File PDF
File PDF
MUNQIDZ ZAHRAWAANI
1106129966
UNIVERSITAS INDONESIA
Analisis praktik ..., Munqidz Zahrawaani, FIK UI, 2014
UNIVERSITAS INDONESIA
MUNQIDZ ZAHRAWAANI
1106129966
ii
UNIVERSITAS INDONESIA
Analisis praktik ..., Munqidz Zahrawaani, FIK UI, 2014
iii UNIVERSITAS INDONESIA
Analisis praktik ..., Munqidz Zahrawaani, FIK UI, 2014
iv UNIVERSITAS INDONESIA
Analisis praktik ..., Munqidz Zahrawaani, FIK UI, 2014
ABSTRAK
Rasa nyeri pada pasien fraktur merupakan stressor yang paling dominan sehingga
dapat menimbulkan respon fisik dan psikis bahkan sampai terjadinya syok. Nyeri
mengakibatkan klien menolak tindakan dan pergerakan untuk aktivitas mobilitas,
dampak immobilitas tidak hanya pada fisik tetapi juga pada mental dan konsep diri
pasien. Asuhan keperawatan yang dilakukan sejak tanggal 22 Mei sampai 31 Mei
diharapkan klien dapat mengenali dengan baik penyebab timbulnya nyeri dan
bagaimana cara mengatasinya. Laporan ilmiah ini bertujuan untuk melaporkan
tindakan mandiri keperawatan yang sudah dilakukan untuk menurunkan nyeri melalui
metode menajemen nyeri yaitu teknik relaksasi dan nafas dalam. Teknik ini selain
terbukti efektif juga dapat meningkatkan mobilisasi pasien.
Kata kunci: Fraktur Patologis, Teknik Relaksasi dan Nafas Dalam, Nyeri
v
UNIVERSITAS INDONESIA
Analisis praktik ..., Munqidz Zahrawaani, FIK UI, 2014
ABSTRACT
Pain is a main problem that can make fracture client become stress and strain. Client
who experienced pain may respond physically and psychologically, even can lead to
shock condition. The pain makes client refuse the intervention for mobilized
programme. The impacts of immobilization are not just physical aspect but also
mental aspect of the client. The aim of the nursing intervention that have been given
since May 22 until May 31 are to give knowledge about cause and management of
pain to the client. The purpose of this scientific paper is to report nursing intervention
that has been proved to decrease pain as method of pain management named
relaxation or deep breathing technique. The technique shown decreasing of client‟s
pain scale so that the client can involve actively in mobility programme.
Key word : pathologic fracture, pain, relaxation and deep breathing techiques.
vi
UNIVERSITAS INDONESIA
Analisis praktik ..., Munqidz Zahrawaani, FIK UI, 2014
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur saya panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan
karunia-Nya saya dapat menyelesaikan Karya Ilmiah Akhir Ners yang berjudul
“Analisis Praktik Kasus Ny. M dengan Fraktur Patologis dan Kanker Paratiroid di
Lantai V Bedah RSPAD Gatot Soebroto.”
Penyusunan karya ilmiah akhir ini dapat terlaksana atas bantuan, dukungan,
bimbingan dan kerjasama dari berbagai pihak. Untuk itu, saya menyampaikan
penghargaan, rasa hormat dan terima kasih kepada :
1. Ibu Dra. Junaiti Sahar, Phd selaku Dekan Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas
Indonesia;
2. Ibu Kuntarti, SKp, M. Biomed, selaku Ketua Program studi Sarjana Ilmu
Keperawatan;
3. Bapak Masfuri, SKp, MN selaku dosen pembimbing yang telah menyediakan
waktu, tenaga dan pikiran untuk memberikan arahan dan masukan berharga
dalam penyusunan karya ilmiah akhir Ners ini;
4. Ibu Ns. Merri Silaban, S. Kep selaku pembimbing Lantai V Bedah yang tak
pernah berhenti memotivasi dan memacu semangat selama praktek di RSPAD
Gatot Soebroto
5. Ibu Riri Maria, SKp., MN, selaku koordinator mata ajar Karya Ilmiah Akhir Ners
peminatan Keperawatan Medikal Bedah;
6. Seluruh teman ekstensi angkatan 2011 yang selalu berjuang bersama melewati
pahit manisnya profesi sampai bisa mencapai titik final.
Akhir kata semoga karya ilmiah akhir Ners ini membawa manfaat bagi
pengembangan ilmu dan sikap professional dimanapun perawat bertugas dan
melaksanakan perannya.
Depok, Juli 2014
vii
UNIVERSITAS INDONESIA
Analisis praktik ..., Munqidz Zahrawaani, FIK UI, 2014
Penulis
UNIVERSITAS INDONESIA
Analisis praktik ..., Munqidz Zahrawaani, FIK UI, 2014
viii
DAFTAR ISI
HALAMAN PENGESAHAN.............................................................. iv
ABSTRAK............................................................................................ v
ABSTRACT............................................................................................ vi
ix
UNIVERSITAS INDONESIA
Analisis praktik ..., Munqidz Zahrawaani, FIK UI, 2014
2.1.3. Etiologi fraktur ......................................................... 10
BAB 5 PENUTUP....................................................................................... 61
5.1 Kesimpulan 61
5.2 Saran 62
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
x
UNIVERSITAS INDONESIA
Analisis praktik ..., Munqidz Zahrawaani, FIK UI, 2014
DAFTAR TABEL
xi
UNIVERSITAS INDONESIA
Analisis praktik ..., Munqidz Zahrawaani, FIK UI, 2014
DAFTAR BAGAN
xii
UNIVERSITAS INDONESIA
Analisis praktik ..., Munqidz Zahrawaani, FIK UI, 2014
DAFTAR LAMPIRAN
xiii
UNIVERSITAS INDONESIA
Analisis praktik ..., Munqidz Zahrawaani, FIK UI, 2014
BAB I
PENDAHULUAN
Badan kesehatan dunia (WHO) mencatat terdapat lebih dari 7 juta orang meninggal
dikarenakan insiden kecelakaan dan sekitar 2 juta orang mengalami kecacatan fisik.
Usman (2012) menyebutkan bahwa hasil data Riset Kesehatan Dasar (RIKERDAS)
tahun 2011, di Indonesia terjadinya fraktur yang disebabkan oleh cedera yaitu karena
jatuh, kecelakaan lalu lintas dan trauma tajam / tumpul. Dari 45.987 peristiwa terjatuh
yang mengalami fraktur sebanyak 1.775 orang (3,8 %), dari 20.829 kasus kecelakaan
lalu lintas, mengalami fraktur sebanyak 1.770 orang (8,5 %), dari 14.127 trauma
benda tajam / tumpul, yang mengalami fraktur sebanyak 236 orang (1,7 %).
UNIVERSITAS INDONESIA
Analisis praktik ..., Munqidz Zahrawaani, FIK UI, 2014
2
taruma trauma lain yang dapat menyebabkan fraktur adalah jatuh dari ketinggian,
kecelakaan kerja dan cedera olahraga.
Batasan fraktur adalah terputusnya kontinuitas struktur tulang artinya terjadi
pemutusan tulang maupun jarigan kartilago. Kejadian ini dapat inkomplit atau
komplit sebagai akibat trauma. Energi yang sampai ke tulang melebihi dari batas
kekuatan tulang sehingga terjadi fraktur. Energi yang sampai ke tulang tergantung
dari jenis (ringan, berat, dsb), arah dan kecepatan trauma tersebut. Trauma dapat
langsung (direct), seperti terkena pukulan dari benda yang bergerak atau kejatuhan
maupun dipukul, atau tidak langsung (indirect), seperti gaya memutar atau gaya
membengkok pada tulang. Gaya ini juga sering mengakibatkan terjadinya dislokasi.
Apabila kondisi tulang tempat terjadi fraktur tersebut terdapat kelainan patologis
seperti tumor atau osteoporosis /osteomalacia maka disebut fraktur patologis.
Trauma lain yang menyebabkan fraktur adalah gaya penekanan yang terus - menerus
(chronic stress / overuse) yang disebut fatique fractur.
UNIVERSITAS INDONESIA
Analisis praktik ..., Munqidz Zahrawaani, FIK UI, 2014
3
Insiden fraktur di USA diperkirakan menimpa satu orang pada setiap 10.000 populasi
setiap tahunnya (Armis, 2002). Sedangkan di Indonesia data yang diperoleh Unit
pelaksana teknis makmal terpadu FKUI, pada tahun2006 dari 1690 kasus kecelakaan
lalu lintas ternyata yang mengalami fraktur femur 249 kasus atau 14,7%. Sedangkan
data dari RSPAD Gatot Soebroto 2011 adalah 178 orang. Untuk lantai V bedah
sendiri kasus fraktur menduduki urutan pertama dari satu bulan praktek profesi
peminatan KMB didapatkan 17 kasus fraktur, dua diantaranya dalah fraktur patologis
dimana pasien tidak segera mendapatkan penangana medis saat mengalami fraktur.
Hasil penelitian Kurnia dkk pada tahun 2012 menunjukkan tiga faktor utama yang
paling mempengaruhi seseorang memilih berobat ke pengobatan tradisional atau
dukun patah tulang yaitu faktor motivasi untuk menyembuhkan sakitnya (64, 7%),
kepercayaan akan mendapatkan manfaat dan rintangan (61, 76%) dan kepercayaan
terhadap pelayanan kesehatan (71, 88%). Kasus infeksi dari luka fraktur akibat
ditangani pengobatan ahli tulang terus meningkat. Selama periode 2003-2007
terdapat peningkatan kecacatan anggota gerak 150 penderita dan 22 diantaranya
mengalami infeksi. Bahkan untuk menyelamatkan jiwanya sampai memerlukan
tindakan amputasi (Kurnia dkk, 2012).
