Anda di halaman 1dari 41

MENINGITIS

(Makalah ini dibuat untuk menyelesaikan tugas Keperawatan Anak II)

DISUSUN OLEH:

KELOMPOK 3

Mufebrina (1811311010)

Dini Qurrata Ayuni (1811312016)

Rihadatul Nur (1811312038)

Rany Harti (1811313010)

Tisya Mutiara Rahmadini (1811313018)

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS ANDALAS

2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta
karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan Makalah ini yang alhamdulillah
tepat pada waktunya yang berjudul “MENINGITIS”. Diharapkan Makalah ini dapat
memberikan informasi kepada kita semua.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan
saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan
makalah ini.

Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta
dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT senantiasa meridhai
segala usaha kita. Aamiin.

Padang, April 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..................................................................................................................................i
DAFTAR ISI..............................................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN...........................................................................................................................3
A. Latar Belakang.................................................................................................................................3
B. Rumusan Masalah............................................................................................................................3
BAB II ANALISIS KASUS........................................................................................................................5
BAB III ANALISIS JURNAL...................................................................................................................18
BAB IV PENUTUP...................................................................................................................................20
A. Kesimpulan....................................................................................................................................20
B. Saran..............................................................................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................................21
Lampiran Jurnal.........................................................................................................................................22

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Meningitis tergolong penyakit serius dan bisa mengakibatkan kematian. Penderita
meningitis yang bertahan hidup akan menderita kerusakan otak sehingga lumpuh, tuli,
epilepsi, retardasi mental.
Penyakit meningitis telah membunuh jutaan balita di seluruh dunia. Data WHO
menunjukkan bahwa dari sekitar 1,8 juta kematian  anak balita di seluruh dunia setiap tahun,
lebih dari 700.000 kematian anak terjadi di negara kawasan Asia Tenggara dan Pasifik
Barat.
Ada tiga bakteri penyebab meningitis, yaitu Streptococcus pneumoniae,
Haemophilus influenzae tipe b, dan Niesseria meningitides. Dari ketiga bakteri itu,
Streptococcus pneumoniae (pneumokokus) adalah bakteri yang paling sering menyerang
bayi di bawah usia 2 tahun. Masa inkubasi (waktu yang diperlukan untuk menimbulkan
gejala penyakit) kuman tersebut sangat pendek yakni sekitar 24 jam. Bakteri pneumokokus
adalah salah satu penyebab meningitis terparah. Penelitian yang diungkapkan konsultan
penyakit menular dari Leicester Royal Infirmary, Inggris, Dr Martin Wiselka, menunjukkan
bahwa 20-30 persen pasien meninggal dunia akibat penyakit tersebut, hanya dalam waktu 48
jam. Angka kematian terbanyak pada bayi dan orang lanjut usia. Pasien yang terlanjur koma
ketika dibawa ke rumah sakit, sulit untuk bisa bertahan hidup. Infeksi pneumokokus lebih
sering terjadi pada anak dibanding orang dewasa karena tubuh anak belum bisa
memproduksi antibodi yang dapat melawan bakteri tersebut.
Sebanyak 50 persen pasien meningitis yang berhasil sembuh biasanya menderita
kerusakan otak permanen yang berdampak pada kehilangan pendengaran, kelumpuhan, atau
keterbelakangan mental. Komplikasi penyakit tersebut akan timbul secara perlahan dan
semakin parah setelah beberapa bulan.

B. Rumusan Masalah
1. Apakah masalah yang dialami anak pada kasus tersebut?
2. Apakah penyebab anak mengalami masalah pada kasus tersebut?
3. Bagaimana patofisiologi penyakit anak disertai WOC pada kasus tersebut?
4. Apa tanda dan gejala yang khas pada anak?

3
5. Apakah pemeriksaan diagnostic standar untuk menegakkan diagnosis media anak pada
kasus tersebut?
6. Bagaimanakah penatalaksanaan medis yang dapat dilakukan pada anak dikasus tersebut?
7. Bagaimanakah prognosis dan komplikasi dari penyakit pada anak di kasus tersebut?
8. Hal apa yang harus dijelaskan untuk mengkaji anak pada kasus tersebut?
9. Bagaimana rumusan masalah keperawatan yang muncul pada anak dan buat analisanya pada
kasus tersebut?
10. Apakah rencana intervensi yang sesuai dengan masalah keperawatan yang muncul pada
anak di kasus tersebut?
11. Bagaimana asuhan keperawatan pada kasus tersebut?

C. Tujuan Penulisan

1. Mampu menjelaskan masalah yang dialami anak pada kasus tersebut


2. Mampu menjelaskan penyebab anak mengalami masalah pada kasus tersebut
3. Mampu menjelaskan bagaimana patofisiologi penyakit anak disertai WOC pada kasus
tersebut
4. Mampu menjelaskan apa tanda dan gejala yang khas pada anak
5. Mampu menjelaskan apakah pemeriksaan diagnostic standar untuk menegakkan diagnosis
media anak pada kasus tersebut
6. Mampu menjelaskan bagaimanakah penatalaksanaan medis yang dapat dilakukan pada anak
dikasus tersebut
7. Mampu menjelaskan prognosis dan komplikasi dari penyakit pada anak di kasus tersebut
8. Mampu menjelaskan hal apa yang harus dijelaskan untuk mengkaji anak pada kasus tersebut
9. Mampu merumuskan masalah keperawatan yang muncul pada anak dan buat analisanya
pada kasus tersebut
10. Mampu merencanakan intervensi yang sesuai dengan masalah keperawatan yang muncul
pada anak di kasus tersebut
11. Mampu membuat asuhan keperawatan berdasarkan kasus tersebut

4
BAB II
ANALISIS KASUS
Kasus pemicu 3

Seorang Ibu membawa anak perempuan usia 3 tahun kerumah sakit dengan keluhan kejang, demam
tinggi dan penurunan kesadaran. Ibu mengatakan anak dengan riwayat TB tidak terkontrol. Hasil
pemeriksaan didapatkan suhu: 39°C, nadi: 120x/menit dan nafas: 32x/menit. Pada pemeriksaan
tanda meningeal didapatkan kaku kuduk (+) dan kernig (+). klien juga dilakukan pemeriksaan
lumbal punksi dengan hasil cairan LCS jernih, jumlah sel dan protein meninggi

A. Apa Masalah Yang Dialami Anak Tersebut?

Berdasarkan data yang di dapat anak tersebut mengalami atau terkena penyakit
meningitis.Meningitis adalah suatu reaksi peradangan yang mengenai satu atau semua
selaput yang membungkus jaringan otak dan sumsum tulang belakang, yang menimbulkan
eksudasi berupa nanah atau serosa. Meningitis adalah peradangan yang terjadi pada
meningen, yaitu lapisan pelindung yang menyelimuti otak dan saraf tulang belakang.
Meningitis terkadang sulit dikenali, karena penyakit ini memiliki gejala awal yang serupa
dengan flu, seperti demam dan sakit kepala.

