Share: Social Work Jurnal VOLUME: 8 NOMOR: 2 HALAMAN: 158 - 169 ISSN: 2528-1577 (e)
Doi: 10.24198/share.v8i2.19591
Abstrak
Pengelolaan ekowisata berbasis masyarakat (EBM) atau community-based tourism (CBT) dapat
menjamin kesinambungan dan kesejahteraan masyarakat lokal. Kuncinya adalah kesadaran dan partisipasi
masyarakat lokal terhadap pentingnya konservasi dan pemeliharan kawasan Geopark Ciletuh. Kesadaran
masyarakat lokal merupakan ruh dari partisipasi, oleh karenanya perlu ditumbuhkan dan dikembangkan secara
secara sistematis dan terencana. Kemauan, kesempatan dan kemampuan sebagai prasyarat untuk
berpartisipasi harus tumbuh dan berkembang secara mandiri dan berkelanjutan. Sebab, masyarakat lokal-lah
yang seharusnya memperoleh manfaat pertama dan utama dari pengembangan Geopark Ciletuh untuk masuk
dalam Global Geopark Network (GGN) UNESCO. Ironisnya, justru masyarakat luar yang seringkali mengetahui
terlebih dahulu atas kekayaan dari keragaman bumi, keragaman biologi, dan keragaman budaya di kawasan
Ciletuh Sukabumi Selatan. Upaya membangun dan mengembangkan kepariwisataan secara mandiri dan
berkesinambungan, dengan tetap mengutamakan konservasi, maka partisipasi masyarakat lokal mutlak
diperlukan. Partisipasi masyarakat secara ideal dapat dimulai dari perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan
evaluasi. Model EBM-CBT merupakan model pengembangan kepariwisataan yang berlandaskan pada
partisipasi masyarakat yang kuat. Pengembangan dan pengelolaan desa-desa wisata di kawasan
pengembangan Geopark Ciletuh, dapat merupakan ujud dari ekowisata berbasi masyatakat (EBM).
Kata kunci: Geopark Ciletuh, EBM, partisipasi, masyarakat lokal
Abstract
Community-based ecotourism (CBE) management ensure the sustainability and well-being of local
communities. The key is the awareness and participation of local communities on the importance of
conservation and maintenance of Geopark Ciletuh area. Awareness of local communities is the spirit of
participation, therefore needs to be developed and developed systematically and planned. Communities’s will,
opportunity and ability as a prerequisite for participation should grow and develop independently and
sustainably. Therefore, it is the local community that should have benefited first and foremost from the
development of Geopark Ciletuh to enter the UNESCO Global Geopark Network (GGN). Ironically, it is the
outsiders who often know first of the richness of the Earth's diversity, biodiversity, and cultural diversity in the
Ciletuh area of South Sukabumi. Efforts to build and develop tourism independently and sustainably, while
prioritizing conservation, local community participation is absolutely necessary. Ideal community participation
can start from planning, implementation, monitoring and evaluation. The WBM-CBT model is a model of
158
ISSN: 2339-0042 (p)
Share: Social Work Jurnal VOLUME: 8 NOMOR: 2 HALAMAN: 158 - 169 ISSN: 2528-1577 (e)
Doi: 10.24198/share.v8i2.19591
tourism development based on strong community participation. The development and management of tourist
villages in Geopark Ciletuh development area, can be a form of community-based ecotourism (EBM).
159
ISSN: 2339-0042 (p)
Share: Social Work Jurnal VOLUME: 8 NOMOR: 2 HALAMAN: 158 - 169 ISSN: 2528-1577 (e)
Doi: 10.24198/share.v8i2.19591
merupakan ujud dari ekowisata berbasis (2) Area Budidaya yang meliputi Tambak,
masyarakat (EBM). Perkebunan, Pertanian, Pemukiman dan Hutan
Tulisan ini berupaya menggagas Produksi; (3) Area Khusus yaitu Kawasan Latihan
pengembangan desa wisata di kawasan Geopark KOSTRAD; dan (4) Area Pengembangan yang
Ciletuh Sukabumi Selatan, dengan berlandaskan meliputi kawasan wisata, pantai/laut, curug/air
pada partisipasi dan potensi (sumber-sumber) lokal terjun, agrowisata dan wisata budaya. Berbagai
yang ada. Pengembangan desa wisata dengan macam pembagian area tersebut menjadi
berbasiskan potensi lokal, baik potensi sosial- kekayaan, keunggulan dan bahkan prasyarat
ekonomi-budaya-alam merupakan hal perlu sebuah area dapat dinyatakan sebagai sebuah
dikembangkan untuk kemajuan masyarakat lokal. kawasan geopark.
