Anda di halaman 1dari 8

Tugas Artikel Sosiologi

Nama : Moammar Adriansyah


Kelas : 12 IIS 1
No.Absen : 26

1. Globalisasi
Pengaruh Globalisasi Pada Persebaran Covid - 19 Di Dunia

Pasien dari luar kota di Rapit Tes oleh tim medis Puskesmas Winongan
kabupaten Pasuruan. Foto document kabarwarta.id

Kabarwarta.id - Pengaruh Globalisasi Pada Persebaran Covid - 19 Di Dunia

Covid - 19, atau virus corona adalah sebuah pandemi yang di waktu sekarang
mampu merubah tatanan kehidupan dunia pada titik keterpurukan, sampai
saat ini. penemuan vaksin, juga masih belum ditemukan, saya ibaratkan Covid
-19 bagaikan perang dunia ke 4, sebab,  semua negara terkena dampaknya,
semua negara berlomba lomba untuk menemukan vasin dan berperang untuk
menghentikan persebaran virus ini.

Berbicara Covid-19, maka, tak luput dari pengaruh globalisasi. sebab,


Globalisasi justru sangat mempengaruhi meningkatnya persebaran virus
corona di berbagai macam belahan dunia. karena, bisa berdampak besar dan 
globalisasi sendiri juga punya artian, yaitu Suatu proses yang mendunia, suatu
proses yang membuat manusia saling terbuka dan bergantung satu sama
lainnya tanpa batas waktu dan jarak.

Di era globalisasi saat ini yang didukung perkembangan teknologi ilmu


pengetahuan yang super power di dunia global. Dan alat transportasi
seseorang di suatu wilayah dapat mengetahui segala jenis informasi yang
tersebar di dunia luar dengan cepat dan mudah. Dengan adanya proses
tersebut, dunia global saling ketergantungan saling berhubungan satu sama
yang lainnya. Baik di sektor ekonomi ekspor impor sebagai jalur perdaganngan,
dari sektor wisata dengan banyaknya keluar masuk akses wisatawan manca
negara, dari berbagai belahan dunia. Dengan hal ini menujukan bahwa di
tengah wabah virus corona dunia dihancurkan oleh virus ini menghancurkan
kapitalisme dunia menghancurkan perdangangan dunia industri wisata.
Dengan ini corona dapat menyebar ke segala penjuru dunia dengan adanya
sistem globalisasi ini, Corona dengan cepat menyebar ke negara  - negara lain
karena negara global memiliki sistem yang membuat dunia saling terbuka dan
bergantungan dengan negara lainnya dengan berbagai akses masuk dan keluar
antar negara yang bebas atas dasar saling bekerjasama sama membuat dunia
menjadi korban keganasan virus corona dan berdampak panjang bagi
perekonomian dunia. Nilai mata uang dunia hancur melemah, pendapatan
perkapita di segala bidang merosot drastis. Dunia seolah - olah tenggelam.
Dunia seolah olah mati tak berdaya.

Dalam perkembangannya, virus corona ini sudah menembus 200 negara yang
terinveksi dengan jumlah penduduk didunia lebih dari 4, 4 juta yang terinveksi
dengan seiring berkembanganya waktu, jumlah tersebut akan naik lagi. Ini
adalah bukti nyata bahwa globalisai mampu mendorong tersebarnya virus
corona. sebab, Perekonomian adalah bagian dari kehidupan sosial yang paling
banyak bersentuhan dengan globalisasi. Misalnya, perdagangan internasional
dan masuknya barang-barang impor ke Indonesia.

Globalisasi ekonomipun membawa dampak besar bagi tersebarnya virus


corona di masyarakat kita, bukan saja globalisasi ekonomi saja tetapi
globalisasi hubungan internasional hubungan politik, hubungan wisatawan,
destinasi wisata mau tidak mau dunia saat ini mengalami darurat virus corona.
kesimpulan yang dapat saya ambil pada saat Pandemi covid - 19 adalah,
kekuatan kekuasaan baik dari negara maju dan berkembang di dunia ini tidak
bisa menjadi indikator dalam keberhasilan dalam penyelesaian virus corona
dan pengaruh adanya globalisasi pada saat ini yang sedang berkembang pesat
di dunia sangat berdampak besar pada proses persebaran virus corona ini.
karena dunia mau tidak mau harus membuka memperluas hubungan dan
kerjasama antar negara dengan demikian hal ini menimbulkan kurva
persebaran covid - 19 sangat berkembang cepat penularannya di berbagai
belahan dunia.

