bedah Mayor meliputi pengertian, etiologi,
patofisiologi, manifestasi klinik, penatalaksanaan kegawatan dan pathways
keperawatan.
b) Mengetahui konsep asuhan keperawatan Post Bedah Mayor meliputi pengkajian
fokus kegawatan, fokus intervensi dan rasional

4. MANFAAT
a. Mahasiswa bisa mengerti konsep dasar dari Post Bedah Mayor
b. Mahasiswa bisa mengerti konsep asuhan keperawatan Post Bedah Mayor
c. Mahasiswa bisa memahami kasus post bedah mayor melalui contoh kasus

6
BAB II
KONSEP DASAR
POST BEDAH MAYOR
A. PENGERTIAN
Operasi adalah semua tindakan pengobatan yang menggunakan cara invasif dengan
membuka atau menampilkan bagian tubuh yang akanditangani. Pembukaan tubuh ini
umumnya dilakukan dengan membuat sayatan. Setelah bagian yang akan ditangani
ditampilkan, dilakukan tindakan perbaikan yang akan diakhiri dengan penutupan dan
penjahitan luka (Syamsuhidajat, 2010).
Operasi merupakan tindakan pembedahan pada suatu bagian tubuh (Smeltzer and
Bare,2002). Pembedahan merupakan suatu tindakan yang dilakukan di ruang operasi rumah
sakit dengan prosedur yang sudah ditetapkan (Smeltzer dan Bare, 2002).
Klasifikasi operasi terbagi manjadi dua, yaitu operasi minor dan operasi mayor. Operasi
minor adalah operasi yang secara umum bersifat selektif, bertujuan untuk memperbaiki
fungsi tubuh, mengangkat lesi pada kulit dan memperbaiki deformitas, contohnya
pencabutan gigi, pengangkatan kutil, kuretase, operasi katarak, dan arthoskopi. Operasi
mayor adalah operasi yang bersifat selektif, urgen dan emergensi. Tujuan dari operasi ini
adalah untuk menyelamatkan nyawa, mengangkat atau memperbaiki bagian tubuh,
memperbaiki fungsi tubuh dan meningkatkan kesehatan, contohnya kolesistektomi,
nefrektomi, kolostomi, histerektomi, mastektomi, amputasi dan operasi akibat trauma
(Brunner & Sudarth 2001).
Post Operasi adalah masa setelah dilakukan pembedahan yang dimulai saat pasien
dipindahkan ke ruang pemulihan dan berakhir sampai evaluasi selanjutnya (Uliyah &
Hidayat, 2008).
Proses keperawatan pascaoperatif pada praktiknya akan dilaksanakan secara
berkelanjutan baik di ruang pemulihan, ruang intensif, dan ruang rawat inap bedah. Fase
pascaoperatif adalah suatu kondisi dimana pasien sudah masuk di ruang pulih sadar sampai
pasien dalam kondisi sadar betul untuk dibawa keruang rawat inap.

B. ETIOLOGI

7
Prosedur bedah pada dasarnya terbagi dalam tiga kelompok besar, yang di dalamnya
masih akan terbagi lagi sesuai kategorinya. Berikut rinciannya.
1. Kelompok operasi berdasarkan tujuan
Kelompok pertama ini menggolongkan prosedur bedah berdasarkan tujuan dari tindakan
medis ini dilakukan. Pada dasarnya operasi dianggap sebagai metode pengobatan,
namun tindakan medis ini juga dapat digunakan untuk:
a) Mendiagnosis.
Operasi yang digunakan untuk mendiagnosis penyakit tertentu, seperti operasi
biopsi yang sering dilakukan untuk memastikan dugaan adanya kanker padat atau
tumor pada bagian tubuh tertentu.
b) Mencegah
Tak hanya mengobati, bedah dilakukan juga untuk mencegah suatu kondisi yang
lebih buruk lagi. Misalnya, operasi pengangkatan polip usus yang bila tak ditangani
akan dapat tumbuh menjadi kanker.
c) Menghilangkan.
Operasi ini dilakukan dengan tujuan untuk mengangkat sejumlah jaringan dalam
tubuh. Biasanya, operasi jenis ini memiliki akhiran –ektomi. Misalnya saja
mastektomi (pengangkatan payudara) atau histerektomi (pengangkatan rahim).
d) Mengembalikan.
Operasi juga dilakukan untuk dapat mengembalikan suatu fungsi tubuh menjadi
normal kembali. Contohnya, pada rekonstruksi payudara yang dilakukan oleh orang
yang telah melakukan mastektomi.
e) Paliatif.
Jenis operasi ini ditujukan untuk mengurangi rasa sakit yang dirasakan oleh pasien
yang biasanya mengalami penyakit kronis stadium akhir.
2. Kelompok operasi berdasarkan tingkat risiko
Setiap operasi bedah pasti memiliki risiko, tetapi tingkat risikonya tentu berbeda-beda.
Berikut adalah pengelompokkan operasi berdasarkan tingkat risikonya:
a. Bedah mayor
Merupakan operasi yang dilakukan di bagian tubuh seperti kepala, dada, dan perut.
Salah satu contoh operasi ini adalah operasi cangkok organ, operasi tumor otak,

