Anda di halaman 1dari 26

BAB I

DATA EPIDEMIOLOGI

Nomor Registrasi : 0002694

Nama : Ny. S

Usia : 43 tahun

Jenis kelamin : Perempuan

Alamat : Komp. Pasar Baru Youtefa

Agama : Islam

Suku Bangsa : Jawa

Pendidikan : SMA

Status Pekerjaan : IRT

Status perkawinan : Menikah

Ruang perawatan : IGD RSJD Abepura

Tanggal MRSJ : 23 Mei 2019 (11:05 WIT)

Yang mengantar : Anak Kandung Pasien (Anak laki-laki nomor 3)

Alamat pengantar : Komp. Pasar Baru Youtefa

Yang memberi informasi : Anak Kandung Pasien

Di kirim oleh : Datang sendiri ke IGD RSJ Abepura


BAB II

LAPORAN PSIKIATRI

I. RIWAYAT PENYAKIT

A. Keluhan utama

 Autoanamnesa : suka marah-marah

 Heteroanamnesa : pasien gelisah, sering pukul anaknya, dan bicara

sembarangan kepada tetangga sekitar rumah.

B. Riwayat Penyakit Sekarang

 Autoanamnesa

Pasien mengaku suka marah-marah karena pasien merasa sedih

melihat anaknya yang stress ditinggal bapaknya (suami pasien). Pasien

mengatakan bahwa dirinya biasa memakai barang-barang original tetapi

barang tersebut hilang dan mencurigai tetangga yang mengambilnya.

Pasien juga merasa ada kaca/beling yang keluar dari mulutnya, pasien

juga mengatakan setiap malam ada bayangan suara dan bayangan

anaknya yang panggil-panggil dan masuk kerumah tanpa dibukakan

pintu, pasien mengaku pintu rumahnya dikunci dan dipasang grendel 5

buah. Pasien mulai mengalami stress sejak ditinggal suaminya, dan

pasien mengatakan anaknya juga stress setelah bapaknya pergi

tinggalkan keluarga, yang menyebabkan pasien sering mengamuk.

 Heteroanamnesa

Pasien diantar oleh anaknya ke IGD RSJD Abepura dengan

keluhan, tampak gelisah, bicara sembarang atau berbicara kasar kepada


tetangga sekitar rumahnya. Keluhan dirasakan sejak 2 bulan SMRS.

Dengan menunjukkan gejala melihat makanan seperti nanah, suka jalan

tanpa tujuan, mendengar dan melihat sesuatu yang aneh (bayangan)

masuk kedalam tubuhnya, suka curiga berlebihan kepada orang lain

terutama tetangganya karena pasien merasa makanan yang diberikan

semua berisi (rambut, bedak, dan pasir). Anak pasien mengatakan ibu

nya menunjukkan gejala tersebut setelah bapaknya pergi meninggalkan

keluarga.

 Faktor stressor psikososial : Ada

 Hubungan gangguan sekarang dengan riwayat penyakit fisik dan psikis

sebelumnya : Tidak ada

C. Riwayat Penyakit Dahulu

a.Psikiatrik

 Pasien merupakan pasien lama di RSJD Abepura ± 3 bulan yang lalu

dan putus obat.

b. Medik

 Malaria tropica (+) umur 25 tahun (di Manokwari)

 Kejang (-)

 Trauma benda tajam atau tumpul (-)

 Asma (-), Jantung (-), Hipertensi (-), DM (-), TB (-)

D. Riwayat Penyakit Keluarga

Pada keluarga tidak ada yang sakit seperti ini.


Genogram

Keterangan :

Pasien :

Perempuan :

Laki-laki :

E. Riwayat penggunaan alkohol atau zat lain

 Riwayat minum Alkohol (-)

 Riwayat Rokok (-)

 Riwayat penggunaan Ganja (-)

 Riwayat makan Pinang (-)

 Minum kopi dan teh (+)


F. Riwayat Pribadi

a. Riwayat Prenatal dan Perinatal

Pasien dilahirkan dengan usia kandungan yang cukup bulan dan

dilahirkan secara spontan ditolong oleh bidan, tanpa kecacatan maupun

trauma lahir. Semasa bayi, pasien mendapat ASI.

b. Riwayat Masa Kanak Awal ( 0-3 tahun )

Pasien tinggal dengan kedua orang tua dan saudaranya. Pasien anak ke

2 dari 2 bersaudara. Masa ini dilalui dengan baik oleh pasien.

Pertumbuhan dan perkembangan pasien normal sesuai anak seusianya

c. Riwayat Masa Kanak Pertengahan ( 3-11 tahun )

Pasien dapat bergaul dengan teman sebayanya dan bermain.

