Anda di halaman 1dari 11

UJIAN TENGAH SEMESTER

KONFLIK PILKADA SERENTAK 2020 DI TENGAH COVID-19


Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Studi Masyarakat Indonesia

Dosen Pengampu :. Rohani, S.Pd, M.Si

Disusun Oleh :
Nama: Ayu Dearmas Purba
Nim : 3193331009
Kelas: B Geografi 2019

JURUSAN PENDIDIKAN GEOGRAFI


FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2020
A. BEBERAPA HAL YANG HARUS DIPERHATIKAN DAN TIDAK
BOLEH DIANGGAP REMEH DALAM PENYELENGGARAAN
PILKADA SERENTAK 2020

1. Menurut sudut pandang Direktur Eksekutif Indonesia Democratic (IDE) Center

Lanjutnya, ada beberapa hal yang harus serius diperhatikan berkaitan dengan
penyelenggaraan Pilkada Serentak 2020 yang tidak bisa dianggap remeh.

 rezim hukum pemilu dalam pelaksanaan pilkada tidak akan berjalan efektif kendati
penyelarasan regulasi dengan aturan teknis yang mengatur protokol kesehatan dibuat
untuk memastikan pilkada berjalan sesuai dengan protokol kesehatan.

“Hal ini dapat berujung pada konflik di tengah masyarakat di ujung tahapan pilkada dan
derasnya arus gugatan,” kata David di Jakarta, Minggu 25 Oktober 2020

 potensi terjadinya “electoral frauds”, yakni penyimpangan-penyimpangan pada proses


pelaksanaan Pilkada 2020 di tengah pandemi Covid-19 hampir dipastikan terjadi baik
secara kasuistik maupun sporadik, bahkan dapat berkembang menjadi massif.

Dia mencontohkan dalam pemungutan suara nanti 9 Desember 2020, masyarakat yang
akan hadir ke TPS-TPS harus mematuhi protokol kesehatan disiplin 3M.

“Maka otomatis akan terjadi antrian panjang yang akan mengakibatkan mundurnya waktu
dalam proses pemungutan suara di TPS-TPS yang bisa berdampak pada penyelenggara di
tingkat bawah pun akan semakin terkuras dengan mundurnya waktu di TPS-TPS,”
jelasnya.

 ruang gerak yang terbatas bagi penyelenggara khususnya pengawas pemilu dalam proses
pengauasan Pilkada dan lengahnya perhatian masyarakat karena Covid-19 dapat menjadi
peluang oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab untuk menghalalkan segala cara.

 Seperti pengerahan aparatur negara, penggunaan fasilitas negara, politik uang, dan yang
paling parah serta sudah terdeteksi adalah penggelembungan suara di proses rekapitulasi
suara.

 tambahnya, sebagai elemen dasar dari instrumen pemilu, persoalan hak pilih masyarakat
di Pilkada saat pandemi Covid-19 ini harus dijadikan perhatian bersama, baik
penyelenggara pemilu, aparat penegak hukum, organisasi kemasyarakatan atau elemen-
elemen sipil maupun masyarakat pemilih sendiri.
“Permasalahan administratif yang dapat berkembang ke arah tindak pidana pemilu, jika
tidak ditangani atau dicegah sedini mungkin akan terakumulasi menjadi „amarah publik‟
yang bergejolak keras,” ucap David.