Pembangunan dan pengembangan desa wisata, Gambaran utuh dari kawasan Geopark
mulai dari perencanaan, pelaksanaan, Nasional Ciletuh adalah seperti tampak pada peta
pemeliharaan, dan monitoring serta evaluasi harus di bawah ini:
melibatkan masyarakat lokal secara penuh dalam
rangka menjaga kemandirian dan kontinuitas desa Gambar 1
wisata di masa mendatang.
METODE
Penelitian dilakukan menggunakan
metode deskriptif dan pendekatan kualitatif, data
diperoleh dari sumber data primer dan sumber
data sekunder (Black, 1999). Teknik pengumpulan
data yang dilakukan adalah teknik observasi,
wawancara, studi literatur dan studi dokumen.
Adapun validitas data dilakukan dengan
menggunakan teknik triangulasi data, yaitu dengan
cara mengecek data yang telah diperoleh melalui
beberapa sumber data lainnya. Informan dalam Sumber: Pusat Penelitan Geopark &
penelitian ini terdiri dari masyarakt lokal, pengurus Kebencanaan Geologi, Universitas
PAPSI (Paguyuban Alam Pakidulan Sukabumi) Padjadjaran
sebagai kelembagaan lokal yang memiliki
perhatian dan fokus pada kegiatan pengelolaan Seiring dengan upaya mendorong
geopark Ciletuh, dan juga informan dari unsur pertumbuhan dan pengembangan Geopark
pemerintahan setempat. Nasional Ciletuh, Pemerintah Provinsi Jawa Barat
berkomitmen dan memperjuangkan perluasan
PEMBAHASAN kawasan Geopark Nasional Ciletuh yang semula
Kawasan Geopark Nasional Ciletuh yang hanya mencakup dua kecamatan yang terdiri dari
diresmikan pada tanggal 22 Desember 2015 terdiri lima belas desa, pada tanggal 21 Juni 2016
dari dua kecamatan yaitu kecamatan Ciemas dan diresmikan perluasan cakupan wilayahnya menjadi
kecamatan Ciracap yang meliputi lima belas desa. delapan kecamatan yang terdiri dari tujuh puluh
Pada masing-masing kecamatan tersebut terdiri empat desa dan sekaligus diresmikan perubahan
dari sembilan desa di Kecamatan Ciemas, meliputi namanya oleh pemerintah provinsi menjadi
Desa Tamanjaya, Ciwaru, Girimukti, Mekarsakti, Geopark Nasional Ciletuh-Pelabuhanratu dengan
Ciemas, Mandrajaya, Cibenda, Sidamulyo, serta luas 126.100 Ha atau setara dengan 1.261 Km2.
Desa Mekarjaya) dan enam desa di Kecamatan Upaya perluasan wilayah kawasan Geopark
Ciracap yang meliputi Desa Gunungbatu, Nasional Ciletuh-Pelabuhanratu ini ditujukan agar
Cikangkung, Mekarsari, Ujungggenteng, kawasan Geopark Nasional Ciletuh-Pelabuhanratu
Pangumbahan, dan Purwasedar. Cakupan area dapat masuk ke dalam jaringan geopark dunia atau
kedua kecamatan tersebut seluas 45.820 Ha. UNESCO Global Geopark (UGG) yang akan
Dengan menduduki area seluas 45.820 Ha, diputuskan oleh UNESCO pada tanggal 22
kawasan Geopark Nasional Ciletuh terbagi menjadi Desember 2017. (Rosana, MF., 2017).
