Summary
Latar Belakang:
Pityriasis versicolor adalah penyakit pada kulit akibat jamur yang umum terjadi.
Kemungkinan untuk munculnya strain resisten terhadap azoles dan kesulitan dalam
membedakan hipopigmentasi PV dan early vitiligo, mendorong kami untuk mengevaluasi
efektifitas dari obat topikal tacrolimus (agen inhibitor calcineurin dengan efek in vitro anti
mallassezia) untuk pengobatan umum PV dan efeknya pada PV terutama hipopigmentasi
secara spesifik.
Tujuan:
Untuk mengevaluasi kemanjuran tracolimus topikal pada pityriasis versicolor.
Pasien / Metode:
Lima puluh pasien dialokasikan secara acak dalam 2 kelompok yang sama. Masing-masing
mengoleskan clotrimazol topikal atau tacrolimus 2 kali sehari selama 3 minggu. Mereka
dievaluasi di awal penelitian,pada minggu ketiga dan kelima secara klinis dan micologi
(apusan langsung)
Hasil :
Meskipun kedua pengobatan memberikan hasil yang sama secara global, klinis, dan mikologi
dalam penyembuhan PV, tidak ada perbedaan signifikan mengenai aspek aspek
penyembuhan yang disebutkan sebelumnya diantara tacrolimus dan clotrimazole dalam
pengobatan pasien. Tacrolimus tidak memiliki efek spesifik terhadap hipopigmentasi pada
follow up minggu kelima.
Kesimpulan:
Meskipun tacrolimus kurang efektif terhadap hipopigmentasi pada PV, efek terapeutiknya
pada PV membuat tacrolimus sebagai obat pilihan terapeutik pada PV, terutama ketika early
vitiligo adalah diagnosa banding tanpa memperhatikan efek samping dari pemakaian
korrtikosteroid topikal pada PV.
Kata kunci:
agen antijamur, clotrimazol, pityriasis versicolor, infeksi kulit, tacrolimus, pengobatan, jamur
1. KATA PENGANTAR
Spesies Malassezia sering terlibat dalam beberapa patogenesis kelainan kulit. Selain
infeksi jamur seperti pityriasis versi-color dan pityrosporum folliculitis, spesies Malassezia
masih dipertimbangkan (walaupun tidak sesuai dalam beberapa kasus) dalam beberapa
patogenesis inflamasi penyakit kulit terutama, dermatitis atopik, dermatitis seboroik, dan
psoriasis.
Selain itu banyak obat topikal dan sistemik yang digunakan untuk mengobati
penyakit yang disebabkan oleh spesies Malassezia, termasuk golongan azole (ketoconazole,
fluconazole, itraconazole, pramiconazole, dapaconazole, clotrimazole, miconazole,
flutrimazole), ciclopirox olamine, selenium sulphide, adapalene, zinc pyrithione, propylene
glycol dan terbinafine, in vitro anti-Malassezia efek dari inhibitor kalsineurin (tacrolimus dan
pimecrolimus) yang telah diteliti.
Juvvadi et al (2017) juga meneliti peran kalsineurin dalam fungsi sebagai anti jamur
dalam beberapa jenis jamur (selain Malassezia) dan jamur filamen-tous termasuk Candida,
Cryptococcus dan Aspergillus fumigatus.
