Anda di halaman 1dari 106

UNIVERSITAS INDONESIA

ANALISIS PRAKTIK KASUS FRAKTUR PATOLOGIS POST


TIROIDEKTOMI PADA NY. M DI LANTAI V BEDAH RSPAD
GATOT SOEBROTO

KARYA ILMIAH AKHIR

MUNQIDZ ZAHRAWAANI
1106129966

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN


PROGRAM PROFESI NERS
DEPOK
JULI 2014

UNIVERSITAS INDONESIA
Analisis praktik ..., Munqidz Zahrawaani, FIK UI, 2014
UNIVERSITAS INDONESIA

ANALISIS PRAKTIK KASUS FRAKTUR PATOLOGIS POST


TIROIDEKTOMI PADA NY. M DI LANTAI V BEDAH RSPAD
GATOT SOEBROTO

KARYA ILMIAH AKHIR


Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Ners

MUNQIDZ ZAHRAWAANI
1106129966

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN


PROGRAM PROFESI NERS
DEPOK
JULI 2014

ii
UNIVERSITAS INDONESIA
Analisis praktik ..., Munqidz Zahrawaani, FIK UI, 2014
iii UNIVERSITAS INDONESIA
Analisis praktik ..., Munqidz Zahrawaani, FIK UI, 2014
iv UNIVERSITAS INDONESIA
Analisis praktik ..., Munqidz Zahrawaani, FIK UI, 2014
ABSTRAK

Nama : Munqidz Zahrawaani


Program Studi : Profesi Ilmu Keperawatan
Judul Karya Ilmiah Akhir : “Analisis Praktik Kasus Fraktur Patologis Post
Tiroidektomi pada Ny. M di Lantai V Bedah RSPAD
Gatot Soebroto”

Rasa nyeri pada pasien fraktur merupakan stressor yang paling dominan sehingga
dapat menimbulkan respon fisik dan psikis bahkan sampai terjadinya syok. Nyeri
mengakibatkan klien menolak tindakan dan pergerakan untuk aktivitas mobilitas,
dampak immobilitas tidak hanya pada fisik tetapi juga pada mental dan konsep diri
pasien. Asuhan keperawatan yang dilakukan sejak tanggal 22 Mei sampai 31 Mei
diharapkan klien dapat mengenali dengan baik penyebab timbulnya nyeri dan
bagaimana cara mengatasinya. Laporan ilmiah ini bertujuan untuk melaporkan
tindakan mandiri keperawatan yang sudah dilakukan untuk menurunkan nyeri melalui
metode menajemen nyeri yaitu teknik relaksasi dan nafas dalam. Teknik ini selain
terbukti efektif juga dapat meningkatkan mobilisasi pasien.

Kata kunci: Fraktur Patologis, Teknik Relaksasi dan Nafas Dalam, Nyeri

v
UNIVERSITAS INDONESIA
Analisis praktik ..., Munqidz Zahrawaani, FIK UI, 2014
ABSTRACT

Name : Munqidz Zahrawaani


Study programme : Ners Profession
Title of final scientific paper : Case Practice Analysis of Pathologic Fracture
Post Thyroidectomy in Mrs M. at Fifth Floor
of Surgical Room, Gatot Soebroto Army
Center Hospital Jakarta

Pain is a main problem that can make fracture client become stress and strain. Client
who experienced pain may respond physically and psychologically, even can lead to
shock condition. The pain makes client refuse the intervention for mobilized
programme. The impacts of immobilization are not just physical aspect but also
mental aspect of the client. The aim of the nursing intervention that have been given
since May 22 until May 31 are to give knowledge about cause and management of
pain to the client. The purpose of this scientific paper is to report nursing intervention
that has been proved to decrease pain as method of pain management named
relaxation or deep breathing technique. The technique shown decreasing of client‟s
pain scale so that the client can involve actively in mobility programme.

Key word : pathologic fracture, pain, relaxation and deep breathing techiques.

vi

UNIVERSITAS INDONESIA
Analisis praktik ..., Munqidz Zahrawaani, FIK UI, 2014
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur saya panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan
karunia-Nya saya dapat menyelesaikan Karya Ilmiah Akhir Ners yang berjudul
“Analisis Praktik Kasus Ny. M dengan Fraktur Patologis dan Kanker Paratiroid di
Lantai V Bedah RSPAD Gatot Soebroto.”
Penyusunan karya ilmiah akhir ini dapat terlaksana atas bantuan, dukungan,
bimbingan dan kerjasama dari berbagai pihak. Untuk itu, saya menyampaikan
penghargaan, rasa hormat dan terima kasih kepada :

1. Ibu Dra. Junaiti Sahar, Phd selaku Dekan Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas
Indonesia;
2. Ibu Kuntarti, SKp, M. Biomed, selaku Ketua Program studi Sarjana Ilmu
Keperawatan;
3. Bapak Masfuri, SKp, MN selaku dosen pembimbing yang telah menyediakan
waktu, tenaga dan pikiran untuk memberikan arahan dan masukan berharga
dalam penyusunan karya ilmiah akhir Ners ini;
4. Ibu Ns. Merri Silaban, S. Kep selaku pembimbing Lantai V Bedah yang tak
pernah berhenti memotivasi dan memacu semangat selama praktek di RSPAD
Gatot Soebroto
5. Ibu Riri Maria, SKp., MN, selaku koordinator mata ajar Karya Ilmiah Akhir Ners
peminatan Keperawatan Medikal Bedah;
6. Seluruh teman ekstensi angkatan 2011 yang selalu berjuang bersama melewati
pahit manisnya profesi sampai bisa mencapai titik final.
Akhir kata semoga karya ilmiah akhir Ners ini membawa manfaat bagi
pengembangan ilmu dan sikap professional dimanapun perawat bertugas dan
melaksanakan perannya.
Depok, Juli 2014

vii

UNIVERSITAS INDONESIA
Analisis praktik ..., Munqidz Zahrawaani, FIK UI, 2014
Penulis

UNIVERSITAS INDONESIA
Analisis praktik ..., Munqidz Zahrawaani, FIK UI, 2014
viii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .......................................................................... ii

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS................................. iii

HALAMAN PENGESAHAN.............................................................. iv

ABSTRAK............................................................................................ v

ABSTRACT............................................................................................ vi

KATA PENGANTAR........................................................................... vii

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI........................................ viii

DAFTAR ISI......... ................................................................................ ix

DAFTAR TABEL. ................................................................................ xi

DAFTAR BAGAN .................................................................................. xii

DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................. xiii

BAB 1 PENDAHULUAN ..................................................................... 1

1.1. Latar Belakang ................................................................. 1

1.2. Rumusan Masalah ........................................................... 3

1.3. Tujuan Penulisan ................................................................ 4

1.3.1. Tujuan Umum ......................................................... 4

1.3.2. Tujuan Khusus ......................................................... 4

1.4. Manfaat Penulisan ................................................................ 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ............................................................ 6

2.1. Struktur dan Fungsi Tulang .................................................. 6

2.1.1. Fraktur Femur............................................................ 7

2.1.2. Jenis jenis fraktur...................................................... 8

ix
UNIVERSITAS INDONESIA
Analisis praktik ..., Munqidz Zahrawaani, FIK UI, 2014
2.1.3. Etiologi fraktur ......................................................... 10

2.1.5. Manifestasi Klinik..................................................... 10

2.1.6. Komplikasi Fraktur................................................... 11

2.2 Konsep Asuhan Keperawatan............................................... 12

2.3 Fraktur Femur pada masyarakat Perkotaan.......................... 32

BAB 3 LAPORAN KASUS KELOLAAN............................................... 34

3.1. Pengkajian ....................................................................... 34

3.2. Analisa Data........................................................................... 44

3.3. Diagnosa Keperawatan............................................................ 45

3.4. Rencana Asuhan Keperawatan................................................ 46

3.5. Implementasi keperawatan....................................................... 47

3.6. Evaluasi Keperawatan.............................................................. 48

BAB 4 ANALISA SITUASI.......................................................................... 49

4.1 Profil Lahan Praktek.................................................................. 49

4.2 Analisis Masalah keperawatan dengan Konsep KKMP dan 51


Fraktur Patologis........................................................................

4.3. Analisis salah satu intervensi keperawatan dengan Konsep 58


Fraktur Patologis.....................................................................

BAB 5 PENUTUP....................................................................................... 61

5.1 Kesimpulan 61

5.2 Saran 62

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN-LAMPIRAN

x
UNIVERSITAS INDONESIA
Analisis praktik ..., Munqidz Zahrawaani, FIK UI, 2014
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Intervensi Keperawatan dan Rasional 24

xi
UNIVERSITAS INDONESIA
Analisis praktik ..., Munqidz Zahrawaani, FIK UI, 2014
DAFTAR BAGAN

Bagan 2.1. Dampak Fraktur terhadap Kebutuhan Dasar Manusia 22

xii

UNIVERSITAS INDONESIA
Analisis praktik ..., Munqidz Zahrawaani, FIK UI, 2014
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Pengelompokkan data dan analisa data

Lampiran 2 Implementasi dan Evaluasi tindakan

xiii
UNIVERSITAS INDONESIA
Analisis praktik ..., Munqidz Zahrawaani, FIK UI, 2014
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang


Patut kita garis bawahi bahwa pembangunan kesehatan merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari pembangunan nasional yang sedang gencar gencarnya dilaksanakan
tidak lain karena pembangunan kesehatan menyentuh hampir semua aspek kesehatan
atau dengan kata lain kesehatan merupakan hak dasar manusia serta merupakan
karunia dari Tuhan yang perlu disyukuri, dijaga dan ditingkatkan kualitasnya.
Manusia yang sehat dan produktif mampu beraktifitas tanpa ada hambatan maupun
cedera, sedangkan didaerah perkotaan tingkat mobilitas penduduk sangat tinggi,
diiringi dengan tingkat stressor yang tinggi pula. Hasil analisis deskriptif
menunjukkan bahwa proporsi terbesar kecelakaan sepeda motor terjadi pada hari
kerja dan mayoritas pengendara yang terlibat kecelakaan berjenis kelamin laki laki
(83%) berusia produktif 18-25 tahun (28%) (Bolla, M E, 2009).

Badan kesehatan dunia (WHO) mencatat terdapat lebih dari 7 juta orang meninggal
dikarenakan insiden kecelakaan dan sekitar 2 juta orang mengalami kecacatan fisik.
Usman (2012) menyebutkan bahwa hasil data Riset Kesehatan Dasar (RIKERDAS)
tahun 2011, di Indonesia terjadinya fraktur yang disebabkan oleh cedera yaitu karena
jatuh, kecelakaan lalu lintas dan trauma tajam / tumpul. Dari 45.987 peristiwa terjatuh
yang mengalami fraktur sebanyak 1.775 orang (3,8 %), dari 20.829 kasus kecelakaan
lalu lintas, mengalami fraktur sebanyak 1.770 orang (8,5 %), dari 14.127 trauma
benda tajam / tumpul, yang mengalami fraktur sebanyak 236 orang (1,7 %).

Fraktur merupakan kondisi terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang umumnya


disebabkan trauma langsung maupun tidak langsung. Kemajuan lalu lintas baik dari
segi jumlah pemakai jalan, jumlah pemakai kendaraan dan jumlah pemakai jasa
angkutan maka mayoritas terjadinya fraktur adalah kecelakaan lalu lintas.sementara

UNIVERSITAS INDONESIA
Analisis praktik ..., Munqidz Zahrawaani, FIK UI, 2014
2

taruma trauma lain yang dapat menyebabkan fraktur adalah jatuh dari ketinggian,
kecelakaan kerja dan cedera olahraga.
Batasan fraktur adalah terputusnya kontinuitas struktur tulang artinya terjadi
pemutusan tulang maupun jarigan kartilago. Kejadian ini dapat inkomplit atau
komplit sebagai akibat trauma. Energi yang sampai ke tulang melebihi dari batas
kekuatan tulang sehingga terjadi fraktur. Energi yang sampai ke tulang tergantung
dari jenis (ringan, berat, dsb), arah dan kecepatan trauma tersebut. Trauma dapat
langsung (direct), seperti terkena pukulan dari benda yang bergerak atau kejatuhan
maupun dipukul, atau tidak langsung (indirect), seperti gaya memutar atau gaya
membengkok pada tulang. Gaya ini juga sering mengakibatkan terjadinya dislokasi.
Apabila kondisi tulang tempat terjadi fraktur tersebut terdapat kelainan patologis
seperti tumor atau osteoporosis /osteomalacia maka disebut fraktur patologis.
Trauma lain yang menyebabkan fraktur adalah gaya penekanan yang terus - menerus
(chronic stress / overuse) yang disebut fatique fractur.

Proses pembentukan tulang dipengaruhi oleh proses dinamis remodelling yang


melibatkan tiga sel yaitu osteosit, osteoblas dan osteoklas. Osteoklas dipengaruhi
kepadatan tulang. Bila kepadatan tulang berkurang maka tulang menjadi rapuh dan
rusak. Keadaan ini dapat menimbulkan nyeri dan kelainan bentuk tulang. Rasa nyeri
akan timbul secara tiba tiba dan terus bertambah jika penderita melakukan mobilisasi.
Daerah tersebut juga mersakan nyeri jika disentuh. Tulang yang lain seperti femur
akan mudah patah. Penyebab kerapuhan tulang ini ada yang bersifat primer atau
sekunder, secara primer kekurangan kalsium yang berhubungan dengan usia dan
ketidakseimbangan antara kecepatan pembentukan tulang baru dan rusaknya tulang.
Kemungkinan timbulnya penyakit kerapuhan tulang jenis ini sering pada wanita.
Kurang dari 5% penderita juga mengalami osteoporosis sekunder yang disebabkan
keadaan medis lainnya atau oleh obat (sekunder), misalnya keadaan gagal ginjal
kronis dan kelainan hormonal terutama tiroid, paratiroid dan adrenal. Sedangkan obat
obatan yang dapat menyebabkan kerapuhan tulang adalah hormon kortikosteroid,
barbiturat, anti kejang dan hormon tiroid yang berlebihan (Suardi, M 2012).

UNIVERSITAS INDONESIA
Analisis praktik ..., Munqidz Zahrawaani, FIK UI, 2014
3

Insiden fraktur di USA diperkirakan menimpa satu orang pada setiap 10.000 populasi
setiap tahunnya (Armis, 2002). Sedangkan di Indonesia data yang diperoleh Unit
pelaksana teknis makmal terpadu FKUI, pada tahun2006 dari 1690 kasus kecelakaan
lalu lintas ternyata yang mengalami fraktur femur 249 kasus atau 14,7%. Sedangkan
data dari RSPAD Gatot Soebroto 2011 adalah 178 orang. Untuk lantai V bedah
sendiri kasus fraktur menduduki urutan pertama dari satu bulan praktek profesi
peminatan KMB didapatkan 17 kasus fraktur, dua diantaranya dalah fraktur patologis
dimana pasien tidak segera mendapatkan penangana medis saat mengalami fraktur.
Hasil penelitian Kurnia dkk pada tahun 2012 menunjukkan tiga faktor utama yang
paling mempengaruhi seseorang memilih berobat ke pengobatan tradisional atau
dukun patah tulang yaitu faktor motivasi untuk menyembuhkan sakitnya (64, 7%),
kepercayaan akan mendapatkan manfaat dan rintangan (61, 76%) dan kepercayaan
terhadap pelayanan kesehatan (71, 88%). Kasus infeksi dari luka fraktur akibat
ditangani pengobatan ahli tulang terus meningkat. Selama periode 2003-2007
terdapat peningkatan kecacatan anggota gerak 150 penderita dan 22 diantaranya
mengalami infeksi. Bahkan untuk menyelamatkan jiwanya sampai memerlukan
tindakan amputasi (Kurnia dkk, 2012).

1.2. Perumusan masalah


Dampak masalah dari fraktur yaitu dapat mengalami perubahan pada bagian tubuh
yang terkena cidera, merasakan cemas akibat rasa sakit dan rasa nyeri yang di
rasakannya, resiko terjadinya infeksi, resiko perdarahan, ganguan integritas kulit serta
berbagai masalah yang mengganggu kebutuhan dasar lainnya, selain itu fraktur juga
dapat menyebabkan kematian. Kegawatan fraktur diharuskan segera dilakukan
tindakan untuk menyelamatkan klien dari kecacatan fisik. Apabila kondisi tulang
tempat terjadi fraktur tersebut terdapat kelainan patologis seperti tumor atau
osteoporosis /osteomalacia maka disebut fraktur patologis. Penyembuhan tulang
dipengaruhi oleh hormon hormon salah satunya hormon tiroid yang mempengaruhi
tingkat kepadatan tulang yang berperan dalam proses remodelling atau penyembuhan
pasca fraktur. Kelainan pada tiroid akan menghambat proses penyembuhan tulang itu

UNIVERSITAS INDONESIA
Analisis praktik ..., Munqidz Zahrawaani, FIK UI, 2014
4

sendiri. Berdasarkan masalah dan komplikasi yang terjadi akibat fraktur maka
penulis tertarik melakukan pengkajian, memberikan intervensi keperawatan,
mengimplementasikan melalui pendidikan kesehatan, serta mengevaluasi kasus
fraktur patologis yang dialami Ny. M di lantai V Bedah RSPAD Gatot Soebroto
Jakarta Pusat.

1.3. Tujuan penulisan


1.3.1. Tujuan umum
Penulisan ini bertujuan untuk menggambarkan analisis asuhan keperawatan
pada pasien dengan fraktur patologis dengan tiroidektomi dengan konsep
KKPM (Keperawatan kesehatan masyarakat perkotaan) di RSPAD Gatot
Soebroto.
1.3.2. Tujuan khusus
 Memberikan gambaran tentang pengkajian pasien dengan fraktur
patologis dengan tiroidektomi
 Memberikan gambaran intervensi pasien dengan fraktur patologis
dengan tiroidektomi
 Memberikan gambaran impelementasi pasien dengan fraktur patologis
dengan tiroidektomi
 Memberikan gambaran evalusi pasien dengan fraktur patologis dengan
tiroidektomi
 Meberikan pendidikan kesehatan pasien dengan fraktur patologis
dengan tiroidektomi dengan konsep KKMP ( Keperawatan kesehatan
masyarakat perkotaan)

1.4. Manfaat penulisan


1.4.1. Penulis
Karya ilmiah akhir Ners ini diharapakan dapat menambah pengetahuan
tentang fraktur patologis dengan tiroidektomi sehingga penulis diperkaya
dengan ilmu pengatahuan dan dapat memberikan asuhan keperawatan yang

UNIVERSITAS INDONESIA
Analisis praktik ..., Munqidz Zahrawaani, FIK UI, 2014
5

komprehensip serta mampu mengaplikasikannya secara nyata bagi klien


fraktur patologis dengan tiroidektomi
1.4.2. Perawat
Karya tulis akhir Ners ini diharapkan mampu memberikan gambaran tentang
pelayanan pasien fraktur patologis dengan tiroidektomi dengan tepat
1.4.3. Pendidikan keperawatan
Karya tulis akhir Ners ini diharapkan mampu memfasilitasi dan menjadi
sarana berbagi pengembangan bagi ilmu keperawatan serta diharapkan
memberikan informasi tentang fraktur patologis dengan tiroidektomi

UNIVERSITAS INDONESIA
Analisis praktik ..., Munqidz Zahrawaani, FIK UI, 2014
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Struktur dan Fungsi Tulang


Tulang merupakan bagian tubuh yang memiliki fungsi utama sebagai
pembentuk rangka dan alat gerak tubuh, pelindung organ organ internal serta
tempat penyimpanan mineral (kalsium-fosfat).proses pembentukan tulang
disebut dengan osifikasi. Proses osifikasi terjadi pada masa perkembangan fetus
(prenatal) dan setelah individu lahir (postnatal). Pada tulang panjang
perkembangan terjadi sampai individu mencapai dewasa.

Jaringan tulang bersifat dinamis karena secara konstan mengalami


pembaharuan yang dikenal dengan proses remodeling. Remodeling tulang
merupakan suatu proses yang kompleks yang melibatkan resorpsi tulang yang
diikuti dengan pembentukan tulang baru. Remodeling tulang ditujukan untuk
pengaturan homeo-stasis kalsium, memperbaiki jaringan yang rusak akibat
pergerakan fisik, kerusakan minor karena faktor stres dan pembentukan
kerangka pada masa pertumbuhan (Hill dan Orth, 1998 dalam Fernandez et al.,
2006).

Jaringan tulang memiliki tiga tipe sel yakni osteosit, osteoblas, dan osteoklas.
Proses remodeling melibatkan osteoblas dan osteoklas melalui mekanisme
signal parakrin dan endokrin. Osteoklas merupakan sel dengan beberapa inti sel
dan berkembang dari hematopoetic stem cells serta memiliki fungsi dalam
meresorpsi tulang, sedangkan osteoblas memiliki fungsi sebagai penghasil
matriks organik (yang terdiri atas protein kolagen dan nonkolagen) serta
mengatur proses mineralisasi (kalsium-fosfat) pembentuk osteoid. Osteoblas
berkembang dari osteoprogenitor yang terdapat di bagian dalam periosteum dan
sumsum tulang (Orwoll, 2003).

UNIVERSITAS INDONESIA
Analisis praktik ..., Munqidz Zahrawaani, FIK UI, 2014
7

Ketidakseimbangan antara resorpsi dan pembentukan tulang pada proses


remodeling tulang dapat mengakibatkan kepadatan tulang berkurang sehingga
dapat menimbulkan penyakit metabolik tulang (Seeman, 2003). Berkurangnya
kepadatan sel tulang dapat diakibatkan oleh berkurangnya jumlah osteosit atau
kurangnya kadar mineral, namun keduanya dapat mengakibatkan kerapuhan
tulang (Manolagas, 2000). Proses diferensiasi osteoblas merupakan salah satu
faktor penting dalam proses remodeling tulang. Proses proliferasi dan
diferensiasi osteoblas diatur oleh growth factor (faktor pertumbuhan) yang
dihasilkan oleh osteoblas. Growth factor yang berperan diantaranya insulin
growth factor (IGF I dan II), bone morphogenic proteins (BMPs), fibroblast
growth factor (FGF), dan platelet-derived growth factor (PDGF) (Chen et al.,
2004; Asahina et al., 2007) yang bekerja secara autokrin dan parakrin, serta
hormon seperti estrogen dan tiroid (Hofbauer et al., 1999; Ogita et al., 2008).

2.1.1 Fraktur Femur


Femur adalah tulang terpanjang dari tubuh. Tulang bersendi dengan asetabulum
dalam formasi persendian panggul dan dari sini menjulur ke medial lutut dan
membuat sendi dengan tibia. Tulangnya berupa tulang pipa dan mempunyai
sebuah batang dan dua ujung yaitu atas, batang femur dan bawah (Pearce, 2002).

Fraktur femur adalah rusaknya kontinuitas tulang pangkal paha yang dapat
disebabkan oleh trauma langsung, kelelahan otot, kondisi kondisi tertentu seperti
degenerasi tulang/osteoporosis. Batang femur dapat mengalami fraktur akibat
trauma langsung, puntiran atau pukulan pada bagian depan yang berada dalam
posisi fleksi ketika cedera atau kecelakaan (Mansjoer, 2000).

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan
luasnya, terjadi jika tulang dikenai stres yang lebih besar seperti trauma atau
tenaga fisik (Brunner&Suddarth, 2001). Fraktur atau patah tulang adalah
terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya.