Yang terpenting saat situasi pandemi saat ini, tetaplah patuhi aturan
pemerintah, tetap jaga jarak , cuci tangan dan memakai masker dalam segala
aktivitas ,agar persebaran covid - 19 segera cepat menurun.

2. Modernisasi

Modernisasi Layanan Pertanahan saat New Normal

Jumat, 12 Juni 2020 15:22

Jakarta: Pandemi korona (covid-19) mengubah tatanan kehidupan hampir


seluruh manusia di dunia. Imbauan physical distancing dan stay at
home menyebabkan penggunaan teknologi informasi sangat familier pada
masyarakat.

"Kita harus memanfaatkannya untuk bergerak menuju pelayanan pertanahan


elektronik, pelayanan online," ungkap Sekretaris Jenderal Kementerian Agraria
dan Tata Ruang, Himawan Arief Sugoto dalam keterangan tertulis, Jumat, 12
Juni 2020.

Saat ini Kementerian ATR/BPN mempunyai nilai kementerian baru yaitu


Melayani, Profesional, dan Terpercaya. Hal ini bukan hanya komitmen kepada
masyarakat, namun juga komitmen kepada diri kita sendiri untuk melayani,
profesional, kredibel, dan terpercaya.

"Saya harap ini tidak hanya sebatas banner, slogan namun ada di dalam diri
kita. Kalau orangnya amanah maka produknya terpercaya," ungkap Himawan.
Dia juga menekankan pentingnya mengomunikasikan capaian dan perbaikan
kinerja Kantor Pertanahan dan Kantor Wilayah BPN kepada masyarakat.

"Sampaikan dengan baik kepada masyarakat, kemas dengan baik, menarik dan
informatif, kehumasan itu bukan hanya tugas Kepala Bagian TU, melainkan
tugas seluruh jajaran dan juga tentunya pimpinan kantor," ujarnya.

3. Konsumerisme

Irasionalitas Konsumerisme di Tengah Pandemi

Belakangan ini publik dihebohkan dengan beredarnya beberapa rekaman video


yang menunjukan kerumunan orang yang berdesak-desakan untuk berlomba
memasuki pusat perbelanjaan. Di tengah situasi pandemi dan penetapan
Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), kerumunan orang tersebut
mengabaikan segala risiko demi menuntaskan dahaga mereka untuk
berbelanja.

Tindakan bebal dan berbahaya oleh sejumlah orang tersebut jelas membikin
geram berbagai pihak, khususnya bagi mereka yang selama hampir tiga bulan
dengan kesadaran penuh telah membatasi gerak demi mencegah penyebaran
virus.

Tindakan individu takkan pernah bisa dilepaskan sepenuhnya dari konteks


masyarakat di mana ia berada. Fenomena ini setidaknya dapat kita lihat
sebagai konsekuensi dari pembangunan masyarakat berdasarkan logika
kapitalisme.

Masyarakat yang berinti pada produksi komoditas secara massal demi


perputaran dan akumulasi modal; pada konsekuensi logisnya akan
menyediakan mekanisme untuk senantiasa menjaga atau membuat dorongan
konsumtif di dalam diri individu tetap tinggi.

Jadi, bukan hanya barang diciptakan untuk memenuhi kebutuhan dan/atau


keinginan, tetapi keinginan konsumtif pun turut diciptakan untuk membuat
individu senantiasa menyerap komoditas hasil produksi.
Mekanisme pembentukan keinginan konsumtif yang menimbulkan ciri
konsumerisme dilakukan secara terstruktur, intens dan massal. Semua
dilakukan berdasarkan riset terukur dan disokong dengan dana yang tak main-
main.

Semua metode pengiklanan dan/atau pemasaran dilakukan secara efektif


untuk mengarahkan pandangan dan pola pikir individu agar mengidentikkan
segala esensi yang baik kepada komoditas yang dipasarkan.