beberapa area, yaitu (1) Area Konservasi yang Batas-batas wilayah kawasan Geopark
meliputi Suaka Margasatwa Cikepuh, Cagar Alam Nasional Ciletuh-Pelabuhanratu yang terdiri dari
Cibanteng, Penyu Pangumbahan dan Situs Budaya; delapan kecamatan dan secara geoarea terbagi
160
ISSN: 2339-0042 (p)
Share: Social Work Jurnal VOLUME: 8 NOMOR: 2 HALAMAN: 158 - 169 ISSN: 2528-1577 (e)
Doi: 10.24198/share.v8i2.19591
menjadi tiga geoarea, yaitu: (1) Cisolok Geoarea dukung akan menimbulkan dampak yang besar
yang dalam pengembangannya mengusung tema tidak hanya pada lingkungan alam, tetapi juga
ancient magmatic sone shifting, fore arc evolution; pada kehidupan sosial budaya masyarakat yang
(2) Jampang Geoarea yang dalam pada akhirnya akan mengurangi daya tarik desa
pengembangannya mengusung tema Jampang tersebut. Sebuah destinasi dapat dikatakan sudah
plateau landscape; dan (3) Ciletuh Geoarea yang mulai melakukan pengembangan wisata manakala
dalam pengembangannya mengusung tema sebelumnya sudah ada aktivitas wisata. Untuk
subduction zone uplifted rocks. Tentunya berbagai dapat meningkatkan potensi pariwisatanya, maka
geoarea tersebut menawarkan daya tarik dan yang perlu dilakukan adalah merencanakan
keunggulannya masing-masing bagi para pengembangan wisata agar dapat lebih baik dari
wisatawan untuk datang berkunjung. Di tengah sebelumnya. Tiga prinsip utama dalam
berbagai macam keindahan dan beragam potensi sustainability development (McIntyre, 1993: 10):
alam yang ditawarkan oleh kawasan geopark 1) Ecological Sustainability, yakni
ataupun berbagai macam destinasi wisata lainnya memastikan bahwa pengembangan yang
yang terletak di remote area, maka keberadaan dilakukan sesuai dengan proses ekologi,
infrastruktur dan amenity core lainnya menjadi hal biologi, dan keragaman sumber daya
penting yang harus dipersiapkan dan disediakan. ekologi yang ada.
Perluasan wilayah kawasan Geopark 2) Social and Cultural Sustainability, yaitu
Nasional Ciletuh menjadi Geopark Nasional Ciletuh- memastikan bahwa pengembangan yang
Pelabuhanratu tersebut tampak pada gambar 2 di dilakukan memberi dampak positif bagi
bawah ini: kehidupan masyarakat sekitar dan sesuai
Gambar 2 dengan kebudayaan serta nilai-nilai yang
berlaku pada masyarakat tersebut.
3) Economic Sustainability, yaitu memastikan
bahwa pengembangan yang dilakukan
efisien secara ekonomi dan bahwa sumber
daya yang digunakan dapat bertahan bagi
kebutuhan di masa mendatang.
161
ISSN: 2339-0042 (p)
Share: Social Work Jurnal VOLUME: 8 NOMOR: 2 HALAMAN: 158 - 169 ISSN: 2528-1577 (e)
Doi: 10.24198/share.v8i2.19591
162
ISSN: 2339-0042 (p)
Share: Social Work Jurnal VOLUME: 8 NOMOR: 2 HALAMAN: 158 - 169 ISSN: 2528-1577 (e)
Doi: 10.24198/share.v8i2.19591
ditumbuhkan dan dipelihara, sekaligus khusus yang berkait dengan bahaya alam
meningkatkan kapasitas sumber daya manusianya dengan penekanan khusus pada tsunami.
dalam mengelola lingkungan kawasan wisata 5) Mengembangkan modul-modul pelatihan
tersebut. Pengembangan desa wisata di kawasan untuk geoguides lokal (pemandu wisata),
Geopark Ciletuhn menjadi salah satu alternatif meningkatkan profesionalitas para
dalam upaya pemeliharaan lingkungan sekaligus pengelola homestay, anggota asosiasi
peningkatan kondisi sosial ekonomi lokal untuk meningkatkan pengetahuan
masyarakatnya. mereka tentang pengembangan
geotourism dan keterampilan mereka yang
Desa Wisata mengintegrasikan warisan geologi, alam
dan budaya, termasuk warisan budaya,
Penetapan Geopark Ciletuh –
dalam program, presentasi dan kegiatan
Palabuhanratu menjadi bagian dari jaringan
mereka.
geopark dunia atau Unesco Global Geopark (UGG),
6) Geodiversitas telah memainkan peran
melalui sidang Executive Board UNESCO ke 204,
penting dalam pengembangan identitas
Komisi Programme and External Relations, pada
lokal. Penelitian khusus harus dilakukan
Selasa 17 April 2018 di Paris-Perancis, menjadikan
untuk mengidentifikasi lebih banyak
satu-satunya kawasan yang berada di Jawa Barat
keterkaitan antara warisan geologi lokal,
yang diakui dunia saat ini. Sehingga Indonesia
warisan alam, dan warisan budaya dan
memiliki empat Taman Bumi (Geopark) yang diakui
untuk mengintegrasikan hasil dalam
dunia yaitu: Batur UNESCO Global Geopark,
pendidikan, promosi, interpretasi dan
Gunung Sewu UNESCO Global Geopark, Ciletuh -
infrastruktur wisata.