UNIVERSITAS INDONESIA
Analisis praktik ..., Munqidz Zahrawaani, FIK UI, 2014
4
sendiri. Berdasarkan masalah dan komplikasi yang terjadi akibat fraktur maka
penulis tertarik melakukan pengkajian, memberikan intervensi keperawatan,
mengimplementasikan melalui pendidikan kesehatan, serta mengevaluasi kasus
fraktur patologis yang dialami Ny. M di lantai V Bedah RSPAD Gatot Soebroto
Jakarta Pusat.
UNIVERSITAS INDONESIA
Analisis praktik ..., Munqidz Zahrawaani, FIK UI, 2014
5
UNIVERSITAS INDONESIA
Analisis praktik ..., Munqidz Zahrawaani, FIK UI, 2014
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Jaringan tulang memiliki tiga tipe sel yakni osteosit, osteoblas, dan osteoklas.
Proses remodeling melibatkan osteoblas dan osteoklas melalui mekanisme
signal parakrin dan endokrin. Osteoklas merupakan sel dengan beberapa inti sel
dan berkembang dari hematopoetic stem cells serta memiliki fungsi dalam
meresorpsi tulang, sedangkan osteoblas memiliki fungsi sebagai penghasil
matriks organik (yang terdiri atas protein kolagen dan nonkolagen) serta
mengatur proses mineralisasi (kalsium-fosfat) pembentuk osteoid. Osteoblas
berkembang dari osteoprogenitor yang terdapat di bagian dalam periosteum dan
sumsum tulang (Orwoll, 2003).
UNIVERSITAS INDONESIA
Analisis praktik ..., Munqidz Zahrawaani, FIK UI, 2014
7
Fraktur femur adalah rusaknya kontinuitas tulang pangkal paha yang dapat
disebabkan oleh trauma langsung, kelelahan otot, kondisi kondisi tertentu seperti
degenerasi tulang/osteoporosis. Batang femur dapat mengalami fraktur akibat
trauma langsung, puntiran atau pukulan pada bagian depan yang berada dalam
posisi fleksi ketika cedera atau kecelakaan (Mansjoer, 2000).
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan
luasnya, terjadi jika tulang dikenai stres yang lebih besar seperti trauma atau
tenaga fisik (Brunner&Suddarth, 2001). Fraktur atau patah tulang adalah
terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya.
UNIVERSITAS INDONESIA
Analisis praktik ..., Munqidz Zahrawaani, FIK UI, 2014
8
(Smeltzer & Bare, 2002). Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan
tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa. Fraktur biasanya
disebabkan oleh trauma atau tegangan fisik. (Mansjoer ,2002), Fraktur adalah
hilangnya kontinuitas tulang, tulang rawan, baik yang bersifat total maupun
sebagian. (Muttaqin,. 2008).
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang, terjadi ketika adanya stress yang
berlebihan dan tidak dapat diabsorpsi (Black, 1993). Fraktur (patah tulang)
adalah terputusnya kontinuitas struktur tulang dan ditentukan sesuai jenis dan
luasnya (Smeltzer S.C & Bare B.G,2001). Fraktur adalah terputusnya kontinuitas
jaringan tulang, yang biasanya disertaikerusakan jaringan luna, kerusakan otot,
ruptur tendon, kerusakan pembuluh darah dan luka organ-organ tubuh.
UNIVERSITAS INDONESIA
Analisis praktik ..., Munqidz Zahrawaani, FIK UI, 2014
9
UNIVERSITAS INDONESIA
Analisis praktik ..., Munqidz Zahrawaani, FIK UI, 2014
10
UNIVERSITAS INDONESIA
Analisis praktik ..., Munqidz Zahrawaani, FIK UI, 2014
11
UNIVERSITAS INDONESIA
Analisis praktik ..., Munqidz Zahrawaani, FIK UI, 2014
12
UNIVERSITAS INDONESIA
Analisis praktik ..., Munqidz Zahrawaani, FIK UI, 2014
13
UNIVERSITAS INDONESIA
Analisis praktik ..., Munqidz Zahrawaani, FIK UI, 2014
14
UNIVERSITAS INDONESIA
Analisis praktik ..., Munqidz Zahrawaani, FIK UI, 2014
15
UNIVERSITAS INDONESIA
Analisis praktik ..., Munqidz Zahrawaani, FIK UI, 2014
16
UNIVERSITAS INDONESIA
Analisis praktik ..., Munqidz Zahrawaani, FIK UI, 2014
17
UNIVERSITAS INDONESIA
Analisis praktik ..., Munqidz Zahrawaani, FIK UI, 2014
18
Muka
Wajah terlihat menahan sakit, lain-lain tidak ada perubahan fungsi
maupun bentuk. Tak ada lesi, simetris, tak oedema.
Mata
Tidak ada gangguan seperti konjungtiva tidak anemis (karena tidak
terjadi perdarahan)
Telinga
Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal. Tidak ada lesi
atau nyeri tekan.
Hidung
Tidak ada deformitas, tak ada pernafasan cuping hidung.
Mulut dan Faring
Tak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi perdarahan, mukosa
mulut tidak pucat.
Thoraks
Tak ada pergerakan otot intercostae, gerakan dada simetris.
Paru
(1)Inspeksi
Pernafasan meningkat, reguler atau tidaknya tergantung pada
riwayat penyakit klien yang berhubungan dengan paru.
(2)Palpasi
Pergerakan sama atau simetris, fermitus raba sama.
(3)Perkusi
Suara ketok sonor, tak ada erdup atau suara tambahan lainnya.
(4)Auskultasi
Suara nafas normal, tak ada wheezing, atau suara tambahan
lainnya seperti stridor dan ronchi.
Jantung
(1) Inspeksi
Tidak tampak iktus jantung.
UNIVERSITAS INDONESIA
Analisis praktik ..., Munqidz Zahrawaani, FIK UI, 2014
19
(2) Palpasi
Nadi meningkat, iktus tidak teraba.
(3) Auskultasi
Suara S1 dan S2 tunggal, tak ada mur-mur.
Abdomen
(1) Inspeksi
Bentuk datar, simetris, tidak ada hernia.
(2) Palpasi
Tugor baik, tidak ada defands muskuler, hepar tidak teraba.
(3) Perkusi
Suara thympani, ada pantulan gelombang cairan.
(4) Auskultasi
Peristaltik usus normal 20 kali/menit.
Inguinal-Genetalia-Anus
Tak ada hernia, tak ada pembesaran lymphe, tak ada kesulitan BAB.
2.1.1.3 Keadaan Lokal
Harus diperhitungkan keadaan proksimal serta bagian distal terutama
mengenai status neurovaskuler (untuk status neurovaskuler 5 P yaitu
Pain, Palor, Parestesia, Pulse, Pergerakan). Pemeriksaan pada sistem
muskuloskeletal adalah:
(1) Look (inspeksi)
Perhatikan apa yang dapat dilihat antara lain:
(a) Cicatriks (jaringan parut baik yang alami maupun buatan
seperti bekas operasi).
(b) Cape au lait spot (birth mark).
(c) Fistulae.
(d) Warna kemerahan atau kebiruan (livide) atau hyperpigmentasi.
(e) Benjolan, pembengkakan, atau cekungan dengan hal-hal yang
tidak biasa (abnormal).
(f) Posisi dan bentuk dari ekstrimitas (deformitas)
UNIVERSITAS INDONESIA
Analisis praktik ..., Munqidz Zahrawaani, FIK UI, 2014
20
UNIVERSITAS INDONESIA
Analisis praktik ..., Munqidz Zahrawaani, FIK UI, 2014
21
UNIVERSITAS INDONESIA
Analisis praktik ..., Munqidz Zahrawaani, FIK UI, 2014
22
UNIVERSITAS INDONESIA
Analisis praktik ..., Munqidz Zahrawaani, FIK UI, 2014
23
Trauma
Fraktur
Kurang
Degranulasi sel Terapi restrictif Lepasnya lipid Port de’ entri Gg. Integritas Edema
informasi
mast pada sum-sum kuman kulit
tulang
Kurang
Pelepasan Gg. Mobilitas Resiko Infeksi Penekanan pada
pengeta Terabsorbsi
mediator fisik jaringan vaskuler
hunan masuk kealiran
kimia
darah Nekrosis
Penurunan aliran
Oklusi arteri Jaringan paru
Korteks Nociceptor darah
Emboli paru
serebri
Resiko disfungsi
Medulla
Gangguan pertukaran Penurunan laju Luas permukaan neurovaskuler
Nyeri spinali
gas difusi paru menurun
UNIVERSITAS INDONESIA
Adapun diagnosa keperawatan yang lazim dijumpai pada klien fraktur adalah
sebagai berikut:
a. Nyeri akut b/d spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema, cedera jaringan
lunak, pemasangan traksi, stress/ansietas.
