MEDIA PEMBELAJARAN
1) Globe
2) Kalkulator
3) Busur derajat
4) Jangka
5) Kertas milimeter blok
6) Penggaris
7) Alat tulis (pensil, penghapus)
Nilai
LANGKAH KERJA
Globe
Penghitunga Pengukuran
n proyeksi jarak antar
peta objek
Penggambara Penghitungan
n bentuk proyeksi
proyeksi
Proyeksi peta Besar
distorsi
Nilai
Proyeksi peta merupakan metode yang digunakan dalam pembuatan peta agar permukaan
bumi yang berbentuk bulat dapat direpresentasikan dalam bidang datar. Mengacu pada
Kimerling, proyeksi peta merupakan transformasi geometris permukaan bumi yang berbentuk
melengkung menuju bentuk permukaan yang datar. Proyeksi peta dibagi menjadi tiga
menurut bidang proyeksinya, yaitu proyeksi azimuthal (datar), proyeksi conical (kerucut),
cylindrical (silinder). Proyeksi peta juga dapat dibagi tiga menurut arah penyinarannya, yaitu
proyeksi gnomonis (arah penyinaran dari pusat bumi), proyeksi stereografis (arah
penyinarannya dari kutub yang berlawanan), dan proyeksi orthografis (arah penyinarannya
dari jauh tak terhingga). Masing-masing macam proyeksi menghasilkan hasil peta yang
berbeda dan digunakan untuk tujuan penggunaan yang berbeda pula. Dalam pembuatan
proyeksi peta kertas yang digunakan adalah kertas millimeter blok untuk hasil yang jelas dan
akurat. Dengan begitu, diharapkan distorsi yang ada dapat diminimalisir.
Dalam praktikum kali ini, terdapat 5 macam proyeksi yang harus digambar oleh praktikan
beserta perhitungan proyeksi dan distorsinya. Setiap proyeksi memiliki ciri khas beserta
kelebihan dan kekurangannya masing-masing, Hal tersebut membuat setiap proyeksi
memiliki fungsi dan kegunaan yang berbeda untuk dapat digunakan secara maksimal.
Untuk hasil proyeksi yang pertama adalah, proyeksi azimuthal gnomonis, yaitu proyeksi
yang dilakukan dengan bidang proyeksi yang ditempelkan pada permukaan globe (bagian
kutub) dan menggunakan arah penyinaran yang datang dari pusat bumi. Untuk proyeksi yang
berjenis ini, hasil jaring-jaring proyeksi yang akan didapatkan akan berbentuk lingkaran.
Proyeksi azimuthal sering digunakan untuk menggambar daerah kutub atau daerah dengan
besaran garis lintang yang tinggi karena hanya dapat menggambarkan satu bagian belahan
bumi saja. Daerah garis khatulistiwa tidak terkena proyeksi jika menggunakan proyeksi
azimuthal gnomonis. Distorsi yang akan didapat akan berada di daerah lintang tengah dan
daerah khatulistiwa karena bidang proyeksinya tidak menyinggung kedua bagian belahan
bumi tersebut.
Selanjutnya adalah proyeksi azimuthal stereografis, yaitu proyeksi yang dilakukan
dengan menempelkan bidang proyeksi dengan salah satu bagian permukaan globe, namun
perbedaannya dengan azimuthal gnomonis adalah arah datang sinarnya yang berasal dari arah
kutub yang berlawanan. Hasil jaring-jaring proyeksi yang didapat masih berbentuk bulat,
namun luasan daerah yang dapat digambarkan lebih luas ketimbang proyeksi azimuthal
gnomonis. Daerah yang terkena proyeksi dapat mencapai daerah di sekitar garis khatulistiwa.
