Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH BUDIDAYA PAKAN ALAMI

“Budidaya Artemia Salina sebagai Pakan Alami Ikan”

Disusun Oleh:
Hanafi Farid A. 1810801028
Firman Sugiono 1810801029
M. Rafi Musyaffa 1810801042
Joyo Margosae A. 1810801052
Budi Susanto 1810801059

PROGRAM STUDI AKUAKULTUR


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS TIDAR
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas berkat rahmat-
Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah dari mata kuliah
Budidaya Pakan Alami yang berjudul “Budidaya Artemia Salina sebagai Pakan
Alami Ikan”. Makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah Budidaya
Pakan Alami dalam menempuh pendidikan di Universitas Tidar.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata kesempurnaan.
Oleh karena itu, kami selaku penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari teman-teman pembaca demi kesempurnaan makalah ini, semoga
makalah ini bermanfaat bagi kita semua. Demikian makalah ini kami susun,
apabila ada kata-kata yang kurang berkenan penulis mohon maaf yang sebesar-
besarnya.

Magelang, 26 Oktober 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................. i
DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1
1.2 Tujuan ....................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................ 3
2.1 Klasifikasi Artemia salina ........................................................................ 3
2.2 Habitat Artemia salina .............................................................................. 4
2.3 Kandungan Nutrisi Artemia salina ........................................................... 5
2.5 Tahapan Budidaya Artemia salina ........................................................... 6
2.5.1.1. Kultur Murni Skala Laboratorium ................................................. 8
2.5.1.2. Kultur Massal Artemia salina...................................................... 10
BAB III KESIMPULAN ....................................................................................... 14
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 15

ii
BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pakan alami merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi

keberhasilan usaha budidaya ikan. Sebagian besar pakan alami ikan adalah

plankton yaitu fitoplankton dan zooplankton. Pakan alami untuk larva atau benih

ikan mempunyai beberapa kelebihan yaitu ukurannya relatif kecil serta sesuai

dengan bukaan mulut larva dan benih ikan, nilai nutrisinya tinggi, mudah

dibudidayakan, gerakannya dapat merangsang ikan untuk memangsanya, dapat

berkembang biak dengan cepat sehingga ketersediaanya dapat terjamin serta biaya

pembudidayaannya relatif murah. Pakan merupakan unsur terpenting dalam

menunjang pertumbuhan dan kelangsungan hidup ikan. Salah satu pakan alami

yang penting dan cocok untuk kebutuhan larva ikan maupun ikan hias adalah

Artemia salina (Priyambodo dan Triwahyuningsih, 2003).

Artemia sp. merupakan pakan alami yang banyak digunakan dalam usaha

budidaya ikan dan udang, di indonesia belum ditemukan adanya artemia, sehingga

sampai saat ini Indonesia masih mangimpor artemia sebanyak 50 ton/tahun.

Walaupun pakan buatan dalam berbagai jenis telah berhasil dikembangkan dan

cukup tersedia untuk larva ikan dan udang, namun artemia masih tetap merupakan

bagian yang esensial sebagai pakan larva ikan dan udang di unit pembenihan.

Keberhasilan pembenihan ikan bandeng, kakap dan kerapu juga memerlukan

ketersediaan artemia sebagai pakan alami esensialnya, serta dengan adanya

kenyataan bahwa kebutuhan artemia untuk larva ikan kakap dan kerapu 10 kali

1
lebih banyak dibandingkan dengan larva udang, maka kebutuhan kista artemia

akan semakin meningkat (Daulay, 1998).

Artemia sp. merupakan pakan alami yang sangat penting dalam pembenihan

ikan laut, krustacea, ikan konsumsi air tawar dan ikan hias. Ini terjadi karena

artemia memiliki gizi yang tinggi, serta ukurannya sesuai dengan bukaan mulut

hampir seluruh jenis larva ikan (Djarijah, 2003). Kebutuhan artemia pada

produksi benih ikan dan udang skala intensif harus dipenuhi dalam waktu

beberapa jam saja karena laju pencernaan pada larva begitu cepat. Sedangkan

dalam waktu normal penetasan kista artemia dalam air laut adalah 24-36 jam pada

suhu 25oC. Penetasan kista (telur) artemia harus dilakukan dalam waktu yang

lebih singkat dan dalam jumlah yang besar. Sehingga dibutuhkan teknologi

terapan yang dapat memenuhi kebutuhan tersebut, teknologi yang telah

berkembang untuk menjawab tantangan tersebut adalah dekapsulasi kista artemia.