UNIVERSITAS INDONESIA
Analisis praktik ..., Munqidz Zahrawaani, FIK UI, 2014
8

(Smeltzer & Bare, 2002). Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan
tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa. Fraktur biasanya
disebabkan oleh trauma atau tegangan fisik. (Mansjoer ,2002), Fraktur adalah
hilangnya kontinuitas tulang, tulang rawan, baik yang bersifat total maupun
sebagian. (Muttaqin,. 2008).

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang, terjadi ketika adanya stress yang
berlebihan dan tidak dapat diabsorpsi (Black, 1993). Fraktur (patah tulang)
adalah terputusnya kontinuitas struktur tulang dan ditentukan sesuai jenis dan
luasnya (Smeltzer S.C & Bare B.G,2001). Fraktur adalah terputusnya kontinuitas
jaringan tulang, yang biasanya disertaikerusakan jaringan luna, kerusakan otot,
ruptur tendon, kerusakan pembuluh darah dan luka organ-organ tubuh.

Osteomyelitis merupakan infeksi tulang, proses peradangan dapat bersifat akut


atau kronis. Osteomielitis kronis akan menyebabkan nekrosis tulang dan
pembentukan pus, dimana kadang-kadang terdapat cairan yang melewati kulit
untuk membentuk hubugan sinus dengan tulang. Tulang yang nekrotik dapat
terpisah dengan jaringan yang masih hidup untuk membentuk sequestrum sinus.
Fraktur femur tertutup dengan osteomielitis kronis adalah hilang kontinuitas
tulang femur tanpa disertai kerusakan jaringan kulit, namun dapat disertai oleh
kerusakan otot, jaringan saraf, pembuluh darah yang dapat disebabkan kondisi
patologis; infeksi tulang yang kronis

2.1.2 Jenis Jenis Fraktur


Brunner dan Suddarth (2001) menyebutkan jenis-jenis fraktur adalah sebagai
berikut:
1) Fraktur komplet, yaitu: patah pada seluruh garis tengah tulang dan biasanya
mengalami pergeseran (bergeser dari posisi yang normal).
2) Fraktur tidak komplet, yaitu: patah hanya terjadi pada sebagian dari garis
tengah tulang.

UNIVERSITAS INDONESIA
Analisis praktik ..., Munqidz Zahrawaani, FIK UI, 2014
9

3) Fraktur tertutup (fraktur simple), yaitu fraktur yang tidak menyebabkan


robeknya kulit.
4) Fraktur terbuka (fraktur komplikata/ kompleks), yaitu fraktur dengan luka
pada kulit atau membran mukosa sampai ke patahan tulang.
 Grade 1, dengan luka bersih yang kurang dari 1 cm.
 Grade II, luka lebih luas tanpa kerusakan jaringan lunak yang ekstensif.
 Grade III, mengalami kerusakan jaringan lunak yang lebih berat.
Spry, C 2009 menggolongkan fraktur sesuai dengan pergeseran anatomis
fragmen tulang
1) Greenstick: Fraktur yang tidak sempurna dan sering terjadi pada anak-anak,
dimana salah satu sisi tulang patah sedang sisi yang lain membengkok dan
kortek tulang dan periosteum masih utuh. Biasanya akan segera sembuh dan
mengalami remodeling ke bentuk dan fungsi yang normal.
2) Transversal: Fraktur yang garis patahnya tegak lurus terhadap sumbu panjang
tulang (sepanjang garis tengah tulang).
3) Oblik: Fraktur yang garis patahnya membentuk sudut terhadap tulang.
4) Spiral: Fraktur memuntir seputar batang tulang.
5) Kominutif: serpihan-serpihan atau terputusnya keutuhan jaringan dimana
terdapat lebih dari dua fragmen tulang.
6) Depresi: Fraktur dengan fragmen patahan terdorong ke dalam (sering terjadi
pada tulang tengkorak dan tulang wajah)
7) Kompresi/impaksi: Fraktur ketika dua tulang menumbuk tulang ketiga yang
berada diantaranya seperti satu vertebra dengan vertebra yang lain
8) Patologik: Fraktur yang terjadi pada tulang yang berpenyakit (kista tulang,
penyakit piaget, metastasis tulang, tumor)
9) Avulsi: Tertariknya fragmen tulang oleh ligament atau tendo pada
perlekatannya.
Fraktur Femur memiliki 2 tipe:

UNIVERSITAS INDONESIA
Analisis praktik ..., Munqidz Zahrawaani, FIK UI, 2014
10

1. Fraktur intrakapsuler (fraktur yang terjadi di dalamtulang sendi, panggul dan


kapsula): melalui kepala femur (capital fraktur), hanya dibagian bawah
kepala femur dan melalui leher femur.
2. Fraktur Ekstrakapsuler yaitu fraktur yang terjadi di luar sendi kapsul, melalui
trochanter femur yang lebih besar/ kecil pada daerah intertrochanter. Dapat
juga terjadi di bagian distal menuju leher femur tetapi tidak lebih dari 2 inci
di bawah trochanter kecil.

2.1.3 Etiologi Fraktur


Smeltzer & bare (2002) menyebutkan penyebab fraktur dapat dibagi menjadi
beberapa bagian yaitu :
1) Trauma langsung: benturan pada tulang dan mengakibatkan fraktur pada
tempat tersebut.
2) Trauma tidak langsung: dimana jarak antara titik tumpul benturan dengan
terjadinya fraktur berjauhan
3) Kondisi patologis : osteomielitis, osteoprosis/osteomalacia, osteosarkoma.
Penyebab 70-80% osteomielitis adalah staphylococus aureus. Organisme
patogen lainnya adalah proteus, pseudomonas, e. coli, salmonella,
pseudomonas aeruginosa, staphylococus haemoliticus, haemophilus influenza,
gonorhoae, salmonella tuberculosis. Virus dan jamur dapat juga menyebabkan
osteomyelitis.

2.1.4 Manifestasi Klinik


Manifestasi klinis fraktur adalah nyeri, hilangnya fungsi, deformitas,
pemendekan ekstremitas, krepitasi, pembengkakan lokal, dan perubahan warna
(Brunner & Suddarth, 2001)
1) Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang
diimobilisasi. Spasme otot merupakan bidai alamiah untuk meminimalkan
gerakan antarfragmen tulang.

UNIVERSITAS INDONESIA
Analisis praktik ..., Munqidz Zahrawaani, FIK UI, 2014
11

2) Deformitas karena adanya pergeseran fragmen pada tulang yang patah


(terlihat dan teraba).
3) Terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi otot yang
melekat diatas dan dibawah tempat fraktur. Fragmen saling melingkupi satu
sama lain sampai (2,5-5 cm/1-2 inci)
4) Teraba krepitasi, yaitu derik tulang yang akibat gesekan antara fragmen satu
dengan lainnya. Uji krepitasi dapat mengakibatkan kerusakan jaringan lunak
yang lebih berat.
5) Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai akibat
trauma dan perdarahan, terjadi setelah beberapa jam atau hari setelah cedera.

2.1.5 Komplikasi Fraktur


Brunner & Suddarth (2002) mengklasifikasikan komplikasi fraktur menjadi 2,
yaitu komplikasi awal dan lambat.
1) Komplikasi awal
 Syok hipovolemi merupakan masalah yang potensial karena fragmen
tulang dapat melaserasi pembuluh darah besar dan menyebabkan
pendarahan, klien yang beresiko tinggi yaitu klien dengan fraktur femur
dan pelvis. Tulang merupakan organ yang sangat vaskuler.
 Injuri saraf, Injuri saraf radial biasanya disebabkan fraktur humerus,
manifestasinya antara lain parestesia, paralisis, pucat, ekstremitas yang
dingin, meningkatnya nyeri, dan perubahan kemampuan untuk
menggerakkan ekstremitas.
 Infeksi, dapat disebabkan kontaminasi fraktur yang terbuka atau terkena
saat dioperasi. Agen infeksi yang biasanya menimbulkan infeksi yaitu
pseudomonas. Tetanus atau gas gangren dapat meningkatkan risiko
infeksi. Infeksi gas gangren berkembang di dalam dan mengkontaminasi
luka, gas gangren disebabkan bakteri anaerobik.

UNIVERSITAS INDONESIA
Analisis praktik ..., Munqidz Zahrawaani, FIK UI, 2014
12

2) Komplikasi Jangka Panjang


 Malunion, yaitu proses penyembuhan fraktur yang tidak pada
tempatnya. Malunion yang dapat dideteksi pada awal dapat disembuhkan
dengan traksi yang sesuai atau reimmobilisasi. Malunion setelah
penyembuhan dirawat, ditangani dengan operasi.
 Delayed union (penyatuan yang lambat), yaitu gagalnya fraktur untuk
bersatu kembali dalam waktu tiga bulan sampai satu tahun, biasanya
dihubungkan dengan adanya retardasi pada proses penyembuhan seperti
kurangnya aliran darah, infeksi sistemik, ataupun distraksi (tarikan jauh)
fragmen tulang. Ditangani dengan tambahan waktu untuk mengkoreksi
penyebabnya.
 Non union, yaitu gagalnya fraktur untuk bersatu atau tidak lengkap,
tegas dan stabil setelah 4-6 tahun, biasanya dikarenakan adanya gerakan
yang berlebihan pada bagian yang mengalami fraktur, infeksi, jarak yang
terlalu jauh antarfragmen tulang, dan nekrosis avaskuler. Akibatnya
sering terjadi sendi palsu (pseudoartrosis) pada tempat fraktur.
Penatalaksanaan: pemasangan graft tulang, atasi infeksi, stimulasi elektrik
osteogenesis (memodifikasi lingkungan jaringan, meningkatkan deposisi
mineral dan pembentukan tulang).

2.2 Konsep Asuhan Keperawatan


Asuhan keperawatan diberikan dengan menggunakan system atau metode proses
keperawatan yang dalam pelaksanaannya dibagi menjadi 5 tahap, yaitu
pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.
2.2.1 Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses keperawatan, untuk
itu diperlukan kecermatan dan ketelitian tentang masalah-masalah klien sehingga
dapat memberikan arah terhadap tindakan keperawatan. Keberhasilan proses
keperawatan sangat bergantung pada tahap ini. Tahap ini terbagi atas:

UNIVERSITAS INDONESIA
Analisis praktik ..., Munqidz Zahrawaani, FIK UI, 2014
13

2.2.1.1 Pengumpulan Data


Anamnesa
a) Identitas Klien
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang
dipakai, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan
darah, no. register, tanggal MRS, diagnosa medis.
b) Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri.
Nyeri tersebut bisa akut atau kronik tergantung dan lamanya serangan.
Untuk memperoleh pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien
digunakan:
(1) Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang menjadi yang
menjadi faktor presipitasi nyeri.
(2) Quality of Pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau
digambarkan klien. Apakah seperti terbakar, berdenyut, atau
menusuk.
(3) Region : radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa
sakit menjalar atau menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi.
(4) Severity (Scale) of Pain: seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan
klien, bisa berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan
seberapa jauh rasa sakit mempengaruhi kemampuan fungsinya.
(5) Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah
buruk pada malam hari atau siang hari.
c) Riwayat Penyakit Sekarang
Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari
fraktur, yang nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan
terhadap klien. Ini bisa berupa kronologi terjadinya penyakit tersebut
sehingga nantinya bisa ditentukan kekuatan yang terjadi dan bagian
tubuh mana yang terkena. Selain itu, dengan mengetahui mekanisme

UNIVERSITAS INDONESIA
Analisis praktik ..., Munqidz Zahrawaani, FIK UI, 2014
14

terjadinya kecelakaan bisa diketahui luka kecelakaan yang lain


(Ignatavicius, Workman 2010).
d) Riwayat Penyakit Dahulu
Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan
memberi petunjuk berapa lama tulang tersebut akan menyambung.
Penyakit-penyakit tertentu seperti kanker tulang dan penyakit paget‟s
yang menyebabkan fraktur patologis yang sering sulit untuk
menyambung. Selain itu, penyakit diabetes dengan luka di kaki sanagt
beresiko terjadinya osteomyelitis akut maupun kronik dan juga
diabetes menghambat proses penyembuhan tulang.
e) Riwayat Penyakit Keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang
merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti
diabetes, osteoporosis yang sering terjadi pada beberapa keturunan,
dan kanker tulang yang cenderung diturunkan secara genetik
(Ignatavicius, Worksman, 2010).
f) Riwayat Psikososial
Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya
dan peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau
pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya baik dalam keluarga
ataupun dalam masyarakat (Ignatavicius, Workman 2010).
g) Pola-Pola Fungsi Kesehatan
(1) Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat
Pada kasus fraktur akan timbul ketidakutan akan terjadinya
kecacatan pada dirinya dan harus menjalani penatalaksanaan
kesehatan untuk membantu penyembuhan tulangnya. Selain itu,
pengkajian juga meliputi kebiasaan hidup klien seperti
penggunaan obat steroid yang dapat mengganggu metabolisme
kalsium, pengkonsumsian alkohol yang bisa mengganggu

UNIVERSITAS INDONESIA
Analisis praktik ..., Munqidz Zahrawaani, FIK UI, 2014
15

keseimbangannya dan apakah klien melakukan olahraga atau


tidak.(Ignatavicius, Workman 2010).
(2) Pola Nutrisi dan Metabolisme
Pada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi
kebutuhan sehari-harinya seperti kalsium, zat besi, protein, vit. C
dan lainnya untuk membantu proses penyembuhan tulang.
Evaluasi terhadap pola nutrisi klien bisa membantu menentukan
penyebab masalah muskuloskeletal dan mengantisipasi komplikasi
dari nutrisi yang tidak adekuat terutama kalsium atau protein dan
terpapar sinar matahari yang kurang merupakan faktor
predisposisi masalah muskuloskeletal terutama pada lansia. Selain
itu juga obesitas juga menghambat degenerasi dan mobilitas klien.
(3) Pola Eliminasi
Untuk kasus fraktur humerus tidak ada gangguan pada pola
eliminasi, tapi walaupun begitu perlu juga dikaji frekuensi,
konsistensi, warna serta bau feces pada pola eliminasi alvi.
Sedangkan pada pola eliminasi uri dikaji frekuensi, kepekatannya,
warna, bau, dan jumlah. Pada kedua pola ini juga dikaji ada
kesulitan atau tidak.
(4) Pola Tidur dan Istirahat
Semua klien fraktur timbul rasa nyeri, keterbatasan gerak,
sehingga hal ini dapat mengganggu pola dan kebutuhan tidur
klien. Selain itu juga, pengkajian dilaksanakan pada lamanya
tidur, suasana lingkungan, kebiasaan tidur, dan kesulitan tidur
serta penggunaan obat tidur (Doengos. Marilynn E, 2002).
(5) Pola Aktivitas
Karena timbulnya nyeri, keterbatasan gerak, maka semua bentuk
kegiatan klien menjadi berkurang dan kebutuhan klien perlu
banyak dibantu oleh orang lain. Hal lain yang perlu dikaji adalah
bentuk aktivitas klien terutama pekerjaan klien. Karena ada

UNIVERSITAS INDONESIA
Analisis praktik ..., Munqidz Zahrawaani, FIK UI, 2014
16

beberapa bentuk pekerjaan beresiko untuk terjadinya fraktur


dibanding pekerjaan yang lain (Ignatavicius, Workman, 2010).
(6) Pola Hubungan dan Peran
Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam
masyarakat. Karena klien harus menjalani rawat inap
(Ignatavicius, Workman, 2010).
(7) Pola Persepsi dan Konsep Diri
Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul ketidakutan
akan kecacatan akibat frakturnya, rasa cemas, rasa
ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas secara optimal, dan
pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan body image)
(Ignatavicius, Workman 2010).
(8) Pola Sensori dan Kognitif
Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada bagian
distal fraktur, sedang pada indera yang lain tidak timbul gangguan.
begitu juga pada kognitifnya tidak mengalami gangguan. Selain
itu juga, timbul rasa nyeri akibat fraktur.
(9) Pola Reproduksi Seksual
Dampak pada klien fraktur yaitu, klien tidak bisa melakukan
hubungan seksual karena harus menjalani rawat inap dan
keterbatasan gerak serta rasa nyeri yang dialami klien. Selain itu
juga, perlu dikaji status perkawinannya termasuk jumlah anak,
lama perkawinannya.
10) Pola Penanggulangan Stress
Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya,
yaitu ketidakutan timbul kecacatan pada diri dan fungsi tubuhnya.
Mekanisme koping yang ditempuh klien bisa tidak efektif.

UNIVERSITAS INDONESIA
Analisis praktik ..., Munqidz Zahrawaani, FIK UI, 2014
17

11) Pola Tata Nilai dan Keyakinan


Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan
beribadah dengan baik terutama frekuensi dan konsentrasi. Hal ini
bisa disebabkan karena nyeri dan keterbatasan gerak klien

2.1.1.2 Pemeriksaan Fisik


Pemeriksaan fisik meliputi dua tahap, yaitu pemeriksaan umum (status
generalisata) untuk mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan
setempat (lokalis). Hal ini perlu untuk dapat melaksanakan total care
karena ada kecenderungan dimana spesialisasi hanya memperlihatkan
daerah yang lebih sempit tetapi lebih mendalam.
a) Gambaran Umum
Keadaan umum: baik atau buruknya yang dicatat adalah tanda-tanda,
seperti:
 Kesadaran penderita: apatis, sopor, koma, gelisah, compos mentis
tergantung pada keadaan klien.
 Kesakitan, keadaan penyakit: akut, kronik, ringan, sedang, berat dan
pada kasus fraktur biasanya akut.
 Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik fungsi
maupun bentuk.
b) Secara sistemik dari kepala sampai kelamin
 Sistem Integumen
Terdapat erytema, suhu sekitar daerah trauma meningkat, bengkak,
oedema, nyeri tekan.
 Kepala
Tidak ada gangguan yaitu, normo cephalik, simetris, tidak ada
penonjolan, tidak ada nyeri kepala.
 Leher
Tidak ada gangguan yaitu simetris, tidak ada penonjolan, reflek
menelan ada.

UNIVERSITAS INDONESIA
Analisis praktik ..., Munqidz Zahrawaani, FIK UI, 2014
18

 Muka
Wajah terlihat menahan sakit, lain-lain tidak ada perubahan fungsi
maupun bentuk. Tak ada lesi, simetris, tak oedema.
 Mata
Tidak ada gangguan seperti konjungtiva tidak anemis (karena tidak
terjadi perdarahan)
 Telinga
Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal. Tidak ada lesi
atau nyeri tekan.
 Hidung
Tidak ada deformitas, tak ada pernafasan cuping hidung.
 Mulut dan Faring
Tak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi perdarahan, mukosa
mulut tidak pucat.
 Thoraks
Tak ada pergerakan otot intercostae, gerakan dada simetris.
 Paru
(1)Inspeksi
Pernafasan meningkat, reguler atau tidaknya tergantung pada
riwayat penyakit klien yang berhubungan dengan paru.
(2)Palpasi
Pergerakan sama atau simetris, fermitus raba sama.
(3)Perkusi
Suara ketok sonor, tak ada erdup atau suara tambahan lainnya.
(4)Auskultasi
Suara nafas normal, tak ada wheezing, atau suara tambahan
lainnya seperti stridor dan ronchi.
 Jantung
(1) Inspeksi
Tidak tampak iktus jantung.

UNIVERSITAS INDONESIA
Analisis praktik ..., Munqidz Zahrawaani, FIK UI, 2014
19

(2) Palpasi
Nadi meningkat, iktus tidak teraba.
(3) Auskultasi
Suara S1 dan S2 tunggal, tak ada mur-mur.
 Abdomen
(1) Inspeksi
Bentuk datar, simetris, tidak ada hernia.
(2) Palpasi
Tugor baik, tidak ada defands muskuler, hepar tidak teraba.
(3) Perkusi
Suara thympani, ada pantulan gelombang cairan.
(4) Auskultasi
Peristaltik usus normal  20 kali/menit.
 Inguinal-Genetalia-Anus
Tak ada hernia, tak ada pembesaran lymphe, tak ada kesulitan BAB.
2.1.1.3 Keadaan Lokal
Harus diperhitungkan keadaan proksimal serta bagian distal terutama
mengenai status neurovaskuler (untuk status neurovaskuler 5 P yaitu
Pain, Palor, Parestesia, Pulse, Pergerakan). Pemeriksaan pada sistem
muskuloskeletal adalah:
(1) Look (inspeksi)
Perhatikan apa yang dapat dilihat antara lain:
(a) Cicatriks (jaringan parut baik yang alami maupun buatan
seperti bekas operasi).
(b) Cape au lait spot (birth mark).
(c) Fistulae.
(d) Warna kemerahan atau kebiruan (livide) atau hyperpigmentasi.
(e) Benjolan, pembengkakan, atau cekungan dengan hal-hal yang
tidak biasa (abnormal).
(f) Posisi dan bentuk dari ekstrimitas (deformitas)

UNIVERSITAS INDONESIA
Analisis praktik ..., Munqidz Zahrawaani, FIK UI, 2014
20

(g) Posisi jalan (gait, waktu masuk ke kamar periksa)


(2) Feel (palpasi)
Pada waktu akan palpasi, terlebih dahulu posisi penderita
diperbaiki mulai dari posisi netral (posisi anatomi). Pada dasarnya
ini merupakan pemeriksaan yang memberikan informasi dua arah,
baik pemeriksa maupun klien.
Yang perlu dicatat adalah:
(a) Perubahan suhu disekitar trauma (hangat) dan kelembaban
kulit. Capillary refill time  Normal 3 – 5 “
(b) Apabila ada pembengkakan, apakah terdapat fluktuasi atau
oedema terutama disekitar persendian.
(c) Nyeri tekan (tenderness), krepitasi, catat letak kelainan (1/3
proksimal, tengah, atau distal).
Otot: tonus pada waktu relaksasi atau konttraksi, benjolan yang
terdapat di permukaan atau melekat pada tulang. Selain itu juga
diperiksa status neurovaskuler. Apabila ada benjolan, maka sifat
benjolan perlu dideskripsikan permukaannya, konsistensinya,
pergerakan terhadap dasar atau permukaannya, nyeri atau tidak,
dan ukurannya.
(3) Move (pergerakan terutama lingkup gerak)
Setelah melakukan pemeriksaan feel, kemudian diteruskan dengan
menggerakan ekstrimitas dan dicatat apakah terdapat keluhan
nyeri pada pergerakan. Pencatatan lingkup gerak ini perlu, agar
dapat mengevaluasi keadaan sebelum dan sesudahnya. Gerakan
sendi dicatat dengan ukuran derajat, dari tiap arah pergerakan
mulai dari titik 0 (posisi netral) atau dalam ukuran metrik.
Pemeriksaan ini menentukan apakah ada gangguan gerak
(mobilitas) atau tidak. Pergerakan yang dilihat adalah gerakan
aktif dan pasif.
(Reksoprodjo, Soelarto, 2006)

UNIVERSITAS INDONESIA
Analisis praktik ..., Munqidz Zahrawaani, FIK UI, 2014
21

2.1.1.4 Pemeriksaan Diagnostik


2.1.1.4.1 Pemeriksaan Radiologi
Sebagai penunjang, pemeriksaan yang penting adalah “pencitraan”
menggunakan sinar rontgen (x-ray). Untuk mendapatkan gambaran 3
dimensi keadaan dan kedudukan tulang yang sulit, maka diperlukan 2
proyeksi yaitu AP atau PA dan lateral. Dalam keadaan tertentu
diperlukan proyeksi tambahan (khusus) ada indikasi untuk
memperlihatkan pathologi yang dicari karena adanya superposisi.
Perlu disadari bahwa permintaan x-ray harus atas dasar indikasi
kegunaan pemeriksaan penunjang dan hasilnya dibaca sesuai dengan
permintaan. Hal yang harus dibaca pada x-ray:
Selain foto polos x-ray (plane x-ray) mungkin perlu tehnik khususnya
seperti:
(1) Tomografi: menggambarkan tidak satu struktur saja tapi struktur
yang lain tertutup yang sulit divisualisasi. Pada kasus ini
ditemukan kerusakan struktur yang kompleks dimana tidak pada
satu struktur saja tapi pada struktur lain juga mengalaminya.
(2) Myelografi: menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan
pembuluh darah di ruang tulang vertebrae yang mengalami
kerusakan akibat trauma.
(3) Arthrografi: menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak
karena ruda paksa.
(4) Computed Tomografi-Scanning: menggambarkan potongan
secara transversal dari tulang dimana didapatkan suatu struktur
tulang yang rusak.
2.1.1.4.2 Pemeriksaan Laboratorium
(1) Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap
penyembuhan tulang.
(2) Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan
menunjukkan kegiatan osteoblastik dalam membentuk tulang.