8
atau operasi jantung. Pasien yang menjalani operasi ini biasanya membutuhkan
waktu yang lama untuk kembali pulih.
b. Bedah minor
Kebalikan dari tindakan bedah mayor, operasi ini tidak membuat pasiennya harus
menunggu lama untuk pulih kembali. Bahkan dalam beberapa jenis operasi, pasien
diperbolehkan pulang pada hari yang sama. Contoh operasinya seperti biopsi pada
jaringan payudara.
3. Kelompok operasi berdasarkan teknik
Pembedahan itu sendiri dapat dilakukan dengan beragam teknik berbeda, tergantung
dari bagian tubuh mana yang harus dioperasi dan penyakit apa yang diderita oleh
pasien.
 Operasi bedah terbuka
Metode ini biasanya disebut dengan operasi konvensional, yaitu tindakan medis
yang membuat sayatan pada bagian tubuh dengan menggunakan pisau khusus.
Contohnya adalah operasi jantung, dokter menyayat bagian dada pasien dan
membukanya agar organ jantung terlihat jelas.
 Laparaskopi
Jika sebelumnya operasi dilakukan dengan menyayat bagian tubuh, pada
laparaskopi, ahli bedah hanya akan menyayat sedikit dan membiarkan alat seperti
selang masuk ke dalam lubang yang telah dibuat, untuk mengetahui masalah yang
terjadi di dalam tubuh

C. PATOFISIOLOGI
Operasi adalah semua tindakan pengobatan yang menggunakan cara invasif dengan
membuka atau menampilkan bagian tubuh yang akan ditangani. Pembukaan tubuh ini
umumnya dilakukan dengan membuat sayatan. Setelah bagian yang akan ditangani
ditampilkan, dilakukan tindakan perbaikan yang akan diakhiri dengan penutupan dan
penjahitan luka (Syamsuhidajat, 2010).
Pembedahan pada dasarnya merupakan trauma yang akan menimbulkan perubahan faal,
sebagai respon terhadap trauma. Gangguan faal tersebut meliputi tanda- tanda vital serta

9
organ-organ vital seperti sistem respirasi, sistem kardiovaskular, panca indera (SSP), sistem
urogenital, sistem pencernaan dan luka operasi.

1. Sistem Kardiovaskuer
Pasien mengalami komplikasi kardiovaskular akibat kehilangan darah secara aktual
dan potensial dari tempat pembedahan, balans cairan, efek samping anastesi,
ketidakseimbangan elektrolit dan depresi mekanisme resulasi sirkulasi normal.
Masalah yang sering terjadi adalah pendarahan. Kehilangan darah terjadi secara
eksternal melalui drain atau insisi atau secara internal luka bedah. Pendarahan dapat
menyebabkan turunnya tekanan darah: meningkatnya kecepatan denyut jantung dan
pernafasan (denyut nadi lemah, kulit dingin, lembab, pucat, serta gelisah). Apabila
pendarahan terjadi secara eksternal, memperhatikan adanya peningkatan drainase yang
mengandungi darah pada balutan atau melalui drain.
2. Sistem Pernafasan
Obat anastesi tertentu dapat menyebabkan depresi pernafasan sehingga perlu
waspada terhadap pernafasan yang dangkal dan lambat serta batuk yang lemah.
Frekuensi, irama, kedalaman ventilasi pernafasan, kesimetrisan gerakan dinding dada,
bunyi nafas dan membrane mukosa dimonitor.
3. Sistem Persyarafan
Setelah dilakukan pembedahan, pasien memiliki tingkat kesadaran yang berbeda.
Oleh karena itu, seorang harus memonitor tingkat respon pasien dengan berbagai cara.
Misalnya dengan memonitor fungsi pendengaran atau penglihatan. Apakah pasien dapat
berespon dengan baik ketika diberi stimulus atau tidak sama sekali. Ataupun juga dapat
memonitor tingkat kesadaran dengan menentukan Skala Koma Glasgow / Glasgow
Coma Scale (GCS). GCS ini memberikan 3 bidang fungsi neurologik: memberikan
gambaran pada tingkat responsif pasien dan dapat digunakan dalam mengevaluasi
motorik pasien, verbal, dan respon membuka mata
4. Sistem Perkemihan

10
Retensi urine paling sering terjadi pada kasus-kasus pembedahan rektum, anus,
vagina, herniofari dan pembedahan pada daerah abdomen bawah. Penyebabnya adalah
adanya spasme spinkter kandung kemih.
5. Sistem Gastrointestinal
Setelah pembedahan, harus dipantau apakah pasien telah flatus atau belum.
Intervensi untuk mencegah komplikasi gastrointestinal akan mempercepat kembalinya
eleminasi normal dan asupan nutrisi. Pasien yang menjalani bedah pada struktur
gastrointestinal membutuhkan waktu beberapa hari agar diitnya kembali normal.
Peristaltik normal mungkin tidak akan terjadi dalam waktu 2-3 hari. Sebaliknya pasien
yang saluran gastrointestinalnya tidak dipengaruhi langsung oleh pembedahan boleh
mengkonsumsi makanan setelah pulih dari pengaruh anastesi, tindakan tersebut dapat
mempercepat kembalinya eliminasi secara normal.