1.2 Tujuan

a Mengetahui klasifikasi zooplankton jenis Artemia salina

b Mengetahui habitat zooplankton jenis Artemia salina

c Mengetahui manfaat zooplankton jenis Artemia salina

d Mengetahui tahapan budidaya zooplankton jenis Artemia salina

2
BAB II PEMBAHASAN

2.1 Klasifikasi Artemia salina

Menurut Priyambodo dan Triwahyuningsih (2003) sistematika

Artemia salina adalah sebagai berikut :

Filum : Anthropoda

Kelas : Crustacea

Subkelas : Branchiopoda

Ordo : Anostraca

Family : Artemidae

Genus : Artemia

Spesies : Artemia salina

Gambar Morfologi Artemia salina (Isnansetyo dan Kurniastuty, 1995)

Kista artemia berbentuk bulat berlekuk dalam keadaan kering dan bulat

penuh dalam keadaan basah. Warnanya coklat yang diselubungi oleh

3
cangkang yang tebal dan kuat. Cangkang ini berguna untuk melindungi

embrio terhadap pengaruh kekeringan, benturan keras, sinar ultra violet dan

mempermudah pengapungan (Mudjiman, 2008). Artemia dewasa memiliki

ukuran antara 10-20 mm dengan berat sekitar 10 mg. Bagian kepalanya lebih

besar dan kemudian mengecil hingga bagian ekor. Mempunyai sepasang mata

dan sepasang antenulla yang terletak pada bagian kepala. Pada bagian tubuh

terdapat sebelas pasang kaki yang disebut thoracopoda.

Alat kelamin terletak antara ekor dan pasangan kaki paling belakang.

Salah satu antena artemia jantan berkembang menjadi alat penjepit,

sedangkan pada betina antena berfungsi sebagai alat sensor. Jika kandungan

oksigen optimal, maka artemia akan berwarna kuning atau merah jambu.

Warna ini bisa berubah menjadi kehijauan apabila mereka banyak

mengkonsumsi mikroalga. Pada kondisi yang ideal seperti ini, artemia akan

tumbuh dengan cepat (Priyambodo dan Triwahyuningsih, 2003).

2.2 Habitat Artemia salina

Artemia sp. secara umum tumbuh dengan baik pada kisaran suhu 25-30
o
C. Kista artemia kering tahan terhadap suhu -273 hingga 100 oC. Artemia

dapat ditemui di danau dengan kadar garam tinggi, disebut dengan brain

shrimp. Kultur biomasa artemia yang baik pada kadar garam 30-50 ppt. Untuk

artemia yang mampu menghasilkan kista membutuhkan kadar garam diatas

100 ppt (Isnansetyo dan Kurniastuty, 1995). Faktor lain yang penting adalah

pH, cahaya, dan oksigen. Nilai pH berkisar antara 8-9 merupakan nilai yang

paling baik, sedangkan pH di bawah 5 atau lebih tinggi dari 10 dapat

4
membunuh artemia. Cahaya minimal diperlukan dalam proses penetasan akan

sangat menguntungkan bagi pertumbuhan artemia (Jusadi, 2003).

2.3 Kandungan Nutrisi Artemia salina

Karena Artemia salina paling banyak digunakan untuk pakan larva ikan,

kandungan nutrisinya cukup tinggi yaitu protein 40-60%, karbohidrat 15-20%,

lemak 15-20%, abu 3-4%, dan air 1-10%. Kandungan protein mencapai 60%

dengan kandungan asam amino esensial yang lengkap dalam jumlah tinggi.

