Anda di halaman 1dari 107

LAPORAN PEREKONOMIAN

DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

Ekonomi DIY Terdampak COVID-19

AGUSTUS 2020
VISI, MISI DAN NILAI STRATEGIS

VISI BANK INDONESIA


Menjadi bank sentral yang berkontribusi secara nyata terhadap perekonomian Indonesia dan terbaik
diantara negara emerging markets.

MISI BANK INDONESIA


1. Mencapai dan memelihara stabilitas nilai Rupiah melalui efektivitas kebijakan moneter dan bauran
kebijakan Bank Indonesia.
2. Turut menjaga stabilitas sistem keuangan melalui efektivitas kebijakan makroprudensial Bank
Indonesia dan sinergi dengan kebijakan mikroprudensial Otoritas Jasa Keuangan.
3. Turut mengembangkan ekonomi dan keuangan digital melalui penguatan kebijakan sistem pembayaran
Bank Indonesia dan sinergi dengan kebijakan Pemerintah serta mitra strategis lain.
4. Turut mendukung stabilitas makroekonomi dan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan melalui
sinergi bauran kebijakan Bank Indonesia dengan kebijakan fiskal dan reformasi struktural pemerintah
serta kebijakan mitra strategis lain.
5. Memperkuat efektivitas kebijakan Bank Indonesia dan pembiayaan ekonomi, termasuk infrastruktur,
melalui akselerasi pendalaman pasar keuangan.
6. Turut mengembangkan ekonomi dan keuangan syariah di tingkat nasional hingga di tingkat daerah.
7. Memperkuat peran internasional, organisasi, sumber daya manusia, tata kelola dan sistem informasi
Bank Indonesia.

NILAI STRATEGIS BANK INDONESIA


Nilai-nilai strategis Bank Indonesia adalah: (i) kejujuran dan integritas (trust and integrity); (ii)
profesionalisme (professionalism); (iii) keunggulan (excellence); (iv) mengutamakan kepentingan umum
(public interest); dan (v) koordinasi dan kerja sama tim (coordination and teamwork) yang berlandaskan
keluhuran nilai-nilai agama (religi).
...Memberikan saran kepada pemerintah daerah mengenai kebijakan ekonomi
daerah, yang didukung dengan penyediaan informasi berdasarkan hasil kajian
yang akurat...
(Salah satu dari lima tugas pokok Kantor Perwakilan Bank Indonesia)
LAPORAN PEREKONOMIAN
iv DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA - 2020
kata pengantar

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Illahi Robbi karena atas rahmat dan karunia-
Nya, Buku “Laporan Perkembangan Perekonomian (LPP) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY)” Edisi
Agustus 2020 dapat hadir di tangan pembaca. Buku LPP ini merupakan nama baru dari Buku
Kajian Ekonomi Keuangan Regional (KEKR) yang selama ini setia mengantarkan pembaca untuk
memahami kondisi perekonomian DIY terkini. Buku ini merupakan terbitan berkala triwulanan
yang melingkupi hasil analisis, evaluasi, dan outlook mengenai perekonomian DIY.

Perekonomian DIY terkontraksi dengan pencapaian di bawah pertumbuhan ekonomi


nasional. Realisasi pertumbuhan PDRB DIY pada Triwulan II 2020 mencatatkan kinerja yang
menurun -6,74% (yoy). Angka tersebut turun lebih dalam jika dibandingkan dengan pertumbuhan
triwulan sebelumnya, yakni -0,17% (yoy). Selain itu, kinerja perekonomian DIY juga lebih rendah
jika dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi nasional yang turun -5,32% (yoy). Kontraksi
perekonomian DIY yang cukup dalam tersebut utamanya bersumber dari merosotnya kinerja
industri pariwisata dan beberapa sektor pendukungnya. Dari sisi pengeluaran, konsumsi rumah
tangga, yang merupakan pangsa terbesar komponen PDRB DIY, juga mengalami penurunan
seiring dengan menurunnya penghasilan masyarakat akibat dampak merebaknya COVID-19.

Ke depan, kami memperkirakan perekonomian DIY masih akan tumbuh melambat


jika dibandingkan dengan kinerja pada 2019. Perlambatan pertumbuhan tersebut diprediksi
didorong oleh sebagian besar komponen utama permintaan, terutama konsumsi rumah tangga
dan investasi sebagai dampak pandemi COVID-19. Lapangan usaha pendukung pariwisata,
antara lain LU Industri Pengolahan, LU Perdagangan, LU Penyediaan Akomodasi Makan Minum,
diperkirakan akan terkontraksi. Begitupun dengan LU Konstruksi yang menurun seiring dengan
belum dimulainya lagi pembangunan proyek strategis di DIY. Di sisi lain, kami memperkirakan
LU Pertanian, LU Informasi dan Komunikasi, dan LU Jasa Kesehatan masih akan bertumbuh
sepanjang 2020.

Kami menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam
penyediaan data dan informasi yang diperlukan. Kami mengharapkan kerja sama yang telah
terjalin baik ini ke depan dapat terus ditingkatkan. Selain itu, kami juga mengharapkan masukan
dari berbagai pihak untuk lebih meningkatkan kualitas laporan, agar ke depan dapat memberikan
manfaat yang lebih besar. Semoga Tuhan Yang Maha Pemurah senantiasa melimpahkan ridho-
Nya dan memberikan kemudahan kepada kita semua dalam mengupayakan hasil kerja yang lebih
baik..

Yogyakarta, Agustus 2020


KEPALA PERWAKILAN BANK INDONESIA
DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

Hilman Tisnawan
Direktur

LAPORAN PEREKONOMIAN
DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA - 2020 v
LAPORAN PEREKONOMIAN
vi DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA - 2020
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .................................................................................................. v

DAFTAR ISI ............................................................................................................. vii

DAFTAR TABEL ....................................................................................................... x

DAFTAR GRAFIK ..................................................................................................... xi

RINGKASAN EKSEKUTIF ......................................................................................... xv

INDIKATOR TERPILIH TW II 2020 ............................................................................. xviii

BAB I PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL............................................ 1


1.1. Komponen Permintaan .................................................................................... 3
1.1.1. Konsumsi RT ....................................................................................... 4
1.1.2. Konsumsi Pemerintah .......................................................................... 6
1.1.3. Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) ............................................. 7
1.1.4. Ekspor-Impor ..................................................................................... 9
1.2 Komponen Penawaran (Lapangan Usaha) .......................................................... 11
1.2.1. Lapangan Usaha Industri Pengolahan .................................................... 12
1.2.2. Lapangan Usaha Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum (Hotel
dan Restoran) ...................................................................................... 14
1.2.3. Lapangan Usaha Konstruksi .................................................................. 16
1.2.4. Lapangan Usaha Pertanian, Kehutanan dan Perikanan ............................ 17
BOKS 1 EDUTOURISM SEBAGAI ENGINE OF GROWTH DIY –
BERDASARKAN KAJIAN SURVEI BIAYA HIDUP MAHASISWA 2020 ..................... 19

BAB 2 KEUANGAN DAERAH ................................................................................... 23


2.1 Anggaran dan Realisasi Pendapatan dan Belanja APBD-P se-DIY
Triwulan I 2020 ............................................................................................... 25
2.3 Anggaran dan Realisasi Pembiayaan APBD-P Se-DIY Triwulan II 2020 ................. 28
2.4 Anggaran dan Realisasi Pendapatan dan Belanja APBD-P
Kabupaten dan Kota 2019 ............................................................................... 28
2.5 Anggaran dan Realisasi APBN DIY pada Triwulan II 2020 .................................... 31
BOKS 2 REALISASI DANA KEISTIMEWAAN DIY HINGGA SEMESTER I 2020 .................. 33

LAPORAN PEREKONOMIAN
DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA - 2020 vii
BAB 3 PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH............................................................... 37
3.1 Perkembangan Inflasi Triwulan II 2020 .............................................................. 39
3.2 Program Pengendalian Inflasi Triwulan II 2020 ................................................... 42
3.3. Tracking Inflasi Triwulan III 2020 ...................................................................... 43

BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH .................................................................. 47

4.1. Stabilitas Keuangan Daerah dan Pengembangan UMKM..................................... 49


4.1.1. Ketahanan Sektor Korporasi .................................................................. 49
4.1.2. Ketahanan Sektor Rumah Tangga ............................................................ 50
4.2. Perkembangan Bank Umum di DIY .................................................................. 51
4.3. Pengembangan Akses Keuangan UMKM ........................................................... 53
4.4. Program Pengembangan Akses Keuangan ......................................................... 53

BAB 5 PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN ................................................. 55

5.1 Perkembangan Transaksi Non Tunai ................................................................. 57


5.1.1. Transaksi Yang Dioperasikan Oleh Bank Indonesia (SKNBI) ..................... 57
5.1.2. Transaksi Alat Pembayaran Menggunakan Kartu (APMK)
Dan Uang Elektronik ............................................................................ 58
5.1.2.1.Transaksi kartu kredit ................................................................ 58
5.1.2.2.Transaksi Kartu ATM/Debet ...................................................... 58
5.1.2.3.Transaksi Uang Elektronik ......................................................... 58
5.2. Perkembangan Pengelolaan Uang Rupiah .......................................................... 59
5.3 Perkembangan Transaksi Penukaran Valuta Asing (Bukan Bank) di DIY ................ 60
BOKS 3 PERKEMBANGAN EKSPANSI QRIS DI WILAYAH DIY) ....................................... 61

BAB 6 KESEJAHTERAAN ........................................................................................ 63


6.1. Kemiskinan .................................................................................................... 65
6.2. Ketimpangan Wilayah...................................................................................... 69

BAB 7 OUTLOOK KONDISI EKONOMI DAN INFLASI .................................................. 73


7.1. Perkiraan Pertumbuhan Ekonomi 2020 ............................................................. 75
7.1.2. Sisi Permintaan ...................................................................................... 75
7.1.2. Sisi Penawaran ....................................................................................... 77
7.2 Perkiraan Inflasi Tahun 2020 ............................................................................ 78

LAPORAN PEREKONOMIAN
viii DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA - 2020
DAFTAR ISI

DAFTAR ISTILAH ..................................................................................................... 81

DAFTAR SINGKATAN ............................................................................................... 84

TIM PENYUSUN ...................................................................................................... 86

LAPORAN PEREKONOMIAN
DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA - 2020 ix
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Kawasan Jawa ...................................................... 3
Tabel 1.2. Sumber Pertumbuhan dan Pertumbuhan (yoy) PDRB Sisi Permintaan ........... 4
Tabel 1.3. Perkembangan Realisasi Investasi di DIY ................................................... 9
Tabel 1.4. Pertumbuhan dan Andil PDRB Sisi Penawaran ............................................ 11
Tabel 1.5. Perkembangan Industri Pengolahan........................................................... 12
Tabel 1.6. Perkembangan Pertanian, Kehutanan dan Perikanan .................................. 18
Tabel 1. (Boks 1) Pengeluaran Biaya Hidup Mahasiswa (Rp Juta per bulan)...................... 20
Tabel 2. (Boks 1) Kontribusi Pengeluaran Mahasiswa terhadap PDRB DIY (%) .................. 21
Tabel 2.1. Realisasi Pembiayaan APBD se-DIY 2020 .................................................. 28
Tabel 2.2. Realisasi Belanja APBN se-DIY 2020 berdasarkan Sektor ............................ 31
Tabel 2.3. Realisasi Belanja APBN se-DIY 2020 berdasarkan Fungsi ............................ 32
Tabel 3.1. Tren Perkembangan Inflasi DIY Bulanan (mtm, %) ....................................... 39
Tabel 4.1. Perkembangan Kredit Korporasi ............................................................... 50
Tabel 4.2. Perkembangan Kredit Konsumsi Rumah Tangga ......................................... 51
Tabel 4.3. Perkembangan Kredit Perbankan .............................................................. 53
Tabel 4.4. Penyaluran Kredit UMKM di DIY ............................................................... 53
Tabel 6.1. Garis Kemiskinan Menurut Tipe Daerah di DIY .......................................... 67
Tabel 6.2. Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan
Kemiskinan (P2) DIY ................................................................................ 69
Tabel 6.3. Presentase Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Yang Bekerja
Menurut Status Pekerjaan Utama, Feb 2018 – Feb 2020 ............................. 70
Tabel 6.4. Persentase Penduduk Bekerja Menurut Pendidikan Tertinggi
yang Ditamatkan di DIY ........................................................................... 71
Tabel 7.1. Risiko Pendorong dan Penghambat Pertumbuhan Ekonomi DIY
Sisi Permintaan Tahun 2020 ...................................................................... 75
Tabel 7.2. Risiko Pendorong dan Penghambat Pertumbuhan Ekonomi DIY
Sisi Penawaran Tahun 2020 ...................................................................... 77
Tabel 7.3. Upside dan Downside Risk Inflasi 2020...................................................... 79

LAPORAN PEREKONOMIAN
x DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA - 2020
DAFTAR TABEL

DAFTAR GRAFIK
Grafik 1.1. Pertumbuhan Ekonomi DIY dan Nasional .................................................. 3
Grafik 1.2. Perkembangan Indeks Penghasilan Konsumen ........................................... 4
Grafik 1.3. Perkembangan Nilai Tukar Petani (NTP) ..................................................... 4
Grafik 1.4. Perkembangan Indeks Keyakinan Konsumen ............................................. 5
Grafik 1.5. Perkembangan Indeks Penjualan Eceran .................................................... 5
Grafik 1.6. Perkembangan LS Permintaan Domestik.................................................... 5
Grafik 1.7. Perkembangan Kredit Konsumsi ............................................................... 6
Grafik 1.8. Perkembangan KPR Berdasarkan Tipe Rumah............................................ 6
Grafik 1.9. Perkembangan Kendaraan Baru ................................................................ 6
Grafik 1.10. Perkembangan Konsumsi Listrik RT .......................................................... 6
Grafik 1.11. Perkembangan Belanja APBD se-DIY ........................................................ 7
Grafik 1.12. Perkembangan SBT SKDU Investasi .......................................................... 7
Grafik 1.13. Perkembangan Likert Scale Investasi ......................................................... 7
Grafik 1.14. Perkembangan Kredit Investasi ................................................................. 8
Grafik 1.15. Perkembangan Kredit Real Estate ............................................................. 8
Grafik 1.16. Perkembangan Kredit Properti .................................................................. 8
Grafik 1.17. Perkembangan Impor .............................................................................. 8
Grafik 1.18. Perkembangan Realisasi Investasi di DIY ................................................... 9
Grafik 1.19. Perkembangan Transaksi Nilai dan Volume Ekspor..................................... 9
Grafik 1.20. Perkembangan Ekspor Komoditas Utama DIY ........................................... 9
Grafik 1.21. Pasar Utama Ekspor DIY .......................................................................... 10
Grafik 1.22. Perkembangan Ekspor ke Negara Tujuan Utama ........................................ 10
Grafik 1.23. Perkembangan Jumlah Wisman yang Menginap di Hotel DIY ...................... 10
Grafik 1.24. Perkembangan Nilai dan Volume Impor Luar Negeri DIY ............................ 10
Grafik 1.25. Perkembangan Impor Berdasarkan Komponennya ..................................... 10
Grafik 1.26. Perkembangan SBT Penjualan dan Kapasitas LU Industri Pengolahan........... 13
Grafik 1.27. Perkembangan Prompt Manufacturing Index .............................................. 13
Grafik 1.28. Perkembangan Likert Scale LU Industri Pengolahan .................................... 13
Grafik 1.29. Perkembangan Konsumsi Listrik Industri ................................................... 13

LAPORAN PEREKONOMIAN
DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA - 2020 xi
Grafik 1.30. Perkembangan Impor Bahan Baku ............................................................ 13
Grafik 1.31. Perkembangan Kredit LU Industri Pengolahan ............................................ 13
Grafik 1.32. Perkembangan Perkiraan SBT Penjualan Industri Pengolahan
dan Prompt Manufacturing Index .............................................................. 13
Grafik 1.33. Perkembangan SBT Perdagangan, Hotel dan Restoran ................................ 14
Grafik 1.34. Perkembangan LS LU Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum ................ 14
Grafik 1.35. Perkembangan Jumlah Wisatawan ............................................................ 15
Grafik 1.36. Perkembangan Tingkat Okupansi Hotel Berbintang .................................... 15
Grafik 1.37. Perkembangan Lama Tinggal Wisatawan ................................................... 15
Grafik 1.38. Perkembangan Perkiraan SBT Perdagangan, Hotel dan Restoran ................. 16
Grafik 1.39. Perkembangan SBT SKDU Kontruksi ......................................................... 17
Grafik 1.40. Perkembangan PDRB LU Konstruksi dan PDRB LU
Pertambangan dan Penggalian .................................................................. 17
Grafik 1.41. Perkembangan Perkiraan SBT SKDU Konstruksi......................................... 17
Grafik 1.42. Perkembangan LS Kapasitas Produksi LU Pertanian,
Peternakan dan Perikanan ........................................................................ 18
Grafik 2.1. Perkembangan Realisasi Pendapatan Daerah ............................................. 25
Grafik 2.2. Perkembangan Pendapatan Asli Daerah .................................................... 25
Grafik 2.3. Perkembangan Tax Ratio se-DIY ........................................................... 26
Grafik 2.4. Perkembangan Realisasi Belanja se-DIY .................................................... 27
Grafik 2.5. Proporsi Realisasi Komponen Belanja se-DIY ............................................. 27
Grafik 2.6. Perkembangan Realisasi Komponen Belanja Langsung ................................ 27
Grafik 2.7. Perkembangan Realisasi Komponen Belanja Tidak Langsung ....................... 27
Grafik 2.8. Pertumbuhan Realisasi Pendapatan Kab/Kota di DIY .................................. 29
Grafik 2.9. Pertumbuhan Realisasi PAD Kab/Kota di DIY ............................................. 29
Grafik 2.10. Pertumbuhan Realisasi Pajak Daerah Kab/Kota di DIY ................................ 29
Grafik 2.11. Derajat Otonomi Fiskal Kab. dan Kota se-DIY ........................................... 30
Grafik 2.12. Proporsi Realisasi PAD Kab. dan Kota se-DIY ............................................ 30
Grafik 2.13. Pertumbuhan Realisasi Belanja Kab/Kota di DIY ........................................ 30
Grafik 2.14. Pertumbuhan Realisasi Belanja Barang dan Jasa Kab/Kota di DIY .............. 30
Grafik 2.15. Pertumbuhan Realisasi Belanja Tidak Langsung Kab/Kota di DIY ................ 31
Grafik 2.16. Pertumbuhan Realisasi Belanja Langsung Kab/Kota di DIY .......................... 31
Grafik 2.17. Pertumbuhan Realisasi Belanja Barang dan Jasa Kab/Kota di DIY ............... 31

LAPORAN PEREKONOMIAN
xii DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA - 2020
DAFTAR GRAFIK

Grafik 2.18. Pertumbuhan Realisasi Belanja Modal Kab/Kota di DIY .............................. 31


Grafik 1 (Boks 2) Perkembangan Anggaran Danais (2017-2020) ...................................... 33
Grafik 2 (Boks 2) Proporsi Danais 2020 Berdasarkan Urusan .......................................... 33
Grafik 3 (Boks 2) Perbandingan Kinerja Fisik Semester I Danais (2019 dan 2020) ............. 34
Grafik 4 (Boks 2) Perbandingan Kinerja Keuangan Semester I Danais (2019 dan 2020)...... 34
Grafik 5 (Boks 2) Perbandingan Deviasi Kinerja Danais (2019 dan 2020) .......................... 34
Grafik 6 (Boks 2) Proporsi Danais Kabupaten dan Kota .................................................. 34
Grafik 7 (Boks 2) Kinerja Fisik Spasial Semester I 2020 .................................................. 34
Grafik 8 (Boks 2) Kinerja Keuangan Spasial Semester I 2020 .......................................... 34
Grafik 3.1. Perbandingan Inflasi Antar Daerah Tw II 2020 ............................................ 39
Grafik 3.2. Indeks Penjualan Riil ................................................................................ 40
Grafik 3.3. Perkembangan Harga Emas Dunia ............................................................ 41
Grafik 3.4. Tren Inflasi Transportasi (mtm) ................................................................. 41
Grafik 3.5. Perkembangan Harga Minyak Dunia .......................................................... 41
Grafik 3.6. Tren Inflasi Pendidikan (mtm) .................................................................... 42
Grafik 3.7. Penumpang Penerbangan DIY................................................................... 42
Grafik 3.8. Perkembangan Harga Beras Medium ......................................................... 44
Grafik 3.9. Perkembangan Harga Beras Premium ........................................................ 44
Grafik 3.10. Perkembangan Harga Daging Ayam Ras ..................................................... 44
Grafik 3.11. Perkembangan Harga Telur Ayam Ras ....................................................... 44
Grafik 3.12. Perkembangan Harga Bawang Merah ........................................................ 44
Grafik 3.13. Perkembangan Harga Bawang Putih .......................................................... 44
Grafik 3.14. Perkembangan Harga Cabai Merah ........................................................... 45
Grafik 3.15. Perkembangan Harga Cabai Rawit............................................................. 45
Grafik 4.1. Perkembangan Likuiditas Korporasi DIY .................................................... 49
Grafik 4.2. Perkembangan Rentabilitas Korporasi DIY ................................................. 49
Grafik 4.3. Perkembangan LDR ................................................................................. 51
Grafik 4.4. Perkembangan Kredit dan DPK (yoy) Perbankan ........................................ 51
Grafik 4.5. Perkembangan DPK Perbankan ................................................................ 52
Grafik 4.6. Perkembangan Suku Bunga Perbankan ...................................................... 52
Grafik 5.1. Perkembangan Transaksi SKNBI ............................................................... 57
Grafik 5.2. Perkembangan Transaksi RTGS ................................................................ 57

LAPORAN PEREKONOMIAN
DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA - 2020 xiii
Grafik 5.3. Perkembangan Transaksi Kartu Kredit ...................................................... 58
Grafik 5.4. Perkembangan Transaksi Kartu ATM/Debet .............................................. 58
Grafik 5.5. Perkembangan Nominal Transaksi Uang Elektronik .................................... 59
Grafik 5.6. Penggunaan Transaksi Uang Elektronik...................................................... 59
Grafik 5.7. Perkembangan Inflow dan Outflow Uang Kartal di DIY ................................ 59
Grafik 5.8. Perkembangan Pemusnahan Uang di DIY................................................... 59
Grafik 5.9. Perkembangan Transaksi Valuta Asing di DIY ............................................. 60
Grafik 5.10. Pangsa Valuta Asing yang Ditukarkan di DIY Tw II 2020.............................. 60
Grafik 1. (Boks 3) Jumlah QRIS per Wilayah ................................................................. 61
Grafik 2. (Boks 3) Jumlah QRIS DIY ............................................................................. 61
Grafik 6.1. Perkembangan Penduduk Miskin .............................................................. 65
Grafik 6.3. Pangsa Jumlah Penduduk Miskin DIY Per Maret 2020................................. 66
Grafik 6.2. Persentase Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Yang Bekerja
Menurut Lapangan Pekerjaan Utama di DIY ............................................... 66
Grafik 6.4. Perkembangan Persentasi Jumlah Penduduk Miskin ................................... 66
Grafik 6.5. Perkembangan Jumlah Penduduk Miskin ................................................... 66
Grafik 6.6. Perkembangan GK dan Inflasi ................................................................... 67
Grafik 6.7. Perkembangan Garis Kemiskinan .............................................................. 67
Grafik 6.8. Perkembangan Komoditas Penyumbang Terbesar terhadap GKM Perkotaan 68
Grafik 6.9. Perkembangan Komoditas Penyumbang Terbesar terhadap GKM Perdesaan 68
Grafik 6.10. Perkembangan Indeks Harga Properti Residensial DIY ................................ 68
Grafik 6.11. Perkembangan Pertumbuhan Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) DIY ......... 69
Grafik 6.12. Perkembangan Pertumbuhan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) DIY .......... 69
Grafik 6.13. Perkembangan Gini Ratio ......................................................................... 70
Grafik 6.14. Provinsi dengan Gini Ratio Di Bawah Rerata Nasional .................................. 70
Grafik 6.15. Distribusi Pengeluaran Penduduk di DIY .................................................... 71

LAPORAN PEREKONOMIAN
xiv DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA - 2020
RINGKASAN EKSEKUTIF
Pada triwulan II 2020, perekonomian DIY mengalami tekanan yang semakin kuat. Setelah
kinerja ekonomi DIY turun -0,17% (yoy) di Triwulan I-2020, kinerja perekonomian DIY pada
triwulan II-2020 kembali terkontraksi -6,74% (yoy). Kondisi ini lebih rendah dari perekonomian
Nasional, di mana pada saat yang sama turun -5,32% (yoy). Penurunan kinerja perekonomian DIY
diakibatkan oleh dampak COVID-19.

Berdasarkan Lapangan Usaha (LU), penurunan kinerja ekonomi terjadi pada hampir
sebagian besar sektor utama di DIY. Sektor yang paling terdampak di DIY adalah LU akomodasi dan
makan minum yang berkaitan langsung dengan pariwisata DIY. Pembatasan aktivitas masyarakat
akibat pandemi COVID-19 dan penerapan PSBB di sejumlah wilayah di luar DIY menyebabkan
aktivitas pariwisata DIY menurun drastis. Hal ini tercermin dari jumlah penumpang angkutan
udara sepanjang Triwulan II 2020 turun hingga -92,6% (yoy). Sementara itu tingkat penghunian
kamar hotel di DIY pada periode yang sama hanya berkisar 15,5%. Penurunan aktivitas pariwisata
menjadi krusial, karena sektor ini memberikan multipler effect ke sektor lainnya hingga 56,4%
terhadap PDRB DIY. Sektor penunjang pariwisata yang terdampak antara lain industri pengolahan
yang didominasi UMKM produk kerajinan/pendukung pariwisata, serta sektor perdagangan dan
beberapa sektor lain.

Di tengah penurunan kinerja ekonomi pada triwulan II 2020, masih terdapat beberapa
sektor yang mampu tumbuh. LU Pertanian mampu tumbuh 10,1% (yoy), sebagai akibat dari
pergeseran panen raya padi dari triwulan I menjadi triwulan II. Sementara itu LU Informasi dan
Komunikasi tumbuh 20,7% (yoy), seiring melonjaknya kebutuhan telepon dan internet untuk
menunjang pembelajaran jarak jauh maupun kerja di rumah. Selain itu LU Jasa Kesehatan turut
tumbuh 17,9% (yoy) akibat kebutuhan masyarakat terhadap produk kesehatan.

Dari kelompok pengeluaran, kinerja seluruh komponen mencatatkan kontraksi. Kondisi


ketidakpastian ekonomi dan pembatasan aktivitas publik, menyebabkan penjualan dari sektor
usaha menjadi menurun. Kinerja ekspor yang sempat mencatatkan pertumbuhan positif pada
triwulan sebelumnya, saat ini mengalami kontraksi yang cukup dalam akibat menurunnya
permintaan global. Penurunan kinerja korporasi tersebut memaksa sektor usaha untuk melakukan
efisiensi baik dari sisi pengurangan beban usaha hingga tenaga kerja.

Konsumsi rumah tangga sebagai penopang utama ekonomi DIY turut mengalami penurunan.
Sebagian pekerja terkena pemotongan pendapatan sebagai dampak COVID-19. Pada kelas
pekerja ini, pemerintah telah memberikan bantuan melalui program bantuan sembako, Program
Keluarga Harapan (PKH), Bantuan Langsung Tunai (BLT) hingga kartu pra-kerja. Sementara
itu masyarakat berpenghasilan menengah keatas cenderung bersikap risk averse, sehingga
cenderung menahan konsumsi dan mengalihkan dana tersebut kedalam simpanan. Hal ini terlihat
dari Dana Pihak Ketiga di perbankan DIY yang justru tumbuh 6,43% (yoy). Penurunan konsumsi
ini menyebabkan Inflasi DIY triwulan II 2020 relatif rendah yakni 1,97% (yoy). Capaian inflasi ini
lebih rendah dibanding realisasi inflasi DIY triwulan I 2020 yang tercatat 2,96% (yoy). Selain itu,
pencapaian inflasi DIY juga lebih rendah dibanding realisasi inflasi Jawa (2,38%; yoy).

Penurunan pertumbuhan ekonomi yang sudah terjadi sejak triwulan I 2020 menyebabkan
meningkatnya angka kemiskinan DIY. Berdasarkan data terkini (Maret 2020), persentase penduduk
miskin di DIY (12,3%) tercatat lebih tinggi jika dibandingkan dengan periode yang sama pada
tahun sebelumnya (11,7%). Selain itu ketimpangan wilayah juga meningkat, yang tercermin dari
gini ratio Maret 2020 (0,434) yang sedikit lebih tinggi jika dibandingkan dengan periode yang sama
pada tahun sebelumnya (0,424).

Untuk mengatasi pandemi dan pemulihan ekonomi nasional, pemerintah meningkatkan


pengeluarannya dengan konsekuensi defisit APBN meningkat menjadi 6,34%. Defisit tersebut

LAPORAN PEREKONOMIAN
DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA - 2020 xv
dibiayai melalui penerbitan SBN yang diantaranya dibeli langsung oleh Bank Indonesia. Hingga
semester pertama 2020, realisasi belanja negara di DIY sudah mencapai 53,6%. Sedangkan
serapan belanja pemerintah provinsi, kota, dan kabupaten se DIY mencapai 33,8%. Kedepan
penyerapan dana PEN akan lebih dioptimalkan untuk mempercepat pemulihan ekonomi.

Di tengah penurunan kinerja ekonomi, stabilitas keuangan daerah masih memiliki


ketahanan yang baik. Meski gejolak ekonomi global dan pembatasan aktivitas untuk memutus
penyebaran COVID-19 berdampak pada penurunan kinerja korporasi, stabilitas keuangan daerah
masih tercermin dari ketahanan korporasi yang masih cukup kuat. Hal ini dibuktikan dengan Survei
Kegiatan Dunia Usaha pada triwulan II 2020 menunjukkan 54,76% dari korporasi sampel survei
memiliki tingkat likuiditas yang cukup baik. Dari sisi lembaga intermediasi, perbankan di DIY
memiliki likuiditas yang cukup, sehingga mampu untuk merestrukturisasi kredit dari debitur yang
terdampak COVID-19. Hal ini menyebabkan rasio NPL gross mampu terjaga pada level 2,67%.
Namun, intermediasi perbankan di DIY pada Triwulan II 2020 cenderung menurun, tercermin
dari penyaluran kredit yang hanya tumbuh 1,39% (yoy). Bauran kebijakan Bank Indonesia yang
cenderung akomodatif melalui penurunan suku bunga acuan (BI7DRRR) dan relaksasi ketentuan
moneter serta makroprudensial diharapkan perbankan memiliki likuiditas yang cukup, sehingga
mampu meningkatkan intermediasinya.

Kelancaran Sistem Pembayaran tunai maupun nontunai juga tetap terjaga baik. Dari sisi
pembayaran tunai, pada Triwulan II 2020 peredaran uang yang tercatat di Bank Indonesia DIY
mengalami net outflow. Sementara itu, perkembangan transaksi pembayaran nontunai seperti
Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI), Real Time Gross Settlement (RTGS), maupun alat
pembayaran mengalami penurunan jika dibandingkan dengan Triwulan II 2019. Namun di sisi lain,
transaksi menggunakan uang elektronik dan digital mengalami peningkatan jika dibandingkan
dengan Triwulan II 2019. Dampak pandemi COVID-19 terhadap ekonomi DIY telah mendorong
penurunan pada transaksi bisnis secara konvensional, namun disisi lain terjadi akselerasi
pada transaksi secara online. Hal ini sejalan dengan upaya Bank Indonesia dalam mendorong
masyarakat untuk bertransaksi secara elektronifikasi dan digital.

