Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Beton yang digunakan sebagai struktur dalam konstruksi teknik sipil, dapat
dimanfaatkan untuk banyak hal. Dalam teknik sipil, struktur beton digunakan
untuk bangunan pondasi, kolom, balok, pelat atau pelat cangkang. Dalam teknik
sipil hidro, beton digunakan untuk bagunan air seperti bendung, bendungan,
saluran dan drainase perkotaan. Beton juga digunakan dalam teknik sipil
transportasi untuk pekerjaan rigid pavement (lapis keras permukaan yang kaku),
saluran samping, gorong-gorong, dan lainnya. Jadi beton hampir digunakan dalam
semua aspek ilmu teknik sipil. Artinya semua struktur dalam teknik sipil akan
menggunakan beton, minimal dalam pekerjaan pondasi (Mulyono, 2003).
Karena beton sering digunakan dalam suatu konstruksi teknik sipil, maka
mutu beton sangat perlu diperhatikan. Mutu beton mempengaruhi nilai kuat beton
itu sendiri. Mutu beton dipengaruhi oleh bahan penyusunnya seperti kualitas
semen, kebersihan agregat, takaran dari bahan pembentk beton, dan lain-lain.
Masalah yang sering dihadapi dalam pembuatan beton adalah bagaimana
merencanakan takaran dari bahan-bahan pembentuk beton agar mendapatkan
takaran nilai kuat tekan beton yang diinginkan. Maka dari itu perlu dilakukan
percobaan-percobaan berikut untuk mendapatkan takaran yang tepat agar beton
sesuai dengan yang diinginkan.
1.2 Material Pembentukan Beton
Beton merupakan campuran dari bahan penyusunnya yang terdiri dari
semen, agregat kasar, agregat halus, dan air (Mulyono, 2006). Beton juga
merupakan suatu bahan konstruksi yang banyak digunakan pada pekerjaan
struktur bangunan di Indonesia karena banyak keuntungan yang diberikan
diantaranya adalah bahan-bahan pembentuknya mudah diperoleh, mudah
dibentuk, mampu memikul beban yang berat, tahan terhadap temperatur yang
tinggi, dan biaya pemeliharaan kecil.
Dalam pembuatan beton perlu diperhatikan perancangan komposisi bahan
pembentuk beton, yang merupakan penentu kualitas beton, yang berati pula
kualitas sistem struktur total. Untuk memahami dan mempelajari seluruh perilaku
elemen gabungan pembentuk beton diperlukan pengetahuan tentang karakteristik
masing-masing komponen pembentuk beton yaitu semen, agregat kasar, agregat
halus, dan air. kekuatan beton pada umur tertentu bergantung pada perbandingan
berat air dan berat semen dalam campuran beton.
Beton yang bermutu baik mempunyai beberapa kelebihan diantaranya
mempunyai kuat tekan tinggi, tahan terhadap pengkaratan atau pembusukan oleh
kondisi lingkungan, tahan terhadap cuaca (panas, dingin, sinar matahari, hujan).
Beton juga mempunyai beberapa kelemahan, yaitu lemah terhadap kuat tarik,
mengembang dan meyusut bila terjadi perubahan suhu, sulit kedap air secara
sempurna, dan bersifat getas (Tjokrodimuljo, 1996).
1.2.1 Semen
Semen adalah material yang mengeras apabila dicampur dengan air dan
setelah mengeras tidak mengalami perubahan kimia jika dikenai air. secara
umum, semen berfungsi sebagai pengikat (binder) dalam campuran beton.
Semen yang dikenal sekarang ini adalah semen Portland yang tersusun dari
senyawa-senyawa utama yaitu C3S, C2S, C3A, dan C4AF. Semen ini terbuat
dari campuran kalsium, silika, alumina, dan dioksida besi. Dari keempat
senyawa tersebut, C3S dan C2S merupakan senyawa yang paling penting
karena sumber timbulnya kekuatan pasta semen yang telah terhidrasi.
Sedangkan, C3A berfungsi sebagai penurun temperatur pembakaran pada
klinker dan C4AF tidak terlalu mempengaruhi perilaku semen.
Untuk menghasilkan semen, bahan baku tersebut dibakar sampai
meleleh, sebagian untuk membentu klinker, yang kemudian dihancurkan dan
ditambahn dengan gips (gypsum) dalam jumlah yang sesuai, lalu dihaluskan
sehingga menghasilkan produk semen yang dapat digunakan.
Tabel 1.1 Senyawa Utama Semen Portland