Artemia salina pada umur 1 hari terdapat kandungan asam amino prolin,

isoleusin, lisin, dan asam glutamate yang tinggi, sedangkan pada artemia

dewasa umur 30 hari terdapat kandungan asam amino prolin, isoleusin dan

asam glutamate yang tinggi (Wibowo dkk., 2013).

Kualitas dan kuantitas pakan pada perairan merupakan faktor yang

menentukan laju pertumbuhan dan nutrisi Artemia. Hubungan kualitas dan

kuantitas pakan terhadap laju pertumbuhan dan kandungan nutrisi Artemia,

yaitu ketersediaan pakan secara kuantitas dan kualitas merupakan faktor

mempengaruhi nutrisi Artemia. Ketersediaan nutrisi merupakan faktor yang

menentukan laju pertumbuhan, sehingga jumlah dan kualitas pakan

merupakan faktor utama untuk memenuhi kandungan nutrisi Artemia untuk

berkembang dengan optimal (Firmansyah et al, 2013).

2.4 Manfaat Artemia salina

Menurut Chumadi. MS. (1990), Artemia digunakan dalam dunia perikanan

yaitu untuk memenuhi kebutuhan pakan larva ikan dan udang. Artemia salina

adalah jasad renik berupa cc. Hingga saat ini Indonesia masih mengimpor

5
Artemia salina untuk memenuhi kebutuhan panti-panti pembenihan ikan dan

udang. Masalah utama yang mengganggu dalam hal penggunaan Artemia

adalah persediaan yang masih terbatas di pasaran, sedangkan permintaan

meningkat salah satu faktor ketersediaan Artemia Salina adalah keberhasilan

penetasan Artemia salina tergantung dari proses pelepasan cangkang melalui

teknik dekapulasi.

Artemia salina dalam dunia perikanan sangat berperan dan memiliki

prospek usaha yang bagus. Harga jual sebagai pakan alami terbilang mahal di

pasaran, sehingga dapat menghasilkan perekonomian yang tinggi bagi petani

yang dapat melakukan budidaya pakan Artemia dengan sukses. Nutrisi yang

terkandung dalam Artemia terbilang cukup tinggi, sehingga dapat membantu

pertumbuhan larva ikan dengan cepat.

2.5 Tahapan Budidaya Artemia salina

Tahapan budidaya Artemia meliputi persiapan wadah dan media,

penetasan kista Artemia, dan pemanenan Artemia. Wadah penetasan Artemia

dapat menggunakan dengan wadah kaca, poly etilen (ember plastik) atau fiber

glass. Ukuran wadah dapat disesuaikan dengan kebutuhan, mulai dari volume

1 l sampai dengan volume 1 ton bahkan 40 ton. Hal yang penting untuk

diperhatikan dalam penetasan Artemia adalah bentuk dari wadah. Bentuk

wadah penetasan Artemia sebaiknya bulat. Hal ini dikarenakan jika diaerasi

tidak ditemukan titik mati, yaitu suatu titik dimana Artemia akan mengendap

dan tidak teraduk secara merata. Artemia yang tidak teraduk pada umumnya

kurang baik derajat penetasannya, atau walaupun menetas membutuhkan

6
waktu yang lebih lama. Sebelum diisi media penetasan, wadah Artemia dicuci

terlebih dahulu dengan menggunakan sikat sampai bersih. Agar sisa lemak

atau lendir dapat dihilangkan, pada waktu mencuci gunakanlah deterjen.

Media untuk penetasan Artemia dapat menggunakan air laut yang telah

difilter. Hal ini ditujukan agar cyste dari jamur atau parasit tersaring.

Penyaringan dapat dilakukan dengan menggunakan filter pasir atau filter yang

dijual secara komersial seperti catridge filter misalnya. Disamping dengan air

laut, media penetasan Artemia juga dapat dilakukan dengan menggunakan air

laut buatan. Air laut ini dibuat dengan jalan menambahkan garam yang tidak

beriodium ke air tawar. Garam yang digunakan harus bebas dari kotoran.