B. Apa Penyebab Anak Mengalami Masalah Tersebut?

Berdasarkan data yang di dapat dari kasus. Anak mengalami meningitis karna
mengalam demm yang tinghi sehingga melemahkan sistem imun yang dapat memicu
munculnya menigitis.Meningitis merupakan peradangan dari selaput pelindung yang
membutuhkan otak dan medula spinalis yang dikenal sebagai meninges. Inflamasi dari
meningen dapat disebabkan oleh virus, bakteri atau mikroorganisme dan penyebab paling
jarang disebabkan oleh obat-obatan.Meningitis dapat juga disebabkan oleh banyak hal,
seperti infeksi bakteri, virus, jamur, atau parasit. Kondisi-kondisi tertentu, seperti
melemahnya sistem imun tubuh, juga dapat memicu munculnya meningitis

C. Jelaskan Patofisiologi Anak Dan WOC Meningitis ?

Meningitis pada umumnya sebagai akibat dari penyebaran penyakit di organ atau
jaringan tubuh yang lain. Virus / bakteri menyebar secara hematogen hingga ke selaput otak,
misalnya pada penyakit faringitis, tonsilitis, pneurnonia, bronchopneumonia dan endokarditis.
Penyebaran bakteri / virus dapat terjadi melalui peradangan organ atau jaringan yang ada di

5
dekat selaput otak, misalnya abses otak, otitis media, mastoiditis, trombosis sinus kavernosus
dan sinusitis. Invasi kuman-kuman ke dalam ruang subaraknoid menyebabkan reaksi radang
pada pia dan araknoid, CSS (Cairan Serebrospinal) dan sistem ventrikulus. Mula-mula
pembuluh darah kecil dan sedang sedang hiperemi; dalam waktu yang sangat singkat terjadi
penyebaran sel-sel leukosit polimorfonuklear ke dalam ruang subarakhnoid, kemudian terbentuk
eksudat. Dalam beberapa hari terjadi pembentukan limfosit dan histiosit. dan dalam minggu
kedua sel-sel plasma. Eksudat yang terdiri dari dua lapisan, bagian luar mengandung leukosit
polimorfonuklear dan fibrin sedangkan di lapisan dalam tersedia makrofag. Proses radang
selain pada arteri juga terjadi pada vena-vena di korteks dan dapat menyebabkan trombosis,
infark otak, edema otak dan degenerasi neuron-neuron.

Bakteri, Virus, Protozoa (Mikroo


WOC rganisme)

Influenza Ispa Masuk melalui luka terbuka

Virus melalui udara Terhisap melalui udara Masuk pembuluh darah

Kontriksi otot polos meningkat Menempel pada jalan nafas Masuk ke serebral melalui pemb
uluh darah

Menempel pada jalan nafas Reaksi local pada meningitis


Menetap/membengkak sitoplas
ma makrofag
Masuk ke pembuluh darah

MENINGITIS

6
D. Tanda Dan Gejala

Gejala meningitis dapat berbeda-beda, tergantung tipe, usia, dan keparahan kondisi pasien.

1. Demam tinggi. Virus, Bakteri atau Mikroorganisme masuk ke dalam darah, darah diedar kan
keseluruh tubuh hingga terjadi infeksi

2. Sakit kepala. Perdangan pada meningitis dapat merangsang otak hingga terjadi sakit kepala
atau pusing

3. Muntah. Terjadi karena peningingkatan asam lambung dalam perut yang berujung kontraksi
perut

4. Perubahan sensori. Terjadi karena berkurangnya asupan makanan sehingga sel sel menurun
berujung pada saraf sensori yang lemah

5. Kejang. Penurunan kekuatan otot dan saraf berpengaruh besar pada tingkat kekuatan spasme

6. Delirium. Keadan mental yang abnormal berdasarkan halusinasi atau ilusi, dapat terjadi
dapat keadaan demam tinggi

7. Halusinasi. Merupakan status delirium subakut gejala yang dominan yaitu halusinasi
pendengaran

a. Tanda meningeal (meningeal sign)

Tanda ini diobservasi karena ada kecurigaan pasien meningkat meningitis atau
peradangan meningeal.Tanda dan perubahan umum seperti iritabel, demam, sakit kepala,
fotofobia dan muntah. Bayi dapat menunjukkan ubun-ubun yang menonjol. Kaku kunduk
dan tanda brudzinski's.

1) Kaku kuduk:

Pada posisi anak telentang, minta anak untuk menekukkan dagu ke dada atau untuk
memudahkan perawat menfleksikan leher kearah dada. Anak normal dapat dilakukan
dengan mudah.

a. Tanda Brudzinski

7
Letakkan satu tangan di bawah leher anak dan tangan yang lain di atas dada untuk
menghindari pengangkatan badan, kemudian fleksikan leher. Tanda positif brudzinski dari
Tanda satu atau kedua lutut anak fleksi kearah panggul.

b. Tanda kernig's

Dengan posisi anak telentang, angkat kaki anak dan fleksikan lutut pada sudut yang
tepat. Usahakan untuk melebarkan lutut dengan mendorongnya. Tanda kernig positif apabila
terdapat tahanan, nyeri dan tungkai tidak dapat ekstensi.

E. Apa Pemeriksaan Diagnostik Standar Untuk Menegakkan Diagnosis Medis Anak ?


Dalam mendiagnosis meningitis, awalnya akan melakukan pemeriksaan fisik,
mengamati potensi penyebaran penyebab meningitis di tempat tinggal pasien, menanyakan
riwayat penyakit atau tindakan medis yang pernah dijalani, dan memeriksa faktor risiko lain.
Kemudian, pemeriksaan dapat dilanjutkan dengan melakukan tes untuk mencari tahu secara
pasti penyebab meningitis. Tes yang dilakukan dapat berupa:
1. Tes darah. Dokter akan mengambil sampel darah pasien untuk kemudian diperiksa lebih
lanjut. Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat adakah mikroorganisme yang
membahayakan di dalam darah pasien.Pencitraan. CT scan atau MRI dapat dilakukan
untuk memeriksa pembengkakan atau peradangan di sekitar kepala.Lumbal pungsi.
Dalam tes lumbal pungsi, cairan serebrospinal digunakan sebagai sampel untuk
mendiagnosis meningitis. Penderita meningitis umumnya memiliki kandungan gula
yang rendah serta terjadi pengingkatan pada jumlah sel darah putih dan protein dalam
cairan serebrospinalnya.
2. Tes polymerase chain reaction (PCR) atau tes yang bekerja dengan memeriksa antibodi
dalam tubuh, apabila meningitis yang ada dicurigai disebabkan oleh virus.
3. Terdapat pula tes sederhana yang dapat dilakukan untuk memeriksa meningitis. Tes
tersebut hanya menggunakan gelas sebagai medianya. Dokter akan menekankan gelas
pada area kulit yang mengalami ruam. Apabila ruam yang ditekan dengan gelas tidak
memudar, maka ruam tersebut bisa jadi merupakan ruam pada penderita meningitis

8
F. Bagaimana pengobatan dan penatalaksanaan medis yg dapat dilakukan pada anak
tersebut?
1. Meningitis yang disebabkan oleh bakteri 

Meningitis karena bakteri ditangani oleh penggunaan antibiotik dan pengobatan


steroid yang disebut deksametason. Kondisi ini perlu penanganan rumah sakit, jadi
pembatasan pasien diperlukan, sehingga dokter Anda dapat lebih mudah untuk
mengawasi kondisi Anda serta mengawasi perkembangan gejala yang terjadi, seperti
kejang-kejang, hilangnya pendengaran atau tanda kerusakan otak.

2. Meningitis yang disebabkan oleh virus 

Meningitis karena virus dapat diobati tanpa harus ke rumah sakit, dengan
pengobatan untuk meredakan nyeri dan menurunkan panas demam. Pasien mungkin akan
mengalami gejala selama kurang lebih dua minggu sebelum pengobatan tersebut selesai
mengatasi penyebab penyakit. Para pasien juga disarankan untuk meminum banyak
cairan agar tubuh mereka dapat membuang virus lebih cepat.

Metode pengobatan lain juga dilakukan untuk meredakan gejala parah yang
dialami pasien. Sebagai contoh, jika pasien mengalami kesulitan bernapas, maka terapi
oksigen dapat diberikan. Untuk mencegah kekurangan cairan tubuh (dehidrasi), pasien
juga akan diberikan cairan melalui infus.