Contoh sederhana: Lebaran berarti suci, indah dan baik. Bagaimana


merepresentasikan semua esensi itu? Ya, apalagi kalau bukan dengan pakaian
baru. Belum lagi ada diskon spesial. Jadi, mari berbelanja.

Praktik penanaman nilai konsumerisme yang dilakukan dalam jangka waktu


yang panjang ini pun perlahan telah membentuk budaya masyarakat
kapitalistik; konsumerisme.

Nilai konsumerisme ini secara sadar atau tidak, telah merasuk jauh ke dalam


pola pikir dan pemaknaan individu. Peristiwa irasional tindakan berbelanja di
tengah pandemi hanyalah puncak gunung es yang menunjukkan betapa
kokohnya budaya konsumerisme yang tumbuh di dalam masyarakat.

Masyarakat seperti inilah yang dikritik oleh aliran teori kritis sekolah Frankfurt.
Sindhunata telah mengartikulasikan pertanyaan kritis Horkheimer –salah satu
tokoh kunci aliran teori kritis– secara jernih:

“apakah nilai yang bersifat ekonomis semata masih bisa disebut nilai dalam arti
sesungguhnya? Tidakkah nilai yang sifatnya ekonomis semata-mata telah
melupakan sesuatu yang lebih hakiki, yakni martabat manusia itu sendiri?”
(Sindhunata, 2019 : 129)

Masyarakat kapitalistik dengan corak konsumerisme yang kuat telah berhasil


mencerabut esensi rasionalitas kemanusiaan dengan sangat efektif. Banyak
individu kini tak ubahnya seperti zombi yang rela berbuat apapun demi
menunaikan semangat konsumerismenya.
Di saat pandemi ini, peristiwa berdesak-desakan sekumpulan orang demi dapat
masuk ke pusat perbelanjaan telah menunjukan bahwa nilai konsumerisme
kini seolah telah merangsek naik mengalahkan semangat apapun yang ada
pada diri individu. Orang-orang telah secara irasional membahayakan
kesehatan dan keselamatan dirinya serta orang lain demi bisa berbelanja.

Mungkin bagi mereka, apalah arti hidup tanpa mengonsumsi? Apalah arti
lebaran tanpa pakaian baru? Atau apa ada yang lebih berharga daripada
diskon?

Menurut Horkheimer, dewasa ini ada satu tanda ketika orang telah kehilangan
sikap rasionalnya. Tanda itu adalah ketika individu tidak lagi menanyakan
apakah tuntutan-tuntutan yang telah dipasang di dalam masyarakat masih bisa
disebut rasional dan sesuai dengan hakikat kemanusiaan atau tidak.
(Sindhunata, 2019 : 147)

Aliran teori kritis mengajarkan kepada kita untuk dapat mempertanyakan dan
mempersoalkan nilai, tradisi dan pola pikir yang secara umum telah diterima
sebagai kewajaran. Ini adalah ciri hakiki akal budi, senantiasa mengajukan
pertanyaan untuk mendapatkan kejelasan.

Lagipula, hanya karena mayoritas orang mengamini suatu hal bukan berarti itu
otomatis membuat hal tersebut menjadi benar adanya. Itulah alasan
kenapa Argumentum Ad Populum tergolong sebagai salah satu logical
fallacy. Kita akan mengetahui hal tersebut hanya jika kita berpikir dengan kritis.

Individu memiliki potensi untuk dapat menjadi eksistensi yang aktif dan
menemukan esensinya yang luhur, bukan sekadar menjadi objek pasif yang
melulu menerima secara sukarela segala hal yang dilemparkan kepadanya.

Namun demikian, era kapitalisme terkini dengan segala teknologi dan metode
pemasarannya membuat hal ini menjadi tidak mudah. Kemanapun individu
menoleh, hampir pasti ia akan melihat komoditas yang dipasarkan.

Dari mulai billboard di pinggir jalan, rangkaian iklan pada tayangan televisi, pun
berbagai media sosial  kini tak luput dari iklan dan pemasaran komoditas.
Bahkan banyak narasi-narasi di dalam film atau sinema elektronik yang turut
mendorong konsumerisme. Sejauh individu membuka matanya, ia takkan lepas
dari paparan nilai konsumerisme.