2. Menurut Dekan Fakultas Keaamanan Nasional Universitas Pertahanan,


Laksamana Madya (Laksda) TNI Siswo HS

 pada tahap prapelaksanaan pilkada serentak yakni titik rawan terjadi saat kampanye
jelang pemungutan suara dimana potensi konflik dapat terjadi antar pendukung calon.
 ada pelaksanaan pilkada terdapat titik rawan saat pemungutan dan penghitungan suara.
Konflik dapat dipicu antara lain akibat intimidasi terhadap penyelenggara pilkada.
Ketiga, pasca pelaksanaan. “Dimana titik rawan pada saat dan pasca penetapan hasil
akibat ketidakpuasan salah satu pihak,” dalam sebuah diskusi bertajuk “Penyelenggaraan
Pilkada Serentak yang Aman dan Edukatif di Masa Pandemi”,secara daring,
B. FAKTOR TERJADINYA KONFLIK PILKADA
1. Menurut sudut pandang Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Arief Budiman
menyebut biasanya konflik yang terjadi dalam tahapan pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah
(Pilkada) biasanya dipicu dari kurangnya pemahaman tentang aturan atau regulasi yang berlaku.
Karena itu, Arief berharap agar semua pihak bisa memahami regulasi yang berlaku. Dengan
begitu, mereka dapat mengimplementasikan atau menerapkan apa yang tertuang dalam regulasi
tersebut di setiap tahapan penyelenggaraan Pilkada serentak 2020.
"Karena biasanya konflik itu diawali juga dari tidak dipahaminya aturan yang berlaku," kata
Arief dalam acara rapat koordinasi (Rakor) tentang 'Kesiapsiagaan Satpol PP dan Satlinmas
dalam penyelenggaraan Pilkada Tahun 2020' yang digelar secara daring, Jumat (4/9/2020).
Mantan Ketua KPU Provinsi Jawa Timur ini mencotohkan, dalam tahapan pencalonan dan
penetapan calon peserta di Pilkada. Biasanya, mereka yang tidak puas dengan keputusan KPU
yang tidak meloloskan lantaran tidak memenuhi syarat pencalonan melakukan protes, bahkan
sampai tindakan yang tidak dibenarkan secara hukum.

2. Menurut sudut pandang Direktur Eksekutif Indonesia Democratic (IDE) Center


C David Kaligis

menyebutkan potensi konflik dalam penyelenggaraan Pilkada Serentak 2020 di tengah pandemi
Covid-19 akan terjadi, sehingga pelaksanaannya harus diawasi secara ketat.

Menurutnya, ada dua sisi yang membuat pelaksanaan pilkada di tengah pandemi Covid-19 ini
menjadi dilematis. Di satu sisi kesehatan masyarakat menjadi prioritas utama pada pemilihan kali
ini.

Akan tetapi, di sisi lain pilkada harus tetap dilaksanakan sebagai sarana sirkulasi elit politik di
tingkat lokal dan juga untuk menghindari kekosongan hukum dan kevakuman kekuasaan di
daerah yang dapat berujung pada persoalan ketatanegaraan yang pelik menjadi sebuah
keniscayaan politik.

3. Menurut sudut pandang Direktur Eksekutif KoDe Inisiatif Very Junaedi

mengatakan bahwa konflik dalam sejarah kepemiluan Indonesia terus terjadi dan kemungkinan
akan kembali mencuat di Pilkada mendatang. Konflik tersebut diakibatkan oleh berbagai
kepentingan yang melingkupi berbagai dimensi politis untuk merebut suara terbanyak bagi calon
pemimpin daerah.

"Ada banyak potensi konflik yang terjadi karena lemahnya penegakan hukum, politik identitas,
konflik tata kelola pemerintahan, konflik pemilihan dan jabatan, konflik identitas dan konflik
sumber daya, kekerasan dalam penegak hukum dan lainnya," kata Veri, Jakarta (15/1).

4. Menurut sudut pandang menurut data Sistem Nasional Pemantauan kekerasan


(SPNK) periode 2002-2015
ada sejumlah daerah tercatat mengalami konflik. Sistem SNPK ini merupakan sistem informasi
tentang konflik dan kekerasan yang terjadi di berbagai wilayah di Indonesia. Proyek SNPK
dipimpin oleh Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan
(PMK), dengan dukungan Bank Dunia dan The Habibie Center.

5. Menurut Dekan Fakultas Keaamanan Nasional Universitas Pertahanan,


Laksamana Madya (Laksda) TNI Siswo HS

 potensi aksi kekerasan, anarkis, intimidasi, dan lainnya sebagaimana pemilu/pilkada


sebelumnya.
 mencegah penyebaran/penularan Covid-19 dalam setiap tahapan pilkada.
 terdapat potensi konflik akibat tensi politik meninggi di tengah pandemi Covid-19

tantangan pelaksanaan pilkada dari aspek keamanan nasional antara lain soal tingginya tensi
politik di tingkat lokal yang dinamis. Kemudian persaingan tak sehat antar calon dan tim sukses
yang menjadi konsumsi publik serta emosi publik rentan menimbulkan amarah secara kolektif
yang dapat menyulut terjadinya konflik. Akibatnya terjadi ketegangan sosial, hingga munculnya
konflik yang mengganggu keamanan.