UNIVERSITAS INDONESIA
Analisis praktik ..., Munqidz Zahrawaani, FIK UI, 2014
22

(3) Enzim otot seperti Kreatinin Kinase, Laktat Dehidrogenase


(LDH-5), Aspartat Amino Transferase (AST), Aldolase yang
meningkat pada tahap penyembuhan tulang.
2.1.1.4.3 Pemeriksaan lain-lain
(1) Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas:
didapatkan mikroorganisme penyebab infeksi.
(2) Biopsi tulang dan otot: pada intinya pemeriksaan ini sama dengan
pemeriksaan diatas tapi lebih dindikasikan bila terjadi infeksi.
(3) Elektromyografi: terdapat kerusakan konduksi saraf yang
diakibatkan fraktur.
(4) Arthroscopy: didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek
karena trauma yang berlebihan.
(5) Indium Imaging: pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi
pada tulang.
(6) MRI: menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur.
(Ignatavicius, Workman 2010)

UNIVERSITAS INDONESIA
Analisis praktik ..., Munqidz Zahrawaani, FIK UI, 2014
23

2.2 Dampak Fraktur Terhadap Kebutuhan Dasar Manusia

Trauma

Fraktur

Perubahan status Cedera sel Diskontuinitas Luka terbuka Reaksi peradangan


kesehatan fragmen tulang

Kurang
Degranulasi sel Terapi restrictif Lepasnya lipid Port de’ entri Gg. Integritas Edema
informasi
mast pada sum-sum kuman kulit
tulang

Kurang
Pelepasan Gg. Mobilitas Resiko Infeksi Penekanan pada
pengeta Terabsorbsi
mediator fisik jaringan vaskuler
hunan masuk kealiran
kimia
darah Nekrosis
Penurunan aliran
Oklusi arteri Jaringan paru
Korteks Nociceptor darah
Emboli paru
serebri
Resiko disfungsi
Medulla
Gangguan pertukaran Penurunan laju Luas permukaan neurovaskuler
Nyeri spinali
gas difusi paru menurun

UNIVERSITAS INDONESIA

Analisis praktik ..., Munqidz Zahrawaani, FIK UI, 2014


24

2.2.2 Diagnosa Keperawatan

Adapun diagnosa keperawatan yang lazim dijumpai pada klien fraktur adalah
sebagai berikut:
a. Nyeri akut b/d spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema, cedera jaringan
lunak, pemasangan traksi, stress/ansietas.
b. Risiko disfungsi neurovaskuler perifer b/d penurunan aliran darah (cedera
vaskuler, edema, pembentukan trombus)
c. Gangguan pertukaran gas b/d perubahan aliran darah, emboli, perubahan
membran alveolar/kapiler (interstisial, edema paru, kongesti)
d. Gangguan mobilitas fisik b/d kerusakan rangka neuromuskuler, nyeri, terapi
restriktif (imobilisasi)
e. Gangguan integritas kulit b/d fraktur terbuka, pemasangan traksi (pen,
kawat, sekrup)
f. Risiko infeksi b/d ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit,
taruma jaringan lunak, prosedur invasif/traksi tulang)
g. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan
b/d kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi, keterbatasan
kognitif, kurang akurat/lengkapnya informasi yang ada
(Doengoes, 2002)

2.2.3 Intervensi Keperawatan


a. Nyeri akut b/d spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema, cedera jaringan
lunak, pemasangan traksi, stress/ansietas.
Tujuan: Klien mengatakan nyeri berkurang atau hilang dengan menunjukkan
tindakan santai, mampu berpartisipasi dalam beraktivitas, tidur,
istirahat dengan tepat, menunjukkan penggunaan keterampilan
relaksasi dan aktivitas trapeutik sesuai indikasi untuk situasi
individual

UNIVERSITAS INDONESIA

Analisis praktik ..., Munqidz Zahrawaani, FIK UI, 2014


25

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1. Pertahankan imobilasasi bagian Mengurangi nyeri dan mencegah


yang sakit dengan tirah baring, malformasi.
gips, bebat dan atau traksi

2. Tinggikan posisi ekstremitas yang Meningkatkan aliran balik vena,


terkena. mengurangi edema/nyeri.

3. Lakukan dan awasi latihan gerak Mempertahankan kekuatan otot dan


pasif/aktif. meningkatkan sirkulasi vaskuler.

4. Lakukan tindakan untuk Meningkatkan sirkulasi umum,


meningkatkan kenyamanan menurunakan area tekanan lokal
(masase, perubahan posisi) dan kelelahan otot.

5. Ajarkan penggunaan teknik Mengalihkan perhatian terhadap


manajemen nyeri (latihan napas nyeri, meningkatkan kontrol
dalam, imajinasi visual, aktivitas terhadap nyeri yang mungkin
dipersional)
berlangsung lama.
6. Lakukan kompres dingin selama Menurunkan edema dan
fase akut (24-48 jam pertama) mengurangi rasa nyeri.
sesuai keperluan.

7. Kolaborasi pemberian analgetik Menurunkan nyeri melalui


sesuai indikasi. mekanisme penghambatan
rangsang nyeri baik secara sentral
maupun perifer.
Evaluasi keluhan nyeri (skala, Menilai perkembangan masalah
petunjuk verbal dan non verval, klien.
perubahan tanda-tanda vital)
b. Risiko disfungsi neurovaskuler perifer b/d penurunan aliran darah (cedera
vaskuler, edema, pembentukan trombus)
Tujuan : Klien akan menunjukkan fungsi neurovaskuler baik dengan
kriteria akral hangat, tidak pucat dan syanosis, bisa bergerak
secara aktif

UNIVERSITAS INDONESIA

Analisis praktik ..., Munqidz Zahrawaani, FIK UI, 2014


26

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1. Dorong klien untuk secara rutin Meningkatkan sirkulasi darah dan


melakukan latihan menggerakkan mencegah kekakuan sendi.
jari/sendi distal cedera.

2. Hindarkan restriksi sirkulasi akibat Mencegah stasis vena dan sebagai


tekanan bebat/spalk yang terlalu petunjuk perlunya penyesuaian
ketat. keketatan bebat/spalk.

3. Pertahankan letak tinggi Meningkatkan drainase vena dan


ekstremitas yang cedera kecuali menurunkan edema kecuali pada
ada kontraindikasi adanya adanya keadaan hambatan aliran
sindroma kompartemen. arteri yang menyebabkan
penurunan perfusi.
4. Berikan obat antikoagulan Mungkin diberikan sebagai upaya
(warfarin) bila diperlukan. profilaktik untuk menurunkan
trombus vena.

5. Pantau kualitas nadi perifer, aliran Mengevaluasi perkembangan


kapiler, warna kulit dan masalah klien dan perlunya
kehangatan kulit distal cedera, intervensi sesuai keadaan klien.
bandingkan dengan sisi yang
normal.

c. Gangguan pertukaran gas b/d perubahan aliran darah, emboli, perubahan


membran alveolar/kapiler (interstisial, edema paru, kongesti)
Tujuan : Klien akan menunjukkan kebutuhan oksigenasi terpenuhi
dengan kriteria klien tidak sesak nafas, tidak cyanosis
analisa gas darah dalam batas normal

UNIVERSITAS INDONESIA

Analisis praktik ..., Munqidz Zahrawaani, FIK UI, 2014


27

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1. Instruksikan/bantu latihan napas Meningkatkan ventilasi alveolar


dalam dan latihan batuk efektif. dan perfusi.

2. Lakukan dan ajarkan perubahan Reposisi meningkatkan drainase


posisi yang aman sesuai keadaan sekret dan menurunkan kongesti
klien. paru.

3. Kolaborasi pemberian obat Mencegah terjadinya pembekuan


antikoagulan (warvarin, heparin) darah pada keadaan tromboemboli.
dan kortikosteroid sesuai indikasi. Kortikosteroid telah menunjukkan
keberhasilan untuk
mencegah/mengatasi emboli
lemak.

4. Analisa pemeriksaan gas darah, Penurunan PaO2 dan peningkatan


Hb, kalsium, LED, lemak dan PCO2 menunjukkan gangguan
trombosit pertukaran gas; anemia,
hipokalsemia, peningkatan LED
dan kadar lipase, lemak darah dan
penurunan trombosit sering
berhubungan dengan emboli
lemak.

5. Evaluasi frekuensi pernapasan dan Adanya takipnea, dispnea dan


upaya bernapas, perhatikan adanya perubahan mental merupakan tanda
stridor, penggunaan otot aksesori dini insufisiensi pernapasan,
pernapasan, retraksi sela iga dan
mungkin menunjukkan terjadinya
sianosis sentral.
emboli paru tahap awal.

d. Gangguan mobilitas fisik b/d kerusakan rangka neuromuskuler, nyeri,


terapi restriktif (imobilisasi)
Tujuan : Klien dapat meningkatkan/mempertahankan mobilitas pada
tingkat paling tinggi yang mungkin dapat mempertahankan posisi
fungsional meningkatkan kekuatan/fungsi yang sakit dan

UNIVERSITAS INDONESIA

Analisis praktik ..., Munqidz Zahrawaani, FIK UI, 2014


28

mengkompensasi bagian tubuh menunjukkan tekhnik yang memampukan


melakukan aktivitas
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1. Pertahankan pelaksanaan Memfokuskan perhatian,


aktivitas rekreasi terapeutik meningkatakan rasa kontrol
(radio, koran, kunjungan diri/harga diri, membantu
teman/keluarga) sesuai keadaan menurunkan isolasi sosial.
klien.
Meningkatkan sirkulasi darah
2. Bantu latihan rentang gerak muskuloskeletal, mempertahankan
pasif aktif pada ekstremitas yang tonus otot, mempertahakan gerak
sakit maupun yang sehat sesuai sendi, mencegah kontraktur/atrofi
keadaan klien. dan mencegah reabsorbsi kalsium
karena imobilisasi.

3. Berikan papan penyangga kaki, Mempertahankan posisi


gulungan trokanter/tangan sesuai fungsional ekstremitas.
indikasi.

4. Bantu dan dorong perawatan diri Meningkatkan kemandirian klien


(kebersihan/eliminasi) sesuai dalam perawatan diri sesuai
keadaan klien. kondisi keterbatasan klien.

5. Ubah posisi secara periodik Menurunkan insiden komplikasi


sesuai keadaan klien. kulit dan pernapasan (dekubitus,
atelektasis, penumonia)

6. Dorong/pertahankan asupan Mempertahankan hidrasi adekuat,


cairan 2000-3000 ml/hari. men-cegah komplikasi urinarius
dan konstipasi.
7. Berikan diet TKTP. Kalori dan protein yang cukup
diperlukan untuk proses
penyembuhan dan mem-
pertahankan fungsi fisiologis
tubuh.

8. Kolaborasi pelaksanaan Kerjasama dengan fisioterapis


fisioterapi sesuai indikasi. perlu untuk menyusun program
aktivitas fisik secara individual.

UNIVERSITAS INDONESIA

Analisis praktik ..., Munqidz Zahrawaani, FIK UI, 2014


29

9. Evaluasi kemampuan mobilisasi Menilai perkembangan masalah


klien dan program imobilisasi. klien.

e. Gangguan integritas kulit b/d fraktur terbuka, pemasangan traksi (pen,


kawat, sekrup)
Tujuan : Klien menyatakan ketidaknyamanan hilang, menunjukkan
perilaku tekhnik untuk mencegah kerusakan
kulit/memudahkan penyembuhan sesuai indikasi, mencapai
penyembuhan luka sesuai waktu/penyembuhan lesi terjadi
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1. Pertahankan tempat tidur yang Menurunkan risiko


nyaman dan aman (kering, kerusakan/abrasi kulit yang lebih
bersih, alat tenun kencang, luas.
bantalan bawah siku, tumit).

2. Masase kulit terutama daerah Meningkatkan sirkulasi perifer dan


penonjolan tulang dan area meningkatkan kelemasan kulit dan
distal bebat/gips. otot terhadap tekanan yang relatif
konstan pada imobilisasi.

3. Lindungi kulit dan gips pada Mencegah gangguan integritas


daerah perianal kulit dan jaringan akibat
kontaminasi fekal.

4. Observasi keadaan kulit, Menilai perkembangan masalah


penekanan gips/bebat terhadap klien.
kulit, insersi pen/traksi.

UNIVERSITAS INDONESIA

Analisis praktik ..., Munqidz Zahrawaani, FIK UI, 2014


30

f. Risiko infeksi b/d ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan


kulit, taruma jaringan lunak, prosedur invasif/traksi tulang
Tujuan :Klien mencapai penyembuhan luka sesuai waktu, bebas
drainase purulen atau eritema dan demam
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1. Lakukan perawatan pen steril dan Mencegah infeksi sekunderdan


perawatan luka sesuai protokol mempercepat penyembuhan luka.

2. Ajarkan klien untuk Meminimalkan kontaminasi.


mempertahankan sterilitas insersi
pen.

3. Kolaborasi pemberian antibiotika Antibiotika spektrum luas atau


dan toksoid tetanus sesuai spesifik dapat digunakan secara
indikasi. profilaksis, mencegah atau
mengatasi infeksi. Toksoid
tetanus untuk mencegah infeksi
tetanus.

4. Analisa hasil pemeriksaan Leukositosis biasanya terjadi


laboratorium (Hitung darah pada proses infeksi, anemia dan
lengkap, LED, Kultur dan peningkatan LED dapat terjadi
sensitivitas luka/serum/tulang)
pada osteomielitis. Kultur untuk
mengidentifikasi organisme
penyebab infeksi.

5. Observasi tanda-tanda vital dan Mengevaluasi perkembangan


tanda-tanda peradangan lokal masalah klien.
pada luka.

h. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan


pengobatan b/d kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap
informasi, keterbatasan kognitif, kurang akurat/lengkapnya informasi
yang ada.

UNIVERSITAS INDONESIA

Analisis praktik ..., Munqidz Zahrawaani, FIK UI, 2014


31

Tujuan :klien akan menunjukkan pengetahuan meningkat dengan


kriteria klien mengerti dan memahami tentang penyakitnya
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1. Kaji kesiapan klien mengikuti Efektivitas proses pemeblajaran


program pembelajaran. dipengaruhi oleh kesiapan fisik
dan mental klien untuk mengikuti
program pembelajaran.

2. Diskusikan metode mobilitas Meningkatkan partisipasi dan


dan ambulasi sesuai program kemandirian klien dalam
terapi fisik. perencanaan dan pelaksanaan
program terapi fisik.

3. Ajarkan tanda/gejala klinis yang Meningkatkan kewaspadaan


memerluka evaluasi medik klien untuk mengenali
(nyeri berat, demam, perubahan tanda/gejala dini yang
sensasi kulit distal cedera)
memerulukan intervensi lebih
lanjut.
4. Persiapkan klien untuk Upaya pembedahan mungkin
mengikuti terapi pembedahan diperlukan untuk mengatasi
bila diperlukan. maslaha sesuai kondisi klien.

2.2.4 Evaluasi

 Nyeri berkurang atau hilang


 Tidak terjadi disfungsi neurovaskuler perifer
 Pertukaran gas adekuat
 Tidak terjadi kerusakan integritas kulit
 Infeksi tidak terjadi
 Meningkatnya pemahaman klien terhadap penyakit yang dialami

UNIVERSITAS INDONESIA

Analisis praktik ..., Munqidz Zahrawaani, FIK UI, 2014


32

2.3 Fraktur Femur pada Masyarakat perkotaan

Kota secara fisik dapat didefinisikan sebagai area yang terdiri atas bangunan
bangunan yang saling berdekatan yang berada di atas tanah atau dekat dengan
tanah, instalasi instalasi di bawah tanah dan kegiatan di dalam ruangan kosong
di angkasa. Secara sosial kota dapat dilihat sebagai komunitas yang diciptakan
pada awalnya untuk meningkatkan produktivtas, melalui konsentrasi dan
spesialisasi tenaga kerja dan memungkinkan adanya diversitas intelektual,
kebudayaan dan kegiatan rekreatif di kota kota. Suatu wilayah disebut sebagai
kota jika wilayah tersebut mampu untuk menyediakan kebutuhan/pelayanan
yang dibutuhkan oleh penduduk pada komunitas tersebut (Arifianto, 2010).
Wilayah perkotaan tidak luput dari masalah kesehatan. Jhingan (2004)
memasukkan pendidikan dan kesehatan sebagai salah satu fokus masalah
perkotaan, karena kedua hal ini merupakan unsur modal utama manusia dalam
berkehidupan, Jhingan juga menjelaskan bahwa selama bertumbuh kembang
lazimnya orang lebih menekankan pentingnya modal kesehatan fisik. Kemajuan
kehidupan masyarakat perkotaan diirngi dengan percepatan mobilisasi dan
penggunaan alat transportasi massa. Perusahaan kendaraan bermotor saling
berlomba memberikan karya terbaru, peningkatan kemajuan ini selain
memberikan kemudahan bagi para pengguna juga memberikan dampak negatif
lain yaitu meningkatnya intensitas kecelakaan.

Kecelakaan merupakan pembunuh nomor tiga di Indonesia (Dephub, 2010).


Selain kematian kecelakaan menimbulkan dampaklain yaitu fraktur yang
menimbulkan kecacatan. Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan
ditentukan sesuai jenis dan luasnya, terjadi jika tulang dikenai stres yang lebih
besar seperti trauma atau tenaga fisik (Brunner&Suddarth, 2001). Fraktur lebih
sering terjadi pada laki laki daripada perempuan dengan umur dibawah 45
tahun dan sering berhubungan dengan olahraga, pekerjaan atau kecelakaan.
Sedangkan usia lanjut prevalensi cenderung lebih banyak lagi terjadi pada

UNIVERSITAS INDONESIA

Analisis praktik ..., Munqidz Zahrawaani, FIK UI, 2014


33

wanita berhubungan dengan adanya osteoporosis yang terkait dengan


perubahan hormon. Tingginya angka kecelakaan menyebabkan angka insiden
atau kejadian fraktur tinggi dan salah satu fraktur yang sering terjadi adalah
farktur femur yang termasuk dalam kelompok tiga besar kasus fraktur yang
disebabkan karena benturan dengan tenaga yang tinggi (kuat) seperti
kecelakaan sepeda motor atau mobil.

UNIVERSITAS INDONESIA

Analisis praktik ..., Munqidz Zahrawaani, FIK UI, 2014


BAB 3
TINJAUAN KASUS KELOLAAN

Asuhan keperawatan menggunakan system atau metode proses keperawatan yang


dalam pelaksanaannya dibagi menjadi 5 tahap, yaitu pengkajian, diagnosa
keperawatan, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.
3.1 Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses keperawatan,
untuk itu diperlukan kecermatan dan ketelitian tentang masalah-masalah klien
sehingga dapat memberikan arah terhadap tindakan keperawatan. Keberhasilan
proses keperawatan sangat bergantung pada tahap ini. Berikut data data klien
kelolaan yang dikaji sejak tanggal 22 Mei 2014 :

3.1.1 Pengumpulan Data


a) Identitas Klien
Ny. M (45 tahun) tinggal di Cilegon bersama suami dan anak
perempuannya yang nomor dua, karena anak pertamanya meninggal
akibat abortus complete Ny. M menikah dengan suaminya tahun
2001, klien 3 bersaudara dan ibu klien memiliki riwayat penyakit
hipertensi. Klien pernah kuliah sampai D3 akutansi dan pernah
bekerja selama 7 tahun sebelum menikah. Klien masuk RSPAD
Gatot Soebroto sejak 10 Mei 2014 dengan nomor medikal record
435915.

b) Keluhan Utama
Keluhan utama pada Ny. M adalah rasa nyeri. Nyeri kronik karena
sudah berlangsung lebih dari 6 bulan sejak kejadian yang
menyebabkan fraktur dan berlangsung setiap hari. Berikut detail
nyeri yang dirasakan Ny. M:

(1) Provoking Incident/faktor presipitasi nyeri adalah mobilisasi,

UNIVERSITAS INDONESIA

Analisis praktik ..., Munqidz Zahrawaani, FIK UI, 2014


35

pasien mengeluh nyeri akan bertambah jika daerah lokasi fraktur


digerakkan, karena itulah sejak awal pasien enggan untuk diajak
bekerjasama dalam mobilisasi seperti miring kiri dan kanan,
pasien akan berteriak karena nyeri hebat yang dirasakannya
(2) Quality of Pain: nyeri menusuk tajam karena terjadi penekanan
di daerah inguinal dan jika terjadi pergerakan pada panggul
(3) Region : rasa sakit menyebar sampai ke panggul, punggung
belakang dan betis kebawah
(4) Severity (Scale) of Pain: skala nyeri 6 (sedang) saat tidak
beraktifitas tetapi jika klien beraktifitas skla nyeri bisa
meningkat sampai 8
(5) Time: nyeri berlangsung setiap saat terutama pada saat klien
melakukan mobilisasi, nyeri bertambah buruk pada malam hari
sehingga klien tidak dapat beristirahat atau tidur dengan
nyenyak.

c) Riwayat Penyakit Sekarang


Kronologis fraktur yang dialaminya berawal dari tahun 2013 tepatnya
bulan November, saat hendak memarkirkan kendaraan sepeda
motornya sepulang menjemput anaknya dari sekolah ternyata motor
itu menimpa tubuh klien sampai menyebabkan fraktur dikedua
lengan, cedera ini ternyata tidak berhenti sampai disitu, 3 bulan
kemudian klien jatuh dikamar mandi sehingga menyebabkan kedua
tulang femurnya patah.