b. Risiko disfungsi neurovaskuler perifer b/d penurunan aliran darah (cedera
vaskuler, edema, pembentukan trombus)
c. Gangguan pertukaran gas b/d perubahan aliran darah, emboli, perubahan
membran alveolar/kapiler (interstisial, edema paru, kongesti)
d. Gangguan mobilitas fisik b/d kerusakan rangka neuromuskuler, nyeri, terapi
restriktif (imobilisasi)
e. Gangguan integritas kulit b/d fraktur terbuka, pemasangan traksi (pen,
kawat, sekrup)
f. Risiko infeksi b/d ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit,
taruma jaringan lunak, prosedur invasif/traksi tulang)
g. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan
b/d kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi, keterbatasan
kognitif, kurang akurat/lengkapnya informasi yang ada
(Doengoes, 2002)
UNIVERSITAS INDONESIA
UNIVERSITAS INDONESIA
UNIVERSITAS INDONESIA
UNIVERSITAS INDONESIA
UNIVERSITAS INDONESIA
UNIVERSITAS INDONESIA
UNIVERSITAS INDONESIA
2.2.4 Evaluasi
UNIVERSITAS INDONESIA
Kota secara fisik dapat didefinisikan sebagai area yang terdiri atas bangunan
bangunan yang saling berdekatan yang berada di atas tanah atau dekat dengan
tanah, instalasi instalasi di bawah tanah dan kegiatan di dalam ruangan kosong
di angkasa. Secara sosial kota dapat dilihat sebagai komunitas yang diciptakan
pada awalnya untuk meningkatkan produktivtas, melalui konsentrasi dan
spesialisasi tenaga kerja dan memungkinkan adanya diversitas intelektual,
kebudayaan dan kegiatan rekreatif di kota kota. Suatu wilayah disebut sebagai
kota jika wilayah tersebut mampu untuk menyediakan kebutuhan/pelayanan
yang dibutuhkan oleh penduduk pada komunitas tersebut (Arifianto, 2010).
Wilayah perkotaan tidak luput dari masalah kesehatan. Jhingan (2004)
memasukkan pendidikan dan kesehatan sebagai salah satu fokus masalah
perkotaan, karena kedua hal ini merupakan unsur modal utama manusia dalam
berkehidupan, Jhingan juga menjelaskan bahwa selama bertumbuh kembang
lazimnya orang lebih menekankan pentingnya modal kesehatan fisik. Kemajuan
kehidupan masyarakat perkotaan diirngi dengan percepatan mobilisasi dan
penggunaan alat transportasi massa. Perusahaan kendaraan bermotor saling
berlomba memberikan karya terbaru, peningkatan kemajuan ini selain
memberikan kemudahan bagi para pengguna juga memberikan dampak negatif
lain yaitu meningkatnya intensitas kecelakaan.
UNIVERSITAS INDONESIA
UNIVERSITAS INDONESIA
b) Keluhan Utama
Keluhan utama pada Ny. M adalah rasa nyeri. Nyeri kronik karena
sudah berlangsung lebih dari 6 bulan sejak kejadian yang
menyebabkan fraktur dan berlangsung setiap hari. Berikut detail
nyeri yang dirasakan Ny. M:
UNIVERSITAS INDONESIA
UNIVERSITAS INDONESIA
f) Riwayat Psikososial
Klien terliat emosional terutama jika akan dilakukan prosedur untuk
mobilisasinya, klien mudah menyerah dan berputus asa terhadap
UNIVERSITAS INDONESIA
UNIVERSITAS INDONESIA
UNIVERSITAS INDONESIA
UNIVERSITAS INDONESIA
1) Pemeriksaan Fisik
a) Gambaran Umum
(1) Keadaan umum
(a) Kesadaran klien compos mentis dan gelisah karena nyeri yang
dirasakannya serta diaphoresis yang cukup banyak disiang
hari.
(b) Kesakitan, keadaan penyakit: nyeri fraktur kronik, nyeri
sedang, dan nyeri ringan pada saluran pernafasan atas karena
batuk sejak di MRI
(c) Tanda-tanda vital pada saat pengkajian
Tekanan darah: 130/90 mmHg
Suhu ; 37 „C
UNIVERSITAS INDONESIA
(b) Kepala
Tidak ada gangguan yaitu, normo cephalik, simetris, tidak ada
penonjolan, nyeri kepala sering dirasakan.
(c) Leher
Ada gangguan pembesaran kelenjar paratiroid, refleks menelan
baik, batuk positif.
(d) Muka
(d) Mata
Konjungtiva anemis, hasil pemeriksaan laboratorium hematologi
hemgolobin 8, 3 g/dl.
(e) Telinga
Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal. Tidak ada
lesi atau nyeri tekan. Klien dapat mendengar dengan baik kata
kata atau instruksi dari perawat.
(f) Hidung
Tidak ada deformitas, tak ada pernafasan cuping hidung.
(h) Thoraks
Ada pergerakan otot intercostae, gerakan dada simetris tetapi
cukup menahan sakit.
UNIVERSITAS INDONESIA
(i) Paru
(5) Inspeksi
Pernafasan meningkat, irreguler tidak ada riwayat penyakit
paru
(6) Palpasi
Pergerakan sama atau simetris, fermitus raba sama.
(7) Perkusi
Tidak ada kelainan
(8) Auskultasi
Suara nafas gargling, karena ada cairan diparu paru tak ada
wheezing, atau suara tambahan lainnya seperti stridor dan
ronchi.
(j) Jantung
(1) Inspeksi
Tidak tampak iktus jantung.
(2) Palpasi
Nadi meningkat, iktus tidak teraba.
(3) Auskultasi
Suara S1 dan S2 tunggal, tak ada mur-mur.
(k) Abdomen
(1) Inspeksi
Bentuk datar membulat, sedikit buncit, simetris, tidak ada
hernia, terdapat luka jahitan melintang post operasi sectio
caesaria di abdomen bawah.
UNIVERSITAS INDONESIA
(2) Palpasi
Turgor jelek, tidak ada defands muskuler, hepar tidak teraba.
(3) Perkusi
Suara thympani, ada pantulan gelombang cairan.
(4) Auskultasi
Peristaltik usus normal 18 kali/menit.
(5) Inguinal-Genetalia-Anus
Tak ada hernia, tak ada pembesaran lymphe, kesulitan BAB
sejak masuk rumah sakit.
b) Keadaan Lokal
Status neurovaskuler (untuk status neurovaskuler 5 P yaitu
Pain, Palor, Parestesia, Pulse, Pergerakan). Pemeriksaan pada
sistem muskuloskeletal adalah:
UNIVERSITAS INDONESIA
2) Pemeriksaan Diagnostik
Data penunjang yang abnormal dari hematologi yaitu nilai Hb, Ht dan eritrosit
dibwah noema, kemudian hasil USG Vaskular Doppler taggal 24 April 2014 di RS
Moewardi menunjukkan adanya struma noduler kistika glandula thyroid bilateral.
Foto pelvis femur bilateral menunjukkan fraktur diafisis proksimal os femur dengan
pergeseran fragmen distal superior. Fraktur 1/3 diafisis proksimal os femur kiri
dengan angulasi dan pergeseran distal fraktur ke medial. Kesan adanya osteofit di
illiac wing bilateral.
Setelah melakukan pengkajian dan mendapatkan semua data Ny. M lalu data
dikelompokkan dan dianalisis sehingga dirumuskan ada tiga masalah keperawatan
utama, yaitu nyeri, kerusakan mobilitas fisik dan kerusakan integritas kulit .Masalah
tersebut dirumuskan berdasarkan data fokus (data subjektif dan objektif) yang
terdapat pada Ny. M.
Data subjektif yang ditemukan antara lain: Ny. M mengatakan skala nyeri bisa
mencapai angka delapan, rasa nyeri di paha kiri membuatnya tidak berani bergerak
banyak an harus mendapat bantuan penuh dari perawat. Mobilisasi hanya terbatas
UNIVERSITAS INDONESIA
untuk latihan berpindah dari posisi miring kiri ke kanan. Aktivitas semua dibantu
oleh keluarga. Keluhan lain adalah sulit BAB sejak masuk rumah sakit.
Data Obyektif yang didapatkan pada Ny. M, antara lain: terlihat ekspresi meringis,
sering berteriak teriak mengeluhkan nyerinya, tidak mampu menggunakan alat bantu
apapun, semua aktivitas dibantu keluarga, Ny. M terlihat lebih banyak berada
ditempat tidur. Nilai Indeks Kazt (tingkat kemandirian): 5 artinya tingkat kemandirian
semua dibantu kecuali makan bisa dilakukan sendiri, kaki kiri terlihat agak bengkak,
ada kontraktur pada ekstremitas, semua ekstremitas bisa digerakkan kecuali kaki kiri
mampu digerakan dengan mandiri. Latihan miring kiri kanan dan alih posisi rutin
setiap 2 jam. Latihan ROM aktif dilakukan pada kaki kiri, tangan kiri, dan tangan
kanan. Sedangkan untuk kaki kanan yang mengalami kontraktur hanya dilakukan
gerakan-gerakan di jari-jari kaki, Kebutuhan sehari-hari seperti mandi, mobilisasi,
sebagian dibantu oleh perawat. Saat memandikan pasien ditemukan ulkus decubitus
grade I dan II dipunggung klien, kulit nampak kering dan kotor, tercium bau amis
disekitar tempat tidur, klien menggunakan diapers untuk mengalasi tempat tidurnya.
Diagnosa keperawatan yang dirumuskan, ada tiga diagnosa utama yaitu: kerusakan
mobilitas fisik, kerusakan integritas kulit dan Nyeri kronis. Diagnosa utama yang
dibahas oleh penulis dan menjadi fokus dalam karya ilmiah ini adalah diagnosa nyeri
kronis, namun diagnosa lainnya tetap menjadi perhatian dan tetap dilakukan
intervensi untuk mengatasi masalah tersebut.