6. Luka Operasi
Prosedur pembedahan biasanya dilakukan dengan meminimalisasi resiko infeksi
dengan menggunakan alat yang steril. Maka, kemungkinan luka tersebut untuk terjadi
infeksi adalah juga minimal. Namun, jika ada risiko diidentifikasi luka tersebut
bermasalah, seperti ada luka yang masih basah dan ada pengumpulan cairan, maka hal
tersebut mungkin dapat disebabkan beberapa faktor. Antaranya adalah seperti diabetes
mellitus, imunosupresi, keganasan dan malnutrisi, cara penutupan luka, infeksi dan apa
pun yang mungkin menyebabkan penekanan berlebihan pada luka

D. MANIFESTASI KLINIK
1. Sistem Kardiovaskuler
a. Perdarahan :
 Tekanan darah menurun
 Meningkatnya denyut jantung dan pernafassan
 Denyut nadi lemah, kulit dingin, lembab, pucat, serta gelisah
 Eksternal : peningkatan drainase yang mengandungi darah pada balutan atau
melalui drain.
b. Hipoksia (capillary refill).

11
2. Sistem Pernafasan
a. Depresi pernafasan : pernafasan yang dangkal dan lambat serta batuk yang lemah
b. Frekuensi, irama, kedalaman ventilasi pernafasan, kesimetrisan gerakan dinding
dada, bunyi nafas abnormal dan membrane mukosa
3. Sistem Persyarafan
a. Tingkat kesadaran ( GCS ) : Coma
4. Sistem Traktus Urinarius
a. Retensi urine (pasme spinkter kandung kemih )
5. Sistem Gastrointestinal
a. Mual, muntah
b. Belum Flatus atau Defekasi
6. Luka Operasi
a. Infeksi : luka yang masih basah dan ada pengumpulan cairan (mungkin dapat
disebabkan beberapa factor adalah seperti diabetes mellitus, imunosupresi,
keganasan dan malnutrisi )

E. PENATALAKSANAAN KEGAWATAN
Komplikasi yang muncul pada pasien pasca-operasi Menurut Rothrock (1999)
komplikasi yang akan muncul saat pascaoperasi diantaranya:
1. Pernapasan
Komplikasi pernapasan yang mungkin timbul termasuk hipoksemia yang tidak
terdeteksi, atelektasis, bronkhitis, bronkhopneumonia, pneumonia lobaris, kongesti
pulmonal hipostatik, plurisi, dan superinfeksi (Smeltzer & Bare, 2001). Gagal
pernapasan merupakan fenomena pasca-operasi, biasanya karena kombinasi kejadian.
Kelemahan otot setelah pemulihan dari relaksan yang tidak adekuat, depresi sentral
dengan opioid dan zat anestesi, hambatan batuk dan ventilasi alveolus yang tak adekuat
sekunder terhadap nyeri luka bergabung untuk menimbulkan gagal pernapasan restriktif
dengan retensi CO2sertakemudian narkosis CO2, terutama jika PO2 dipertahankan
dengan pemberian oksigen.

2. Kardiovaskuler

12
Komplikasi kardiovaskuler yang dapat terjadi antara lain hipotensi, hipertensi,
aritmia jantung, dan payah jantung (Baradero et al, 2008). Hipotensi didefinisikan
sebagai tekanan darah systole kurang dari 70 mmHg atau turun lebih dari 25% dari nilai
sebelumnya. Hipotensi dapat disebabkan oleh hipovolemia yang diakibatkan oleh
perdarahan, overdosis obat anestetika, penyakit kardiovaskuler seperti infark miokard,
aritmia, hipertensi, dan reaksi hipersensivitas obat induksi, obat pelumpuh otot, dan
reaksi transfusi. Hipertensi dapat meningkat pada periode induksi dan pemulihan
anestesia. Komplikasi hipertensi disebabkan oleh analgesik dan hipnosis yang tidak
adekuat, batuk, penyakit hipertensi yang tidak diterapi, dan ventilasi yang tidak adekuat
(Baradero et al, 2008).
3. Perdarahan
Penatalaksanaan perdarahan seperti halnya pada pasien syok. Pasien diberikan
posisi terlentang dengan posisi tungkai kaki membentuk sudut 20 derajat dari tempat
tidur sementara lutut harus di jaga tetap lurus. Penyebab perdarahan harus dikaji
dan diatasi. Luka bedah harus selalu diinspeksi terhadap perdarahan. Jika perdarahan
terjadi, kassa st eril dan balutan yang kuat dipasangkan dan tempat perdarahan
ditinggikan pada posisi ketinggian jantung. Pergantian cairan koloid disesuaikan dengan
kondisi pasien (Majid et al, 2011).Manifestasi klinis meliputi gelisah, gundah, terus
bergerak, merasa haus, kulit dingin-basah-pucat, nadi meningkat, suhu turun, pernafasan
cepat dan dalam, bibir dan konjungtiva pucat dan pasien melemah. Penatalaksanaan
pasien dibaringkan seperti pada posisi pasien syok, sedatif atau analgetik diberikan
sesuai indikasi, inspeksi luka bedah, balut kuat jika terjadi perdarahan pada luka
operasi dan transfusi darah atau produk darah lainnya.
4. Hipertermia maligna
Hipertermi malignan sering kali terjadi pada pasien yang dioperasi. Angka
mortalitasnya sangat tinggi lebih dari 50%, sehingga diperlukan penatalaksanaan yang
adekuat. Hipertermi malignan terjadi akibat gangguan otot yang disebabkan oleh agen
anastetik. Selama anastesi, agen anastesi inhalasi (halotan, enfluran) dan relaksan
otot (suksinilkolin) dapat memicu terjadinya hipertermi malignan.