Setelah mengalami berbagai cedera akhirnya Ny. M dibawa oleh


suaminya ke pengobatan alternatif “Sangkal Putung”di Serang,
Banten selama 2-3 bulan berobat jalan dan sempat mondok selama
satu setengah bulan disana. Setelah selesai mengikuti pengobatan
disana, pengasuh pengobatan alternatif berpesan agar tidak dilakukan

UNIVERSITAS INDONESIA

Analisis praktik ..., Munqidz Zahrawaani, FIK UI, 2014


36

pemeriksaan radiologi lagi untuk frakturnya karena itu dianggap bisa


menghambat penyembuhannya. Setelah setahun berlalu klien
merasakan tidak ada perubahan pada kondisinya, malah nyeri yang
dirasakannya makin bertambah terutama disekitar area yang
mengalami fraktur. Bahkan klien tidak dapat melakukan aktifitas
apapun karena seluruh ekstrimitas bawah mengalami gangguan
pegerakan. Akhrinya klien dirujuk oleh puskesmas setempat ke RS
Mawardi Solo, di rumah sakit ini ditemukan kelainan baru yaitu
Struma Nodosa non Toxic atau yang sering disingkat menjadi SNNT.
Menghadapi masalah kesehatan klien yang begitu kompleks, pihak
RS Mawardi akhirnya merujuk kembali klien ke RSPAD Gatot
Soebroto Jakarta Pusat.

d) Riwayat Penyakit Dahulu


Masalah kesehatan yang dimiliki Ny. M adalah menderita ca
Paratiroid. Ny. M juga mengalami tekanan darah tinggi sejak
ditemukan kelainan pada thyroidnya, klien juga merasakan gejala lain
yaitu jantung berdebar debar, tangan kebas dan kesemutan.
Sedangkan proses penyembuhan tulang dipengaruhi oleh faktor-
faktor yang mengontrol aktivitas osteoklas terutama dikontrol oleh
hormon paratiroid

e) Riwayat Penyakit Keluarga


Keluarga Ny. M tidak ada yang memiliki riwayat penyakit Penyakit
keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang seperti diabetes
atau osteoporosis ataupun kanker tulang yang merupakan faktor
genetik yang berpengaruh pada proses penyembuhan.

f) Riwayat Psikososial
Klien terliat emosional terutama jika akan dilakukan prosedur untuk
mobilisasinya, klien mudah menyerah dan berputus asa terhadap

UNIVERSITAS INDONESIA

Analisis praktik ..., Munqidz Zahrawaani, FIK UI, 2014


37

setiap penyakit yang dialaminya, kadang klien terliat mengucurkan


airmata karena merasa ketidakberdayaan dengan sakit yang
dideritanya, tetapi klien tidak memiliki riwayat gangguan kejiwaan
atau depresi.

g) Pola-Pola Fungsi Kesehatan


(1) Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat
Klien sering menanyakan pada perawat apakah dirinya akan
sembuh atau masih bisa dioperasi mengingat komplikasi yang
sudah dialaminya sehingga frakturnya sudah menjadi patologis.

(2) Pola Nutrisi dan Metabolisme


Pola makan Ny. M selama sakit jauh menurun daripada
sebelumnya, makan 3x/hari, yaitu jam 7 pagi, jam 12 siang, dan
jam 7 malam sesuai jadwal di lantai V bedah. Jenis makanan
yang dikonsumsi, yaitu: nasi, sayur, lauk-pauk, dan buah-buahan
yang disediakan Rumah Sakit. Tetapi Ny. M hanya
menghabiskan 1/3 porsi makanannnya setiap makan. Makanan
semua disukai, sedangkan makanan yang tidak disukai tidak ada.
Pola minum Ny. M minum air putih satu gelas saat sarapan dan
minumobat, minum air mineral yang dibeli sendiri dan kadang
mengambil jatah air panas yang disediakan rumah sakit. Klien
mengkonsumsi ekstrak buah manggis dan beberapa obat
alternatif yang diharapkan bisa membantu kesembuhan
frakturnya. Klien sering menanyakan apakah ada obat obatan
dari rumah sakit yang membantu kesembuhan frakturnya.

(3) Pola Eliminasi


Klien menggunakan catheter urine dan untuk BAB belum sejak
masuk rumah sakit, bising usus 16 x/menit dan teraba massa
keras diabdomen kiri bawah. Klien mengakui selain sulit BAB

UNIVERSITAS INDONESIA

Analisis praktik ..., Munqidz Zahrawaani, FIK UI, 2014


38

karena lama berbaring ditempat tidur juga klien sering menahan


BAB karena malu dengan teman sekamarnya.

(4) Pola Tidur dan Istirahat


Klien merasakan nyeri terutama dimalam hari yang mengganggu
istirahat tidurnya, selain itu klien juga merasa tidak nyaman
karena sekamar dengan pasien lain dan banyak keluarga pasien
yang membesuk, pada siang hari klien jarang tidur bahkan
hampir tidak tidur. Klien tidur sejak pukul 22. 00 WIB dimalam
hari, kadang klien mengalami insomnia karena banyak
memikirkan tentang sakitnya. Suasana disekitar klien pada siang
hari cukup ramai karena banyak keluarga pembesuk. Kebiasaan
sebelum tidur klien membaca doa, klien tidak pernah
menggunakan obat tidur, sebelum sakitpun memang klien tidak
pernah tidur siang dan sering tidur larut dimalam hari karena
mengerjakan tugas tugas sebagai ibu rumah tangga.

(5) Pola Aktivitas


Aktivitas sehari-hari Ny. M sepenuhnya dibantu oleh keluarga
(ibu) mulai dari mandi dipagi hari, dengan dibantu perawat
karena untuk pencegahan meluasnya luka decubitus yang dialami
klien akibat tirah baring yang terus menerus maka klien juga
mendapatkan kompres NaCL 2x / hari dan dioleskan salep fuson.
Selain itu juga dioleskan minyak kelapa untuk mencegah kering
kulit pasien.

(6) Pola Hubungan dan Peran


Klien tidak lagi menjalankan perannya sebagai ibu rumah tangga
ataupun isteri sejak sakit dan dirawat dirumah sakit, hubungan
dengan suami tidak lagi dilakukan bahkan untuk sentuhan hanya
sebatas bantuan untuk aktifitas sehari hari. Saat ditanyakan hal

UNIVERSITAS INDONESIA

Analisis praktik ..., Munqidz Zahrawaani, FIK UI, 2014


39

tersebut klien hanya tertawa dan mmenanyakan kembali kepada


perawat “apakah orang yang sedang sakit bisa berhubungan
suami isteri‟.

(7) Pola Persepsi dan Konsep Diri


Pada awal pertemuan klien masih bersikap positif walaupun
kadang pesimis dengan sembuhnya penyakit yang dideritanya,
tetapi setelah ddiagnosis mengalami osteoporosis sehingga
tidakbisa lagi dioperasi, klien nampak putus asa dan mulai
meracau. Isi yang dibicarakan tidak sesuai dengan pola pikir
yang sebenarnya.

(8) Pola Sensori dan Kognitif


Tidak ada gangguan pada indera, klien menggunakan kacamata
untuk membaca, klien masih bisa mencium dan membedakan
bau bauan. Klien juga masih merasakan nyeri pada area distal
fraktur.

(9) Pola Reproduksi Seksual


Klien tidak lagi berhubungan suami isteri sejak masuk rumah
sakit akibat keterbatasan gerak dan nyeri yang dialaminya. Klien
menarche sejak kelas 1 SMP, menstruasi selama 7 hari dengan
jumlah cairan 30-50cc. Klien pernah mengalami abortus
complete pada kehamilan pertama, sehingga klien tidak
menggunakan kontrasepsi dengan harapan bisa cepat hamil
kembali, anak klien yang kedua berusia 12 tahun dan sekolah
kelas 6 SD.

(10) Pola Penanggulangan Stress


Klien merasa cemas tidak akan sembuh, klien mengaku sering
putus harapan dan akan cacat seumur hidup. Klien menggunakan

UNIVERSITAS INDONESIA

Analisis praktik ..., Munqidz Zahrawaani, FIK UI, 2014


40

mekanisme koping yang destruktif sehingga tidak efektif


menanggulangi stress yang dialaminya.

(11) Pola Tata Nilai dan Keyakinan


Klien beribadah ditempat tidur, melaksanakan solat lima waktu
dan berdoa sesuai keyakinan klien sebagai seorang muslim.

1) Pemeriksaan Fisik
a) Gambaran Umum
(1) Keadaan umum
(a) Kesadaran klien compos mentis dan gelisah karena nyeri yang
dirasakannya serta diaphoresis yang cukup banyak disiang
hari.
(b) Kesakitan, keadaan penyakit: nyeri fraktur kronik, nyeri
sedang, dan nyeri ringan pada saluran pernafasan atas karena
batuk sejak di MRI
(c) Tanda-tanda vital pada saat pengkajian
Tekanan darah: 130/90 mmHg

Heart Rate ; 92 kali/menit

Respiration Rate 24 kali/menit

Suhu ; 37 „C

(2) Secara sistemik (Head to toe)


(a) Sistem Integumen
Kulit klien terlihat kering dan mengelupas, terdapat ulkus
dekubitus didaerah bokong dan punggung. Nyeri tekan didaerah
proksimal femur, oedema didaerah mata kaki sampai jari jari
kaki.

UNIVERSITAS INDONESIA

Analisis praktik ..., Munqidz Zahrawaani, FIK UI, 2014


41

(b) Kepala
Tidak ada gangguan yaitu, normo cephalik, simetris, tidak ada
penonjolan, nyeri kepala sering dirasakan.

(c) Leher
Ada gangguan pembesaran kelenjar paratiroid, refleks menelan
baik, batuk positif.

(d) Muka

Wajah meringis menahan sakit, lain-lain tidak ada perubahan


fungsi maupun bentuk. Tak ada lesi, simetris, tak oedema.

(d) Mata
Konjungtiva anemis, hasil pemeriksaan laboratorium hematologi
hemgolobin 8, 3 g/dl.

(e) Telinga
Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal. Tidak ada
lesi atau nyeri tekan. Klien dapat mendengar dengan baik kata
kata atau instruksi dari perawat.

(f) Hidung
Tidak ada deformitas, tak ada pernafasan cuping hidung.

(g) Mulut dan Faring


Tak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi perdarahan,
mukosa mulut pucat.

(h) Thoraks
Ada pergerakan otot intercostae, gerakan dada simetris tetapi
cukup menahan sakit.

UNIVERSITAS INDONESIA

Analisis praktik ..., Munqidz Zahrawaani, FIK UI, 2014


42

(i) Paru
(5) Inspeksi
Pernafasan meningkat, irreguler tidak ada riwayat penyakit
paru

(6) Palpasi
Pergerakan sama atau simetris, fermitus raba sama.

(7) Perkusi
Tidak ada kelainan

(8) Auskultasi
Suara nafas gargling, karena ada cairan diparu paru tak ada
wheezing, atau suara tambahan lainnya seperti stridor dan
ronchi.

(j) Jantung
(1) Inspeksi
Tidak tampak iktus jantung.

(2) Palpasi
Nadi meningkat, iktus tidak teraba.

(3) Auskultasi
Suara S1 dan S2 tunggal, tak ada mur-mur.

(k) Abdomen
(1) Inspeksi
Bentuk datar membulat, sedikit buncit, simetris, tidak ada
hernia, terdapat luka jahitan melintang post operasi sectio
caesaria di abdomen bawah.

UNIVERSITAS INDONESIA

Analisis praktik ..., Munqidz Zahrawaani, FIK UI, 2014


43

(2) Palpasi
Turgor jelek, tidak ada defands muskuler, hepar tidak teraba.

(3) Perkusi
Suara thympani, ada pantulan gelombang cairan.

(4) Auskultasi
Peristaltik usus normal  18 kali/menit.

(5) Inguinal-Genetalia-Anus
Tak ada hernia, tak ada pembesaran lymphe, kesulitan BAB
sejak masuk rumah sakit.

b) Keadaan Lokal
Status neurovaskuler (untuk status neurovaskuler  5 P yaitu
Pain, Palor, Parestesia, Pulse, Pergerakan). Pemeriksaan pada
sistem muskuloskeletal adalah:

(1) Look (inspeksi)


(a) Cicatriks (jaringan parut baik yang alami maupun buatan
seperti bekas operasi) pada area abdomen
(b) Cape au lait spot (birth mark) pada seluruh abdomen
(c) Fistulae tidak ditemukan
(d) Warna kemerahan atau kebiruan (livide) atau
hyperpigmentasi diarea abdomen
(e) Posisi dan bentuk dari ekstrimitas (deformitas) terdapat
edema pada femur kiri dan kanan serta jari jari kaki
(f) Posisi jalan, klien tidak bisa berjalan. Untuk berpindah
jika mengikuti pemeriksaan menggunakan kursi roda.
(2) Feel (palpasi)
(a) Kulit teraba hangat dan terba kering. Capillary refill time
> 3 menit.

UNIVERSITAS INDONESIA

Analisis praktik ..., Munqidz Zahrawaani, FIK UI, 2014


44

(b) Edema dipersendian panggul


(c) Nyeri tekan 1/3 proksimal
Otot: tidak ada benjolan yang terdapat di permukaan atau
melekat pada tulang.

(3) Move (pergerakan terutama lingkup gerak)


Keluhan nyeri dirasakan saat menggerakan bagian yang
fraktur kearah kiri ataupun kanan, skala kekuatan otot dari
proksimal ke distal adalah 4433 3344
1223 3221

2) Pemeriksaan Diagnostik
Data penunjang yang abnormal dari hematologi yaitu nilai Hb, Ht dan eritrosit
dibwah noema, kemudian hasil USG Vaskular Doppler taggal 24 April 2014 di RS
Moewardi menunjukkan adanya struma noduler kistika glandula thyroid bilateral.
Foto pelvis femur bilateral menunjukkan fraktur diafisis proksimal os femur dengan
pergeseran fragmen distal superior. Fraktur 1/3 diafisis proksimal os femur kiri
dengan angulasi dan pergeseran distal fraktur ke medial. Kesan adanya osteofit di
illiac wing bilateral.

3.2 Analisa Data

Setelah melakukan pengkajian dan mendapatkan semua data Ny. M lalu data
dikelompokkan dan dianalisis sehingga dirumuskan ada tiga masalah keperawatan
utama, yaitu nyeri, kerusakan mobilitas fisik dan kerusakan integritas kulit .Masalah
tersebut dirumuskan berdasarkan data fokus (data subjektif dan objektif) yang
terdapat pada Ny. M.

Data subjektif yang ditemukan antara lain: Ny. M mengatakan skala nyeri bisa
mencapai angka delapan, rasa nyeri di paha kiri membuatnya tidak berani bergerak
banyak an harus mendapat bantuan penuh dari perawat. Mobilisasi hanya terbatas

UNIVERSITAS INDONESIA

Analisis praktik ..., Munqidz Zahrawaani, FIK UI, 2014


45

untuk latihan berpindah dari posisi miring kiri ke kanan. Aktivitas semua dibantu
oleh keluarga. Keluhan lain adalah sulit BAB sejak masuk rumah sakit.

Data Obyektif yang didapatkan pada Ny. M, antara lain: terlihat ekspresi meringis,
sering berteriak teriak mengeluhkan nyerinya, tidak mampu menggunakan alat bantu
apapun, semua aktivitas dibantu keluarga, Ny. M terlihat lebih banyak berada
ditempat tidur. Nilai Indeks Kazt (tingkat kemandirian): 5 artinya tingkat kemandirian
semua dibantu kecuali makan bisa dilakukan sendiri, kaki kiri terlihat agak bengkak,
ada kontraktur pada ekstremitas, semua ekstremitas bisa digerakkan kecuali kaki kiri
mampu digerakan dengan mandiri. Latihan miring kiri kanan dan alih posisi rutin
setiap 2 jam. Latihan ROM aktif dilakukan pada kaki kiri, tangan kiri, dan tangan
kanan. Sedangkan untuk kaki kanan yang mengalami kontraktur hanya dilakukan
gerakan-gerakan di jari-jari kaki, Kebutuhan sehari-hari seperti mandi, mobilisasi,
sebagian dibantu oleh perawat. Saat memandikan pasien ditemukan ulkus decubitus
grade I dan II dipunggung klien, kulit nampak kering dan kotor, tercium bau amis
disekitar tempat tidur, klien menggunakan diapers untuk mengalasi tempat tidurnya.

3.3 Diagnosa Keperawatan

Data dikelompokkan berdasarkan masalah keperawatan, dan membuat analisis data,


maka langkah selanjutnya adalah merumuskan diagnosa keperawatan untuk
menentukan intervensi yang tepat sebagai solusi untuk mengatasi diagnosa Ny. M.

Diagnosa keperawatan yang dirumuskan, ada tiga diagnosa utama yaitu: kerusakan
mobilitas fisik, kerusakan integritas kulit dan Nyeri kronis. Diagnosa utama yang
dibahas oleh penulis dan menjadi fokus dalam karya ilmiah ini adalah diagnosa nyeri
kronis, namun diagnosa lainnya tetap menjadi perhatian dan tetap dilakukan
intervensi untuk mengatasi masalah tersebut.

UNIVERSITAS INDONESIA

Analisis praktik ..., Munqidz Zahrawaani, FIK UI, 2014


46

3.4 Rencana Asuhan Keperawatan


Rencana asuhan keperawatan yang penulis buat untuk mengatasi diagnosa Nyeri
b/d spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema, cedera jaringan lunak,
pemasangan traksi, stress/ansietas. Tujuan: Klien mengataka nyeri berkurang
atau hilang dengan menunjukkan tindakan santai, mampu berpartisipasi dalam
beraktivitas, tidur, istirahat dengan tepat, menunjukkan penggunaan keterampilan
relaksasi dan aktivitas trapeutik sesuai indikasi untuk situasi individual
1. Pertahankan imobilasasi bagian yang sakit dengan tirah baring, gips, bebat
dan atau traksi
Rasional; Mengurangi nyeri dan mencegah malformasi.

2. Tinggikan posisi ekstremitas yang terkena.


Rasional: Meningkatkan aliran balik vena, mengurangi edema/nyeri.

3. Lakukan dan awasi latihan gerak pasif/aktif.


Rasional: Mempertahankan kekuatan otot dan meningkatkan sirkulasi
vaskuler.

4. Lakukan tindakan untuk meningkatkan kenyamanan (masase, perubahan


posisi)
Rasional; Meningkatkan sirkulasi umum, menurunakan area tekanan lokal dan
kelelahan otot.

5. Ajarkan penggunaan teknik manajemen nyeri (latihan napas dalam, imajinasi


visual, aktivitas dipersional)
Rasional: Mengalihkan perhatian terhadap nyeri, meningkatkan kontrol
terhadap nyeri yang mungkin berlangsung lama.

6. Lakukan kompres dingin selama fase akut (24-48 jam pertama) sesuai
keperluan.
Rasional: Menurunkan edema dan mengurangi rasa nyeri.

UNIVERSITAS INDONESIA

Analisis praktik ..., Munqidz Zahrawaani, FIK UI, 2014


47

7. Kolaborasi pemberian analgetik sesuai indikasi.


Rasional: Menurunkan nyeri melalui mekanisme penghambatan rangsang
nyeri baik secara sentral maupun perifer.

3.5 Implementasi Keperawatan


Implementasi keperawatan dilakukan pada Minggu ke 4. Penulis hanya akan
memaparkan implementasi untuk diagnosa nyeri dengan intervensi yang diberikan
yaitu latihan teknik relaksasi dan nafas dalam.

Pada minggu pertama difokuskan untuk membina hubungan saling percaya,


membantu aktivitas mobilisasi, dan melakukan pengkajian terhadap Ny. M secara
menyeluruh, yang meliputi pengkajian informasi umum sampai kepada kemampuan
rentang gerak, pengkajian head to toe terutama keluhan utama yaitu nyeri.

Implementasi dimulai pada hari kedua yaitu: mengajarkan teknik relaksasi dan nafas
dalam, dalam hal ini pasien diajarkan untuk menarik nafas melalui hidung dan
ditahan selama 3 detik lalu menghembuskan perlahan melalui mulut dan lebih efektif
lagi ditambah dengan batuk efektif, karena pada saat pengkajian pasein sedang batuk.

Implementasi pada lanjutan yang dilakukan setiap hari adalah selain mengurangi
nyeri juga meningkatkan mobilisasi pasien dengan mengubah posisi miring kiri dan
miring kanan setiap dua jam dan dibuatkan jadwal khusus untuk pasien selama 1x24
jam. Karena kegiatan ini merupakan salah satu intervensi dalam meningkatkan
kenyamanan pasien.

Minggu ke enam implementasi keperawatan pada Ny. M difokuskan pada penurunan


skala nyeri dan kerjasama pasien dalam setiap tindakan yang melibatkan mobilisasi,
adanya edema, perubahan warna dan suhu jika menimbulkan nyeri bagaimana
mengurangi rasa sakit atau nyeri tersebut. Pengurangan nyeri juga diiringi dengan
tindakan kolaboratif untuk pasien sesuai analgetik yang telah disesuaikan dengan
indikasi dan kebutuhan pasien.

UNIVERSITAS INDONESIA

Analisis praktik ..., Munqidz Zahrawaani, FIK UI, 2014


48

3.6 Evaluasi Keperawatan


Evaluasi dilakukan pada minggu ke 6, yaitu saat minggu terakhir praktik KMB
terintegrasi dalam KKMP, sekaligus menyiapkan untuk discharge planning pada Ny.
M, yang akan dipaparkan adalah evaluasi untuk diagnosa nyeri saja, namun pada
pelaksanaannya semua diagnosa keperawatan dilakukan implementasi dan evaluasi
secara keseluruhan.

Implementasi nyeri selama 7x24 jam, dan hasilnya Ny. M menunjukkan kemajuan,
yaitu: evaluasi keluhan nyeri (skala, petunjuk verbal dan non verval, perubahan
tanda-tanda vital). Rencana tindak lanjut yang penulis rekomendasikan pada pihak
rumah sakit antara lain: menyampaikan kepada perawat khususnya TIM 3 yang
merawat Ny. M untuk menindaklanjuti jadwal miring kanan kiri Ny.M.

UNIVERSITAS INDONESIA

Analisis praktik ..., Munqidz Zahrawaani, FIK UI, 2014


BAB 4

ANALISIS SITUASI

4.1 Profil Lahan Praktek

Pembangunan Instalasi Rumah Sakit Militer di Nusantara pada awal abad 19 adalah
salah satu bagian dari strategi militer Belanda dalam rangka mendukung politik
kolonialisme, untuk tetap mempertahankan tanah jajahan Nederlands Indie, yang
dikarenakan berbagai faktor yang mempengaruhi. Hal ini juga merupakan salah satu
alasan mengapa diperlukan adanya suatu Rumah Sakit Lapangan serta tetap
dipertahankannya instalasi Rumah Sakit Militer meskipun fasilitas pelayanan
kesehatan baik Rumah Sakit Umum maupun Puskesmas sudah menyebar sampai ke
pelosok pedesaan.

RSPAD Gatot Soebroto merupakan Rumah Sakit yang awalnya ditujukan untuk
meningkatkan kesejahteraan prajurit. Rumah sakit ini ditunjuk menjadi salah satu
tempat pemeriksaan dan perawatan pejabat tinggi sampai sekarang. Mengingat peran
serta rumah sakit terhadap pelayanan kesehatan masyarakat maka sejak tahun 1989,
RSPAD mulai membuka diri untuk pelayanan swasta sampai saat ini. Selain kelas
Paviliun RSPAD juga menyediakan perawatan Non Paviliun meliputi perawatan
umum, perawatan bedah, perawatan anak, perawatan jantung dan unit stroke.