UNIVERSITAS INDONESIA
6. Lakukan kompres dingin selama fase akut (24-48 jam pertama) sesuai
keperluan.
Rasional: Menurunkan edema dan mengurangi rasa nyeri.
UNIVERSITAS INDONESIA
Implementasi dimulai pada hari kedua yaitu: mengajarkan teknik relaksasi dan nafas
dalam, dalam hal ini pasien diajarkan untuk menarik nafas melalui hidung dan
ditahan selama 3 detik lalu menghembuskan perlahan melalui mulut dan lebih efektif
lagi ditambah dengan batuk efektif, karena pada saat pengkajian pasein sedang batuk.
Implementasi pada lanjutan yang dilakukan setiap hari adalah selain mengurangi
nyeri juga meningkatkan mobilisasi pasien dengan mengubah posisi miring kiri dan
miring kanan setiap dua jam dan dibuatkan jadwal khusus untuk pasien selama 1x24
jam. Karena kegiatan ini merupakan salah satu intervensi dalam meningkatkan
kenyamanan pasien.
UNIVERSITAS INDONESIA
Implementasi nyeri selama 7x24 jam, dan hasilnya Ny. M menunjukkan kemajuan,
yaitu: evaluasi keluhan nyeri (skala, petunjuk verbal dan non verval, perubahan
tanda-tanda vital). Rencana tindak lanjut yang penulis rekomendasikan pada pihak
rumah sakit antara lain: menyampaikan kepada perawat khususnya TIM 3 yang
merawat Ny. M untuk menindaklanjuti jadwal miring kanan kiri Ny.M.
UNIVERSITAS INDONESIA
ANALISIS SITUASI
Pembangunan Instalasi Rumah Sakit Militer di Nusantara pada awal abad 19 adalah
salah satu bagian dari strategi militer Belanda dalam rangka mendukung politik
kolonialisme, untuk tetap mempertahankan tanah jajahan Nederlands Indie, yang
dikarenakan berbagai faktor yang mempengaruhi. Hal ini juga merupakan salah satu
alasan mengapa diperlukan adanya suatu Rumah Sakit Lapangan serta tetap
dipertahankannya instalasi Rumah Sakit Militer meskipun fasilitas pelayanan
kesehatan baik Rumah Sakit Umum maupun Puskesmas sudah menyebar sampai ke
pelosok pedesaan.
RSPAD Gatot Soebroto merupakan Rumah Sakit yang awalnya ditujukan untuk
meningkatkan kesejahteraan prajurit. Rumah sakit ini ditunjuk menjadi salah satu
tempat pemeriksaan dan perawatan pejabat tinggi sampai sekarang. Mengingat peran
serta rumah sakit terhadap pelayanan kesehatan masyarakat maka sejak tahun 1989,
RSPAD mulai membuka diri untuk pelayanan swasta sampai saat ini. Selain kelas
Paviliun RSPAD juga menyediakan perawatan Non Paviliun meliputi perawatan
umum, perawatan bedah, perawatan anak, perawatan jantung dan unit stroke.
UNIVERSITAS INDONESIA
UNIVERSITAS INDONESIA
Metode Asuhan keperawatan yang digunakan diruangan ini adalah metode tim. Setiap
pasien baru diterima oleh Ka Tim, dijelaskan hak dan kewajiban beserta tatib yang
berlaku di RSPAD, mengecek kelengkapan administrasi dan Rekam Medik.
Melakukan pengkajian keperawatan dengan cek list, membuat rencana keperawatan
dan diagnosa keperawatan dengan ceklist. Rencana keperawatan di implementasikan
oleh perawat asosiet serta melihat respon pasien, SOAP di buat masing-masing shif
oleh Ka Tim, jika pada saat sore dan malam terdapat masalah tambahan di luar
diagnosa yang sudah ditetapkan diagnose keperawatan akan ditambahkan. SOAP
sesuai diagnosa yang di angkat pada catatan terintegrasi.
4.2 Analisis Masalah Keperawatan dengan Konsep terkait KKMP dan Fraktur
Patologis
Patah pada tulang femur dapat disebabkan oleh trauma, trauma yang menyebabkan
fraktur dapat dibedakan menjadi dua yaitu fraktura os femur directa yaitu fraktura
yang terjadi tepat di tempat trauma tersebut datang dan fraktura os femur indirecta
yaitu fraktur yang terjadi tidak tepat di tempat trauma tersebut datang. Penyebab
fraktur secara ekstrinsik adalah tertabrak, jatuh dari ketinggian, perputaran dan
kompresi. Sedangkan secara intrinsik dapat disebabkan oleh tekanan yang berulang
kali juga patologis seperti penyakit sistemik seperti neoplasia, cyste tulang, ricketsia,
osteoporosis, hyperparatyroidm dan osteomalacia.
Pada kasus klien Ny. M ada pengaruh dari proses patologis akibat hiperparatiroid
yang mengarah pada kanker paratiroid. Hiperkalsemia merupakan komplikasi yang
UNIVERSITAS INDONESIA
sering terjadi pada keganasan, ditemukan pada 10-20% penderita kanker. Keganasan
merupakan penyebab tersering hiperkalsemia pada penderita yang dirawat. Kanker
yang tersering menimbulkan hiperkalsemia adalah : kanker payudara, kanker paru,
mieloma multipel, limfoma, kanker kepala dan leher (sel skuamous ), kanker traktus
uroepitelial dan hipernefroma.
Penyebab tersering hiperkalsemia pada penderita dengan tumor padat tanpa metastase
dan pada beberapa pasien dengan limfoma maligna non-Hodgkin adalah adanya
sekresi PTHrP. Keadaan ini disebut hiperkalsemi humoral pada keganasan. PTHrP
mempunyai struktur yang homolog dengan hormon paratiroid pada ujung amino
terminal sehingga berikatan dengan reseptor yang sama dengan PTH. Karena hal
tersebut, PTHrP mampu bekerja seperti hormon paratiroid yaitu meningkatkan
resorbsi tulang , resorbsi kalsium pada tubulus distal dan inhibisi transport fosfat pada
tubulus proksimal.2 Interleukin 6 dihasilkan oleh banyak sel kanker dan berhubungan
dengan beberapa sindroma paraneoplasma. Interleukin 6 secara langsung merangsang
produksi osteoklas dan juga merupakan downstream effector kerja hormon paratiroid
pada tulang. Interleukin 6 dapat menyebabkan hiperkalsemia ringan dan dapat
berkerja aditif terhadap PTHrP (Oehadian, 2014).
Femur merupakan tulang tersering ketiga, setelah vertebrae dan pelvis, tempat
ditemukannya metastasis tulang. Fraktur patologis pada femur merupakan yang
paling sering membutuhkan intervensi pembedahan. Fraktur patologis pada femur
merupakan 66 % fraktur patologis pada tulang panjang, dimana 87% terjadi pada
femur proksimal dan shaft femur. Fraktur pada collum femur merupakan fraktur yang
paling sering terjadi pada orang tua. Umur rata-rata 77 tahun pada wanita dan 72
tahun pada laki-laki, dan 80% terjadi pada wanita. Insidensi pada usia muda sangat
rendah dan berhubungan dengan trauma hebat. Penyebab tersering fraktur patologis
pada femur proksimal adalah osteoporosis.
UNIVERSITAS INDONESIA
Pada anamnesis yang mengarahkan kita kepada suatu fraktur patologis antara lain
pasien dengan fraktur yang terjadi secara spontan atau pada trauma minor, pola
fraktur yang tidak biasa, riwayat multipel fraktur sebelumnya, usia, riwayat penyakit
metabolik dan nyeri pada tempat fraktur sebelum terjadi fraktur. Selain pemeriksaan
fisik standar pada fraktur, diperlukan pemeriksaan tambahan seperti ada tidaknya
massa pada tempat fraktur, keterlibatan limfonodi regional. Pemeriksaan thyroid,
mammae, prostat dan rektum juga perlu dilakukan untuk mencari kemungkinan
tumor primer.
Fraktur ekstremitas inferior (femur, tibia dan fibula) sangat sering dijumpai,
insidennya sekitar 57% dari semua kasus fraktur dan hampir 80% pasien dalam usia
produktif, sebagian besar ditangani secara operatif dengan menggunakan fiksasi
interna baik dengan K-Nail atau plate and screw dengan tujuan agar secepatnya psien
dapat melakukan mobilisasi dan bekerja kembali. Penyembuhan klinis dinilai secara
klinis maupun radiologis. Secara klinis bila tidak ditemukan gerakan maupun nyeri
pada saat fragmen fraktur digerakkan. Radiologis bila didapatkan kalus walaupun ada
garis fraktur. Penyembuhan klinis rata rata tercapai antara enam sampai delapan
minggu pada orang dewasa. Secara hispatologi proses penyembuhan fraktur ini juga
dapat diamati penambahan material pembentuk kalus dalamkurun waktu tertentu.
Problema psikososial yang timbul pada penderita dan keluarganya padafraktur femur
adalah akibat lamanya penderita menginap dirumah sakit, lamanya mobilisasi dan
hilangny waktu produktif untuk bekerja.