Lalu, proyeksi selanjutnya adalah proyeksi azimuthal orthografis, yaitu proyeksi yang
dilakukan dengan menempelkan bidang proyeksi dengan permukaan bumi dengan arah
penyinaran yang datang dari tak terhingga. Proyeksi ini akan menghasilkan jaring-jaring
proyeksi yang berbentuk bulat dan permukaan bumi yang dapat digambarkan lebih luas
dibandingkan proyeksi azimuthal orthografis. Pada proyeksi azimuthal orthografis,
dibutuhkan ketelitian yang tinggi dalam pembuatan proyeksi karena bidang gambar yang
dihasilkan sangat kecil namun mencakup wilayah yang luas. Distorsi yang muncul pada jenis
penyinaran orthografis ini merupakan yang paling minim dibanding dua proyeksi
sebelumnya, sehingga cocok untuk menggambarkan sebagian belahan bumi baik utara
maupun selatan dengan distorsi yang minim.
Setelah itu adalah proyeksi kerucut normal orthografis, yaitu proyeksi yang didapatkan
dengan membuat bidang proyeksi berbentuk kerucut lalu ditempelkan dengan permukaan
bumi dengan arah penyinaran yang datang dari tak hingga. Pada proyeksi kerucut, pararel dan
meridian pada bidang proyeksinya masing-masing berbentuk melingkar dan garis lurus
radial. Proyeksi kerucut normal orthografis pada umumnya digunakan untuk
menggambarkan daerah lintang tengah atau sub-tropis. Selimut kerucut yang menyinggung
globe hanya menyinggung daerah tengah sehingga distorsi yang muncul dapat
diminimalisasi. Bentuk akhir dari jaring-jaring proyeksi kerucut normal orthografis jika
digambarkan secara keseluruhan akan seperti prisma. Proyeksi ini sangat cocok untuk
menggambarkan daerah lintang tengah, terbukti dari hasil hitungan distorsi yang mengambil
objek Amerika Utara, besaran distorsi yang muncul saat menggunakan proyeksi kerucut
normal orthografis paling mendekati angka 1 dari proyeksi lain yang digunakan.
Lalu, penggambaran proyeksi yang selanjutnya adalah proyeksi silinder normal
orthografis, yaitu menggunakan bidang proyeksi yang berbentuk silinder yang mengelilingi
bumi. Hasil dari proyeksi silinder orthografis adalah pararel yang berbentuk garis lurus
horizontal dan meridian yang berbentuk garis lurus vertikal. Sedangkan bentuk jaring-jaring
proyeksinya adalah persegi panjang Proyeksi silinder orthografis sering digunakan untuk
menggambarkan daerah khatulistiwa karena dapat digambarkan persis seperti bentuk pada
globe. Distorsi yang dihasilkan dari proyeksi silinder orthografis akan berada di daerah
lintang tengah dan lintang tinggi karena tidak menyentuh bidang proyeksi sehingga kurang
cocok jika akan digunakan untuk menggambarkan daerah sub-tropis maupun daerah kutub.
Karena interval jarak yang didapatkan dari proyeksi silinder orthografis kecil, dibutuhkan
ketelitian dalam penggambarannya agar hasil yang didapatkan akurat.
Penggambaran proyeksi yang notabene merupakan transformasi geometris dari bentuk
bulat menjadi bentuk datar pasti akan menghasilkan distorsi. Distorsi muncul karena berbagai
faktor, contohnya adalah karena kurangnya ketelitian dalam pengamatan, kurangnya
ketelitian saat penggambaran peta, lalu kesalahan hitungan dan kurangnya ketelitian saat
melakukan penghitungan. Ketelitian merupakan faktor utama dalam pembuatan proyeksi agar
hasil distorsi yang muncul akibat proyeksi dapat diminimalisasi. Oleh karena itu, penggunaan
proyeksi yang tepat sesuai kegunaannya merupakan hal yang wajib dipahami dalam
pembuatan peta tematik maupun peta-peta yang lain agar unsur negatif distorsi dapat
diminimalisasi.
Nilai
KESIMPULAN
Nilai
DAFTAR PUSTAKA
Tyner, Judith A.. 2010. Principles of Map Design. New York : The Guilford Press
Gunawan, Totok. 2007. Fakta dan Konsep Geografi. Jakarta : Inter Plus
Kimerling, A. Jon. 2012. Map Use :Reading, Analysis, Interpretation. New York : Esri Press
Nilai