Mempunyai teman di sekolahnya. Dan dapat belajar dengan baik

mengikuti kegiatan belajar mengajar di sekolahnya.

d. Riwayat Masa Kanak Akhir (Pubertas dan Remaja )

Pasien bersekolah di SD, SMP, dan SMA pasien berinteraksi dan

berkomunikasi baik dengan teman-temannya. Pasien adalah seorang

yang pendiam.

e. Riwayat Masa Remaja

Pasien mengaku pergaulannya biasa seperti yang lain,mempunyai

teman dekat dan sudah memiliki pacar.

f. Riwayat Masa Dewasa

 Riwayat Pendidikan

SD selama 6 tahun (umur 6-12 tahun) pasien selalu naik kelas dan

tidak pernah tinggal kelas.


SMP selama 3 tahun ( umur 12-15 tahun) pasien selalu naik kelas dan

tidak pernah tinggal kelas.

SMA selama 3 tahun ( umur 15-18 tahun) pasien selalu naik kelas dan

tidak pernah tinggal kelas.

 Riwayat Pekerjaan

Pekerjaan pasien adalah berjualan di Pasar mulai tahun 2009 sampai

saat ini.

 Riwayat Psikoseksual/ Pernikahan

Pasien pertama kali kenal dengan suaminya di Jayapura. Lalu

menikah (pasien tidak ingat menikah tahun berapa) dan mempunyai 3

anak. Pasien merupakan istri yang sayang pada suami dan anak-

ankanya. Namun sering marah-marah dan bertambah sering semenjak

ditinggal oleh suaminya.

 Riwayat Kehidupan Beragama

Pasien seorang beragama Islam yang rajin sholat mengaji dan ikut

pengajian. Pasien hidup di keluarga yang taat beragama.

 Riwayat Pelanggaran Hukum

Tidak ada riwayat melanggar hukum.

G. Riwayat Keluarga

Pasien merupakan anak kedua dari dua bersaudara. Semua saudaranya telah

menikah. Saat ini pasien tinggal dengan anak laki-lakinya. Tidak ada

gangguan jiwa pada keluarganya.


H. Kehidupan Sosial dan Ekonomi Sekarang

Pasien tinggal bersama anak laki-lakinya nomor 3 dalam satu rumah.

Pasien bekerja berjualan di Pasar. Pasien juga mempunyai 10 rumah kost

yang besampingan dengan rumah pasien. Pasien mengatakan pendapatan

perbulan uang sewa rumah kost dibagi dengannya anak nya.

II. STATUS GENERALIS (23 MEI 2019, 11:05 WIT)

a. Pemeriksaan Fisik

KU : Tampak tenang

Kesadaran : Compos Mentis

Vital sign:

 Tekanan Darah : 100/80 mmHg

 Nadi : 113 x/mnt

 Suhu : 36,5 C

 Respirasi : 20 x/mnt

 SpO2 : 98%

Kulit : Tidak Ada Kelainan

Kepala : Tidak Ada Kelainan

 Mata : Tidak Ada Kelainan

 Hidung : Tidak Ada Kelainan

 Mulut dan tenggorokan : Tidak Ada Kelainan

Leher

 JVP : Tidak Ada Kelainan

 Struma : Tidak Ada Pembesaran


 KGB : Tidak Ada Pembesaran

Thorakrs

 Paru - Paru : Tidak Ada Kelainan

 Jantung : Tidak Ada Kelainan

Abdomen : Tidak Ada Kelainan

Genitalia : Tidak Dilakukan Pemeriksaan

Ekstremitas : Akral Hangat

Keadaan neurologis : Reflek Fisiologis (+), Reflek Patologis (-)

b. Pemeriksaan Laboratorium (27 Mei 2019) :

PARAMETER HASIL SATUAN NILAI RUJUKAN

Kadar LK:13,4-18,0
10,1 gr%
Hemoglobin/HGB PR: 11,4-16,4
Granulosit 71,6 % 35-70
Limfosit 24,0 % 20-50
Mid 4,4 % 2-10
Jumlah Trombosit 190.000 Ribu/mm3 150.000-450.000
Jumlah Leukosit 5800 Mmk 4000-11.000
DDR
Malaria - Negatif
Pemeriksaan serologi
HbsAg - Negatif

III.STATUS PSIKIATRI (23 MEI 2019, 11:05 WIT)