UNIVERSITAS INDONESIA
Pembentukan kalus merupakan tahap ketiga dari penyembuhan fraktur Setelah terjadi
hematom dan proliferasi pada tahap ini pertumbuhan jaringan berlanjut sampai celah
terhubungkan. Memerlukan waktu 3-4 minggu agar fragmen tulang tergabung dalam
tulang rawan atau jaringan fibrus.kemudian berlanjut ke tahap berikutnya yaitu
Osifikasi dimana terjadi pembentukan kalus mulai mengal;ami penulangan
endokondrial. Mineral terus ditimbun hingga tulang benar-benar bersatu (3-4 bulan).
Konsolidasi (6-8 bulan) dan remodeling (6-12 bulan) dimana merupakan tahap akhir
dari perbaikan patah tulang dan kalus mengalami pembentukan tulang sesuai aslinya.
Faktor-faktor yang mengontrol Aktivitas osteoblas dirangsang oleh olah raga dan
stres beban akibat arus listrik yang terbentuk sewaktu stres mengenai tulang. Fraktur
tulang secara drastis merangsang aktivitas osteoblas, tetapi mekanisme pastinya
belum jelas. Estrogen, testosteron, dan hormon perturnbuhan adalah promotor kuat
bagi aktivitas osteoblas dan pertumbuhan tulang. Pertumbuhan tulang dipercepat
semasa pubertas akibat melonjaknya kadar hormon-hormon tersebut. Estrogen dan
testosteron akhirnya menyebabkan tulang-tulang panjang berhenti tumbuh dengan
merangsang penutupan lempeng epifisis (ujung pertumbuhan tulang). Sewaktu kadar
estrogen turun pada masa menopaus, aktivitas osteoblas berkurang. Defisiensi
hormon pertumbuhan juga mengganggu pertumbuhan tulang (Sain, I 2014).
Vitamin D dalam jumlah kecil merangsang kalsifikasi tulang secara langsung dengan
bekerja pada osteoblas dan secara tidak langsung dengan merangsang penyerapan
kalsium di usus. Hal ini meningkatkan konsentrasi kalsium darah, yang mendorong
kalsifikasi tulang. Namun, vitamin D dalam jumlah besar meningkatkan kadar
UNIVERSITAS INDONESIA
Faktor faktor yang mempengaruhi penyembuhan fraktur antara lain (Yanti, 2010) :
1. Usia
Lamanya proses penyembuhan fraktur sehubungan dengan umur lebih bervariasi
pada tulang dibandingkan dengan jaringan jaringan lain pada tubuh. Cepatnya
proses penyembuhan ini sangat berhubungan erat dengan aktifitas osteogenesis
dari periosteum dan endosteum. Sebagai contoh adalah fraktur diafisis femur
yang akan bersatu (konsolidasi sempurna) sesudah 12 (dua belas) minggu pada
UNIVERSITAS INDONESIA
usia 12 tahun, 20 (dua puluh) minggu pada usia 20 tahun sampai dengan usia
lansia.
2. Tempat (lokasi) fraktur
Fraktur pada tulang yang dikelilingi otot akan sembuh lebih cepat daripada
tulang yangberada di subkutan atau daerah persendian. Fraktur pada tulang
berongga (cancellous bone) sembuh lebih cepat darpada tulang kompakta.
Fraktur dengan garis fraktur yang oblik dan spiral sembuh lebih cepat darpada
garis fraktur yang transversal.
3. Dislokasi fraktur
Fraktur tanpa dislokasi, periosteumnya intake, maka lama penyembuhannya dua
kali lebih cepat darpada yang mengalami dislokasi. Makin besar dislokasi maka
semakin lama penyembuhannya.
4. Aliran darah ke fragmen tulang
Bila fragmen tulang mendapatkan aliran darah yang baik, maka penyembuhan
lebih cepat dan tanpa komplikasi. Bila terjadi gangguan berkurangnya aliran
darah atau kerusakan jaringan lunak yang berat, maka proses penyembuhan
menjadi lama atau terhenti.
Rasa nyeri yang dirasakan Ny. M timbul secara spontan jika bagian yang mengalami
fraktur digerakkan. Rasa nyeri selain berdampak negatif juga bermanfaat untuk
menentukan lokasi fraktur. Fraktur yang dialami Ny. M seharusnya mendapatkan
penanganan penanganan yaitu reduksi baik terbuka maupun tertutup serta
immobilisasi secara medis dengan cara fragmen tulang harus diimobilisasi atau
dipertahankan dalam posisi penyatuan yang tepat. Imobilisasi dapat dilakukan dengan
metode fiksasi internal (nail, plat, sekrup, kawat, batang) dan eksternal (bebat, brace,
traksi, balutan, pin dalam gips, fiksator eksterna). Dampak dari penanganan yang
tidak tepat adalah timbulnya komplikasi jangka panjang delayed union yaitu
gagalnya fraktur untuk bersatu kembali dalam waktu tiga bulan sampai satu tahun,
biasanya dihubungkan dengan adanya retardasi pada proses penyembuhan seperti
kurangnya aliran darah, infeksi sistemik, ataupun distraksi (tarikan jauh) fragmen
tulang. Ditangani dengan tambahan waktu untuk mengkoreksi penyebabnya.
UNIVERSITAS INDONESIA
Rasa nyeri merupakan stressor yang dapat menimbulkan stress dan ketegangan
dimana individu dapat berespon secara biologis dan perilaku yang dapat
menimbulkan respon fisik dan psikis. Respon fisik meliputi perubahan keadaan
umum,wajah, denyut nadi, pernafasan, suhu badan, sikap badan dan apabila nafas
makin berat dapat menyebabkan kolaps kardiovaskuler dan syok, sedangkan respon
psikis akibat nyeri dapat merangsang respon stress yang dapat mengurangi sistem
imun dalam peradangan, serta menghambat penyembuhan respon yang lebih parah
akan mengarah pada ancama merusak diri sendiri (Corwin, 2001). Teknik relaksasi
nafas dalam merupakan salah satu metode manajemen nyeri non farmakologi.
Menurut (Brunner & Suddart, 2001) beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa
relaksasi nafas dalam sangat efektif dalam menurunkan nyeri pasien fraktur.
Fraktur memegang proporsi terbesar penyebab trauma dan cedera, dapat terjadi pada
semua tingkat usia dan dapat menimbulkan perubahan yang signifikan pada kualitas
hidup individu.perubahan yang ditimbulkan diantaranya terbatasnya aktifitas, karean
rasa nyeri akibat tergeseknya saraf motorik dan sensorik pada luka fraktur. Rasa nyeri
yang dialami pasien membuat pasien takut untuk menggrekakkan ekstrimitas yang
cedera, sehingga pasien cenderung untuk tetap berbaring lama, membiarkan tubuh
tetap kau (Smeltzer & Bare, 2009). Individu yang membatasi pergerakkannya
(immobilisasi) akan menyebabkan tidak stabilnya pergerakan sendi, terjadinya atropi
otot dalam 4-6 hari (Waher, Salmond & Pellino, 2002).
UNIVERSITAS INDONESIA
Intervensi yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah nyeri adalah teknik
relaksasi nafas dalam sebagai salah satu intervensi pilihan yang sudah pernah diteliti
oleh Ayudianingsih tahun 2014 di Rumah Sakit Karima Utama Surakarta. Hasil
pengujian juga menunjukkan bahwa skor nyeri pada sesudah perlakuan kelompok
eksperimen sebesar 2,65 sedangkan pada kelompok kontrol sebesar 3,30.
Berdasarkan perbandingan rata-rata skor nyeri tersebut, maka dapat disimpulkan
bahwa pemberian teknik relaksasi nafas dalam memberikan dampak penurunan nyeri
yang lebih baik.
Berikut tinjauan beberapa ahli mengapa teknik relaksasi nafas dalam bisa
mempengaruhi tingkat nyeri yang dialami oleh seseorang : teknik relaksasi nafas
dalam bertujuan membantu mengekspresikan perasaan, membantu rehabilitasi atas
fisik, memberi pengaruh positif terhadap kondisi suasana hati dan emosi
meningkatakan memori, serta menyediakan kesempatan yang unik untuk berinteraksi
dan membangun kedekatan emosional. Jadi, teknik relaksasi nafas dalam diharapkan
dapat membantu mengatasi stres, mencegah penyakit dan meringankan rasa sakit
(Djohan 2006).
Teknik relaksasi nafas dalam adalah teknik yang dilakukan untuk menekan nyeri pada
thalamus yang dihantarkan ke korteks cerebri dimana korteks cerebri sebagai pusat
nyeri, yang bertujuan agar pasien dapat mengurangi nyeri selama nyeri timbul.
Adapun hal-hal yang perlu diperhatikan saat relaksasi adalah pasien harus dalam
keadaan nyaman, pikiran pasien harus tenang dan lingkungan yang tenang. Suasana
yang rileks dapat meningkatkan hormon endorphin yang berfungsi menghambat
transmisi impuls nyeri sepanjang saraf sensoris dari nosiseptor saraf perifer ke kornu
dorsalis kemudian ke thalamus, serebri, dan akhirnya berdampak pada menurunnya
persepsi nyeri (Brunner & Suddart, 2001).
UNIVERSITAS INDONESIA
Secara klinik apabila pasien dalam keadaan rileks akan menyebabkan meningkatnya
kadar serotonin yang merupakan salah satu neurotransmitter yang diproduksi oleh
nucleus rafe magnus dan lokus seruleus, serta berperan dalam system analgetik otak.