Jumlah garam yang dibutuhkan berkisar antara 25-30 g per liter air tawar,

sehingga memiliki kadar garam 25-30 ppt. Setelah garam dimasukkan maka

media harus diaerasi secara kuat agar garam tercampur merata.

Penetasan kista Artemia adalah suatu proses inkubasi kista Artemia di

media penetasan (air laut ataupun air laut buatan) sampai menetas. Proses

penetasan terdiri dari beberapa tahapan yang membutuhkan waktu sekitar 18-

24 jam yaitu proses penyerapan air, pemecahan dinding cyste oleh embrio,

embrio terlihat jelas dan masih diselimuti oleh membran, menetas dimana

nauplius berenang bebas. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam

menetaskan kista Artemia adalah aerasi, suhu, kadar garam, kepadatan kista,

dan cahaya.

Kista yang menetas akan menjadi Artemia stadia nauplius. Setelah

menetas sempurna, secara visual dapat terlihat terjadinya perubahan warna

7
dari coklat muda menjadi oranye. Hal yang penting yang perlu diperhatikan

dalam pemanenan nauplius Artemia adalah jangan sampai tercampur antara

Artemia dan cangkang. Hal ini perlu dihindari mengingat cangkang Artemia

tersebut mengandung bahan organik yang dapat menjadi substrat

perkembangbiakan bakteri. Setelah 18 jam dimasukan dalam bak penetasan

maka pengecekan apakah Artemia dalam wadah penetasan sudah menetas atau

belum.

Pemanenan Artemia dapat dilakukan dengan cara mematikan aerasi selama

kurang lebih 10 menit. Jika pemanenan dilakukan di malam hari maka dasar

wadah disinari dari arah samping agar Artemia terkonsentrasi di dasar wadah

dan cangkang Artemia akan terkumpul dipermukaan air. Setelah

terkonsentrasi maka kran dasar dibuka (jika ada) atau dilakukan penyiponan

dasar. Pada saat pemanenan hindarilah terbawanya cangkang. Artemia yang

dipanen disaring dengan saringan 125 mikron, setelah itu dibilas dengan air

laut.

2.5.1.1. Kultur Murni Skala Laboratorium

Kegiatan kultur murni meliputi penetasan kista, pemisahan nauplius

dari sisa penetasan /cangkang dan dekapsulasi ( Dewi, 2007 ).

A. Tahapan Penetasan Kista Artemia

 Kista artemia ditimbang sebanyak 5 gr untuk 1 liter air.

 Lalu ditempatkan pada wadah yang transparan berbentuk kerucut

yang telah diisi air laut seteril dengan salinitas 30 permil.

 Tambahkan NaHCO3 sebanyak 2 gr/lt.

8
 Media diaerasi kuat dan suhu 25-30 0C dan p H 8,0-9,0.

 Medium disinari kurang lebih 2 jam pertama atau secara kontinyu

dengan intensitas cahaya 1000 lux. Lama waktu penetasan 18-36

jam.

B. Pemisahan Kista Dengan Nauplius

Menurut Bold. Dan wyne, (1978) Nauplius harus dipisahkan dari kista

yang tidak menetas dan dari cangkang karena dapat sebagai pembawa

bakteri pathogen dan media tumbuhnya parasit menempel. Prinsip

pemisahan dengan memanfaatkan sifat fototaksis positif.

Tahapannya:

 Kista artemia yang menetas disaring dengan saringan 120 µm.

 Kemudian dicuci dengan air laut dan dimasukkan kedalam wadah

yang transparan yang disisi air laut.

 Di aerasi dasar selama 15 menit.

 Matikan aerasi dan beri sinar pada bagian dasar wadah sehingga

nauplius akan menggumpul didasar dan kotoran akan mengapung.

 Setelah 10 menit nauplius disiphon dan disaring serta dicuci bersih.

 Dekapsulasi.

Penetasan juga dapat dilakukan setelah kista didekapsulasi.

Dekapsulasi adalah proses penghilangan lapisan luar kista nengan

menggunakan larutan hipoklorit tanpa mempengaruhi kelangsungan hidup

embrio.