4.1.1 Visi dan Misi


Visi RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad Menjadi RS berstandar Internasional, sebagai
rujukan tertinggi dan Rumah Sakit Pendidikan utama serta merupakan kebanggaan
prajurit dan masyarakat, Sedangkan Misi RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad adalah:
1. Menyelenggarakan fungsi rumah sakit tingkat pusat dan rujukan tertinggi bagi
rumah sakit
TNI AD dalam rangka mendukung tugas pokok TNI AD

UNIVERSITAS INDONESIA

Analisis praktik ..., Munqidz Zahrawaani, FIK UI, 2014


50

2. Menyelenggarakan dukungan dan pelayanan kesehatan yang bermutu secara


menyeluruh
untuk prajurit PNS TNI AD serta masyarakat
3. Mengembangkan keilmuan secara berkesinambungan
4. Meningkatkan kemampuan tenaga kesehatan melalui pendidikan berkelanjutan
5. Memberikan lingkungan yang mendukung proses pembelajaran dan penelitian bagi
tenaga kesehatan
4.1.2. Gambaran Unit Ruang Rawat
1. Identitas
Nama Unit : Lantai V/ Bedah
Kapasitas TT : 40 Tempat Tidur
BOR : 68, 71 %
Tujuan Unit :
1. Mencegah, menyembuhkan dan membatasi terjadinya infeksi pada luka
pembedahan dan komplikasi pembedahan
2. Membantu pasien, keluarga dalam membatasi dan meminimalkan kecacatan pasca
pembedahan
3. Membantu memandirikan pasien dalam memenuhi kebutuhan dasar serta
memotivasi pasien dalam meningkatkan kemadirianya untuk mempercepat proses
penyembuhanya
4. Membantu pasien dan keluarga mengetahui penyebab kanker serta pencegahannya
Rencana kegiatan :
a. Mencuci tangan sebelum dan sesudah tindakan
b. Melakukaan tindakan secara steril
c. Memobilisasikan pasien pasca bedah secepat mungkin
d. Melakukan ROM secara aktif dan pasif
e. Melakukan kolaborasi bersama dokter
f. Siap untuk JCI
g. Memilih vena yang terbesar dan lurus pada anggota gerak yang tidak searah
dengan yang mengalami gangguan

UNIVERSITAS INDONESIA

Analisis praktik ..., Munqidz Zahrawaani, FIK UI, 2014


51

h. Menghindari memasang infus pada persendiaan


i. Memasang spalek yang paten pada area pemasangan infus
j. Mengajukan renovasi ruangan yang rusak dan membersihkan tembok yang
berjamur
k. Mengajukan Alkes dan Alum
l. Menghitung jumlah tenaga
m. Membuat laporan IPSG / mutu pelayanan setiap bulan

Metode Asuhan keperawatan yang digunakan diruangan ini adalah metode tim. Setiap
pasien baru diterima oleh Ka Tim, dijelaskan hak dan kewajiban beserta tatib yang
berlaku di RSPAD, mengecek kelengkapan administrasi dan Rekam Medik.
Melakukan pengkajian keperawatan dengan cek list, membuat rencana keperawatan
dan diagnosa keperawatan dengan ceklist. Rencana keperawatan di implementasikan
oleh perawat asosiet serta melihat respon pasien, SOAP di buat masing-masing shif
oleh Ka Tim, jika pada saat sore dan malam terdapat masalah tambahan di luar
diagnosa yang sudah ditetapkan diagnose keperawatan akan ditambahkan. SOAP
sesuai diagnosa yang di angkat pada catatan terintegrasi.

4.2 Analisis Masalah Keperawatan dengan Konsep terkait KKMP dan Fraktur
Patologis

Patah pada tulang femur dapat disebabkan oleh trauma, trauma yang menyebabkan
fraktur dapat dibedakan menjadi dua yaitu fraktura os femur directa yaitu fraktura
yang terjadi tepat di tempat trauma tersebut datang dan fraktura os femur indirecta
yaitu fraktur yang terjadi tidak tepat di tempat trauma tersebut datang. Penyebab
fraktur secara ekstrinsik adalah tertabrak, jatuh dari ketinggian, perputaran dan
kompresi. Sedangkan secara intrinsik dapat disebabkan oleh tekanan yang berulang
kali juga patologis seperti penyakit sistemik seperti neoplasia, cyste tulang, ricketsia,
osteoporosis, hyperparatyroidm dan osteomalacia.

Pada kasus klien Ny. M ada pengaruh dari proses patologis akibat hiperparatiroid
yang mengarah pada kanker paratiroid. Hiperkalsemia merupakan komplikasi yang

UNIVERSITAS INDONESIA

Analisis praktik ..., Munqidz Zahrawaani, FIK UI, 2014


52

sering terjadi pada keganasan, ditemukan pada 10-20% penderita kanker. Keganasan
merupakan penyebab tersering hiperkalsemia pada penderita yang dirawat. Kanker
yang tersering menimbulkan hiperkalsemia adalah : kanker payudara, kanker paru,
mieloma multipel, limfoma, kanker kepala dan leher (sel skuamous ), kanker traktus
uroepitelial dan hipernefroma.

Penyebab tersering hiperkalsemia pada penderita dengan tumor padat tanpa metastase
dan pada beberapa pasien dengan limfoma maligna non-Hodgkin adalah adanya
sekresi PTHrP. Keadaan ini disebut hiperkalsemi humoral pada keganasan. PTHrP
mempunyai struktur yang homolog dengan hormon paratiroid pada ujung amino
terminal sehingga berikatan dengan reseptor yang sama dengan PTH. Karena hal
tersebut, PTHrP mampu bekerja seperti hormon paratiroid yaitu meningkatkan
resorbsi tulang , resorbsi kalsium pada tubulus distal dan inhibisi transport fosfat pada
tubulus proksimal.2 Interleukin 6 dihasilkan oleh banyak sel kanker dan berhubungan
dengan beberapa sindroma paraneoplasma. Interleukin 6 secara langsung merangsang
produksi osteoklas dan juga merupakan downstream effector kerja hormon paratiroid
pada tulang. Interleukin 6 dapat menyebabkan hiperkalsemia ringan dan dapat
berkerja aditif terhadap PTHrP (Oehadian, 2014).

Femur merupakan tulang tersering ketiga, setelah vertebrae dan pelvis, tempat
ditemukannya metastasis tulang. Fraktur patologis pada femur merupakan yang
paling sering membutuhkan intervensi pembedahan. Fraktur patologis pada femur
merupakan 66 % fraktur patologis pada tulang panjang, dimana 87% terjadi pada
femur proksimal dan shaft femur. Fraktur pada collum femur merupakan fraktur yang
paling sering terjadi pada orang tua. Umur rata-rata 77 tahun pada wanita dan 72
tahun pada laki-laki, dan 80% terjadi pada wanita. Insidensi pada usia muda sangat
rendah dan berhubungan dengan trauma hebat. Penyebab tersering fraktur patologis
pada femur proksimal adalah osteoporosis.

UNIVERSITAS INDONESIA

Analisis praktik ..., Munqidz Zahrawaani, FIK UI, 2014


53

Pada anamnesis yang mengarahkan kita kepada suatu fraktur patologis antara lain
pasien dengan fraktur yang terjadi secara spontan atau pada trauma minor, pola
fraktur yang tidak biasa, riwayat multipel fraktur sebelumnya, usia, riwayat penyakit
metabolik dan nyeri pada tempat fraktur sebelum terjadi fraktur. Selain pemeriksaan
fisik standar pada fraktur, diperlukan pemeriksaan tambahan seperti ada tidaknya
massa pada tempat fraktur, keterlibatan limfonodi regional. Pemeriksaan thyroid,
mammae, prostat dan rektum juga perlu dilakukan untuk mencari kemungkinan
tumor primer.

Fraktur ekstremitas inferior (femur, tibia dan fibula) sangat sering dijumpai,
insidennya sekitar 57% dari semua kasus fraktur dan hampir 80% pasien dalam usia
produktif, sebagian besar ditangani secara operatif dengan menggunakan fiksasi
interna baik dengan K-Nail atau plate and screw dengan tujuan agar secepatnya psien
dapat melakukan mobilisasi dan bekerja kembali. Penyembuhan klinis dinilai secara
klinis maupun radiologis. Secara klinis bila tidak ditemukan gerakan maupun nyeri
pada saat fragmen fraktur digerakkan. Radiologis bila didapatkan kalus walaupun ada
garis fraktur. Penyembuhan klinis rata rata tercapai antara enam sampai delapan
minggu pada orang dewasa. Secara hispatologi proses penyembuhan fraktur ini juga
dapat diamati penambahan material pembentuk kalus dalamkurun waktu tertentu.
Problema psikososial yang timbul pada penderita dan keluarganya padafraktur femur
adalah akibat lamanya penderita menginap dirumah sakit, lamanya mobilisasi dan
hilangny waktu produktif untuk bekerja.

Banyak faktor yang dapat mempengaruhi penyembuhan fraktur atau penghambat


dalam proses penyembuhan fraktur, yaitu :
a. Faktor yang mempercepat penyembuhan fraktur, yaitu reduksi fragmen tulang, agar
benar benar akurat dan dipertahankan dengan sempurna agar penyembuhan benar
benar terjadi. Aliran darah memadai, nutrisi yang baik, latihan pembebanan berat
untuk tulang panjang, hormon-hormon pertumbuhan : tiroid kalsitonin, vitamin D,
steroid anabolik.

UNIVERSITAS INDONESIA

Analisis praktik ..., Munqidz Zahrawaani, FIK UI, 2014


54

b. Faktor yang menghambat penyembuhan fraktur, yaitu kehilangan tulang,


imobilisasi tidak memadai, adanya rongga atau jaringan diantara fragmen tulang,
infeksi, keganasan lokal, penyakit metabolik, nekrosis avaskuler, fraktur
intraartikuler, usia (lansia sembuh lebih lama), dan pengobatan kortikosteroid
menghambat kecepatan perbaikan

Pembentukan kalus merupakan tahap ketiga dari penyembuhan fraktur Setelah terjadi
hematom dan proliferasi pada tahap ini pertumbuhan jaringan berlanjut sampai celah
terhubungkan. Memerlukan waktu 3-4 minggu agar fragmen tulang tergabung dalam
tulang rawan atau jaringan fibrus.kemudian berlanjut ke tahap berikutnya yaitu
Osifikasi dimana terjadi pembentukan kalus mulai mengal;ami penulangan
endokondrial. Mineral terus ditimbun hingga tulang benar-benar bersatu (3-4 bulan).
Konsolidasi (6-8 bulan) dan remodeling (6-12 bulan) dimana merupakan tahap akhir
dari perbaikan patah tulang dan kalus mengalami pembentukan tulang sesuai aslinya.

Faktor-faktor yang mengontrol Aktivitas osteoblas dirangsang oleh olah raga dan
stres beban akibat arus listrik yang terbentuk sewaktu stres mengenai tulang. Fraktur
tulang secara drastis merangsang aktivitas osteoblas, tetapi mekanisme pastinya
belum jelas. Estrogen, testosteron, dan hormon perturnbuhan adalah promotor kuat
bagi aktivitas osteoblas dan pertumbuhan tulang. Pertumbuhan tulang dipercepat
semasa pubertas akibat melonjaknya kadar hormon-hormon tersebut. Estrogen dan
testosteron akhirnya menyebabkan tulang-tulang panjang berhenti tumbuh dengan
merangsang penutupan lempeng epifisis (ujung pertumbuhan tulang). Sewaktu kadar
estrogen turun pada masa menopaus, aktivitas osteoblas berkurang. Defisiensi
hormon pertumbuhan juga mengganggu pertumbuhan tulang (Sain, I 2014).

Vitamin D dalam jumlah kecil merangsang kalsifikasi tulang secara langsung dengan
bekerja pada osteoblas dan secara tidak langsung dengan merangsang penyerapan
kalsium di usus. Hal ini meningkatkan konsentrasi kalsium darah, yang mendorong
kalsifikasi tulang. Namun, vitamin D dalam jumlah besar meningkatkan kadar

UNIVERSITAS INDONESIA

Analisis praktik ..., Munqidz Zahrawaani, FIK UI, 2014


55

kalsium serum dengan meningkatkan penguraian tulang. Dengan demikian, vitamin


D dalam jumlah besar tanpa diimbangi kalsium yang adekuat dalam makanan akan
menyebabkan absorpsi tulang.

Menurut Sain, I 2014 adapun faktor-faktor yang mengontrol aktivitas osteoklas


terutama dikontrol oleh hormon paratiroid. Hormon paratiroid dilepaskan oleh
kelenjar paratiroid yang terletak tepat di belakang kelenjar tiroid. Pelepasan hormon
paratiroid meningkat sebagai respons terhadap penurunan kadar kalsium serum.
Hormon paratiroid meningkatkan aktivitas osteoklas dan merangsang pemecahan
tulang untuk membebaskan kalsium ke dalam darah. Peningkatan kalsium serum
bekerja secara umpan balik negatif untuk menurunkan pengeluaran hormon paratiroid
lebih lanjut. Estrogen tampaknya mengurangi efek hormon paratiroid pada osteoklas.

Efek lain Hormon paratiroid adalah meningkatkan kalsium serum dengan


menurunkan sekresi kalsium oleh ginjal. Hormon paratiroid meningkatkan ekskresi
ion fosfat oleh ginjal sehingga menurunkan kadar fosfat darah. Pengaktifan vitamin D
di ginjal bergantung pada hormon paratiroid. Sedangkan kalsitonin adalah suatu
hormon yang dikeluarkan oleh kelenjar tiroid sebagai respons terhadap peningkatan
kadar kalsium serum. Kalsitonin memiliki sedikit efek menghambat aktivitas dan
pernbentukan osteoklas. Efek-efek ini meningkatkan kalsifikasi tulang sehingga
menurunkan kadar kalsium serum.

Faktor faktor yang mempengaruhi penyembuhan fraktur antara lain (Yanti, 2010) :
1. Usia
Lamanya proses penyembuhan fraktur sehubungan dengan umur lebih bervariasi
pada tulang dibandingkan dengan jaringan jaringan lain pada tubuh. Cepatnya
proses penyembuhan ini sangat berhubungan erat dengan aktifitas osteogenesis
dari periosteum dan endosteum. Sebagai contoh adalah fraktur diafisis femur
yang akan bersatu (konsolidasi sempurna) sesudah 12 (dua belas) minggu pada

UNIVERSITAS INDONESIA

Analisis praktik ..., Munqidz Zahrawaani, FIK UI, 2014


56

usia 12 tahun, 20 (dua puluh) minggu pada usia 20 tahun sampai dengan usia
lansia.
2. Tempat (lokasi) fraktur
Fraktur pada tulang yang dikelilingi otot akan sembuh lebih cepat daripada
tulang yangberada di subkutan atau daerah persendian. Fraktur pada tulang
berongga (cancellous bone) sembuh lebih cepat darpada tulang kompakta.
Fraktur dengan garis fraktur yang oblik dan spiral sembuh lebih cepat darpada
garis fraktur yang transversal.
3. Dislokasi fraktur
Fraktur tanpa dislokasi, periosteumnya intake, maka lama penyembuhannya dua
kali lebih cepat darpada yang mengalami dislokasi. Makin besar dislokasi maka
semakin lama penyembuhannya.
4. Aliran darah ke fragmen tulang
Bila fragmen tulang mendapatkan aliran darah yang baik, maka penyembuhan
lebih cepat dan tanpa komplikasi. Bila terjadi gangguan berkurangnya aliran
darah atau kerusakan jaringan lunak yang berat, maka proses penyembuhan
menjadi lama atau terhenti.
Rasa nyeri yang dirasakan Ny. M timbul secara spontan jika bagian yang mengalami
fraktur digerakkan. Rasa nyeri selain berdampak negatif juga bermanfaat untuk
menentukan lokasi fraktur. Fraktur yang dialami Ny. M seharusnya mendapatkan
penanganan penanganan yaitu reduksi baik terbuka maupun tertutup serta
immobilisasi secara medis dengan cara fragmen tulang harus diimobilisasi atau
dipertahankan dalam posisi penyatuan yang tepat. Imobilisasi dapat dilakukan dengan
metode fiksasi internal (nail, plat, sekrup, kawat, batang) dan eksternal (bebat, brace,
traksi, balutan, pin dalam gips, fiksator eksterna). Dampak dari penanganan yang
tidak tepat adalah timbulnya komplikasi jangka panjang delayed union yaitu
gagalnya fraktur untuk bersatu kembali dalam waktu tiga bulan sampai satu tahun,
biasanya dihubungkan dengan adanya retardasi pada proses penyembuhan seperti
kurangnya aliran darah, infeksi sistemik, ataupun distraksi (tarikan jauh) fragmen
tulang. Ditangani dengan tambahan waktu untuk mengkoreksi penyebabnya.

UNIVERSITAS INDONESIA

Analisis praktik ..., Munqidz Zahrawaani, FIK UI, 2014


57

Rasa nyeri merupakan stressor yang dapat menimbulkan stress dan ketegangan
dimana individu dapat berespon secara biologis dan perilaku yang dapat
menimbulkan respon fisik dan psikis. Respon fisik meliputi perubahan keadaan
umum,wajah, denyut nadi, pernafasan, suhu badan, sikap badan dan apabila nafas
makin berat dapat menyebabkan kolaps kardiovaskuler dan syok, sedangkan respon
psikis akibat nyeri dapat merangsang respon stress yang dapat mengurangi sistem
imun dalam peradangan, serta menghambat penyembuhan respon yang lebih parah
akan mengarah pada ancama merusak diri sendiri (Corwin, 2001). Teknik relaksasi
nafas dalam merupakan salah satu metode manajemen nyeri non farmakologi.
Menurut (Brunner & Suddart, 2001) beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa
relaksasi nafas dalam sangat efektif dalam menurunkan nyeri pasien fraktur.

Fraktur memegang proporsi terbesar penyebab trauma dan cedera, dapat terjadi pada
semua tingkat usia dan dapat menimbulkan perubahan yang signifikan pada kualitas
hidup individu.perubahan yang ditimbulkan diantaranya terbatasnya aktifitas, karean
rasa nyeri akibat tergeseknya saraf motorik dan sensorik pada luka fraktur. Rasa nyeri
yang dialami pasien membuat pasien takut untuk menggrekakkan ekstrimitas yang
cedera, sehingga pasien cenderung untuk tetap berbaring lama, membiarkan tubuh
tetap kau (Smeltzer & Bare, 2009). Individu yang membatasi pergerakkannya
(immobilisasi) akan menyebabkan tidak stabilnya pergerakan sendi, terjadinya atropi
otot dalam 4-6 hari (Waher, Salmond & Pellino, 2002).

Mobilitas adalah kemampuan untuk mengubah dan mengontrol posisi tubuh,


sedangkan aktivitas adalah kemampuan untuk berpindah. Klien yang mengalami
fraktur terutama Ny. M sangat enggan melakukan mobilitas karena nyeri yang
dirasakannya.. Proses penyembuhan yang gagal menyebabkan immobilisasi pada Ny.
m semakin bertambah, klien tidak mampu memasuki tahap rehabilitasi dari
penyembuhan fraktur itu sendiri. Immobilisasi yang lama bisa berdampak pada
timbulnya komplikasi fraktur yang lain.

UNIVERSITAS INDONESIA

Analisis praktik ..., Munqidz Zahrawaani, FIK UI, 2014


58

4.3 Analisis Salah Satu Intervensi dengan Konsep Fraktur Patologis

Intervensi yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah nyeri adalah teknik
relaksasi nafas dalam sebagai salah satu intervensi pilihan yang sudah pernah diteliti
oleh Ayudianingsih tahun 2014 di Rumah Sakit Karima Utama Surakarta. Hasil
pengujian juga menunjukkan bahwa skor nyeri pada sesudah perlakuan kelompok
eksperimen sebesar 2,65 sedangkan pada kelompok kontrol sebesar 3,30.
Berdasarkan perbandingan rata-rata skor nyeri tersebut, maka dapat disimpulkan
bahwa pemberian teknik relaksasi nafas dalam memberikan dampak penurunan nyeri
yang lebih baik.

Berikut tinjauan beberapa ahli mengapa teknik relaksasi nafas dalam bisa
mempengaruhi tingkat nyeri yang dialami oleh seseorang : teknik relaksasi nafas
dalam bertujuan membantu mengekspresikan perasaan, membantu rehabilitasi atas
fisik, memberi pengaruh positif terhadap kondisi suasana hati dan emosi
meningkatakan memori, serta menyediakan kesempatan yang unik untuk berinteraksi
dan membangun kedekatan emosional. Jadi, teknik relaksasi nafas dalam diharapkan
dapat membantu mengatasi stres, mencegah penyakit dan meringankan rasa sakit
(Djohan 2006).

Teknik relaksasi nafas dalam adalah teknik yang dilakukan untuk menekan nyeri pada
thalamus yang dihantarkan ke korteks cerebri dimana korteks cerebri sebagai pusat
nyeri, yang bertujuan agar pasien dapat mengurangi nyeri selama nyeri timbul.
Adapun hal-hal yang perlu diperhatikan saat relaksasi adalah pasien harus dalam
keadaan nyaman, pikiran pasien harus tenang dan lingkungan yang tenang. Suasana
yang rileks dapat meningkatkan hormon endorphin yang berfungsi menghambat
transmisi impuls nyeri sepanjang saraf sensoris dari nosiseptor saraf perifer ke kornu
dorsalis kemudian ke thalamus, serebri, dan akhirnya berdampak pada menurunnya
persepsi nyeri (Brunner & Suddart, 2001).

UNIVERSITAS INDONESIA

Analisis praktik ..., Munqidz Zahrawaani, FIK UI, 2014


59

Secara klinik apabila pasien dalam keadaan rileks akan menyebabkan meningkatnya
kadar serotonin yang merupakan salah satu neurotransmitter yang diproduksi oleh
nucleus rafe magnus dan lokus seruleus, serta berperan dalam system analgetik otak.
Serotonin menyebabkan neuron-neuron local medulla spinalis mensekresi enkefalin,
karena enkefalin dianggap dapat menimbulkan hambatan presinaptik dan postsinaptik
pada serabut-serabut nyeri tipe C sehingga sistem analgetika ini dapat memblok
sinyal nyeri pada δ dan A tempat masuknya ke medulla spinalis dan Pengaruh Teknik
Relaksasi Nafas Dalam memiliki andil dalam memodulasi nyeri pada susunan saraf
pusat (Guyton, 2005).

Namun demikian, perlu juga diperhatikan beberapa kesamaan faktor yang dapat
mempengaruhi intensitas nyeri pada pasien, antara lain; usia, jenis kelamin, tingkat
pendidikan serta dukungan sosial. Jenis kelamin laki-laki dalam penelitian ini
mendominasi dari keseluruhan responden. Menurut Taylor (2000) bahwa laki-laki
biasanya lebih toleran/tahan terhadap nyeri dibanding perempuan. Boedi Darmojo
(2000) mengungkapkan bahwa fraktur sering terjadi pada orang laki–laki daripada
orang perempuan. Hal ini berhubungan dengan aktifitas yang berlebih pada orang laki
– laki seperti : olah raga, pekerjaan, dan juga seringnya aktifitas diluar yang
berhubungan dengan mobilitas menggunakan kendaraan bermotor.

Pengetahuan/kompleksitas kognitif merupakan salah satu faktor dalam


mempersepsikan dan melakukan suatu tindakan. Menurut Morton (2004), bahwa
fungsi kognitif menunjukan proses menerima, mengkoordinasikan dan menginter
pretasikan sensor stimulus untuk berfikir dan menyelesaikan masalah. Gangguan
pada aspek kognitif dapat berpengaruh dalam berpikir logis dan menghambat
kemandirian dalam menghadapi situasi. Sedangkan Neil Niven (2002) dalam teorinya
mengatakan bahwa seseorang dengan dasar pendidikan yang semakin tinggi akan
semakin tinggi pula kompleksitas kognitifnya, sehingga akan lebih realistis dan aktif
dalam memecahkan masalah serta biasanya memiliki motivasi tinggi dalam
mengatasi masalah dibanding mereka dengan basik pendidikan rendah, walaupun hal
tersebut juga tidak dapat dijadikan sebagai ukuran dalam hal ini.