Berdasarkan hasil asesmen Bank Indonesia, penurunan ekonomi terdalam diperkirakan


sudah terlewati, sehingga pada triwulan III 2020 diperkirakan mulai recovery walaupun masih
terbatas. Beberapa leading indicator seperti Indeks Keyakinan Konsumen hingga Juli 2020 mulai
bergerak mendekati batas optimis pada level 99,3. Sementara itu aktivitas pariwisata juga mulai
bergerak, sehingga tingkat penghunian kamar hotel di DIY pada Juli 2020 meningkat menjadi
27,8%. Mulai bergeraknya industri pariwisata memicu reaktivasi sektor penunjangnya, yang
terkonfirmasi dari konsumsi listrik Juli 2020 yang mulai meningkat 0,68% (yoy) setelah sebelumnya
mengalami kontraksi.

Secara umum perekonomian DIY pada 2020 akan mengalami kontraksi, namun diperkirakan
tidak terlalu dalam. Kontraksi ekonomi yang cukup signifikan terjadi terutama di LU akomodasi
dan makan minum sebagai imbas dari pandemi COVID-19. PSBB di sejumlah wilayah di luar DIY,
larangan mudik, serta pembatasan aktivitas menjadi faktor pendorong utama penurunan kinerja
pariwisata DIY, yang tercermin dari penurunan okupansi hotel wisatawan asing/domestik. Di sisi
lain, lapangan usaha yang diperkirakan masih tumbuh adalah LU pertanian, LU informasi dan
komunikasi, serta LU Jasa Kesehatan. Sementara itu, inflasi DIY pada tahun 2020 diperkirakan
lebih rendah dari 2019, sehingga masih berada pada kisaran target yang ditetapkan yakni 3,0±1%
(yoy).

LAPORAN PEREKONOMIAN
xvi DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA - 2020
PERKEMBANGAN BAB 1
EKONOMI MAKRO REGIONAL

LAPORAN PEREKONOMIAN xvii


DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA - 2020
INDIKATOR TERPILIH TW II 2020
2019 2020
Indikator
I II III IV I II
Ekonomi Makro Regional
Produk Domestik Regional Bruto (%,yoy) 7,51 6,77 6,01 6,16 (0,17) (6,74)
Berdasarkan Sektor
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 4,89 -1,18 -0,13 -0,73 -8,92 10,06
Pertambangan dan Penggalian 12,44 2,63 2,10 -3,25 -6,91 -11,73
Industri Pengolahan 5,74 5,16 6,05 5,97 -1,47 -7,50
Pengadaan Listrik, Gas 7,35 4,85 2,83 6,66 7,26 -4,74
Pengadaan Air 6,11 8,70 7,75 12,81 -2,68 3,16
Konstruksi 20,31 18,91 8,46 11,83 -9,75 -22,18
Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan 5,28 5,27 6,05 4,06 -0,05 -9,43
Sepeda Motor
Transportasi dan Pergudangan 4,29 2,08 4,08 3,78 -3,23 -34,30
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 6,51 7,74 8,93 12,16 -1,28 -39,34
Informasi dan Komunikasi 7,19 7,33 8,77 6,53 11,24 20,74
Jasa Keuangan 15,93 7,83 6,19 4,61 -2,03 0,25
Real Estate 5,58 5,03 7,28 5,79 4,31 2,75
Jasa Perusahaan 5,66 6,38 7,67 7,19 -7,48 -27,48
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan 4,96 8,47 0,63 0,12 2,24 5,02
Sosial Wajib
Jasa Pendidikan 6,32 6,14 6,65 7,12 5,99 5,13
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 6,63 7,11 7,09 5,65 9,55 17,91
Jasa lainnya 6,52 5,83 6,51 6,13 -2,18 -42,75
Berdasarkan Permintaan
- Konsumsi Rumah Tangga 3,34 3,67 4,50 3,71 2,54 (5,62)
- Konsumsi Pemerintah 2,58 3,87 2,13 3,82 1,33 (0,83)
- Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) 10,39 10,13 10,37 1,91 (7,23) (19,26)
- Ekspor Luar Negeri (1,80) 2,80 (0,11) (0,99) 5,25 (34,24)
- Impor Luar Negeri (7,01) (4,84) (11,25) (11,40) 2,01 (5,67)
- Net Ekspor Antardaerah (103,09) (7,68) 83,96 (22,41) (17,86) (5,67)
Laju Inflasi Tahunan
- Kota Yogyakarta (%,yoy) 2,61 3,11 2,99 2,77 2,95 1,95
Bank Umum*
Aset (Rp Miliar) 69.012 72.169 73.926 75.662 73.715 75.866
Dana Pihak Ketiga (Rp Miliar) 58.398 60.127 61.511 61.850 62.639 63.991
Kredit (Rp Miliar) 37.476 38.609 38.907 39.367 39.652 39.086
Loan to Deposit Ratio (%) 64,17 64,21 63,25 63,65 63,30 61,08
NPL Gross (%) 2,70 2,69 2,58 2,38 2,67 2,97

*Berdasarkan Lokasi Bank

LAPORAN PEREKONOMIAN
xviii DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA - 2020
PERKEMBANGAN BAB 1
EKONOMI MAKRO REGIONAL

Kinerja perekonomian DIY kembali mengalami kontraksi cukup dalam akibat


tekanan dari kondisi pandemi Covid-19.

PERTUMBUHAN
PERTUMBUHAN PERTUMBUHAN PERTUMBUHAN PERTUMBUHAN INDUSTRI
EKONOMI DIY INVESTASI DIY KONSUMSI RT DIY KONSTRUKSI PENGOLAHAN

-6,74% -19,26% -5,62% -22,18% -7,5%


(YoY) (YoY) (YoY) LAPORAN PEREKONOMIAN
(YoY) (YoY)
1
Tw II 2020 Tw II 2020 Tw II 2020
DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA - 2020
Tw II 2020 Tw II 2020
LAPORAN PEREKONOMIAN
2 DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA - 2020
PERKEMBANGAN BAB 1
EKONOMI MAKRO REGIONAL

Pada Triwulan II di 2020, kondisi pandemi COVID-19 memberikan tekanan ekonomi,


khususnya untuk DIY, kinerja perekonomian DIY kembali mengalami kontraksi cukup dalam
dibandingkan triwulan sebelumnya maupun periode yang sama tahun sebelumnya. Dari sisi
kelompok pengeluaran, kinerja seluruh komponen juga mencatatkan kontraksi. Turunnya kinerja
konsumsi rumah tangga, yang merupakan pangsa terbesar dari komponen PDRB DIY, didorong
oleh menurunnya penghasilan masyarakat. Di sisi lain, ekspor yang sempat mencatatkan
pertumbuhan positif pada triwulan sebelumnya mengalam kontraksi yang cukup dalam akibat
pelemahan ekonomi global. Konsumsi pemerintah juga belum dapat menjadi faktor pendorong
kinerja perekonomian DIY, antara lain disebabkan oleh menurunnya pendapatan pemerintah
akibat pandemi COVID-19.

Berdasarkan Lapangan Usaha (LU), hampir sebagian besar sektor utama di DIY mengalami
kontraksi, antara lain LU Akomodasi dan Makan Minum dan LU Konstruksi. LU yang tetap tumbuh
positif adalah LU Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan. Kontraksi ekonomi yang cukup dalam
terjadi terutama di LU akomodasi dan makan minum terutama imbas dari pandemi COVID-19.
PSBB di sejumlah wilayah di luar DIY, larangan mudik, serta pembatasan aktivitas menjadi faktor
pendorong utama penurunan kinerja pariwisata DIY. Selain itu, geliat pariwisata yang menurun
secara signifikan pada Triwulan II juga turut menghambat pertumbuhan industri pengolahan
DIY, yang didominasi UMKM produk kerajinan/pendukung pariwisata. Kinerja LU Kontruksi
juga tercatat terkontraksi pada triwulan laporan. Selain dampak pandemi COVID-19 yang
menyebabkan mundurnya beberapa proyek strategis pemerintah, kontraksi di sektor konstruksi
juga didorong faktor statistical base effect usai berakhirnya konstruksi Proyek Strategis Nasional
(PSN) di 2019.

Meskipun demikian, ke depan, diperkirakan kinerja pertumbuhan ekonomi DIY pada


Triwulan III 2020 akan tumbuh lebih tinggi jika dibandingkan dengan Triwulan II 2020. Perkiraan
kenaikan konsumsi RT seiring dengan naiknya optimisme konsumen, mendorong lebih tingginya
pertumbuhan ekonomi DIY. Di sisi lapangan usaha, kenaikan pertumbuhan ekonomi DIY diprediksi
terjadi pada lapangan usaha penyediaan akomodasi dan makan minum, industri pengolahan, dan
kontruksi, sebagai dampak dari telah dibukanya beberapa destinasi wisata di DIY ada triwulan III
dan mulai jalannya pembangunan beberapa proyek di DIY.

1.1. Komponen Permintaan


Pada Triwulan II 2020, kinerja perekonomian DIY kembali terkontraksi dalam dibandingkan
triwulan sebelumnya maupun periode yang sama tahun sebelumnya, yaitu sebesar -6,74% (yoy)
atau turun -6,65% (qtq). Kinerja perekonomian DIY lebih rendah dibanding pertumbuhan ekonomi
nasional maupun Jawa, yang tumbuh sebesar -5,32% (yoy) dan -6,69% (yoy) (Grafik 1.1. dan
Tabel 1.1.). Terkontraksinya pertumbuhan ekonomi DIY tersebut terjadi di seluruh komponen
pengeluaran, utamanya disebabkan oleh dampak pandemi COVID-19 (Tabel 1.2.).

Tabel 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Kawasan Jawa (% yoy)

Provinsi % (y-on-y)
II’19 I’20 II’20
Jawa 5,68 3,42 -6,69
DKI Jakarta 5,71 5,06 -8,22
Jawa Barat 5,68 2,73 -5,98
Jawa Tengah 5,62 2,60 -5,94
DIY 6,80 -0,17 -6,74
Jawa Timur 5,72 3,04 -5,90
Sumber: BPS (diolah)
Banten 5,39 3,09 -7,40

Grafik 1.1. Pertumbuhan Ekonomi DIY dan Nasional Sumber: BPS (diolah)

LAPORAN PEREKONOMIAN 3
DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA - 2020
Tabel 1.2. Sumber Pertumbuhan dan Pertumbuhan (yoy) PDRB Sisi Permintaan

% (y-on-y) % (q-to-q)
Pengeluaran
Q2/19 Q1/20 Q2/20 Q2/19 Q1/20 Q2/20
Sisi Permintaan 6,77 -0,17 -6,74 -0,08 -5,48 -6,65
Konsumsi Rumah Tangga 3,67 2,54 -5,62 3,30 -1,24 -4,92
Konsumsi LNPRT 18,20 -8,8 -15,71 1,51 -5,87 -6,17
Konsumsi Pemerintah 3,22 1,33 -0,83 9,07 -30,66 6,74
Pembentukan Modal tetap Bruto 14,44 -7,23 -19,26 6,46 -25,86 -7,35
Inventori 3,22 0,54 7,97 5,77 337,91 13,58
Ekspor Luar Negeri 2,80 5,25 -34,24 -0,05 -1,4 -37,55
Impor Luar Negeri -4,84 2,01 -5,67 -0,05 -18,65 -7,58
Net Ekspor Antar Daerah 10,54 -17,86 -66,21 456,88 -88,05 129,31
Sumber: BPS, diolah

1.1.1.Konsumsi RT
Pada Triwulan II 2020, komponen pengeluaran konsumsi RT tumbuh negatif. Pada triwulan
laporan, komponen pengeluaran konsumsi RT tumbuh sebesar -5,62% (yoy), terkontraksi
dibanding triwulan sebelumnya dan periode yang sama tahun sebelumnya, yaitu masing-masing
sebesar 2,54%(yoy) dan 3,67% (yoy). Wabah pandemi COVID-19 di bulan Maret hingga triwulan
laporan, mendorong konsumsi RT di Triwulan II 2020 tumbuh melambat lebih dalam.

Penurunan pendapatan masyarakat merupakan faktor pendorong utama meningkatnya


konsumsi RT pada Triwulan II 2020. Turunnya penghasilan masyarakat DIY seiring dengan
penurunan kinerja sektor pariwisata yang merupakan sektor ekonomi yang memberikan
multiplier effect ke sektor ekonomi lainnya. Kontraksi dalam kinerja pariwisata ini menyebabkan
pertumbuhan ekonomi sektor akomodasi makan minum, sektor transportasi, hingga industri
pengolahan makanan minum tumbuh terkoreksi di triwulan laporan. Berdasarkan data dari
Kementerian Ketenagakerjaan, pekerja terdampak COVID-19 di DIY dari Januari-Juni 2020
berjumlah sebanyak 34.476 orang, dengan rincian Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) sebanyak
3.924 orang, dirumahkan sebanyak 26.825 orang, dan bangkrut/kehilangan usaha sebanyak
3.727 orang. Turunnya pendapatan masyarakat tercermin dari pesimisnya Indeks Penghasilan
Konsumen di Triwulan II 2020, yang tercatat sebesar 62,67 poin, terendah selama 10 (sepuluh)
tahun terakhir (Grafik 1.2.). Sementara itu, indikator lainnya penurunan penghasilan masyarakat,
khususnya petani dan peternak, juga tercermin dari lebih rendahnya Nilai Tukar Petani (NTP).
Triwulan II 2020, indeks NTP tercatat sebesar 100,60, atau tumbuh -3,08% (yoy), lebih rendah
dibandingkan Triwulan I 2020 dan Triwulan II 2019, yaitu masing-masing sebesar 0,27% (yoy) dan
3,17% (yoy) (Grafik 1.3.).

Sumber : Survei Konsumen Sumber : BPS DIY

Grafik 1.2. Perkembangan Indeks Penghasilan Konsumen Grafik 1.3. Perkembangan Nilai Tukar Petani (NTP)

LAPORAN PEREKONOMIAN
4 DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA - 2020
PERKEMBANGAN BAB 1
EKONOMI MAKRO REGIONAL

Sumber : Survei Konsumen (BI) Sumber : BI DIY

Grafik 1.4. Perkembangan Indeks Keyakinan Konsumen Grafik 1.5. Perkembangan Indeks Penjualan Eceran

Sumber : BI DIY

Grafik 1.6. Perkembangan LS Permintaan Domestik

Penurunan konsumsi rumah tangga juga terkonfirmasi melalui hasil survei dan liaison yang
dilakukan oleh Bank Indonesia. Berdasarkan Survei Konsumen, Indeks Keyakinan Konsumen
(IKK) Triwulan II 2020 berada di level pesimis, yaitu tercatat 86,01 (Grafik 1.4.). IKK pada triwulan
laporan ini lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 137,40. Pesimisme tersebut
didorong oleh turunnya Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini (IKE) dan Indeks Ekspektasi Ekonomi
(IEK), masing-masing menjadi 54,10 dan 117,96. Indeks konsumsi barang tahan lama juga tercatat
lebih rendah, yaitu dari 120,05 di Triwulan I 2020 menjadi 69,50 di Triwulan II 2020. Sementara
itu, Indeks Penjualan Eceran (IPE) pada Triwulan II 2020 juga hanya tercatat sebesar 65,95 poin,
turun dalam dibandingkan Triwulan I 2020 dan Triwulan II 2019, masing-masing sebesar 115,78
poin dan 108,43 poin (Grafik 1.5.). Berdasarkan hasil liaison kepada pelaku usaha terkonfirmasi
bahwa terdapat penurunan permintaan domestik yang tercermin dari lebih rendahnya Likert Scale
(LS) Penjualan pada Triwulan II 2020, yaitu sebesar -0,90 poin, dibandingkan Triwulan I 2020 (LS
0,50 poin)(Grafik 1.6.).

Turunnya daya beli masyarakat DIY juga terkonfirmasi dari lebih rendahnya pertumbuhan
kredit konsumsi RT, penjualan kendaraan bermotor, dan konsumsi listrik RT. Pada Triwulan II
2020, kredit konsumsi RT di DIY tercatat tumbuh sebesar -20,71% (yoy). Anjloknya pertumbuhan
kredit RT terutama didorong oleh turunnya Kredit Kepemilikan Rumah (KPR) dan Kredit
Kendaraan Bermotor (KKB), yang masing-masing tumbuh sebesar -7,39% (yoy) dan -11,66% (yoy)
pada triwulan laporan (Grafik 1.7.). Penurunan permintaan KPR terjadi pada semua kelompok tipe
rumah (Grafik 1.8.). Turunnya daya beli juga tercermin dari indikator jumlah kendaraan baru yang
menurun, yaitu dari 11,07% (yoy) pada Triwulan I 2020 menjadi -58,09% (yoy) di Triwulan II 2020
(Grafik 1.9.). Sementara itu, berdasarkan data PLN, konsumsi listrik RT pada Triwulan II 2020
tercatat tumbuh sebesar 7,90% (yoy), lebih rendah dibandingkan Triwulan I 2020 sebesar 9,00%
(yoy) (Grafik 1.10).

LAPORAN PEREKONOMIAN 5
DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA - 2020
Sumber : Bank Indonesia Sumber : Bank Indonesia

Grafik 1.7. Perkembangan Kredit Konsumsi Grafik 1.8. Perkembangan KPR Berdasarkan Tipe Rumah

Sumber : Polda DIY (diolah) Sumber : PLN DIY

Grafik 1.9. Perkembangan Kendaraan Baru Grafik 1.10. Perkembangan Konsumsi Listrik RT

Pada Triwulan II 2020, kinerja konsumsi RT diprakirakan lebih tinggi seiring dengan
mulai membaiknya penghasilan sejalan dengan mulai begeraknya beberapa sektor pada masa
kebiasaan baru. Indikasi kenaikan konsumsi RT juga tercermin dari perkiraan Indeks Ekspektasi
Konsumen (IEK) yang menunjukkan level optimis, yaitu 117,96. Semua komponen pembentuk
IEK tercatat pada level optimis, yaitu ekspektasi penghasilan, ekspektasi lapangan kerja, dan
ekspektasi kegiatan usaha.

1.1.2. Konsumsi Pemerintah


Pada Triwulan II 2020, kinerja konsumsi pemerintah melambat. Kinerja konsumsi
pemerintah pada triwulan laporan tercatat sebesar -0,83% (yoy), lebih rendahnya dibandingkan
Triwulan I 2020 dan Triwulan IV 2019, yaitu masing-masing sebesar 1,33% (yoy) dan 3,22% (yoy).
Perlambatan kinerja konsumsi pemerintah sejalan dengan lebih rendahnya pertumbuhan realisasi
belanja APBD DIY pada triwulan laporan. Pada Triwulan II 2020, realisasi belanja Pemda se-DIY
tercatat terkontraksi sebesar -12,47% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya
maupun Triwulan II 2019, yang masing-masing tumbuh sebesar 7,73% (yoy) dan 9,51% (yoy).

Relokasi anggaran sebagai dampak pandemi COVID-19 mempengaruhi realisasi belanja


pada APBD lebih rendah. Rata-rata penurunan realisasi belanja APBD se-DIY sebesar 10,9% dari
total alokasi belanja sebelumnya. Selain itu, upaya pemerintah mempercepat belanja di daerah
masih belum optimal, terutama dari serapan belanja langsung yang masih rendah, sebagai dampak
dari pandemi COVID-19. Beberapa kegiatan program tidak dilaksanakan karena rasionalisasi
anggaran untuk refocusing penanganan COVID-19.

Pada triwulan laporan, realisasi belanja langsung tercatat tumbuh negatif, sementara itu
belanja tidak langsung masih dapat tumbuh positif walaupun dalm tren melambat (Grafik 1.11.).
Pada Triwulan II 2020, realisasi belanja langsung tercatat tumbuh sebesar -34,90% (yoy), lebih
rendah dibandingkan Triwulan I 2020 dan Triwulan II 2019, yaitu masing-masing tumbuh sebesar
6,46% (yoy) dan 9,51% (yoy). Kontraksi dalam terjadi di semua komponen belanja langsung, sebagai
dampak dari penundaan kegiatan karena pandemi COVID-19. Di sisi lain, realisasi belanja tidak
langsung pada triwulan laporan tercatat tumbuh sebesar 1,87% (yoy), lebih rendah dibandingkan

LAPORAN PEREKONOMIAN
6 DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA - 2020
PERKEMBANGAN BAB 1
EKONOMI MAKRO REGIONAL

Triwulan I 2020 dan Triwulan II 2019, yaitu masing-masing sebesar 8,57% (yoy) dan 10,31% (yoy).
Penurunan belanja tidak langsung terutama didorong oleh melambatnya realisasi belanja hibah,
belanja bunga, dan belanja pegawai.

Sumber: DPPKAD Kab/Kota

Grafik 1.11. Perkembangan Belanja APBD se-DIY

Ke depan, pertumbuhan konsumsi pemerintah pada Triwulan III 2020 diprakirakan


akan tumbuh lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya. Peningkatan dana transfer untuk
keperluan anggaran bansos, dana desa, dan percepatan pencairan dana keistimewaan disinyalir
dapat mendorong pertumbuhan konsumsi pemerintah lebih tinggi. Pencairan dana keistimewaan
tahap kedua sebesar Rp 858 miliar harus segera direalisasi sampai dengan Oktober 2020 karena
tahap ketiga akan cair di bulan November 2020.

1.1.3. Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB)


Kinerja investasi yang tercermin dari Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) kembali
melanjutkan laju perlambatan. Pada Triwulan II 2020, investasi tumbuh terkontraksi sebesar
-19,26% (yoy), melambat dibanding Triwulan I 2019 dan Triwulan IV 2019, masing-masing
sebesar -7,23% (yoy) dan 14,44% (yoy). Kontraksi dalam sebagai dampak pandemi COVID-19
yang mempengaruhi perlambatan investasi dan penundaan proyek strategis nasional. Selain itu,
perlambatan pertumbuhan investasi juga karena statistical based effect investasi bangunan di
tahun 2019. Pada tahun 2019 ekonomi DIY tumbuh ditopang konstruksi Proyek Strategis Nasional
(PSN) Yogyakarta International Airport (YIA), pembangunan underpass, dan jalan lainnya. Sejak
berakhirnya konstruksi Bandara YIA di 2019, ruang pertumbuhan semakin terbatas karena belum
terdapat proyek konstruksi besar lainnya yang berjalan.

Anjloknya kinerja investasi juga terkonfirmasi melalui hasil survei yang dilakukan oleh
Bank Indonesia. Berdasarkan SKDU, Saldo Bersih Tertimbang (SBT) investasi di Triwulan II 2020
tercatat sebesar -18,50%, lebih rendah dibandingkan Triwulan I 2020 sebesar 12,35% (Grafik
1.12.). Berdasarkan hasil liaison, Likert scale realisasi investasi pada Triwulan II 2020 berada pada
level 0,45 poin lebih rendah dibandingkan Triwulan I 2020 berada pada level 0,63 poin (Grafik
1.13.). Perlambatan pertumbuhan investasi pada periode berjalan terutama terjadi pada lapangan
usaha industri pengolahan. Berdasarkan liaison kepada pelaku usaha industri pengolahan di DIY,
mayoritas dikarenakan kondisi bisnis perusahaan maupun perekonomian yang tidak stabil akibat
pengaruh pandemi.

Sumber : Bank Indonesia Sumber : Bank Indonesia

Grafik 1.12. Perkembangan SBT SKDU Investasi Grafik 1.13. Perkembangan Likert Scale Investasi

LAPORAN PEREKONOMIAN 7
DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA - 2020
Dari faktor pembiayaan perbankan, juga terindikasi adanya perlambatan investasi yang
berasal dari kredit investasi, kredit real estate, dan kredit properti. Pada Triwulan II 2020, kredit
investasi tercatat lebih rendah dibandingkan Triwulan I 2020, yaitu dari 6,54% (yoy) menjadi 2,68%
(yoy). Pertumbuhan kredit Real Estate pada triwulan laporan juga terkontraksi, yaitu tumbuh sebesar
-31,54% (yoy), lebih rendah dibandingkan Triwulan I 2020, yaitu sebesar -7,04% (yoy). Sementara
itu, kredit properti pada Triwulan II 2020 juga lebih rendah dibandingkan Triwulan I 2019, yaitu dari
-2,45% (yoy) menjadi -7,35% (yoy). Penurunan kredit properti terjadi pada semua tipe rumah.

Indikator perlambatan investasi juga tercermin dari faktor permintaan yang tercermin dari
impor barang modal. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statitsik (BPS) juga menunjukkan bahwa
pertumbuhan impor barang modal yang mendukung investasi perusahaan terpantau menurun
signifikan pada posisi triwulan laporan. Pertumbuhan impor barang modal pada Triwulan II 2020
tercatat tumbuh negatif sebesar -9,06% (yoy), lebih rendah dibandingkan Triwulan I 2020 yaitu
sebesar 251,80% (yoy) (Grafik 1.17.).

Sumber : Bank Indonesia Sumber : Bank Indonesia

Grafik 1.14. Perkembangan Kredit Investasi Grafik 1.15. Perkembangan Kredit Real Estate

Sumber : Bank Indonesia Sumber : BPS DIY, diolah

Grafik 1.16. Perkembangan Kredit Properti Grafik 1.17. Perkembangan Impor

Perlambatan investasi juga terkonfirmasi dari data realisasi investasi Dinas Penanaman dan
Perijinan Modal DIY. Investasi swasta pada triwulan laporan mencapai Rp701,51 miliar atau tumbuh
sebesar -99,40% (yoy) lebih rendah dibanding capaian investasi pada Triwulan I 2010 sebesar
Rp806,47 miliar. Penurunan capaian tersebut terutama didorong oleh terkontraksinya realisasi
Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) dan Penanaman Modal Asing (PMA) (Grafik 1.18.). Realisasi
PMDN pada Triwulan II 2020 mencapai Ro 689,71 miliar, atau tumbuh sebesar -87,69% (yoy), lebih
rendah dibandingkan Triwulan I 2020 (15,11%; yoy). Sementara itu, realisasi PMA pada triwulan
laporan tercatat sebesar Rp11,79 miliar, atau tumbuh terkontraksi dalam sebesar -783,85% (yoy).
Sektor tersier masih menjadi primadona investasi yang ada di DIY (Tabel 1.3.).

Pada Triwulan III 2020, kinerja investasi diprakirakan akan lebih tinggi dibandingkan tahun
sebelumnya. Optimisme pelaku usaha terkait investasi meningkat seiring dengan pelonggaran
pembatasan kegiatan ekonomi. Pembangunan proyek strategis di 2020 juga mulai berlanjut,
diantaranya Tol Jogja-Bawen dan pembebasan tanah untuk Kereta Bandara YIA. Pembayaran
ganti rugi lahan terdampak pembangunan rel kereta bandara dari dan menuju YIA dilakukan secara
bertahap sejak minggu ketiga Juli, yang akan diberikan kepada pemilik 56 bidang terdampak
di Temon. Sementara itu, berdasarkan SKDU, perkiraan SBT investasi di Triwulan III 2020 juga
tercatat lebih tinggi dibandingkan Triwulan II 2020, yaitu dari -18,50% menjadi -12,07%.

LAPORAN PEREKONOMIAN
8 DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA - 2020
PERKEMBANGAN BAB 1
EKONOMI MAKRO REGIONAL

Tabel 1.3. Perkembangan Realisasi Investasi di DIY


Rp (juta)
PMA PMDN Total
Primer 2.396 6 2.402
Sekunder 2.521 3.128 5.649
Tersier 6.877 686.580 693.458
Total 11.795 689.714 701.509

Sumber: BKPM (diolah)

Sumber : BKPM DIY

Grafik 1.18. Perkembangan Realisasi Investasi di DIY

1.1.4. Ekspor-Impor
Kondisi ekonomi global yang juga berada dalam tekanan perekonomian akibat pandemic
COVID-19 juga berdampak pada terkontraksinya ekspor DIY. Pada Triwulan II 2020, kinerja
ekspor DIY tumbuh negatif sebesar -34,24% (yoy), terkontraksi dalam dibandingkan triwulan
sebelumnya (-5,25%; yoy) maupun triwulan yang sama tahun sebelumnya (2,80%; yoy). Lebih
rendahnya kinerja ekspor DIY terutama didorong kedua komponennya, yaitu ekspor barang dan
ekspor jasa.

Berdasarkan indikator volume dan nilai transaksi ekspor yang diperoleh dari Bea dan Cukai,
tercatat ekspor barang di DIY mengalami kontraksi (Grafik 1.19.). Pertumbuhan volume ekspor
pada Triwulan II 2020 tercatat tumbuh negatif sebesar -11,29% (yoy). Sementara itu, nilai ekspor
pada triwulan laporan juga tercatat tumbuh terkontraksi sebesar -25,49% (yoy). Pertumbuhan
volume dan nilai ekspor pada triwulan laporan tersebut tercatat lebih rendah dibandingkan
Triwulan I 2020 dan Triwulan II 2020. Berdasarkan jenis komoditasnya, kontraksi pertumbuhan
ekspor barang luar negeri terjadi pada komoditas utama ekspor DIY, yaitu tekstil, pengolahan
kayu dan kulit, dengan pertumbuhan negatif terdalam pada komoditas kulit (Grafik 1.20.).

Berdasarkan negara tujuan ekspor, pada Triwulan II 2020, penurunan ekspor DIY terjadi di
hampir sebagian besar negara negara tujuan utama ekspor, kecuali Korea. Ekspor ke Amerika Serikat,
dengan pangsa sebesar 32,58% dari total ekspor DIY (Grafik 1.21.), tercatat mengalami pertumbuhan
-37,71% (yoy) pada Triwulan II 2020, lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang masih
mencatatkan angka positif, yaitu sebesar 11,26%. Kontraksi dalam juga terjadi pada ekspor ke
Tiongkok, dengan pertumbuhan negatif sebesar -44,48% (yoy) pada triwulan laporan (Grafik 1.22.).

Penurunan ekspor juga tercermin dari liaison yang dilakukan Bank Indonesia kepada
eksportir di DIY. Kinerja penjualan ekspor pada Triwulan II 2020 yang berasal dari ekspor barang
manufaktur maupun jasa pariwisata dari penyediaan jasa akomodasi mengalami kontraksi. Kondisi
ini tercermin dari likert scale liaison ekspor pada triwulan laporan yang terkoreksi menjadi sebesar
-1,33, turun lebih dalam dibandingkan Triwulan I 2020 (-0,27 poin) dan Triwulan II 2019 (0,31
poin). Pandemi COVID-19 menyebabkan penjualan retail di outlet menurun drastis, pembatalan
beberapa pameran besar dalam dan luar negeri, penghentian order, penundaan kunjungan buyer
luar negeri, penangguhan pembayaran dari buyer, dan penurunan produksi karena bahan baku
terbatas (import dari Tiongkok).