Pada kebanyakan kasus, para pasien dewasa memerlukan pemulihan total tanpa
perawatan tambahan. Namun, beberapa komplikasi mungkin muncul pada beberapa
kasus dimana pasien memiliki penyakit atau gangguan kesehatan lainnya. Pasien seperti
ini disarankan untuk kembali menemui dokter untuk menjalani pemeriksaan untuk
mencegah Meningitis kembali kambuh dan memastikan bahwa tidak akan ada
komplikasi jangka panjang.

G. Bagaimana Prognosis Dan Komplikasi Dari Penyakit Pada Anak Tersebut?


1. Prognosis
Prognosis meningitis tergantung pada umur, mikroorganisme spesifik yang
menimbulkan penyakit, banyaknya organisme dalam selaput otak, jenis meningitis dan
lama penyakit sebelum diberikan antibiotic. Penderita usia neonatus, anak-anak, hingga

9
dewasa tua mempunyai prognosis yang semakin jelek, yaitu dapat menimbulkan cacat
berat dan kematian.
Pada meningitis tuberculosa seperti yang dialami anak pada kasus, angka kecacatan dan
kematian pada umumnya tinggi. Prognosa jelek pada bayi dan orang tua. Angka kematian
meningitis TBC dipengaruhi oleh umur dan pada stadium beberapa penderita mencari
pengobatan. Penderita dapat meninggal dalam waktu 6-8 minggu.
Penderita meningitis karena virus biasanya menunjukkan gejala klinis yang lebih ringan,
penurunan kesadaran jarang ditemukan. Meningitis viral memiliki prognosis yang jauh lebih
baik. Sebagian penderita sembuh dalam 1-2 minggudan dengan pengobatan yang tepat
penyembuhan total bisa terjadi.

2. Komplikasi
a. hidrosefalus obstruktif, penumpukan cairan pada rongga otak.
b. Septikemia, pendarahan kulit dan organ akibat bakteri.
c. serebral palsy, gangguan pada gerakan koordinasi tubuh.
d. gangguan mental
e. herniasi otak, jaringan otak bergeser dari posisi normal.
f. subdural hematoma, penumpukan darah pada lapisan acarachoidal dan lapisan
meningeal.
H. Jelaskan Hal Apa Saja Yang Perlu Di Kaji Pada Anak.
1. riwayat penyakit lalu seperti TBC dan ISPA
2. aktivitas anak,tandanya seperti keterbatsan gerak, kelumpuhan, gerakan involunter.
3. Sirkulasi, yaitu TD, suhu, takikardi atau tidak.
4. Eliminasi, seperti inkontinensia atau retensi.
5. Makanan/ cairan, tandanya seperti kehilangan nafsu makan, sulit menelan.
6. Persarafan, seperti sakit kepala, parestesia, kaku pada persarafan yang terkena,
kehilangan sensasi, kejang, diplopia, tuli, dan halusinasi penciuman.
7. Nyeri, seperti sakit kepala, kaku kuduk, kerdig.
8. Pernafasan, seperti sulit bernafas dan gangguan nafas lainnya.

I. Rumusan Masalah Keperawatan Yang Muncul Pada Anak.


a. Diagnose Keperawatan Utama

Ketidak efektivan perfusi jaringan perifer b.d intrakranial d.d Penurunan kesadaran ,kejang

10
Analisa data :

1) Penurunan kesadaran
2) Kejang
b. diagnose keperawatan tambahan

Nyeri akut b.d iritasi lapisan otak d.d Kaku kuduk (+),Kernig (+)

Analisis data :

1) Kaku kuduk (+)


2) Kernig (+)

Hipertemii b.d proses infeksi d.d Demam tinggi,Suhu tubuh 39˚C,Takipnea nafas 32x/menit

Analisis data

1) Demam tinggi
2) Suhu tubuh 39˚C
3) Takipnea nafas 32x/menit

J. Buatlah Rencana Intervensi Sesuai Dengan Masalah Keperawatan Yang Muncul Pada
Anak.
1. Intervensi Diagnose Utama

Manajemen syok (4250)

 Monitor tanda-tanda vital, tekanan darah orthostatic, status mental, dan output urin.
 Posisikan pasien untuk mendapatkan perfusi yang optimal.
 Buat dan pertahankan kepatenan jalan nafas, sesuai kebutuhan.
 Berikan oksigen dan / atau ventilasi mekanik, sesuai kebutuhan.
 Monitor EKG, sesuai kebutuhan.
 Monitor tekanan oksimetri sesuai kebutuhan.
2. Intervensi Diagnose Tambahan
a. manajemen nyeri (1400)
 Lakukan pengkajian nyeri komprehensif yang meliputi lokasi, karakteristik,
onset/durasi, kualitas, intensitas atau beratnya nyeri dan factor pencetus

11
 Kendalikan factor lingkungan yang dapat mempengaruhi (misalnya suhu ruangan,
pencahayaan, suara bising).
 Dorong pasien untuk menggunakan obat-obatan penurun nyeri yang adekuat.
 Berikan individu penurun nyeri yang optimal dengan penerapan analgenik.
 Evaluasi keefektifan dan tindakan pengontrol nyeri berdasarkan respon pasien.
b. perawatan demam (3740)
 Pantau suhu dan TTV.
 Beri obat atau cairan IV.
 Tutup pasien dengan selimut atau pakaina ringan, tergantung pada fase demam (yaitu,
memberikan selimut hangat pada fase dingin, menyediakan pakaian linen atau tempaat
tidur ringan untuk demam dan fase bergejolak/ flush).
 Fasilitas istirahat, terapkan pembatasan aktivitas : jika diperlukan.
 Tingkatkan sirkulasi udara
 Pantau komplikasi yang berhubungan dengan demam serta tanda dan gejala kondisi
penyebab demam (misalnya kejang, dan penurunan kesadaran)
 Lembabkan bibir dan mukosa hidung yang kering.

K. Asuhan Keperawatan

Data Subjektif Data Objektif


Keluhan utama :  Suhu : 39°C, nadi: 120x/menit dan
keluhan kejang, demam tinggi dan penurunan nafas: 32x/menit.
kesadaran  Pemeriksaan tanda meningeal
Riwayat kesehatan sekarang didapatkan kaku kuduk (+) dan
Ibu mengatakan anak dengan riwayat TB kernig (+).
tidak terkontrol  Pemeriksaan lumbal punksi dengan
hasil cairan LCS jernih,
 Jumlah sel dan protein meninggi

PENGKAJIAN
1. Identitas
12
a. Identitas Pasien
Nama                        : Anak perempuan X
Umur                        : 3 tahun
Agama                      : -
Jenis Kelamin           : Perempuan
Status                        : -
2. Status Kesehatan
a. Status Kesehatan Saat Ini
1) Keluhan Utama (Saat MRS dan saat ini)
keluhan kejang, demam tinggi dan penurunan kesadaran
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Ibu mengatakan anak dengan riwayat TB tidak terkontrol

ANALISA DATA
DATA ETIOLOGI MASALAH
1. Penurunan kesadaran intrakranial Ketidak efektivan perfusi
2. Kejang jaringan perifer

1. Kaku kuduk (+) iritasi lapisan otak Nyeri akut


2. Kernig (+)
1. Demam tinggi proses infeksi hipertermi
2. Suhu tubuh 39˚C
3. Takipnea nafas 32x/menit

DIAGNOSA KEPERAWATAN

DIAGNOSA NOC NIC


Ketidak efektivan perfusi Perfusi jaringan : perifer Manajemen syok (4250)
jaringan perifer b.d Kriteria hasil : Aktivitas-aktivitas :
intrakranial d.d Penurunan Setelah dilakukan perawatan  Monitor tanda-tanda vital,
kesadaran ,kejang 3x24 jam maka didapatkan : tekanan darah orthostatic,
 Suhu kulit ujung kaki dan status mental, dan output
tangan tidak ada deviasi urin.
dari kisaran normal (5)  Posisikan pasien untuk
 Nilai rata-rata tekanan
13
darah tidak ada deviasi mendapatkan perfusi yang
dari kisaran normal (5) optimal.
 Muka pucat tidak ada (5)  Buat dan pertahankan
 Kelemahan otot tidak ada kepatenan jalan nafas,
(5) sesuai kebutuhan.
 Berikan oksigen dan /
atau ventilasi mekanik,
sesuai kebutuhan.
 Monitor EKG, sesuai
kebutuhan.
 Monitor tekanan
oksimetri sesuai
kebutuhan.