1)Kesadaran Compos Mentis Pasien sadar dan dapat menjawab


beberapa pertanyaan yang diberikan.
Keadaan Umum Tenang
2) Penampilan Cukup bersih, Rambut potongan pendek dengan
menggunakan pakaian postur tubuh kurrus dan pendek,
sesuai usia pasien. menggunakan daster batik dan
memakai sendal
3) Bicara Artikulasi : Jelas Intonasi ucapan terdengar jelas
Kecepatan bicara : Kecepatan berbicara pasien cukup
4) Sikap terhadap Kontak : Cukup Pasien mengadakan kontak dengan
pemeriksa pemeriksa
Rapport : Adekuat Pasien dapat menjawab beberapa
pertanyaan yang ditanyakan sesuai
dengan pertanyaan
Sikap : kooperatif Pasien dapat menjawab dengan baik
Atensi : Atensi Pasien dapat menjawab beberapa
pertanyaan yang diberikan dan
menjawabnya dengan baik
Tingkah laku : Pasien duduk dengan tenang
Hipoaktif
6) Keadaan Mood : Eutimik Pasien mengatakan bahwa dia merasa
Afektif (mood) baik dan moodnya baik
Afek : innapropiate Ekspresi pasien tidak sesuai dengan
mood pasien.
Pasien terlihat dengan wajah yang
datar.

Empati Dapat diraba rasakan


Keserasian Serasi
9) Fungsi Taraf pendidikan, Sesuai dengan tingkat pendidikan
intelektual pengetahuan umum
(kognitif) dan kecerdasan
Daya konsentrasi Cukup
Orientasi
Waktu : Baik Pasien mampu mengenali orang
disekitarnya seperti keluarganya
Tempat : Baik Pasien bisa mengetahui bahwa dia
sedang di RSJD Abepura
Orang : Baik Pasien dapat menyebutkan hari,
bulan dan tahun dengan tepat.
Daya ingat
Jangka segera : Baik Dapat mengulang angka yang
disebutkan
Jangka menengah : Dapat mengingat aktivitas di
Baik perjalanan saat di bawa ke RSJ
Abepura
Jangka panjang : Baik Pasien bias menyebutkan tempat
tanggal lahir pasien
7) Gangguan Halusinasi :
Presepsi Halusinasi auditorik Pasien mendengar suara-suara seperti
anaknya yang memanggil “mama”
Halusinasi visual Pasien memilihat seperti bayangan
anaknya masuk dalam rumah
Ilusi Tidak ada

Depersonalisasi Tidak ada

Derealisasi Tidak ada

8) Proses Bentuk : tidak realistic Pasien berpikir tidak sesuai


berpikir kenyataan yang ada.
Jalan pikiran : Pasien bercerita namun tanpa
asosiasi longgar hubungan yang logis dan tidak
nyambung
Isi : Pasien merasa curiga dengan orang-
Waham curiga orang disekeliling rumahnya
Waham kebesaran Pasien mengatakan pasien memegang
pedang dari Allah
10) Memori & Konsentrasi : baik Saat ditanya pasien mampu
fungsi kognitif menjawab pertanyaan dengan tepat
Memori : baik Dapat menjawab dan mengingat
dengan baik
11) Tilikan Tilikan I Penyangkalan total terhadap
penyakitnya

IV. IKHTISAR PENEMUAN BERMAKNA

Seorang wanita berusia 43 tahun dengan penampilan fisik sesuai usianya.

Rambut pendek berwarna hitam, kulit sawo matang, berpakaian

menggunakan daster batik. Sejak pasien ditinggalkan suaminya, pasien sering

marah-marah di rumah, mencurigai tetangganya, dan memukul anak laki-laki

yang tinggal bersama dengan pasien. Pasien sering gelisah, jalan tanpa tujuan,

dan mencurigai tetangga yang tinggal didekat rumahnya ingin mengambil

barang-barang original (baju dan celana) dalam rumahnya. Pasien juga

mengatakan bahwa ia melihat bayangan anak laki-laki yang memanggil

“mama” dan bayangan tesebut masuk dalam pasien.

Kesadaran neurologis pasien compos mentis, kesadaran psikiatrik

tampak baik. Penampilan pasien rapi, tidak ada gangguan berbicara. Suasana

perasaan pasien Euthimik. Terdapat gangguan persepsi berupa halusinasi

auditorik dan visual. Sensorium dan kognisi pasien baik. Terdapat waham

curiga dan waham kebesaran. Pengendalian impuls, daya nilai sosial dan uji

daya nilai baik. Daya nilai realitas baik. Tilikan pasien derajat 1,

penyangkalan total terhadap penyakitnya. Penyakit sistemik lainnya yang

berhubungan dengan gangguan jiwanya tidak ditemukan. Pada pemeriksaan

fisik tidak ditemukan kelainan.