6. Menurut Guru Besar Institut Pemerintahan Dalam Negeri Prof Djohermansyah


Djohan

penyelenggaraan pilkada serentak di sejumlah daerah tak bisa dipungkiri masih menyimpan
sejumlah persoalan. Antara lain masih terjadinya praktik politik uang, calon tunggal, dan teknis
penyelenggaraan. “Sejumlah persoalan tersebut memerlukan pembenahan dari aspek regulasi
yang khusus mengatur pilkada,”

7. Menurut sudut pandang Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu)

Dalam laporan Bawaslu per Juni 2020, Bawaslu menyatakan dua indikator konflik yang
berpotensi muncul selama proses tahapan Pilkada 2020 sebelum hari pencoblosan 9 Desember
mendatang.

Dua indikator itu yakni, gangguan keamanan, dan kekerasan atau intimidasi terhadap
penyelenggara Pemilu.
C. DAERAH YANG MEMILIKI RESIKO TERJADINYA KONFLIK
PILKADA

1. Menurut sudut pandang Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu)

menyebutkan, 47 dari 270 daerah yang akan menggelar hajatan Pemilihan Kepala
Daerah (Pilkada) 2020 memiliki risiko konflik paling tinggi.

Di tingkat Kabupaten/Kota, ada 40 dari total 261 daerah yang dinilai memiliki risiko konflik
paling tinggi selama proses tahapan Pilkada. Beberapa di antaranya yakni, Kabupaten Bandung,
Kabupaten Pekalongan, Kabupaten Dharmasraya, Kabupaten Sleman, Kabupaten Lamongan,
hingga Kabupaten Manokwari.

Di tingkat provinsi, laporan Bawaslu menyebutkan sebanyak tujuh dari total sembilan wilayah
penyelenggara Pemilu 2020 dinilai memiliki risiko atau potensi konflik paling tinggi. Sedangkan
dua sisanya masuk dalam kategori risiko konflik rendah.

Tujuh provinsi itu yakni, Sumatera Barat, Jambi, Kalimantan Selatan, Sulawesi Utara, Sulawesi
Tengah, Kepulauan Riau, dan Bengkulu. Sedangkan dua sisanya yakni Kalimantan Utara dan
Kalimantan Tengah.

Bawaslu secara umum merilis daftar sejumlah wilayah penyelenggara Pilkada 2020 dalam
beberapa indikator kerawanan. Selain potensi konflik, sejumlah kategori lain yakni politik,
infrastruktur dan risiko penularan Covid-19.

 Pada aspek politik, beberapa indikator kerawanan pada sejumlah daerah itu, seperti
potensi potensi keberpihakan penyelenggara Pemilu, rekrutment penyelenggara pemilu
bermasalah, ASN tidak netral, hingga penyalahgunaan anggaran.

tingkat kabupaten kota, Bawaslu mencatat setidaknya 50 dari total 261 daerah dinilai rawan
praktik kecurangan Pilkada. Sejumlah wilayah yang memiliki risiko tinggi pada aspek ini, seperti
Kota Makassar, Kabupaten Lamongan, Kabupaten Manokwari Selatan, Kabupaten Klaten,
hingga Sijunjung.

tingkat provinsi, ada Sumatera Barat, Jambi, Sulawesi Utara, Kalimantan Selatan, hingga
Kepulauan Riau.

 Adapun di aspek infrastruktur, sebanyak 117 dari total 144 Kabupaten Kota disebut
belum memiliki infrastruktur layak untuk penyelenggaraan Pilkada. Indikator kelayakan
diukur mulai dari dukungan teknologi informasi dan sistem informasi penyelenggara
Pemilu.

Beberapa kabupaten kota yang dinilai belum memiliki kelayakan ini umumnya berada di wilayah
Papua, di antaranya di antaranya ada Kabupaten Manokwari Selatan, Kabupaten Solok,
Kabupaten Morowali Utara, hingga Kabupaten Siak.
Sedangkan di tingkat provinsi, sembilan atau keseluruh Provinsi disebut masuk dalam kategori
tinggi sebagai wilayah paling tidak layak dari aspek infrastruktur Pemilu. Kesembilan provinsi
itu yakni Sumatera Barat, Kepulauan Riau, Bengkulu, Kalimantan Utara, Kalimantan Selatan,
Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Jambi, dan Kalimantan Tengah.