Nyeri akut b.d iritasi lapisan Control nyeri Manajemen Nyeri


otak d.d Kaku kuduk Kriteria hasil : 1. Lakukan pengkajian nyeri
(+),Kernig (+) Setelah dilakukan perawatan komprehensif yang
3x24 jam maka didapatkan : meliputi lokasi,
 Menggunakan tindakan karakteristik, onset/durasi,
pencegahan secara kualitas, intensitas atau
konsisten menunjukkan beratnya nyeri dan factor
(5) pencetus
 Menggunakan tindakan 2. Kendalikan factor
pengurangan nyeri tanpa lingkungan yang dapat
analgesic secara konsisten mempengaruhi (misalnya
menunjukkan (5) suhu ruangan,
 Menggunakan analgesic pencahayaan, suara
yang direkomendasikan bising).
secara konsisten 3. Dorong pasien untuk
menunjukkan (5) menggunakan obat-obatan
penurun nyeri yang
adekuat.
4. Berikan individu penurun
nyeri yang optimal

14
dengan penerapan
analgenik.
5. Evaluasi keefektifan dan
tindakan pengontrol nyeri
berdasarkan respon
pasien.

Hipertermi b.d proses infeksi Termoregulasi Perawatan Demam


d.d Demam tinggi,Suhu tubuh 1. Pantau suhu dan TTV.
39˚C,Takipnea nafas Kriteria hasil : 2. Beri obat atau cairan IV.
32x/menit Setelah dilakukan perawatan 3. Tutup pasien dengan
3x24 jam maka didapatkan : selimut atau pakaina
 Tingkat pernapasan ringan, tergantung pada
tidak terganggu (5) fase demam (yaitu,
 Melaporkan memberikan selimut
kenyamanan suhu hangat pada fase dingin,
tidak terganggu (5) menyediakan pakaian
 Hipertermia tidak linen atau tempaat tidur
terganggu (5) ringan untuk demam dan
 Dehidrasi tidak fase bergejolak/ flush).
terganggu (5) 4. Fasilitas istirahat,
terapkan pembatasan
aktivitas : jika diperlukan.
5. Tingkatkan sirkulasi
udara
6. Pantau komplikasi yang
berhubungan dengan
demam serta tanda dan
gejala kondisi penyebab
demam (misalnya kejang,
dan penurunan kesadaran)
7. Lembabkan bibir dan
mukosa hidung yang
kering.

15
IMPLEMENTASI

DIAGNOSA TINDAKAN
Ketidak efektivan perfusi jaringan perifer  Monitor tanda-tanda vital
 Monitor EKG
 Posisikan pasien agar perfusi optimal
 Berikan oksigen
Nyeri akut  Lakukan pengkajian nyeri
 Berikan obat analgesic
 Teknik relaksasi
 Teknik distraksi
Hipertemi  Periksa suhu dan TTv
 Beikan obat atau cairan intravena

EVALUASI

MASALAH KEPERAWATAN EVALUASI


Ketidak efektivan perfusi jaringan perifer b.d S : ibu mengatakan kesadaran sudah membaik
intrakranial d.d Penurunan kesadaran ,kejang O : kejang anak sudah tidak ada
A : masalah teratasi
P : intervensi dihentikan
Nyeri akut b.d iritasi lapisan otak d.d Kaku S : ibu mengatakan bayi sudah mulai merasa
kuduk (+),Kernig (+) nyaman
O : pemeriksaan kaki kuduk tidak positif lagi
A : masalah teratasi
P : intervensi dihentikan
Hipertemi b.d proses infeksi d.d Demam S : Ibu mengatakan suhu bayi sudah mulai
tinggi,Suhu tubuh 39˚C,Takipnea nafas normal
32x/menit O : suhu dan pernafasan bayi sudah normal
A : masalah teratasi
P : intervensi dihentikan

16
BAB III
ANALISIS JURNAL

1. Hasil Analisis Jurnal

Penelitian yang dilakukan dalam jurnal profil Meningitis pada anak di RSUP
Dr. Hasan Sadikin, Bandung, Subyek dari penelitian ini dipilih anak usia 6–18
bulan karena memiliki insidens meningitis bakterial yang lebih tinggi dibandingkan
kelompok usia lain. Disamping memiliki kesesuaian dengan fokus usia pada
rekomendasi AAP untuk melakukan evaluasi prosedur neurodiagnostik pada anak
dengan kejang demam.

Penelitian kami memperlihatkan kejadian meningitis bakterialis yang cukup


tinggi pada anak dengan kejang demam pertama usia 6–18 bulan yaitu 39,3%.
Penelitian di negara berkembang lain seperti di Pakistan, Iran, dan Nigeria,
menunjukkan bahwa kejadian meningitis ditemukan pada sekitar 25%–30% dari
anak yang mengalami kejang demam.
17
Namun berbeda apabila dibandingkan dengan di negara maju, dengan semakin
baik keadaan sosiol ekonomi, pelayanan kesehatan, dan cakupan imunisasi Hib dan
IPD, telah menurunkan kejadian meningitis bakterialis pada anak dengan kejang
demam menjadi 0,4%–1,2%.

Didalam jurnal juga mengatakan,temuan tersebut harus mendapat perhatian


khusus karena pada anak berusia muda tanda dan gejala meningitis seringkali tidak
khas sehingga sulit membedakan apakah kejang demam yang terjadi merupakan
tanda dan gejala meningitis atau bukan meningitis.

Lama kejang ≥ 15 menit pada kelompok meningitis bakterial ditemukan


pada 59,7% subyek, lama kejang ini termasuk dalam kriteria kejang demam
kompleks.Dalam penelitian menunjukkan bahwa lama kejang ≥15 menit
merupakan faktor risiko utama untuk terjadi meningitis bakterial pada anak usia 6–
18 bulan yang mengalami kejang pertama. Subyek yang mengalami kejang sama
atau lebih dari 15 menit memiliki risiko lebih dari 15 kali lipat untuk mengalami
meningitis bakterial dibanding dengan subyek dengan lama kejang kurang dari 15
menit

Hal lain yang menarik dari hasil penelitian jurnal tersebut adalah pemberian
antibiotik sebelum anak mengalami kejang demam pertama memiliki hubungan
dengan gejala meningitis. Pemberian antibiotik sebelum terjadinya kejang demam
pertama baik sistemik maupun oral tampaknya berhubungan dengan kejadian
meningitis. Rosenberg dkk, melakukan review terhadap pasien meningitis yang
mendapat antibiotik oral sebelumnya, ternyata tanda dan gejala meningitis menjadi
tidak khas yaitu hanya berupa kejang demam. Penelitian lain bahkan menunjukkan
bahwa profil LCS mendekati normal dan sulit mendapatkan hasil apus Gram dan
kultur apabila pasien telah mendapat antibiotik >12 jam

2. Keterbatasan Penelitian

Keterbatasan penelitian ini adalah subyek yang diambil adalah pasien yang
datang ke RSUP Dr. Hasan Sadikin, rumah sakit tipe A yang merupakan rujukan
untuk Propinsi Jawa Barat. Penelitian lanjutan diperlukan dengan
mengikutsertakan sejawat di fasilitas kesehatan primer dan di rumah sakit

18
kota/kabupaten untuk menggambarkan lebih baik kejadian meningitis bakterial di
masyarakat.