V. FORMULASI DIAGNOSIS

Diagnosis multiaxial :

Axis I :

- Berdasarkan autoanamnesis, serta pemeriksaan status, ditemukan gejala

klinis utama sering marah-marah dan suka memukul anak Nya sendiri .

Dari pemeriksaan status mental, ditemukan hendaya berat dalam menilai

realitas maka pasien digolongkan dalam gangguan jiwa psikotik. Dari

hasil pemeriksaan fisik yang dilakukan tidak ada kelainan, maka

digolongkan sebagai gangguan jiwa psikotik non organik.

- Dari anamnesis tidak didapatkan riwayat penggunaan NAPZA. Maka

pasien ini bukan Gangguan mental dan Perilaku Akibat Napza (F.1)

- Pada pasien ini ditemukan adanya gangguan dalam menilai realita, yang

ditandai dengan adanya riwayat halusinasi auditorik. Gangguan berupa

halusinasi tersebut berlangsung lebih dari 2 bulan, sehingga dikatakan

menderita Skizofrenia (F.20).

- Pada pasien ditemukan adanya riwayat waham curiga yaitu pasien merasa

curiga dengan tetanggamya. Maka pasien dikatakan menderita gangguan

Skizofrenia Paranoid (F.20.0).

Menurut PPDGJ III, gejala-gejala ini termasuk Skizofrenia Paranoid,

karena memenuhi kriteria diagnostik, yaitu:

- Halusinasi auditorik dan halusinasi visual

- Waham kebesaran dan waham curiga

Axis II :
Ciri kepribadian Paranoid ( dd gangguan kepribadian schizoid / gangguan

kepribadian paranoid ). Fungsi kognitif baik, tidak terdapat retardasi

mental.

Axis III :

Pada anamnesis pemeriksaan fisik dan neurologis, pada pasien tidak

ditemukan riwayat penyakit lain. Maka pada aksis III tidak ada diagnosis.

Axis IV :

- Pasien tinggal dengan anak laki-laki Nya, pasien sudah ditinggal

pergi oleh suami Nya. Pasien merasa kecewa terhadap suami Nya

yang meninggalkan keluarganya dan membuat anak Nya stress.

Maka diagnosis aksis IV pada pasien ini adalah masalah berkaitan

dengan keluarga “ primary support group ”.

Axis V :

- Pada pasien didapatkan beberapa gejala sedang (moderate),

disabilitas sedang. Maka pada aksis V didapatkan GAF (Global

Assesment of Functioning) 60-51.

VI. RENCANA TERAPI

Pada saat ini pasien dilakukan rawat di Ruang Kronis Wanita Rumah Sakit

Jiwa Daerah Abepura. Terapi yang diberikan kepada pasien ini adalah :

1) Farmakoterapi :

Injeksi :
Injeksi Haloperidol 5 mg 1 ampul (IM/12 jam)

Injeksi Diazepam 10 mg 1 ampul (IM/24 jam)

Terapi Oral :

 Risperidone 2 mg 2x1

(antipsikotik golongan atipikal yang digunakan untuk menghilangkan

gejala positif)

 Alprazolam 0,5 mg 1x1

(anti ansietas untuk mengurangi perasaan cemas atau khawatir)

 Trihexyphenidyl 2 mg 1x1

(antikolinergik digunakan apabila ada gejala ekstrapiramidal akibat

penggunaan antipsikotik atipikal. Jika tidak ada gejala tidak diberikan)

2) Psikoterapi

 Pada pasien;

- Persuasif : memotivasi pasien dan menganjurkan pasien untuk

selalu minum obat secara teratur agar penyakitnya sembuh dan

menjelaskan kepada pasien apa yang akan terjadi jika obat

tidak diminum.

- Meyakinkan pasien bahwa ia sanggup mengatasi masalah yang

dihadapinya

- Menggoyahkan keyakinan pasien bahwa waham tersebut tidak

benar

- Memberikan bimbingan yang baik sehingga pasien lebih dapat

menyesuaikan diri dengan lingkungannya

 Pada keluarga;
Menyampaikan informasi kepada keluarga agar mengerti keadaan

yang dialami pasien, dan pengobatannya yang diberikan sehingga

keluarga dapat menjenguk pasien selama dirawat dan pentingnya

peran keluarga dalam mendampingi serta memberikan dukungan,

support, dan motivasi kepada pasien.