Serotonin menyebabkan neuron-neuron local medulla spinalis mensekresi enkefalin,
karena enkefalin dianggap dapat menimbulkan hambatan presinaptik dan postsinaptik
pada serabut-serabut nyeri tipe C sehingga sistem analgetika ini dapat memblok
sinyal nyeri pada δ dan A tempat masuknya ke medulla spinalis dan Pengaruh Teknik
Relaksasi Nafas Dalam memiliki andil dalam memodulasi nyeri pada susunan saraf
pusat (Guyton, 2005).
Namun demikian, perlu juga diperhatikan beberapa kesamaan faktor yang dapat
mempengaruhi intensitas nyeri pada pasien, antara lain; usia, jenis kelamin, tingkat
pendidikan serta dukungan sosial. Jenis kelamin laki-laki dalam penelitian ini
mendominasi dari keseluruhan responden. Menurut Taylor (2000) bahwa laki-laki
biasanya lebih toleran/tahan terhadap nyeri dibanding perempuan. Boedi Darmojo
(2000) mengungkapkan bahwa fraktur sering terjadi pada orang laki–laki daripada
orang perempuan. Hal ini berhubungan dengan aktifitas yang berlebih pada orang laki
– laki seperti : olah raga, pekerjaan, dan juga seringnya aktifitas diluar yang
berhubungan dengan mobilitas menggunakan kendaraan bermotor.
UNIVERSITAS INDONESIA
Adapun intensitas nyeri selain di pengaruhi oleh penggunaan terapi, juga dipengaruhi
oleh beberapa faktor, antara lain: lingkungan, kelelahan, ansietas, budaya, dukungan
orang lain dan riwayat sebelumnya (Priharjo, 2000). Seseorang dengan pengalaman
yang pernah di alaminya akan lebih mudah beradaptasi dan mengatasinya, misalnya
seorang pasien yang pernah di rawat dengan kasus yang sama akan lebih mudah
beradaptasi dibanding dengan pasien yang baru pertama kali dirawat, karena tidak
ada pengalaman sebelumnya.
UNIVERSITAS INDONESIA
Bab 5 merupakan bab penutup. Penutup ini terdiri atas kesimpulan dan saran.
Kesimpulan disampaikan secara keseluruhan dari bab dalam karya ilmiah akhir ini,
sementara saran ditujukan kepada penulis, pendidikan, dan rumah sakit
.
5.1 Kesimpulan
5.1.1. Wilayah perkotaan memiliki banyak faktor resiko terhadap masalah kesehatan,
diantaranya adalah tingginya penggunaan transportasi darat dan peningkatan
kasus kecelakaan serta trauma.
5.1.2. Fraktur femur adalah salah satu fraktur yang sering terjadi pada anggota gerak
superior dan kebanyakan dialami wanita berdampak begitu besar terhadap
perawatan dan mobilisasi pasien sehingga harus ditangani dengan benar.
5.1.3. Intervensi yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah nyeri adalah teknik
relaksasi nafas dalam sebagai salah satu intervensi pilihan yang bertujuan
membantu mengekspresikan perasaan, membantu rehabilitasi atas fisik,
memberi pengaruh positif terhadap kondisi suasana hati dan emosi
5.1.4 Teknik relaksasi nafas dalam adalah teknik yang dilakukan untuk menekan
nyeri pada thalamus yang dihantarkan ke korteks cerebri dimana korteks cerebri
sebagai pusat nyeri, yang bertujuan agar pasien dapat mengurangi nyeri selama
nyeri timbul. Adapun hal-hal yang perlu diperhatikan saat relaksasi adalah
pasien harus dalam keadaan nyaman, pikiran pasien harus tenang dan
lingkungan yang tenang.
5.1.5 Suasana yang rileks dapat meningkatkan hormon endorphin yang berfungsi
menghambat transmisi impuls nyeri sepanjang saraf sensoris dari nosiseptor
saraf perifer ke kornu dorsalis kemudian ke thalamus, serebri, dan akhirnya
berdampak pada menurunnya persepsi nyeri.
UNIVERSITAS INDONESIA
5.2 Saran
5.2.1 Rumah Sakit
Saran bagi rumah sakit selaku pemberi pelayanan keperawatan hendaknya
dapat memberikan asuhan keperawatan yang optimal, termasuk dalam
mempersiapkan klien selama perawatan jangka panjang. Selain itu, perawat
hendaknya menunjukkan perannya sebagai advokat klien dengan pemberian
edukasi-edukasi yang menunjang kesehatan klien.
5.2.2 Pendidikan
Saran bagi pemberi pendidikan keperawatan terutama spesialisasi keperawatan
medikal bedah hendaknya agar dapat bekerja sama dengan institusi kesehatan
dan pemerintahan di wilayah-wilayah perkotaan untuk memberikan penyuluhan
sebagai tindakan preventif dan promotif terkait fraktur dan penanganan yang
tepat agar tidak terjadi komplikasi lebih lanjut.
5.2.3 Penulis
Saran yang ditujukan secara untuk mahasiswa ners secara khusus (penulis)
maupun secara keseluruhan adalah meningkatnya keterampilan lulusan ners
dalam merawat pasien dengan fraktur apapun jenisnya dan kasus kasus bedah
lainnya agar tidak terjadi komplikasi lebih lanjut dimasa yang akan datang.
UNIVERSITAS INDONESIA
UNIVERSITAS INDONESIA
UNIVERSITAS INDONESIA
UNIVERSITAS INDONESIA
UNIVERSITAS INDONESIA
No Data Diagnosis
Keperawatan
1 Data Subjektif Nyeri Kronik
Klien mengatakan nyeri skala 8 pada area
Fraktur (1/3 proksimal femur sinistra)
semenjak 5 bulan sebelum masuk rumah
sakit dan setelah menjalani pengobatan
alternatif untuk frakturnya.
Klien mengatakan nyeri tajam, menusuk
dan bertambah jika daerah yang mengalami
fraktur digerakkan
Klien mengatakan tidak ingin beraktifitas
karena nyeri yang secara terus menerus
dirasakannya.
Klien mengatakan sulit tidur dimalam hari
akibat nyeri yang dirasakan.
Pengkajian nyeri
(1) Provoking Incident/faktor presipitasi nyeri
adalah mobilisasi
(2) Quality of Pain: nyeri menusuk tajam
karena terjadi penekanan di daerah inguinal
dan jika terjadi pergerakan pada panggul
(3) Region : rasa sakit menyebar sampai ke
panggul, punggung belakang dan betis
kebawah
(4) Severity (Scale) of Pain: skala nyeri 6
(sedang) saat tidak beraktifitas tetapi jika
klien beraktifitas skla nyeri bisa meningkat
sampai 8
UNIVERSITAS INDONESIA
UNIVERSITAS INDONESIA
1223 3221
UNIVERSITAS INDONESIA
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 5x24 jam klien tidak
menunjukkan tanda kontraktur pada kaki dan tangan, dan rentang pergerakan sendi
UNIVERSITAS INDONESIA
Kolaborasi dengan dokter dan fisioterapis terkait pemberian terapi RPS (Doenges, et
al, 2010).
UNIVERSITAS INDONESIA
Tabel 3.4 Catatan perkembangan perawatan klien dengan diagnosa keperawatan nyeri
kronik
UNIVERSITAS INDONESIA
UNIVERSITAS INDONESIA
UNIVERSITAS INDONESIA
UNIVERSITAS INDONESIA
UNIVERSITAS INDONESIA
UNIVERSITAS INDONESIA
1
Program Profesi Ners, Fakultas Ilmu Keperawatan, Universitas Indonesia,
Kampus UI-Depok, 16424. Hp (082113216689). E-mail: zmunqidz@yahoo.co.id
2
Dosen Keperawatan Medikal-Bedah, Fakultas Ilmu Keperawatan, Universitas
Indonesia, Kampus UI-Depok, 16424 E-mail: masfuri@yahoo.com
ABSTRAK
Rasa nyeri pada pasien fraktur merupakan stressor yang paling dominan sehingga
dapat menimbulkan respon fisik dan psikis bahkan sampai terjadinya syok. Nyeri
mengakibatkan klien menolak tindakan dan pergerakan untuk aktivitas mobilitas,
dampak immobilitas tidak hanya pada fisik tetapi juga pada mental dan konsep diri
pasien. Asuhan keperawatan yang dilakukan sejak tanggal 22 Mei sampai 31 Mei
diharapkan klien dapat mengenali dengan baik penyebab timbulnya nyeri dan
bagaimana cara mengatasinya. Laporan ilmiah ini bertujuan untuk melaporkan
tindakan mandiri keperawatan yang sudah dilakukan untuk menurunkan nyeri melalui
metode menajemen nyeri yaitu teknik relaksasi dan nafas dalam. Teknik ini selain
terbukti efektif juga dapat meningkatkan mobilisasi pasien.
Kata kunci: Fraktur Patologis, Teknik Relaksasi dan Nafas Dalam, Nyeri
UNIVERSITAS INDONESIA
Pain is a main problem that can make fracture client become stress and strain. Client
who experienced pain may respond physically and psychologically, even can lead to
shock condition. The pain makes client refuse the intervention for mobilized
programme. The impacts of immobilization are not just physical aspect but also
mental aspect of the client. The aim of the nursing intervention that have been given
since May 22 until May 31 are to give knowledge about cause and management of
pain to the client. The purpose of this scientific paper is to report nursing intervention
that has been proved to decrease pain as method of pain management named
relaxation or deep breathing technique. The technique shown decreasing of client‟s
pain scale so that the client can involve actively in mobility programme.
Key word : pathologic fracture, pain, relaxation and deep breathing techiques.