3. Kesimpulan

kewaspadaan pada tiap anak usia 6–18 bulan yang mengalami kejang demam pertama harus
diterapkan terutama bila mengalami kejang ≥15 menit karena memiliki risiko tinggi mengalami
meningitis bakterial. Tindakan pungsi lumbal perlu dilaksanakan untuk memastikan
ada/tidaknya meningitis bakterial atau infeksi SSP lain. Keterlambatan penegakkan diagnosis
dan tata laksana akan berbahaya bagi keselamatan pasien di samping meningkatkan
kemungkinan kecacatan di kemudian hari. Penundaan tindakan lumbal pungsi tidak
direkomendasikan pada anak usia 6–18 bulan yang mengalami kejang demam pertama ≥ 15
menit.

BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Meningitis adalah suatu reaksi keradangan yang mengenai sebagian atau seluruh selaput
otak (meningen) yang ditandai dengan adanya sel darah putih dalam cairan serebrospinal.
Penyebab tersering meningitis adalah microorganism seperti bakteri, virus, parasit, dan jamur.
Meningitis juga dapat disebabkan oleh penyebab lain, seperti pada penyakit AIDS, DM,
Cidera fisik atau obat-obatan tertentu yang dapat melemahkan system imun.

Patosifologi meningitis disebabkan oleh infeksi berawal dari aliran subarachnoid yang
kemudian menyebabkan reaksi imun, gangguan aliran cairan serebrospinal,dan kerusakan
neuron. Pada anak,manifestasi klinis yang adalah timbul sakit secara tiba-tiba, adanya deman,
sakit kepala, panas dingin, muntah, dan kejang-kejang. Anak menjadi cepat rewel dan agitasi
serta dapat berkembang menjadi fotobia, delirium, halusinasi, tingkah laku yang agresif atau
mengantuk, supir, dan koma. Gejala dan gangguan pada pernapasan atau gastrointestinal
seperti sesak nafas, muntah, dan diare. Adapun komplikasi yang timbul karena meningitis
adalah Hidrosefalus obstruktif, septicemia, selebral palsy, gangguan mental, herniasi otak,
dan subdural hematoma.

19
B. Saran
1. Tenaga kesehatan
Sebagai tim kesehatan agar lebih bisa meningkatkan pengetahuan tentang meningitis
dan problem solving yang efektif  dan juga sebaiknya kita memberikan informasi atau health
education mengenai meningitis kepada para orang tua anak yang paling utama.

2. Masyarakat
Masyarakat sebaiknya mengindari hal-hal yang dapat memicu terjadinya meningitis
dan meningkatkan pola hidup yang sehat.

DAFTAR PUSTAKA

Huda, Amin N dan Hardhi Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan

Diagnosa Media dan Nanda Nic-Noc Edisi Revisi Jilid 3. Jogjakarta : Mediaction.

https://media.neliti.com/media/publications/70786-ID-profil-tuberkulosis-pada-anak-di-instala.pdf

dr. Nugroho,Taufan. 2011. Asuhan Keperawatan Anak, Maternitas, Bedah, Penyakit dalam.
Jogjakarta : Nuha Medika

NANDA-I Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2018-2020, T.Heather


Herdman,PhD.RN,FNI dan Shigemi Kamitsuru, PhD, RN,FNI, 2018.

Nursing Outcomes Classification (NOC) Edisi Kelima, Sue Moorhead,PhD, RN, Marion
Johnson,PhD, RN, Meridean L.Maas,PhD, RN, FAAN, dan Elizabeth Swanson,PhD, RN, 2016.

Nursing Interventions Classification (NIC) Edisi Keenam, Gloria M. Bulechek, Howard K.Butcher,
Joanne M. Dochterman, Cheryl M. Wagner , 2016.

20
Lampiran Jurnal

Kejadian Meningitis Bakterial pada Anak usia 6-18 bulan yang Menderita
Kejang Demam Pertama

Anggraini Alam

Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas


Padjadjaran/RSUP Dr. Hasan Sadikin, Bandung

Latar belakang. Kebijakan melakukan pungsi lumbal pada anak yang


menderita kejang demam pertama sudah ditinggalkan di negara maju
seiring dengan penurunan kejadian meningitis bakterial sebagai
keberhasilan imunisasi terhadap Haemophilus influenzae tipe B (Hib) dan
Streptococcus pneumonia. Namun cakupan kedua jenis imunisasi tersebut di
negara berkembang masih sangat rendah, sehingga kebijakan melakukan
21
prosedur pungsi lumbal pada penderita kejang demam pertama masih perlu
dipertimbangkan.

Tujuan. Mengetahui kejadian meningitis bakterial pada pasien yang


mengalami kejang demam pertama pada usia 6-18 bulan.

Metode. Penelitian observasional analitik dengan desain potong lintang


dilaksanakan di Departemen Ilmu Kesehatan Anak RSUP Dr. Hasan Sadikin
Bandung, dari 1 November 2007 sampai dengan 31 Desember 2010. Subyek
penelitian adalah anak usia 6–18 bulan yang mengalami kejang demam
pertama. Semua subyek dilakukan pungsi lumbal, diagnosis meningitis
bakterial ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan likuor cerebrospinal
(LCS) adalah jumlah sel >7/mm3, perbandingan kadar gula dengan serum
<0,4; protein > 80 mg/dL, apus Gram ditemukan bakteri atau hasil biakan
positif.

Hasil. Di antara 183 subyek penelitian, 72 (39,3%) pasien menderita


meningitis bakterial yang terutama ditemukan pada kelompok umur 6–12.
Terdapat perbedaan bermakna antara kelompok meningitis dan bukan, yaitu
lama kejang ≥15 menit (p=0,001), frekuensi kejang/24 jam (p=0,001),
penonjolan ubun-ubun besar (p=0,001), keluhan muntah, malas minum
(p=0,001), serta pernah mendapat antibiotik sebelumnya (p=0,001). Analisis
regresi logistik menunjukkan bahwa lama kejang ≥15 menit merupakan
faktor utama yang berhubungan secara bermakna dengan kejadian
meningitis bakterialis (OR 15,84, IK95% 4,91–51,11, p=0,001).

Kesimpulan. Kejadian meningitis bakterial pada kejang demam pertama


usia 6–18 bulan masih cukup tinggi terutama pada usia 6–12 bulan. Lama
kejang ≥15 menit secara bermakna berhubungan dengan kejadian meningitis
bakterial. Disarankan pemeriksaan pungsi lumbal tetap harus dilakukan
pada setiap anak usia kurang dari 18 bulan yang menderita kejang demam
22
pertama terutama apabila mengalami kejang lebih dari 15 menit. Sari
Pediatri 2011;13(4):293-8.