Sumber : Bea & Cukai Sumber : BPS DIY

Grafik 1.19. Perkembangan Transaksi Nilai dan Volume Grafik 1.20. Perkembangan Ekspor Komoditas Utama DIY
Ekspor
LAPORAN PEREKONOMIAN 9
DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA - 2020
Sumber : BPS DIY Sumber : BPS DIY

Grafik 1.21. Pasar Utama Ekspor DIY Grafik 1.22. Perkembangan Ekspor ke Negara Tujuan
Utama

Pertumbuhan negatif ekspor jasa memperdalam kontraksi kinerja ekspor. Perlambatan


tersebut tercermin antara lain dari lebih rendahnya jumlah wisatawan mancanegara yang
berkunjung di DIY (Grafik 1.23.) . Berdasarkan data BPS, jumlah wisman dari pintu masuk bandara
pada Triwulan II 2020 tercatat nihil. Hal ini sebagai dampak dari pembatasan penerbangan
dan penutupan wilayah sebagai dampak pandemi COVID-19. Penurunan kunjungan wisatawan
mancanegara sebagai dampak pandemi COVID-19 juga tercermin dari cancelation booking trip
wisata ke DIY dari Maret – Juli 2020 dan tren okupansi hotel yang terus menurun sejak Februari
hingga Juni 2020. Berdasarkan liaison dengan pelaku perjalanan wisata di DIY, sampai dengan
April 2020, terdapat kurang lebih 1.2 juta orang baik domestik maupun mancanegara yang
melakukan cancelation booking.

Sumber : BPS DIY, diolah Sumber : BPS DIY, diolah

Grafik 1.23. Perkembangan Jumlah Wisman yang Grafik 1.24. Perkembangan Nilai dan Volume Impor Luar
Menginap di Hotel DIY Negeri DIY

Sumber : BPS DIY, diolah

Grafik 1.25. Perkembangan Impor Berdasarkan


Komponennya

LAPORAN PEREKONOMIAN
10 DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA - 2020
PERKEMBANGAN BAB 1
EKONOMI MAKRO REGIONAL

Sejalan dengan peningkatan ekspor, kinerja impor luar negeri DIY pada Triwulan II 2020
juga tumbuh lebih rendah dibandingkan Triwulan I 2020 dan Triwulan II 2019. Pada Triwulan I
2020, impor luar negeri DIY tumbuh sebesar -5,67% (yoy), lebih rendah dibandingkan Triwulan
II 2019 (-4,48%; yoy) dan Triwulan I 2020 (2,01%; yoy)(Grafik 1.24). Perlambatan impor terjadi
terutama pada impor barang. Berdasarkan data dari Bea Cukai, nilai impor barang di DIY pada
Triwulan II 2020 tercatat tumbuh sebesar 34,50% (yoy), lebih rendah dibandingkan Triwulan I
2020, yaitu sebesar 48,26% (yoy). Berdasarkan komponennya, penurunan pertumbuhan impor
barang terjadi di impor bahan baku dan barang modal (Grafik 1.25.).

Ke depan, aktivitas ekspor diperkirakan akan meningkat terbatas seiring dengan mulai
dibukanya beberapa aktivitas perekonomian di sejumlah negara. Selain itu, sesuai dengan
pola historisnya, pada triwulan laporan peningkatan ekspor terjadi sejalan dengan peningkatan
permintaan pasokan barang dalam rangka menyambut libur natal dan tahun baru. Namun demikian,
perkembangan pandemi COVID-19 akan menahan laju peningkatan ekspor. Perkembangan
pandemi COVID-19 dmaksud menyebabkan ketidakpastian, menurunkan kinerja pasar keuangan
global, menekan banyak mata uang dunia, serta memicu capital outflow. Perlambatan ekspor jasa
juga masih akan tetap berlangsung sejalan dengan belum dibukanya destinasi wisata di DIY untuk
wisatawan mancanegara. Sementara itu, impor diperkirakan juga akan meningkat, khususnya
untuk impor bahan baku, yang merupakan pangsa terbesar impor DIY. Naiknya impor bahan
baku seiring dengan perkiraan mulai membaiknya kinerja industri pengolahan akibat peningkatan
kapasitas untuk memenuhi kebutuhan Natal dan Tahun baru di triwulan berikutnya.

1.2 Komponen Penawaran (Lapangan Usaha)


Pada sisi permintaan, lapangan usaha utama di DIY secara umum juga mengalami kontraksi
dibanding triwulan sebelumnya. Kontraksi terdalam terjadi pada LU penyediaan akomodasi
makanan dan minuman serta LU transportasi dan pergudangan, sebagai dampak dari turunnya
sektor pariwisata akibat wabah pandemi COVID-19 (Tabel 1.4.). PSBB di sejumlah wilayah di luar
DIY, larangan mudik, serta pembatasan aktivitas menjadi faktor pendorong utama penurunan
kinerja pariwisata DIY. Selain itu, geliat pariwisata yang menurun secara signifikan pada Triwulan
II 2020 juga turut menghambat pertumbuhan industri pengolahan DIY, yang didominasi UMKM
produk kerajinan/pendukung pariwisata. Kinerja LU Kontruksi juga tercatat terkontraksi pada
triwulan laporan. Selain dampak pandemi COVID-19 yang menyebabkan mundurnya beberapa
proyek strategis pemerintah, kontraksi di sektor konstruksi juga didorong faktor statistical base
effect usai berakhirnya konstruksi Proyek Strategis Nasional (PSN) di 2019.

Tabel 1.4. Pertumbuhan dan Andil PDRB Sisi Penawaran

% (y-on-y) % (q-to-q)
Lapangan Usaha
Q2/1 Q1/20 Q2/20 Q2/19 Q1/20 Q2/20
Sisi Pengeluaran 6,77 -0,17 -6,74 -0,08 -5,48 -6,65
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan -1,18 -8,92 10,06 -25,50 60,38 -9,98
Pertambangan dan Penggalian 2,63 -6,91 -11,73 -0,38 -13,42 -5,54
Industri Pengolahan 5,16 -1,47 -7,50 0,35 -3,92 -5,79
Pengadaan Listrik, Gas 4,85 7,26 -4,74 2,89 -5,67 -8,62
Pengadaan Air 8,70 -2,68 3,16 7,22 -16,36 12,67
Konstruksi 18,91 -9,75 -22,18 7,15 -30,43 -7,61
Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 5,27 -0,05 -9,43 4,85 -5,57 -4,99
Transportasi dan Pergudangan 2,08 -3,23 -34,30 4,19 -13,77 -29,27
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 7,50 -1,28 -39,34 1,76 -12,14 -37,47
Informasi dan Komunikasi 7,33 11,24 20,74 2,97 -0,02 11,76
Jasa Keuangan 7,83 -2,03 0,25 -5,98 0,58 -3,79
Real Estate 5,03 4,31 2,75 0,13 -0,09 -1,37
Jasa Perusahaan 6,38 -7,48 -27,48 4,12 -18,08 -18,38
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 8,79 2,24 5,02 11,08 -19,22 14,09
Jasa Pendidikan 6,14 5,99 5,13 0,85 -1,97 0,03
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 7,11 9,55 17,91 1,35 3,41 9,09
Jasa lainnya 5,83 -2,18 -42,75 0,53 -9,77 -41,16

Sumber : BPS (diolah)

LAPORAN PEREKONOMIAN 11
DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA - 2020
Di sisi lain, LU yang tetap tumbuh positif adalah LU Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan, LU
informasi dan komunikasi serta LU jasa kesehatan dan kegiatan sosial. Lebih tingginya kinerja LU
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan pada triwulan laporan sebagai dampak bergesernya panen
raya padi di Triwulan II 2020. Sementara itu, lebih tingginya kinerja LU informasi dan komunikasi
dan LU jasa kesehatan dan kegiatan sosial pada triwulan laporan, terjadi karena pennggunaan
paket data dan layanan kesehatan menjadi kebutuhan di tengah wabah pandemi COVID-19.

1.2.1. Lapangan Usaha Industri Pengolahan


Pada Triwulan II 2020, kinerja LU industri pengolahan masih melanjutkan tren pertumbuhan
negatif. Pada triwulan laporan kinerja LU industri pengolahan tercatat tumbuh terkontraksi sebesar
-7,5% (yoy), terkontraksi dalam dibandingkan pertumbuhan Triwulan II 2019 dan Triwulan I 2020.
Perlambatan bersumber dari turunnya semua industri pengolahan utama di DIY, karena turunnya
permintaan domestik dan global (Tabel 1.5.). Kontraksi terdalam terjadi pada industri kulit dan
barang dari kulit, yaitu tumbuh sebesar -27,12% (yoy) di Triwulan II 2020. Lebih rendahnya kinerja
industri kulit dan barang dari kulit terutama karena adanya turunnya ekspor sebagai dampak dari
pandemi COVID-19. Penurunan signifikan juga terjadi pada industri barang galian bukan logam,
yaitu tumbuh sebesar -22,67% (yoy). Sementara itu, kinerja industri Tekstil dan Pakaian Jadi
(TPT) yang pada triwulan masih tumbuh positif, pada Triwulan II 2020 juga tumbuh negatif, yaitu
tercatat sebesar -17,43% (yoy). Untuk industri TPT, disampaikan bahwa pelaku usaha di industri
dimaksud mengemukakan bahwa selama periode COVID-19 yang sebagian besar mengalihkan
kegiatan usahanya untuk memproduksi APD dan masker seiring dengan tingginya permintaan
produk alat kesehatan mengingat gap kebutuhan alat kesehatan yang berstandar medis masih
cukup besar. Namun pasar alat kesehatan ini pun masih dihadapkan pada sejumlah kendala baik
di sisi regulasi, produksi, maupun pembiayaan. Rendahnya daya serap pasar memaksa banyak
pelaku usaha untuk menghentikan kegiatan produksinya dan beralih strategi menjadi trading
company.

Tabel 1.5. Perkembangan Industri Pengolahan

% (y-on-y) % (q-to-q)
Lapangan Usaha
Q2/19 Q1/20 Q2/20 Q2/19 Q1/20 Q2/20
Industri Pengolahan 5,16 -1,47 -7,5 0,35 -3,92 -5,79
Industri Makanan dan Minuman 9,72 -2,16 -6,55 3,9 -6,41 -0,76
Industri Tekstil dan Pakaian Jadi 5,75 3,57 -17,43 0,51 6,37 -19,87
Industri Kulit, barang dari kulit -7,07 -5,58 -27,12 -5,13 -10,03 -26,77
Industri kayu, barang dari kayu 2,02 -14,19 -8,81 -0,65 -9,97 5,58
Industri barang galian bukan logam -6,99 -4,83 -22,67 -5,1 -1,5 -22,89
Industri Furniture -2,79 -7,19 -10,52 -3,01 -12,96 -6,49

Sumber : BPS (diolah)

Turunnya kinerja industri pengolahan juga terkonfirmasi dari hasil survei dan liaison yang
dilakukan Bank Indonesia. Berdasarkan SKDU, penjualan LU industri pengolahan pada di Triwulan II
2020 tercatat sebesar -8,83% (yoy), lebih rendah dibandingkan Triwulan I 2020 sebesar -1,26% (yoy)
(Grafik 1.26.). Sementara itu, indeks Prompt Manufacturing Index (PMI) Triwulan II 2020 tercatat
menurun, yakni dari 44,17% pada Triwulan I 2020 menjadi 22,26% (Grafik 1.27.). Berdasarkan
liaison yang dilakukan kepada pelaku usaha, tercatat LS permintaan pada industri pengolahan
pada Triwulan II 2020 tercatat -0,50, lebih rendah dibandingkan Triwulan I 2020 sebesar 0,50 poin.
Sementara itu, LS kapasitas produksi industri pengolahan pada Triwulan II 2020 juga tercatat lebih
rendah, yaitu dari 0,40 poin di Triwulan I 2020 menjadi -1,33 poin (Grafik 1.28.).

Indikator lainnya juga mengkonfirmasi penurunan kinerja LU Industri pengolahan, yaitu


konsumsi listrik di industri, impor bahan baku dan kredit industri pengolahan. Berdasarkan data
PLN, konsumsi listrik industri pada Triwulan II 2020 tercatat terkontraksi sebesar -17,44% (yoy), lebih
rendah dibandingkan Triwulan I 2020 sebesar 0,02% (yoy) (Grafik 1.29.). Sementara itu, berdasarkan
data bea cukai, impor bahan baku pada Triwulan II 2020 tercatat tumbuh sebesar 7,14% (yoy), lebih
rendah dibandingkan Triwulan I 2020 sebesar 36,80% (yoy) (Grafik 1.30.). Di sisi pembiayaan, kredit di
LU industri pengolahan di triwulan laporan juga tercatat tumbuh melambat, yaitu dari tumbuh sebesar
16,18% (yoy) di Triwulan I 2020 menjadi 8,76% (yoy) di Triwulan II 2020 (Grafik 1.31.).

LAPORAN PEREKONOMIAN
12 DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA - 2020
PERKEMBANGAN BAB 1
EKONOMI MAKRO REGIONAL

Sumber : Bank Indonesia Sumber : Bank Indonesia

Grafik 1.26. Perkembangan SBT Penjualan dan Kapasitas Grafik 1.27. Perkembangan Prompt Manufacturing Index
LU Industri Pengolahan

Sumber : Bank Indonesia Sumber : PLN DIY

Grafik 1.28. Perkembangan Likert Scale LU Industri Grafik 1.29. Perkembangan Konsumsi Listrik Industri
Pengolahan

Sumber : BPS DIY, diolah Sumber : Bank Indonesia

Grafik 1.30. Perkembangan Impor Bahan Baku Grafik 1.31. Perkembangan Kredit LU Industri Pengolahan

Sumber : Bank Indonesia

Grafik 1.32. Perkembangan Perkiraan SBT Penjualan


Industri Pengolahan dan Prompt Manufacturing Index

LAPORAN PEREKONOMIAN 13
DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA - 2020
Pada Triwulan III 2020, industri pengolahan diperkirakan akan tumbuh lebih tinggi
dibandingkan triwulan sebelumnya. Berdasarkan SKDU, perkiraan SBT kegiatan usaha LU
Industri Pengolahan di Triwulan III 2020 tercatat sebesar 1,89% (yoy), lebih tinggi dibandingkan
Triwulan II 2020 tercatat sebesar -8,83% (yoy) (Grafik 1.32.). Sementara itu, perkiraan indeks PMI
Triwulan III 2020 tercatat naik, yakni dari 22,26% pada Triwulan II 2020 menjadi 36,90%. Selain
itu, pembukaan pariwisata menuju kebiasaan baru di beberapa destinasi wisata di DIY) dapat
mendorong peningkatan permintaan di industri kreatif dan makanan dan minuman.

1.2.2. Lapangan Usaha Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum (Hotel dan Restoran)
Kinerja lapangan usaha penyediaan akomodasi dan makan minum pada triwulan laporan
terkontraksi dalam. Pada Triwulan II 2020, LU penyediaan akomodasi dan makan minum tumbuh
negatif sebesar -39,34% (yoy), lebih rendah dibanding Triwulan II 2019 (7,74% (yoy)) maupun
Triwulan I 2020 (-1,28% (yoy)). Pertumbuhan kinerja LU penyediaan akomodasi dan makan minum
merupakan yang terendah selama 10 tahun terakhir. Pembatalan event nasional dan internasional
di DIY akibat adanya pandemi COVID-19 dan larangan mudik oleh pemerintah berpotensi
mendorong terkontraksinya pertumbuhan LU penyediaan akomodasi dan makan minum.

Lebih rendahnya LU penyediaan akomodasi dan makan minum juga terindikasi dari lebih
survei yang dilakukan Bank Indonesia dan hasil liaison. Berdasarkan SKDU, SBT kegiatan usaha
LU Perdagangan, Hotel dan Restoran (PHR) pada Triwulan II 2020 tercatat -14,41%, lebih rendah
dibandingkan Triwulan I 2020 (-3,94%) (Grafik 1.33.). Sementara itu, hasil liaison kepada pelaku
usaha menunjukkan LS LU PHR pada Triwulan II 2020 tercatat sebesar -2,00, lebih rendah
dibandingkan Triwulan I 2020 sebesar 0,29 poin (Grafik 1.34.). Berdasarkan liaison dengan
asosiasi perhotelan di DIY, kondisi hotel bintang, nonbintang, dan restoran anggotanya semakin
berat untuk beroperasi. Jika semula 60% dari 400 anggota PHRI memilih untuk tutup sementara,
saat ini jumlahnya naik menjadi 80% dari anggota yang ada. Sementara itu, asosiasi mencatat
ada sekitar 10-20 saja yang masih bertahan. Hotel yang masih aktif didominasi daerah Kota
Yogyakarta dan Kabupaten Sleman.Di sisi lain, berdasarkan data dari Dinas Pariwisata DIY, desa
wisata di DIY saat ini 90% telah tutup.

Sumber : Bank Indonesia Sumber : Bank Indonesia

Grafik 1.33. Perkembangan SBT Perdagangan, Hotel dan Grafik 1.34. Perkembangan LS LU Penyediaan Akomodasi
Restoran dan Makan Minum

Kontraksi dalam terjadi pada subsektor akomodasi. Turunnya subsektor akomodasi


terutama terjadi terutama sebagai dampak COVID-19. Berdasarkan data BPS, jumlah wisatawan
yang menginap di hotel berbintang tercatat tumbuh negatif pada Triwulan II 2020, yaitu sebesar
-88,30% (yoy), terkontraksi dalam dibandingkan triwulan sebelumnya maupun triwulan yang
sama pada periode sebelumnya, yaitu masing-masing sebesar -0,15% (yoy) dan 20,53% (yoy)
(Grafik 1.35.). Terkontraksinya jumlah wisatawan dimaksud terutama didorong oleh penurunan
wisatawan mancanegara yang tumbuh sebesar -97,25% (yoy), sedangkan wisatawan nusantara
tumbuh sebesar -87,92% (yoy). Sementara itu, tingkat okupansi hotel bintang pada Triwulan II
2020 tercatat sebesar 9,00% (yoy), lebih rendah dibandingkan Triwulan I 2020 sebesar 47,72%
(yoy) (Grafik 1.36.). Lama tinggal wisatawan pada TW II 2020 (s.d Mei) tercatat sebesar 1,39
hari, turun dibandingkan Triwulan I 2020 sebesar 1,61 hari (Grafik 1.37.). Berdasarkan liaison
kepada pelaku usaha penyediaan akomodasi, penjualan domestik pada Triwulan II 2020 (s.d
Juni 2020) menurun drastis hingga 98% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya baik

LAPORAN PEREKONOMIAN
14 DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA - 2020
PERKEMBANGAN BAB 1
EKONOMI MAKRO REGIONAL

dari pemesanan kamar maupun dari meeting room karena dampak pandemi COVID-19. Strategi
untuk meningkatkan penjualan seperti penjualan extended voucher kamar hotel maupun layanan
food delivery F&B tidak cukup efektif untuk menaikkan angka penjualan mengingat sebagian
besar hotel-hotel juga melakukan strategi serupa dengan sistem lelang. Penyelenggaraan MICE
yang tahun lalu dapat dilakukan 3-4 kali seminggu, saat ini mengalami penurunan atau bahkan
tidak ada penyelenggaran MICE baik dari segmen Pemerintah maupun korporasi sejalan dengan
adanya pembatasan aktivitas perjalanan masyarakat dan refocussing program maupun anggaran
Pemerintah untuk penanganan COVID-19. Berdasarkan keterangan hotel, pembatalan reservasi
tamu baik untuk pemesanan kamar maupun MICE belum diketahui jangka waktu penundaannya
hingga ada pemberitahuan lebih lanjut.

Sumber : BPS DIY Sumber : BPS DIY, diolah

Grafik 1.35. Perkembangan Jumlah Wisatawan Grafik 1.36. Perkembangan Tingkat Okupansi Hotel
Berbintang

Sumber : BPS DIY, diolah

Grafik 1.37. Perkembangan Lama Tinggal Wisatawan

Sementara itu, subsektor makan dan minum juga mencatatkan pertumbuhan negatif,
sebagai dampak dari diliburkannya beberapa kampus dan turunnya sektor pariwisata akibat wabah
pandemic COVID-19 di awal Maret 2020. Survei Biaya Hidup Mahasiswa (SBHM) di DIY 2020
menangkap potensi besarnya transaksi ekonomi yang dilakukan oleh mahasiswa dan kontribusinya
terhadap perekonomian DIY. Populasi mahasiswa di DIY Prodi Diploma dan Sarjana tahun 2019
berdasarkan data PDDIKTI adalah 357.554 orang. Diperkirakan, dari mahasiswa Prodi Diploma
dan Sarjana saja, pengeluaran mahasiswa di DIY bisa mencapai Rp1,044 triliun per bulan. Khusus
bagi pendatang saja atau mahasiswa yang berasal dari luar DIY, diperkirakan pengeluarannya per
bulan mencapai Rp851,936 miliar. Kegiatan usaha makan dan minum menempati posisi pertama
dengan perkiraan nilai transaksi sebesar Rp315.642 miliar per bulan. Selain itu, berdasarkan
liaison kepada pelaku usaha subsektor makan dan minum mengemukakan Penurunan penjualan
terindikasi mulai pertengahan Maret 2020 yaitu sejak awal merebaknya kasus COVID-19 di DIY
serta dikeluarkannya kebijakan Pemerintah mengenai pembatasan aktivitas masyarakat (physical
distancing) dan penerapan Work From Home (WFH) di berbagai instansi. Selain itu, banyak terjadi
pembatalan event wedding dan corporate gathering sebagai dampak pandemi COVID-19.

LAPORAN PEREKONOMIAN 15
DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA - 2020
Pada Triwulan III 2020, kinerja lapangan usaha penyediaan akomodasi dan makan minum
diperkirakan dapat tumbuh lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya. Berdasarkan SKDU,
Perkiraan SBT SKDU Kegiatan Usaha LU PHR pada Triwulan III 2020 tercatat 0,00%, lebih tinggi
dibandingkan Triwulan II 2020 tercatat -14,41 (Grafik 1.38.). Mulai 1 Juli 2020, pemerintah
daerah telah membuka 10 destinasi wisata unggulan di DIY dengan dilengkapi protocol dan SOP
kesehatan. Selain itu, untuk melengkapi pembukaan destinasi wisata di DIY, pemerintah daerah
juga telah membangun aplikasi Jogja Pass dan Visiting Jogja untuk tracking pengunjung sebagai
pencegahan penularan COVID-19. Berdasarkan liaison dengan asosiasi subsektor penyediaan
akomodasi dan makan minum, okupansi hotel merangkak naik sebagai dampak terobosan paket
virtual wedding/meeting.Untuk operasional kamar saat weekend antara 40-50%, sementara ketika
weekend sebesar 70-80%. Selain itu, berdasarkan PT Angkasa Pura I tercatat adanya peningkatan
penumpang pesawat sebanyak 3.000 orang per hari.

% SBT
15,00

10,00

5,00

0,00
II II II IV II II II IV II II II IV II II II IV II II II*
-5,00
2016 2017 2018 2019 2020
-10,00

-15,00

-20,00
SBT Perdagangan, Hotel dan Restoran
Sumber : Bank Indonesia

Grafik 1.38. Perkembangan Perkiraan SBT Perdagangan,


Hotel dan Restoran

1.2.3. Lapangan Usaha Konstruksi


Pada Triwulan II 2020, kinerja LU konstruksi di DIY melanjutkan tren perlambatan.
Pertumbuhan LU konstruksi pada Triwulan II 2020 tercatat tumbuh sebesar -22,18% (yoy),
terkontraksi dibandingkan Triwulan I 2019 maupun Triwulan IV 2019, yang masing-masing tumbuh
sebesar 5,27% (yoy) dan sebesar -9,75% (yoy). Selain karena adanya statistical based effect di
tahun 2019, turunnya kinerja LU kontruksi juga terjadi tertundanya beberapa proyek strategis di
DIY karena sebagai dampak COVID-19.

Terkontraksinya kinerja LU kontruksi tercermin dari survei yang dilakukan Bank Indonesia,
dan kredit yang diberikan perbankan. Berdasarkan SKDU, SBT Kegiatan Usaha LU Konstruksi
pada Triwulan II 2020 meningkat, dari -1,14% pada Triwulan I 2020 menjadi -6,99% (Grafik 1.39.).
Sementara itu, kredit ke real estate dan properti juga tercatat tumbuh melambat. Kredit real estate
pada Triwulan II 2020 lebih rendah dibandingkan Triwulan I 2020, yaitu dari -7,04% (yoy) menjadi
-31,54% (yoy). Sementara itu, kredit properti pada Triwulan II 2020 lebih rendah dibandingkan
Triwulan I 2020, yaitu dari -2,45% (yoy) menjadi -7,35% (yoy). Penurunan kredit properti terjadi
pada semua tipe rumah.

Melambatnya ekonomi global dan domestik, berdampak pada penundaan investasi yang
dilakukan oleh pelaku usaha, khususnya pada investasi bangunan. Berdasarkan liaison dengan
pelaku usaha di LU kontruksi, terdapat penurunan permintaan terhadap real estate, sebagai
dampak adanya wabah COVID-19. Masyarakat cenderung mengalihkan konsumsi dan investasi
kesehatan. Berdasarkan survei konsumen 76% responden menyatakan tidak mungkin membeli
rumah di tahun 2020, jauh di atas rata-rata tahun 2019 yang berkisar 51% responden yang tidak
ingin membeli rumah dalam jangka pendek.

LAPORAN PEREKONOMIAN
16 DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA - 2020
PERKEMBANGAN BAB 1
EKONOMI MAKRO REGIONAL

Sumber : BPS DIY

Grafik 1.39. Perkembangan SBT SKDU Kontruksi

Seiring dengan tren lebih rendahnya pertumbuhan LU konstruksi, kinerja LU pertambangan


dan penggalian turut mengalami kontraksi. LU pertambangan dan penggalian pada Triwulan
II 2020 tumbuh -11,73% (yoy), lebih rendah dibandingkan pertumbuhan pada Triwulan II 2019
sebesar 2,63% (yoy) maupun Triwulan I 2020 yang tercatat sebesar -6,91% (yoy) (Grafik 1.40.).
Aktivitas pertambangan dan penggalian terkoreksi seiring base effect dari permintaan pasir urug
dan batu untuk konstruksi Bandara Internasional Yogyakarta maupun pelebaran ruas jalan di
tahun 2019.

Sumber : BPS DIY Sumber : BPS DIY

Grafik 1.40. Perkembangan PDRB LU Konstruksi dan Grafik 1.41. Perkembangan Perkiraan SBT SKDU
PDRB LU Pertambangan dan Penggalian Konstruksi

Ke depan, LU konstruksi diperkirakan tumbuh lebih tinggi pada Triwulan III 2020. Hal ini
terkonfirmasi dari survei yang dilakukan Bank Indonesia. Perkiraan SBT SKDU kegiatan usaha
LU Kontruksi pada Triwulan III 2020 tercatat -3,00%, lebih tinggi dibandingkan Triwulan II 2020
tercatat -6,99% (Grafik 1.41.). Selain itu, beberapa proyek strategis juga mulai kembali bergeliat,
yaitu revitalisasi dan rekonstruksi bangunan Pojok Beteng yang dibiayai Danais dan penataan
kawasan kumuh di Winongo.

1.2.4. Lapangan Usaha Pertanian, Kehutanan dan Perikanan


Kinerja LU pertanian, kehutanan dan perikanan mampu tumbuh positif pada triwulan
laporan. Pada Triwulan II 2020, kinerja LU pertanian, kehutanan dan perikanan tumbuh sebesar
10,06% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya maupun periode yang sama tahun
lalu, yaitu masing-masing sebesar -8,92% (yoy) dan -1,18% (yoy) (Tabel 1.6.). Naiknya kinerja LU
pertanian, kehutanan dan perikanan terutama didorong oleh lebih tingginya komoditas tanaman
pangan sebagai dampak adanya panen raya padi. Pada triwulan laporan, komoditas hortikultura
juga tercatat mengalami kenaikan produksi. Curah hujan di DIY cenderung stabil dengan potensi
banjir yang rendah. Saat ini kondisi cuaca mulai memasuki masa transisi dari musim hujan ke
musim kemarau. Kondisi cuaca yang mendukung ini menyebabkan tingkat produksi sayuran di
DIY cenderung terjaga. Peningkatan produksi juga terjadi pada komoditas cabai yang memasuki
panen raya pada Triwulan II 2020. Selain itu, dampak pandemi COVID-19 menyebabkan adanya
peningkatan produksi pada tanaman biofarmaka sejalan naiknya permintaan tanaman untuk
kesehatan dan stamina.

LAPORAN PEREKONOMIAN 17
DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA - 2020
Tabel 1.6. Perkembangan Pertanian, Kehutanan dan Perikanan

% (y-on-y) % (q-to-q)
Lapangan Usaha
Q2/19 Q1/20 Q2/20 Q2/19 Q1/20 Q2/20
Pertanian, Kehutanan & Perikanan -1,18 -8,92 10,06 -25,50 60,38 -9,98
1. Pertanian, Peternakan, Jasa Pertanian -1,88 -9,64 16,71 -28,52 75,85 -7,67
a. Tanaman Pangan -4,64 -23,17 29,53 -55,02 261,26 -24,17
b. Hortikultura -0,61 7,32 7,97 7,87 63,20 8,52
c. Perkebunan 5,28 6,26 15,45 37,15 -34,64 49,01
e. Peternakan -0,55 8,53 13,27 -0,42 -3,58 3,92
f. Jasa Pertanian -1,73 -6,03 -7,31 -21,36 20,66 -22,43
2. Kehutanan 7,82 -6,80 -38,15 10,39 -23,00 -26,75
3. Perikanan -4,69 7,56 -25,43 -9,17 24,75 -37,02

Sumber : BPS (diolah)

Lebih tingginya pertumbuhan LU pertanian, kehutanan, dan perikanan juga terkonfirmasi


dari liaison kepada pelaku usaha. Berdasarkan hasil liaison kepada pelaku usaha, LS kapasitas
produksi LU pertanian, kehutanan, dan perikanan pada Triwulan II 2020 sebesar 0,50 poin, lebih
tinggi dibandingkan Triwulan I 2020 sebesar 0,25 poin (Grafik 1.42).

Sumber : Bank Indonesia

Grafik 1.42. Perkembangan LS Kapasitas Produksi LU


Pertanian, Peternakan dan Perikanan

Pada Triwulan III 2020, kinerja LU pertanian, kehutanan, dan perikanan diperkirakan
tumbuh lebih rendah dibanding triwulan sebelumnya. Mulai masuknya masa tanam tanaman
pangan dan potensi kekeringan karena musim kemarau di beberapa wilayah di DIY, diperkirakan
dapat menurunkan kinerja LU pertanian, kehutanan, dan perikanan ke depan. Hal ini terlihat dari
kondisi dinamika atmosfer seperti masih kuatnya pergerakan angin monsoon Australia, dengan
curah hujan 50 mm/dasarian.

LAPORAN PEREKONOMIAN
18 DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA - 2020
PERKEMBANGAN BAB 1
EKONOMI MAKRO REGIONAL

BOKS 1
EDUTOURISM SEBAGAI ENGINE OF GROWTH DIY –
BERDASARKAN KAJIAN SURVEI BIAYA HIDUP MAHASISWA 2020

Latar Belakang
Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) merupakan salah satu daerah tujuan bagi pelajar untuk
menempuh pendidikan tinggi. Pada 2019, tercatat 136 lembaga perguruan tinggi aktif yang terdiri
dari 124 PTS dan 12 PTN. Jumlah mahasiswa DIY juga mengalami peningkatan sebesar 62.737
mahasiswa (15,94%) dari 393.566 mahasiswa pada 2015 menjadi 456.303 mahasiswa tahun 2019
(Pangkalan Data Pendidikan Tinggi, 2020).