5. Hipotermia

13
Hipotermia adalah keadaan suhu tubuh dibawah 36,6 oC (normotermi : 36,6oC-
37,5oC). Hipotermi yang tidak diinginkan mungkin saja dialami pasien sebagai akibat
suhu rendah di kamar operasi (25oC-26,6oC), infus dengan cairan yang dingin, inhalasi
gas-gas dingin, aktivitas otot yang menurun, usia lanjut atau obat-obatan yang
digunakan (vasodilator, anastetik umum, dan lain-lain).Pencegahan yang dapat
dilakukan untuk menghindari hipotermi yang tidak diinginkan adalah atur suhu
ruangan kamar operasi pada suhu ideal (25 oC - 26,6 oC), janganlebih rendah dari
suhu tersebut, caiaran intravena dan irigasi dibuat pada suhu 37 oC, gaun operasi
pasien dan selimut yang basah harus segera diganti dengan gaun dan selimut yang
kering.

14
15
Pascaoperatif
F. PATHWAY

Efek anestesi umum Efek


B1 (breathing)
intervensi B6 (bone) Sistem
sistem Pernafasan
B5 (bowel) Sistem moskuloskeletal, integritas
B2 (blood) Sistem B3 (brain) B4 (bladder) Sistem kulit
pencernaan
kardiovaskular Sistem saraf perkemihan
Respon depresi
pernafasan: Kontrol Kontrol Kontrol peristaltik usus
kepatenan jalan nafas kemampuan
Depresi mekanisme Kontrol kesadaran menurun Respon resiko posisi bedah
(lidah) menurun Otot berkemih
regulasi sirkulasi masih menurun (tromboembosis,
Kontrol batuk efektif normal. Perdarahan Kemampuan parastesia, nyeri tekan)
dan muntah menurun pasca operasi orientasi masih Adanya luka bedah, Adanya
Resiko tinggi
Penurunan curah menurun sistem drainase Penurunan
aspirasi Muntah
jantung Perubahan kontrol otot dan
Gangguan Penurunan
kemampuan kontrol keseimbangan
eliminasi mobilitas usus
suhu tubuh Perubahan
Penurunan
elektrolit dan
kesadaran, Nyeri,
metabolisme Resiko Kerusakan
Kecemasan Ketidakfektifan
cedera vaskular integritas kulit
Ketidak efektifan jalan nafas
jalan nafas Mual

Resiko Injuri,
Nyeri
Resiko tinggi penurunan perfusi jaringan,
Resiko tinggi CO menurun, Hipotermi,
Hipertermi maligna, Resiko tinggi
trombosis vena provunda, Ketidak
seimbangan cairan dan elektrolit Gangguan pertukaran
gas
Kekurangan volume
cairan 16
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. Konsep Kasus Asuhan Keperawatan
Setelah menerima laporan dari perawat sirkulasi, dan pengkajian klien,
perawat mereview catatan klien yang berhubungan dengan riwayat klien, status
fisik dan emosi, sebelum pembedahan dan alergi.
Pemeriksaan fisik dan manifestasi klinik ketika klien dimasukan ke PACU :
1. Sistem Pernafasan
a. Potensi jalan nafas
b. Perubahan pernafasan (rata-rata, pola, dan kedalaman)
c. RR <
d. Gangguan kardiovaskuler atau rata rata metabolisme yang meningkat.
e. Depresi narkotik, respirasi cepat, dangkal 10 x/menit
f. Keadekuatan expansi paru, kesimetrisan
g. Auskultasi paru : efek anathesi yang berlebihan, obstruksi.
h. Inspeksi: pergerakan dinding dada, penggunaan otot bantu pernafasan
diafragma, retraksi sternal Thorax Drain.
2. Sistem Kardiovaskuler
a. Sirkulasi darah, nadi dan suara jantung dikaji tiap 15 menit ( 4 x ), 30
menit (4x). 2 jam (4x) dan setiap 4 jam selama 2 hari jika kondisi stabil.
b. Depresi miokard, shock, perdarahan atau overdistensi.
c. Penurunan tekanan darah, nadi dan suara jantung shock, nyeri,
hypothermia.
d. Nadi meningkat
e. Kaji sirkulasi perifer (kualitas denyut, warna, temperatur dan ukuran
ektremitas).
f. Trombhoplebitis pada ekstrimitas bawah (edema, kemerahan, nyeri).
g. Homan’s saign Keseimbangan Cairan Dan Elektrolit
h. Inspeksi : membran mukosa : warna dan kelembaban, turgor kulit,
balutan. NG tube, out put urine, drainage luka.