Di Jatim, Bawaslu Jatim mulai memetakan daerah rawan dalam gelaran Pilkada Serentak 2020 di
19 kabupaten/kota di Jatim.

Koordinator Divisi Pengawasan dan Hubungan Antar Lembaga Bawaslu Jatim, Aang Kunaifi,
mengatakan ada sejumlah daerah yang mulai dipetakan sebagai daerah rawan, dari berbagai
aspek.

"Ada beberapa yang kami identifikasi daerah rawan dengan aspek sosial politik misal di
Kabupaten Tuban, yang saat pilkada sebelumnya pernah terjadi pembakaran kantor KPU," kata
Aang kepada CNNIndonesia.com, Rabu (16/9).

Pilkada Tuban yang berlangsung 2006 silam berbuntut rusuh. Kantor KPU dan Pendopo Pemkab
Tuban dibakar massa pendukung calon bupati yang kalah. 80 orang pun ditetapkan sebagai
tersangka.

Aang mengatakan, Kabupaten Mojokerto juga dinilai rawan dari aspek kontestasi, lantaran pada
pilkada sebelumnya pernah terjadi perselisihan pencalonan.

Sengketa di Pilkada Mojokerto ini terjadi pada 2015 silam. Bermula dari pasangan calon
Mustofa Kamal Pasa-Pungkasiadi menggugat surat keputusan KPU Mojokerto yang meloloskan
Choirun Nisa-Arifudinsjah. Nisa dianggap telah memalsukan surat dukungan DPP PPP pimpinan
Djan Faridz.

Sengketa itu pun berlanjut hingga ke tingkat Mahkamah Agung. Dalam putusannya MA
memerintahkan KPU Mojokerto membatalkan berita acara dan surat keputusan penetapan calon
dalam pilkada 2015. MA meminta KPU menerbitkan berita acara dan surat keputusan baru
dengan mencoret pasangan nomor urut satu, Nisa-Arif.

"Kemudian dari aspek kontestasi ada kabupaten Mojokerto yang pada Pilkada sebelumnya itu
ada perselisihan terkait pencalonan," ujarnya.

Lebih lanjut, Aang mengatakan ada pula sejumlah daerah yang dinilai rawan dari aspek
perkembangan kasus corona (Covid-19). Di antaranya Kota Surabaya, Sidoarjo, Gresik dan
Malang Raya.

"Selanjutnya beberapa daerah dari aspek perkembangan pasien Covid-19 di beberapa daerah
yang oleh Gugus Tugas dikategorikan zona merah. Misal Surabaya, Gresik, Sidoarjo dan Malang
Raya," katanya.

Selain itu, menurut Aang, hampir 19 kabupaten/kota di Jatim yang menggelar Pilkada Serentak
tahun ini, seluruhnya dianggap rawan dari aspek politik uang.
"Hampir dipastikan di daerah sangat mungkin muncul kembali. Hampir semua daerah punya
potensi," ucapnya.

Menurut Aang, dari pengalaman sebelumnya, praktik politik uang itu paling banyak muncul di
waktu krusial jelang pemungutan atau di hari pemungutan.

"Oleh karenanya nanti di waktu krusial itu jajaran kami melakukan patroli pengawasan anti
money politic," katanya.

Meski demikian, kata Aang, Bawaslu Jatim hingga kini terus melakukan proses penyempurnaan
dan penyusunan peta daerah rawan dalam gelaran Pilkada Serentak 2020.

2. menurut data Sistem Nasional Pemantauan kekerasan (SPNK) periode 2002-2015

ada sejumlah daerah tercatat mengalami konflik. Sistem SNPK ini merupakan sistem informasi
tentang konflik dan kekerasan yang terjadi di berbagai wilayah di Indonesia. Proyek SNPK
dipimpin oleh Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan
(PMK), dengan dukungan Bank Dunia dan The Habibie Center.

Berdasarkan data SPNK, ada 9 provinsi yang akan menyelenggarakan Pilkada 2020, memiliki
riwayat konflik. Tertinggi berada di Sulawesi Tengah dengan 885 sejarah konflik, Kalimantan
Tengah 553, Sulawesi Utara 475, Jambi 111, Bengkulu 105, Sumatera Barat 85, Kalimantan
Selatan 71, Kepulauan Riau 68, Kalimantan Utara 19.