Relatif besarnya jumlah mahasiswa di DIY memberikan dampak positif terhadap


perekonomian DIY, apalagi sebagian besar mahasiswa tersebut berasal dari kota/daerah lainnya
di luar DIY. Secara ekonomi, banyaknya jumlah mahasiswa yang sekolah di DIY menjadikan sebab
aliran uang masuk dari daerah lain ke DIY. Uang tersebut dikonsumsi untuk keperluan mahasiswa
di DIY sehingga memberikan efek pengganda terhadap perekonomian DIY.

Mengingat pentingnya peran industri pendidikan pada umumnya dan pengeluaran


mahasiswa pada khususnya terhadap perekonomian DIY, perkembangan konsumsi atau biaya
hidup mahasiswa perlu dikaji secara berkesinambungan. Hal ini untuk memperoleh gambaran
umum mengenai bagaimana pengaruh positif pengeluaran mahasiswa terhadap kegiatan ekonomi
di DIY. Survei serupa telah dilakukan tiga kali, yakni pada 2008, 2012, dan 2016. Pada penelitian
ini, dilakukan survei ulang pada 2020 untuk melengkapi penelitian sebelumnya.

Lonjakan Biaya Hidup dan Biaya Pendidikan di DIY yang Kian Tinggi
Pengeluaran biaya hidup mahasiswa DIY melonjak hampir dua kali lipat dalam 4 tahun
terakhir. Pada 2020, rata-rata biaya hidup mahasiswa1 (Program Studi Diploma dan Sarjana) di
DIY mencapai Rp2,92 juta / bulan. Pengeluaran bahkan lebih tinggi dibanding Upah Minimum
Provinsi (UMP) DIY 2020 sebesar Rp1,70 juta. Tingkat biaya hidup ini melonjak dari hasil survei
2016 di mana rata-rata pengeluaran konsumsi mahasiswa program Diploma sebesar Rp1,59 juta
/ bulan dan program Sarjana sebesar Rp1,66 juta / bulan.

Peningkatan pengeluaran mahasiswa tersebut dipicu oleh semakin besarnya pengeluaran


mahasiswa rantau yang tinggal di pondokan (Tabel 1). Kini, konsumsi mahasiswa di DIY juga
mulai merambah ke kebutuhan sekunder dan tersier. Komponen makan dan minum masih
menjadi kebutuhan utama dengan porsi 30,2% dari pengeluaran mahasiswa. Selanjutnya terdapat
tambahan pengeluaran untuk gaya hidup2 (lifestyle) yang mencapai 24,6% dari pengeluaran
mahasiswa dan terakhir adalah sewa pondokan dengan porsi 20,1%.

Integrasi pendidikan dan pariwisata di DIY semakin kuat, yang ditunjukkan dengan
komponen pengeluaran lifestyle yang melonjak menjadi terbesar kedua. Daya tarik berkuliah di
DIY tidak hanya karena kualitas pendidikan dan biaya yang murah, namun juga didorong oleh
ragam rekreasi dan hiburan yang lengkap. Pengeluaran mahasiswa di DIY untuk kebutuhan
pokok masih relatif terjangkau, sehingga mahasiswa masih memiliki alokasi pengeluaran untuk
kebutuhan lifestyle.

1 Dalam penelitian ini, mahasiswa yang dimaksud hanya Program Studi Diploma dan Sarjana. Mahasiswa
Pascasarjana tidak dimasukkan kedalam sampel, karena keterbatasan waktu survei akibat pandemi COVID-19.

2. Komponen lifestyle terdiri dari konsumsi perawatan diri, rekreasi dan hiburan, nongkrong di café, pembelian
aplikasi atau game online, dan olahraga.

LAPORAN PEREKONOMIAN 19
DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA - 2020
Tabel 1. Pengeluaran Biaya Hidup Mahasiswa (Rp Juta per bulan)

2016 2020
No Komponen Pengeluaran per Bulan
Pondok Ikut Ortu Pondok Ikut Ortu
1 Pondokan dan Listrik 455,8 - 586,4 -
2 Makan dan Minum 757,0 448,7 981,2 515,2
3 Transportasi 132,9 156,6 190,3 197,4
4 Telepon dan Internet 117,9 110,4 103,8 90,1
5 Kesehatan/Perawatan 117,6 86,8 79,2 63,2
6 Rekreasi, Hiburan dan Lifestyle 150,5 133,5 708,8 725,1
7 Shopping goods (sabun, shampo, dll) 99,4 85,8 151,7 136,3
8 Lainnya 102,2 144,7 227,6 170,0
Total 1.933,2 1.166,5 3.028,9 1.897,2

Biaya pendidikan di DIY juga terus mengalami peningkatan dalam 4 tahun terakhir.
Peralihan biaya pendidikan menjadi sistem Uang Kuliah Tunggal (UKT) cenderung meningkatkan
biaya pendidikan. Dalam kurun waktu tersebut inflasi pendidikan tinggi di DIY mencapai 19,8%,
cenderung lebih tinggi dibanding inflasi pendidikan tinggi di Jawa yakni 11,6%.

Tantangan Pendidikan di DIY


DIY dengan segala keberagaman adat budaya dan harmoni memberikan berbagai bentuk
dampak sosial bagi mahasiswa di DIY. Tantangan yang harus dihadapi oleh mahasiswa yang
melanjutkan studi di DIY tidak hanya pada sistem pembelajaran di PT namun juga tantangan
dalam interaksi sosial dan lingkungan.

Keamanan dan kenyamanan DIY sebagai tempat studi mulai terusik dengan adanya
praktik pergaulan bebas dan tindak kriminalitas (pencurian dan narkoba) di lingkungan
pondokan mahasiswa. Hasil survei yang menunjukkan 33,8% responden menilai pergaulan bebas
sebagai hambatan terbesar dalam menjalankan studi pendidikan di DIY. Keluhan ini meningkat
dibandingkan survei 4 tahun lalu. Hambatan selanjutnya adalah keamanan lingkungan sekitar yang
kurang kondusif (19,1%). Selain itu minimnya transportasi umum ke kampus dan sosialisasi warga
yang kurang harmonis menjadi faktor tambahan yang menurut mahasiswa menghambat proses
pendidikan di DIY.

Kontribusi Mahasiswa Yang Semakin Kuat Terhadap Perekonomian DIY


Kontribusi pendidikan tinggi di DIY dalam perekonomian semakin besar. Berdasarkan hasil
kajian ini, keberadaan mahasiswa di DIY diperkirakan berkontribusi sebesar Rp17,2 triliun per
tahun atau setara dengan 12,2% dari PDRB DIY (Tabel 2). Kontribusi mahasiswa ini meningkat dari
hasil survei sebelumnya pada 2015 dengan kontribusi 10,4% dari PDRB DIY.

Kontribusi mahasiswa terhadap perekonomian DIY utamanya bersumber dari konsumsi


biaya hidup. Dari kontribusi Rp17,2 triliun, Rp12,5 triliun di antaranya adalah konsumsi biaya
hidup. Nilai ini setara dengan 8,86% dari PDRB DIY. Secara khusus Rp9,9 triliun di antaranya
adalah konsumsi rutin dari mahasiswa pendatang (setara dengan 7,05% dari PDRB DIY). Besarnya
kontribusi mahasiswa pendatang terhadap perekonomian daerah ini harus menjadi perhatian bagi
pengambil kebijakan untuk penataan wilayah yang lebih baik agar DIY tetap ramah dan murah
bagi mahasiswa.

LAPORAN PEREKONOMIAN
20 DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA - 2020
KEUANGAN DAERAH BAB 2

Tabel 2. Kontribusi Pengeluaran Mahasiswa terhadap PDRB DIY (%)

Pengeluaran (Rp T) Kontribusi thd PDRB (%)


Kontribusi Jenjang
2016 2020 2016 2020
Kontribusi Pengeluaran Pendidikan Diploma 0,7 4,7 0,7 3,3
S1 2,6 2,8
S2* 0,9 1,5 1,0 1,0
Kontribusi Pengeluaran Biaya Hidup Diploma 1,0 12,5 1,5 8,9
S1 6,2 6,6
S2* 1,3 2,1 1,4 1,4
Total Diploma dan Sarjana 10,4 17,2 11,7 12,2
Perkiraan Total (Diploma, S1, dan S2) 12,7 20,7 14,0 14,7

* Pada tahun 2020 tidak dapat dilakukan survei terhadap mahasiswa S2. Sehingga kontribusi pengeluaran mahasiswa
S2 dihitung berdasarkan proyeksi pengeluaran di tahun 2016 yang disesuaikan dengan jumlah mahasiswa dan pola
pengeluaran terbaru

Dampak Pandemi COVID-19 Terhadap Pendidikan Tinggi di DIY


Gugus Tugas COVID-19 Nasional mengklasifikasikan sektor pendidikan merupakan sektor
dengan risiko penularan yang tinggi namun memiliki dampak yang rendah. Hal ini menyebabkan
secara nasional sektor pendidikan menjadi sektor pertama yang ditutup akibat COVID-19 dan
menjadi sektor yang paling terakhir diusulkan untuk dibuka kembali. Kebijakan ini berlaku pada
semua level pendidikan mulai dari sekolah dasar hingga perguruan tinggi.

Penutupan sektor pendidikan di DIY berdampak besar pada perekonomian DIY. Pasca
diumumkannya kasus pertama COVID-19 di Indonesia, seluruh kampus di DIY mengubah kegiatan
belajar mengajar secara online. Dampaknya sekitar 66% mahasiswa rantau telah meninggalkan DIY
untuk kembali ke kampung halamannya. Hal ini menyebabkan kegiatan ekonomi sekitar kampus
akan menjadi sepi. Pulangnya mahasiswa ke kampung halaman ini menyebabkan berkurangnya
transaksi kegiatan ekonomi DIY yang diperkirakan mencapai Rp623,2miliar per bulan (0,4% dari
PDRB DIY).

Upaya Ke Depan
Integrasi pendidikan dan pariwisata di DIY semakin kuat, namun berpotensi membawa
dampak negatif terhadap kebudayaan di DIY. Oleh karena itu perlu memperkuat branding
pendidikan di DIY, untuk menghilangkan stigma negatif. Hingga saat ini masih terdapat stigma
pergaulan bebas dan lingkungan yang kurang kondusif dalam pendidikan tinggi di DIY. Perlu
himbauan secara terus menerus kepada seluruh lapisan masyarakat untuk mengurangi potensi
terjadinya pergaulan bebas di lingkungannya. Selain itu perlu terus menggaungkan gerakan
menentang SARA dan diskriminasi, yang dapat memicu perselisihan di lingkungan DIY.

Peningkatan konsumsi mahasiswa berdampak positif terhadap ekonomi DIY, namun perlu
diarahkan agar berbanding positif terhadap kualitas pendidikan. Tren peningkatan konsumsi
untuk kebutuhan lifestyle dalam satu sisi mendorong UMKM DIY untuk mengembangkan produk
yang diminati mahasiswa. Namun di sisi lain perlu batasan agar konsumsi lifestyle tersebut tidak
berkembang ke arah negatif yang mengganggu pendidikan.

Pendidikan tinggi di DIY merupakan sektor yang memiliki dampak ekonomi yang tinggi.
Berdasarkan hasil kajian, penutupan pendidikan tinggi di DIY berakibat pada berkurangnya tingkat
konsumsi di DIY, sehingga kegiatan ekonomi kecil menjadi anjlok. Oleh karena itu, upaya recovery
sektor pendidikan tinggi akibat COVID-19 ini tidak bisa disamakan dengan recovery pendidikan
menengah dan dasar. Terkait hal tersebut, beberapa upaya yang dapat dilakukan antara lain
sinergi dari seluruh lapisan masyarakat agar mahasiswa pendatang tidak ditolak masuk selama
mematuhi protokol kesehatan yang berlaku, memediasi agar mahasiswa dapat melakukan tes
COVID-19 dengan akses dan biaya yang lebih murah, dan mengapresiasi gerakan gotong royong
untuk berbagi kepada mahasiswa yang tidak dapat pulang ke kampung halamannya.

LAPORAN PEREKONOMIAN
DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA - 2020 21
LAPORAN PEREKONOMIAN
22 DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA - 2020
KEUANGAN DAERAH BAB 2

Realisasi pendapatan Pemerintah Daerah se-DIY pada Triwulan II 2020


membaik dibandingkan triwulan sebelumnya. Di sisi lain, relokasi anggaran
sebagai dampak pandemi COVID-19 memperlambat realisasi belanja APBD.

REALISASI REALISASI REALISASI REALISASI


PENDAPATAN PENDAPATAN ASLI REALISASI BELANJA TIDAK BELANJA
DAERAH DAERAH (PAD) BELANJA DAERAH LANGSUNG LANGSUNG

3,06% -16,29% -12,47% 1,87%


LAPORAN PEREKONOMIAN -34,9%
23
DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA - 2020
Tw II 2020 Tw II 2020 Tw II 2020 Tw II 2020 Tw II 2020
LAPORAN PEREKONOMIAN
24 DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA - 2020
KEUANGAN DAERAH BAB 2

Realisasi pendapatan Pemerintah Daerah se-DIY pada Triwulan II 2020 membaik


dibandingkan triwulan sebelumnya. Lebih tingginya capaian realisasi pendapatan daerah se-
DIY terutama didorong oleh naiknya dana perimbangan sejalan dengan percepatan Transfer
ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) oleh pemerintah pusat. Sementara itu, realisasi Pendapatan
Lain-lain juga tumbuh positif pada triwulan laporan ditopang oleh naiknya realisasi Dana Bagi
Hasil Pajak dan Dana Penyesuaian dan Otsus. Namun demikian, tingginya capaian realisasi dana
perimbangan dan Pendapatan Lain-Lain tertahan oleh kontraksi Pendapatan Asli Daerah (PAD)
. Turunnya PAD pada triwulan laporan sebagai akibat dari turunnya realisasi pajak daerah dan
retribusi daerah, sejalan dengan pandemi COVID-19 yang menurunkan kinerja LU penyediaan
akomodasi dan makan minum dan LU industri pengolahan di DIY. Berdasarkan pos pendapatan
kabupaten/kota secara spasial, perbaikan pertumbuhan realisasi pendapatan terjadi di hampir
semua Kabupaten/Kota di DIY, kecuali Kota Yogyakarta.

Di sisi belanja daerah, relokasi anggaran sebagai dampak pandemi COVID-19


mempengaruhi realisasi belanja pada APBD pada triwulan laporan. Perlambatan realiasi belanja
APBD se-DIY pada triwulan laporan juga searah dengan penurunan kinerja konsumsi pemerintah.
Upaya pemerintah mempercepat belanja di daerah masih belum optimal, terutama dari serapan
belanja barang dan belanja modal yang masih rendah, sebagai dampak dari pandemi COVID-19.
Terkontraksinya realisasi belanja di Triwulan II 2020, terutama didorong oleh pertumbuhan
negatif realisasi belanja langsung. Kontraksi dalam terjadi di semua komponen belanja langsung,
sebagai dampak dari penundaan kegiatan karena pandemic COVID-19. Realisasi belanja tidak
langsung juga tercatat tumbuh melambat. Berdasarkan pos belanja kabupaten/kota secara
spasial, pertumbuhan realisasi belanja terendah di Triwulan II 2020 terjadi di Kabupaten Bantul,
diikuti Kabupaten Kulon Progo.

2.1 Anggaran dan Realisasi Pendapatan dan Belanja APBD-P se-DIY Triwulan I 2020
Pada Triwulan II 2020, realisasi pendapatan Pemerintah Daerah se-DIY membaik
dibandingkan triwulan sebelumnya (Grafik 2.1.). Pada triwulan laporan, tercatat bahwa realisasi
pendapatan pemda se-DIY tumbuh sebesar 3,06% (yoy), lebih tinggi dibandingkan Triwulan I
2020 dan Triwulan II 2019, yaitu masing-masing tumbuh sebesar -13,21% (yoy) dan 1,99% (yoy).
Lebih tingginya realisasi pendapatan tersebut didorong oleh naiknya realisasi dana perimbangan
dan lain-lain pendapatan (Grafik 2.2.).

Sumber: DPPKAD Provinsi, Kab/Kota Sumber: DPPKAD Provinsi, Kab/Kota

Grafik 2.1. Perkembangan Realisasi Pendapatan Daerah Grafik 2.2. Perkembangan Pendapatan Asli Daerah

Peningkatan dana perimbangan terutama terjadi karena percepatan Transfer ke Daerah


dan Dana Desa (TKDD) oleh pemerintah pusat. Percepatan TKDD dimaksud sebagai upaya untuk
menopang dampak ekonomi dari COVID-19. Sampai dengan Triwulan II 2020, porsi realisasi
dana perimbangan dibandingkan dengan realisasi total pendapatan di DIY adalah sebesar
51,50%. Kenaikan dana perimbangan terutama di dorong oleh terakselerasinya Dana Bagi Hasil
(DBH). Pada triwulan laporan, realisasi DBH tercatat tumbuh sebesar 142,33% (yoy), lebih tinggi
dibandingkan triwulan sebelumnya maupun Tiwulan II 2019, masing-masing tercatat sebesar
-35,72% (yoy) dan -35,48% (yoy).

LAPORAN PEREKONOMIAN
DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA - 2020 25
Sementara itu, realisasi Pendapatan Lain-lain juga tumbuh positif pada triwulan laporan.
Pada Triwulan II 2020, Pendapatan Lain-Lain tercatat tumbuh sebesar 23,89% (yoy), lebih tinggi
dibandingkan Triwulan I 2020 yaitu masing-masing tumbuh sebesar -31,20% (yoy). Namun
demikian, pertumbuhan realisasi Pendapatan Lain-lain pada triwulan laporan lebih rendah
dibandingkan Triwulan I 2020, yaitu tercatat tumbuh sebesar 42,83% (yoy). Adapun kenaikan
realisasi komponen tersebut terjadi terutama kenaikan realisasi Dana Bagi Hasil Pajak dan Dana
Penyesuaian dan Otonomi Khusus (Otsus).

Pada Triwulan II 2020, Pendapatan Asli Daerah (PAD) terkontraksi dalam, sebagai akibat
dari turunnya realisasi pajak daerah dan retribusi daerah. Realisasi PAD pada Triwulan II 2020
tercatat tumbuh sebesar -16,29% (yoy), lebih rendah dibandingkan Triwulan I 2020 dan Triwulan II
2020, yaitu masing-masing tumbuh sebesar 0,44% (yoy) dan 0,10% (yoy). Sementara itu, realisasi
pajak daerah dan retribusi daerah pada triwulan laporan tercatat tumbuh negatif sebesar -24,48%
(yoy) dan 31,20% (yoy). Komponen pajak daerah dan retribusi daerah memiliki pangsa terbesar
terhadap total realisasi PAD se-DIY pada Triwulan II 2020, yakni 66,80%. Penurunan pertumbuhan
terjadi seiring dengan pandemi COVID-19 yang menurunkan kinerja LU penyediaan akomodasi
dan makan minum dan LU industri pengolahan di DIY. Turunnya kinerja LU penyediaan akomodasi
dan makan minum ini tercermin dari lebih rendahnya indikator tingkat okupansi kamat hotel di
DIY pada Triwulan II 2020. Pertumbuhan pajak daerah juga mendorong lebih rendahnya tax ratio
daerah pada triwulan laporan dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (Grafik 2.3.).
Pada Triwulan II 2020, tax ratio daerah se-DIY tercatat 1,77%. Nilai tax ratio tersebut lebih rendah
dibandingkan Triwulan I 2020, yakni (1,89%) dan Triwulan II 2019 (2,18%).

3%

2,5

1,5

0,5

0
89 10 11 12 13 14

Sumber: DPPKAD Provinsi, Kab/Kota

Grafik 2.3. Perkembangan Tax Ratio se-DIY

Di sisi belanja daerah, relokasi anggaran sebagai dampak pandemi COVID-19 mempengaruhi
realisasi belanja pada APBD lebih rendah (Grafik 2.4.). Rata-rata penurunan realisasi belanja APBD
se-DIY sebesar 10,9% dari total alokasi belanja sebelumnya. Terdapat setidaknya 17 regulasi
yang dikeluarkan oleh Pemerintah Pusat yang perlu disikapi dengan perubahan penjabaran APBD.
Frekuensi perubahan penjabaran yang dilakukan terjadi di Kabupaten Sleman sebanyak 9 kali,
diikuti Kabuaten Bantul (5 kali), Kabupaten Gunungkidul (5 kali), Kabupaten Kota Yogyakarta (3
kali), Provinsi DIY (3 kali), dan Kabupaten Kulon Progo (2 kali).

Perlambatan realiasi belanja APBD se-DIY pada triwulan laporan juga searah dengan
penurunan kinerja konsumsi pemerintah. Pada Triwulan II 2020, realisasi belanja Pemda se-DIY
tercatat terkontraksi sebesar -12,47% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya
maupun Triwulan II 2019, yang masing-masing tumbuh sebesar 7,73% (yoy) dan 9,51% (yoy).
Selain itu, upaya pemerintah mempercepat belanja di daerah masih belum optimal, terutama dari
serapan belanja barang dan belanja modal yang masih rendah, sebagai dampak dari pandemi
COVID-19.

Terkontraksinya realisasi belanja di Triwulan II 2020, terutama didorong oleh pertumbuhan


negatif realisasi belanja langsung. Pada triwulan laporan, realisasi belanja langsung tercatat
tumbuh sebesar -34,90% (yoy), terkontraksi dalam dibandingkan Triwulan I 2020 dan Triwulan II
2019, yaitu masing-masing tumbuh sebesar 6,46% (yoy) dan 9,51% (yoy). Porsi realisasi belanja
langsung di Triwulan II 2020 terhadap total belanja adalah sebesar 29,01% (Grafik 2.5.). Kontraksi

LAPORAN PEREKONOMIAN
26 DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA - 2020
KEUANGAN DAERAH BAB 2

Sumber: DPPKAD Provinsi, Kab/Kota Sumber: DPPKAD Provinsi, Kab/Kota

Grafik 2.4. Perkembangan Realisasi Belanja se-DIY Grafik 2.5. Proporsi Realisasi Komponen Belanja se-DIY

dalam terjadi di semua komponen belanja langsung, khususnya belanja barang dan jasa, sebagai
dampak dari penundaan kegiatan karena pandemi COVID-19 (Grafik 2.6). Pada Triwulan II 2020,
terdapat 134 paket penghentian tender dan 128 paket penarikan tender1. Sementara itu, belanja
pegawai juga tercatat tumbuh negatif pada triwulan laporan, yaitu -27,76% (yoy). Terkoreksinya
belanja pegawai pada belanja langsung sejalan dengan program penertiban yang dilakukan Pemda
DIY terhadap tenaga kontrak non PNS, yaitu seluruh pegawai non PNS yang ada di lingkungan
Pemda DIY bekerja atas izin dari Gubernur DIY sejak awal 2020.

Penundaan sejumlah proyek pemerintah sebagai dampak COVID-19, juga menyebabkan


pertumbuhan negatif pada komponen belanja modal. Pada Triwulan II 2020, belanja modal
tercatat tumbuh sebesar -54,74% (yoy). Terdapat 34 paket pekerjaan jasa kontruksi dihentikan
dan 31 paket ditarik dari tender. Kegiatan kontruksiyang dijalankkan hanya bersifat tahun
jamak dan multiyears, diantaranya pembangunan Kantor Dinas Lingkungan Hidup (DLH), Pasar
Prawirotaman dan beberapa sekolah di DIY.

Sumber: DPPKAD, Kab/Kota Sumber: DPPKAD, Kab/Kota

Grafik 2.6. Perkembangan Realisasi Komponen Belanja Grafik 2.7. Perkembangan Realisasi Komponen Belanja
Langsung Tidak Langsung

Pada Triwulan II 2020, realisasi belanja tidak langsung tercatat tumbuh melambat. Realisasi
belanja tidak langsung pada triwulan laporan tercatat tumbuh sebesar 1,87% (yoy), lebih rendah
dibandingkan Triwulan I 2020 dan Triwulan II 2019, yaitu masing-masing sebesar 8,57% (yoy) dan
10,31% (yoy). Penurunan belanja tidak langsung terutama didorong oleh melambatnya realisasi
belanja hibah, belanja bunga, dan belanja pegawai (Grafik 2.7.). Kontraksi dalam pada belanja
hibah sebagai dampak dari based effect pada periode yang sama tahun sebelumnya, karena
adanya hibah urusan pendidikan.

1 Paket penarikan tender adalah paket pekerjaan yang sudah berproses di BLP, kemudian digentikan untuk
menindaklanjuti Surat Nomor 050/5853, tanggal 3 April 2020 perihal Edaran Tentang Penghentian Proses
Pengadaan Barang/Jasa di Lingkungan Pemda DIY pada umumnya disebabkan karena rasionalisasi anggaran
akibat pandemic COVID-19.

LAPORAN PEREKONOMIAN
DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA - 2020 27
2.3 Anggaran dan Realisasi Pembiayaan APBD-P Se-DIY Triwulan II 2020
Pada Triwulan II 2020, capaian realisasi penerimaan pembiayaan lebih rendah dibandingkan
tahun sebelumnya. Realisasi penerimaan pembiayaan pada triwulan berjalan tercatat sebesar
Rp827,17 miliar dengan pertumbuhan sebesar -6,39% (yoy). Sumber penerimaan pembiayaan
terbesar berasal dari SILPA tahun anggaran sebelumnya dengan porsi 99,00% dari total
penerimaan pembiayaan. Sampai dengan Triwulan II 2020, realisasi SILPA sebesar 61,92%, lebih
rendah dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (Tabel 2.1.).

Sementara itu, realisasi pengeluaran pembiayaan pada tahun laporan juga menurun.
Capaian realisasi pengeluaran pembiayaan pada triwulan laporan tercatat lebih rendah
dibandingkan tahun sebelumnya, dengan pertumbuhan -45,73% (yoy) dan capaian realisasi
sampai dengan Triwulan II 2020 sebesar 51,26%. Menurunnya pengeluaran pembiayaan didorong
oleh komponen penyertaan modal di Triwulan II 2020 yang terealisasi sebesar Rp 139,94 milliar.
Untuk tahun 2020, Pemda DIY berencana untuk melakukan penyertaan modal kepada BPD DIY
dan dan penguatan modal kepada PT Tarumartani.
Tabel 2.1. Realisasi Pembiayaan APBD se-DIY 2020
s.d. TW II 2019 s.d TW II 2020
% “g_TW II
APBD 2019 APBD 2020 Realisasi
No Uraian 2020
(Rp. Juta) Realisasi Realisasi Pertumbuhan (Rp. Juta) Realisasi terhadap
(Rp. Juta) terhadap % (yoy) (Rp. Juta) (%, yoy)”
APBD
APBD
I Penerimaan Pembiayaan 1.379.946 879.290 63,72 9,08 1.338.000 827.175 61,82 (5,93)
a. SILPA Tahun Anggaran Sebelumnya 1.369.236 874.837 63,89 9,22 1.322.498 818.899 61,92 (6,39)
b. Pencairan Dana Cadangan - - - - -
c. Hasil Penjualan Kekayaan Daerah - - - - -
d. Pinjaman Daerah - - - 7.600 -
e. Penerimaan Kembali Pemberian Pinjaman - 4 294,82 - 4 -
Daerah
f. Penerimaan Piutang Daerah - - - - -
g. Penerimaan Kembali Investasi Dana Bergulir 10.710 4.449 41,54 389,30 15.502 673 4,34 (84,87)
h. Penerimaan dari Biaya Penyusutan - - - - -
Kendaraan
II Pengeluaran Pembiayaan 348.291 282.133 81,01 259,60 298.680 153.107 51,26 (45,73)
a. Dana Cadangan - - - - -
b. Penyertaan Modal 327.840 275.015 83,89 286,84 282.341 139.438 49,39 (49,30)
c. Pembayaran Pokok Utang 8.316 4.120 49,54 16,45 5.338 13.668 256,05 231,76
d. Pemberian Pinjaman Daerah - - - - -
e. Penyelesaian Kegiatan DPA-L - - - - -
f. Pembayaran Kewajiban Tahun Lalu - - 11.000 -
g. Dana Bergulir 12.135 2.999 298.680 153.107 51,26 5.006,10
Pembiayaan Neto 1.031.655 514.346 49,86 (29,32) 1.039.320 674.069 64,86 31,05

Sumber: DPPKAD Kabupaten/Kota/Provinsi di DIY

2.4 Anggaran dan Realisasi Pendapatan dan Belanja APBD-P Kabupaten dan Kota
Perbaikan pertumbuhan realisasi pendapatan terjadi di hampir semua Kabupaten/Kota di
DIY, kecuali Kota Yogyakarta. Pertumbuhan realisasi pendapatan tertinggi terjadi di Kabupaten
Gunungkidul dan Kabupaten Bantul, yaitu masing-masing tercatat masing-masing tumbuh sebesar
34,46% (yoy) dan 31,66% (yoy) (Grafik 2.8.). Kenaikan realisasi pendapatan di kedua kabupaten
dimaksud didoroong oleh naiknya realisasi dana perimbangan. Porsi dana perimbangan pada
APBD 2020 Kabupaten Gunungkidul sebesar 77,20% dan Kabupaten Bantul sebesar 75,23%.

Di sisi lain, semua Kabupaten/Kota di DIY mencatatkan pertumbuhan negatif pada


realisasi Pendapatan Asli Daerah (Grafik 2.9.). Pertumbuhan terdalam terjadi di Kota Yogyakarta,
diikuti Kabupaten Sleman. Pada Triwulan II 2020, Kota Yogyakarta mencatatkan realisasi PAD
sebesar -38,70% (yoy), sementara itu Kabupaten Sleman sebesar -17,63% (yoy). Penurunan
realisasi PAD di Kota Yogyakarta dan Kabupaten Sleman terutama didorong oleh turunnya pajak
daerah, yang mengambil porsi pajak daerah dibandingkan total PAD masing-masing sebesar
56,74% dan 56,41%. Penurunan pajak daerah sejalan dengan turunnya kinerja sektor pariwisata

LAPORAN PEREKONOMIAN
28 DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA - 2020
KEUANGAN DAERAH BAB 2

sebagai dampak dari pandemic COVID-19. Pada Triwulan II 2020, realisasi pajak daerah di Kota
Yogyakarta tumbuh terkontraksi sebesar -50,52% (yoy), sementara realisasi pajak daerah di
Kabupaten Sleman tumbuh sebesar -19,83% (yoy) (Grafik 2.10.).