VII. PROGNOSIS

a. Quo ad vitam (hidup) : bonam

b. Quo ad functionam (fungsi) : dubia ad bonam

c. Quo ad sanamtionam (sembuh) : dubia ad bonam

Faktor yang mempengaruhi ke arah baik

- Gambaran klinis adalah gejala positif ( waham, halusinasi)

- Tidak ada riwayat keluarga yang memiliki riwayat serupa

- Telah menikah dan mempunyai anak ( support baik )

- Onset jelas

VIII. DIAGNOSA BANDING

Diagnosis banding: - Gangguan waham menetap lainnya (F.22.8)

- Gangguan waham paranoia (F.22.0)

BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Definisi Skizofrenia Paranoid


Skizofrenia adalah gangguan psikotik menetap yang mencakup gangguan

pada perilaku, pikiran, emosi dan persepsi. Skizofrenia adalah gangguan psikotik

yang kronik, pada orang yang mengalaminya tidak dapat menilai realitas dengan

baik dan pemahaman diri buruk. Orang-orang dengan skizofrenia menunjukkan

kemunduran yang jelas dalam fungsi pekerjaan dan sosial. Mereka mungkin

mengalami kesulitan mempertahankan pembicaraan, membentuk pertemanan,

mempertahankan pekerjaan, atau memperhatikan kebersihan pribadi mereka.

Namun demikian tidak ada satu pola perilaku yang unik pada skizofrenia,

demikian pula tidak ada satu pola perilaku yang selalu muncul pada penderita

skizofrenia. Penderita skizofrenia mungkin menunjukkan waham, masalah dalam

pikiran asosiatif, dan halusinasi, pada satu atau lain waktu, namun tidak selalu

semua tampil pada saat bersamaan. Dalam beberapa kasus, skizofrenia menyerang

manusia usia muda antara 15 hingga 30 tahun, tetapi serangan kebanyakan terjadi

pada usia 40 tahun ke atas. Skizofrenia bisa menyerang siapa saja tanpa mengenal

jenis kelamin, ras, maupun tingkat sosial ekonomi. Dalam beberapa kasus,

penderita menjadi lebih baik dari sebelumnya. Keringanan gejala selalu nampak

dalam 2 tahun pertama setelah penderita diobati, dan berangsur-angsur menjadi

jarang setelah 5 tahun pengobatan. Pada umur yang lanjut, di atas 40 tahun,

kehidupan penderita skizofrenia yang diobati akan semakin baik, dosis obat yang

diberikan akan semakin berkurang, dan frekuensi pengobatan akan semakin

jarang.

Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa III (PPDGJ-III) diberi

kode diagnosis F20.0. Skizofrenia Paranoid merupakan gangguan psikotik yang

merusak yang dapat melibatkan gangguan yang khas dalam berpikir (delusi),
persepsi (halusinasi), pembicaraan, emosi dan perilaku. Keyakinan irasional

bahwa dirinya seorang yang penting (delusi grandeur) atau isi pikiran yang

menunjukkan kecurigaan tanpa sebab yang jelas, seperti bahwa orang lain

bermaksud buruk atau bermaksud mencelakainya. Para penderita skizofrenia tipe

paranoid secara mencolok tampak berbeda karena delusi dan halusinasinya,

sementara keterampilan kognitif dan afek mereka relatif utuh. Mereka pada

umumnya tidak mengalami disorganisasi dalam pembicaraan atau afek datar.

Mereka biasanya memiliki prognosis yang lebih baik dibandingkan penderita tipe

skizofrenia lainnya. Ciri utama skizofrenia tipe paranoid ini adalah adanya waham

yang mencolok atau halusinasi auditorik dalam konteks terdapatnya fungsi

kognitif dan afek yang relatif masih terjaga, sedangkan katatonik relatif tidak

menonjol. Waham biasanya adalah waham kejar atau waham kebesaran, atau

keduanya, tetapi waham dengan tema lain (misalnya waham cemburu,

keagamaan, atau somatisasi) mungkin juga muncul. Halusinasi juga biasanya

berkaitan dengan tema wahamnya.

Kriteria Diagnostik Skizofrenia Paranoid :

Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia yaitu harus ada sedikitnya satu

gejala berikut ini yang amat jelas (dan biasanya dua gejala atau lebih, bila gejala-

gejala itu kurang tajam atau kurang jelas) :

1) “Thought echo” = isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau bergema dalam

kepalanya (tidak keras), dan isi pikiran ulangan, walaupun isinya. “Thought

insertion or withdrawal” = isi pikiran yang asing dari luar masuk ke dalam

pikirannya (insertion) atau pikirannya diambil keluar oleh sesuatu dari luar dirinya
(withdrawal), dan “Thought broadcasting” = isi pikirannya tersiar ke luar

sehingga orang lain atau umum mengetahuinya.