17
i. Ukur cairan
j. Kaji intake / out put.
k. Monitor cairan intravena dan tekanan darah
3. Sistem Persyarafan semua klien dengan anesthesia umum.
a. Kaji fungsi serebral dan tingkat kersadaran depresi fungsi motor.
b. Respon pupil, kekuatan otot, koordinasi.
c. Klien dengan bedah kepala leher
4. Sistem Perkemihan
a. Kontrol volunter fungsi perkemihan kembali setelah 6 – 8 jam post
anesthesia inhalasi, IV, spinal.
b. Retensio urine. Anesthesia, infus IV, manipulasi operasi abdomen
bawah (distensi buli-buli).
c. Pencegahan : Inspeksi, Palpasi, Perkusi kaji warna, jumlah urine, out put
urine
d. Dower catheter < komplikasi ginjal 30 ml / jam
5. Sistem Gastrointestinal
a. 40 % klien dengan GA selama 24 jam pertama dapat menyebabkan stress
dan iritasi luka GI dan dapat meningkatkan TIK pada bedah kepala dan
leher serta TIO meningkat.
b. Mual muntah
c. Kaji fungsi gastro intestinal dengan auskultasi suara usus. suara usus (-),
distensi abdomen, tidak flatus.
d. Kaji paralitic ileus
e. Insersi NG tube intra operatif mencegah komplikasi post operatif dengan
decompresi dan drainase lambung.
f. Meningkatkan istirahat.
g. Memberi kesempatan penyembuhan pada GI trac bawah
h. Memonitor perdarahan
i. Mencegah obstruksi usus.
j. Irigasi atau pemberian obat.
k. Jumlah, warna, konsistensi isi lambung tiap 6 – 8 jam

18
6. Sistem Integumen
Luka bedah sembuh sekitar 2 minggu. Jika tidak ada infeksi, trauma,
malnutrisi, obat-obat steroid. Penyembuhan sempurna sekitar 6 bulan – satu
tahun. Ketidak efektifan penyembuhan luka dapat disebabkan:
a. Infeksi luka
b. Diostensi dari udema / palitik ileus.
c. Tekanan pada daerah luka.
d. Dehiscence
e. Eviscerasi
f. Drain dan Balutan
Semua balutan dan drain dikaji setiap 15 menit pada saat di ruang PAR
(Jumlah, warna, konsistensi dan bau cairan drain dan tanggal observasi),
dan minimal tiap 8 jam saat di ruangan.
7. Pengkajian Nyeri
Nyeri post operatif berhubungan dengan luka bedah , drain dan posisi
intra operative.
Kaji tanda fisik dan emosi; peningkatan nadi dan tekanan darah,
hypertensi, diaphorosis, gelisah, menangis. Kualitas nyeri sebelum dan
setelah pemberian analgetika.
8. Pemeriksaan laboratorium
Dilakukan untuk memonitor komplikasi . Pemeriksaan didasarkan pada
prosedur pembedahan, riwayat kesehatan dan manifestasi post operative.
Test yang lazim adalah elektrolit, Glukosa, dan darah lengkap.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Risiko Pendarahan b.d Tindakan pembedahan
2. Nyeri akut b.d Agen pencedera fisik dari prosedur operasi
3. Risiko Infeksi b.d Tindakan Invasif
4. Gangguan Pertukaran Gas b.d efek sisa anesthesia
5. Gangguan eliminasi urine bd efek tindakan medis dan diaknostik
(tindakan operasi)

19
C. Intervensi dan Rasional Keperawatan Post Bedah Mayor

a. Intervensi dan rasional post bedah mayor


N DIAGNO
KRITERIA HASIL INTERVENSI RASIONAL
O. SA
1 Risiko Setelah diberikan asuhan Pencegahan Pendarahan -Untuk mengetahui
Pendaraha (I.02067) keadaan pasien
keperawatan selama …
n b.d Observasi : pembedahan
Tindakan x24 jam, perawat dapat  Monitor tanda dan gejala terhadap risiko
pembedah perdarahan pendarahan
meminimalkan
an  Monitor nilai
(D.0012) komplikasi yang terjadi - Untuk mengurangi
hematokrit / hemoglobin komplikasi pada
dengan kriteria hasil: sebelum dan setelah pasien dengan risiko
 Klien tidak mengalami kehilangan darah pendarahan
 Monitor tanda-tanda
kehilangan darah
vital ortostatik -Agar pasien
 Kulit dan membrane pembedahan atau
 Monitor koagulasi
keluarga pasien bisa
mukosa pasien tidak mengerti bagaiman
Terapeutik :
pucat  Pertahankan bed rest pendarahan itu bisa
terjadi dan
 Nilai Hemoglobulin selama perdarahan
bagaimana cara
 Batasi tindakan invasif, mengatasinya, serta
berada dalam batas
jika perlu mencegah
normal  Gunakan kasur pencegah pendarahan itu
 Nilai Hematokrit dekubitus terjadi