Sumber: DPPKAD Provinsi, Kab/Kota Sumber: DPPKAD Provinsi, Kab/Kota

Grafik 2.8. Pertumbuhan Realisasi Pendapatan Kab/Kota Grafik 2.9. Pertumbuhan Realisasi PAD Kab/Kota di DIY
di DIY

Sumber: DPPKAD Provinsi, Kab/Kota

Grafik 2.10. Pertumbuhan Realisasi Pajak Daerah Kab/


Kota di DIY

Meskipun demikian, berdasarkan kemampuan daerah dalam memperoleh pendapatan


yang berasal dari sumber daya yang dimilikinya, Kota Yogyakarta menjadi daerah yang paling
mandiri di antara kabupaten dan kota lainnya di DIY (Grafik 2.11.). Kemandirian daerah tersebut
ditunjukkan dari derajat otonomi fiskal (DOF)2. Kota Yogyakarta sebesar 32,39%, paling tinggi
dibandingkan DOF kota/kabupaten lain di DIY. Di sisi lain, Kabupaten Gunungkidul merupakan
kabupaten yang memiliki ketergantungan yang tinggi terhadap Pemerintah Pusat. Hal ini tecermin
dari nilai DOF paling rendah, yaitu sebesar 11,96%. Secara keseluruhan, tingkat kemandirian
daerah se-DIY masih dapat ditingkatkan. Seluruh kabupaten/kota di DIY perlu melakukan
upaya untuk meningkatkan PAD melalui intensifikasi dan ekstensifikasi pemungutan pajak dan
retribusi serta pendayagunaan kekayaan daerah sebagai sumber pendapatan daerah. Salah satu
optimalisasi pajak dan retribusi yang dapat dilakukan adalah melalui industri pariwisata, yang
merupakan salah satu potensi ekonomi di DIY. Berdasarkan besarnya porsi PAD masing-masing
daerah terhadap total PAD kabupaten dan kota se-DIY, Kabupaten Sleman berkontribusi paling
besar, yaitu 38,58% dan diikuti Kota Yogyakarta sebesar 25,98% (Grafik 2.12.).

2 Derajat Otomomi Fiskal (DOF) adalah kemampuan pemerintah daerah dalam rangka meningkatkan Pendapatan
Asli daerah guna membiayai pembangunan. Derajat Desentralisasi Fiskal, khususnya komponen PAD dibandingkan
dengan Total Pendapatan Daerah.

LAPORAN PEREKONOMIAN
DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA - 2020 29
Sumber: DPPKAD Provinsi, Kab/Kota Sumber: DPPKAD Provinsi, Kab/Kota

Grafik 2.11. Derajat Otonomi Fiskal Kab. dan Kota se-DIY Grafik 2.12. Proporsi Realisasi PAD Kab. dan Kota se-DIY

Dampak pandemi COVID-19 menyebabkan semua Kabupaten/Kota di DIY mengalami


kendala dalam pelaksaan pekerjaan. Hal ini tercermin dari rendahnya serapan belanja barang/jasa
dan belanja modal hingga Triwulan II 2020 (Grafik 2.13.). Penurunan ini sejalan dengan penurunan
pagu belanja langsung sebagai dampak dari relokasi anggaran penanganan COVID-19. Pada
Triwulan II 2020, semua realisasi belanja barang dan jasa di Kabupaten/Kota di DIY terkontraksi
(Grafik 2.14.). Penurunan paling dalam terjadi di Kabupaten Bantul, yaitu tercatat tumbuh sebesar
-42,36% (yoy) pada triwulan laporan.

% (yoy)

Sumber: DPPKA Provinsi, Kabupaten/Kota Sumber: DPPKA Provinsi, Kabupaten/Kota

Grafik 2.13. Pertumbuhan Realisasi Belanja Kab/Kota di Grafik 2.14. Pertumbuhan Realisasi Belanja Barang dan
DIY Jasa Kab/Kota di DIY

Berdasarkan spasialnya, pos belanja kabupaten/kota di DIY, realisasi belanja di Kabupaten


Bantul dan Kabupaten Kulon Progo pada triwulan laporan tercatat tumbuh lebih rendah
dibandingkan triwulan sebelumnya dan mengalami pertumbuhan negatif (Grafik 2.15.). Pada
Triwulan II 2020, realisasi belanja di Kabupaten Bantul dan Kabupaten Kulon Progo tercatat
masing-masing tumbuh sebesar -14,97% (yoy) dan -14,13% (yoy). Penurunan realisasi belanja pada
kedua kabupaten tersebut didorong oleh lebih rendahnya realisasi belanja langsung, baik untuk
belanja barang dan jasa serta barng modal (Grafik 2.16, 2.17, dan 2.18). Kendala permasalahan
realisasi belanja di Kabupaten Bantul diantaranya terjadi karena kendala pengadaan tanah
di beberapa proyek dan hambatan logistik. Sementara itu, permasalahan realisasi belanja di
Kabupaten Kulon Progo terutama terjadi karena penundaan event kebudayaan, pengadaan tanah,
dan pembangunan proyek daerah.

Di sisi lain, pertumbuhan realisasi belanja tertinggi di Triwulan II 2020 terjadi di Kabupaten
Sleman. Tingginya realisasi belanja di kabupaten tersebut terutama didorong oleh tingginya
realisasi belanja langsung, terutama komponen belanja modal. Pada Triwulan II 2020, realisasi
belanja modal di Kabupaten Sleman tercatat tumbuh sebesar 84,73% (yoy). Kabupaten Sleman
juga mencatatkan penurunan pagu belanja langsung terendah, yaitu sebesar -27%.

LAPORAN PEREKONOMIAN
30 DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA - 2020
KEUANGAN DAERAH BAB 2

Sumber: DPPKAD Provinsi, Kab/Kota Sumber: DPPKAD Provinsi, Kab/Kota

Grafik 2.15. Pertumbuhan Realisasi Belanja Tidak Grafik 2.16. Pertumbuhan Realisasi Belanja Langsung
Langsung Kab/Kota di DIY Kab/Kota di DIY

Sumber: DPPKAD Provinsi, Kab/Kota Sumber: DPPKAD Provinsi, Kab/Kota

Grafik 2.17. Pertumbuhan Realisasi Belanja Barang dan Grafik 2.18. Pertumbuhan Realisasi Belanja Modal Kab/
Jasa Kab/Kota di DIY Kota di DIY

2.5 Anggaran dan Realisasi APBN DIY pada Triwulan II 2020


Anggaran belanja APBN di DIY sampai dengan Triwulan II 2020 tercatat tumbuh sebesar
0,31% (yoy), dengan penyerapan yang lebih tinggi dibandingkan periode yang sama pada tahun
sebelumnya, yaitu dari 38,26% di Triwulan II 2019 menjadi 40,94% di Triwulan II 2020 (Tabel 2.2.).
Kenaikan belanja terutama terjadi pada komponen Dana Alokasi Khusus Fisik dan Non Fisik, serta
Dana Desa, sejalan dengan kebijakan pencegahan pandemic COVID-19. Sementara itu, belanja
pegawai yang merupakan memiliki pangsa terbesar dari belanja APBN se-DIY terealisasi sebesar
Rp 2.154,92 miliar. Sementara itu, berdasarkan fungsinya, kenaikan realisasi terjadi pada fungsi
pelayanan umum, perumahan dan fasiltas umum, serta pendidikan (Tabel 2.3.).

Tabel 2.2. Realisasi Belanja APBN se-DIY 2020 berdasarkan Sektor

APBN TW II 2019 APBN TW II 2020


No Sektor Anggaran Realisasi Anggaran Realisasi
% Realisasi Share % % Realisasi Share %
(Rp Juta) (Rp Juta) (Rp Juta) (Rp Juta)
1 Belanja Pegawai 4.244.191 2.193.842 51,69 35,03 4.708.059 2.154.923 45,77 41,45
2 Belanja Barang 4.071.076 1.536.828 37,75 33,60 3.673.113 1.245.839 33,92 32,34
3 Belanja Modal 2.725.166 609.165 22,35 22,49 1.413.498 359.087 25,40 12,44
4 Belanja Bantual Sosial 14.223 7.683 54,02 0,12 14.070 5.869 41,72 0,12
5 Dana Alokasi Khusus Fisik 637.546 33.739 5,29 5,26 440.840 64.577 14,65 3,88
6 Dana Alokasi Khusus Non Fisik - - - 664.342 444.472 66,90 5,85
7 Dana Desa 423.785 254.271 60,00 3,50 444.454 375.588 84,51 3,91
Jumlah 12.115.988 4.635.528 38,26 100,00 11.358.377 4.650.354 40,94 100,00

Sumber: Kanwil DJPBN Yogyakarta

LAPORAN PEREKONOMIAN
DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA - 2020 31
Tabel 2.3 Realisasi Belanja APBN se-DIY 2020 berdasarkan Fungsi

APBN TW II 2019 APBN TW II 2020


No Sektor Anggaran Realisasi Anggaran Realisasi
% Realisasi Share % % Realisasi Share %
(Rp Juta) (Rp Juta) (Rp Juta) (Rp Juta)
1 Pelayanan Umum 1.798.155 666.576 37,07 14,84 2.095.389 1.069.734 51,05 17,29
2 Pertahanan 1.000.668 536.946 53,66 8,26 1.218.646 530.152 43,50 10,06
3 Ketertiban dan Keamanan 1.433.884 743.645 51,86 11,83 1.504.761 698.203 46,40 12,42
4 Ekonomi 2.650.595 718.489 27,11 21,88 1.292.524 389.381 30,13 10,67
5 Lingkungan Hidup 293.141 96.002 32,75 2,42 252.651 85.295 33,76 2,09
6 Perumahan & Fasilitas Umum 353.350 83.281 23,57 2,92 412.875 120.406 29,16 3,41
7 Kesehatan 1.162.109 489.442 42,12 9,59 1.339.483 468.479 34,97 11,06
8 Pariwisata dan Budaya 1.999 1.468 73,47 0,02 2.599 - - 0,02
9 Agama 161.363 82.013 50,83 1,33 184.630 69.177 37,47 1,52
10 Pendidikan 3.132.627 1.161.155 37,07 25,86 2.980.804 1.199.224 40,23 24,60
11 Perlindungan Sosial 128.098 56.510 44,11 1,06 56.445 18.827 33,35 0,47
Jumlah 12.115.988 4.635.528 38,26 100,00 11.358.377 4.650.354 40,94 100,00

Sumber: Kanwil DJPBN Yogyakarta

LAPORAN PEREKONOMIAN
32 DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA - 2020
KEUANGAN DAERAH BAB 2

BOKS 2
REALISASI DANA KEISTIMEWAAN DIY HINGGA SEMESTER I 2020
Keistimewaan DIY meliputi wewenang tambahan dalam hal penyelenggaraan urusan
pemerintahan diatur dalam UU No. 13 tahun 2012. Menurut UU, pengaturan tersebut bertujuan
untuk: (i) mewujudkan pemerintahan yang demokratis, (ii) mewujudkan kesejahteraan dan
ketenteraman masyarakat, (iii) mewujudkan tata pemerintahan dan tatanan sosial yang menjamin
ke-bhineka-tunggal-ika-an dalam kerangka NKRI, (iv) menciptakan pemerintahan yang baik, dan
(v) melembagakan peran dan tanggung jawab Kasultanan dan Kadipaten dalam menjaga dan
mengembangkan budaya Yogyakarta yang merupakan warisan budaya bangsa. Sementara itu,
kewenangan yang diatur dalam Hak Keistimewaan pemerintah DIY meliputi tata cara pengisian
jabatan, kedudukan, tugas, dan wewenang Gubernur dan Wakil Gubernur, kelembagaan
Pemerintah Daerah DIY, kebudayaan, pertanahan, dan tata ruang.

Sumber : Bappeda DIY, 2020 Sumber : Bappeda DIY, 2020

Grafik 1 Perkembangan Anggaran Danais (2017-2020) Grafik 2 Proporsi Danais 2020 Berdasarkan Urusan

Sejak 2012, anggaran Danais DIY mengalami peningkatan setiap tahunnya. Anggaran
Danais 2020 tercatat sebesar Rp 1,32 T, meningkat 10% jika dibandingkan dengan 2019 (Grafik 1).
Anggaran Danais 2020 memiliki alokasi untuk masing-masing urusan degan rincian berikut: 51,34%
untuk urusan kebudayaan, 44,47% untuk urusan tata ruang, 2,57% untuk urusan pertanahan, dan
1,61% untuk urusan kelembagaan (Grafik 2). Hingga akhir semester I 2020, realisasi keuangan
Danais ditargetkan mencapai 33,37%, yakni Rp440,54 M. Adapun realisasi keuangan hingga
semester I 2020 hanya mencapai 36,17% dari target yang ditetapkan, yakni Rp159,35 M dan
realisasi fisik kumulatif 47%.

Kinerja pelaksanaan, baik fisik dan keuangan, Danais hingga semester I 2020 lebih rendah
jika dibandingkan dengan kinerja pada periode yang sama pada tahun sebelumnya, kecuali untuk
kinerja fisik urusan Tata Ruang.

Sebagai perbandingan, capaian rata-rata kinerja fisik pada 2020, yakni 42,32% jika
dibandingkan dengan capaian 2019 (47,99%). Penurunan terbesar disumbang oleh urusan
kelembagaan dengan selisih 10,2 poin (Grafik 3). Adapun kinerja fisik urusan Tata Ruang semester
I 2020 mencapai 64,59%, lebih tinggi jika dibandingkan dengan kinerja fisik semester I 2019
(61,95%). Pencapaian ini juga merupakan kinerja fisik tertinggi jika dibandingkan dengan kinerja
urusan lainnya. Sementara itu, kinerja fisik terendah berada pada urusan Pertanahan, yakni hanya
30,74%.

Capaian rata-rata kinerja keuangan pada 2020, yakni 19,58% juga lebih rendah 12,8 poin
jika dibandingkan dengan capaian pada 2019, yakni 32,34% (Grafik 4). Semua urusan mengalami
penurunan kinerja, dengan kontribusi penurunan terbesar disumbang oleh urusan Tata Ruang.
Pencapaian kinerja keuangan tertinggi ada pada urusan Pertanahan, yakni 24,93%, sedangkan
kinerja keuangan terendah dicapai oleh urusan Kebudayaan, dengan pencapaian 8,71%.

LAPORAN PEREKONOMIAN
DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA - 2020 33
Sumber : Bappeda DIY, 2020 Sumber : Bappeda DIY, 2020

Grafik 3 Perbandingan Kinerja Fisik Semester I Danais Grafik 4 Perbandingan Kinerja Keuangan Semester I
(2019 dan 2020) Danais (2019 dan 2020)
Rendahnya capaian kinerja pelaksanaan, baik fisik dan keuangan Danais 2020 antara lain
merupakan sebagai dampak pandemi COVID-19. Sebagian besar kegiatan yang terdampak
COVID-19 dilaksanakan dengan metode yang berbeda, yakni dengan menghindari pengumpulan
massa dan menerapkan protokol pencegahan penyebaran COVID-19. Hal ini menyebabkan deviasi
yang besar antara kinerja fisik dan keuangan pada masing-masing urusan dan berdampak pada
penggunaan anggaran yang turun. Adapun pada 2019, deviasi antara kinerja fisik dan keuangan
senilai 15,66%, sedangkan pada 2020 meningkat menjadi 22,74%.

Sumber : Bappeda DIY, 2020 Sumber : Bappeda DIY, 2020

Grafik 5 Perbandingan Deviasi Kinerja Danais (2019 dan Grafik 6 Proporsi Danais Kabupaten dan Kota
2020)

Untuk tingkat kabupaten dan kota se-DIY, anggaran Danais 2020 senilai Rp 371,03 M.
Secara spasial, anggaran terbesar dimiliki Kabupaten Kulon Progo, yakni Rp 112,81 M (30,41%)
dan terendah Kabupaten Bantul, yakni Rp 28,20 M (7,60%) (Grafik 6). Hingga akhir semester I
2020, realisasi keuangan Danais kabupaten dan kota ditargetkan mencapai 19,31% dari alokasi
anggaran, yakni Rp71,63 M. Adapun realisasi keuangan hingga semester I 2020 hanya mencapai
29,23% dari target yang ditetapkan, yakni Rp20,93 M dan realisasi fisik kumulatif 36,06%. Secara
spasial, capaian kinerja fisik paling tinggi dicapai Kab. Gunungkidul. Adapun capaian kinerja fisik
lebih baik jika dibandingkan dengan kinerja keuangan. (Grafik 7 dan 8)

Sumber : Bappeda DIY, 2020 Sumber : Bappeda DIY, 2020

Grafik 7 Kinerja Fisik Spasial Semester I 2020 Grafik 8 Kinerja Keuangan Spasial Semester I 2020

LAPORAN PEREKONOMIAN
34 DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA - 2020
KEUANGAN DAERAH BAB 2

Pandemi COVID-19 juga berdampak pada kinerja pelaksanaan Danais tingkat kabupaten
dan kota. Sebagai contoh, Kab. Gunungkidul dan Kab. Bantul tidak melakukan realisasi/pencairan
untuk urusan Tata Ruang karena kegiatan yang tidak dapat dilaksanakan. Meskipun demikian,
telah terdapat realisasi pelaksanaan fisik berupa persiapan dokumen RTBL.

Belanja pemerintah merupakan salah satu pilihan paling memungkinkan untuk dapat
mendongkrak perekonomian di masa pandemi ini. Untuk itu, realisasi keuangan harus dipercepat,
yang diharapkan dapat juga berdampak terhadap konsumsi rumah tangga. Berdasarkan IRIO 2015,
sektor Pemerintahan Umum antara lain memiliki angka pengganda 1,506 terhadap total output
perekonomian DIY (Peringkat 5 tertinggi dari 35 sektor) dan angka pengganda 0,646 terhadap
total pendapatan rumah tangga (Peringkat 1 tertinggi dari 35 sektor). Terkait realisasi danais,
upaya pemkot untuk tetap melanjutkan 4 (empat) proyek konstruksi dengan sumber pendanaan
Danais, antara lain pengerjaan simpang Tugu, pengerjaan jalur pejalan kaki Jalan Sudirman,
pengerjaan jalur pejalan Jalan KH Ahmad Dahlan, dan Saluran Air Hujan (SAH) Kotagede. Jika
sesuai dengan jadwal, tahap pengadaan keempat proyek dapat selesai pada Triwulan III 2020 dan
diharapkan pengerjaannya dapat dilangsungkan pada 2020.

LAPORAN PEREKONOMIAN
DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA - 2020 35
LAPORAN PEREKONOMIAN
36 DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA - 2020
PERKEMBANGAN BAB 3
inflasi daerah

Inflasi yang rendah di tengah penurunan kinerja perkonomian DIY pada Triwulan
II 2020.

INFLASI JAWA INFLASI NASIONAL


INFLASI DIY

1,95% 2,38% 1,96%


(yoy) (yoy) (yoy) LAPORAN PEREKONOMIAN 37
Triwulan II 2020 Triwulan II 2020 Triwulan II 2020
DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA - 2020
38 LAPORAN PEREKONOMIAN
DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA - 2020
PERKEMBANGAN BAB 3
inflasi daerah

3.1 Perkembangan Inflasi Triwulan II 2020


Penurunan kinerja ekonomi DIY sepanjang semester I 2020 diiringi dengan inflasi yang
cenderung rendah dan stabil. Inflasi DIY Triwulan II 2020 relatif rendah yakni 1,97% (yoy). Capaian
inflasi ini lebih rendah dibanding realisasi inflasi DIY triwulan I 2020 yang tercatat 2,96% (yoy).
Realisasi tersebut sedikit lebih rendah dibanding sasaran yang telah ditetapkan yakni 3,0%±1%
(yoy). Rendahnya inflasi ini disebabkan sejalan dengan rendahnya tingkat konsumsi swasta. Namun
demikian ekspektasi inflasi masyarakat masih terjaga, sehingga pergerakan harga komoditas
berada pada rentang yang wajar.

Sumber: BPS DIY, diolah

Grafik 3.1. Perbandingan Inflasi Antar Daerah Tw II 2020

Pencapaian inflasi DIY pada awal 2020 menjadi yang terendah di kawasan. Pencapaian
inflasi DIY lebih rendah dibanding realisasi inflasi Jawa (2,38%; yoy) maupun Nasional (1,98%;
yoy). Inflasi DIY juga lebih rendah dibanding Jawa Barat (2,76%; yoy), Jawa Tengah (2,48%; yoy),
Banten (2,50%;yoy), Jawa Timur (2,04%; yoy), dan setara dengan DKI Jakarta (1,95%; yoy),
Banten (2,99; yoy).

Tabel 3.1. Tren Perkembangan Inflasi DIY Bulanan (mtm, %)

Inflasi (mtm, %) Tw II-20 Akumulasi Inflasi


Kelompok Inflasi
Apr-20 May-20 Jun-20 Tw II
Umum -0,24 0,22 0,08 0,06
Makanan, Minuman Dan Tembakau -0,70 -0,10 1,17 0,37
Pakaian Dan Alas Kaki 0,02 -0,04 0,05 0,03
Perumahan, Air, Listrik, Dan Bahan Bakar Rumah Tangga -0,01 0,15 0,00 0,14
Perlengkapan, Peralatan Dan Pemeliharaan Rutin Rumah Tangga -0,03 0,16 0,05 0,18
Kesehatan -0,12 0,11 -0,04 -0,05
Transportasi -0,73 1,36 -1,35 -0,72
Informasi, Komunikasi, Dan Jasa Keuangan 0,04 0,00 -0,25 -0,21
Rekreasi, Olahraga, Dan Budaya 0,00 0,00 0,19 0,19
Pendidikan 0,00 0,00 0,00 0,00
Penyediaan Makanan Dan Minuman/Restoran 0,00 0,00 0,07 0,07
Perawatan Pribadi Dan Jasa Lainnya 0,54 0,13 0,20 0,87

Sumber: BPS DIY, diolah

Penurunan inflasi tahunan DIY pada Triwulan II 2020 disebabkan oleh rendahnya inflasi
bulanan sepanjang triwulan. Pada April 2020, terjadi deflasi 0,24% (mtm) yang disebabkan
oleh panen raya pada kelompok makanan. Adapun pada Mei 2020, terjadi inflasi akibat siklus
Ramadan-Idulfitri yang menyebabkan inflasi transportasi cenderung meningkat. Sementara itu
pasca lebaran, pada Juni 2020 harga kembali stabil sehingga inflasi cenderung rendah.

Rendahnya inflasi dipengaruhi oleh rendahnya tingkat konsumsi. Berdasarkan Indeks


Penjualan Riil dari Survei Penjualan Eceran, menunjukkan bahwa penjualan pedagang retail pada
seluruh komoditas mengalami perlambatan. Bahkan penjualan produk kebutuhan sekunder
maupun tersier cenderung menurun dibandingkan tahun sebelumnya. Penurunan demand ini
menyebabkan beberapa komoditas mengalami oversupply, sehingga harga-harga di pasar
cenderung mengalami deflasi.

LAPORAN PEREKONOMIAN 39
DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA - 2020
Sumber: Bank Indonesia
Grafik 3.2. Indeks Penjualan Riil3

Secara kelompok, inflasi kelompok makanan, minuman, dan tembakau cenderung


mengalami deflasi pada Triwulan II. Kondisi ini merupakan anomali, di mana pada umumnya
inflasi kelompok makanan secara siklus mengalami peningkatan pada Triwulan II 2020. Anomali ini
disebabkan oleh dua faktor, yaitu bergesernya masa panen raya, realisasi impor, dan penurunan
serapan pasar akibat dampak COVID-19.

Pergeseran masa panen raya dipengaruhi oleh kemarau panjang pada tahun 2019, sehingga
musim hujan 2019/2020 mengalami kemunduran. Akibatnya, masa tanam beberapa komoditas
seperti padi, bawang merah, hingga aneka cabai menjadi mundur. Komoditas tersebut umumnya
sudah masuk masa panen pada triwulan I, namun menjadi bergeser pada bulan April. Kondisi ini
menyebabkan pasokan beras dan aneka cabai pada periode tersebut cenderung melimpah.

Sementara itu realisasi impor bawang putih dan gula pasir turut menyebabkan stok di pasar
kembali mencukupi. Kedua komoditas tersebut sempat mengalami inflasi yang tinggi pada awal
tahun, akibat kendala impor. Sejak 11 Maret 2020, 1.500 ton impor bawang putih telah masuk
ke Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya dan telah didistribusikan ke daerah termasuk DIY. Hal ini
menyebabkan pasokan bawang putih di pasar kembali stabil dan harga turun ke rata-rata normal.
Sementara itu realisasi impor gula pasir juga telah masuk pada Juni sejumlah 1000 ton. Jumlah
stok tersebut telah mencukupi kebutuhan masyarakat DIY, sehingga harga kembali turun di bawah
Harga Eceran Tertinggi (HET).

Adapun walaupun secara pasokan komoditas pangan cenderung melimpah, namun serapan
di pasar relatif rendah. Dampak dari tidak adanya aktivitas mudik dan pariwisata menyebabkan
tingkat konsumsi pangan di DIY cenderung menurun. Umumnya di DIY pada Triwulan II terdapat
lonjakan konsumsi akibat pemudik dan wisatawan dengan jumlah lebih dari 2 juta orang per bulan.
Namun pada April dan Mei 2020 tingkat kunjungan ke DIY turun hingga 80% dari kondisi normal.
Di sisi lain momen tersebut diiringi dengan masa panen beberapa komoditas pangan utama,
sehingga kondisi stok pangan cenderung melimpah. Akibatnya harga komoditas cenderung stabil
bahkan menurun.

Pada kelompok Pakaian dan Alas Kaki, tekanan inflasi cenderung stabil pada triwulan
laporan. Dalam momen lebaran pada tahun ini, permintaan masyarakat dalam membeli produk
pakaian maupun alas kaki cenderung rendah. Hal ini sejalan dengan penurunan kondisi ekonomi
DIY maupun Indonesia secara umum. Hal ini menyebabkan kelompok pakaian dan alas kaki tidak
mengalami peningkatan harga sebagaimana lebaran tahun sebelumnya.

3 Indeks Penjualan Riil (IPR) merupakan kompilasi hasil survei nilai penjualan di tingkat pedagang eceran untuk
kelompok barang tertentu. Semakin tinggi nilai IPR mengindikasikan penjualan kelompok barang tersebut
meningkat

40 LAPORAN PEREKONOMIAN
DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA - 2020
PERKEMBANGAN BAB 3
inflasi daerah

Grafik 3.3. Perkembangan Harga Emas Dunia

Inflasi kelompok pengeluaran perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar cenderung
stabil. Proyek konstruksi dari pemerintah beberapa mengalami penundaan akibat Dana Alokasi
Khusus (DAK) fisik yang dihentikan sementara. Akibatnya tingkat penjualan material konstruksi
cenderung berkurang, sehingga harga menjadi stagnan. Sementara itu tarif energi secara global
juga masih rendah, sehingga komoditas energi tidak mengalami inflasi.

Pada kelompok kesehatan, tekanan inflasi cenderung rendah. Umumnya tekanan harga
produk kesehatan terjadi akibat dari tekanan harga bahan baku. Industri farmasi memiliki
ketergantungan impor yang tinggi pada produk kimia2. Namun pada dengan perkembangan kurs
rupiah masih relatif stabil, sehingga inflasi kesehatan masih cenderung rendah.

Kelompok transportasi menjadi sumber deflasi utama sepanjang Triwulan II 2020.


Pembatasan sosial berskala besar pada beberapa daerah dan penutupan bandara pada April
2020 menyebabkan aktivitas masyarakat menurun drastis. Occupancy rate dari moda transportasi
menjadi anjlok, sehingga tarif angkutan darat maupun angkutan udara mengalami deflasi. Namun
demikian walaupun pemerintah melarang aktivitas mudik pada lebaran 2020, permintaan
masyarakat terhadap tiket mudik masih tinggi. Hal ini menyebabkan inflasi transportasi pada
periode lebaran masih tinggi sesuai siklusnya, namun segera berbalik deflasi ketika lebaran usai.

Grafik 3.4. Tren Inflasi Transportasi (mtm) Grafik 3.5. Perkembangan Harga Minyak Dunia

Tekanan harga dari kelompok pendidikan relatif rendah. Secara siklus inflasi pendidikan
hanya terjadi pada masa tahun ajaran baru, yang berkisar pada Triwulan III. Pada periode
pelaporan, inflasi pendidikan cenderung stabil sejalan dengan siklusnya.

2 Secara nasional industri farmasi memiliki kebutuhan 90% bahan baku impor dari seluruh total bahan baku.
Sementara itu bahan baku memiliki eksposur 70% terhadap biaya produk farmasi. ]

LAPORAN PEREKONOMIAN 41
DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA - 2020
Grafik 3.6. Tren Inflasi Pendidikan (mtm) Grafik 3.7. Penumpang Penerbangan DIY

Terakhir, dari kelompok perawatan pribadi dan jasa lainnya menjadi sumber inflasi kedua
setelah inflasi kelompok makanan. Pada kelompok ini penyumbang utama inflasi adalah komoditas
emas perhiasan, seiring peningkatan harga emas global. Walaupun ketegangan perang dagang antara
AS-Tiongkok mulai mereda, namun investor khawatir epidemi virus COVID-19 akan mengganggu
stabilitas ekonomi dunia, sehingga investor cenderung mengalihkan asetnya ke emas.

3.2 Program Pengendalian Inflasi Triwulan II 2020


Pada tahun 2020 TPID DIY telah menyusun program unggulan sejalan dengan roadmap
pengendalian inflasi untuk jangka waktu 2019-2024. Secara umum pengendalian inflasi yang
dilakukan TPID DIY tetap mengacu pada prinsip 4K (Ketersediaan Pasokan, Kelancaran Distribusi,
Komunikasi dan Keterjangkauan Harga). Secara khusus TPID DIY telah menyiapkan beberapa
strategi untuk menjaga inflasi DIY, yang diturunkan dalam program unggulan sebagai berikut:

i. Aspek Keterjangkauan Harga:

a) Memastikan agar harga komoditas terbentuk melalui mekanisme pasar yang wajar.
Terkait hal ini TPID perlu melakukan sidak secara rutin, dengan menggandeng KPPU
dan satgas pangan Polda DIY.

b) Optimalisasi peran Kios Segoro Amarto maupun Segoro Amarto Mobile di beberapa
pasar DIY sebagai price reference store komoditas utama penyumbang inflasi di DIY,
dan mereplikasi program tersebut di seluruh pasar DIY.

ii. Aspek Ketersediaan Pasokan:

a) Meningkatkan pasokan bahan pangan melalui peningkatan produktivitas. Peningkatan


produksi dapat diupayakan melalui penggunaan teknologi dan peningkatan efisiensi
melalui sistem pertanian korporasi (corporate farming) dan metode cocok tanam
secara hidroponik dengan memanfaatkan lahan sempit, seperti pekarangan rumah.

b) Mengatur pola tanam hortikultura, terutama bawang merah, agar masa panen lebih
merata di sepanjang tahun, dengan mengoptimalkan peran Gabungan Kelompok Tani
(Gapoktan). Terkait hal ini, diperlukan peranan intensif Dinas terkait untuk membina
Gapoktan mengenai penentuan bibit, pupuk, serta masa tanam yang tepat, agar
hasil panen optimal dan merata sehingga dapat menunjang stabilitas pasokan.

iii. Aspek Kelancaran Distribusi:

a) Implementasi perdagangan antardaerah perlu segera dilakukan, agar arus distribusi


pangan dari daerah surplus ke daerah defisit semakin lancar.

b) Pendirian BUMD Pangan, untuk menjaga ketersediaan pasokan komoditas, khususnya


hortikultura yang sering menyumbang inflasi perlu segera diwujudkan.

42 LAPORAN PEREKONOMIAN
DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA - 2020
PERKEMBANGAN BAB 3
inflasi daerah

c) Pedagang lokal perlu didorong untuk turut berpartisipasi dalam proses lelang
komoditas hortikultura untuk kemudian memasarkan ke pasar lokal.

d) Perlu adanya regulasi yang mengatur agar sebagian hasil lelang komoditas hortikultura
digunakan untuk memasok pasar di DIY.

iv. Aspek Komunikasi Efektif:

a) Penyusunan strategi implementasi big data pengendalian inflasi, yang nantinya


digunakan sebagai dasar dalam membuat kebijakan pengendalian stok/persediaan
dan pengendalian harga bahan pangan oleh Dinas/Instansi terkait.

b) Upaya edukasi masyarakat secara terus-menerus terkait konsumsi secukupnya


terutama saat peak season liburan sekolah, hari raya Idulfitri, dan hari raya
Natal, dengan bekerja sama dengan ulama/pemuka agama. Selain itu TPID perlu
mengumumkan secara transparan mengenai kecukupan dan kesanggupan dalam
menjaga ketersediaan stok pangan agar tidak terjadi panic buying.