Sedangkan dari 161 kabupaten dan kota penyelenggara Pilkada 2020, terdapat 88 daerah yang
memiliki sejarah konflik.
D. CARA MENGATASI KONFLIK PILKADA
1. Menurut sudut pandang Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Arief Budiman
di dalam Peraturan KPU (PKPU) sudah tertuang jelas langkah apa yang bisa ditempuh Bapaslon
yang tidak merasa puas atas keputusan KPU tersebut. Dimana, mereka bisa mengajukan sengketa
ke pengadilan.
Arief berharap apabila ditemukan kasus seperti ini, KPU mendapatkan dukungan dari semua
pihak termasuk Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) untuk bisa memberikan pemahaman
tersebut.
"Jadi mudah-mudahan mereka yang tidak puas, tidak menerima dengan keputusan yang
dikeluarkan oleh KPU, bisa diarahkan untuk menyelesaikan melalui jalur hukum. Jadi jangan
sampai bertindak anarkis," pungkasnya.
2. Menurut Dekan Fakultas Keaamanan Nasional Universitas Pertahanan,
Laksamana Madya (Laksda) TNI Siswo HS

lima rekomendasi untuk mengantisipasi munculnya gangguan keamanan atau konflik dalam
pilkada.

 mengintensifkan edukasi publik dalam menyikapi proses dan hasil pilkada.


 membuat prosedur antisipasi sedini mungkin terhadap kemungkinan adanya potensi
gangguan dalam setiap tahapan pilkada.
 membangun sistem respon yang cepat mengatasi gangguan keamanan dalam pilkada.
 membangun komitmen semua pasangan calon kepala daerah untuk menciptakan pilkada
aman, damai dan edukatif.
 membuat kebijakan pelibatan TNI dalam mendukung terwujudnya keamanan selama
pilkada sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Bisa mewujudkan optimalisasi peran TNI dalam melakukan edukasi bagi masyarakat, khususnya
menyikapi proses dan hasil pilkada,” ujarnya mencontohkan.

Dia berharap korps TNI dapat membantu penyelenggara pilkada di seluruh Indonesia. Demikian
pula pemerintah daerah mendorong agar meningkatkan kedisplinan masyarakat dalam mentaati
protokol kesehatan. Selain itu, menumbuhkan kesadaran bahwa pilkada merupakan upaya
pendewasaan demokrasi dalan kehidupan berbangsa dan bernegara.

Pilkada sejatinya ajang demokrasi yang mesti dilaksanakan secara aman dan damai. Oleh sebab
itu, diperlukan kebijakan dan operasionalisasi optimal dalam menjamin terciptanya stabilitas
nasional dan daerah,”

3. menurut Komisioner Bawaslu Fritz Edward Siregar


permasalahan penyelenggaraan pilkada serentak memang amat banyak. Namun bila solusinya
menunda pelaksanaan pilkada, justru bakal berpotensi menimbulkan beragam persoalan baru
antara penyelenggaraan pemerintah daerah, pengelolaan anggaran, dan lainnya.
Menurutnya, pada tahap pendaftaran pilkada yang rampung pekan lalu, harus diakui banyak
terjadi pelanggaran terhadap protokol kesehatan. Bawaslu pun, kata Fritz, bakal memberi sanksi
administratif bagi peserta pilkada yang melanggar protokol kesehatan. Sedangkan pelanggaran
pidana, Bawaslu menyerahkan kepada pihak berwenang (kepolisian).
E. SUMBER
https://nasional.okezone.com/read/2020/09/04/337/2272791/latar-belakang-konflik-pilkada-
kebanyakan-karena-kurang-paham-aturan

https://www.cnnindonesia.com/nasional/20200916152049-32-547245/bawaslu-47-daerah-rawan-
konflik-pilkada

https://monitor.co.id/2020/10/25/empat-potensi-konflik-di-pilkada-2020-versi-ide-center/

https://www.gatra.com/detail/news/465904/hukum/potensi-konflik-di-daerah-pada-pilkada-2020

https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5f5ba8d744a74/lima-cara-mencegah-konflik-dalam-
pilkada-serentak/

Anda mungkin juga menyukai