UNIVERSITAS INDONESIA

Analisis praktik ..., Munqidz Zahrawaani, FIK UI, 2014


60

Adapun intensitas nyeri selain di pengaruhi oleh penggunaan terapi, juga dipengaruhi
oleh beberapa faktor, antara lain: lingkungan, kelelahan, ansietas, budaya, dukungan
orang lain dan riwayat sebelumnya (Priharjo, 2000). Seseorang dengan pengalaman
yang pernah di alaminya akan lebih mudah beradaptasi dan mengatasinya, misalnya
seorang pasien yang pernah di rawat dengan kasus yang sama akan lebih mudah
beradaptasi dibanding dengan pasien yang baru pertama kali dirawat, karena tidak
ada pengalaman sebelumnya.

Penelitian menunjukkan adanya pengaruh yang signifikan pemberian teknik relaksasi


nafas dalam terhadap penurunan nyeri pasien pasca operasi fraktur femur di Rumah
Sakit Karima Utama Surakarta. Namun dalam penelitian ini ditemukan bahwa pada
kelompok kontrol, yaitu kelompok yang tidak mendapatkan terapi teknik relaksasi
nafas dalam terdapat beberapa responden yang mengalami penurunan nyeri. Kondisi
ini disebabkan terdapat banyak faktor yang mempengaruhi penurunan nyeri
seseorang, antara lain yaitu pengalaman, karena pada umumnya orang yang sering
mengalami nyeri dalam hidupnya, cenderung mengantisipasi terjadinya nyeri yang
lebih hebat (Taylor, 2000), kemudian anseitas, karena kecemasan pasien
menyebabkan menurunnya kadar serotonin. Serotonin merupakan neurotransmitter
yang memiliki andil dalam memodulasi nyeri pada susunan saraf pusat (Lee Mone,
1999) dan menyebabkan neuron-neuron lokal medulla spinalis mensekresi enkefalin,
karena enkefalin dianggap dapat menimbulkan hambatan presipnatik dan postsinaptik
pada serabut-serabut nyeri tipe C, jadi sistem analgetika ini dapat memblok sinyal
nyeri yang akan masuk ke medulla spinalis (Guyton, 2005), selanjutnya kepercayaan
religius karena pada beberapa agama menganggap nyeri dan penderitaan sebagai cara
untuk membersihkan dosa. Pemahaman ini membuat seseorang menghadapi nyeri
dan menjadikan sebagai sumber kekuatan (Taylor, 2000), kemudian motivasi pasien
karena apabila motivasi untuk sembuh cukup besar maka ketahanan untuk nyeri
semakin besar (Muhiman, 1999).

UNIVERSITAS INDONESIA

Analisis praktik ..., Munqidz Zahrawaani, FIK UI, 2014


BAB 5
PENUTUP

Bab 5 merupakan bab penutup. Penutup ini terdiri atas kesimpulan dan saran.
Kesimpulan disampaikan secara keseluruhan dari bab dalam karya ilmiah akhir ini,
sementara saran ditujukan kepada penulis, pendidikan, dan rumah sakit
.
5.1 Kesimpulan
5.1.1. Wilayah perkotaan memiliki banyak faktor resiko terhadap masalah kesehatan,
diantaranya adalah tingginya penggunaan transportasi darat dan peningkatan
kasus kecelakaan serta trauma.
5.1.2. Fraktur femur adalah salah satu fraktur yang sering terjadi pada anggota gerak
superior dan kebanyakan dialami wanita berdampak begitu besar terhadap
perawatan dan mobilisasi pasien sehingga harus ditangani dengan benar.
5.1.3. Intervensi yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah nyeri adalah teknik
relaksasi nafas dalam sebagai salah satu intervensi pilihan yang bertujuan
membantu mengekspresikan perasaan, membantu rehabilitasi atas fisik,
memberi pengaruh positif terhadap kondisi suasana hati dan emosi
5.1.4 Teknik relaksasi nafas dalam adalah teknik yang dilakukan untuk menekan
nyeri pada thalamus yang dihantarkan ke korteks cerebri dimana korteks cerebri
sebagai pusat nyeri, yang bertujuan agar pasien dapat mengurangi nyeri selama
nyeri timbul. Adapun hal-hal yang perlu diperhatikan saat relaksasi adalah
pasien harus dalam keadaan nyaman, pikiran pasien harus tenang dan
lingkungan yang tenang.
5.1.5 Suasana yang rileks dapat meningkatkan hormon endorphin yang berfungsi
menghambat transmisi impuls nyeri sepanjang saraf sensoris dari nosiseptor
saraf perifer ke kornu dorsalis kemudian ke thalamus, serebri, dan akhirnya
berdampak pada menurunnya persepsi nyeri.

UNIVERSITAS INDONESIA

Analisis praktik ..., Munqidz Zahrawaani, FIK UI, 2014


62

5.2 Saran
5.2.1 Rumah Sakit
Saran bagi rumah sakit selaku pemberi pelayanan keperawatan hendaknya
dapat memberikan asuhan keperawatan yang optimal, termasuk dalam
mempersiapkan klien selama perawatan jangka panjang. Selain itu, perawat
hendaknya menunjukkan perannya sebagai advokat klien dengan pemberian
edukasi-edukasi yang menunjang kesehatan klien.

5.2.2 Pendidikan
Saran bagi pemberi pendidikan keperawatan terutama spesialisasi keperawatan
medikal bedah hendaknya agar dapat bekerja sama dengan institusi kesehatan
dan pemerintahan di wilayah-wilayah perkotaan untuk memberikan penyuluhan
sebagai tindakan preventif dan promotif terkait fraktur dan penanganan yang
tepat agar tidak terjadi komplikasi lebih lanjut.

5.2.3 Penulis
Saran yang ditujukan secara untuk mahasiswa ners secara khusus (penulis)
maupun secara keseluruhan adalah meningkatnya keterampilan lulusan ners
dalam merawat pasien dengan fraktur apapun jenisnya dan kasus kasus bedah
lainnya agar tidak terjadi komplikasi lebih lanjut dimasa yang akan datang.

UNIVERSITAS INDONESIA

Analisis praktik ..., Munqidz Zahrawaani, FIK UI, 2014


DAFTAR PUSTAKA

Anonim. (2012). Meningkat Kasus Patah Tulang Akibat Osteoporosis.


http://poskotanews.com/2012/10/12/meningkat-kasus-patah-tulang-akibat-
osteoporosis/. (diunduh pada 5 Juli 2014)
Asahina, A.H., Y. Yamazaki, M. Uchida, Y. Shinohara, M.J. Honda, H. Kagami, and
M. Ueda. (2007). Effective bone engineering with perioteum-derived cells.
British Journal : J. Dental. Res
Arifianto (2010). Penyebab Nomor Satu Patah Tulang Wajah.
http://www.fk.unair.ac.id/news/headline-news/kecelakaan-lalu-lintas-
penyebab-nomor-satu-patah-tulang-wajah.html. (20 April 2010)
Arif Muttaqin. (2008). Pengantar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan
Sistem Persyarafan. Penerbit: EGC
Ayudianingsih, N G dan Maliya, A. (2014). Pengaruh Teknik Relaksasi Nafas Dalam
terhadap Penurunan Tingkat nyeri pada Pasien Pasca operasi Fraktur Femur
di Rumah Sakit Karima Utama Surakarta. Kartasura : FIK UMS
Black & Hawks. (2009). Medical Surgical Nursing : Clinical Management for
Positive outcomes. 8 Edition. Saunders. Elseviers
Carpenito, L.J. (2000). Diagnosa Keperawatan Aplikasi pada Praktik Klinik; edisi 6.
Jakarta: EGC.
Chen, D., M. Zhao, and G.R. Mundy. (2004). Bone morphogenetic proteins. British
Journal : Growth Factors
Corwin, J.E. 2001. Buku Saku Patofisiologi. Penerbit Buku Kedokteran. Jakarta:
EGC.
Depkes RI. Penyakit tidak menular.
http://www.depkes.go.id/index.php?vw=2&id=1637. (diunduh pada 5 Juli
2014)
Djohan. (2006). Terapi Musik. Yogyakarta: Penerbit Buku Baik
Doenges, M E ; Moorhouse, F & Geissler, A C. (2002). Rencana Asuhan
Keperawatan: Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian
Perawatan Pasien. Jakarta: EGC

UNIVERSITAS INDONESIA

Analisis praktik ..., Munqidz Zahrawaani, FIK UI, 2014


Eldawati. (2011). Pengaruh Latihan Kekuatan Otot Pre Operasi terhadap
kemampuan Ambulasi Dini Pasien Pasca Operasi Fraktur Ekstremitas Bawah
di RSUP Fatmawati Jakarta. Depok : FIK UI
Fernandez, I., M.A.A. Gracia, M.C. Pingarron, and L.B. Jerez. (2006). Physiological
bases of bone regeneration II. The remodeling process. UK :Medication Bucal
Guyton, Arthur C. (2005). Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit. Edisi 3.
Jakarta: EGC.
Houfbauer, L.C., S. Khosla, C.R. Dunstn, D.L. Lacey, T.C. Spelsberg, and B.L.
Riggs. (1999). Estrogen stimulates gene expression and protein production of
osteoprotegin in human osteoblastic cells. Endocrinology 140:4367-4370.
Ignatavicius, Donna D. (2010). Medical Surgical Nursing: Clinical Decision Making.
United States of America : Elsevier
Ignatavicius, Donna D. (2013). Medical Surgical Nursing: Patient Centered
Collaborative Care. United States of America : Elsevier
Lawrence. M, dkk. (2002). Diagnosis dan Terapi Kedokteran Penyakit Dalam. Edisi
1. Jakarta: Salemba Medika.
Lee, M. Jenifer. (1999). Segi Praktis Fisioterapi. Jakarta: Binarupa Aksara
Manolagas, S.C. (2000). Birth and death of bone cells; basic regulatory mechanisms
and implications for the pathogenesis and treatment of osteoporosis. UK:
Endocrine Review
Morton. (2004). Prevention and Control Pain in Children. British Journal of
Anesthesia.
Muhiman, Muhardi. (1999). Anestesiologi. Jakarta: Bagian Anestesiologi dan Terapi
Intensif FK UI.
Mulyono. (2008). Hubungan Musik Klasik Dengan Waktu Pemulihan Pasien Post
Operasi Seksio Cesaria Dengan Spinal Anestesi di RSUD DR. MOEWARDI
SURAKARTA. Skripsi S-1 tidak diterbitkan Fakultas Ilmu Kesehatan,
Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Neil Niven. (2002). Psikologi Kesehatan Keperawatan : Pengantar untuk Perawat
dan Profesional. Jakarta : EGC

UNIVERSITAS INDONESIA

Analisis praktik ..., Munqidz Zahrawaani, FIK UI, 2014


Ogita, M., M.T. Rached, E. Dworakowski, J.P. Bilezikian, and S. Kousteni. (2008).
Differentiation and proliferation of perioteal osteoblast progenitors are
differentially regulated by estrogens and intermittent parathyroid hormone
administration. Endocrinology 149(11):5713-5723.
Orwoll, E.S. 2003. Toward an expanded understanding of the role of the periosteum
in skeletal health. J. Bone Miner. Res
Oehadian, A. (2014). Emergensi Metabolik pada Pasien Kanker : Hiperkalsemia
pada Keganasan. Bandung : FK UNPAD
Potter, P.A & Perry, A.G. (2009). Buku Ajar Fundamental Keperawatan:Konsep,
Proses dan praktik (Edisi 4) (Renata , dkk, Penerjemah). Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran: EGC
Patricia A. Potter and Anne G. Perry. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan:
Konsep, Proses, dan Praktik. Alih Bahasa oleh Renata Komalasari, dkk. Edisi
4. Jakarta: EGC.
Priharjo. R 2000. Perawatan Nyeri : Pemenuhan Aktivitas Istirahat Pasien. Jakarta :
EGC.
Reksoprodjo, Soelarto. (2006). Orthopaedic Training in Developing Countries: An
International Symposium on Orthopaedic Training in Developing Countries.
Michigan: The Foundation
Sain, I. (2014). Asuhan Keperawatan Klien dengan Fraktur. Depok : FKM UI
Seeman, E. (2003). The structural and biochemical basis of the gain and loss of bone
strength in women and men. Endocrinol. Mrtab. Clin. Orth. Am. 32:25-38.
Smeltzer, Suzanne. C. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner and
Suddart. Edisi 8. Jakarta: EGC.
Sudoyo. W, dkk. (2006). Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 2. Jakarta: Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Sugiyono. (2008). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D. Bandung:
Penerbit ALFABETA.
Smelter, S.C. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth,
Edisi 8, Jakarta: EGC

UNIVERSITAS INDONESIA

Analisis praktik ..., Munqidz Zahrawaani, FIK UI, 2014


Taylor, C, Carol. (2000). Fundamental of Nursing ; The Art & Science of Nursing.
Lippicott Philadelphia.
Towsend, Mary C. (1999). Psychiatric Mental Health Nursing: Consept of Care.
Philadelphia.
Tri. (2014). Asuhan keperawatan Fraktur femur tertutup dengan Osteomielitis
Kronis. http://kesehatan.kompasiana.com/medis/2012/12/20/askep-fraktur-
femur-tertutup-dengan-osteomielitis-kronis-517715.html (diunduh pada 5 Juli
2014)
Yanty, N M. (2010). Analisis Faktor Faktor yang Mempengaruhi Pelaksanaan
Ambulasi Dini Pasien Paska Operasi Fraktur Ekstrimitas Bawah di Rindu B3
RSUP H. Adam Malik Medan. Sumatera Utara: Fakultas Keperawatan USU
Waher, A., Salmond, S., Pellino, T. (2002). Orthopaedic Nursing, Third Edition,
Philadelphia, PA. WB Saunders Co.
Wirjoatmodjo, K. (2000). Anestesiologi dan Reanimasi: Modul Dasar untuk
Pendidikan S1 Kedokteran. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi
Departemen Pendidian Nasional.

UNIVERSITAS INDONESIA

Analisis praktik ..., Munqidz Zahrawaani, FIK UI, 2014


Pengelompokkan Data / Analisa Data

No Data Diagnosis
Keperawatan
1 Data Subjektif Nyeri Kronik
 Klien mengatakan nyeri skala 8 pada area
Fraktur (1/3 proksimal femur sinistra)
semenjak 5 bulan sebelum masuk rumah
sakit dan setelah menjalani pengobatan
alternatif untuk frakturnya.
 Klien mengatakan nyeri tajam, menusuk
dan bertambah jika daerah yang mengalami
fraktur digerakkan
 Klien mengatakan tidak ingin beraktifitas
karena nyeri yang secara terus menerus
dirasakannya.
 Klien mengatakan sulit tidur dimalam hari
akibat nyeri yang dirasakan.
Pengkajian nyeri
(1) Provoking Incident/faktor presipitasi nyeri
adalah mobilisasi
(2) Quality of Pain: nyeri menusuk tajam
karena terjadi penekanan di daerah inguinal
dan jika terjadi pergerakan pada panggul
(3) Region : rasa sakit menyebar sampai ke
panggul, punggung belakang dan betis
kebawah
(4) Severity (Scale) of Pain: skala nyeri 6
(sedang) saat tidak beraktifitas tetapi jika
klien beraktifitas skla nyeri bisa meningkat
sampai 8

UNIVERSITAS INDONESIA

Analisis praktik ..., Munqidz Zahrawaani, FIK UI, 2014


No Data Diagnosis
Keperawatan
(5) Time: nyeri berlangsung setiap saat
terutama pada saat klien melakukan
mobilisasi, nyeri bertambah buruk pada
malam hari sehingga klien tidak dapat
beristirahat atau tidur dengan nyenyak.
Data Objektif
 Wajah klien meringis
 Klien terkadang berteriak teriak jika
dilakukan mobilisasi
 Terdapat perubahan kemampuan untuk
melakukan aktivitas sehari-hari akibat nyeri
 Perubahan pola tidur akibat nyeri yang
dirasakan
2 Subjektif Kerusakan mobilitas
 Klien mengatakan bisa duduk ditempat fisik
tidur atau posisi high fowler dengan
bantuan
 Klien mengatakan sulit untuk melakukan
miring kiri dan kanan karena area fraktur
tidak bisa digerakkan.
 Klien mengatakan tidak mampu melakukan
aktifitas lain selain berbaring ditempat
tidur.
Objektif
 Klien harus dibantu perawat dan keluarga
untuk mengubah posisi tidur.
 Foto pelvis femur bilateral menunjukkan
fraktur diafisis proksimal os femur dengan
pergeseran fragmen distal superior. Fraktur
1/3 diafisis proksimal os femur kiri dengan

UNIVERSITAS INDONESIA

Analisis praktik ..., Munqidz Zahrawaani, FIK UI, 2014


No Data Diagnosis
Keperawatan
angulasi dan pergeseran distal fraktur ke
medial. Kesan adanya osteofit di illiac wing
bilateral.
 Kesulitan pergerakan diseeluruh
ekstrimitas bawah klien terutama bagian
kiri.
 Klien berada pada tingkat 3 (membutuhkan
bantuan orang lain dan peralatan atau alat
bantu)
 Kekuatan otot 4433 3344

1223 3221

3 Data Subjektif Kerusakan integritas


 Klien mengatakan terdapat luka dibagian kulit
punggung dan bokongnya karena terlalu
lama berbaring
 Klien mengatakan mandi 2x seharii dibantu
perawat dan keluarga
Data Objektif
 Saat memandikan pasien ditemukan ulkus
decubitus grade I dan II dipunggung klien
 Kulit klien nampak kering dan kotor,
 Tercium bau amis disekitar tempat tidur
 Klien menggunakan diapers untuk
mengalasi tempat tidurnya.

UNIVERSITAS INDONESIA

Analisis praktik ..., Munqidz Zahrawaani, FIK UI, 2014


Rencana Asuhan Keperawatan
Nyeri Kronik b/d spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema, cedera jaringan lunak,
pemasangan traksi, stress/ansietas. Tujuan: Klien mengatakan nyeri berkurang atau
hilang dengan menunjukkan tindakan santai, mampu berpartisipasi dalam
beraktivitas, tidur, istirahat dengan tepat, menunjukkan penggunaan keterampilan
relaksasi dan aktivitas trapeutik sesuai indikasi untuk situasi individual
1. Pertahankan imobilasasi bagian yang sakit dengan tirah baring, gips, bebat dan
atau traksi
2. Rasional; Mengurangi nyeri dan mencegah malformasi.
3. Tinggikan posisi ekstremitas yang terkena.
4. Rasional: Meningkatkan aliran balik vena, mengurangi edema/nyeri.
5. Lakukan dan awasi latihan gerak pasif/aktif.
6. Rasional: Mempertahankan kekuatan otot dan meningkatkan sirkulasi vaskuler.
7. Lakukan tindakan untuk meningkatkan kenyamanan (masase, perubahan posisi)
8. Rasional; Meningkatkan sirkulasi umum, menurunakan area tekanan lokal dan
kelelahan otot.
9. Ajarkan penggunaan teknik manajemen nyeri (latihan napas dalam, imajinasi
visual, aktivitas dipersional)
10. Rasional: Mengalihkan perhatian terhadap nyeri, meningkatkan kontrol terhadap
nyeri yang mungkin berlangsung lama.
11. Lakukan kompres dingin selama fase akut (24-48 jam pertama) sesuai keperluan.
12. Rasional: Menurunkan edema dan mengurangi rasa nyeri.
13. Kolaborasi pemberian analgetik sesuai indikasi.
14. Rasional: Menurunkan nyeri melalui mekanisme penghambatan rangsang nyeri
baik secara sentral maupun perifer.

Diagnosa Keperawatan Kerusakan mobilitas fisik

Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 5x24 jam klien tidak
menunjukkan tanda kontraktur pada kaki dan tangan, dan rentang pergerakan sendi

UNIVERSITAS INDONESIA

Analisis praktik ..., Munqidz Zahrawaani, FIK UI, 2014


yang optimal. Klien mampu berjalan dengan atau tanpa alat bantu. Klien mampu
mempertahankan keseimbangan tubuh.
Tindakan mandiri
 Observasi rentang pergerakan sendi khususnya di area yang mengalami
kelemahan.
R: Dapat yang didapatkan berguna untuk melakukan evaluasi setelah pemberian
intervensi/ terapi.
 Tentukan tingkat motivasi klien untuk mempertahankan atau mengembalikan
moilitas sendi otot.
R: Motivasi yang baik dapat meningkatkan keinginan klien untuk melakukan
kegiatan.
 Berikan penguatan positif selama aktivitas.
R: Reinforcement dapat meningkatkan motivasi klien melakukan kegiatan yang telah
disepakati.
 Latih rentang pergerakan sendi sesuai dengan kemapuan klien.
R: Latihan yang melebihi kemampuan klien akan membuat klien terlalu letih.
Pergerakan yang dilakukan sesuai kemampuan mampu sedikit demi sedikit
melatih otot yang lemah.
 Berikan bantalan untuk mengurangi bengkak pada tangan kiri.
R: Meningkatkan aliran balik vena.

Kolaborasi dengan dokter dan fisioterapis terkait pemberian terapi RPS (Doenges, et
al, 2010).

Diagnosa keperawatan kerusakan integritas kulit

Tujuan : Klien menyatakan ketidaknyamanan hilang, menunjukkan perilaku tekhnik


untuk mencegah kerusakan kulit/memudahkan penyembuhan sesuai indikasi,
mencapai penyembuhan luka sesuai waktu/penyembuhan lesi terjadi
Tindakan mandiri

UNIVERSITAS INDONESIA

Analisis praktik ..., Munqidz Zahrawaani, FIK UI, 2014


1. Pertahankan tempat tidur yang nyaman dan aman (kering, bersih, alat tenun
kencang, bantalan bawah siku, tumit).
R : Menurunkan risiko kerusakan/abrasi kulit yang lebih luas.
2. Masase kulit terutama daerah penonjolan tulang dan area distal fraktur.
R : Meningkatkan sirkulasi perifer dan meningkatkan kelemasan kulit dan otot
terhadap tekanan yang relatif konstan pada imobilisasi.
3. Berikan pelembab pada seluruh area kulit yang terutup
R : mecegah kekeringan dan pergesekan kulit yang memicu timbulnya luka baru
4. Observasi keadaan kulit, penekanan gips/bebat terhadap kulit, insersi pen/traksi
R : Mencegah gangguan integritas kulit dan jaringan akibat penekanan
3.4 Implementasi dan Evaluasi Tindakan
Implementasi dan evaluasi pada laporan ini berfokus pada diagnosa nyeri
kronik. Bagian ini berisi tentang catatan perkembangan klien terhadap
beberapa intervensi keperawatan untuk mengatasi masalah nyeri kronik
berdasarkan waktu intervensi.