Kata kunci: usia 6–18 bulan, kejang demam pertama, meningitis bakterial, pungsi lumbal

Alamat korespondensi:

Dr. Anggraini Alam, Sp.A(K). Divisi Infeksi dan Penyakit Tropis Bagian

Ilmu Kesehatan Anak, Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran/

RSUP Dr. Hasan Sadikin, Bandung. Jl. Pasteur 38. Telp. +6222-

2034426, Fax. +6222-2035957

Sari Pediatri, Vol. 13, No. 4, Desember 2011 293

23
Anggraini Alam: Kejadian meningitis bakterial pada kejang demam pertamA

Kejang demam sering dijumpai pada anak, Insidens meningitis bakterialis di negara maju
sering membuat panik orang tua sehingga anak sudah menurun sebagai akibat keberhasilan
dibawa ke rumah sakit, namun jarang sekali imunisasi Hib dan IPD.10 Kejadian meningitis
berakibat fatal.1,2 Insidensi bakterial oleh Hib menurun 94%, dan insidensi
penyakit invasif oleh S. pneumoniae menurun
dari 51,5-98,2 kasus/100.000 anak usia 1 tahun
kejang demam bervariasi, yaitu 2%–5% di menjadi 0 kasus setelah 4 tahun program
Amerika Serikat dan Eropa Barat, 5%–10% di imunisasi nasional PCV7 dilaksanakan.11,12 Di
India, 8,8% di Jepang, dan 14% di Guam, Indonesia, kasus tersangka meningitis
sedangkan data dari negara berkembang bakterialis sekitar 158/100.000 per tahun,
lainnya sangat terbatas. Kejang demam dengan etiologi Hib 16/100.000 dan bakteri
umumnya muncul di sekitar usia 6 bulan lain 67/100.000, angka yang tinggi apabila
sampai 3 tahun, dan insidensi tertinggi pada dibandingkan dengan negara maju.13
usia 18 bulan. Kejang pertama jarang
disebabkan oleh meningitis,3-6 namun apabila
disebabkan meningitis akan menimbulkan Tindakan pungsi lumbal adalah cara yang
morbiditas dan mortalitas yang tinggi, sehingga sangat penting untuk mengetahui apakah
sangat penting memastikan apakah kejang kejang demam me rupakan tanda dan gejala
merupakan manifestasi infeksi susunan saraf suatu infeksi SSP,6 namun sejak berbagai
pusat (SSP) atau bukan.7 penelitian yang dilaksanakan di negara maju
memperlihatkan risiko meningitis pada anak
kejang demam sederhana setara dengan anak
Meningitis bakterial merupakan infeksi demam tanpa kejang, yaitu <1,3%, maka
SSP, terutama menyerang anak usia <2 tahun, tindakan invasif tersebut mulai jarang
dengan puncak angka kejadian pada usia 6-18 dilakukan di negara maju.14-18 Meningitis
bulan.8 Dibandingkan dengan beberapa dekade bakterial yang memberikan gejala pertama
yang lalu, pemberian antibiotik hanya berhasil kejang demam terjadi pada 24% kasus anak,19
menurunkan angka kematian meningitis pada anak usia prasekolah angka kejadian
bakterial sekitar separuh nya, sedangkan tersebut lebih
beberapa infeksi lain dapat ditekan hingga
duaratus kali.9 Penyebab utama meningitis
pada anak adalah Haemophilus influenzae tipe
B (Hib) dan Streptococcus pneumoniae
(invasive pneumococcal diseases/IPD).
24
elektrolit, tidak diikutsertakan dalam
penelitian.

tinggi.20 Di Indonesia dengan cakupan


imunisasi Hib dan IPD sangat rendah, perlu Variabel lama kejang, jumlah episode
dipertimbangkan meningitis bakterial sebagai kejang dalam 24 jam, penonjolan ubun-ubun
salah satu penyebab kejang demam pertama. besar, muntah, malas minum/menetek, serta
pemberian antibiotik sebelum timbul kejang
demam, dibandingkan antara kelompok yang
Penelitian bertujuan untuk mengetahui menderita meningitis bakterial dengan
kejadian meningitis bakterial pada anak usia 6– kelompok yang bukan meningitis bakterial
18 bulan yang menderita kejang demam dengan menggunakan uji tabulasi silang
pertama. (metode kai kuadrat) dan uji Fischer exact.
Variabel yang menunjukkan perbedaan yang
bermakna dianalisis lebih lanjut dengan metode
regresi logistik multipel.
Metode

Penelitian telah mendapat persetujuan


Penelitian observasional analitik dengan desain Bagian Komite Etik Penelitian Kesehatan
potong lintang dilaksanakan di Departemen Fakultas Kedokteran Universitas
Ilmu Kesehatan Anak RSUP Dr. Hasan Padjadjaran/RSUP Dr. Hasan Sadikin.
Sadikin dari tanggal 1 November 2007 sampai
dengan 31 Desember 2010. Subyek penelitian
adalah anak usia 6–18 bulan yang mengalami
kejang demam pertama. Semua subyek Hasil
dilakukan pungsi lumbal, diagnosis meningitis
bakterial ditegakkan berdasarkan hasil
pemeriksaan likuor cerebrospinal (LCS): yaitu Didapatkan 259 kasus kejang demam pertama
jumlah sel >7/mm3, perbandingan kadar gula anak usia 6–18 bulan berobat ke RSUP Dr.
dengan serum <0,4; protein >80 mg/dL, apus Hasan Sadikin pada periode 1 November 2007
LCS Gram ditemukan bakteri atau hasil kultur sampai 31 Desember 2010. Sebagian besar
positif. Pasien sindrom epilepsi, kelainan pasien berasal dari daerah urban sekitar RSUP
neurologis kronik (palsi serebral, hidrosefalus, Dr. Hasan Sadikin dan belum pernah
tumor otak), serta gangguan metabolik dan

25
294 Sari Pediatri, Vol. 13, No. 4,
Desember 2011

26
Anggraini Alam: Kejadian meningitis bakterial pada kejang demam pertama

Hasil kultur LCS positif ditemukan pada 20/72


(27,7%) kasus meningitis, yaitu S. pneumoniae
(1), S.
mendapat imunisasi Hib maupun IPD.
Enampuluh delapan (26,3%) pasien kejang
demam pertama menolak tindakan pungsi
lumbal. Pungsi lumbal dilakukan terhadap 191
(73,7%) pasien yang telah menandatangani
surat persetujuan untuk mengikuti penelitian,
namun 8 subyek tidak memiliki data LCS
lengkap sehingga didapatkan 183 subyek yang
dapat dianalisis (Gambar 1).

Di antara 183 subyek, 88 (48,1%) adalah


laki-laki dan 95 (51,9%) bayi perempuan, rata-
rata usia subyek 11,4 bulan, kisaran suhu tubuh
saat masuk rawat di rumah sakit 37,7–40,50C
(median 38,70C). Jumlah leukosit berkisar
antara 3.000-54.000 (median 18.353/mm3,
nilai normal untuk usia 6–18 bulan 5.000–
17.500/mm3).21 Hasil analisis LCS tertera pada
Tabel 1.

Didapatkan 72 (39,3%) pasien kejang


demam pertama memenuhi kriteria meningitis
bakterial sedangkan 111 (60,7%) pasien bukan
meningitis. Semua subyek pada kelompok
meningitis bakterial mengalami peningkatan
jumlah sel di atas >7 sel/ mm3, pada 37/72
(51,2%) dan 29/72 (40,3%) sub-yek berturut-
turut disertai dengan perbandingan glukosa
LCS/darah <0,4 dan peningkatan nilai protein.
27
Tabel 2 memperlihatkan kelompok usia,
jenis kelamin, kondisi kejang, tanda dan gejala
meningitis, serta riwayat pemberian antibiotik
viridans (1), Enterococcus sp. (1), K. sebelumnya, pada pasien meningitis bakterialis
pneumoniae (1), A. baumannii (1), S. aureus dan yang bukan menderita meningitis
(2), S. hemolyticus (2), S. maltophilia (2), M. bakterialis.
catarrhalis (2), E. aerogenes (2), S.typhi (2),
dan B. cepacia (2). Apus Gram LCS bakteri
gram-positif kokus tersusun duplo didapat dari Ditinjau dari variabel usia subyek,
pasien dengan hasil kultur LCS B. cepacia dan meningitis bakterial lebih sering ditemukan
S. viridans. Delapan (11,1%) pasien meningitis pada usia 6-<12 bulan (55,6% versus 36.9%,
meninggal memiliki hasil kultur LCS S. p=0,015), sedangkan pada usia 12–18 bulan
pneumoniae, H. influenzae B, S. aureus, S. dan jenis kelamin tidak menunjukkan
epidermidis, S. viridans, sedangkan 3 pasien perbedaan bermakna diantara kelompok
tidak ditemukan pertumbuhan bakteri. Tidak meningitis bakterial dan non meningitis. Lama
ada pasien dari kelompok bukan meningitis kejang ≥15 menit, frekuensi kejang >1 kali
yang meninggal. dalam 24 jam, penonjolan ubun-ubun besar,
keluhan muntah, malas minum atau menetek,
serta telah mendapatkan antibiotik