3.3. Tracking Inflasi Triwulan III 20205


Inflasi DIY pada Triwulan III 2020 secara tahunan diperkirakan akan sedikit lebih rendah
dibanding realisasi inflasi Triwulan II 2020. Berdasarkan tracking, realisasi inflasi DIY pada Juli
menunjukkan deflasi 0,08% (mtm) dan Agustus deflasi 0,04% (mtm). Adapun deflasi tersebut
diperkirakan masih akan terus berlanjut hingga akhir Triwulan III 2020.

Secara spesifik deflasi diperkirakan dipengaruhi oleh kelompok makanan dan transportasi.
Secara lebih rinci, potensi deflasi pada Triwulan III 2020 dipengaruhi antara lain:

i. Secara siklus Triwulan III merupakan tahun ajaran baru, sehingga umumnya tarif pendidikan
mengalami peningkatan. Namun pada tahun ini, faktor pembelajaran jarak jauh dan tingkat
konsumsi yang berkurang menyebabkan instansi pendidikan cenderung menahan kenaikan
tarif pendidikan. Bahkan beberapa instansi pendidikan memutuskan untuk memotong tarif
pendidikan untuk meringankan beban siswanya. Hal ini mulai terindikasi pada inflasi Juli di
mana kelompok pendidikan tidak mengalami inflasi.

ii. Sentra bawang merah di Bantul dan Sleman telah memasuki masa panen raya di awal
Triwulan III 2020. Hal ini menyebabkan pasokan bawang merah di pasar cenderung
melimpah dan menyebabkan harga berangsur-angsur menurun.

iii. Saat ini kondisi cuaca mulai memasuki masa transisi dari musim hujan ke musim kemarau.
Curah hujan dalam kondisi rendah, relatif mendukung untuk produksi sayuran. Hal tersebut
menyebabkan harga sayuran di DIY cenderung stabil dengan kecenderungan deflasi.

iv. Harga minyak mentah dunia cenderung rebound selama 3 bulan terakhir, walaupun masih
dalam kategori rendah. Hal ini disebabkan peningkatan compliance rate dari pemangkasan
produksi minyak oleh negara-negara OPEC. Walaupun harga minyak dunia saat ini masih
lebih rendah dibanding kondisi 2 tahun lalu, namun demikian harga bensin dalam negeri
diperkirakan masih sulit untuk turun. Saat ini stok yang dimiliki oleh Pertamina masih
menggunakan harga tahun lalu, sehingga kebijakan penyesuaian harga akan meningkatkan
beban yang ditanggung Pertamina. Oleh karena itu diperkirakan harga bensin masih akan
stabil dalam beberapa waktu kedepan

5 Inflasi tahun 2020 menggunakan tahun dasar 2018 berdasarkan Survei Biaya Hidup terbaru, sementara inflasi
tahun 2019 menggunakan tahun dasar 2012.

LAPORAN PEREKONOMIAN 43
DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA - 2020
Adapun dorongan inflasi diperkirakan terjadi akibat peningkatan harga pada komoditas
sebagai berikut:

i. Harga emas perhiasan meningkat. Kondisi pasar global mengalami divergence antara
realita dan ekspektasi. Hal ini menyebabkan volatiltias pasar modal dan pasar uang masih
tinggi, seiring tingginya downside risk perbaikan ekonomi akibat potensi gelombang kedua
COVID-19. Akibatnya harga emas global masih berpotensi meningkat ke depan.

ii. Potensi gelombang kedua COVID-19 berpotensi menghambat pasokan komoditas pangan
utamanya yang berbasis impor.

iii. Pemerintah telah mengizinkan maskapai untuk meningkatkan harga tiket mendekati tarif
batas atas, sebagai kompensasi pembatasan jumlah kursi. Walaupun saat ini permintaan
masih rendah, namun maskapai sudah berencana meningkatkan tarif angkutan udara.
Tarif rokok mengalami peningkatan. Pasca penetapan kenaikan cukai rokok 2020 sebesar
22% dan peningkatan harga eceran sebesar 35%, produsen rokok secara nasional mulai
meningkatkan harga secara bertahap. Diperkirakan peningkatan harga akan terjadi secara
terus menerus hingga tahun 2020.

Grafik 3.8. Perkembangan Harga Beras Medium Grafik 3.9. Perkembangan Harga Beras Premium

Grafik 3.10. Perkembangan Harga Daging Ayam Ras Grafik 3.11. Perkembangan Harga Telur Ayam Ras

Grafik 3.12. Perkembangan Harga Bawang Merah Grafik 3.13. Perkembangan Harga Bawang Putih

44 LAPORAN PEREKONOMIAN
DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA - 2020
PERKEMBANGAN BAB 3
inflasi daerah

Grafik 3.14. Perkembangan Harga Cabai Merah Grafik 3.15. Perkembangan Harga Cabai Rawit

*s.d Agustus Minggu ke-4


Sumber: Pusat Informasi Harga Pangan Strategis

LAPORAN PEREKONOMIAN 45
DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA - 2020
46 LAPORAN PEREKONOMIAN
DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA - 2020
STABILITAS KEUANGAN DAERAH,
pengembangan akses BAB 4
keuangan dan umkm

Di tengah penurunan kinerja ekonomi, ketahanan stabilitas keuangan DIY masih


terjaga.

PERTUMBUHAN
KREDIT
PERTUMBUHAN PERTUMBUHAN KREDIT MACET PERTUMBUHAN
RUMAH TANGGA
KREDIT DPK PERBANKAN KREDIT KORPORASI

1,24% 6,43% 2,97% 2,90%


LAPORAN PEREKONOMIAN
-27,32%
(YoY) (YoY) (YoY)
DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA - 2020 47(YoY)
Triwulan II 2020 Triwulan II 2020 Triwulan II 2020 Triwulan II 2020 Triwulan II 2020
* Panah menunjukkan perubahan dibanding triwulan sebelumnya
LAPORAN PEREKONOMIAN
48 DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA - 2020
STABILITAS KEUANGAN DAERAH,
pengembangan akses BAB 4
keuangan dan umkm

4.1. Stabilitas Keuangan Daerah dan Pengembangan UMKM

4.1.1. Ketahanan Sektor Korporasi


Penurunan kinerja ekonomi DIY dipengaruhi oleh penurunan kinerja korporasi di DIY.
Kinerja korporasi DIY sejak 2019 telah mengalami tekanan dari gejolak ekonomi dan politik global
maupun periode Pemilu sejak 2019. Pada awal tahun 2020, tekanan korporasi semakin bertambah
dari dampak COVID-19. Pada triwulan I 2020 ekonomi Tiongkok yang menjadi mitra dagang
utama korporasi DIY, menjadi terhenti. Implikasinya korporasi DIY yang memiliki keterkaitan
global value chain dengan Tiongkok ikut terdampak di akhir triwulan I 2020. Beberapa korporasi
DIY yang bergerak di industri tekstil dan produk tekstil serta furnitur dan olahan kayu tercatat
mengalami penurunan kinerja pada periode tersebut. Sementara memasuki Triwulan II 2020,
Pembatasan aktivitas untuk memutus rantai penyebaran COVID-19 berimplikasi pada penurunan
aktivitas kinerja korporasi. Penurunan kinerja ekonomi global maupun nasional menyebabkan
tingkat konsumsi menjadi menurun, sehingga tingkat produksi korporasi menjadi berkurang.

Walaupun kinerja korporasi di DIY mengalami penurunan, namun secara umum ketahanan
korporasi masih cukup baik. Tekanan terhadap korporasi masih mampu diserap oleh buffer yang
dimiliki oleh korporasi dan masih belum menyebabkan permasalahan serius terhadap stabilitas
sistem keuangan di DIY. Namun demikian regulator mulai meningkatkan kewaspadaan, agar
penurunan kinerja tersebut tidak menimbulkan dampak spillover terhadap sektor lain.

Ketahanan korporasi DIY dapat tercermin dari pertama dari segi kelancaran arus dana,
mayoritas korporasi masih memiliki likuiditas yang mencukupi. Hasil Survei Kegiatan Dunia
Usaha (SKDU) yang dilakukan oleh Bank Indonesia menunjukkan pada Triwulan II 2020, 54,76%
dari korporasi sampel survei memiliki tingkat likuiditas yang cukup baik (Grafik 4.1.). Hal ini
menunjukkan mayoritas korporasi masih memiliki aset likuid yang cukup untuk memenuhi
kebutuhan operasional usaha maupun pembayaran utang pada posisi triwulan pelaporan.

Kedua dari sisi kemampuan menghasilkan laba (rentabilitas), masih terdapat korporasi
yang mampu meraup keuntungan pada masa pandemi. Hasil survei yang sama pada semester
I 2020 menunjukkan 46,03% korporasi masih memiliki rentabilitas yang cukup baik (Grafik
4.2.). Beberapa korporasi masih mampu untuk meraih keuntungan karena dapat menyesuaikan
strategi bisnis di tengah keterbatasan pergerakan aktivitas. Dampak pandemi ini menyebabkan
perusahaan cenderung melakukan efisiensi dengan memangkas biaya. Berdasarkan hasil liaison
beberapa korporasi terpaksa mengurangi beban dengan melakukan pengurangan jumlah tenaga
kerja, utamanya yang memiliki produktivitas rendah.

Sumber:
Sum
Sumb
um
umb
m er:
er: Survei
er Sur
Surv
ur ei
ei Kegiatan
Kegia
Kegia
egiatan
eg t n Dunia
Duni
D
Dun
unn a Usaha
Ussah
U aaha
ha Sumber:
Sumb
mber:
eer:r Survei
Surv
Sur
urvvei Kegiatan
Kegia
egi
gia
giatan
iata
ttan
an Dun
Duni
D
Dunia
un a Usaha
U aha
Us ahaa

Grafik 4.1. Perkembangan Likuiditas Korporasi DIY Grafik 4.2. Perkembangan Rentabilitas Korporasi DIY

Ketiga, penurunan kinerja korporasi belum menimbulkan permasalahan modal kerja


secara signifikan. Dari komposisi liabilitas pada neraca korporasi di DIY masih didominasi oleh
ekuitas, dengan sumber pendanaan utama dapat dipenuhi secara internal. Masih dari SKDU, hasil
survei menunjukkan kebutuhan pembiayaan korporasi didominasi oleh dana internal perusahaan
ataupun pembiayaan perusahaan induk (65,91%). Sementara itu ketergantungan pendanaan dari
bank relatif rendah (20,91%). Dengan tingkat kewajiban yang cenderung rendah ini, korporasi
masih memiliki ruang untuk memperbaiki kondisi usahanya di saat penjualan berkurang.

LAPORAN PEREKONOMIAN 49
DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA - 2020
Terakhir untuk menjaga agar korporasi tidak kesulitan likuiditas, pemerintah telah
memberikan stimulus melalui jalur fiskal maupun perbankan. Dari sisi fiskal, pemerintah
memberikan beberapa relaksasi kemudahan impor maupun pengurangan beban pajak dan
retribusi. Sementara itu stimulus melalui jalur perbankan diberikan melalui restrukturisasi kredit
dan pemberian kredit oleh perbankan. Tercatat pada Triwulan II kredit perbankan kepada debitur
korporasi masih mampu tumbuh 2,90% (yoy) (Tabel 4.1.). Penyaluran kredit ini diharapkan
mampu memperbaiki likuiditas korporasi dalam jangka pendek, sembari memperbaiki kondisi
rentabilitas korporasi. Diharapkan bauran stimulus tersebut dapat menjaga ketahanan korporasi
dalam menghadapi dampak COVID-19.

Tabel 4.1. Perkembangan Kredit Korporasi

Sumber: Bank Indonesia

4.1.2. Ketahanan Sektor Rumah Tangga


Penurunan kinerja ekonomi maupun korporasi pada semester I 2020 mulai berdampak
kepada sektor rumah tangga, namun ketahanan ekonomi sektor rumah tangga masih dalam
kondisi yang baik. Saat ini sektor rumah tangga DIY masih menjadi sektor kunci dari perekonomian
DIY. Dari struktur perekonomian DIY, konsumsi rumah tangga berkontribusi sebesar 64,8%
dari perekonomian DIY. Selain itu berdasarkan hasil Regional Financial Account Balance Sheet
(RFABS)1 yang dilakukan oleh Bank Indonesia menunjukkan sektor rumah tangga menjadi sumber
pembiayaan utama bagi korporasi non finansial maupun perbankan di DIY.

Ketahanan rumah tangga tercermin dari beberapa indikator, pertama tingkat inflasi masih
cenderung rendah, sehingga daya beli rumah tangga tidak tergerus. Tingkat inflasi pada Triwulan
II 2020 tercatat 1,97% (yoy) lebih rendah dibanding sasaran inflasi pada 3,0±1% (yoy). Peningkatan
harga barang konsumsi rumah tangga tersebut jauh lebih rendah dibanding peningkatan UMR
2020 yakni 8,51% (yoy), yang efektif berlaku sejak awal 2020.

Kedua potensi pemburukan ekonomi dari dampak COVID-19 diantisipasi rumah tangga
dengan mengerem pengeluaran. Dalam kondisi ketidakpastian akibat COVID-19, saat ini rumah
tangga cenderung bersikap risk averse. Hal ini ditunjukkan dengan sikap rumah tangga untuk
menunda pembelian barang tahan lama untuk kebutuhan sekunder serta tersier, dan lebih
memprioritaskan konsumsi kebutuhan primer. Indikasinya terlihat dari kredit perbankan pada
debitur rumah tangga yang turun hingga 17,01% (yoy).

Kredit konsumsi rumah tangga di DIY mengalami kontraksi pada berbagai jenis kredit.
Survei konsumen Bank Indonesia menunjukkan 76% responden kemungkinan besar tidak akan
melakukan pembelian properti pada 2020, sehingga KPR diperkirakan akan mengalami tren
penurunan selama 2020. Namun demikian kualitas kredit dari debitur golongan rumah tangga
masih cukup baik, dengan NPL hanya 1,68% (Tabel 4.2.). Tingkat kredit macet ini berada jauh
di bawah threshold aman pada level 5%. Dalam satu sisi penurunan konsumsi berdampak pada
penurunan kinerja ekonomi DIY. Namun disisi lain pengalihan pengeluaran rumah tangga ini
berdampak positif sebagai buffer bagi rumah tangga untuk menyediakan dana tak terduga di
masa yang akan datang.

1 RFABS merupakan metode penggabungan neraca dari 7 sektor (Korporasi, Rumah Tangga, Perbankan, IKNB,
Pemda, Rest of Indonesia, dan Rest of World). Arus keuangan dari ke 7 sektor dapat menjadi potret neraca DIY
secara komprehensif dan mengukur interkoneksi antar sektor. Analisis RFABS DIY telah dipublikasikan dalam
KEKR DIY November 2018.

LAPORAN PEREKONOMIAN
50 DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA - 2020
STABILITAS KEUANGAN DAERAH,
pengembangan akses BAB 4
keuangan dan umkm

Ketiga, rumah tangga mulai melakukan efisiensi pengeluaran rumah tangga untuk dialihkan
ke dana simpanan. Dalam kondisi pandemi, terdapat indikasi bahwa rumah tangga mulai
mengerem tingkat konsumsi dan mengalihkan dana yang dimiliki ke dana simpanan. Pada Triwulan
II 2020, DPK dari kreditur rumah tangga mampu tumbuh 5,72% (yoy). Dalam periode pelaporan
belum terdapat indikasi rumah tangga mulai menggunakan dana simpanan untuk kebutuhan
primer. Namun terdapat tren di mana rumah tangga mulai mengalihkan dana simpanan dari jenis
deposito dengan motif investasi kepada jenis tabungan dengan motif berjaga-jaga.

Tabel 4.2. Perkembangan Kredit Konsumsi Rumah Tangga

Sumber: Bank Indonesia

4.2. Perkembangan Bank Umum di DIY


Dari sisi lembaga intermediasi, tekanan pada stakeholder korporasi maupun rumah tangga
masih dapat diantisipasi oleh ketahanan perbankan di DIY. Dalam kondisi penurunan kinerja
ekonomi, peran perbankan menjadi krusial untuk memastikan intermediasi tetap berjalan optimal.
Komite Stabilitas Sistem Keuangan yang terdiri dari Kementerian Keuangan, Bank Indonesia,
Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) terus memberikan
stimulus penambahan likuiditas (quantitative easing / QE) melalui jalur perbankan dan fiskal.
Secara khusus QE kepada perbankan diharapkan dapat menjaga likuiditas dan permodalan dari
perbankan, sehingga perbankan mampu memberikan restrukturisasi kredit dan memberikan
pinjama permodalan kepada debitur yang terdampak COVID-19.

QE kepada perbankan dilakukan melalui berbagai jalur. Bank Indonesia telah memangkas
BI 7 Days Reverse Repo Rate sebesar 100bps dari posisi awal tahun menjadi 4%. Selain itu
strategi ekspansi moneter dan operasi moneter Bank Indonesia dilakukan melalui pembelian SBN
dari pasar sekunder, penyediaan likuiditas ke perbankan melalui mekanisme term repurchase
agreement (repo), serta penurunan Giro Wajib Minimum (GWM). Dengan kondisi tersebut,
diharapkan kondisi likuiditas perbankan lebih dari cukup. Longgarnya likuiditas serta penurunan
suku bunga kebijakan (BI7DRR) menyebabkan suku bunga kredit maupun suku bunga simpanan
perbankan terus menurun.

Grafik 4.3. Perkembangan LDR Grafik 4.4. Perkembangan Kredit dan DPK (yoy)
Perbankan

LAPORAN PEREKONOMIAN 51
DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA - 2020
Dari sisi penghimpunan dana, hingga saat ini tidak ada indikasi penarikan dana besar-
besaran (rush) dari perbankan. Dampak dari penurunan ekonomi masih dapat diserap oleh buffer
yang dimiliki oleh korporasi maupun rumah tangga, sehingga tidak terjadi penarikan dana simpanan
di perbankan. Hingga Triwulan II 2020, dana simpanan di perbankan DIY mampu tumbuh 6,43%
(yoy) (Grafik 4.4.). Pertumbuhan DPK tersebut didominasi oleh simpanan likuid pada bentuk
tabungan (Grafik 4.5.). Adapun simpanan berjangka dalam bentuk deposito semakin ditinggalkan,
seiring dengan bunga deposito yang terus menurun serta preferensi debitur terhadap simpanan
yang lebih likuid. Apabila pandemi COVID-19 berkepanjangan, terdapat potensi penarikan dana
likuid tersebut di perbankan untuk membiayai kebutuhan kreditur.

Proyeksi penurunan DPK disebabkan oleh berkurangnya pendapatan yang bisa


dibelanjakan (disposable income) rumah tangga sebagai dampak dari COVID-19. Pandemi
COVID-19 telah menyebabkan pemotongan pendapatan pada beberapa jenis pekerjaan, bahkan
terjadi pemutusan hubungan kerja di beberapa sektor yang paling terdampak. Namun tenaga
kerja yang terdampak COVID-19 telah diberikan stimulus oleh pemerintah baik melalui bantuan
sosial rutin2, Bantuan Langsung Tunai (BLT), hingga kartu pra-kerja. Dengan kondisi ekonomi yang
mulai berjalan sejak Triwulan II 2020, diperkirakan disposable income masyarakat akan relatif
terjaga, sehingga pertumbuhan simpanan perbankan akan tetap stabil hingga pandemi COVID-19
berakhir.

Grafik 4.5. Perkembangan DPK Perbankan Grafik 4.6. Perkembangan Suku Bunga Perbankan

Di tengah kondisi likuiditas dan simpanan yang mencukupi, intermediasi perbankan masih
cenderung rendah. Pertumbuhan kredit perbankan pada Triwulan II 2020 tercatat hanya tumbuh
1,39% (yoy) (Tabel 4.3.). Perlambatan penyaluran kredit terjadi pada hampir seluruh sektor, seiring
dengan penurunan kinerja ekonomi pada sektor-sektor tersebut. Kondisi ini menyebabkan rasio
intermediasi Loan to Deposit Ratio (LDR) perbankan di DIY anjlok ke level 61,17% (Grafik 4.3.).
Dalam jangka pendek, kondisi penurunan intermediasi ini masih aman bagi perbankan, namun
dalam jangka panjang kondisi ini berpotensi berdampak kepada rentabilitas perbankan.

Rendahnya realisasi penyaluran kredit tersebut disebabkan oleh beberapa hal. Pertama,
perbankan masih berfokus pada restrukturisasi kredit bagi debitur yang terdampak COVID-19.
Upaya ini telah menunjukkan beberapa hasil yang signifikan, dimana restrukturisasi kredit mampu
menahan lonjakan kredit macet perbankan DIY hanya menjadi 2,67% (Tabel 4.3.). Kedua,
COVID-19 telah berdampak pada korporasi yang berkaitan dengan global value chain sejak
Februari 2020. Hal ini menyebabkan perbankan cenderung selektif memberikan kredit kepada
korporasi yang memiliki potensi macet. Ketiga, permintaan kredit dari sektor rumah tangga relatif
rendah karena sikap risk averse.

2 Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) dan Program Keluarga Harapan (PKH)

LAPORAN PEREKONOMIAN
52 DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA - 2020
STABILITAS KEUANGAN DAERAH,
pengembangan akses BAB 4
keuangan dan umkm

Tabel 4.3. Perkembangan Kredit Perbankan

Sumber: Bank Indonesia

Sejalan dengan kinerja perbankan secara umum, kinerja perbankan syariah di DIY
turut mengalami perlambatan. Pada Triwulan II 2020 pertumbuhan pembiayaan turun 0,40%
(yoy), meskipun pertumbuhan simpanan masih tumbuh dengan baik pada kisaran 8,45% (yoy).
Perlambatan pertumbuhan pembiayaan dipengaruhi oleh pembiayaan macet (non performing
financing / NPF) yang meningkat menjadi 4,64%. Namun demikian pembiayaan macet tersebut
masih berada di bawah threshold 5%.

4.3. Pengembangan Akses Keuangan UMKM


UMKM masih memiliki peranan yang besar dalam menopang perekonomian DIY, walaupun
intermediasi perbankan kepada UMKM terus melemah. Dari sisi perbankan, penyaluran kredit
UMKM oleh perbankan di DIY pada Triwulan II 2020 mencapai Rp16,1T atau setara dengan 41,1%.
Pertumbuhan penyaluran kredit UMKM di awal tahun cenderung rendah (Tabel 4.4.), seiring
dengan permintaan kredit yang belum sepenuhnya pulih. Sementara itu dari sisi perbankan, mulai
selektif dalam penyaluran kredit, seiring dengan kredit macet yang kembali meningkat. Secara
kelompok, penyaluran kredit kepada UMKM yang masih tumbuh dengan baik hanya di kredit
UMKM Mikro, sementara untuk kelompok kredit UMKM kecil dan menengah relatif stagnan.

Tabel 4.4. Penyaluran Kredit UMKM di DIY

Sumber: Bank Indonesia

4.4. Program Pengembangan Akses Keuangan


Sesuai dengan tujuan Bank Indonesia untuk mencapai kestabilan nilai rupiah, tujuan
utama dari program pengembangan UMKM yang dilakukan oleh Bank Indonesia adalah dalam
rangka pengendalian inflasi. Namun demikian, untuk mendorong pengembangan potensi
ekonomi unggulan di daerah, Bank Indonesia juga melakukan berbagai kegiatan lain yang sejalan
dengan tugas Bank Indonesia. Aktivitas nyata yang hingga saat ini dilakukan oleh Bank Indonesia
diantaranya pengembangan UMKM dengan model klaster, pemberdayaan ekonomi pesantren,
pengembangan Local Economic Development, peningkatan akses pemasaran dan peningkatan
akses keuangan.

LAPORAN PEREKONOMIAN 53
DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA - 2020
Seperti halnya bisnis pada skala yang lebih besar, UMKM yang telah mampu menghasilkan
produk secara kontinu dan memiliki pasar tertentu memerlukan dukungan pembiayaan agar
berkembang. Di sini peran lembaga keuangan sangat diperlukan. Namun demikian, adanya
asymetric information antara pelaku UMKM dan lembaga keuangan seringkali menghambat
terjadinya transaksi di antara keduanya. Pelaku UMKM merasa bahwa persyaratan yang
ditetapkan lembaga keuangan sulit dipenuhi, sebaliknya lembaga keuangan merasa bahwa risiko
yang harus dihadapi untuk memberikan pembiayaan kepada UMKM relatif tinggi sehingga perlu
ditetapkan syarat-syarat tertentu. Menjembatani gap tersebut, Bank Indonesia bekerja sama
dengan Konsultan Keuangan Mitra Bank (KKMB).

Di samping itu untuk menjawab keluhan lembaga keuangan akan minimnya pencatatan
transaksi keuangan oleh UMKM, Bank Indonesia telah mengembangkan aplikasi pencatatan
transaksi keuangan sederhana berbasis android yang bisa digunakan secara bebas oleh pelaku
UMKM. Agar aplikasi tersebut dapat dipahami dengan baik dan cepat oleh para pelaku UMKM,
Bank Indonesia telah beberapa kali menyelenggarakan Training of Trainers (ToT) berbasis
komunitas/asosiasi pengusaha lokal di DIY, dan hingga saat ini para trainers telah melatih ratusan
pelaku UMKM. Untuk menyamakan persepsi antara pelaku UMKM dan lembaga keuangan baik
bank maupun non bank, Bank Indonesia akan melakukan Training of Trainers (ToT) aplikasi ini
kepada kalangan perbankan dalam hal ini Account Officer. Selain itu, untuk lebih meningkatkan
keuangan inklusif di sektor UMKM, Bank Indonesia juga telah menyelenggarakan sosialisasi terkait
transaksi non tunai seperti penggunaan QRIS (QR Code Indonesian Standard). Dengan adanya
sosialisasi ini, para UMKM yang masih menggunakan uang tunai dalam bertransaksi dapat beralih
menggunakan transaksi non tunai sehingga setiap transaksi tercatat secara elektronik dan UMKM
memiliki akses ke lembaga perbankan.

LAPORAN PEREKONOMIAN
54 DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA - 2020
PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN
DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH BAB 5

Kelancaran Sistem Pembayaran tunai maupun nontunai tetap terjaga baik.

ARUS UANG PEMUSNAHAN


RUPIAH - NET UANG TIDAK TRANSAKSI SKNBI TRANSAKSI RTGS PENJUALAN VALAS
OUTFLOW LAYAK EDAR KUPVA

Rp2,48 T Rp512 M Rp5,37 T Rp8,47 T Rp177 M


LAPORAN PEREKONOMIAN 55
DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA - 2020
Triwulan II 2020 Triwulan II 2020 Triwulan II 2020 Triwulan II 2020 Triwulan II 2020
LAPORAN PEREKONOMIAN
56 DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA - 2020
PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN
DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH BAB 5

5.1 Perkembangan Transaksi Non Tunai

5.1.1.Transaksi Yang Dioperasikan Oleh Bank Indonesia (SKNBI)


Transaksi sistem pembayaran non tunai melalui SKNBI di DIY pada Triwulan II 2020
mengalami penurunan baik dari sisi nominal dan volume apabila dibandingkan pada periode yang
sama pada 2019. Dari sisi nominal, transaksi SKNBI mengalami penurunan sebesar 9,34% (yoy),
yaitu dari Rp5,37 Triliun pada Triwulan I 2019 menjadi Rp4,87 Triliun pada Triwulan II 2020. Dari
sisi volume, transaksi SKNBI juga mengalami penurunan 8,84% (yoy) yaitu dari 182 ribu transaksi
pada Triwulan II 2019 menjadi 166 ribu transaksi pada Triwulan II 2020. Penurunan penggunaan
transaksi SKNBI disebabkan oleh adanya dampak pandemi COVID-19 di awal Triwulan II 2020,
meskipun telah ada penyempurnaan kebijakan operasional SKNBI pada September 2019 yang
melakukan penambahan window time SKNBI dari 5 kali per hari menjadi 9 kali per hari dan
peningkatan batas maksimal kliring dari Rp500 juta menjadi Rp1 milyar.

Grafik 5.1. Perkembangan Transaksi SKNBI

Pada Triwulan II 2020, volume transaksi RTGS di DIY mengalami peningkatan dibandingkan
periode yang sama pada tahun sebelumnya, namun nominalnya mengalami penurunan
dibandingkan Triwulan II 2019. Volume RTGS meningkat 34,63% (yoy) menjadi 7,14 ribu transaksi,
dengan nominal mengalami penurunan 7,78% (yoy) menjadi Rp8,47 Triliun. Peningkatan volume
transaksi RTGS apabila dibandingkan dengan Triwulan II 2019 disebabkan banyaknya transaksi
bantuan sosial ke daerah seiring dampak wabah pandemi COVID-19 di Indonesia, meskipun
transaksi bisnis/ komersil cenderung melambat karena terdampak COVID-19.

Grafik 5.2. Perkembangan Transaksi RTGS

LAPORAN PEREKONOMIAN 57
DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA - 2020
5.2. Transaksi Alat Pembayaran Menggunakan Kartu (APMK) Dan Uang Elektronik

5.2.1.Transaksi kartu kredit


Penggunaan kartu kredit dari sisi nominal di Triwulan II 2020 mengalami kontraksi -46%
(yoy) apabila dibandingkan dengan Triwulan I 2019. Secara umum, transaksi kartu kredit di
wilayah DIY masih didominasi oleh transaksi belanja. Transaksi belanja mencapai Rp258 Miliar
dan transaksi online (Card Not Present) mencapai Rp88,73 Miliar. Penurunan transaksi kartu kredit
pada Triwulan II 2020 disebabkan penurunan transaksi belanja masyarakat seiring tutupnya pusat
perbelanjaan seperti mall diakibatkan pandemi COVID-19.

Grafik 5.3. Perkembangan Transaksi Kartu Kredit

5.2.2.Transaksi Kartu ATM/Debet


Penggunaan kartu ATM/Debet dari sisi nominal pada Triwulan II 2020 mengalami kontraksi
20,64% (yoy) apabila dibandingkan pada Triwulan II 2019. Transaksi kartu ATM/Debet di DIY
didominasi oleh transaksi tarik tunai sebesar Rp9 Triliun dan transfer (interbank dan antarbank)
sebesar Rp7 Triliun. Penurunan transaksi menggunakan kartu debet disebabkan terjadinya
penurunan di seluruh transaksi meliputi tarik tunai, belanja, transaksi online, serta transfer
interbank dan antar bank, kecuali transaksi belanja yang masih tumbuh 6,39%.

Grafik 5.4. Perkembangan Transaksi Kartu ATM/Debet

5.2.3.Transaksi Uang Elektronik


Transaksi uang elektronik di Triwulan II 2020 mengalami peningkatan sebesar 679% (yoy)
menjadi Rp722 Miliar dibandingkan Triwulan II 2019. Transaksi uang elektronik pada Triwulan
II 2020 di DIY didominasi oleh transaksi belanja dengan pangsa 89%, dan nominal transaksi
mencapai mencapai Rp475 Miliar. Salah satu penyebabnya adalah peningkatan transaksi online
pada penyelenggara jasa uang elektronik di Indonesia sebagai akibat pandemi COVID-19 yang
membatasi aktivitas fisik untuk berbelanja langsung.