9
C. Proses Dekapsulasi

 Kista yang telah disiapkan untuk poenetasan dihidrasi dengan air

tawar selama 1-2 jam.

 Kista disaring dengan saringan 120 µm dan dicuci bersih.

 Kista siap untuk didekapsulasi.

 Kista dicampur dengan larutan hipoklorit dan diaduk secara

manual serta diaerasi kuat.

 Suhu dipertahankan dibawah 40 0C, jika perlu ditambah es.

 Lama proses dekapsulasi 5-15 menit dengan ditandai perubahan

warna kista dari coklat gelap menjadi abu-abu kemudian orange.

 Kista disaring dengan saringan 120 µm.

 Cuci bersih dengan air laut hingga bau klorin hilang dan tidak ada

sisa busa pada kista.

 Kista diclup 2 kali dalam larutan HCL 0,1 N dan cuci bersih.

 Kista hasil dekapsulasi dapat langsung diberikan ke larva atau

disimpan dalam larutan garam jenuh pada suhu 0-4 0C selama 1-6

bulan atau ditetaskan menjadi nauplius.

2.5.1.2. Kultur Massal Artemia salina

Budidaya Biomassa Artemia meliputi penetasan kista Artemia,

pemisahan nauplius dari sisa penetasan, dekapsulasi, dan budidaya

secara intensif ( Dewi, 2007 ).

10
A. Kontruksi Bak Untuk Budidaya

Konstruksi bak dapat dibuat dari berbagai bahan seperti fiber glass,

papan kayu yang dilapisi plastik, bak semen dan lainya. Bak dibuat dengan

sudut-sudut lengkung untuk menjamin kelancaran sirkulasi air. Tinggi air

yang efektif tidak boleh lebih dari 100 cm.

B. Sistem Pemeliharaan

Pemeliharaan dapat menggunakan sistem air berputar atau air

mengalir. Sistem air berputar lebih efisien dalam pemanfaatan air sehingga

keperluan penerapannya lebih luas. Untuk mendapatkan biomasa Artemia,

maka nauplius artemia harus dikultur beberapa hari. Lama pemeliharaan

tergantung dari ukuran yang dikehendaki.

C. Sistem Penyaring

Untuk sistem penyaring menggunakan air berputar yang jarang

dilakukan pergantian air bahkan tidak diganti sama sekali, dengan

demikian akan terjadi akumulasi metabolit Artemia, sisa pakan dan sisa

dari aktivitas ganti kulit. Sistem penyaringan pada budidaya air berputar

menggunakan tiga sistem penyaringan yaitu plat pemisah, tabung

penyaring, kisi-kisi penyaring.

D. Pakan dan Sistem Pemberian Pakan

Bekatul merupakan pakan utama dalam biomasa Artemia. Ukuran

bekatul yang diberikan harus sesuai dengan mulutnya. Untuk

meningkatkan kualitas pakan agar dihasilkan biomassa artemia yang

11
mempunyai nutrisi tinggi dapat digunakan beberapa kombinasi pakan

antara lain tepung beras, tepung maizena, tepung kedelai dan lain-lain.

E. Penetasan

Penetasan artemia menggunakan wadah berbentuk corong atau

menggunakan ember corong bila jumlahnya sedikit. Penetasan dapat

dilakukan secara langsung maupun dengan dekapsulasi terlebih dahulu

dengan Chlorin. Agar daya tetasnya baik, kepadatan kista tidak boleh lebih

dari 2gr/lt, salinitas 15-35 ppt, suhu air 25-280C. Untuk penetasan

langsung, sebelum kista dimasukkan ke bak penetasan, kista direndam

dengan air tawar untuk mempercepat hidrasi.

F. Penebaran Dan Pemeliharaan

Kista akan menetas kurang lebih setelah 24 jam, selanjutnya nauplius

hasil penetasan dipanen untuk ditebar di bak pemeliharaan dengan

menggunakan saringan 125 mikron berbentuk kantong. Pemberian pakan

dilakukan setelah mulut dan saluran pencernaan nauplius terbuka yaitu

instar II. Pemberian pakan dimulai mulai esok harinya. Pakan yang

diberikan pakan hidup maupun pakan tambahan. Pakan hidup yang dapat

diberikan golongan Diatom, Chlorophyta, dan Chryshophyseae. Pakan

tambahan antara lain tepung spirulina, tepung roti, ragi bir, ragi laut,

bekatul, terigu mezina, tepung kedelai dan tepung ikan.