Palabuhanratu UNESCO Global Geopark, dan
7) Penyelidikan lebih mendalam harus
Rinjani-Lombok UNESCO Global Geopark.
dilakukan, khususnya pada wilayah-
Namun demikian terdapat sejumlah
wilayah yang belum terbuka. Inventaris
rekomendasi yang perlu diperhatikan dalam
dari penyelidikan tersebut khususnya
memperbaikian dan meningkatkan sinergitas
diarahkan pada dongeng, legenda, mitos,
pengelolaan kawasan Geopark tersebut. Inti dari
lagu lokal, tari, dan musik lokal.
beberapa rekomendasi tersebut, yaitu:
8) Dalam pengembangan panel-panel
1) Pemerintah melalui Kementerian
informasi, petunjuk arah, selebaran dan
Pariwisata, Pemerintah Provinsi Jawa Barat
bahan pendidikan lainnya interpretasinya
dan Kabupaten Sukabumi,
harus difokuskan pada informasi ilmiah
mengembangkan Rencana Induk untuk
yang mudah dimengerti untuk masyarakat
pemohon UGGp Ciletuh-Palabuhanratu,
umum.
untuk 2017-2025. Rencana induk ini perlu
9) Strategi kemitraan yang dikembangkan
didukung oleh sumber daya administratif
dengan mitra harus jelas, termasuk
dan anggaran yang memadai dan oleh
metodologi tentang kriteria yang
semua mitra agar dapat dilaksanakan.
diperlukan untuk menjadi mitra dan
2) Perjanjian kemitraan dengan berbagai
perjanjian formal dengan Geopark. Kriteria
pemangku kepentingan dan institusi lokal
tersebut berlaku tetapi tidak hanya
perlu dilanjutkan dan diperkuat, serta
terbatas pada penyedia akomodasi dan
secara khusus perlu disesuaiakan dan
katering, penyedia transportasi, penyedia
diintegrasikan dengan Rencana Induk
kegiatan dan produsen produk lokal
Pengembangan Geopark Ciletuh
semata.
Pelabuhanratu.
10) Kembangkan semua bidang dengan
3) Mengembangkan dan meningkatkan
menggunakan kriteria kualitas yang sama
infrastruktur pada pusat-pusat kunjungan
agar memiliki keseimbangan yang baik
baru, serta mengembangkan dan
antara daerah pesisir dan daerah
memperbaiki ruang-ruang pameran kecil
pedalaman, serta terintegrasi dengan
rumahan di desa-desa yang dikelola oleh
semua komunitas.
penduduk setempat.
11) Kembangkan kerja sama dan pertukaran
4) Memperluas program pendidikan tentang
internasional untuk mempromosikan nilai-
UNESCO Global Geopark Ciletuh-
nilai geologi, alam dan manusia setempat
Pelabuhanratu di sekolah-sekolah, dengan
dan untuk meningkatkan peran geopark
penyesuaian tingkat pemahaman siswa
agar mudah dipahami. Juga pendidikan
163
ISSN: 2339-0042 (p)
Share: Social Work Jurnal VOLUME: 8 NOMOR: 2 HALAMAN: 158 - 169 ISSN: 2528-1577 (e)
Doi: 10.24198/share.v8i2.19591
164
ISSN: 2339-0042 (p)
Share: Social Work Jurnal VOLUME: 8 NOMOR: 2 HALAMAN: 158 - 169 ISSN: 2528-1577 (e)
Doi: 10.24198/share.v8i2.19591
lokal berkedudukan sama penting dengan developers run the projects without any
pemerintah dan swasta sebagai salah satu listening to local people’s opinions.