berada dalam keadaan  Hindari pengukuran suhu


rektal
normal
Edukasi :
 Jelaskan tanda dan gejala
perdarahan
 Anjurkan menggunakan
kaos kaki saat ambulasi
 Anjurkan meningkatkan
asupan cairan untuk
menghindari konstipasi
 Anjurkan menghindari
aspirin atau antikoagulan
 Anjurkan meningkatkan
asupan makanan dan

20
vitamin K
 Anjurkan segala melapor
jika terjadi perdarahan

Kolaborasi :
 Kolaborasi pemberian
obat pengontrol
perdarahan, jika perlu
 Kolaborasi pemberian
produk darah, jika perlu
 Kolaborasi pemberian
pelunak tinja, jika perlu

2 Nyeri akut Setelah diberikan Pemberian Analgesik - mengindikasikan


b.d Agen kebutuhan untuk
asuhan ( I.08243)
pencedera intervensi dan
fisik dari keperawatan ....x 24 Observasi
juga tanda-tanda
prosedur
jam diharapkan nyeri  Identifikasi karakteristik perkembangan/
operasi
(D.0077) pasien dapat berkurang/ nyeri resolusi
komplikasi.
hilang dengan kriteria  Identifikasi riwayat
Catatan : sakit
hasil : alergi obat yang kronis
 Pasien  Identifikasi kesesuaian tidak
menimbulkan
menunjukkan jenis analgesik dengan
perubahan
ekspresi wajah tingkat keparahan nyeri autonomik.
rileks  Monitor tanda-tanda - dapat
 Pasien dapat tidur mengurangi
vital sebelum dan
ansietas dan rasa
atau beristirahat sesudah pemberian takut, sehingga
secara adekuat analgesik mengurangi
 Pasien menyatakan persepsi akan
 Monitor efektifitas
intensitas rasa
nyerinya berkurang analgesik sakit.
dari skala 5-0 - memfokuskan
Terapeutik kembali
 Pasien tidak
 Diskusikan jenis perhatian;
mengeluh
analgesik yang disukai mungkin dapat
kesakitan meningkatkan
untuk mencapai kemampuan

21
analgesik optimal, jika untuk
perlu menanggulangi.
- Meningkatkan
 Pertimbangkan
relaksasi/
penggunaan infus menurunkan
kontinu, atau bolus ketegangan otot.

opioid untuk
- Meningkatkan
mempertahankan kadar relaksasi dan
dalam serum perasaan sehat.
Dapat
 Tetapkan target
menurunkan
efektifitas analgesik kebutuhan
untuk mengoptimalkan narkotik
respons pasien analgesic dimana
telah terjadi
 Dokumentasikan respons proses
terhadap efek analgesik degenerative
dan efek yang tidak neuro/ motor.
Mungkin tidak
diinginkan berhasil jika
muncul
dimensia,
Edukasi meskipun minor.
 Jelaskan efek terapi
- memberikan
dan efek samping
penurunan nyeri/
obat tidak nyaman;
mengurangi
Kolaborasi demam. Obat
 Kolaborasi pemberian yang dikontrol
pasien atau
dosis dan jenis analgesik,
berdasarkan
sesuai indikasi waktu 24 jam
mempertahankan
Manajemen Nyeri kadar analgesia
( I.08238) d\arah tetap
Observasi stabil, mencegah
kekurangan
 Identifikasi lokasi, ataupun

22
karakteristik, durasi, kelebihan obat-
frekuensi, kualitas, obatan.

intensitas nyeri
 Identifikasi skala nyeri
 Identifikasi respons nyeri
non verbal
 Identifikasi faktor yang
memperberat dan
memperingan nyeri
 Identifikasi pengetahuan
dan keyakinan tentang
nyeri
 Identifikasi pengaruh
budaya terhadap respon
nyeri
 Identifikasi pengaruh
nyeri pada kualitas hidup
 Monitor keberhasilan
terapi komplementer
yang sudah diberikan
 Monitor efek samping
penggunaan analgetik

Terapeutik
 Berikan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
 Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
 Fasilitasi istirahat dan

23
tidur
 Pertimbangkan jenis dan
sumber nyeri dalam
pemilihan strategi
meredakan nyeri

Edukasi
 Jelaskan penyebab,
periode, dan pemicu
nyeri
 Jelaskan strategi
meredakan nyeri
 Anjurkan memonitor
nyeri secara mandiri
 Anjurkan
menggunakan
analgetik secara tepat
 Ajarkan teknik
nonfarmakologis
untuk mengurangi
rasa nyeri