Nama Senyawa Komposisi Oksida Singkatan


Tricalcium Silicate 3CaO.SiO2 C3S
Dicalcium Silicate 2CaO. SiO2 C2S
Tricalcium Aluminate 3CaO.Al2O3 C3A
Tetracalcium
4CaO.Al2O3.Fe2O3 C4AF
Aluminoferrite
CaO = C; SiO2 = S; Al2O3 = A; Fe2O3 = F; H2O = H
Jenis-jenis semen berdasarkan perbedaan komposisinya (ASTM C-150)
dan aplikasinya adalah sebagai berikut:
1. Semen Tipe I (Semen Biasa/Normal)
 Kandunagn C3S 45%-55%
 Kandungan C3A 8%-12%
 Kehalusan 350-400 m2/kg
 Penggunaan umum pada semua jenis bangunan dan konstruksi
2. Semen Tipe II (Semen panas Sedang)
 Kandungan C3S 40%-45%
 Kandungan C3A 5%-7%
 Kehalusan 300 m2/kg
 Ketahanan terhadap sulfat cukup baik
 Panas hidrasi tidak tinggi
 Penggunaan umum pada semua jenis bangunan dan konstruksi, namun
mempunyai peningkatan kekuatan awal lebih rendah dibandingkan
semen tipe I
3. Semen Tipe III (Semen Cepat Mengeras)
 Kandungan C3S > 55%
 Kandungan C3A > 12%
 Kehalusan 500 m2/kg
 Laju pengerasan awal tinggi
 Untuk rasio air semen sama, penggunaan semen ini akan
menghasilkan kuat tekan 28 hari yang lebih rendah dibandingkan
dengan penggunaan semen tipe I
 Tidak baik untuk pembuatan beton mutu tinggi
 Digunakan pada aplikasi yang memerlukan kekuatan awal beton yang
tinggi, misalnya pada pembukaan bekisting yang dipercepat, pekerjaan
perbaikan dan lain-lain.
4. Semen Tipe IV (Semen Panas Rendah)
 Kandungan C3S maksimum 35%
 Kandungan C3A maksimum 7%
 Kandungan C2S maksimum 40%-50%
 Kehalusan butirnya lebih kasar daro tipe I
 Digunakan bila menginginkan panas hidrasi yang rendah
 Digunakan pada aplikasi yang membatasi peningkatan temperatur
yang tinggi untuk menghindari timbulnya tegangan termal pada beton,
contoh pada pengecoran missal dan pengecoran pada cuaca panas.
5. Semen Tipe V (Semen Tahan Sulfat)
 Kandungan C3S 45%-55%
 Kandungan C3A < 5% (tapi >4% untuk proteksi tulangan)
 Kehalusan 300 m2/kg
 Panas hidrasi rendah
 Ketahanan terhadap sulfat tinggi
 Laju pengerasan rendah
 Digunakan pada banguanan yang membutuhkan ketahanan sulfat yang
tinggi, seperti pada bangunan laut atau bangunan yang berada di atas
tanah yang mengandung sulfat
1.2.2 Agregat Halus
Agregat halus merupakan pengisi berupa pasir dengan batas bawah pada
ukuran pasir = 0,075 mm (saringan no. 200) dan batas atas atas ukuran
pasir = 4,75 mm (saringan no. 4). Agregat halus yang baik harus bebas
bahan organik, lempung, atau bahan-bahan lain yag dapat merusak
campuran beton. Variai ukuran daam suatu campuran harus mempunyai
gradasi yang baik, yang sesuai dengan standar analisis saringan dari ASTM
(American Society of Testing and Material). Untuk beton penahan radiasi,
serbuk baja halus dan serbuk besi pecah digunakan sebagai agregat halus.
Agregat memiliki sifat fisik. Sifat fisik sangat diperlukan dalam
perhitungan proporsi campuran beton. Sifat-sifat fisik agregat antara lain:
1. Specific Gravity, yaitu perbandingan massa (berat di udara) dari suatu
unit volume bahan terhadap massa air dengan volume yang pada
temperatur tertentu.
2. Aparent Specific Gravity, yaitu perbandingan massa agregat kering
(yang di oven pada suhu 110°C selama 24 jam) terhadap massa air
dengan volume yang sama dengan agregat tersebut.
3. Bulk Specific Gravity, yaitu perbandingan massa agregat SSD
(Saturated and Surface Dry) terhadap massa air dengan volume yang
sama dengan agregat tersebut.
4. Bulk Density, yaitu massa aktual yang akan mengisi suatu
penampang/wadah dengan volume satuan. Parameter ini berguna untuk
mengubah ukran massa menjadi ukuran volume.
5. Porositas, Permeabilitas, dan Absorpsi agregat mempengaruhi daya
lekat antara agregat dan pasta semen, daya tahan beton terhadap
pembekuan dan pencairan, stabilitas kimia, daya tahan terhadao abrasi
dan specific gravity.
6. Berat isi, yaitu berat agregat yang ditempatkan di dalam wadah 1 m3.
Berat isi agregta untuk beton normal berkisar 1200-1760 kg. Berat isi
(berat volume) dapat ditulus dalam persamaan.
Agregat halus juga memiliki sifat mekanik
1.2.3 Agregat Kasar
Agregat adalah bahan pengisi (filler) campuran beton yang
ukurannya sudah melebihi ¼ inch (6 mm). Sifat agregat kasar
mempengaruhi kekuatan akhir beton keras dan daya tahannya terhadap
disintegrasi beton, cuaca dan efek-efek perusak lainnya. Agregat kasar
mineral ini harus bersih dari bahan-bahan organik dan harus mempunyai
ikatan yang baik dengan sel semen.
1.2.4 Air
Kualitas air sangat penting karena ketidakmurnia air dapat
menghambat setting semen, dapat menimbulkan efek negatif terhadap
kekuatan beton atau mengakibatkan noda-noda pada permukaan beton, dan
dapat pula menimbulkan korosi pada tulangan.
Air untuk pembuatan beton minimal memenuhi syarat sebagai air
minum yang tawar (tidak memiliki kandungan sodium dan potassium yang
tinggi), tidak berbau, dan tidak mengandung bahan-bahan yang dapat
merusak beton, seperti minyak, asam, alkali, garam atau bahan-bahan
organis lainnya yang dapat merusak beton atau tulangannya (Tata Cata
Perhitungan Standar Beton Untuk Bangunan Gedung, SNI 03-2847-2002).