Tabel 3.4 Catatan perkembangan perawatan klien dengan diagnosa keperawatan nyeri
kronik

Diagnosa Keperawatan Nyeri Kronik


Kamis, 22 Mei 2014 Jumat, 23 Mei 2014 Sabtu, 24 Mei 2014
Implementasi: Implementasi: Implementasi:
 Mengkaji ska la dan  Memberikan bantuan  Mengkaji skala nyeri
riwayat nyeri klien P, Q, R, maksimal setiap klien akan  Mengkaji TTV
S, T mengubah posisi  Mengevaluasi penggunaan
 Pertahankan mobilitas  Mengajarkan teknik relaksasi teknik relaksasi napas dalam
bagian yang sakit napas dalam  Mengajarkan teknik napas
S:  Mengkaji skala nyeri dalam disertai batuk efektif
 Klien mengatakan lokasi sebelum dan setelah Kolaborasi
nyeri pada paha kiri sampai intervensi Memberikan injeksi IV
ke bokong dan kedua Kolaborasi analgesik (Ketorolac 30 mg/12
tungkai. Memberikan injeksi IV analgesik jam)
 Frekuensi meningkat (Ketorolac 30 mg/12 jam) S:
dengan skala 6 s/d 8 S:  Klien mengatakan lebih
(sedang-berat)  Klien mengatakan nyeri nyaman setelah melakukan
 Klien biasa berteriak teriak tidak terlalu hebat jika nafas dalam dengan batuk
sebagai dispensasi rasa beralih posisi dibantu efektif
nyerinya dan mencegah perawat  Klien mengatakan skala nyeri
perawat melakukan  Klien mengatakan nyeri saat ini bisa mencapai 4
tindakan lanjut berkurang setelah melakukan

UNIVERSITAS INDONESIA

Analisis praktik ..., Munqidz Zahrawaani, FIK UI, 2014


 Belum dilakukan operasi teknik napas O:
pada fraktur.  Skala nyeri sebelum kegiatan  Klien terlihat masih menahan
O: 6, dan setelah kegiatan 5 nyeri
 Wajah klien meringis O:  Klien terlihat lebih rileks
menahan nyeri.  Klien masih menahan nyeri setelah diberikan intervensi
 Klien menunjuk area saat dilakukan reposisi  TD 140/100 mmHg, nadi
fraktur  Klien mampu melakukan 96x/m, suhu 37,6○C, RR
 Klien terlihat melindungi teknik napas dalam yang 28x/m
area yang sakit. diajarkan. A Nyeri kronik belum teratasi
A: Nyeri kronik belum teratasi  TD 130/80 mmHg, Nadi P:
P: 84x/m, RR 24x/m, suhu 36○  Observasi nyeri per 8 jam
 Observasi nyeri per 8 jam C.  Observasi TTV
 Observasi TTV A: Nyeri kronik teratasi sebagian  Motivasi penggunaan
 Berikan bantuan setiap P: teknik relaksasi napas
akan mengatur posisi  Observasi nyeri per 8 jam dalam secara kontinu pada
 Ajarkan teknik relaksasi  Observasi TTV klien
napas dalam  Evaluasi penggunaan
relaksasi napas dalam
Diagnosa Keperawatan Nyeri Kronik
Senin, 26 Mei 2014 Selasa, 27 Mei 2014 Rabu, 28 Mei 2014
Implementasi: Implementasi: Implementasi:
 Mengkaji skala nyeri  Mengobservasi nyeri per 6  Mengkaji skala nyeri
 Mengkaji TTV jam  Mengkaji TTV
 Mengevaluasi penggunaan  Mengobservasi TTV  Mengevaluasi penggunaan
teknik relaksasi napas dalam  Mengevaluasi penggunaan teknik relaksasi napas dalam
 Mengevaluasi teknik napas teknik manajemen nyeri
dalam disertai batuk efektif (relaksasi nafas dalam dan S:
 Memimpin pasien batuk efektif)  Klien mengatakan lebih
melakukan guide imagery  Memberikan lingkungan nyaman setelah melakukan
yang nyaman dan tenang nafas dalam dengan batuk
S: agar pasien dapat beristirahat efektif
 Klien mengatakan nyeri  Klien mengatakan skala nyeri
pada skala 4 S: saat ini 3
O:  Klien mengatakan nyeri O:
 Wajah klien tampak berada pada skala 3  Klien terlihat lebih rileks
menahan nyeri. O:  TD 130/80 mmHg, nadi 88x/m,
 Klien terlihat melindungi  TD 140/70 mmHg, Nadi suhu 37,3○C, RR 24x/m
area yang sakit. 78x/m, RR 22x/m, suhu A: Nyeri kronik teratasi sebagian

 Klien mulai dapat 37,2 C. P:
mengangkat kaki kirinya  Klien terlihat lebih nyaman,  Observasi nyeri per 6 jam
sedikit sambil melakukan ekspresi wajah rileks  Observasi TTV
napas dalam. A: Nyeri kronik teratasi sebagian  Motivasi penggunaan
 TD 130/90 mmHg, nadi P: teknik relaksasi napas
86x/m, RR 22x/menit, suhu  Observasi nyeri per 6 jam dalam
37,5○ C.  Observasi TTV
A: Nyeri kronik teratasi  Evaluasi penggunaan teknik
sebagian manajemen nyeri (relaksasi
P: nafas dalam dan batuk
 Observasi nyeri per 6 jam efektif)
 Observasi TTV
 Evaluasi penggunaan
teknik manajemen nyeri

UNIVERSITAS INDONESIA

Analisis praktik ..., Munqidz Zahrawaani, FIK UI, 2014


Diagnosa Keperawatan Nyeri Kronik
Kamis, 29 Mei 2014 Jumat, 30 Mei 2014 Senin, 31 Mei 2014
Implementasi: Implementasi: Implementasi:
Mengkaji skala nyeri  Mengobservasi nyeri per 6 Mengkaji skala nyeri
Mengkaji TTV jam Mengkaji TTV
Mengevaluasi penggunaan  Mengobservasi TTV Mengevaluasi penggunaan
teknik relaksasi napas  Mengevaluasi penggunaan guide imagery untuk
dalam teknik manajemen nyeri mengatasi nyeri
 Mengevaluasi teknik  Memberikan lingkungan Memotivasi pemakaian
napas dalam disertai yang nyaman teknik napas dalam
batuk efektif saat akan  Mengganti infus baru disertai batuk efektif
mobilisasi klien dengan teknik
 Mengantarkan klien aseptik dan antiseptik S:
echocardiography Klien mengatakan lebih
S: bersemangat
S:  Klien mengatakan nyeri Klien mengatakan skala
 Klien mengatakan nyeri berada pada skala 3 dan nyeri saat ini 2
pada skala 3. bersedia mengikuti O:
 Klien mengatakan suhu mobilitas dibantu perawat Klien terlihat lebih rileks
tubuhnya selalu diatas 37 O: TD 120/90 mmHg, nadi
dan merasa demam.  Klien terlihat lebih 80x/m, suhu 37○C, RR
O: kooperatif 20x/m
 Wajah klien tampak  Klien terlihat lebih A: Nyeri kronik teratasi
lebih rileks. bersemangat. sebagian
 Klien terlihat A: Nyeri kronik teratasi P:
diaphoresis. sebagian  Observasi nyeri per 6
 Klien mulai dapat P: jam
mengatur posisi miring  Observasi nyeri per 6 jam  Observasi TTV
kiri dan kanan sambil  Observasi TTV  Motivasi penggunaan
melakukan napas dalam.  Evaluasi penggunaan teknik relaksasi napas
 TD 140/90 mmHg, nadi teknik manajemen nyeri dalam
88x/m, RR 28x/menit, saat dilakukan mobilisasi
suhu 37,5○ C.
A: Nyeri kronik teratasi
sebagian
P:
 Observasi nyeri per 6
jam
 Observasi TTV
 Evaluasi penggunaan
teknik manajemen nyeri

UNIVERSITAS INDONESIA

Analisis praktik ..., Munqidz Zahrawaani, FIK UI, 2014


Tabel 3.5 Catatan perkembangan perawatan klien dengan diagnosa keperawatan
kerusakan Mobilitas Fisik

Diagnosa Keperawatan kerusakan Mobilitas Fisik


Jumat, 23 Mei 2014 Selasa, 27 Mei 2014 Kamis, 29 Mei 2014
Implementasi: Implementasi: Implementasi:
10. Melatih rentang gerak 1. membantu perawatan diri 1. Melatih rentang gerak
pasif aktif pada (kebersihan/eliminasi) sesuai pasif aktif pada
ekstremitas yang sakit keadaan klien. ekstremitas yang sakit
maupun yang sehat sesuai 2. Mengubah posisi secara maupun yang sehat
kemampuan klien. periodik sesuai keadaan sesuai keadaan klien.
klien (buatkan jadwal) 2. Membantu pasien untuk
11. Meningkatkan asupan berpindah dari kursi
cairan 2000-3000 ml/hari. S roda ke tempat tidur
12. Memberikan diet TKTP.  Klien mengatakan masih dan sebaliknya.
13. Kolaborasi pelaksanaan lemah pada kaki kiri dan Evaluasi
fisioterapi sesuai indikasi. kedua kakinya. S
14. Evaluasi kemampuan  Klien mengatakan akan  Klien mengatakan
mobilisasi klien dan terus menggerakkan area mulai bisa
program imobilisasi. tubuh yang sehat. menggerakkan area
Evaluasi O disekitar fraktur sedikit
S  Klien terlihat bersemangat demi sedikit
 Klien mengatakan ingin dalam proses latihan O
meningkatkan  Klien sudah memahami  Klien dapat mobilisasi
kemampuan pentingnya pergerakkan ke kursi roda untuk
pergerakannya agar tidak sendi pemeriksaan
terjadi kontraktur  Klien terlihat memiliki  Masih terdapat
O motivasi yang kuat untuk kelemahan pada kaki
 Klien dan keluarga melakukan latihan kiri dan sluruh
sama-sama telah  Rentang pergerakan klien ekstrimitas bawah
menyadari dan belum bebas secara umum
menerima keterbatasan A A
yang dialami klien Masalah hambatan mobilitas Masalah hambatan
merupakan proses dari fisik belum teratasi mobilitas fisik belum
penyakit. P teratasi
 Keluarga sangat  Berikan jadwal miring kiri P
mendukung kesembuhan dan kanan setiap 2 jam/hari  Bantu klien mobilisasi
klien  Berikan reward positif sesuai kemampuan
A untuk keberhasilan yang
Masalah hambatan mobilitas dicapai klien
fisik belum teratasi
P
 Ajarkan latihan
pergerakkan sendi
secara periodik

UNIVERSITAS INDONESIA

Analisis praktik ..., Munqidz Zahrawaani, FIK UI, 2014


Tabel 3.6 Catatan perkembangan perawatan klien dengan diagnosa keperawatan
Kerusakan integritas kulit

Diagnosa Keperawatan kerusakan integritas kulit


Rabu, 7 Mei 2014 Kamis, 8 Mei 2014 Jumat, 9 Mei 2014
Implementasi: Implementasi Implementasi
 Membersihkan kulit klien  Menjaga kebersihan  Mencuci tangan setiap
dengan air hangat dan area tempat tidur sebelum dan sesudah
sabun 2x sehari disekitar pasien tindakan
 Kolaborasi kompres  Mengganti diapers  Menggunakan sarung
NaCL dan pemberian setiap hari tangan saat
salep untuk decubitus 2x  Mengganti alat tenun membersihkan tubuh
perhari setiap hari pasien terutama saat BAB
 Evaluasi  Kolaborasi penggunaan dan BAK
S tempat tidur untuk Evaluasi
 Klien mengatakan luka mencegah timbulnya S
dekubitus di bokong
ulkus decubitus  Klien mengatakan merasa
sudah mulai mengering
O Evaluasi lebih bersih dan sehat
 Ulkus tampak kering dan S O
kulit terliat lebih lembab  Klien mengatakan  Tidak terjadi kerusakan
A merasa lebih nyaman integritas kulit baru
Masalah kerusakan integritas dengan kondisi tempat  Penyembuhan decubitus
kulit teratasi sebagian tidurnya sekarang A
P O Masalah kerusakan integritas
 Pertahankan kebersihan  Tidak tercium bau amis kulit teratasi
lingkungan sekitar tempat disekitar tempat tidur P
tidur pasien pasien Follow up ke perawat
 Tempat tidur pasien ruangan untuk mencegah
nampak bersih dan rapi terjadinya kerusakan
A integritas kulit
Masalah kerusakan
integritas kulit teratasi

UNIVERSITAS INDONESIA

Analisis praktik ..., Munqidz Zahrawaani, FIK UI, 2014


sebagian
P
 Pertahankan teknik
aseptik dan antiseptik
setiap akan melakukan
tindakan ke pasien

UNIVERSITAS INDONESIA

Analisis praktik ..., Munqidz Zahrawaani, FIK UI, 2014


ANALISIS PRAKTIK KASUS FRAKTUR PATOLOGIS POST
TIROIDEKTOMI PADA NY. M DI LANTAI V BEDAH RSPAD
GATOT SOEBROTO

Munqidz Zahrawaani1 Masfuri2

1
Program Profesi Ners, Fakultas Ilmu Keperawatan, Universitas Indonesia,
Kampus UI-Depok, 16424. Hp (082113216689). E-mail: zmunqidz@yahoo.co.id

2
Dosen Keperawatan Medikal-Bedah, Fakultas Ilmu Keperawatan, Universitas
Indonesia, Kampus UI-Depok, 16424 E-mail: masfuri@yahoo.com

ABSTRAK

Rasa nyeri pada pasien fraktur merupakan stressor yang paling dominan sehingga
dapat menimbulkan respon fisik dan psikis bahkan sampai terjadinya syok. Nyeri
mengakibatkan klien menolak tindakan dan pergerakan untuk aktivitas mobilitas,
dampak immobilitas tidak hanya pada fisik tetapi juga pada mental dan konsep diri
pasien. Asuhan keperawatan yang dilakukan sejak tanggal 22 Mei sampai 31 Mei
diharapkan klien dapat mengenali dengan baik penyebab timbulnya nyeri dan
bagaimana cara mengatasinya. Laporan ilmiah ini bertujuan untuk melaporkan
tindakan mandiri keperawatan yang sudah dilakukan untuk menurunkan nyeri melalui
metode menajemen nyeri yaitu teknik relaksasi dan nafas dalam. Teknik ini selain
terbukti efektif juga dapat meningkatkan mobilisasi pasien.

Kata kunci: Fraktur Patologis, Teknik Relaksasi dan Nafas Dalam, Nyeri

UNIVERSITAS INDONESIA

Analisis praktik ..., Munqidz Zahrawaani, FIK UI, 2014


ABSTRACT

Pain is a main problem that can make fracture client become stress and strain. Client
who experienced pain may respond physically and psychologically, even can lead to
shock condition. The pain makes client refuse the intervention for mobilized
programme. The impacts of immobilization are not just physical aspect but also
mental aspect of the client. The aim of the nursing intervention that have been given
since May 22 until May 31 are to give knowledge about cause and management of
pain to the client. The purpose of this scientific paper is to report nursing intervention
that has been proved to decrease pain as method of pain management named
relaxation or deep breathing technique. The technique shown decreasing of client‟s
pain scale so that the client can involve actively in mobility programme.

Key word : pathologic fracture, pain, relaxation and deep breathing techiques.

UNIVERSITAS INDONESIA

Analisis praktik ..., Munqidz Zahrawaani, FIK UI, 2014


PENDAHULUAN

Badan kesehatan dunia (WHO) mencatat terdapat lebih dari 7 juta orang meninggal
dikarenakan insiden kecelakaan dan sekitar 2 juta orang mengalami kecacatan fisik.
Usman (2012) menyebutkan bahwa hasil data Riset Kesehatan Dasar (RIKERDAS)
tahun 2011, di Indonesia terjadinya fraktur yang disebabkan oleh cedera yaitu karena
jatuh, kecelakaan lalu lintas dan trauma tajam / tumpul. Dari 45.987 peristiwa terjatuh
yang mengalami fraktur sebanyak 1.775 orang (3,8 %), dari 20.829 kasus kecelakaan
lalu lintas, mengalami fraktur sebanyak 1.770 orang (8,5 %), dari 14.127 trauma
benda tajam / tumpul, yang mengalami fraktur sebanyak 236 orang (1,7 %).

Energi yang sampai ke tulang melebihi dari batas kekuatan tulang sehingga terjadi
fraktur. Energi yang sampai ke tulang tergantung dari jenis (ringan, berat, dsb), arah
dan kecepatan trauma tersebut. Trauma dapat langsung (direct), seperti terkena
pukulan dari benda yang bergerak atau kejatuhan maupun dipukul, atau tidak
langsung (indirect. Apabila kondisi tulang tempat terjadi fraktur tersebut terdapat
kelainan patologis seperti tumor atau osteoporosis /osteomalacia maka disebut
fraktur patologis.

Proses pembentukan tulang dipengaruhi oleh proses dinamis remodelling yang


melibatkan tiga sel yaitu osteosit, osteoblas dan osteoklas.. Rasa nyeri akan timbul
secara tiba tiba dan terus bertambah jika penderita melakukan mobilisasi. Daerah
tersebut juga mersakan nyeri jika disentuh. Tulang yang lain seperti femur akan
mudah patah. Penyebab kerapuhan tulang ini ada yang bersifat primer atau sekunder,
secara primer kekurangan kalsium yang berhubungan dengan usia dan
ketidakseimbangan antara kecepatan pembentukan tulang baru dan rusaknya tulang.
Kemungkinan timbulnya penyakit kerapuhan tulang jenis ini sering pada wanita.
Kurang dari 5% penderita juga mengalami osteoporosis sekunder yang disebabkan

UNIVERSITAS INDONESIA

Analisis praktik ..., Munqidz Zahrawaani, FIK UI, 2014


keadaan medis lainnya atau oleh obat (sekunder), misalnya keadaan gagal ginjal
kronis dan kelainan hormonal terutama tiroid, paratiroid dan adrenal. Sedangkan obat
obatan yang dapat menyebabkan kerapuhan tulang adalah hormon kortikosteroid,
barbiturat, anti kejang dan hormon tiroid yang berlebihan (Suardi, M 2012).
Insiden fraktur di USA diperkirakan menimpa satu orang pada setiap 10.000 populasi
setiap tahunnya (Armis, 2002). Sedangkan di Indonesia data yang diperoleh Unit
pelaksana teknis makmal terpadu FKUI, pada tahun2006 dari 1690 kasus kecelakaan
lalu lintas ternyata yang mengalami fraktur femur 249 kasus atau 14,7%. Sedangkan
data dari RSPAD Gatot Soebroto 2011 adalah 178 orang. Untuk lantai V bedah
sendiri kasus fraktur menduduki urutan pertama dari satu bulan praktek profesi
peminatan KMB didapatkan 17 kasus fraktur, dua diantaranya dalah fraktur patologis
dimana pasien tidak segera mendapatkan penangana medis saat mengalami fraktur.

METODE

Penulisan ini menggunakan metode studi kasus dan penerapan asuhan keperawatan
yang komprehensif pada seorang pasien kelolaan sebagai kasus yang berkaitan
dengan urban health. Teknik pengumpulan data diperoleh melalui data primer yaitu
hasil wawancara, observasi partisipan, pengkajian fisik dan data sekunder dari catatan
individu, atau rekam medik perawatan.Data yang telah terkumpul dianalisis dan
ditelaah secara ilmiah dengan memfokuskan pada intervensi terpilih yang telah
diberikan. Pembahasan pada karya ilmiah ini adalah dengan menitikberatkan pada
keefektifan intervensi yang telah dilakukan untuk menyelesaikan masalah
keperawatan pasien.

HASIL
Klien adalah Ny. M (45 tahun) tinggal di Cilegon bersama suami dan anak
perempuannya yang nomor dua, karena anak pertamanya meninggal akibat abortus
complete Ny. M menikah dengan suaminya tahun 2001, klien 3 bersaudara dan ibu
klien memiliki riwayat penyakit hipertensi. Klien pernah kuliah sampai D3 akuntansi

UNIVERSITAS INDONESIA

Analisis praktik ..., Munqidz Zahrawaani, FIK UI, 2014


dan pernah bekerja selama 7 tahun sebelum menikah. Klien masuk RSPAD Gatot
Soebroto sejak 10 Mei 2014 dengan nomor medikal record 435915.

Pengkajian dilakukan sejak 22 Mei 2014. Keluhan utama pada Ny. M adalah rasa
nyeri. Nyeri kronik karena sudah berlangsung lebih dari 6 bulan sejak kejadian yang
menyebabkan fraktur dan berlangsung setiap hari. Pasien mengeluh nyeri akan
bertambah jika daerah lokasi fraktur digerakkan, karena itulah sejak awal pasien
enggan untuk diajak bekerjasama dalam mobilisasi seperti miring kiri dan kanan,
pasien akan berteriak karena nyeri hebat yang dirasakannya, nyeri menusuk tajam
karena terjadi penekanan di daerah inguinal dan jika terjadi pergerakan pada panggul,
skala nyeri 6 (sedang) saat tidak beraktifitas tetapi jika klien beraktifitas skla nyeri
bisa meningkat sampai 8. Nyeri berlangsung setiap saat terutama pada saat klien
melakukan mobilisasi, nyeri bertambah buruk pada malam hari sehingga klien tidak
dapat beristirahat atau tidur dengan nyenyak.

Pengkajian lanjutan difokuskan pada fungsi aktivitas dan neurologi. Status


neurovaskuler (untuk status neurovaskuler  5 P yaitu Pain, Palor, Parestesia, Pulse,
Pergerakan). Pemeriksaan pada sistem muskuloskeletal adalah jaringan parut seperti
bekas operasi dan birth mark pada area abdomen. Posisi dan bentuk dari ekstrimitas
(deformitas) terdapat edema pada femur kiri dan kanan serta jari jari kaki. Posisi
jalan, klien tidak bisa berjalan. Untuk berpindah jika mengikuti pemeriksaan
menggunakan kursi roda. Kulit teraba hangat dan terba kering. Capillary refill time >
3 menit. Edema dipersendian panggul, nyeri tekan 1/3 proksimal. Keluhan nyeri
dirasakan saat menggerakan bagian yang fraktur kearah kiri ataupun kanan, skala
kekuatan otot dari proksimal ke distal adalah 4433 3344

1223 3221

Data subjektif yang ditemukan antara lain: Ny. M mengatakan skala nyeri bisa
mencapai angka delapan, rasa nyeri di paha kiri membuatnya tidak berani bergerak
banyak an harus mendapat bantuan penuh dari perawat. Mobilisasi hanya terbatas

UNIVERSITAS INDONESIA

Analisis praktik ..., Munqidz Zahrawaani, FIK UI, 2014


untuk latihan berpindah dari posisi miring kiri ke kanan. Aktivitas semua dibantu
oleh keluarga. Keluhan lain adalah sulit BAB sejak masuk rumah sakit.

Data Obyektif yang didapatkan pada Ny. M, antara lain: terlihat ekspresi meringis,
sering berteriak teriak mengeluhkan nyerinya, tidak mampu menggunakan alat bantu
apapun, semua aktivitas dibantu keluarga, Ny. M terlihat lebih banyak berada
ditempat tidur. Nilai Indeks Kazt (tingkat kemandirian): 5 artinya tingkat kemandirian
semua dibantu kecuali makan bisa dilakukan sendiri, kaki kiri terlihat agak bengkak,
ada kontraktur pada ekstremitas, semua ekstremitas bisa digerakkan kecuali kaki kiri
mampu digerakan dengan mandiri. Latihan miring kiri kanan dan alih posisi rutin
setiap 2 jam. Latihan ROM aktif dilakukan pada kaki kiri, tangan kiri, dan tangan
kanan. Sedangkan untuk kaki kanan yang mengalami kontraktur hanya dilakukan
gerakan-gerakan di jari-jari kaki, Kebutuhan sehari-hari seperti mandi, mobilisasi,
sebagian dibantu oleh perawat. Saat memandikan pasien ditemukan ulkus decubitus
grade I dan II dipunggung klien, kulit nampak kering dan kotor, tercium bau amis
disekitar tempat tidur, klien menggunakan diapers untuk mengalasi tempat tidurnya.