2) “Delusion of control” = waham tentang dirinya dikendalikan oleh suatu

kekuatan tertentu dari luar, atau “delusion of influence” = waham tentang dirinya

dipengaruhi oleh suatu kekuatan tertentu dari luar, atau “delusion of  passivity” =

waham tentang dirinya tidak berdaya dan pasrah terhadap sesuatu kekuatan dari

luar, (tentang “dirinya” = secara jelas merujuk ke pergerakan tubuh atau anggota

gerak atau ke pikiran, tindakan, atau penginderaan khusus). “Delusional

perception”= pengalaman inderawi yang tak wajar, yang bermakna sangat khas

bagi dirinya, biasanya bersifat mistik atau mukjizat.

3) Halusinasi auditorik : suara halusinasi yang berkomentar secara terus menerus

terhadap perilaku pasien, atau mendiskusikan perihal pasien di antara mereka

sendiri (di antara berbagai suara yang berbicara), atau jenis suara halusinasi lain

yang berasal dari salah satu bagian tubuh.

4) Waham-waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya setempat

dianggap tidak wajar dan sesuatu yang mustahil, misalnya perihal keyakinan

agama atau politik tertentu, atau kekuatan dan kemampuan di atas manusia biasa

(misalnya mampu mengendalikan cuaca, atau berkomunikasi dengan makhluk

asing dari dunia lain). Atau paling sedikit dua gejala dibawah ini yang harus selalu

ada secara jelas:

5) Halusinasi yang menetap dari panca-indera apa saja, apabila disertai baik oleh

waham yang mengambang maupun yang setengah berbentuk tanpa kandungan

afektif yang jelas, ataupun disertai oleh ide-ide berlebihan (over valued ideas)
yang menetap, atau apabila terjadi setiap hari selama berminggu minggu atau

berbulan-bulan terus menerus.

6) Arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami sisipan (interpolation),

yang berakibat inkoherensi atau pembicaraan yang tidak relevan, atau neologisme.

7) Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh-gelisah (excitement), posisi tubuh

tertentu (posturing), atau fleksibilitas cerea, negativisme, mutisme, dan stupor.

8) Simtom-simtom “negatif”, seperti sikap sangat apatis, bicara yang jarang, dan

respon emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanya yang mengakibatkan

penarikan diri dari pergaulan sosial dan menurunnya kinerja sosial;

 Adanya gejala –  gejala khas tersebut di atas telah berlangsung selama

kurun waktu satu bulan atau lebih (tidak berlaku untuk setiap fase

nonpsikotik prodromal)

 Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu

keseluruhan (overall quality) dari beberapa aspek perilaku pribadi

(personal behaviour), bermanifestasi sebagai hilangnya minat, hidup tak

bertujuan, tidak berbuat sesuatu, sikap larut dalam diri sendiri( self

absorbed attitude), dan penarikan diri secara sosial.

Sebagai tambahan :

a. Halusinasi atau waham harus menonjol :

 suara-suara halusinasi yg mengancam pasien atau memberi perintah,

atau halusinasi auditorik.


 Halusinasi pembauan atau pengecapan rasa, atau bersifat seksual,

atau lain-lain perasaan tubuh, halusinasi visual mungkin ada tetapi

jarang menonjol.

 Waham hampir setiap jenis, seperti ; waham dikendalikan, waham

kejar, waham curiga yang paling khas.

 b. Gangguan afektif, dorongan kehendak dan pembicaraan, serta gejala

katatonik secara relatif tidak menonjol.

3.2 Diagnosa Banding

- F22.8 Gangguan waham menetap lainnya

Kategori sisa untuk gangguan-gangguan waham menetap yang tidak

memenuhi criteria untuk gangguan waham (F22.0).

Gangguan waham yang berlangsung kurang dari 3 bulan lamanya, tidak

memenuhi criteria skizofrenia harus dimasukkan dalam kode F23.-

(gangguan psikotik akut dan sementara), walaupun untuk sementara.

Berdasarkan status psikiatri, gejala dan tanda yang ditemukan pada kasus ini,

memiliki beberapa kemiripan gejala psikotik, namun gejala dan tanda khas

yang ditemukan pada pasien memenuhi kriteri diagnosis F20.0 yaitu adanya

waham dan halusinasi yang lebih menonjol dan gangguan afektif ringan,

sehingga kedua diferensial diagnosis diatas dapat disingkirkan. Menurut

PPDGJ III Skizofrenia Paranoid dapat didiagnosis banding dengan F22.0 dan

atau dengan F22.8, sehingga dapat disimpulkan diagnosis banding pada kasus

ini sesuai dengan teori.