Setiap air dengan pH (derajat keasaman) antara 6-8 dan rasanya tidak
payau dapat digunakan untuk air campuran beton. Air yang mengandung
bahan organik dengan kadar yang tinggi (biasa dijumpai pada air
permukaan) dapat menghambat proses pengerasan beton. Air laut
meningkatkan resiko perkaratan tulangan, khususnya di daerah tropis. Air
laut dengan kandungan garam ≤35.000 ppm dapat digunakan sebagai air
pencampur untuk beton tanpa tulangan.
1.3 Perencanaan Campuran Beton
Perencanaan campuran beton normal atau yang biasa disebut mix design
sebenarnya sudah diatur. Dan biasanya mengacu pada standar ACI Committee
211. Komposisi atau jenis beton yang akan diproduksi biasanya bergantung pada
beberapa hal yaitu:
 Sifat-sifat mekanis beton keras yang diinginkan, biasanya ditentukan oleh
perencana struktur.
 Sifat-sifat beton segar yang diinginkan, yang biasanya ditentukan oleh jenis
konstruksi.
 Tingkat pengendalian di lapangan.
Perencanaan campuran beton biasanya dilakukan dengan tujuan untuk
mendapatkan komposisi campuran yang ekonomis dan memenuhi persyaratan
kelecakan, kekuatan, dan durabilitas.
1.3.1 Penentuan Nilai Kuat Beton Rata-Rata
Dalam perancangannya, nilai kuat tekan beton yang diperhitungkan
tidak langsung menggunakan nilai kuat tekan beton yang disyaratkan
ditambah dengan standar deviasi sesuai dengan kondisi pengerjaannya.
1.3.2 Perancangan Proporsi Campuran Beton Berdasarkan ACI Committee
211
1. Pemilihan angka slump
Jika nilai slump tidak ditentukan dalam spesifikasi, maka nilai slump
dipilih dari tabel berikut untuk berbagai jenis pengerjaan konstruksi.
Tabel 1.2 Nilai Slump yang disarankan untuk berbagai jenis
pekerjaan konstruksi