UNIVERSITAS INDONESIA
Badan kesehatan dunia (WHO) mencatat terdapat lebih dari 7 juta orang meninggal
dikarenakan insiden kecelakaan dan sekitar 2 juta orang mengalami kecacatan fisik.
Usman (2012) menyebutkan bahwa hasil data Riset Kesehatan Dasar (RIKERDAS)
tahun 2011, di Indonesia terjadinya fraktur yang disebabkan oleh cedera yaitu karena
jatuh, kecelakaan lalu lintas dan trauma tajam / tumpul. Dari 45.987 peristiwa terjatuh
yang mengalami fraktur sebanyak 1.775 orang (3,8 %), dari 20.829 kasus kecelakaan
lalu lintas, mengalami fraktur sebanyak 1.770 orang (8,5 %), dari 14.127 trauma
benda tajam / tumpul, yang mengalami fraktur sebanyak 236 orang (1,7 %).
Energi yang sampai ke tulang melebihi dari batas kekuatan tulang sehingga terjadi
fraktur. Energi yang sampai ke tulang tergantung dari jenis (ringan, berat, dsb), arah
dan kecepatan trauma tersebut. Trauma dapat langsung (direct), seperti terkena
pukulan dari benda yang bergerak atau kejatuhan maupun dipukul, atau tidak
langsung (indirect. Apabila kondisi tulang tempat terjadi fraktur tersebut terdapat
kelainan patologis seperti tumor atau osteoporosis /osteomalacia maka disebut
fraktur patologis.
UNIVERSITAS INDONESIA
METODE
Penulisan ini menggunakan metode studi kasus dan penerapan asuhan keperawatan
yang komprehensif pada seorang pasien kelolaan sebagai kasus yang berkaitan
dengan urban health. Teknik pengumpulan data diperoleh melalui data primer yaitu
hasil wawancara, observasi partisipan, pengkajian fisik dan data sekunder dari catatan
individu, atau rekam medik perawatan.Data yang telah terkumpul dianalisis dan
ditelaah secara ilmiah dengan memfokuskan pada intervensi terpilih yang telah
diberikan. Pembahasan pada karya ilmiah ini adalah dengan menitikberatkan pada
keefektifan intervensi yang telah dilakukan untuk menyelesaikan masalah
keperawatan pasien.
HASIL
Klien adalah Ny. M (45 tahun) tinggal di Cilegon bersama suami dan anak
perempuannya yang nomor dua, karena anak pertamanya meninggal akibat abortus
complete Ny. M menikah dengan suaminya tahun 2001, klien 3 bersaudara dan ibu
klien memiliki riwayat penyakit hipertensi. Klien pernah kuliah sampai D3 akuntansi
UNIVERSITAS INDONESIA
Pengkajian dilakukan sejak 22 Mei 2014. Keluhan utama pada Ny. M adalah rasa
nyeri. Nyeri kronik karena sudah berlangsung lebih dari 6 bulan sejak kejadian yang
menyebabkan fraktur dan berlangsung setiap hari. Pasien mengeluh nyeri akan
bertambah jika daerah lokasi fraktur digerakkan, karena itulah sejak awal pasien
enggan untuk diajak bekerjasama dalam mobilisasi seperti miring kiri dan kanan,
pasien akan berteriak karena nyeri hebat yang dirasakannya, nyeri menusuk tajam
karena terjadi penekanan di daerah inguinal dan jika terjadi pergerakan pada panggul,
skala nyeri 6 (sedang) saat tidak beraktifitas tetapi jika klien beraktifitas skla nyeri
bisa meningkat sampai 8. Nyeri berlangsung setiap saat terutama pada saat klien
melakukan mobilisasi, nyeri bertambah buruk pada malam hari sehingga klien tidak
dapat beristirahat atau tidur dengan nyenyak.
1223 3221
Data subjektif yang ditemukan antara lain: Ny. M mengatakan skala nyeri bisa
mencapai angka delapan, rasa nyeri di paha kiri membuatnya tidak berani bergerak
banyak an harus mendapat bantuan penuh dari perawat. Mobilisasi hanya terbatas
UNIVERSITAS INDONESIA
Data Obyektif yang didapatkan pada Ny. M, antara lain: terlihat ekspresi meringis,
sering berteriak teriak mengeluhkan nyerinya, tidak mampu menggunakan alat bantu
apapun, semua aktivitas dibantu keluarga, Ny. M terlihat lebih banyak berada
ditempat tidur. Nilai Indeks Kazt (tingkat kemandirian): 5 artinya tingkat kemandirian
semua dibantu kecuali makan bisa dilakukan sendiri, kaki kiri terlihat agak bengkak,
ada kontraktur pada ekstremitas, semua ekstremitas bisa digerakkan kecuali kaki kiri
mampu digerakan dengan mandiri. Latihan miring kiri kanan dan alih posisi rutin
setiap 2 jam. Latihan ROM aktif dilakukan pada kaki kiri, tangan kiri, dan tangan
kanan. Sedangkan untuk kaki kanan yang mengalami kontraktur hanya dilakukan
gerakan-gerakan di jari-jari kaki, Kebutuhan sehari-hari seperti mandi, mobilisasi,
sebagian dibantu oleh perawat. Saat memandikan pasien ditemukan ulkus decubitus
grade I dan II dipunggung klien, kulit nampak kering dan kotor, tercium bau amis
disekitar tempat tidur, klien menggunakan diapers untuk mengalasi tempat tidurnya.
PEMBAHASAN
Pada kasus klien Ny. M ada pengaruh dari proses patologis akibat hiperparatiroid
yang mengarah pada kanker paratiroid. Hiperkalsemia merupakan komplikasi yang
sering terjadi pada keganasan, ditemukan pada 10-20% penderita kanker. Keganasan
merupakan penyebab tersering hiperkalsemia pada penderita yang dirawat. Kanker
yang tersering menimbulkan hiperkalsemia adalah : kanker payudara, kanker paru,
mieloma multipel, limfoma, kanker kepala dan leher (sel skuamous ), kanker traktus
uroepitelial dan hipernefroma.
Penyebab tersering hiperkalsemia pada penderita dengan tumor padat tanpa metastase
dan pada beberapa pasien dengan limfoma maligna non-Hodgkin adalah adanya
sekresi PTHrP. Keadaan ini disebut hiperkalsemi humoral pada keganasan. PTHrP
mempunyai struktur yang homolog dengan hormon paratiroid pada ujung amino
UNIVERSITAS INDONESIA
Femur merupakan tulang tersering ketiga, setelah vertebrae dan pelvis, tempat
ditemukannya metastasis tulang. Fraktur patologis pada femur merupakan yang
paling sering membutuhkan intervensi pembedahan. Fraktur patologis pada femur
merupakan 66 % fraktur patologis pada tulang panjang, dimana 87% terjadi pada
femur proksimal dan shaft femur. Fraktur pada collum femur merupakan fraktur yang
paling sering terjadi pada orang tua. Umur rata-rata 77 tahun pada wanita dan 72
tahun pada laki-laki, dan 80% terjadi pada wanita. Insidensi pada usia muda sangat
rendah dan berhubungan dengan trauma hebat. Penyebab tersering fraktur patologis
pada femur proksimal adalah osteoporosis.
Pada anamnesis yang mengarahkan kita kepada suatu fraktur patologis antara lain
pasien dengan fraktur yang terjadi secara spontan atau pada trauma minor, pola
fraktur yang tidak biasa, riwayat multipel fraktur sebelumnya, usia, riwayat penyakit
metabolik dan nyeri pada tempat fraktur sebelum terjadi fraktur. Selain pemeriksaan
fisik standar pada fraktur, diperlukan pemeriksaan tambahan seperti ada tidaknya
massa pada tempat fraktur, keterlibatan limfonodi regional. Pemeriksaan thyroid,
mammae, prostat dan rektum juga perlu dilakukan untuk mencari kemungkinan
tumor primer.
UNIVERSITAS INDONESIA
Pembentukan kalus merupakan tahap ketiga dari penyembuhan fraktur Setelah terjadi
hematom dan proliferasi pada tahap ini pertumbuhan jaringan berlanjut sampai celah
terhubungkan. Memerlukan waktu 3-4 minggu agar fragmen tulang tergabung dalam
tulang rawan atau jaringan fibrus.kemudian berlanjut ke tahap berikutnya yaitu
Osifikasi dimana terjadi pembentukan kalus mulai mengal;ami penulangan
endokondrial. Mineral terus ditimbun hingga tulang benar-benar bersatu (3-4 bulan).
Konsolidasi (6-8 bulan) dan remodeling (6-12 bulan) dimana merupakan tahap akhir
dari perbaikan patah tulang dan kalus mengalami pembentukan tulang sesuai aslinya.
Faktor-faktor yang mengontrol Aktivitas osteoblas dirangsang oleh olah raga dan
stres beban akibat arus listrik yang terbentuk sewaktu stres mengenai tulang. Fraktur
tulang secara drastis merangsang aktivitas osteoblas, tetapi mekanisme pastinya
belum jelas. Estrogen, testosteron, dan hormon perturnbuhan adalah promotor kuat
bagi aktivitas osteoblas dan pertumbuhan tulang. Pertumbuhan tulang dipercepat
semasa pubertas akibat melonjaknya kadar hormon-hormon tersebut. Estrogen dan
testosteron akhirnya menyebabkan tulang-tulang panjang berhenti tumbuh dengan
merangsang penutupan lempeng epifisis (ujung pertumbuhan tulang). Sewaktu kadar
estrogen turun pada masa menopaus, aktivitas osteoblas berkurang. Defisiensi
hormon pertumbuhan juga mengganggu pertumbuhan tulang (Sain, I 2014).