- F22.0 Gangguan Waham (Paranoid)


Pedoman diagnostik :

 Waham-waham merupakan satu-satunya ciri khas klinis atau gejala yang

paling mencolok. Waham-waham tersebut (baik tunggal maupun sebagai

suatu system waham) harus sudah ada sedikitnya 3 bulan lamanya, dan

harus bersifat khas pribadi dan bukan budaya setempat.

 Gejala-gejala depresif atau bahkan suatu episode depresif yang lengkap /

full blown (F32.-) mungkin terjadi secara intermitten dengan syarat bahwa

waham-waham tersebut menetap pada saat-saat tidak terdapat gangguan

afektif itu.

 Tidak boleh ada bukti-bukti tentang adanya penyakit otak

 Tidak boleh ada halusinasi auditorik atau hanya kadang-kadang saja ada

dan bersifat sementara.

 Tidak ada riwayat gejala-gejala skizofrenia (waham dikendalikan, siar

pikiran, penumpulan afek, dsb).

3.3 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan harus dilakukan sesegera mungkin setelah didiagnosis,

sebagaimana terbukti bahwa waktu yang panjang antara onset gejala dan

penatalaksanaan yang efektif, dapat berdampak lebih buruk (kemunduran

mental).Penatalaksanaan yang dapat diberikan pada pasien gangguan mental

dan perilaku dengan skizofrenia paranoid dapat berupa penatalaksanaan non-

farmakologis dan farmakologis.

a) Penatalaksanaan Non-Farmakologis

- Terapi Psikologis (Psikoterapi) dan Dukungan Sosial (Sosioterapi)


Terapi yang dapat membantu penderita gejalagangguan mental dan

perilaku akibat skizofrenia paranoid adalah psikoterapi suportif

individual atau kelompok, serta bimbingan yang praktis dengan maksud

mengembalikan penderita ke masyarakat. Terapi perilaku kognitif

(cognitive behavioural therapy, CBT) seringkali bermanfaat dalam

membantu pasien mengatasi waham dan halusinasi yang menetap.

Tujuannya adalah untuk mengurangi penderitaan dan ketidakmampuan,

dan tidak secara langsung menghilangkan gejala. Terapi keluarga dapat

membantu mereka megurangi ekspresi emosi yang berlebihan dan

terbukti efektif mengurangi gejala-gejala kekambuhan.

b) Penatalaksanaan Farmakologis

Obat Anti Psikosis

Obat antipsikotik mampu mengurangi gejala-gejala psikotik

dalam berbagai penyakit, termasuk skizofrenia, gangguan bipolar,

depresi psikotik, dan berbagai psikotik organik lainnya. Pemberian

obat-obat anti-psikosis dan pemilihan jenis obat anti-psikosis

mempertimbangkan gejala psikosis yang dominan (fase akut atau

kronis) dan efek samping obat. Fase akut biasanya ditandai oleh gejala

psikotik (yang baru dialami atau yang kambuh) yang perlu segera

diatasi. Obat anti-psikosis tidak bersifat menyembuhkan, namun

bersifat pengobatan simtomatik. Obat anti-psikosis efektif mengobati

“gejala positif” pada episode akut (misalnya halusinasi, waham,

fenomena passivity) dan mencegah kekambuhan.


Obat anti-psikosis dibagi dalam dua kelompok, berdasarkan mekanisme

kerjanya, yaitu:

- Dopamine Receptor Antagonist (DRA) atau anti-psikosis

generasi I (APG-I)

Obat APG-I disebut juga obat anti-psikosis konvensional atau

tipikal. Kebanyakan antipsikosis golongan tipikal mempunyai afinitas

tinggi dalam mem-blokade atau menghambat pengikatan dopamin pada

reseptor pasca-sinaptik neuron di otak, khususnya di sistem limbik dan

sistem ekstrapiramidal (Dopamine D2 receptor antagonist), hal inilah

yang diperkirakan menyebabkan reaksi ekstrapiramidal yang kuat. Oleh

karena kinerja obat APG-I, maka obat ini lebih efektif untuk gejala

positif, contohnya gangguan asosiasi pikiran (inkoherensi), isi pikir

yang tidak wajar (waham), gangguan persepsi (halusinasi)

dibandingkan untuk terapi gejala negatif. Obat antipsikosis tipikal

(APG-I) memiliki dua kekurangan utama, yaitu :

a) Hanya sejumlah kecil pasien (kemungkinan 25 persen) yang cukup

tertolong untuk mendapatkan kembali jumlah fungsi mental yang cukup

normal

b) Antagonis reseptor dopamine disertai dengan efek merugikan yang

mengganggu dan serius. Efek menganggu yang paling utama adalah

akatisia dan gejala mirip parkinsonisme berupa rigiditas dan tremor.