Slump (mm)
Jenis Konstruksi
Maksimun Minimun

Dinding fondasi, footing, sumuran, 75 25


dinding basement

Dinding dan balok 100 25

Kolom 100 25

Perkerasan dan lantai 75 25

Beton dalam jumlah besar (DAM) 50 25


2. Pemilihan ukuran maksimun agregat kasar
Untuk volume agregat yang sama, penggunaan agregat dengan
gradasi yang baik dan dengan ukuran maksimum agregat yang besar
akan menghasilkan rongga yang lebih sedikit sehingga akan
menurunkan kebutuhan mortar dalam setiap volume satuan beton.
Dasar pemilihan ukuran maksimum agregat adalah dimensi dari
struktur. Sebagai contoh, persyaratannya adalah :

d
a. D ≤
5
h
b. D ≤
3
2s
c. D ≤
3
3c
d. D ≤
4

Keterangan:

D = ukuran maksimum agregat

d = lebar terkecil diantara 2 tepi bekisting

h = tebal plat lantai

s = jarak bersih antar tulangan

c = tebal bersih selimut beton

3. Estimasi kebutuhan air pencampur dan kandungan udara


Jumlah air pencampur per satuan volume beton yang dibutuhkan
untuk menghasilkan nilai slump tertentu sangat bergantung pada
ukuran maksimum agregat, bentuk, gradasi agregat, dan jumlah
kebutuhan kandungan udara pada campuran dan tidak banyak
terpengaruh oleh jumlah kandungan semen dalam campuran. Jumlah
air dapat di estimasi dari Tabel 1.3.

Tabel 1.3 Kebutuhan air pencampuran dan udara


untuk berbagai nilai slump dan ukuran
maksimum agregat
Slump (mm) Air (kg/m3)
Jenis Beton 10 mm 12,5 mm 20 mm 25 mm 40 mm 50 mm 75 mm
Tanpa 25-50 mm 205 200 185 180 160 155 140
penambahan 75-100 mm 225 215 200 190 175 170 155
udara 150-175 mm 240 230 210 200 185 175 170
Udara yang
3 2,5 2 1,5 1 0,5 0,3
tersekap (%)
Dengan 25-50 mm 180 175 165 160 150 140 135
penambahan 75-100 mm 200 190 180 175 160 155 150
udara 150-175 mm 215 205 190 180 170 165 160
Kandungan
udara yang 8 7 6 5 4,5 4 3,5
disarankan (%)

4. Pemilihan nilai perbandingan air-semen


Untuk rasio air dan semen yang sama, kuat tekan beton dipengaruhi
oleh jenis agregat dan semen yang digunakan. Oleh karena itu,
hubungan rasio air semen dan kekuatan beton yang dihasilkan
seharusnya dikembangkan berdasarkan material yang sebenarnya
yang digunakan dalam pencampuran. Tabel berikut bisa dijadikan
pegangan dalam pemilihan nilai perbandingan air dan semen.
Tabel 1.4 Hubungan Rasio Air Semen dan Kuat Tekan
Beton
Kuat Tekan Rasio Air Semen (dalam Perbandingan
Beton Berat)
umur 28 hari Tanpa Penambahan Udara Dengan Penambahan
(Mpa) Udara
48 0,33 -
40 0,41 0,32
35 0,48 0,4
28 0,57 0,48
20 0,68 0,59
14 0,82 0,74

5. Perhitungan kandungan semen


Berat semen yang dibutuhkan adalah sama dengan jumlah berat air
pencampur dibagi dengan nilai rasio air semen.
6. Estimasi kandungan agregat kasar
Rancangan campuran beton yang ekonomis bisa didapatkan dengan
menggunakan semaksimal mungkin volume agrega kasar persatuan
volume beton. Data eksperimen menunjukkan bahwa semakin halus
pasir dan semakin besar ukuran maksimum agregat kasar, semakin
banyak volume agregar kasar yang dapat dicampurkan untuk
menghasilkan campuran beton dengan kelecakan yang baik. Untuk
beton segar dengan nilai slump 75-100 mm, volume agregat kasar
unuk 1 m3 beton dapat dilihat pada tabel berikut;