G. Pemanenan

Artemia akan mencapai ukuran dewasa setelah mencapai umur sekitar

15 hari. Pada umur tersebut Artemia telah mencapai ukuran maksimal.

12
Akan tetapi pemanenan dapat dilakukan sesuai dengan ukuran yang

dikehendaki. Pemanenan dapat dilakukan secara total atau sebagian.

Cara pemanenan dilakukan dengan mematikan aerasi :

 Tunggu sampai Artemia naik kepermukaan.

 Panen dengan menggunakan scopnet.

 Cuci dengan air laut bersih.

 Selanjutnya dapat langsung digunakan atau di bekukan,

dikeringkan ditepung.

Hasil panen dengan menggunakan sistem air berputar dapat mencapai

2-5 kg/m3 media budidaya, sedangkan pakan yang digunakan berkisar 4-6

kg/m3 media budidaya.

13
BAB III KESIMPULAN

Artemia merupakan salah satu pakan alami hidup yang paling banyak
digunakan sebagai pakan larva dalam usaha budidaya, kandunga nutrisi artemia
cukup tinggi yaitu protein 40-60%, karbohidrat 15-20%, lemak 15-20%, abu 3-
4%, dan air 1-10%. Kandungan protein mencapai 60% dengan kandungan asam
amino esensial yang lengkap dalam jumlah tinggi. Artemia sp. secara umum
tumbuh dengan baik pada kisaran suhu 25-30 oC. Kista artemia kering tahan
terhadap suhu -273 hingga 100 oC. Artemia dapat ditemui di danau dengan kadar
garam tinggi, disebut dengan brain shrimp. Artemia salina memiliki banyak
manfaat yaitu Budidaya Artemia salina perlu diperhatikan dari konstruksi tempat
budidayanya hingga pemanenan.

14
DAFTAR PUSTAKA
Chumadi. MS. 1990. Petunjuk Teknik Budidaya Pakan Alamai Ikan Dan Udang
Pusat Penelitian dan pengembangan Perikanan. PHP/KAN/12/1990 Jakarta.

Daulay, T., 1998. Artemia Salina (Kegunaan, Biologi dan Kulturnya). INFIS
Manual Seri No.12. Direktorat Jendral Perikanan dan International
Development Research, Jakarta.
Dewi, 2007. Teknik kultur Artemia Sp. Penerbit Penebar Swadaya. Jakarta.

Djarijah, Abbas Siregar. 2003. Pakan Ikan Alami. Kanisius, Yogyakarta.


Isnansetyo dan Kurniastuty. 1995. Teknik Kultur Phytoplankton dan Zooplankton
Pakan Alami Untuk Pembenihan Organisme Laut. Kanasius, Yogyakarta.
Jusadi, Dedy. 2003. Modul Penetasan Artemia. Direktorat Pendidikan Menengah
Kejuruan Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar Dan Menengah Departemen
Pendidikan Nasional.
Lavens, P. and P. Sorgeloos. 1996. Manual on the production and used of live
food for aquaculture. FAO Fisheries Technical Paper 361.
Mudjiman, A. 2008. Makanan Ikan Edisi Revisi. Penebar Swadaya, Jakarta.
Priyambodo dan Wahyuningsih, Tri. 2003. Budidaya Pakan Alami Untuk Ikan.
Jakarta: Penebar Swadaya Sumeru, Sri Umiyati, Ir. 2008. Produksi Biomassa
Artemia. diakses tanggal 15 November 2008.
Wibowo, S., B. S. B. Utomo., D. Suryaningrum., Syamdidi. 2013. Artemia unutk
pakan ikan dan udang. Jakarta.

15

Anda mungkin juga menyukai