Kita tak pernah mengetahui telah sejauh dan sedalam apa nilai konsumerisme
masuk ke dalam alam pikir dan sistem pemaknaan kita. Di era yang penuh
distraksi dan manipulasi ini, sudah sepantasnya individu sadar untuk
senantiasa berusaha mengaktifkan akal budinya secara kritis.

Akal budi bukan lagi dianggap hanya sebagai alat untuk mencapai tujuan.
Melainkan lebih dari itu, individu harus berusaha mewujudkan kepenuhan
potensi akal budi. Yakni dengan mulai mengaktifkannya sebagai kesadaran
yang mandiri, reflektif, serta kritis dalam menerima segala nilai, tujuan dan
pemaknaan yang dilemparkan kepadanya.

4. Westernisasi

Westernisasi Mempengaruhi Kelangsungan Kehidupan Bangsa Indonesia

MESINDONESIA, MALANG – Westernisasi adalah kecenderungan mengikuti


budaya barat. Westernisasi merupakan  usaha mengikuti budaya barat yang
secara berlebihan meliputi model berpakaian, gaya hidup, perilaku dan gaya
bahasanya.

Adanya westernisasi dapat ditandai dengan lunturnya rasa cinta terhadap


budaya sendiri karena masyarakat lebih memilih budaya barat yang terkenal
lebih modern atau kekinian. Hal ini sering terjadi terhadap remaja remaja yang
dengan mudah mengakses budaya barat  sehingga membuat budaya sendiri
perlahan luntur dan bahkan hilang karena terpendam oleh budaya barat.

Westernisasi dipengaruhi beberapa faktor seperti:

Masyarakat bersifat konsumtif terhadap produk luar negeri


Adanya pengaruh perkembangan teknologi
Masuknya karya karya yangbersifat kebarat-baratan
Kurangnya kesadaran masyarakat tentang budaya barat
Adanya westernisasi berdampak terhadap pola pikir masyarakat Indonesia.
Masyarakat Indonesia akan cenderung bersikap individual dan kurang
bersosialisasi sehingga hilangnya rasa toleransi antar masyarakat. Hal tersebut
memiliki dampak bagi keberlangsungan hidup bangsa Indonesia yang masih
menjunjung tinggi toleransi karena bangsa indonesia memiliki banyak
keberagaman di dalamnya. Adanya westernisasi akan menimbulkan beberapa
konflik  intoleransi antar masyarakat.

Westernisasi memiliki dampak terhadap masyarakat Indonesia seperti. Cara


berpakaian yang cenderung terbuka tidak sama dengan budaya timur yang
cenderung tertutup dan lebih sopan. Pergaulan bebas juga yang semakin
marak, bahkan terkesan tanpa batasan. Terjadi pernikahan yang tidak sah.

Menyukai kehidupan yang menggunakan minuman keras, obat obatan


terlarang, tarian dansa di bar, dan lain sebagainya. Adanya kasus suka sesama
jenis LGBT. Dari pernyataan tersebut budaya barat tidak cocok dengan
Indonesia. Bangsa Indonesia berideologi Pancasila yang artinya Pancasila
sebagai dasar sistem kenegaraan untuk seluruh warga negara Indonesia yang
berdasar cita – cita bangsa. Di dalam Pancasila terdapat nilai-nilai moral yang
mengatur implementasi kehidupan masyarakat Indonesia.

Adanya pengaruh budaya barat sangat berdampak buruk dalam kelangsungan


hidup bangsa hal tersebut berdampak buruk bagi generasi dan nasib bangsa
kedepannya , karena nasib bangsa kedepan tergantung generasi saat ini. Jika
generasi saat ini sudah mulai melupakan jati diri bangsa terus bagaimana
dengan ke depannya bangsa ini?

Sebagai generasi penerus bangsa kita harus berjiwa nasionalisme dalam


mengahadapi perkembangan zaman.  Boleh ikut ambil di dalam globalisasi
tetapi kita harus tetap memfilter budaya budaya barat yang masuk ke
Indonesia dan tetap berideologi Pancasila serta melestarikan budaya bangsa.

Anda mungkin juga menyukai