Kolaborasi
 Kolaborasikan
pemberian analgetik, jika
perlu

3 Risiko Setelah dilakukan asuhan Pencegahan Infeksi - Untuk


Infeksi b.d ( l.14539 ) mencegah
keperawatan selama … x
Tindakan terjadinya
Invasif 24 jam, diharapkan akan Observasi :
infeksi
(D.0142)  Monitor tanda dan gejala
menangani atau - Untuk
infeksi lokal dan

24
meminimalkan komplikasi sistemik mencegah
dan mencegah terjadinya tanda-tanda
Terapeutik : terjadinya
penyebaran infeksi dengan  Batasi jumlah
infeksi
kriteria hasil : pengunjung
- Untuk
 Berikan perawatan kulit
 Mengenali tanda dan mencegah
pada area edema
penyebaran dari
gejala yang  Cuci tangan sebelum dan
pengunjung
mengindikasikan risiko sedudah kontak dengan
- Untuk
pasien dan lingkungan
dalam penyebaran mencegah
pasien
tanda-tanda
infeksi  Pertahankan teknik
terjadinya
 Mengetahui cara aseptik pada pasien infeksi
beresiko tinggi
mengurangi penularan - Untuk
infeksi Edukasi : mencegah
 Jelaskan tanda dan gejala terjadinya
 Mengetahui aktivitas infeksi jangka
infeksi
yang dapat  Ajarkan cara mencuci panjang
meningkatkan infeksi tangan dengan benar - Untuk
 Ajarkan etika batuk mencegah
 Ajarkan cara memeriksa terjadinya
kondisi luka atau luka infeksi yang
operasi lebih parah
 Anjurkan meningkatkan - Untuk
asupan nutrisi mencegah
 Anjurkan meningkatkan terjadinya
asupan cairan infeksi yang
lebih parah
Kolaborasi :
 Kolaborasi pemberian
imunisasi jika perlu

4 Gangguan Setelah dilakukan tindakan Pemantauan respirasi (I.01014) -Berguna dalam


Pertukaran selama …x24 jam tidak evaluasi derajat
Gas b.d terjadi gangguan bersihan Observasi : distress pernafasan
efek sisa jalan nafas dengan kriteria  Monitor frekuensi, dan kronisnya
anesthesia hasil: irama, kedalaman dan proses penyakit.
(D.0003)  Mendemonstrasikan upaya napas
peningkatan ventilasi - Meningkatkan
 Monitor pola napas
dan oksigenasi yang ekspansi dada
 Monitor kemampuan

25
adekuat batuk efektif maksimal, membuat
 Memelihara  Monitor ada nya mudah bernafas
kebersihan paru paru produksi sputum
meningkatkan
dan bebas dari tanda kenyamanan.
 Monitor adanya
tanda distress
pernafasan sumbatan jalan napas - Dapat
 Mendemonstrasikan  Palpasi kesimetrisan memperbaiki/mence
batuk efektif dan ekspansi paru gah buruknya
suara nafas yang hipoksia.
 Auskultasi bunyi napas
bersih, tidak ada  Monitor saturasi oksigen
sianosis dan dyspneu
(mampu  Monitor nilai AGD
mengeluarkan  Monitor hasil x-ray
sputum, mampu toraks
bernafas dengan
mudah, tidak ada Terapeutik :
pursed lips)  Atur interval,
 Tanda tanda vital pemantauan aspirasi
dalam rentang sesuai kondisi pasien
normal    Dokumentasi hasil
pemantauan

Edukasi :
 Jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan
 Informasikan hasil
pemantauan, jika perlu

Terapi oksigen (I.01026)

Observasi :
 Monitor kecepatan aliran
oksigen
 Monitor posisi alat terapi
oksigen
 Monitor efektifitas terapi
oksigen
 Monitor kemampuan
melepaskan oksigen saat
makan
 Monitor tanda-tanda
hipoventilasi
 Monitor tanda dan gejala

26
toksikasi oksigen dan
atelektasis
 Monitor tingkat
kecemasan akibat terapi
oksigen
 Monitor integritas
mukosa hidung akibat
pemasangan oksigen

Terapeutik :
 Bersihkan sekret pada
mulut, hidunh dan trakea
, jika perlu
 Pertahankan kepatenan
jalan napas
 Siapkan dan atur
peralatan pemberian
oksigen
 Berikan oksigen
tambahan,jika perlu
 Terapi berikan oksigen
saat pasien ditransportasi
 Gunakan perangkat
oksigen yang sesuai
dengan tingkat mobilitas
pasien

Edukasi :
 Ajarkan pasien dan
keluarga cara
menggunakan oksigen
dirumah

Kolaborasi :
 Kolaborasi penentuan
dosis oksigen
 Kolaborasi penggunaan
oksigen saat aktifitas dan
atau tidur.