Kejang demam pertama

usia 6–18 bulan dan memenuhi kriteria inklusi

(n = 259)

Dilakukan pungsi lumbal

(n = 191) Menolak dilakukan pungsi


lumbal (n = 68)
28
Data
Data tidak lengkap lengkap
(n = 8) (n = 183)

Meningit Bukan
is meningitis
(n =
72) (n =111)
Gambar 1. Alur
Penelitian
Tabel 1. Hasil analisis linier
serobrospinal

Analisis Rerata n (%) Median Rentang


Jumlah sel (sel/mm3) >7 72 (39,3) 28 4–372
Perbandingan glukosa LCS :
darah <0,4 37 (20,2) 0,6 0,15–1,8
Protein (mg/dL) >80 29 (15,8) 189 10–3.206

Sari Pediatri, Vol. 13, No. 4, Desember 2011 295

29
Anggraini Alam: Kejadian meningitis bakterial pada kejang demam pertama

sebelumnya, terdapat perbedaan bermakna Pembahasan


diantara kedua kelompok.

Subyek dari penelitian ini dipilih anak usia 6–


Untuk mengetahui faktor utama yang 18 bulan karena memiliki insidens meningitis
paling berperan dalam membedakan antara bakterial yang lebih tinggi dibandingkan
pasien meningitis dan yang bukan, dilakukan kelompok usia lain. Disamping memiliki
analisis regresi logistik multipel (Tabel 3). kesesuaian dengan fokus usia pada
rekomendasi AAP untuk melakukan evaluasi
prosedur neurodiagnostik pada anak dengan
Dari analisis tersebut, lama kejang ≥15 kejang demam.24
menit adalah faktor risiko yang berhubungan
secara bermakna dengan kejadian meningitis
(OR 15,84, IK95% 4,91–51,11, p=0,001). Penelitian kami memperlihatkan kejadian
meningitis bakterialis yang cukup tinggi pada
anak dengan kejang

Tabel 2. Usia, jenis kelamin, gejala umum meningitis, dan riwayat pemberian antibiotik

Meningitis Tidak meningitis


(n=72) (n=111) P

Variabel
n % n %
Usia (bulan)
6–<12 40 55,6 41 36,9 0.015
30
12–18 32 44,4 70 63,1
Jenis kelamin
Laki-laki 36 50,0 52 46,8
Perempuan 36 50,0 59 53,2 0,67
Lama kejang (menit)
<15 29 40,3 106 95,5
≥15 43 59,7 5 4,5 0,001
Episode kejang dalam 24 jam
(kali)
1 11 15,3 71 64,0
>1 61 84,7 40 36,0 0,001
Ubun-ubun besar menonjol
Ada 50 69,4 6 5,4
Tidak 22 30,6 105 94,6 0,001
Muntah-muntah
Ya 17 23,6 4 3,6
Tidak 55 76,4 107 63,4 0,001
Malas minum/menetek
Ya 12 16,7 0 0,0
Tidak 60 83,3 111 100,0 0,001
Riwayat pemberian antibiotik
Ada 38 52,8 22 19,8
Tidak 34 47,2 89 80,2 0,001

p<0,05 : bermakna

Tabel 3. Faktor risiko meningitis

IK95%
31
Koefisien
Faktor risiko regresi SE Wald p OR Rendah Tinggi
Usia -0,073 0,487 0,022 0,881 0,930 0,358 2,417
Jenis kelamin 0,540 0,537 1,012 0,314 1,717 0,599 4,920
Lama kejang ≥ 15
menit 2,763 0,598 21,371 0,000 15,843 4,911 51,113
UUB menonjol -3,079 0,609 25,528 0,000 0,046 0,014 1,152
Malas
minum/menetek -1,239 10,239 0,012 0,911 0,820 0,012 1,001

UUB: ubun-ubun besar

296 Sari Pediatri, Vol. 13, No. 4,


Desember 2011

32
Anggraini Alam: Kejadian meningitis bakterial pada kejang demam pertama

kriteria kejang demam kompleks.25 Penelitian


kami menunjukkan bahwa lama kejang ≥15
menit merupakan faktor risiko utama untuk
demam pertama usia 6–18 bulan yaitu 39,3%. terjadi meningitis bakterial pada anak usia 6–
Penelitian di negara berkembang lain seperti di 18 bulan yang mengalami kejang pertama.
Pakistan, Iran, dan Nigeria, menunjukkan Subyek yang mengalami kejang sama atau
bahwa kejadian meningitis ditemukan pada lebih dari 15 menit memiliki risiko lebih dari
sekitar 25%–30% dari anak yang mengalami 15 kali lipat untuk mengalami meningitis
3,20,23
kejang demam. bakterial dibanding dengan subyek dengan
lama kejang kurang dari 15 menit. Penelitian
sebelumnya memperlihatkan bahwa meningitis
Namun berbeda apabila dibandingkan
bakterial dengan gejala pertama kejang demam,
dengan di negara maju, dengan semakin baik
pada umumnya kejang demam yang terjadi
keadaan sosioekonomi, pelayanan kesehatan,
berbentuk kejang demam kompleks.3,20,23
dan cakupan imunisasi Hib dan IPD, telah
menurunkan kejadian meningitis bakterialis
pada anak dengan kejang demam menjadi Hal lain yang menarik dari hasil penelitian
25
0,4%–1,2%. kami adalah pemberian antibiotik sebelum anak
mengalami kejang demam pertama memiliki
hubungan dengan gejala meningitis. Pemberian
Ditinjau dari segi usia, meningitis bakterial
antibiotik sebelum terjadinya kejang demam
lebih sering ditemukan pada anak usia 6-<12
pertama baik sistemik maupun oral tampaknya
bulan yang mengalami kejang demam pertama
berhubungan dengan kejadian meningitis.
(p<0,05). Temuan tersebut harus mendapat
Rosenberg dkk,26 melakukan review terhadap
perhatian khusus karena pada anak berusia
pasien meningitis yang mendapat antibiotik
muda tanda dan gejala meningitis seringkali
oral sebelumnya, ternyata tanda dan gejala
tidak khas sehingga sulit membedakan apakah
meningitis menjadi tidak khas yaitu hanya
kejang demam yang terjadi merupakan tanda
berupa kejang demam. Penelitian lain bahkan
dan gejala meningitis atau bukan meningitis.24
menunjukkan bahwa profil LCS mendekati
normal dan sulit mendapatkan hasil apus Gram
dan kultur apabila pasien telah mendapat
Lama kejang ≥15 menit pada kelompok
antibiotik >12 jam.27
meningitis bakterial ditemukan pada 59,7%
subyek, lama kejang ini termasuk dalam

33
Hasil penelitian kami diharapkan dapat
menjadi pertimbangan para klinisi dalam
mengelola pasien yang
mengalami kejang demam pertama.