LAPORAN PEREKONOMIAN
58 DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA - 2020
PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN
DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH BAB 5

Grafik 5.5. Perkembangan Nominal Transaksi Uang Grafik 5.6. Penggunaan Transaksi Uang Elektronik
Elektronik

5.2. Perkembangan Pengelolaan Uang Rupiah


Secara umum pada awal Triwulan III 2020, DIY mengalami net outflow1. Hal ini sejalan
dengan faktor siklikal, dimana pada awal Triwulan III, DIY cenderung mengalami net outflow.
Pada awal Triwulan III 2020, net outflow DIY tercatat sebesar Rp1,30 Triliun. Kondisi net outflow
disebabkan oleh arus outflow yang mencapai Rp1,5 Triliun, turun 6,28% (yoy) dibandingkan rata-
rata pada Triwulan III tahun sebelumnya. Sementara itu nominal inflow sebesar Rp280 Miliar,
turun lebih dalam 81,41% (yoy) dibandingkan rata-rata Triwulan III 2019.

Grafik 5.7. Perkembangan Inflow dan Outflow Uang Kartal Grafik 5.8. Perkembangan Pemusnahan Uang di DIY
di DIY

Untuk memenuhi kebutuhan uang tunai layak edar, Bank Indonesia sepanjang Triwulan II
2020 telah melakukan beberapa layanan. Selama periode pelaporan, Bank Indonesia DIY telah
melakukan layanan penukaran uang melalui kas keliling kurang lebih sebanyak 35 kali. Lokasi kas
keliling terdiri atas pusat-pusat keramaian seperti pasar, alun-alun kota, dan kantor pemerintahan.
Selain itu, Bank Indonesia DIY juga telah melakukan koordinasi dan kerja sama dengan perbankan
yang ada di DIY terkait layanan penukaran uang lusuh di pasar tradisional. Hal ini bertujuan agar
masyarakat dapat memperoleh layanan penukaran uang secara lebih luas tidak hanya melalui
bank umum namun juga di agen yang ada di pasar tradisional serta menjaga kualitas uang yang
layak edar di masyarakat. Selanjutnya, uang yang tidak layak edar tersebut akan dilakukan
pemusnahan di Bank Indonesia. Jumlah uang tidak layak edar yang dimusnahkan pada Triwulan
II 2020 senilai Rp512 Miliar, dan di awal Triwulan III senilai Rp146 Miliar, mengalami penurunan
64,22% (yoy) dibanding rata-rata Triwulan III tahun sebelumnya. Adapun rasio pemusnahan uang
terhadap total inflow di awal Triwulan III 2020 adalah 52%, meningkat dibandingkan periode yang
sama di tahun sebelumnya yang memiliki rasio sebesar 27%.

9 Posisi Net Inflow menunjukkan uang kartal yang keluar dari Kantor Perwakilan Bank Indonesia DIY lebih kecil
dibanding uang kartal yang masuk ke Kantor Perwakilan Bank Indonesia DIY ke masyarakat.

LAPORAN PEREKONOMIAN 59
DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA - 2020
5.3 Perkembangan Transaksi Penukaran Valuta Asing (Bukan Bank) di DIY
Transaksi penukaran Valuta Asing di DIY mengalami penurunan pada Triwulan II 2020.
Dari 17 Pedagang Valuta Asing (Bukan Bank) yang terdaftar di DIY, transaksi penjualan pada
Triwulan II 2020 dibandingkan Triwulan II 2019 tercatat menurun 100,45% (yoy) dan transaksi
pembelian menurun 100,43% (yoy). Penurunan yang terjadi pada Triwulan II 2020 tersebut
disebabkan penurunan aktivitas jual beli mata uang asing karena penurunan aktivitas pariwisata
sebagai dampak pandemi COVID-19. Dilihat dari jenis valuta/mata uang yang diperdagangkan,
transaksi valuta asing di DIY didominasi oleh mata uang USD dengan proporsi mencapai 56%
sehinga meningkatkan nominal jumlah penjualan dan pembelian valas dalam rupiah.

Grafik 5.9. Perkembangan Transaksi Valuta Asing di DIY Grafik 5.10. Pangsa Valuta Asing yang Ditukarkan di DIY
Tw II 2020

LAPORAN PEREKONOMIAN
60 DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA - 2020
PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN
DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH BAB 5

BOKS 3
PERKEMBANGAN EKSPANSI QRIS DI WILAYAH DIY
Perkembangan QR Code Indonesia Standard (QRIS) wilayah DIY di awal Triwulan III 2020
berada di titik yang menggembirakan. Sesuai data NMR (National Merchant Repository) QRIS,
posisi akhir Juli 2020, DIY menempati posisi ke-8 sebagai Provinsi dengan jumlah merchant QRIS
terbanyak. Pertumbuhan QRIS di DIY sangat signifikan dengan persentase penambahan jumlah
QRIS sebesar 201,56% dari 31 Desember 2019 (Grafik 1 dan Grafik 2).

Jumlah QRIS Per Wilayah


Jumlah QRIS DIY
900,000
120,000 112,285
800,000
97,735
700,000 100,000
600,000 79,878
500,000 80,000

400,000
60,000
300,000
200,000 40,000 32,002
112,285
100,000
20,000
0
li
t

ta
ta

a
ur

au

n
en

ah

an

lo
ra

Ba
ar

an
ta

bo
So
ar
ar

Ri
ng

at
nt

0
Ba

Ut

la

al

re
ak
ak

Ti

el
Ba

Te

Se

M
a

Ci
a
iS
IJ

gy
a
w

Tw IV Tw I Tw II Tw III
er
w

a
DK

es

Yo
Ja

er
Ja

at
w
Ja

at
m

DI
la

m
Su

2019 2020
Su

Sumber: Bank Indonesia Sumber: Bank Indonesia


Su

Grafik 1. Jumlah QRIS per Wilayah Grafik 2. Jumlah QRIS DIY

Melihat luas wilayah DIY yang lebih kecil dibanding dengan luas wilayah provinsi lain,
peningkatan jumlah QRIS tersebut menunjukkan bahwa pertumbuhan QRIS di wilayah cukup
ekspansif. Strategi kolaborasi Bank Indonesia DIY dengan Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran
(PJSP) dalam berbagai kegiatan yang mengusung promosi QRIS terus dilaksanakan secara
kontinu, salah satunya melalui event tahunan Grebeg UMKM yang melibatkan ratusan UMKM
lokal DIY yang menggunakan QRIS sebagai instrumen pembayaran. Di tahun 2020 ini, meskipun
terkena dampak pandemi virus Corona, Grebeg UMKM tetap dijalankan dengan melakukan
showcase produk UMKM terkurasi secara online, yang menyelenggarakan sesi QRIS Class bagi
UMKM dan webinar series QRIS sebagai persiapan digitalisasi UMKM serta dukungan terhadap
Gerakan Bangga Buatan Indonesia (BBI) dan Karya Kreatif Indonesia (KKI) yang dicanangkan
secara nasional oleh Pemerintah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.

Variasi tematik QRIS di wilayah DIY cukup


beragam, meliputi QRIS di wilayah pariwisata
yang menjadi unggulan DIY semacam Candi
Prambanan, Candi Ratu Boko, di area tempat
ibadah, universitas, pondok pesantren, hingga
di wilayah pasar serta lingkungan Pemda
untuk penerimaan retribusi. Faktor pendukung
akseptasi QRIS adalah masyarakat heterogen
yang terdiri dari banyaknya pendatang
terutama mahasiswa yang sangat adaptif
terhadap teknologi dan menyukai efisiensi,
juga banyaknya wisatawan yang berkunjung di
objek wisata. Pembentukan Tim Percepatan
dan Perluasan Digitalisasi Daerah (TP2DD)
pada 13 Maret 2020 juga mendukung ekspansi
QRIS dalam penerimaan pendapatan daerah
antara lain E-Retribusi Meterologi, E-Retribusi
tempat wisata Museum Gunung Merapi, dan
E-Retribusi gedung pertemuan milik Pemda.

LAPORAN PEREKONOMIAN 61
DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA - 2020
LAPORAN PEREKONOMIAN
62 DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA - 2020
KETENAGAKERJAAN BAB 6
DAN KESEJAHTERAAN

Perlambatan ekonomi berdampak pada meningkatnya persentase jumlah


penduduk miskin dan menurunnya kesejahteraan masyarakat di DIY.

TINGKAT TINGKAT
PERSENTASE PENDUDUK PARTISIPASI PENGANGGURAN GINI RATIO
PENDUDUK MISKIN BEKERJA ANGKATAN KERJA TERBUKA

12,28% 2,16 juta 71,02% 3,38%


LAPORAN PEREKONOMIAN
0,434
DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA - 2020 63
Maret 2020 Februari 2020 Februari 2020 Februari 2020 Maret 2020
64 LAPORAN PEREKONOMIAN
DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA - 2020
KETENAGAKERJAAN BAB 6
DAN KESEJAHTERAAN

Kontraksi perekonomian DIY khususnya pada Triwulan-I 2020 diperkirakan turut


berpengaruh pada turunnya kesejahteraan masyarakat dan meningkatnya angka kemiskinan
DIY. Pada Maret 2020, tingkat kemiskinan DIY tercatat lebih tinggi jika dibandingkan dengan
periode yang sama pada tahun sebelumnya. Peningkatan tersebut sejalan dengan tren naiknya
tingkat kemiskinan nasional. Selain itu, persentase jumlah penduduk miskin di DIY berada di atas
nasional. Turunnya kinerja sektor utama DIY, antara lain sektor konstruksi dan pendukungnya,
serta sektor pertanian menyebabkan berkurangnya lapangan usaha yang mendorong turunnya
tingkat pendapatan masyarakat dan penyerapan tenaga kerja.

Selain itu, menurunnya kinerja perekonomian DIY mendorong peningkatan ketimpangan


pendapatan masyarakatnya pada Maret 2020 jika dibandingkan September 2019, namun stagnan
jika dibandingkan dengan Maret 2019. Peningkatan gini ratio pada periode laporan seiring dengan
lebih turunnya penyerapan tenaga kerja di sektor formal di DIY. Sejalan dengan gini ratio, bila
menggunakan ukuran ketimpangan Bank Dunia, tingkat ketimpangan di DIY tergolong dalam
kategori ‘sedang’’.

6.1. Kemiskinan
Penurunan kinerja perekonomian yang secara signifikan terjadi pada Triwulan I 2020
diperkirakan turut berpengaruh terhadap meningkatnya angka kemiskinan DIY. Jumlah penduduk
miskin di DIY pada Maret 2020 tercatat sebanyak 475,72 ribu orang, atau meningkat 7,90% (yoy)
(Grafik 6.1.). Persentase penduduk miskin di DIY pada Maret 2020 tercatat 12,28%, lebih tinggi
jika dibandingkan dengan September 2019 (yaitu 11,44%) maupun periode yang sama tahun
sebelumnya (yaitu 11,70%). Adapun persentase jumlah penduduk miskin di DIY berada di atas
nasional yang tercatat 9,78% pada Maret 2019.

Sumber: BPS DIY

Grafik 6.1. Perkembangan Penduduk Miskin

Pada Maret 2020, untuk pertama kalinya dalam enam tahun terakhir tingkat kemiskinan
tidak mengalami penurunan. Meningkatnya tingkat kemiskinan di DIY terjadi sejalan dengan
penurunan pendapatan dan penyerapan tenaga kerja. Penurunan pendapatan terjadi seiring dengan
kontraksi Perekonomian DIY pada Triwulan I 2020, yakni -0,17% (yoy). Kinerja perekonomian yang
menurun menjadi faktor penyebab turunnya penyerapan tenaga kerja. Telah usainya beberapa
proyek pembangunan strategis nasional seperti Yogyakarta International Airport serta pergeseran
musim panen akibat mundurnya musim tanam mendorong turunnya lapangan usaha di sektor
pertanian, dan konstruksi, serta pertambangan dan perdagangan sebagai sektor pendukung
konstruksi. Pada Februari 2020, penyerapan tenaga kerja di lapangan usaha pertanian, konstruksi,
pertambangan, dan perdagangan tercatat menurun jika dibandingkan dengan periode yang sama
pada tahun sebelumnya, yaitu masing-masing 20,89%, 6,09%, 0,81%, dan 17,16% (Grafik 6.2.).

Secara spasial, jumlah penduduk miskin di DIY terkonsentrasi di wilayah perkotaan. Pada
Maret 2019, jumlah penduduk miskin di perkotaan sebanyak 326,13 ribu orang atau 68,56%
dari total jumlah penduduk miskin di DIY (Grafik 6.3.). Pertumbuhan jumlah penduduk miskin
di perkotaan pada periode berjalan tercatat 7,05% (yoy), lebih tinggi dibandingkan Maret 2019,
yakni -0,19% (yoy). Sementara itu, pada periode yang sama, jumlah penduduk miskin di pedesaan
sebanyak 149,59 ribu orang, tumbuh lebih tinggi (4,02% (yoy) jika dibandingkan dengan Maret
2019 (yaitu -7,14% (yoy)) (Grafik 6.5.). Meskipun demikian, secara persentase, jumlah penduduk

LAPORAN PEREKONOMIAN 65
DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA - 2020
miskin di pedesaan lebih banyak dibandingkan di perkotaan. Sebanyak 14,31% penduduk di
pedesaan berada di bawah garis kemiskinan. Persentase penduduk miskin pedesaan pada Maret
2020 tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan Maret 2019. Adapun persentase penduduk miskin
di perkotaan sebanyak 11,53% dari total penduduk di wilayah tersebut (Grafik 6.4.).

Sumber: BPS DIY

Grafik 6.2. Persentase Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Yang Bekerja Menurut
Lapangan Pekerjaan Utama di DIY

Sumber: BPS DIY Sumber: BPS DIY

Grafik 6.3. Pangsa Jumlah Penduduk Miskin DIY Per Grafik 6.4. Perkembangan Persentasi Jumlah Penduduk
Maret 2020 Miskin

10 % (YoY)

0
MarS ep MarS ep MarS ep MarS ep MarS ep Mar
-5 2015 2016 2017 20182 019 2020

-10

-15
Kota Desa Total DIY
Sumber: BPS DIY

Grafik 6.5. Perkembangan Jumlah Penduduk Miskin

Pertumbuhan Garis Kemiskinan (GK)1 di DIY pada Maret 2020 terakselerasi jika
dibandingkan dengan Maret 2019 dan September 2019. Pada Maret 2019 GK DIY tercatat

1 Garis kemiskinan merupakan suatu besaran nominal yang digunakan untuk mengukur angka kemiskinan. Angka
ini merupakan representasi jumlah rupiah yang dibutuhkan oleh seorang penduduk untuk dapat memenuhi
kebutuhan hidupnya baik berupa sandang, papan maupun pangan. Angka ini sekaligus menjadi batas minimal
tingkat Pendapatan yang dibutuhkan seseorang yang dianggap mampu mencukupi kebutuhan konsumsi di level
yang layak. Penduduk yang memiliki pendapatan di bawah besaran minimal ini dianggap berada di bawah kondisi
kemiskinan.

66 LAPORAN PEREKONOMIAN
DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA - 2020
KETENAGAKERJAAN BAB 6
DAN KESEJAHTERAAN

Rp432.026,00 per kapita (Tabel 6.1.), kemudian pada September 2019 GK DIY tercatat
Rp449.485,00 per kapita. Sementara pada Maret 2020 menjadi Rp463.480,00 per kapita, atau
tumbuh sebesar 7,28% (yoy). Secara spasial, lebih tingginya pertumbuhan GK DIY pada periode
Maret 2020 terutama didorong oleh terakselerasinya GK perkotaan, yaitu tercatat 7,63% (yoy),
lebih tinggi jika dibandingkan dengan GK DIY pada Maret 2019 yang tercatat tumbuh 6,11%.
Sementara itu, GK pedesaan yang juga tumbuh 6,41% (yoy) pada Maret 2020, dari sebelumnya
turun -11,18% (yoy) pada Maret 2019.

Relatif tingginya presentase penduduk miskin di DIY jika dibandingkan dengan nasional,
dipicu oleh tingginya pertumbuhan Garis Kemiskinan (GK) di DIY yang lebih tinggi dari Indeks
Harga Konsumen (IHK) atau inflasi secara umum pada Maret 2020. Pertumbuhan GK tersebut
relatif lebih tinggi dibandingkan dengan inflasi IHK DIY pada Triwulan I 2020 yang tercatat sebesar
2,95% (yoy). Pertumbuhan GK di DIY pada Maret 2020 juga lebih tinggi jika dibandingkan dengan
pertumbuhan GK DIY pada Maret 2019, yang tercatat tumbuh dari 5,44% (yoy) menjadi 7,28%
(yoy) (Grafik 6.6.). Kenaikan GK DIY didorong oleh kenaikan komponen penyusunnya, baik
komoditi makanan dan non makanan.
Tabel 6.1. Garis Kemiskinan Menurut Tipe Daerah di DIY

Garis Kemiskinan (Rp/Kapita/Bulan)


Daerah/tahun
Makanan Bukan Makanan Total
Perkotaan
Maret 2019 323.635 128.992 452.627
Sept 2019 338.723 133.943 472.666
Maret 2020 350.055 137.118 487.173
Pedesaan
Maret 2019 279.124 99.749 378.873
Sept 2019 286.565 106.183 392.748
Maret 2020 296.144 107.028 403.172
Kota+Desa
Maret 2019 310.947 121.079 432.026
Sept 2019 322.999 126.486 449.485
Maret 2020 334.461 129.019 463.480
Sumber: BPS DIY

Sumber: BPS DIY Sumber: BPS DIY

Grafik 6.6. Perkembangan GK dan Inflasi Grafik 6.7. Perkembangan Garis Kemiskinan

Komoditas makanan masih memberikan kontribusi yang sangat signifikan dalam penentuan
GK, yaitu sebesar 72,16%. Pada Maret 2020, Garis Kemiskinan Makanan (GKM) tercatat sebesar
Rp334.461,00 per kapita, atau tumbuh 7,56% (yoy), lebih tinggi jika dibandingkan dengan Maret
2019 (6,32%(yoy)), namun masih lebih rendah dari September 2019 (9,09%(yoy)) (Grafik 6.7.).
Terakselerasinya GKM terutama terjadi pada daerah perkotaan yang naik sebesar 8,16% (yoy)
pada Maret 2020. Jenis komoditas makanan yang berkontribusi terhadap pembentukan GKM
di perkotaan dan pedesaan memiliki kesamaan, meskipun andilnya berbeda. Empat komoditas
penyumbang terbesar garis kemiskinan tersebut adalah beras, rokok kretek filter, telur ayam
ras, dan daging ayam ras (Grafik 6.8. dan Grafik 6.9.). Beras merupakan kontributor terbesar

LAPORAN PEREKONOMIAN 67
DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA - 2020
dalam pembentukan GKM, baik di pedesaan maupun perkotaan. Kontribusi komoditas beras
terhadap pembentukan GKM pada Maret 2020 lebih rendah jika dibandingkan dengan Maret
2019, diperkirakan didorong oleh terkendalinya harga beras, yang tercermin pada inflasi beras
Maret 2020 (3,46%; yoy). Terjaganya pasokan daging ayam ras dan telur ayam ras pada periode
berjalan juga menahan kenaikan harga kedua komoditas tersebut.

Sumber: BPS DIY Sumber: BPS DIY

Grafik 6.8. Perkembangan Komoditas Penyumbang Grafik 6.9. Perkembangan Komoditas Penyumbang
Terbesar terhadap GKM Perkotaan Terbesar terhadap GKM Perdesaan

Sementara itu, Garis Kemiskinan Non Makanan (GKNM) tercatat sebesar Rp129.019,00
per kapita, atau tumbuh sebesar 6,56% (yoy), lebih tinggi jika dibandingkan dengan periode yang
sama tahun sebelumnya (3,25%(yoy)). Komoditas penyumbang terbesar kenaikan GKNM, baik di
pedesaan maupun perkotaan adalah perumahan dan bensin. Perumahan merupakan kontributor
terbesar dalam pembentukan GKNM. Tarif sewa rumah dan kontrak rumah tercatat mengalami
kenaikan harga pada Triwulan I 2020, yakni masing-masing 2,82% (yoy) dan 3,34% (yoy). Selain itu,
berdasarkan Survei Harga Properti Residensial (SHPR), harga rumah baik tipe kecil, menengah, dan
besar mencatatkan peningkatan yang tecermin dari kenaikan Indeks Harga Properti Residensial
(IHPR) pada Triwulan I 2020, yakni 0,24% (qtq) jika dibandingkan dengan Triwulan IV 2019, dan
0,85% (yoy) apabila dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya (Grafik 6.10.).

Sumber : BPS DIY

Grafik 6.10. Perkembangan Indeks Harga Properti


Residensial DIY

Sejalan dengan peningkatan jumlah penduduk miskin, nilai Indeks Kedalaman Kemiskinan
(P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) juga menunjukkan peningkatan jika dibandingkan
dengan periode yang sama pada tahun sebelumnya. Lebih tingginya P1 mencerminkan kesenjangan
yang meningkat antara rata-rata pengeluaran penduduk miskin terhadap garis kemiskinan.
Sementara itu, meningkatnya P2 menunjukkan bahwa ketimpangan daya beli di antara masyarakat
miskin juga mengalami peningkatan. Merujuk Tabel 6.2., pada Maret 2020, Indeks Kedalaman
Kemiskinan (P1) di DIY tercatat sebesar 1,94 atau meningkat 11,4% (yoy) (Grafik 6.11.). Sementara
itu, Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) tercatat sebesar 0,43, atau meningkat 18,8% (yoy) (Grafik
6.12.). Secara spasial, baik perkotaan dan perdesaan mencatatkan pertumbuhan P1 dan P2 yang
meningkat jika dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun sebelumnya.

68 LAPORAN PEREKONOMIAN
DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA - 2020
KETENAGAKERJAAN BAB 6
DAN KESEJAHTERAAN

Upaya yang dapat dilakukan untuk mengurangi tingkat kemiskinan antara lain dengan
mendorong kinerja perekonomian dan melalui transfer dana. Untuk dapat mengurangi tingkat
kemiskinan, khususnya bagi mereka yang berada di sekitar garis kemiskinan, dapat melalui
peningkatan kinerja ekonomi. Aktivitas ekonomi yang meningkat dapat mendorong terbukanya
kesempatan kerja baru yang selanjutnya dapat dimanfaatkan oleh penduduk miskin tersebut.
Selain itu, penurunan tingkat kemiskinan juga dapat dilakukan melalui pemberian bantuan
langsung kepada masyarakat miskin guna meningkatkan daya belinya. Bantuan sosial, bersumber
dari belanja APBN, dari pemerintah bagi penerima manfaat se-DIY telah disalurkan sebanyak
Rp 326,59 milyar (hingga periode 8 Juli 2020) melalui Program Sembako Reguler (BPNT) dan
Nonreguler, Rp 355,74 milyar melalui skema PKH (Program Keluarga Harapan), dan Rp 101,75
milyar melalui penyaluran BLT (Bantuan Langsung Tunai) Dana Desa untuk 168.177 KPM (Keluarga
Penerima Manfaat). Selain itu, pemda DIY juga menyalurkan bantuan sosial yang bersumber dari
APBD Provinsi DIY sebesar Rp 245,88 milyar dalam rangka penyediaan jaring pengaman sosial.
Tabel 6.2. Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan
(P2) DIY

Kota Desa Kota+Desa


Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1)
Maret 2019 1,73 1,78 1,74
Sept 2019 1,49 1,70 1,55
Maret 2020 1,86 2,16 1,94
Indeks Keparahan Kemiskinan (P2)
Maret 2019 0,41 0,32 0,38
Sept 2019 0,31 0,28 0,30
Maret 2020 0,43 0,53 0,46
Sumber: BPS DIY

Sumber: BPS DIY Sumber: BPS DIY

Grafik 6.11. Perkembangan Pertumbuhan Indeks Grafik 6.12. Perkembangan Pertumbuhan Indeks
Kedalaman Kemiskinan (P1) DIY Keparahan Kemiskinan (P2) DIY

6.2. Ketimpangan Wilayah


Gini Ratio2 pada Maret 2020 meningkat dibandingkan dengan Maret 2019. Peningkatan
tersebut terjadi 0,423 pada Maret 2019 menjadi 0,434 pada Maret 2020 (Grafik 6.13.). Peningkatan
juga terjadi antara gini ratio pada periode laporan jika dibandingkan dengan September 2019
yang tercatat 0,428. Gini Ratio DIY dimaksud selalu di atas nilai Gini Ratio nasional, yang tercatat
0,381 pada periode laporan. DIY merupakan provinsi dengan Gini Ratio tertinggi di Indonesia
(Grafik 6.14.).

2 Nilai Gini Ratio berkisar antara 0 – 1. Semakin tinggi nilai Gini Ratio menunjukkan ketimpangan yang semakin
tinggi.

LAPORAN PEREKONOMIAN 69
DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA - 2020
Adapun menurunnya kinerja perekonomian DIY mendorong peningkatan pada ketimpangan
pendapatan masyarakatnya. Perekonomian DIY yang mengalami kontraksi pada Triwulan-I 2020
mendorong peningkatan tingkat pengangguran terbuka dan tingkat kemiskinan. Hal ini terjadi
akibat terbatasnya lapangan usaha pada sektor-sektor yang mengalami penurunan kinerja.

Sumber: BPS DIY Sumber: BPS DIY

Grafik 6.13. Perkembangan Gini Ratio Grafik 6.14. Provinsi dengan Gini Ratio Di Bawah Rerata
Nasional

Selain itu, peningkatan gini ratio pada periode laporan terjadi seiring dengan turunnya
penyerapan tenaga kerja di sektor formal di DIY. Berdasarkan jenis pekerjaan, tenaga kerja di
sektor formal di DIY mengalami penurunan. Pada Februari 2020, jumlah tenaga kerja sektor formal
tercatat sebanyak 1.011 juta orang (48,4%). Pangsa tenaga kerja di sektor formal pada periode
laporan lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (49,3%) (Tabel 6.3.).

Sejalan dengan penurunan penyerapan penduduk di sektor formal, tendensi turunnya


kualitas penduduk bekerja ditunjukkan oleh turunnya penduduk bekerja berpendidikan tinggi.
Pendidikan merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap kesenjangan. Berdasarkan
pendidikannya, peningkatan penyerapan tenaga kerja terjadi pada status pendidikan universitas,
yaitu sebanyak 274,01 ribu orang atau 13,12% dari total penduduk yang bekerja. Persentase
penduduk bekerja berpendidikan tinggi pada periode laporan tersebut menurun dibandingkan
Februari 2019 yang tercatat sebesar 13,39% (Tabel 6.4.).

Tabel 6.3. Presentase Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Yang Bekerja Menurut Status Pekerjaan Utama,
Feb 2018 – Feb 2020

2018 2019 2020


Status Pekerjaan Utama
Feb Feb Feb
Formal 48,4 49,3 48,4
Berusaha dibantu Buruh Tetap 4,9 3,6 5,2
Buruh/Karyawan/Pegawai 44,3 45,7 43,2
Informal 51,6 50,7 51,6
Berusaha Sendiri 15,0 15,2 19,3
Dibantu Buruh Tidak Tetap/Buruh Tidak Dibayar 16,5 18,2 15,8
Pekerja Bebas 7,0 5,6 5,8
Pekerja Keluarga/tak Dibayar 13,1 11,7 10,7

Sumber: BPS DIY

Di sisi lain, tenaga kerja di sektor informal di DIY meningkat. Sebanyak 1.077 juta
orang bekerja di sektor informal. Dua kelompok pembentuk tenaga kerja informal mengalami
penurunan, yakni tenaga kerja dibantu buruh tidak tetap/buruh tidak dibayar dan tenaga kerja
pekerja keluarga/tak dibayar. Sektor informal pada umumnya tidak mensyaratkan administrasi
formal dalam perekrutan karyawannya sehingga penduduk dari kalangan ekonomi bawah, yang
umumnya memiliki akses terbatas terhadap pendidikan atau pelatihan untuk mengembangkan
keterampilan, dapat lebih mudah mengakses lapangan pekerjaan pada sektor ini.

70 LAPORAN PEREKONOMIAN
DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA - 2020
KETENAGAKERJAAN BAB 6
DAN KESEJAHTERAAN

Tabel 6.4. Persentase Penduduk Bekerja Menurut Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan di DIY

2018 2019 2020


No Status Pendidikan
Feb Feb Feb
1 SD ke bawah 28,66 29,33 28,81
2 SMP 17,92 18,37 16,76
3 SMK 22,18 18,96 20,36
4 SMA 29,66 16,61 16,65
5 DI/II/III 4,67 3,34 4,29
6 Universitas 12,43 13,39 13,12
Sumber: BPS DIY

Berdasarkan ukuran Bank Dunia, tingkat ketimpangan di DIY tergolong dalam kategori
‘sedang’’. Bank Dunia melihat ketimpangan pendapatan melalui proporsi jumlah pendapatan
penduduk yang masuk kategori 40% terendah. Bila proporsi kelompok ini lebih besar dari
17%, maka ketimpangan dapat dikategorikan rendah. Pada Maret 2020, proporsi pendapatan
penduduk dengan kategori 40% terendah sebesar 15,26%, lebih tinggi dibandingkan September
2019 (yaitu 15,22%), namun menurun jika dibandingkan dengan Maret 2019 (15,36%) (Grafik
6.15.). Penguasaan ekonomi di DIY masih didominasi oleh kelompok penduduk dengan kategori
pendapatan 20% tertinggi. Proporsi penduduk pada kategori ini pada Mareto 2020 mencapai
50,24%, meningkat dari proporsi pada September 2019 (49,6%) dan periode yang sama tahun
lalu (48,88%). Adapun peningkatan proporsi pendapatan penduduk kategori 40% berpengeluaran
rendah tidak sebanding dengan peningkatan pada proposi pendapatan penduduk kategori
20% berpengeluaran tinggi tersebut. Hal ini juga mengonfirmasi tingkat ketimpangan DIY yang
meningkat jika dibandingkan dengan September 2019 dan Maret 2019.

Sumber: BPS DIY

Grafik 6.15. Distribusi Pengeluaran Penduduk di DIY

LAPORAN PEREKONOMIAN 71
DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA - 2020
72 LAPORAN PEREKONOMIAN
DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA - 2020
OUTLOOK KONDISI EKONOMI BAB 7
DAN INFLASI

Bank Indonesia memperkirakan perekonomian DIY pada 2020 melambat dan


inflasi DIY 2020 cenderung mengalami penurunan.

LAPORAN PEREKONOMIAN 73
DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA - 2020
74 LAPORAN PEREKONOMIAN
DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA - 2020
OUTLOOK KONDISI EKONOMI BAB 7
DAN INFLASI

7.1. Perkiraan Pertumbuhan Ekonomi 2020


Secara umum pada 2020, ekonomi DIY diperkirakan tumbuh melambat dibanding capaian
2019. Perkiraan pertumbuhan ekonomi DIY 2020 akan lebih dalam dibandingkan dengan proyeksi
yang dilakukan sebelumnya. Kondisi ini tidak terlepas dari peran sektor pariwisata yang menjadi
backbone perekonomian DIY dan memberikan kontribusi terhadap PDRB DIY sebesar 56,4% da
merupakan sektor yang memberikan multipler effect ke sektor lainnya.