Tabel 1.5 Volume Agregat Kasar untuk Nilai Modulus Kehalusan Pasir

Ukuran Volume Agregat Kasar (Dry Rodded) Persatuan


Maksimum Volume Beton untuk Berbagai Nilai Modulus
Agregat Kehalusan Pasir
Kasar (mm)
2,4 2,6 2,8 3
10 0,5 0,48 0,46 0,44
12,5 0,59 0,57 0,55 0,53
20 0,66 0,64 0,62 0,6
25 0,71 0,69 0,67 0,65
40 0,75 0,73 0,71 0,69
50 0,78 0,76 0,74 0,72
75 0,82 0,8 0,78 0,76
150 0,87 0,85 0,83 0,81
Untuk campuran dengan nilai slump selain 75-100 mm, volume
agregat kasar dapat diperoleh dengan mengoreksi nilai yang ada pada
tabel sebelumnya dengan angka koreksi yang ada pada tebel berikut.
Tabel 3.6 Faktor Koreksi Tabel 3.5 untuk Nilai Slump yang Berbeda

Faktor Koreksi untuk Berbagai Ukuran Maksimum


Slump
Agregat
(mm)
10 mm 12,5 mm 20 mm 25 mm 40 mm
25 - 50 1,08 1,06 1,04 1,06 1,09
75 - 100 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00
150 -
0,97 0,98 1,00 1,00 1,00
175

7. Estimasi kandungan agregat halus


a. Estimasi berdasarkan berat
Berat agregat halus adalah selisih antara berat jenis beton dengan
berat total air, semen, dan agregat kasar per satuan volume beton
yang telah di estimasi sebelumnya. Maka kandungan agregat halus
untuk setiap 1 m3 beton adalah:
A f =( X −W − A c )
Nilai berat jenis beton dapat diperkirakan dengan menggunakan
persamaan berikut:

( γγ )−W ( γ −1)
X =10γa ( 100− A ) +C 1− a
a

Keterangan:
Af = kandungan agregat halus (kg/m3)
X = berat jenis beton (kg/m3)
W = kangdungan air
Ac = kandungan agregat kasar (kg/m3)
C = kandungan semen (kg/m3)
A = kandungan udara (%)
ℽa = bulk specific gravity (SSD) rata-rata dari kombinasi agegat
halus dan kasar
ℽ = berat jenis semen = 3,15
b. Estimasi berdasarkan volume absolut
Volume agregat halus didapat dengan mengurangi volume satuan
beton dengan volume total bahan-bahan beton yang sudah
diketahui (air,udara,semen, dan agregat kasar). Berat agregat halus
didapat dengan mengalikan volume dengan γ pasir.
Perumusannya adalah:
C Ac
(
A f =γ f (1000− W + + +10 A )
γ γc )
8. Kondisi kandungan air pada agregat
Rancangan beton dilakukan berdasarkan kondisi agregat yang SSD.
Untuk trial mix, ar pencampur yang dibutuhkan dalam campuran bila
diperbesar atau diperkecil tergantung dengan kandungan air bebas
pada agregat. Sebaliknya, untuk mengimbangi perubahan air tersebut,
jumlah agregat harus diperkecil atau diperbesar. Hal-hal yang dapat
diuji dalam trial mix adalah uji nilai slump, uji kelecakan, kandungan
udara, dan kekuatan beton pada umur-umur tertentu.

1.4 Pemeriksaan Kekuatan Beton


Sifat mekanik beton yang biasa diuji adalah kekuatannya. Alasan dipilihnya
kekuatan sebagai parameter utama adalah:
 Kekuatan beton memberikan informasi langsung mengenai kapasitas beton
dalam memikul beban-bean tersebut.
 Pengujian kekuatan beton mudah dilakukan.
Pengujian kekuatan beton merupakan sarana untuk riset, pengendalian mutu,
serta penentuan oleh kekuatan komponen-komponennya, yaitu pasta semen,
rongga, agregat, dan interface antara pasta semen dan agregat. Jika dijabarkan
lebih lanjut, faktor-faktor yang mempengaruhi kekuatan beton adalah:
 Densitas beton
 Tipe dan kandungan semen
 Penggunaan bahan tambahan (kimiawi atau mineral)
 Suhu dan kelembaban selama perawatan
 Sifat fisik dan mekanik agregat
 Kebersihan agregat (pengaruh coating)
 Proporsi pencampuran
 Derajat pemadatan

Anda mungkin juga menyukai