- Serotonin-dopamine Antagonist (SDA) atau anti-psikosis generasi II

(APG-II)
antipsikotik golongan atipikal golongan obat ini sedikit

menyebabkan reaksi ekstrapiramidal (EPS = extrapyramidal symptom).

Obat APG-II disebut juga obat anti-psikosis baru atau atipikal. Standar

emas terbaru untuk pemberian obat anti-psikosis bagi pasien skizofrenia

adalah APG-II. Obat APG-II memiliki efek samping neurologis yang lebih

sedikit dibandingkan dengan antagonis reseptor dopamin dan efektif

terhadap kisaran gejala psikotik yang lebih luas.

Mekanisme kerja obat anti-psikosis atipikal adalah berafinitas

terhadap “Dopamine D2 Receptors”(sama seperti APG-I) dan juga

berafinitas terhadap “Serotonin 5 HT2 Receptors” (Serotonin-dopamine

antagonist), sehingga efektif terhadap gejala positif (waham, halusinasi,

inkoherensi) maupun gejala negatif (afek tumpul, proses pikir lambat,

apatis, menarik diri).

Obat Antikolinergik

- Trihexyphenidyl

Sindrom ekstrapiramdal merupakan suatu gejala yang ditimbulkan karena

terjadinya inhibisi transmisi dopaminergik di ganglia basalis. Adanya

gangguan transmisi di korpus stratum yang mengandung banyak reseptor

D1 dan D2 menyebabkan depresi fungsi motorik sehingga menimbulkan

reaksi berupa distonia akut atau kekakuan otot-otot alat gerak,

hipersalivasi atau gerakan tak terkontrol pada otot rahang.

Trihexilphenidyl merupakan senyawa piperidin, termasuk obat golongan

antikolinergik yang digunakan sebagai obat tambahan antipsikotik. Daya

anti kolinergik dan efek sentralnya mirip atropin namun lebih lemah,
bekerja dengan cara mengurangi aktifitas kolinergik di kaudatus dan

puntamen yaitu dengan memblok reseptor asetilkolin.

Obat Anti-Ansietas

Antiansietas adalah golongan obat yang digunakan untuk

mengatasi gangguan kesehatan mental, seperti serangan panik atau

gangguan kecemasan. Obat-obatan antiansietas bekerja dengan cara

memengaruhi sistem saraf pusat yang memberikan efek menenangkan

atau mengantuk.

Antagonis reseptor serotonin (5-HT2) terbukti bersifat

anxiolitik. Efek ini didapat dengan menurunkan sensitivitas reseptor 5-

HT2. Saraf mengandung gamma-amino butyric acid (GABA) merupakan

sistem inhibisi utama di otak. Obat yang meningkatkan fungsi GABA

(barbiturat dan benzodiazepin) merupakan anxiolitik yang poten.

Benzodiazepin, bekerja melalui reseptor yang berada di lobus limbik dan

neurokorteks, memodulasi reseptor GABA postsinaps sehingga

meningkatkan efek GABA.

DAFTAR PUSTAKA

1. Katzung, Bertram G. Farmakologi Dasar dan Klinik Edisi 10. Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta: 2010.
2. Gunawan, Sulistia. Farmakologi dan Terapi Edisi 5. Departemen Farmakologi
dan Terapeutik FK UI, Jakarta: 2011.
3. Obat Anti-psikosis. Editor : Rusdi Maslim. Penggunaan Klinis Obat
Psikotropik (Psychotropic Medication). Edisi 3. Jakarta : Bagian Ilmu
Kedokteran Jiwa FK-Unika Atma Jaya (PT. Nuh Jaya). 2007.
4. Terapi Biologis - Antagonis Reseptor Dopamin : Antipsikotik Tipikal. Editor :
Husny Muttaqin dan Tiara Mahatmi Nisa. Kaplan & Sadock - Buku Ajar
Psikiatri Klinis. Edisi 2. Jakarta : Buku Kedokteran EGC. 2014:498-502.
5. Maslim, Rusdi. 2013. Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas PPDGJ-III
DSM-V, Cetakan Kedua. Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atma Jaya:
Jakarta.
6. Maslim, Rusdi. 2014. Panduan Praktis Penggunaan Klinis Obat Psikotropik
Cetakan Keempat. Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atma Jaya:
Jakarta.
7. Sinaga, R. Benhard., 2007. Skizofrenia & Diagnosa Banding. Fakultas
Kedokteran Indonesia. Jakarta: 1-120.
8. Maramis, F. Willy., Maramis, A. Albert. 2012. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa.
Edisi 2. Penerbit Airlangga University (AUP). Surabaya: 270-280.

Anda mungkin juga menyukai