“Jangan sampai terjadi penyakit baru kita mulai sadar, tapi mulai sejak dini sebelum
penyakit datang” – Ely Setyawati, 2020
Ketersediaan air bersih dan sanitasi sebagai kebutuhan dasar bagi masyarakat masih menjadi
problematika klasik yang belum dapat terselesaikan hingga saat ini. Kedua aspek tersebut
memiliki keterkaitan dan membentuk karakteristik lingkungan hidup dalam suatu kawasan
permukiman. Kondisi sanitasi yang buruk juga dapat menjadi pemicu pencemaran air dan
penyebaran wabah penyakit, seperti diare dan malaria. Dampak berkepanjangan yang
mungkin terjadi adalah kematian.
Data Kementerian Kesehatan (2020) menyebutkan bahwa terdapat setidaknya 8,6 juta rumah
tangga Indonesia yang masih melakukan buang air besar sembarangan (BABS). Selain itu,
diperkirakan sebanyak 28 juta masyarakat Indonesia juga masih mengalami kekurangan air
bersih (Water.org, 2020). Padahal, perilaku BABS dan konsumsi air tidak layak minum
dapat menjadi faktor pendorong dalam penurunan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM).
Oleh karenanya, target penyelesaian permasalahan tersebut tertuang pada tujuan ke enam
dalam Sustainable Development Goals (SDGs) 2030, yaitu “Menjamin ketersediaan dan
manajemen air bersih serta sanitasi yang berkelanjutan untuk semua.”
Indonesia, negara dengan jumlah penduduk terbesar keempat di dunia, tentunya menjadi
tantangan tersendiri bagi pemerintah dalam mengakomodir kebutuhan serta memastikan
keterjangkauan layanan dan fasilitas publik. Guna menunjang tujuan besar pembangunan,
pemerintah menggagas sebuah konsep yang berfokus pada upaya mendorong perubahan
perilaku masyarakat menjadi praktik yang baik. “Sanitasi Total Berbasis Masyarakat” atau
yang sering dikenal dengan STBM menjadi strategi utama yang saat ini sedang dijalankan
dengan sebuah target, yaitu sanitasi yang aman bagi seluruh masyarakat. Luaran dari STBM
adalah status desa di seluruh Indonesia menjadi ODF (Open Defecation Free) atau tidak ada
lagi masyarakat yang melakukan BABS.
Outcome : Menurunnya kejadian penyakit-penyakit berbasis lingkungan yang baik dan perilaku
melalui penciptaan kondisi sanitas total
Pilar 2 : Pilar 4 :
Cuci Tangan Pakai Pengelolaan Sampah
Sabun Rumah Tangga
Komponen STBM :
1. Perubahan Perilaku
2. Peningkatan akses sanitasi yang berkelanjutan
3. Dukungan institusi kepada masyarakat
Skema 5 Pilar STBM 2020-2024
Ely Setyawati, SKM., MKM., Kasubdit Penyehatan Air dan Sanitasi Dasar Kementerian
Kesehatan menyampaikan adanya lima pilar STBM yang menekankan pada Perilaku Hidup
Bersih dan Sehat (PHBS), dimulai dari berhenti melakukan BABS, cuci tangan dengan
sabun, konsumsi makanan yang aman dan sehat, serta pengelolaan sampah dan limbah cair
rumah tangga.
Masa pandemi ini menjadi titik terang bagi penanaman PHBS di Indonesia. Pasalnya,
sebagai bentuk pencegahan terhadap penularan virus CoVID19, setiap lokasi dan bangunan
yang mengundang kehadiran masyarakat, seperti perkantoran, pusat perbelanjaan, dan
tempat makan diwajibkan menyediakan tempat cuci tangan lengkap dengan sabun. Selain
itu, masyarakat yang ingin berkunjung juga wajib mencuci tangannya sebelum masuk ke
ruangan dan membatasi interaksi antar sesama. Oleh karenanya, pilar kedua dari STBM
menjadi mudah dicapai saat ini dan telah didukung dengan kesadaran masyarakat.
Sedangkan untuk memastikan konsumsi pangan yang aman dan sehat menjadi perihal yang
paling sulit dicapai, karena kondisi sosial ekonomi masyarakat yang bervariasi dan tidak
mudah untuk memberikan edukasi.
Program yang
melembaga/
STBM
Regulasi/ Koordinasi
Kebijakan antar KL
Sistem
Kualitas Sarana Pemantauan
Terbangun dan
dan Evaluasi
Kualitas Air
Minum
Materi diambil dari “Webinar Kolaboraksi Masyarakat dan Pemerintah Daerah Kota / Kabupaten Dampingan
USAID IUWASH PLUS Dalam Perencanaan, Pemantauan Pembangunan Air Minum dan Sanitasi Berbasis
Masyarakat” pada 22 Juli 2020