Penelitian ini didesain dengan teknik double-blind, acak dan uji coba paralel
terkontrol di klinik dermatologi sebuah rumah sakit rujukan di Shiraz, bagian selatan Iran dari
April 2014 hingga Juni 2015. Protokol penelitiannya telah didaftarkan di bagian registrasi uji
coba klinik (IRTC2014021216557N1). Protokol penelitiannya mengikuti guideline dari
Deklarasi Helsinki tahun 1975 dan disetujui oleh komite etik ilmu kedokteran dari
Universitas Shiraz. Persetujuan tertulis diperoleh sebelum pendaftaran. Lima puluh pasien
dengan manifestasi klinis penyakit Pitiriasis vesicolor telah terdaftar. Diagnosis klinis
dikonfirmasi dengan pemeriksaan lampu Wood (fluoresensi kuning dari lesi dikulit) dan
direct scotch tape smear. Pasien dianjurkan untuk tidak mandi dan menggunakan sabun pada
lesi kulit selama 3 hari sebelum pemeriksaan infeksi jamur secara langsung. Sampel diambil
dengan menggunakan adhesif tape (Sili-paste, China) dari lesi kulit dan disimpan pada gelas
kaca. Sampel-sampel diperiksa untuk mengetahui elemen jamur tersebut (kelompok ragi,
pseudohyphae pendek) dan hasilnya dinyatakan sebagai signifikan, ringan, sedikit dan tidak
ada elemen jamur.
Kriteria insklusi dari penelitian ini adalah pasien usia 10 tahun keatas (Menurut
penelitian epidemiologi di Iran menunjukkan bahwa sebanyak 20,6 % pasien pitiriasis
vesikolor berusia diantara 10 dan 19 tahun). Keterlibatan <15% dari luas permukaan tubuh
(untuk memperkecil resiko penyerapan sistemik dari tacrolimus dengan membatasi area yang
terlibat) dan konfirmasi pitiriasis vesikolor dengan metode yang telah disebutkan.
Kehamilan, laktasi dan riwayat hipesensitivitas terhadap agen utama atau zat
pengawet pada salep tacrolimus atau krim klotrimazole, segala penyakit pada kulit yang
serius atau penyakit sistemik dan pemakaian dari obat anti jamur baik topikal ataupun
sistemik dalam 1 bulan terakhir sebelum didaftarkan dalam penelitian dianggap sebagai
kriteria eksklusi.
Setelah menandatanganu persetujuan secara tertulis, secara acak pasien akan dibagi
dalam grup (4 orang didalam masing-masing grup) untuk mendapatkan satu dari dua
pengobatan. Pasien-pasien tersebut akan menerima krim clotrimazole 1% (dari perusahaan
farmasi Najo, Tehran,Iran) atau salep tacrolimus 0,03% (Moduproc, perusahaan farmasi
Aburaihan, Teheran, Iran) yang dikemas dalam wadah serupa dan diberi label secara acak
sebagai A dan B oleh teknisi yang diterjemahkan setelah analisis statik. Teknisi tersebut tidak
terlibat dalam penilaian pasien. Karena jenis sediaan yang berbeda dari tacrolimus dan
klotrimazole (salep vs krim), pada penelitian ini, peneliti bisa membedakannya. Namun, para
peserta tidak dianjurkan mendiskusikan segala sesuatu tentang pengobatannya kepada
peneliti dan hasil yang dievaluasi didasarkan pada penilaian peneliti; jadi kami berharap
peserta yang mengetahui tidak akan mengganggu hasil.
Pasien diminta mengaplikasikan obat tersebut ke lesi dikulit 2 kali sehari selama 3
minggu (median periode perawatan 2 hingga 4 minggu dipertimbangkan dalam penelitian
sebelumnya yang mengevaluasi pengobatan topikal untuk pitiriasis vesicolor) dan dievaluasi
pada awal perawatan (minggu 0), setelah selesai pengobatan (pada minggu 3) dan 2 minggu
setelah penghentian pengobatan (pada minggu 5). Dalam setiap kunjungan, gambaran klinis
(eritema/hiperpigmentasi, hipopigmentasi, scale dan pruritus), pemeriksaan lampu wood dan
apusan langsung dinilai. Keparahan dari pruritus dinilai ada atau tidak ada. Penilaian
dilakukan oleh salah satu peneliti yang tidak terlibat dalam pengacakan dan pembagian
kelompok.