pemangku kepentingan dalam pengembangan M anipulation Tourism development
pariwisata. (Dewi, Fandeli, & M. Baiquni. 2013: projects are generally developed by some
132) powerful individuals, or government,
Adiyoso (2009) menegaskan bahwa without any discussion with the people or
partisipasi masyarakat merupakan komponen community leaders. The benefits go to
terpenting dalam upaya pertumbuhan kemandirian some elite persons; the lower classes may
dan proses pemberdayaan. Pengabaian partisipasi not get any benefits. This level applies to
masyarakat lokal dalam pengembangan desa most conventional community tourism
wisata menjadi awal dari kegagalan tujuan areas
pengembangan desa wisata (Nasikun, 1997). Source: Leksakundilok (2006 in Khairul
Jenis-jenis partisipasi dalam pembangunan wisata Hisyam Kamarudin 2013: 33)
dikemukakan oleh Leksakundilok (2006 in Aref and
Redzuan, 2008:937), yaitu: Level tertinggi dari partisipasi tersebut terjadi
Self-m obilization Local people may manakala masyarakat mampu secara mandiri
directly contact explorer tourists and memobilisasi diri, sehingga memungkinkan
develop tourism service by themselves. anggota-anggota masyarakatnya melakukan
Some programs may be supported by aktifitas kepariwisataan tanpa bantuan pihak lain,
NGOs that are not involved in the decision- baik pemerintah ataupun lembaga swasta. Namun
making of the local community. demikian dalam kasus tertentu, khususnya ketika
Em pow erm ent Empowerment is the masyarakat sangat memerlukan pemangku
highest rung of community participation, in kepentingan lain, yaitu ketika dirasa tidak mampu
which local people have control over all mengelola resiko yang ditimbulkan dari usaha-
development without any external force or usaha wisata. Sehingga dalam level tertentu
influence. The benefits are fully distributed pengelolaan dan usaha-usaha wisata perlu
in the community. melibatkan kemitraan dengan pihak lain.
P artnership Conciliation between Okazaki (2008:512) menyimpulkan, bahwa
developers and local people is developed terdapat empat kekuatan dari sebuah pendekatan
in the participatory process. Local partisipasi masyarakat, yaitu:
organizations elect the leaders to convey 1) Local issues – have a direct influence on
their opinion and negotiate with external the tourist experience: a backlash by the
developers. There are some degrees of local’s results in hostile behaviour towards
local influence in the development process. tourists (Pearce, 1994). Thus, tourists
The benefits may be distributed to the environments should be created in
community in the form of collective harmony with the social climate, where
benefits and jobs and income to the residents will benefit from tourism and not
people. become the victims (Wahab and Pigram,
I nteraction People have greater 1997).
involvement in this level. The rights of local 2) Local assets – the image of tourism is
people are recognized and accepted in based on the assets of the local
practice at local level. Tourism is organized community, including not only the local
by community organization, however, people but also the natural environment,
receives limited support from government infrastructure, facilities and special events
agencies. or festivals; therefore, the cooperation of
Consultation People are consulted in the host community is essential to access
several ways, e.g. involved in community’s and develop these assets appropriately
meeting or even public hearing. (Murphy, 1995).
Developers may accept some contribution 3) Local driving force – public involvement
from the locals that benefit their projects, functions as a driving force to protect the
e.g. surveying, local transportation and community’s natural environment and
goods. culture as tourism products, while
I nform ing People are told about tourism Proceedings of International Conference
development program, which have been on Tourism Development, February 2013
decided already, in the community. The
165
ISSN: 2339-0042 (p)
Share: Social Work Jurnal VOLUME: 8 NOMOR: 2 HALAMAN: 158 - 169 ISSN: 2528-1577 (e)
Doi: 10.24198/share.v8i2.19591
166
ISSN: 2339-0042 (p)
Share: Social Work Jurnal VOLUME: 8 NOMOR: 2 HALAMAN: 158 - 169 ISSN: 2528-1577 (e)
Doi: 10.24198/share.v8i2.19591
167
ISSN: 2339-0042 (p)
Share: Social Work Jurnal VOLUME: 8 NOMOR: 2 HALAMAN: 158 - 169 ISSN: 2528-1577 (e)
Doi: 10.24198/share.v8i2.19591
168
ISSN: 2339-0042 (p)
Share: Social Work Jurnal VOLUME: 8 NOMOR: 2 HALAMAN: 158 - 169 ISSN: 2528-1577 (e)
Doi: 10.24198/share.v8i2.19591
169