PEMBAHASAN

Pada kasus klien Ny. M ada pengaruh dari proses patologis akibat hiperparatiroid
yang mengarah pada kanker paratiroid. Hiperkalsemia merupakan komplikasi yang
sering terjadi pada keganasan, ditemukan pada 10-20% penderita kanker. Keganasan
merupakan penyebab tersering hiperkalsemia pada penderita yang dirawat. Kanker
yang tersering menimbulkan hiperkalsemia adalah : kanker payudara, kanker paru,
mieloma multipel, limfoma, kanker kepala dan leher (sel skuamous ), kanker traktus
uroepitelial dan hipernefroma.

Penyebab tersering hiperkalsemia pada penderita dengan tumor padat tanpa metastase
dan pada beberapa pasien dengan limfoma maligna non-Hodgkin adalah adanya
sekresi PTHrP. Keadaan ini disebut hiperkalsemi humoral pada keganasan. PTHrP
mempunyai struktur yang homolog dengan hormon paratiroid pada ujung amino

UNIVERSITAS INDONESIA

Analisis praktik ..., Munqidz Zahrawaani, FIK UI, 2014


terminal sehingga berikatan dengan reseptor yang sama dengan PTH. Karena hal
tersebut, PTHrP mampu bekerja seperti hormon paratiroid yaitu meningkatkan
resorbsi tulang , resorbsi kalsium pada tubulus distal dan inhibisi transport fosfat pada
tubulus proksimal.2 Interleukin 6 dihasilkan oleh banyak sel kanker dan berhubungan
dengan beberapa sindroma paraneoplasma. Interleukin 6 secara langsung merangsang
produksi osteoklas dan juga merupakan downstream effector kerja hormon paratiroid
pada tulang. Interleukin 6 dapat menyebabkan hiperkalsemia ringan dan dapat
berkerja aditif terhadap PTHrP (Oehadian, 2014).

Femur merupakan tulang tersering ketiga, setelah vertebrae dan pelvis, tempat
ditemukannya metastasis tulang. Fraktur patologis pada femur merupakan yang
paling sering membutuhkan intervensi pembedahan. Fraktur patologis pada femur
merupakan 66 % fraktur patologis pada tulang panjang, dimana 87% terjadi pada
femur proksimal dan shaft femur. Fraktur pada collum femur merupakan fraktur yang
paling sering terjadi pada orang tua. Umur rata-rata 77 tahun pada wanita dan 72
tahun pada laki-laki, dan 80% terjadi pada wanita. Insidensi pada usia muda sangat
rendah dan berhubungan dengan trauma hebat. Penyebab tersering fraktur patologis
pada femur proksimal adalah osteoporosis.

Pada anamnesis yang mengarahkan kita kepada suatu fraktur patologis antara lain
pasien dengan fraktur yang terjadi secara spontan atau pada trauma minor, pola
fraktur yang tidak biasa, riwayat multipel fraktur sebelumnya, usia, riwayat penyakit
metabolik dan nyeri pada tempat fraktur sebelum terjadi fraktur. Selain pemeriksaan
fisik standar pada fraktur, diperlukan pemeriksaan tambahan seperti ada tidaknya
massa pada tempat fraktur, keterlibatan limfonodi regional. Pemeriksaan thyroid,
mammae, prostat dan rektum juga perlu dilakukan untuk mencari kemungkinan
tumor primer.

Banyak faktor yang dapat mempengaruhi penyembuhan fraktur atau penghambat


dalam proses penyembuhan fraktur, yaitu :

UNIVERSITAS INDONESIA

Analisis praktik ..., Munqidz Zahrawaani, FIK UI, 2014


a. Faktor yang mempercepat penyembuhan fraktur, yaitu reduksi fragmen tulang, agar
benar benar akurat dan dipertahankan dengan sempurna agar penyembuhan benar
benar terjadi. Aliran darah memadai, nutrisi yang baik, latihan pembebanan berat
untuk tulang panjang, hormon-hormon pertumbuhan : tiroid kalsitonin, vitamin D,
steroid anabolik.
b. Faktor yang menghambat penyembuhan fraktur, yaitu kehilangan tulang,
imobilisasi tidak memadai, adanya rongga atau jaringan diantara fragmen tulang,
infeksi, keganasan lokal, penyakit metabolik, nekrosis avaskuler, fraktur
intraartikuler, usia (lansia sembuh lebih lama), dan pengobatan kortikosteroid
menghambat kecepatan perbaikan

Pembentukan kalus merupakan tahap ketiga dari penyembuhan fraktur Setelah terjadi
hematom dan proliferasi pada tahap ini pertumbuhan jaringan berlanjut sampai celah
terhubungkan. Memerlukan waktu 3-4 minggu agar fragmen tulang tergabung dalam
tulang rawan atau jaringan fibrus.kemudian berlanjut ke tahap berikutnya yaitu
Osifikasi dimana terjadi pembentukan kalus mulai mengal;ami penulangan
endokondrial. Mineral terus ditimbun hingga tulang benar-benar bersatu (3-4 bulan).
Konsolidasi (6-8 bulan) dan remodeling (6-12 bulan) dimana merupakan tahap akhir
dari perbaikan patah tulang dan kalus mengalami pembentukan tulang sesuai aslinya.

Faktor-faktor yang mengontrol Aktivitas osteoblas dirangsang oleh olah raga dan
stres beban akibat arus listrik yang terbentuk sewaktu stres mengenai tulang. Fraktur
tulang secara drastis merangsang aktivitas osteoblas, tetapi mekanisme pastinya
belum jelas. Estrogen, testosteron, dan hormon perturnbuhan adalah promotor kuat
bagi aktivitas osteoblas dan pertumbuhan tulang. Pertumbuhan tulang dipercepat
semasa pubertas akibat melonjaknya kadar hormon-hormon tersebut. Estrogen dan
testosteron akhirnya menyebabkan tulang-tulang panjang berhenti tumbuh dengan
merangsang penutupan lempeng epifisis (ujung pertumbuhan tulang). Sewaktu kadar
estrogen turun pada masa menopaus, aktivitas osteoblas berkurang. Defisiensi
hormon pertumbuhan juga mengganggu pertumbuhan tulang (Sain, I 2014).

UNIVERSITAS INDONESIA

Analisis praktik ..., Munqidz Zahrawaani, FIK UI, 2014


Menurut Sain, I 2014 adapun faktor-faktor yang mengontrol aktivitas osteoklas
terutama dikontrol oleh hormon paratiroid. Hormon paratiroid dilepaskan oleh
kelenjar paratiroid yang terletak tepat di belakang kelenjar tiroid. Pelepasan hormon
paratiroid meningkat sebagai respons terhadap penurunan kadar kalsium serum.
Hormon paratiroid meningkatkan aktivitas osteoklas dan merangsang pemecahan
tulang untuk membebaskan kalsium ke dalam darah. Peningkatan kalsium serum
bekerja secara umpan balik negatif untuk menurunkan pengeluaran hormon paratiroid
lebih lanjut. Estrogen tampaknya mengurangi efek hormon paratiroid pada osteoklas.

Efek lain Hormon paratiroid adalah meningkatkan kalsium serum dengan


menurunkan sekresi kalsium oleh ginjal. Hormon paratiroid meningkatkan ekskresi
ion fosfat oleh ginjal sehingga menurunkan kadar fosfat darah. Pengaktifan vitamin D
di ginjal bergantung pada hormon paratiroid. Sedangkan kalsitonin adalah suatu
hormon yang dikeluarkan oleh kelenjar tiroid sebagai respons terhadap peningkatan
kadar kalsium serum. Kalsitonin memiliki sedikit efek menghambat aktivitas dan
pernbentukan osteoklas. Efek-efek ini meningkatkan kalsifikasi tulang sehingga
menurunkan kadar kalsium serum.

Rasa nyeri yang dirasakan Ny. M timbul secara spontan jika bagian yang mengalami
fraktur digerakkan. Rasa nyeri selain berdampak negatif juga bermanfaat untuk
menentukan lokasi fraktur. Fraktur yang dialami Ny. M seharusnya mendapatkan
penanganan penanganan yaitu reduksi baik terbuka maupun tertutup serta
immobilisasi secara medis dengan cara fragmen tulang harus diimobilisasi atau
dipertahankan dalam posisi penyatuan yang tepat. Imobilisasi dapat dilakukan dengan
metode fiksasi internal (nail, plat, sekrup, kawat, batang) dan eksternal (bebat, brace,
traksi, balutan, pin dalam gips, fiksator eksterna). Dampak dari penanganan yang
tidak tepat adalah timbulnya komplikasi jangka panjang delayed union yaitu
gagalnya fraktur untuk bersatu kembali dalam waktu tiga bulan sampai satu tahun,
biasanya dihubungkan dengan adanya retardasi pada proses penyembuhan seperti

UNIVERSITAS INDONESIA

Analisis praktik ..., Munqidz Zahrawaani, FIK UI, 2014


kurangnya aliran darah, infeksi sistemik, ataupun distraksi (tarikan jauh) fragmen
tulang. Ditangani dengan tambahan waktu untuk mengkoreksi penyebabnya.

Rasa nyeri merupakan stressor yang dapat menimbulkan stress dan ketegangan
dimana individu dapat berespon secara biologis dan perilaku yang dapat
menimbulkan respon fisik dan psikis. Respon fisik meliputi perubahan keadaan
umum,wajah, denyut nadi, pernafasan, suhu badan, sikap badan dan apabila nafas
makin berat dapat menyebabkan kolaps kardiovaskuler dan syok, sedangkan respon
psikis akibat nyeri dapat merangsang respon stress yang dapat mengurangi sistem
imun dalam peradangan, serta menghambat penyembuhan respon yang lebih parah
akan mengarah pada ancama merusak diri sendiri (Corwin, 2001). Teknik relaksasi
nafas dalam merupakan salah satu metode manajemen nyeri non farmakologi.
Menurut (Brunner & Suddart, 2001) beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa
relaksasi nafas dalam sangat efektif dalam menurunkan nyeri pasien fraktur.

Fraktur memegang proporsi terbesar penyebab trauma dan cedera, dapat terjadi pada
semua tingkat usia dan dapat menimbulkan perubahan yang signifikan pada kualitas
hidup individu.perubahan yang ditimbulkan diantaranya terbatasnya aktifitas, karean
rasa nyeri akibat tergeseknya saraf motorik dan sensorik pada luka fraktur. Rasa nyeri
yang dialami pasien membuat pasien takut untuk menggrekakkan ekstrimitas yang
cedera, sehingga pasien cenderung untuk tetap berbaring lama, membiarkan tubuh
tetap kau (Smeltzer & Bare, 2009). Individu yang membatasi pergerakkannya
(immobilisasi) akan menyebabkan tidak stabilnya pergerakan sendi, terjadinya atropi
otot dalam 4-6 hari (Waher, Salmond & Pellino, 2002).

Mobilitas adalah kemampuan untuk mengubah dan mengontrol posisi tubuh,


sedangkan aktivitas adalah kemampuan untuk berpindah. Klien yang mengalami
fraktur terutama Ny. M sangat enggan melakukan mobilitas karena nyeri yang
dirasakannya.. Proses penyembuhan yang gagal menyebabkan immobilisasi pada Ny.
m semakin bertambah, klien tidak mampu memasuki tahap rehabilitasi dari

UNIVERSITAS INDONESIA

Analisis praktik ..., Munqidz Zahrawaani, FIK UI, 2014


penyembuhan fraktur itu sendiri. Immobilisasi yang lama bisa berdampak pada
timbulnya komplikasi fraktur yang lain.

Intervensi yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah nyeri adalah teknik
relaksasi nafas dalam sebagai salah satu intervensi pilihan yang sudah pernah diteliti
oleh Ayudianingsih tahun 2014 di Rumah Sakit Karima Utama Surakarta. Hasil
pengujian juga menunjukkan bahwa skor nyeri pada sesudah perlakuan kelompok
eksperimen sebesar 2,65 sedangkan pada kelompok kontrol sebesar 3,30.
Berdasarkan perbandingan rata-rata skor nyeri tersebut, maka dapat disimpulkan
bahwa pemberian teknik relaksasi nafas dalam memberikan dampak penurunan nyeri
yang lebih baik.

Teknik relaksasi nafas dalam bertujuan membantu mengekspresikan perasaan,


membantu rehabilitasi atas fisik, memberi pengaruh positif terhadap kondisi suasana
hati dan emosi meningkatakan memori, serta menyediakan kesempatan yang unik
untuk berinteraksi dan membangun kedekatan emosional. Jadi, teknik relaksasi nafas
dalam diharapkan dapat membantu mengatasi stres, mencegah penyakit dan
meringankan rasa sakit (Djohan 2006).

Teknik relaksasi nafas dalam adalah teknik yang dilakukan untuk menekan nyeri pada
thalamus yang dihantarkan ke korteks cerebri dimana korteks cerebri sebagai pusat
nyeri, yang bertujuan agar pasien dapat mengurangi nyeri selama nyeri timbul.
Adapun hal-hal yang perlu diperhatikan saat relaksasi adalah pasien harus dalam
keadaan nyaman, pikiran pasien harus tenang dan lingkungan yang tenang. Suasana
yang rileks dapat meningkatkan hormon endorphin yang berfungsi menghambat
transmisi impuls nyeri sepanjang saraf sensoris dari nosiseptor saraf perifer ke kornu
dorsalis kemudian ke thalamus, serebri, dan akhirnya berdampak pada menurunnya
persepsi nyeri (Brunner & Suddart, 2001).

UNIVERSITAS INDONESIA

Analisis praktik ..., Munqidz Zahrawaani, FIK UI, 2014


Secara klinik apabila pasien dalam keadaan rileks akan menyebabkan meningkatnya
kadar serotonin yang merupakan salah satu neurotransmitter yang diproduksi oleh
nucleus rafe magnus dan lokus seruleus, serta berperan dalam system analgetik otak.
Serotonin menyebabkan neuron-neuron local medulla spinalis mensekresi enkefalin,
karena enkefalin dianggap dapat menimbulkan hambatan presinaptik dan postsinaptik
pada serabut-serabut nyeri tipe C sehingga sistem analgetika ini dapat memblok
sinyal nyeri pada δ dan A tempat masuknya ke medulla spinalis dan Pengaruh Teknik
Relaksasi Nafas Dalam memiliki andil dalam memodulasi nyeri pada susunan saraf
pusat (Guyton, 2005).

Adapun intensitas nyeri selain di pengaruhi oleh penggunaan terapi, juga dipengaruhi
oleh beberapa faktor, antara lain: lingkungan, kelelahan, ansietas, budaya, dukungan
orang lain dan riwayat sebelumnya (Priharjo, 2000). Seseorang dengan pengalaman
yang pernah di alaminya akan lebih mudah beradaptasi dan mengatasinya, misalnya
seorang pasien yang pernah di rawat dengan kasus yang sama akan lebih mudah
beradaptasi dibanding dengan pasien yang baru pertama kali dirawat, karena tidak
ada pengalaman sebelumnya.

Penelitian menunjukkan adanya pengaruh yang signifikan pemberian teknik relaksasi


nafas dalam terhadap penurunan nyeri pasien pasca operasi fraktur femur di Rumah
Sakit Karima Utama Surakarta. Namun dalam penelitian ini ditemukan bahwa pada
kelompok kontrol, yaitu kelompok yang tidak mendapatkan terapi teknik relaksasi
nafas dalam terdapat beberapa responden yang mengalami penurunan nyeri. Kondisi
ini disebabkan terdapat banyak faktor yang mempengaruhi penurunan nyeri
seseorang, antara lain yaitu pengalaman, karena pada umumnya orang yang sering
mengalami nyeri dalam hidupnya, cenderung mengantisipasi terjadinya nyeri yang
lebih hebat (Taylor, 2000), kemudian anseitas, karena kecemasan pasien
menyebabkan menurunnya kadar serotonin. Serotonin merupakan neurotransmitter
yang memiliki andil dalam memodulasi nyeri pada susunan saraf pusat (Lee Mone,
1999) dan menyebabkan neuron-neuron lokal medulla spinalis mensekresi enkefalin,

UNIVERSITAS INDONESIA

Analisis praktik ..., Munqidz Zahrawaani, FIK UI, 2014


karena enkefalin dianggap dapat menimbulkan hambatan presipnatik dan postsinaptik
pada serabut-serabut nyeri tipe C, jadi sistem analgetika ini dapat memblok sinyal
nyeri yang akan masuk ke medulla spinalis (Guyton, 2005).

KESIMPULAN
1. Dari hasil pengkajian didapatkan etiologi terjadinya fraktur Patologis pada Ny. M
akibat trauma langsung yang menyebabkan energi berlebihan mengenai tulang
femur. Keterlambatan penanganan disertai tumor penyerta. Fraktur mengenai 1/3
diafisis proksimal os femur kiri.
2. Dari proses analisa data didapatkan diagnosa keperawatan Diagnosa keperawatan
yang dirumuskan, ada tiga diagnosa utama yaitu: kerusakan mobilitas fisik,
kerusakan integritas kulit dan Nyeri kronis. Diagnosa utama yang dibahas oleh
penulis dan menjadi fokus dalam karya ilmiah ini adalah diagnosa nyeri kronis,
namun diagnosa lainnya tetap menjadi perhatian dan tetap dilakukan intervensi
untuk mengatasi masalah tersebut.
3. Implementasi yang telah dilakukan untuk mengatasi masalah nyeri adalah teknik
relaksasi nafas dalam sebagai salah satu intervensi pilihan yang bertujuan
membantu mengekspresikan perasaan, membantu rehabilitasi atas fisik, memberi
pengaruh positif terhadap kondisi suasana hati dan emosi
4. Evaluasi menunjukkan penurunan keluhan nyeri (skala, petunjuk verbal dan non
verval, perubahan tanda-tanda vital). Rencana tindak lanjut yang penulis
rekomendasikan pada pihak rumah sakit antara lain menyampaikan kepada
perawat untuk menindaklanjuti jadwal miring kanan kiri pasien terutama yang
immobilitas

UCAPAN TERIMA KASIH

Segala puji syukur kepada Allah SWT yang telah mengizinkan terciptanya karya
ilmiah ini. selanjutnya kepada keluarga besar Drs. Munadji, SH terutama suami,
bapak Dede Kusnandar, SP dan anaknda tercinta Aufaanur Kusnandar yang selalu
memberikan semangat dan dukungan kepada penulis walaupun terpisah oleh jarak

UNIVERSITAS INDONESIA

Analisis praktik ..., Munqidz Zahrawaani, FIK UI, 2014


dan waktu . Ucapan terima kasih juga kepada Bapak Masfuri, Skp, MN dan Ibu.
Merri Silaban, S.kep selaku dosen pembimbing kelompok Bedah mahasiswa
peminatan KMB RSPAD Gatot Soebroto, dan tidak lupa Ibu Dra. Junaiti Sahar,
S.Kp, M.App.Sc., Ph.D selaku dekan Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas
Indonesia serta ibu kepala Program Studi Ilmu Keperawatan, bunda Kuntarti, SKp,
Mbiomed.

REFERENSI
Asahina, A.H., Y. Yamazaki, M. Uchida, Y. Shinohara, M.J. Honda, H. Kagami, and
M. Ueda. (2007). Effective bone engineering with perioteum-derived cells.
British Journal : J. Dental. Res
Arifianto (2010). Penyebab Nomor Satu Patah Tulang Wajah.
http://www.fk.unair.ac.id/news/headline-news/kecelakaan-lalu-lintas-
penyebab-nomor-satu-patah-tulang-wajah.html. (20 April 2010)
Ayudianingsih, N G dan Maliya, A. (2014). Pengaruh Teknik Relaksasi Nafas Dalam
terhadap Penurunan Tingkat nyeri pada Pasien Pasca operasi Fraktur Femur
di Rumah Sakit Karima Utama Surakarta. Kartasura : FIK UMS
Chen, D., M. Zhao, and G.R. Mundy. (2004). Bone morphogenetic proteins. British
Journal : Growth Factors
Djohan. (2006). Terapi Musik. Yogyakarta: Penerbit Buku Baik
Doenges, M E ; Moorhouse, F & Geissler, A C. (2002). Rencana Asuhan
Keperawatan: Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian
Perawatan Pasien. Jakarta: EGC
Eldawati. (2011). Pengaruh Latihan Kekuatan Otot Pre Operasi terhadap
kemampuan Ambulasi Dini Pasien Pasca Operasi Fraktur Ekstremitas Bawah
di RSUP Fatmawati Jakarta. Depok : FIK UI
Fernandez, I., M.A.A. Gracia, M.C. Pingarron, and L.B. Jerez. (2006). Physiological
bases of bone regeneration II. The remodeling process. UK :Medication Bucal
Houfbauer, L.C., S. Khosla, C.R. Dunstn, D.L. Lacey, T.C. Spelsberg, and B.L.
Riggs. (1999). Estrogen stimulates gene expression and protein production of
osteoprotegin in human osteoblastic cells. Endocrinology 140:4367-4370.

UNIVERSITAS INDONESIA

Analisis praktik ..., Munqidz Zahrawaani, FIK UI, 2014


Ignatavicius, Donna D. (2010). Medical Surgical Nursing: Clinical Decision Making.
United States of America : Elsevier
Manolagas, S.C. (2000). Birth and death of bone cells; basic regulatory mechanisms
and implications for the pathogenesis and treatment of osteoporosis. UK:
Endocrine Review
Morton. (2004). Prevention and Control Pain in Children. British Journal of
Anesthesia.
Mulyono. (2008). Hubungan Musik Klasik Dengan Waktu Pemulihan Pasien Post
Operasi Seksio Cesaria Dengan Spinal Anestesi di RSUD DR. MOEWARDI
SURAKARTA. Skripsi S-1 tidak diterbitkan Fakultas Ilmu Kesehatan,
Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Ogita, M., M.T. Rached, E. Dworakowski, J.P. Bilezikian, and S. Kousteni. (2008).
Differentiation and proliferation of perioteal osteoblast progenitors are
differentially regulated by estrogens and intermittent parathyroid hormone
administration. Endocrinology 149(11):5713-5723.
Orwoll, E.S. 2003. Toward an expanded understanding of the role of the periosteum
in skeletal health. J. Bone Miner. Res
Oehadian, A. (2014). Emergensi Metabolik pada Pasien Kanker : Hiperkalsemia
pada Keganasan. Bandung : FK UNPAD
Reksoprodjo, Soelarto. (2006). Orthopaedic Training in Developing Countries: An
International Symposium on Orthopaedic Training in Developing Countries.
Michigan: The Foundation
Sain, I. (2014). Asuhan Keperawatan Klien dengan Fraktur. Depok : FKM UI
Seeman, E. (2003). The structural and biochemical basis of the gain and loss of bone
strength in women and men. Endocrinol. Mrtab. Clin. Orth. Am. 32:25-38.
Tri. (2014). Asuhan keperawatan Fraktur femur tertutup dengan Osteomielitis
Kronis. http://kesehatan.kompasiana.com/medis/2012/12/20/askep-fraktur-
femur-tertutup-dengan-osteomielitis-kronis-517715.html (diunduh pada 5 Juli
2014)

UNIVERSITAS INDONESIA

Analisis praktik ..., Munqidz Zahrawaani, FIK UI, 2014


Yanty, N M. (2010). Analisis Faktor Faktor yang Mempengaruhi Pelaksanaan
Ambulasi Dini Pasien Paska Operasi Fraktur Ekstrimitas Bawah di Rindu B3
RSUP H. Adam Malik Medan. Sumatera Utara: Fakultas Keperawatan USU
Waher, A., Salmond, S., Pellino, T. (2002). Orthopaedic Nursing, Third Edition,
Philadelphia, PA. WB Saunders Co

UNIVERSITAS INDONESIA

Analisis praktik ..., Munqidz Zahrawaani, FIK UI, 2014

Anda mungkin juga menyukai