Tindakan pungsi lumbal perlu dilakukan


pada anak kejang demam pertama usia 6–18
bulan terutama yang mengalami kejang ≥15
menit, dengan mempertimbangkan pula kondisi
lain seperti pemberian antibiotik sebelumnya
serta status imunisasi Hib dan IPD. The
American Academy of Pediatrics pada tahun
2011 menyatakan bahwa status imunisasi Hib
dan IPD pasien merupakan salah satu kondisi
yang harus diperhitungkan dalam menentukan
apakah pemeriksaan neurodiagnostik seperti
pungsi lumbal perlu dilakukan atau tidak.24

Keterbatasan penelitian ini adalah subyek


yang diambil adalah pasien yang datang ke
RSUP Dr. Hasan Sadikin, rumah sakit tipe A
yang merupakan rujukan untuk Propinsi Jawa
Barat. Penelitian lanjutan diperlukan dengan
mengikutsertakan sejawat di fasilitas kesehatan
primer dan di rumah sakit kota/kabupaten
untuk menggambarkan lebih baik kejadian
meningitis bakterial di masyarakat.

Kesimpulan

34
Prinsip kewaspadaan pada tiap anak usia 6–18
bulan yang mengalami kejang demam pertama
Ucapan terima kasih
harus diterapkan terutama bila mengalami
kejang ≥15 menit karena memiliki risiko tinggi
mengalami meningitis bakterial. Tindakan Penelitian ini merupakan bagian dari Pan-Asia
pungsi lumbal perlu dilaksanakan untuk Epidemiologic Surveillance Network to Assess
memastikan ada/tidaknya meningitis bakterial the Burden of Invasive Pneumococcal Disease.
atau infeksi SSP lain. Keterlambatan
penegakkan diagnosis dan tata laksana akan
berbahaya bagi keselamatan pasien di samping
meningkatkan kemungkinan kecacatan di
Daftar pustaka
kemudian hari. Penundaan tindakan lumbal
pungsi tidak direkomendasikan pada anak usia
6–18 bulan yang mengalami kejang demam a. Hampers LC, Trainer JL, Listernick R.
pertama ≥ 15 menit. Setting based practice variation in the
management of simple fibrile

Sari Pediatri, Vol. 13, No. 4, Desember 2011 297

35
Anggraini Alam: Kejadian meningitis bakterial pada kejang demam pertama

e. Rosman NP. Evaluation of the child who


convulses with fever. Pediatr Drugs 2003;
5:457-61.
seizure. Acad Emerg Med 2000; 7:21-7.

f. Sadleir LG, Scheffer IE. Febrile seizures.


a. Verity CM. Do seizures damage the brain? BMJ 2007; 334: 307-11.
The epidemio logical evidence. Arch Dis
Child. 1998;78:70-8.
g. Novariani M, Herini ES, SY Patria. Faktor
risiko sekuele meningitis bakterial pada
b. Green SM, Rothrock SG, Clem KJ, anak. Sari Pediatri 2008; 9:342-7.
Zurcher RF, Mellick L. Can seizures be the
sole manifestation of meningitis in febrile
children? Pediatrics 1993; 92:527-34. h. Feigin RD, Cutrer WB. Bacterial
meningitis beyond the neonatal period.
Feigin RD, Cherry JD, Demmler-Harrison
c. American Academy of Pediatrics, GJ, Kaplan SL, penyunting. Textbook of
provisional Committee on Quality pediatric infectious diseases. Edisi ke-6.
Improvement, Subcommittee on Febrile Philadelphia. Sauders elsevier; 2009. h.
Seizures. Practice parameter: the 439-71.
neurodiagnostic evaluation of the child
with a first simple febrile seizure.
Pediatrics 1996; 97:769-72. i. Golnik A. Pneumococcal meningitis
presenting with a simple febrile seizure and
negative blood-culture result. Pediatrics
d. Trainor JL, Hampers LC, Krug SE, 2007; 120:c428-33.
Listernick R. Children with first-time
simple febrile seizures are at low risk of
serious bacterial illness. Academic Emerg j. Suchat A,Robinso K,Wenger JD. Bacterial
Med 2001; 8:781-7. Meningitis in The United States in 1995:
Active Surveillance Team, N Engl J Med
1997;337(14):970-6.

36
k. Black S,Shinefield A, Fireman B the
Northern California Kaiser Permanente
Vaccine Study Center Group. Efficacy,
safety and immunogenicity of heptavalent seizure among children 6 to 18 months of

pneumococcal conjugate vaccinein age. Pediatrics 2009; 123:6-12.

children.Pediatr Infect Dis J,2000;19:187-


95.
16. Nigrovic LE, Kuppermann N, Macias CG,
Cannavino CR, Moro-Sutherland DM,

l. Gessner BD, Sutanto A, Linehan M, Schremmer RD, dkk. Clinical prediction

Djelantik IGG, Fletcher T, Gerudug K, rule for identifying children with

dkk. Incidences of vaccine-preventable cerebrospinal fluid pleocytosis at very low

Haemophilus influenzae type B pneumonia risk o bacterial meningitis. JAMA 2007;

and meningitis in Indonesian children: 297:52-60.

hamlet-randomised vaccine-probe trial.


Lancet 2005; 365:43-52.
17. Kimia AA, Bne-Joseph EP, Rudloe T,
Capraro A, Sarco D, Hummel D, Johnston

m. Karande S. Febrile seizure: a review for P, Harper MB. Yield of lumbar puncture

family physician. Indian J Medicine 2007; among children who present with their first

61:161-72 complex febrile seizure. Pediatrics 2010;


126:62-9.

n. Kimia AA, Capraro AJ, Hummel D,


Johnston P, Harper MB. Utility of lumbar 18. Bartra P, Gupta S, Gomber S, Saha A.

puncture for first simple febrile Predictors of meningitis in children


presenting with first febrile seizure. Pediatr
Neurol 2011; 44:35-9.

19. Chang YC, Guo NW, Huang CC, Tsai JJ.


Working memory of school-age cildren
with a history of febrile convulsions: a
population study. Neurology 2001; 57:37-
42.

37
20. Akpede GO, Sykes RM. Convulsions with management of children with fever-
fever as a presenting feature of bacterial associated seizures. Pediatrics 1980;
meningitis among preschool children in 66:1009–12.
developing countries. Dev Med Child
Neurol 1992; 34:524-9.
26. Rosenberg NM, Meert K, Marino D.
Seizures associated with meningitis. Pediatr
21. Pesce MA. Reference ranges for laboratory Emerg Care 1992; 8:67-72.
test and procedures.Kliegman RM,
Behrman RE, Jenson HB, Stanton BF,
penyunting. Nelson textbook of pediatrics. 27. Nigrovic LE, Malley R, Macias CG,

Edisi ke-18. Philadelphia. Saunders Kanegaye JT, Moro-Sutherland DM,

Elsevier; 2007. hlm. 2943-54. Schremmer RD, dkk. Effect of antibiotic


pretreatment on cerebrospinal fluid profiles
of children with bacterial meningitis.
22. Bartra P, Gupta S, Gomber S, Saha A. Pediatrics 2008; 122:726-30.
Predictors of meningitis in children
presenting with first febrile seizure. Pediatr
Neurol 2011; 44:35-9.

23. Ghotbi F, Shiva F. An assessment of the


necessity of lumbar puncture in children
with seizure and fever. J Pak Med Assoc
2009; 59:292-303.

24. American Academy of Pediatrics,


Subcommittee on Febrile Seizures. Febrile
seizures: guideline for neurodiagnostic
evaluation of the child with a simple febrile
seizure. Pediatrics 2011; 127:389-94.

25. National Institutes of Health. Consensus


statement: febrile seizures—long-term
38
298 Sari Pediatri, Vol. 13, No. 4,
Desember 2011

1
JMJ, Volume 1, Nomor 1, Mei 2013, Hal: 51 - 60 Putra, dkk, Profil Tuberkulosis...

Anda mungkin juga menyukai