UNIVERSITAS INDONESIA
Rasa nyeri yang dirasakan Ny. M timbul secara spontan jika bagian yang mengalami
fraktur digerakkan. Rasa nyeri selain berdampak negatif juga bermanfaat untuk
menentukan lokasi fraktur. Fraktur yang dialami Ny. M seharusnya mendapatkan
penanganan penanganan yaitu reduksi baik terbuka maupun tertutup serta
immobilisasi secara medis dengan cara fragmen tulang harus diimobilisasi atau
dipertahankan dalam posisi penyatuan yang tepat. Imobilisasi dapat dilakukan dengan
metode fiksasi internal (nail, plat, sekrup, kawat, batang) dan eksternal (bebat, brace,
traksi, balutan, pin dalam gips, fiksator eksterna). Dampak dari penanganan yang
tidak tepat adalah timbulnya komplikasi jangka panjang delayed union yaitu
gagalnya fraktur untuk bersatu kembali dalam waktu tiga bulan sampai satu tahun,
biasanya dihubungkan dengan adanya retardasi pada proses penyembuhan seperti
UNIVERSITAS INDONESIA
Rasa nyeri merupakan stressor yang dapat menimbulkan stress dan ketegangan
dimana individu dapat berespon secara biologis dan perilaku yang dapat
menimbulkan respon fisik dan psikis. Respon fisik meliputi perubahan keadaan
umum,wajah, denyut nadi, pernafasan, suhu badan, sikap badan dan apabila nafas
makin berat dapat menyebabkan kolaps kardiovaskuler dan syok, sedangkan respon
psikis akibat nyeri dapat merangsang respon stress yang dapat mengurangi sistem
imun dalam peradangan, serta menghambat penyembuhan respon yang lebih parah
akan mengarah pada ancama merusak diri sendiri (Corwin, 2001). Teknik relaksasi
nafas dalam merupakan salah satu metode manajemen nyeri non farmakologi.
Menurut (Brunner & Suddart, 2001) beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa
relaksasi nafas dalam sangat efektif dalam menurunkan nyeri pasien fraktur.
Fraktur memegang proporsi terbesar penyebab trauma dan cedera, dapat terjadi pada
semua tingkat usia dan dapat menimbulkan perubahan yang signifikan pada kualitas
hidup individu.perubahan yang ditimbulkan diantaranya terbatasnya aktifitas, karean
rasa nyeri akibat tergeseknya saraf motorik dan sensorik pada luka fraktur. Rasa nyeri
yang dialami pasien membuat pasien takut untuk menggrekakkan ekstrimitas yang
cedera, sehingga pasien cenderung untuk tetap berbaring lama, membiarkan tubuh
tetap kau (Smeltzer & Bare, 2009). Individu yang membatasi pergerakkannya
(immobilisasi) akan menyebabkan tidak stabilnya pergerakan sendi, terjadinya atropi
otot dalam 4-6 hari (Waher, Salmond & Pellino, 2002).
UNIVERSITAS INDONESIA
Intervensi yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah nyeri adalah teknik
relaksasi nafas dalam sebagai salah satu intervensi pilihan yang sudah pernah diteliti
oleh Ayudianingsih tahun 2014 di Rumah Sakit Karima Utama Surakarta. Hasil
pengujian juga menunjukkan bahwa skor nyeri pada sesudah perlakuan kelompok
eksperimen sebesar 2,65 sedangkan pada kelompok kontrol sebesar 3,30.
Berdasarkan perbandingan rata-rata skor nyeri tersebut, maka dapat disimpulkan
bahwa pemberian teknik relaksasi nafas dalam memberikan dampak penurunan nyeri
yang lebih baik.
Teknik relaksasi nafas dalam adalah teknik yang dilakukan untuk menekan nyeri pada
thalamus yang dihantarkan ke korteks cerebri dimana korteks cerebri sebagai pusat
nyeri, yang bertujuan agar pasien dapat mengurangi nyeri selama nyeri timbul.
Adapun hal-hal yang perlu diperhatikan saat relaksasi adalah pasien harus dalam
keadaan nyaman, pikiran pasien harus tenang dan lingkungan yang tenang. Suasana
yang rileks dapat meningkatkan hormon endorphin yang berfungsi menghambat
transmisi impuls nyeri sepanjang saraf sensoris dari nosiseptor saraf perifer ke kornu
dorsalis kemudian ke thalamus, serebri, dan akhirnya berdampak pada menurunnya
persepsi nyeri (Brunner & Suddart, 2001).
UNIVERSITAS INDONESIA
Adapun intensitas nyeri selain di pengaruhi oleh penggunaan terapi, juga dipengaruhi
oleh beberapa faktor, antara lain: lingkungan, kelelahan, ansietas, budaya, dukungan
orang lain dan riwayat sebelumnya (Priharjo, 2000). Seseorang dengan pengalaman
yang pernah di alaminya akan lebih mudah beradaptasi dan mengatasinya, misalnya
seorang pasien yang pernah di rawat dengan kasus yang sama akan lebih mudah
beradaptasi dibanding dengan pasien yang baru pertama kali dirawat, karena tidak
ada pengalaman sebelumnya.
UNIVERSITAS INDONESIA
KESIMPULAN
1. Dari hasil pengkajian didapatkan etiologi terjadinya fraktur Patologis pada Ny. M
akibat trauma langsung yang menyebabkan energi berlebihan mengenai tulang
femur. Keterlambatan penanganan disertai tumor penyerta. Fraktur mengenai 1/3
diafisis proksimal os femur kiri.
2. Dari proses analisa data didapatkan diagnosa keperawatan Diagnosa keperawatan
yang dirumuskan, ada tiga diagnosa utama yaitu: kerusakan mobilitas fisik,
kerusakan integritas kulit dan Nyeri kronis. Diagnosa utama yang dibahas oleh
penulis dan menjadi fokus dalam karya ilmiah ini adalah diagnosa nyeri kronis,
namun diagnosa lainnya tetap menjadi perhatian dan tetap dilakukan intervensi
untuk mengatasi masalah tersebut.
3. Implementasi yang telah dilakukan untuk mengatasi masalah nyeri adalah teknik
relaksasi nafas dalam sebagai salah satu intervensi pilihan yang bertujuan
membantu mengekspresikan perasaan, membantu rehabilitasi atas fisik, memberi
pengaruh positif terhadap kondisi suasana hati dan emosi
4. Evaluasi menunjukkan penurunan keluhan nyeri (skala, petunjuk verbal dan non
verval, perubahan tanda-tanda vital). Rencana tindak lanjut yang penulis
rekomendasikan pada pihak rumah sakit antara lain menyampaikan kepada
perawat untuk menindaklanjuti jadwal miring kanan kiri pasien terutama yang
immobilitas
Segala puji syukur kepada Allah SWT yang telah mengizinkan terciptanya karya
ilmiah ini. selanjutnya kepada keluarga besar Drs. Munadji, SH terutama suami,
bapak Dede Kusnandar, SP dan anaknda tercinta Aufaanur Kusnandar yang selalu
memberikan semangat dan dukungan kepada penulis walaupun terpisah oleh jarak
UNIVERSITAS INDONESIA
REFERENSI
Asahina, A.H., Y. Yamazaki, M. Uchida, Y. Shinohara, M.J. Honda, H. Kagami, and
M. Ueda. (2007). Effective bone engineering with perioteum-derived cells.
British Journal : J. Dental. Res
Arifianto (2010). Penyebab Nomor Satu Patah Tulang Wajah.
http://www.fk.unair.ac.id/news/headline-news/kecelakaan-lalu-lintas-
penyebab-nomor-satu-patah-tulang-wajah.html. (20 April 2010)
Ayudianingsih, N G dan Maliya, A. (2014). Pengaruh Teknik Relaksasi Nafas Dalam
terhadap Penurunan Tingkat nyeri pada Pasien Pasca operasi Fraktur Femur
di Rumah Sakit Karima Utama Surakarta. Kartasura : FIK UMS
Chen, D., M. Zhao, and G.R. Mundy. (2004). Bone morphogenetic proteins. British
Journal : Growth Factors
Djohan. (2006). Terapi Musik. Yogyakarta: Penerbit Buku Baik
Doenges, M E ; Moorhouse, F & Geissler, A C. (2002). Rencana Asuhan
Keperawatan: Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian
Perawatan Pasien. Jakarta: EGC
Eldawati. (2011). Pengaruh Latihan Kekuatan Otot Pre Operasi terhadap
kemampuan Ambulasi Dini Pasien Pasca Operasi Fraktur Ekstremitas Bawah
di RSUP Fatmawati Jakarta. Depok : FIK UI
Fernandez, I., M.A.A. Gracia, M.C. Pingarron, and L.B. Jerez. (2006). Physiological
bases of bone regeneration II. The remodeling process. UK :Medication Bucal
Houfbauer, L.C., S. Khosla, C.R. Dunstn, D.L. Lacey, T.C. Spelsberg, and B.L.
Riggs. (1999). Estrogen stimulates gene expression and protein production of
osteoprotegin in human osteoblastic cells. Endocrinology 140:4367-4370.
UNIVERSITAS INDONESIA
UNIVERSITAS INDONESIA
UNIVERSITAS INDONESIA