Penyembuhan global yang lengkap akan diterima jika telah sembuh sempurna secara
klinis, pemeriksaan lampu wood negatif (tidak ada fluoresensi warna kuning) dan
pemeriksaan apusan langsung negatif (tidak ada jamur); tapi jika penyembuhan klinis masih
parsial dan pada pemeriksaan lampu wood dan apusan langsung negatif, maka dikatakan
penyembuhan global parsial. Kurangnya salah satu kriteria (kesembuhan klinis, pemeriksaan
lampu wood dan pemeriksaan apusan langsung negatif) dianggap sebagai kegagalan
penyembuhan global. Namun, bila kurangnya perubahan pada hipopigmentasi tidak dianggap
gagal.
2.1 Statistik
Data dianalisis dengan menggunakan software SPSS versi 18 (Chicago, IL, Amerika
Serikat) dan medcalc versi 8 (Ostend, Belgia). Data dari dua kelompok dibandingkan
menggunakan uji Chi-Square dan data masing-masing kelompok sebelum dan sesudah
pengobatan dibandingkan dengan tes Wilcoxon dan tes McNemar.
3. Hasil
50 orang pasien pada penelitian. 25 orang pasien menggunakan krim clotrimazole dan
25 nya lagi menggunakan salep tacrolimus. Karakteristik pasien yang di terapi ada pada
table.1 yang menunjukan hasil terapi yang efektif. Uji McNemar digunakan untuk
membandingkan secara umum gejala sebelum rawatan dengan gejala setelah rawatan (pada
minggu ke 5). Pada akhir penelitian, 15 orang pasien yang diobati dengan clotrimazole
sembuh dan 10 orang pasien gagal disembuhkan dengan (P-value<0,001). Pada saat yang
sama 22 pasien yang diobati dengan clotrimazole mengalami kesembuhan secara klinis yang
sempurna atau sebagian dan tiga orang pasien gagal dalam respon klinis (p-value<.001).
Effektifitas kerja tacrolimus dan clotrimazole pada penyembuhan jamur. Kerja anti
jamur clotrimazole dan tacrolimus pada pengobatan lesi kulit pasien pityriasis versicolor pada
minggu ketiga dan kelima setelah pengobatan dan P-value dibandingkan dengan sebelum
pengobatan anti jamur.
TABLE 3 Efek clotrimazole dan tacrolimus secara umum dan penyembuhan klinis
dan gatal pada pasien pityriasis versicolor sebagai berikut
Gatal
• Gatal 9(36) 12(48)
Minggu ke 5 pruritus
17 pasien yang diobati tacrolimus sembuh sempurna secara umum dan 8 pasien tidak sembuh
secara umum dan pada akhir penelitian (p-Value -0,001). Sembuh secara klinis diperoleh 24
pasien yang diobati dengan tacrolimus dan 1 pasien tidak merespon secara klinis pada
penelitian ini.
Namun, penyembuhan secara umum dan penyembuhan secara klinis tidak berbeda
secara signifikan pada pasien yang diobati dengan tacrolimus dan cotrimazole (p-value.63
dan masing-masing 0,45) ; juga, tidak ada perbedaan yang signifikan yang ditemukan antara
efek tacrolimus dan cotrimazole pada pruritus(p-value.46)(table 2).
Tabel 2. Perbandingan antara efektivitas dari clotrimazole dan tacrolimus pada pasien pitiriasis
vesikolor pada akhir penelitian (minggu ke lima)
Selain itu, penyembuhan secara umum dan penyembuhan secara klinis tidak berbeda
diantara keduanya di minggu ketiga dan minggu ke lima pada follow up di masing-masing
grup (table 3). Tacrolimus adalah pengobatan yang dapat meningkatkan pruritus secara
signifikan pada akhir penelitian (p-value:0,01), (table 3)
Tidak dapat perbedaan dalam penyembuhan terhadap jamur diantara dua kelompok
tersebut (p-value:.26). rincian dari efek pengobatan terhadap jamur pada masing-masing
kelompok di minggu ketiga dan kelima di tunjukkan pada gambar1.
Pudarnya hipopigmentasi pada akhir penelitian tidak diamati pada pasien yang diobati
dengan tacrolimus (nilai –p:0,62).
Tidak ada efek samping yang di catat selama pengobatan dengan klotrimazole atau
lacrolimus.