27
5. Gangguan Dukungan Perawatan Diri - Untuk
eliminasi :BAB/BAK (I. 11349) mengidentifikas
urine bd Observasi : i kebiasaan
efek  Identifikasi kebiasaan bab/bak yang
tindakan BAK / BAB sesuai usia sesuai
medis dan - Menjaga
diaknostik kenyamanan
(tindakan Terapeutik : klien
operasi)  Buka pakaian yang berhubungan
(D. 0040) diperlukan untuk dengan bersihan
diri
memudahkan eliminasi
- Agar klien bisa
 Dukung penggunaan disiplin terhdap
toilet / kebutuhan
commode/pispot/urinal eliminasi yang
secara konsisten baik
 Jaga privasi selama - Untuk
eliminasi mengetahui
factor penyebab
 Ganti pakaian pasien dari inkontenisia
setelah eliminasi, jika urine
perlu - Mencegah
 Sediakan alat bantu terjadinya gejala
infeksi pda
Edukasi : saluran kemih
 Anjurkan BAK/BAB
secara rutin
 Anjurkan ke kamar
mandi / toilet, jika perlu .

Manajemen elimimasi urine


( l.04152 )

Observasi :
 Indentifikasi tanda dan
gejala retensi atau
inkontinensia urine
 Indentifikasi faktor yang
menyebabkan retensi

28
atau inkontinensia urine
 Monitor eliminasi urine

Terapeutik :
 Catat waktu - waktu dan
pengeluaran berkemih
 Batasi asupan cairan ,
jika perlu
 Ambil sampel urine
tengah ( midstream )
atau kultur

Edukasi :
 Ajarkan tanda dan gejala
infeksi saluran kemih
 Ajarkan mengukur
asupan cairan dan
pengeluaran urine
 Ajarkan mengambil
spesimen urine
midstream
 Ajarkan mengenali tanda
berkemih dan waktu
yang tepat untuk
berkemih
 Anjarkan terapi
modalitas penguatan otot
- otot panggul /
berkemihan
 Anjurkan minum yang
cukup , jika tidak ada
kontraindikasi
 Anjurkan mengurangi
minum menjelang tidur

Kolaborasi :
 Kolaborasi pemberian
Obat supositoria uretra ,
jika perlu

29
BAB IV
PENUTUP

KESIMPULAN

 Pengertian Post Bedah Mayor

30
Operasi mayor adalah operasi yang bersifat selektif, urgen dan emergensi. Tujuan
dari operasi ini adalah untuk menyelamatkan nyawa, mengangkat atau memperbaiki
bagian tubuh, memperbaiki fungsi tubuh dan meningkatkan kesehatan, contohnya
kolesistektomi, nefrektomi, kolostomi, histerektomi, mastektomi, amputasi dan
operasi akibat trauma (Brunner & Sudarth 2001).
Post Operasi adalah masa setelah dilakukan pembedahan yang dimulai saat
pasien dipindahkan ke ruang pemulihan dan berakhir sampai evaluasi selanjutnya
(Uliyah & Hidayat, 2008).

 Efek yang dapat dialami oleh pasien dengan Post Bedah Mayor
Menurut yeagar ( 1987 ) dan Benedetti ( 1984 ) yang di kutip dari suddart selain
ketidaknyamanan nyeri dari efek post bedah mayor yang tidak dikelola dengan baik
akan menimbulkan efek yang membahayakan yaitu Mempengaruhi sistem pulmonal ,
Kardiovaskuler , Gastrointenstinal , Endogrin , Imonologik . Efek tersebut dapat
berupa peningkatan laju metabolisme dan curah jantung , kerusakan respon insulin ,
peningkatan prodiksi kortisol dan retensi cairan .

 Hal-hal yang harus diperhatikan perawat dengan pasien yang menjalani post
bedah mayor :
Menurut Majid, (2011) peran perawat dalam merawat pasien post Bedah Mayor
adalah:
1. Monitor tanda-tanda vital dan keadaan umum pasien, drainage, tube/selang, dan
komplikasi.
2. Manajemen luka
Amati kondisi luka operasi dan jahitannya, pastikan luka tidak mengalami
perdarahan abnormal.
3. Mobilisasi dini
Mobilisasi dini yang dapat dilakukan meliputi ROM (range of motion), nafas
dalam dan juga batuk efektif yang penting untuk mengaktifkan kembali fungsi
neuromuskuler dan mengeluarkan sekret dan lendir.

31
4. Rehabilitasi
Rehabilitasi diperlukan oleh pasien untuk memulihkan kondisi pasien kembali.
Rehabilitasi dapat berupa berbagai macam latihan spesifik yang diperlukan untuk
memaksimalkan kondisi pasien seperti sedia kala.
5. Discharge planning
Merencanakan kepulangan pasien dan memberikan informasi kepada klien dan
keluarganya tentang hal-hal yang perlu dihindari dan dilakukan sehubungan
dengan kondisi/penyakitnya pasca-operasi .

SARAN

Dalam pembuatan makalah ini terdapat beberapa referensi lama.


Sehingga diharapkan untuk mahasiswa yang akan membuat makalah
mengenai post bedah mayor mencari referensi yang terbaru sehingga teori
yang digunakan bisa dijadikan acuan untuk manajemen kritis dan
kegawatdaruratan post bedah mayor

32

Anda mungkin juga menyukai