7.1.2. Sisi Permintaan


Kontraksi pertumbuhan ekonomi DIY tahun 2020 diprediksi didorong oleh hampir sebagian
besar komponen utama permintaan. Turunnya kinerja konsumsi rumah tangga, yang merupakan
pangsa terbesar dari komponen PDRB DIY, didorong oleh menurunnya penghasilan masyarakat.
Pendapatan masyarakat di DIY mempunyai korelasi positif terhadap kunjungan wisatawan ke
DIY. Sementara itu, Konsumsi pemerintah juga diperkirakan tumbuh lebih rendah dari perkiraan.
Kondisi ini disebabkan oleh ketergantungan Pemda se-DIY terhadap dana dari pusat. Sementara
alokasi APBN-P 2020 untuk transfer ke daerah menurun dan pendapatan daerah dari pajak
diperkirakan juga turun.

Kinerja investasi yang menjadi motor pertumbuhan ekonomi di 2019 diperkirakan


terkontraksi. Konstruksi bandara YIA yang telah usai belum diiringi oleh investasi lain bernominal
tinggi. Perkembangan terkini pengerjaan Proyek Strategis Nasional seperti Jalur Kereta Api
Bandara maupun Tol Jogja Solo masih berlanjut, namun berjalan lambat karena adanya pandemi
COVID-19 dan kendala pembebasan lahan. Sementara hasil liaison menunjukkan mayoritas
korporasi yang sedang mengalami perlambatan dan daya tahan korporasi terdampak COVID-19
hanya sampai dengan Juni-September 2020, sehingga menunda rencana ekspansi di tahun 2020.

Di sisi eksternal, ekspor dan Impor diperkirakan terkontraksi. Pandemi COVID-19 yang
mempengaruhi perkembangan ekonomi global secara signifikan menyebabkan demand ekspor
DIY mengalami penurunan. Perlambatan perekonomian global, tercermin dari proyeksi IMF
April 2020 yaitu tumbuh -3,0% sebagai dampak dari pandemi COVID-19 yang akan menurunkan
permintaan dan harga komoditas di 2020. Faktor penghambat pertumbuhan ekspor di DIY
dari sisi permintaan adalah target kunjungan pembeli, pembelian, maupun order pada event
JIFFINA mengalami penurunan yang signifikan. Bagi ekspor jasa, penurunan kunjungan wisatawan
mancanegara sebagai dampak COVID-19 yang tercermin dari cancellation booking trip wisata ke
DIY dari Maret – Juli 2020. Travel warning dan kebijakan lockdown dibanyak negara membuat
kunjungan wisatawan mancanegara ke DIY berhenti sama sekali. Sementara itu, impor bahan
baku untuk industri di DIY pun terhambat karena kebijakan lockdown dari negara asal.

Tabel 7.1. Risiko Pendorong dan Penghambat Pertumbuhan Ekonomi DIY Sisi Permintaan Tahun 2020

TAHUN 2020
Permintaan Upside Downside
Konsumsi RT • Transmisi suku bunga acuan ke penurunan suku • COVID-19 yang berpengaruh seluruh industri yang
bunga kredit dan simpanan. Hal ini diharapkan dapat diprediksi akan berdampak pada layoff tenaga kerja,
meningkatkan fungsi intermediasi perbankan dan terganggunya cash flow dan potensi terjadi inflasi.
mendorong tingkat konsumsi.
• Tidak optimalnya kinerja sektor pertanian akibat
• Pelonggaran LTV di akhir 2019 diharapkan mampu penurunan alokasi subsidi pupuk dalam APBN 2020
mendorong konsumsi properti di DIY. sebesar 28,2%.
• Kenaikan UMR tahun 2020 sebesar 8,51% (yoy) serta • Rencana penghapusan subsidi listrik 900VA,
kenaikan gaji PNS berpotensi meningkatkan daya beli menurunkan tingkat disposable income rumah tangga
konsumsi masyarakat.
• Pelaksanaan program ketahanan pangan di beberapa
• Implementasi bantuan dari Pemerintah Pusat dan daerah di DIY dinilai belum serius. Salah satu buktinya
Daerah untuk menjaga daya beli masyarakat selama adalah belum dimasukkannya aspek ketahanan pangan
pandemi COVID-19 ke dalam RPJMD. Sejauh ini hanya pemkot Jogja yang
sudah memasukkan ihwal ketahanan pangan dalam
RPJMD.

LAPORAN PEREKONOMIAN 75
DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA - 2020
TAHUN 2020
Permintaan Upside Downside
Konsumsi Pemerintah • Stimulus fiskal berupa peningkatan dana insentif daerah • Pendapatan Asli Daerah (PAD) utamanya dari
2020 yakni 27% (yoy). pendapatan pajak kendaraan bermotor diperkirakan
• Peningkatan dana transfer untuk keperluan anggaran tumbuh melambat, sebagai dampak perlambatan
bansos, dana desa, & penyaluran gaji ke 13 ASN dan penjualan otomotif sejak tahun 2019.
pensiunan ASN. • Kondisi ini disebabkan oleh ketergantungan Pemda
• Refocusing Anggaran ke Kesehatan untuk penanganan se DIY terhadap dana dari pusat. Sementara alokasi
wabah COVID-19 APBN-P 2020 untuk transfer ke daerah menurun dan
pendapatan daerah dari pajak diperkirakan juga turun.
• Penurunan PAD dari sektor pariwisata menyusul kebijakan
pembebasan pajak 100% untuk hotel dan restoran
• Surat Edaran dari Kemenkeu, Tentang Penghentian
Proses Pengadaan Barang dan Jasa Dana Alokasi
Khusus ( DAK ) Fisik TA 202, 27 Maret 2020.
Investasi • Investasi Proyek Strategis Nasional (PSN) di DIY ; Tol • Menurunnya jumlah investasi proyek infrastruktur on
Jogja-Solo, Tol Jogja-Bawen, dan Kereta Bandara YIA going secara nominal, sejalan dengan banyaknya proyek
akan memulai mulai konstruksi di tahun 2020. Perkiraan infrastruktur yang memasuki tahap finalisasi.
investasi total Rp29,3T. • Kendala pembebasan lahan untuk proyek strategis
• Pelonggaran likuiditas dan intermediasi perbankan nasional berpotensi menghambat pengerjaan proyek
memberikan ruang bagi perbankan untuk menyalurkan infrastruktur.
kredit investasi, utamanya bagi proyek infrastruktur • Belum adanya RIRU di DIY
strategis. • Belum adanya clean and clear terkait kawasan industry
• Kebijakan BI untuk memberikan Insentif bagi Bank di DIY sehingga tidak menarik bagi investor.
yang memberikan penyediaan dana untuk kegiatan • Potensi perlambatan investasi seiring dengan harga
ekonomi tertentu guna mendukung penanganan dampak tanah di DIY yang cenderung mahal.
perekonomian akibat wabah virus corona (PADG
• Konstruksi bandara YIA yang telah usai belum diiringi
Insentif), berlaku 15 April 2020.
oleh investasi lain bernominal tinggi. Perkembangan
terkini pengerjaan PSN seperti Jalur KA Bandara
maupun Tol Jogja Solo masih berlanjut, namun rentan
berhenti apabila pemerintah memangkas anggaran
konstruksi 2020.
• Wabah COVID-19 menyebabkan investor yang sudah
menyatakan minta berinvestasi di Kulonprogo menunda
kedatangannya untuk koordinasi dan survei lokasi.
Investor tersebut adalah perusahaan dari Bandung
(investasi hotel) dan investasi Hongkong (industri
Garmen). Investor yang menunda proses perijinan
adalah perusahaan dari Surabaya dan Jakarta untuk
investasi hotel.
• Sementara hasil liaison menunjukkan mayoritas
korporasi yang sedang mengalami perlambatan,
sehingga menunda rencana ekspansi di tahun 2020.
Ekspor-Impor • Ditandatanganinya CEPA antara Indonesia-Australia • Perlambatan ekonomi global, yaitu rumbuh -3,0%
pada Maret 2019, dengan mengeliminasi 94% tarif berdasarkan IMF April 2020, sebagai dampak dari
barang dari Australia ke Indonesia. pandemi COVID-19
• Rencana implementasi empat kebijakan stimulus untuk • Perlambatan ekonomi global akan menurunkan
menjamin kelancaran lalu lintas ekspor dan impor pemintaan dan harga komoditas 2020.
barang untuk mengantisipasi dampak merebaknya • Kontraksi volume perdagangan dunia yang diprakirakan
virus corona COVID-19 dari Kementerian Bidang lebih dalam dibandingkan dengan periode krisis finansial
Perekonomian dan Kementerian Perdagangan. global
• PADG No.22/4/PADG/2020 Tentang Pelaksanaan PBI • Pembatalan International Furniture Expo (IFEX) yang
No.22/4/PBI/2020 Tentang Insentif Bagi Bank Yang digadang-gadang bisa mendatangkan potential buyer
Memberikan Penyediaan Dana Untuk Kegiatan Ekonomi dari seluruh dunia. Beberapa pelaku usaha DIY merugi
Tertentu Guna Mendukung Penanganan Dampak karena stok barang menumpuk. Demikian juga INACraft
Perekonomian Akibat Wabah COVID-19, khususnya 2020.
kepada bank-bank yang melakukan pembiayaan ekspor-
• Pameran Jogja International Furniture & Craft Fair
impor, pembiayaan UMKM dan sektor-sektor prioritas
(Jiffina)2020 membukukan transaksi hanya USD 38,5
lain.
Juta sementara pada tahun 2019 sebesar USD 76,2 Juta
• Beberapa negara di dunia yang telah melonggarkan (dari 1200 buyers yang sudah mendaftar, realisasi hanya
dan mencabut aturan lockdown per kuartal 2, sehingga 307 buyers).
diperkirakan aktivitas ekonomi berangsur membaik.
• Buyers Meeting di Bali 27 Maret 2020 dibatalkan.
• Kurasi virtual dan virtual business matching dengan
• Apresiasi nilai rupiah berpotensi menurunkan impor
buyer luar negeri untuk pelaku usaha UMKM Kerajinan
merupakan upaya meningkatkan permintaan ekspor • Sejak wabah COVID-19 menyerang China, pelaku
usaha DIY mulai kesulitan memperoleh bahan baku
• Peningkatan impor barang kesehatan sejalan dengan
sehingga produksi menurun.
pandemi COVID-19
• Rencana implementasi empat kebijakan stimulus untuk
menjamin kelancaran lalu lintas ekspor dan impor
barang untuk mengantisipasi dampak merebaknya virus
COVID-19 dari Kementerian Bidang Perekonomian dan
Kementerian Perdagangan .

76 LAPORAN PEREKONOMIAN
DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA - 2020
OUTLOOK KONDISI EKONOMI BAB 7
DAN INFLASI

7.1.2. Sisi Penawaran


Dari sisi penawaran, beberapa lapangan usaha diperkirakan terkontraksi, antara lain LU
Industri Pengolahan, LU Perdagangan, LU Penyediaan Akomodasi Makan Minum, LU Konstruksi
dan LU Real Estate. Kontraksi ekonomi yang cukup dalam terjadi terutama di LU akomodasi dan
makan minum terutama imbas dari pandemi COVID-19. PSBB di sejumlah wilayah di luar DIY,
larangan mudik, serta pembatasan aktivitas menjadi faktor pendorong utama penurunan kinerja
pariwisata DIY, yang tercermin dari penurunan okupansi hotel wisatawan asing/domestik. Angkasa
Pura I di DIY memperkirakan skenario most likely arus wisatawan ke DIY akan terus turun hingga
Oktober 2020 dan akan recovery di Desember 2020. Hal ini mengindikasikan pariwisata DIY
kemungkinan besar akan terkontraksi pada 2020 dan industri penopang seperti Hotel, Restoran,
hingga Perdagangan akan secara langsung terkena dampaknya.

Penurunan pariwisata dan lesunya permintaan global juga menggeret kinerja LU industri
pengolahan. Geliat pariwisata yang menurun secara signifikan pada semester I turut menghambat
pertumbuhan industri pengolahan DIY, yang didominasi UMKM produk kerajinan/pendukung
pariwisata. Sementara itu, di sisi komoditas unggulan ekspor, komoditas yang paling terpengaruh
adalah TPT dan furnitur. Berdasarkan hasil liaison, demand TPT baik secara global maupun
domestik hingga semester I 2020 cenderung menurun. Turunnya penjualan ekspor garment
merupakan pengaruh dampak pandemi COVID-19 yang menyebabkan kondisi perekonomian
global mengalami perlambatan dan daya beli pembeli di negara tujuan ekspor menurun.

Kinerja LU Konstruksi dan LU Real Estate juga diperkirakan mengalami kontraksi.


Selain dampak pandemi COVID-19 yang menyebabkan mundurnya beberapa proyek strategis
pemerintah, kontraksi di sektor LU konstruksi juga didorong faktor statistical base effect usai
berakhirnya konstruksi Proyek Strategis Nasional (PSN) di 2019. Sementara itu, penurunan kinerja
LU Real Estate seiring pergeseran anggaran masyarakat di mana alokasi belanja properti tidak lagi
menjadi prioritas di tengah pandemik COVID-19. Berdasarkan survei konsumen 76% responden
menyatakan tidak mungkin membeli rumah di tahun 2020, jauh di atas rata-rata tahun 2019 yang
berkisar 51% responden yang tidak ingin membeli rumah dalam jangka pendek.

Di sisi lain, lapangan usaha yang diperkirakan masih tumbuh adalah LU pertanian, LU
informasi dan komunikasi, serta LU Jasa Kesehatan. Lapangan usaha pertanian menjadi salah
satu sektor yang masih tumbuh di tengah pandemik COVID-19. Kondisi produksi dan distribusi
logistik DIY hingga Semester I 2020 masih dalam kondisi normal. Sementara itu, LU informasi dan
komunikasi tumbuh ditopang penjualan trafik data. Secara nasional pemberlakuan kerja di rumah
dan sekolah online secara positif meningkatkan trafik layanan data. Diperkirakan pada semester
II akan terus meningkat apabila masa Work From Home (WFH) dan sekolah online diberlakukan
hingga akhir tahun. Merespons pandemi COVID-19, LU Jasa Kesehatan juga meningkat, seiring
dengan layanan kesehatan dan pencegahan COVID-19.

Tabel 7.2. Risiko Pendorong dan Penghambat Pertumbuhan Ekonomi DIY Sisi Penawaran Tahun 2020

Lapangan Usaha Upside Downside


Pertanian • BMKG memperkirakan prospek curah hujan 2020 • Kemarau panjang di 2019 berpotensi menggeser pola
cenderung normal sesuai klimatologisnya dan kecil panen di awal tahun 2020.
peluang terjadinya gangguan anomali iklim seperti
kemarau panjang di tahun 2019. • Pembatasan aktivitas akibat COVID-19

• Penambahan luas lahan pertanian produktif di Kabupaten


Kulon Progo seluas 40 hektare memanfaatkan pengairan
irigasi kecil.
• Kegiatan ”Gelar Potensi” yang diselenggarakan secara
terpadu untuk mengembangkan jaringan pasar bagi
produk-produk pertanian meningkatkan transaksi dalam
jumlah besar.
• Peningkatan permintaan komoditas beras menyusul
meningkatnya aktivitas bantuan sosial dalam rangka
COVID-19.

LAPORAN PEREKONOMIAN 77
DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA - 2020
Lapangan Usaha Upside Downside
Industri Pengolahan • Potensi pertumbuhan ekspor-impor dan masih kuatnya • Pengusaha industri kerajinan mengandalkan pameran
permintaan domestik mendorong aktivitas industri untuk pemasaran. Namun, beberapa pameran besar
pengolahan. yang sedianya diselenggarakan pada triwulan I 2020
dibatalkan. Selain itu, penjualan kerajinan secara ritel
• Konstruksi proyek infrastruktur di 2020 mendorong (outlet di mall) juga mengalami penurunan. Akibatnya,
kinerja industri semen, industri besi dan baja, dan alat stok barang menumpuk dan mengakibatkan kerugian.
berat.
• Pameran Jogja International Furniture and Craft Fair
• Survei UMKM yang dilakukan disperindag Kerjasama Indonesia (JIFFINA) 2020 masih tetap berlangsung,
dengan BI DIY, sebagai dasar penetapan strategi namun dari target kehadiran sebanyak 1400 buyers
program pendampingan UMKM di DIY, terutama di masa hanya terealisasi 307 buyers.
COVID-19
• Industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) sangat
tergantung pada impor bahan baku dari Tiongkok.
Akibatnya banyak order yang pending karena bahan
baku terbatas.
• Berdasarkan hasil liaison, demand TPT baik secara
global maupun domestik hingga pertengahan April
2020 cenderung menurun. Data dari Disnakertrans
menunjukkan 3,4% dari tenaga kerja DIY di sektor
tersebut terkena dampak ekonomi akibat COVID-19,
baik di PHK permanen maupun berhenti sementara.
• UMKM terdampak COVID-19 mencapai 67,08% (536
UMKM), terutama pada UMKM produk ekspor, produk
kerajinan/pendukung pariwisata.
Penyediaan Akomodasi • Pengembangan destinasi wisata baru, serta integrasi • Pembatalan beberapa event nasional dan internasional
dan Makan Minum pengembangan pariwisata baik antarwilayah maupun di DIY akibat adanya pandemic COVID-19.
antardaerah untuk mencapai target Joglosemar
• Kebijakan revisi libur Hari Raya Idul Fitri dan larangan
• Normalisasi sektor pariwisata yang diperkirakan dimulai mudik sebagai dampak wabah pandemic COVID-19
di bulan Oktober 2020 dan puncaknya di bulan Desember menyebabkan turunnya permintaan.
2020 bersamaan dengan libur Panjang pengganti libur
Idul Fitri 2020. • Jika semula 60% dari 400 anggota PHRI DIY memilih
untuk tutup sementara, saat ini jumlahnya naik menjadi
80% dari anggota yang ada.
• Desa wisata di DIY saat ini 90% telah tutup.
• Bisnis Jasa perjalanan turun sampai 98% karena tidak
ada aktivitas pariwisata sama sekali.
• Terdapat kerugian pengusaha catering dan pedagang
makanan/minuman karena dibatalkannya sejumlah
kegiatan/event dan kebijakan sekolah/kuliah online

7.2 Perkiraan Inflasi Tahun 2020


Inflasi DIY pada tahun 2020 diperkirakan lebih rendah dibanding capaian 2019, namun
masih sesuai dengan sasarannya. Hingga akhir tahun 2020 inflasi DIY diperkirakan masih sejalan
dengan sasaran inflasi sebesar 3,0±1% (yoy), walaupun berpotensi mendekati batas bawah..

Penurunan tekanan inflasi terutama didorong oleh rendahnya inflasi kelompok administered
prices. Kenaikan cukai rokok tahun 2020 diperkirakan menjadi sumber tekanan Administered
Prices di DIY, sementara tarif angkutan udara dan harga bahan bakar minyak cenderung menurun.
Inflasi core inflation diperkirakan stabil, akibat aktivitas perdagangan domestik maupun global
yang cenderung rendah. Di sisi lain, inflasi volatile food (VF) diperkirakan cukup tinggi. Penyebab
inflasi VF ini disebabkan oleh komoditas impor seperti bawang putih dan bawang bombay yang
sempat terkendala di awal tahun. Sementara itu produksi komoditas pokok seperti beras, aneka
cabai, dan bawang merah diperkirakan masih stabil.

78 LAPORAN PEREKONOMIAN
DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA - 2020
OUTLOOK KONDISI EKONOMI BAB 7
DAN INFLASI

Tabel 7.3. Upside dan Downside Risk Inflasi 2020

Upside Downside
Kelompok Makanan, • Potensi gelombang kedua COVID-19 berpotensi • Adanya potensi oversupply akibat produksi yang tidak
Minuman menghambat pasokan komoditas pangan utamanya terserap secara maksimal. Sehingga selama produksi
yang berbasis impor. tidak terganggu, maka potensi inflasi pada komoditas VF
masih akan rendah
• Kenaikan tarif cukai rokok yakni 23% (yoy) dan harga jual
eceran naik 35% (yoy), sesuai dengan Peraturan Menteri • Kondisi cuaca yang relatif baik, sehingga tingkat
Keuangan (PMK) 152/2019 tentang Perubahan Kedua produksi diperkirakan akan lebih baik dibanding capaian
atas PMK 146/2017 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau. tahun 2019.
Peningkatan tarif tersebut merupakan yang tertinggi
dalam 10 tahun terakhir. • Minimnya risiko kemarau panjang dan kekeringan
menyebabkan perkiraan produksi dan persediaan bahan
pangan strategis relatif aman.
Kelompok Perumahan, • Tarif sewa rumah dan kontrak rumah masih mengkuti • Proyeksi harga minyak dunia pada 2020 masih
Air, Listrik, Dan Bahan siklus peningkatan tahunan. Walaupun cenderung dalam tren rendah, sehingga diperkirakan belum ada
Bakar Rumah Tangga lebih rendah dibanding rata-rata, seiring perlambatan peningkatan tarif bahan bakar minyak maupun bahan
pertumbuhan harga properti maupun potensi penurunan bakar rumah tangga di tahun 2020.
konsumsi masyarakat
• Harga komoditas global diperkirakan masih rendah,
sehingga tekanan inflasi inti diperkirakan lebih rendah
dari tahun sebelumnya.
• Volatilitas kurs rupiah semakin stabil. Potensi inflasi
imported price pada kelompok inti diperkirakan masih
akan rendah
Kelompok Transportasi • Pembatasan kapasitas transportasi menyebabkan • Pandemi Covid-19 menyebabkan trafik angkutan udara
penurunan frekuensi. Hal ini menyebabkan tekanan menjadi rendah. Hal ini menyebabkan harga tarif
kepada jasa logistik dan berpotensi meningkatkan tarif angkutan udara cenderung berada pada batas bawah.
pengiriman
Kelompok Pendidikan • Beberapa lembaga pendidikan di DIY sedang
mempertimbangkan pemotongan tarif pendidikan
Kelompok Lainnya • Harga emas perhiasan meningkat. Potensi resesi global • Perlambatan ekonomi nasional akibat pandemi
akibat wabah COVID-19 dan anjloknya bursa pasar COVID-19, pembatasan aktivitas masyarakat, serta
modal menyebabkan permintaan komoditas emas tertundanya beberapa PSN menjadi faktor pengurang
meningkat daya ungkit penghasilan dan konsumsi masyarakat.

LAPORAN PEREKONOMIAN 79
DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA - 2020
LAPORAN PEREKONOMIAN
80 DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA - 2020
DAFTAR ISTILAH

Administered prices
Harga barang yang diatur pemerintah, misalnya harga bahan bakar minyak dan tarif listrik

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)


Rencana keuangan tahunan pemerintah daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh DPRD

Andil Inflasi
Sumbangan perkembangan harga suatu komoditas/kelompok barang/kota terhadap tingkat
inflasi secara keseluruhan

Bobot inflasi
Besaran yang menunjukkan pengaruh suatu komoditas terhadap tingkat inflasi secara keseluruhan,
yang diperhitungkan dengan melihat tingkat konsumsi masyarakat terhadap komoditas tersebut

Capital Adequacy Ratio (CAR)


Rasio antara modal (modal inti dan modal pelengkap) terhadap aktiva tertimbang menurut risiko
(ATMR)

Cash Inflows
Jumlah aliran kas yang masuk ke kantor Bank Indonesia yang berasal dari perbankan dalam
periode tertentu

Cash Outflows
Jumlah aliran kas keluar dari kantor Bank Indonesia kepada perbankan dalam periode tertentu

Dana Pihak Ketiga


Simpanan masyarakat yang ada di perbankan yang terdiri dari tabungan, deposito dan giro

Ekspor
Keseluruhan barang yang keluar dari suatu wilayah/daerah baik yang bersifat komersil maupun
bukan komersil

Financing to Deposit Ratio (FDR)


Rasio antara pembiayaan yang diberikan oleh bank syariah terhadap dana yang diterima. Konsep
ini sama dengan konsep LDR pada bank konvensional

Impor
Seluruh barang yang masuk suatu wilayah/daerah baik yang bersifat komersil maupun bukan
komersil

Indeks Ekspektasi Konsumen


Salah satu pembentuk IKK. Indeks yang menunjukkan level keyakinan konsumen terhadap
ekspektasi kondisi ekonomi di masa mendatang.

LAPORAN PEREKONOMIAN
DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA - 2020 81
Indeks Harga Konsumen (IHK)
Sebuah indeks yang merupakan ukuran perubahan rata-rata harga barang dan jasa yang
dikonsumsi masyarakat pada suatu periode tertentu

Indeks Keyakinan Konsumen (IKK)


Indeks yang menunjukkan level keyakinan konsumen terhadap kondisi ekonomi saat ini dan
ekspektasi kondisi ekonomi mendatang.

Indeks Kondisi Ekonomi (IKE)


Salah satu pembentuk IKK. Indeks yang menunjukkan level keyakinan konsumen terhadap kondisi
ekonomi saat ini.

Inflasi
Kenaikan harga barang secara umum dan terus menerus (persistent)

Inflasi IHK
Kenaikan harga barang dan jasa dalam suatu periode yang diukur dengan perubahan Indeks
Harga Konsumen, yang mencerminkan perubahan harga barang dan jasa yang dikonsumsi oleh
masyarakat luas.

Inflasi Inti
Inflasi IHK setelah mengeluarkan komponen administered prices dan volatile food

Investasi
Kegiatan meningkatkan nilai tambah suatu kegiatan produksi melalui peningkatan modal

Kualitas kredit
Penggolongan kredit berdasarkan prospek usaha, kinerja debitur, dan kelancaran pembayaran
bunga dan pokok. Kredit digolongkan menjadi 5 kualitas yaitu Lancar, Dalam Perhatian Khusus,
Kurang Lancar, Diragukan dan Macet.

Kliring
Pertukaran warkat atau data keuangan elektronik antar peserta kliring baik atas nama peserta
maupun atas nama nasabah peserta yang perhitungannya diselesaikan pada waktu tertentu

Liaison
Kegiatan pengumpulan data/statistik dan informasi yang bersifat kualitatif dan kuantitatif yang
dilakukan secara periodik melalui wawancara langsung kepada pelaku ekonomi mengenai
perkembangan dan arah kegiatan ekonomi dengan cara sistematis dan didokumentasikan dalam
bentuk laporan

Loan to Deposit Ratio (LDR)


Rasio antara kredit yang diberikan oleh perbankan terhadap jumlah dana pihak ketiga yang
dihimpun

Kredit
Penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau
kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam
untuk melunasi utangnya setelah jangka watu tertentu dengan pemberian bunga.

Mtm
Month to month. Perbandingan antara data satu bulan dengan bulan sebelumnya

LAPORAN PEREKONOMIAN
82 DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA - 2020
Net Cashflows
Selisih bersih antara jumlah cash inflows dan cash outflows pada periode yang sama yang terdiri
dari net cash outflows bila terjadi cash outflows lebih tinggi dibandingkan cash inflows, dan net
inflows bila terjadi sebaliknya

Non Performing Loan/Financing


Kredit atau pembiayaan yang termasuk dalam kualitas kurang lancar, diragukan dan macet

PDRB atas dasar harga berlaku


Penjumlahan nilai tambah bruto yang mencakup seluruh komponen faktor pendapatan yaitu
gaji, bunga, sewa tanah, keuntungan, penyusutan dan pajak tak langsung dari seluruh sektor
perekonomian

PDRB atas dasar harga konstan


Perhitungan PDRB yang didasarkan atas produk yang dihasilkan menggunakan harga tahun
tertentu sebagai dasar perhitungannya.

Pendapatan Asli Daerah (PAD)


Pendapatan yang diperoleh dari aktivitas ekonomi suatu daerah seperti hasil pajak daerah,
retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah.

Perusahaan
Suatu unit usaha yang diselenggarakan/dikelola secara komersil yang menghasilkan barang
dan jasa sehomogen mungkin, umumnya terletak pada suatu lokasi dan mempunyai catatan
administrasi tersendiri mengenai produksi, bahan baku, pekerja, dan sebagainya yang digunakan
dalam proses produksi

Qtq
Quarter to quarter. Perbandingan antara data satu Triwulan dengan Triwulan sebelumnya

Rasio Non Performing Loans/Financing


Rasio kredit atau pembiayaan yang tergolong non performing terhadap total kredit/pembiayaan

Sistem Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (BI RTGS)


Proses penyelesaian akhir transaksi pembayaran yang dilakukan seketika (real time) dengan
mendebet maupun mengkredit rekening peserta pada saat bersamaan sesuai perintah pembayaran
dan penerima pembayaran

Volatile food
Kelompok komoditas bahan makanan yang perkembangan harganya sangat bergejolak karena
faktor-faktor tertentu

Yoy
Year on year. Perbandingan antara data satu tahun dengan tahun sebelumnya

LAPORAN PEREKONOMIAN
DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA - 2020 83
DAFTAR singkatan

APBD Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

ATM Anjungan Tunai Mandiri

BBM Bahan Bakar Minyak

BPR Bank Perkreditan Rakyat

BPS Badan Pusat Statistik

DAK Dana Alokasi Khusus

DAU Dana Alokasi Umum

DPK Dana Pihak Ketiga

DIY Daerah Istimewa Yogyakarta

FDR Financing to Deposit Ratio

IHK Indeks Harga Konsumen

IHPR Indeks Harga Properti Residensial

IKE Indeks Kondisi Ekonomi

IKK Indeks Keyakinan Konsumen

KPR Kredit Pemilikan Rumah

LDR Loan to Deposite Ratio

LTV Loan to Value

MICE Meeting, Incentive, Convention, and Exhibition

NTP Nilai Tukar Petani

NIM Net Interest Margin

NPF Non Performing Financing

NPL Non Performing Loan

PAD Pendapatan Asli Daerah

PDRB Produk Domestik Regional Bruto

PHR Perdagangan Hotel dan Restoran

PLN Perusahaan Listrik Negara

LAPORAN PEREKONOMIAN
84 DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA - 2020
PMA Penanaman Modal Asing

PMDN Penanaman Modal Dalam Negeri

PMTB Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto

POD Probability of Default

RTGS Real Time Gross Settlement

SBT Saldo Bersih Tertimbang

SHPR Survei Harga Properti Residensial

SKDU Survei Kegiatan Dunia Usaha

SKNBI Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia

SPE Survei Pedagang Eceran

SVLK Sistem Verifikasi Legalitas Kayu

TPAK Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja

TPID Tim Pengendali Inflasi Daerah

TPK Tingkat Penghunian Kamar

TPT Tingkat Pengangguran Terbuka

UTLE Uang Tidak Layak Edar

UMKM Usaha Mikro, Kecil dan Menengah

LAPORAN PEREKONOMIAN
DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA - 2020 85
tim penyusun
Penanggung Jawab:
Hilman Tisnawan

Koordinator Penyusun
Miyono

Tim Penulis
Tim Advisory Ekonomi dan Keuangan
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Daerah Istimewa Yogyakarta

Andi Adityaning Palupi, Radiani Nurwitasari, Ardhitama Shaumarli, Irmika Ngesti Handayani, Dina
Tania Tampubolon, Sepridany Jaya Hutabarat.

LAPORAN PEREKONOMIAN
86 DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA - 2020

Anda mungkin juga menyukai