TINJAUAN PUSTAKA
6
7
4) Imobilitas
5) Gaya hidup monoton
Gaya hidup monoton meliputi gejala mayor dan gejala minor, yaitu :
a. Gejala mayor
Subjektif : Mengeluh lelah
Objektif : Frekuensi jantung meningkat >20% dari kondisi sehat.
b. Gejala minor
Subjektif : Dispnea saat/setelah beraktivitas, merasa tidak nyaman
setelah beraktivitas, merasa lemah.
Objektif : Tekanan darah berubah >20% dari kondisi istirahat,
gambaran EKG menunjukkan aritmia saat/setelah beraktivitas,
gambaran EKG menunjukkan iskemia, sianosis.
3) Otot
Otot merupakan bagian tubuh yang berperan sebagai alat gerak aktif.
Otot dapat berkontaksi dan relaksasi sehingga memungkinkan tubuh
bergerak sesuai keinginan. Selain berperan dalam proses pergerakan, otot
juga berperan membentuk postur tubuh dan menghasilkan panas melalu
kontraksi otot.
4) Ligamen
Ligamen merupakan bagian yang menghubungkan tulang dengan tulang.
Contoh ligamen adalah ligamen yang terdapat pada lutut. Ligamen ini
berfungsi sebagai struktur yang menjaga kestabilan.
5) Sendi
Sendi merupakan tempat pertemuan antara dua atau lebih ujung tulang
dalam kerangka. Berdasarkan sifat geraknya, sendi dapat dibedakan menjasi
sendi mati, sendi kaku, dan sendi gerak. Pada sendi mati tidak dapat celah
sehinggan tidak dapat digerakkan. Contohnya sendi-sendi yang
menghubungkan tulang-tulang tengkorak. Pada sendi kaku gerakan yang
dihasilkan sangat terbatas. Contohnya adalah sendi antara betis dan tulang
kering. Pada sendi gerak dapat terjadi gerakan bebas.
6) Sistem saraf
Sistem saraf merupakan sistem yang berfungsi mengatur kerja alat tubuh,
salah satunya adalah alat-alat tubuh yang terdapat pada sistem
muskuloskeletal yang berperan dalm kebutuhan aktivitas.
Sistem saraf terdiri atas sel-sel saraf. Sel saraf merupakan sel yang peka
terhadap rangsang dan mampu menghantarkan rangsang dari bagian tubuh
11
yang satu ke bagian tubuh yang lain. Secara umum sel saraf dapat dibagi
menjadi tiga jenis, yaitu sel saraf sensorik, sel saraf motorik, dan sel saraf
konektor. Sel saraf sensorik berfungsi menghantarkan impuls saraf dari
indra ke otak atau medula spinalis. Sel saraf motorik berfungsi
menyampaikan impuls dari otak atau medulla spinalis ke efektor, yaitu otot
kelenjar tubuh. Sel saraf konektor berfungsi meneruskan rangsang dari sel
saraf sensorik ke sel saraf motorik.
Secara umum, impuls yang diterima oleh sel saraf akan diproses oleh
sistem saraf pusat. Sistem saraf pusat ini terdiri atas otak dan medulla
spinalis.
B. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan suatu
proses pengumpulan data yang sistematis dari berbagai sumber untuk
mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien. Tahap pengkajian
merupakan dasar utama dalam memberikan asuhan keperawatan sesuai dengan
kebutuhan individu. Oleh karena itu, pengkajian yang benar, akurat, lengkap dan
sesuai dengan kenyataan sangat penting sebagai data untuk merumuskan
diagnosis keperawatan dan dalam memberikan asuhan keperawatan sesuai
dengan respon individu yang sesuai dengan standar praktik yang telah
ditentukan.
Terdapat dua tipe data pada pengkajian keperawatan yaiu data subjektif dan
data objektif. Data subjektif adalah data yang didapatkan dari klien sebagai suatu
pendapat terhadap situasi dan kejadian. Data tersebut didapat melalui suatu
interaksi atau komunikasi. Data subjektif diperoleh dari riwayat keperawatan
termasuk persepsi klien, perasaan, dan ide tentang status kesehatannya. Data
yang diperoleh sumber lainnya, seperti keluarga, konsultan dan profesi
kesehatan lainnya juga dapat dikategorikan data subjektif jika didasarkan pada
pendapat klien. Sedangkan data objektif adalah data yang dapat diobservasi dan
diukur oleh perawat. Data ini diperoleh melalui kepekaan perawat (sense) selama
melakukan pemeriksaan fisik melalui 2S (sight, smell), dan HT (Hearing,
12
Touching). Selain itu yang termasuk data objektif adalah frekuensi pernafasan,
tekanan darah, adanya edema, dan berat badan. (Nursalam, 2008)
Pengkajian pada klien dengan gagal jantung merupakan salah satu aspek
penting dalam proses keperawatan. Hal ini penting untuk merencanakan
tindakan selanjutnya. Perawat mengumpulkan data dasar mengnai informasi
status terkini klien tentang pengkajian sisten kardiovaskuler sebagai prioritas
pengkajian. Pengkajian sistematis pasien mencakup riwayat yang cermat,
khususnya yang berhubungan dengan tanda dan gejala. Terjadi kelemahan fisik
secara umum, seperti nyeri dada, dispnea, diaphoresis (Muttaqin, 2009)
Pengkajian yang dilakukan pada klien dengan gangguan aktivitas seperti
pada intoleransi aktivitas meliputi:
1. Identitas Klien
Meliputi nama, tempat dan tanggal lahir, jenis kelamin, status kawin,
agama, pendidikan, pekerjaan, alamat, no.RM (Rekam Medis), dan
diagnosa medis.
2. Keluhan Utama
Keluhan utama adalah alasan klien mencari pertolongan. Keluhan utama
yang biasa dikeluhkan dan khas pada pasien gagal jantung kongestif adalah
dispnea (sesak napas) pada saat/setelah beraktivitas, kelelahan dan
kelemahan fisik.
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Pengkajian riwayat penyakit sekarang yang mendukung keluhan utama
dengan melakukan serangkaian pertanyaan tentang kronologis keluhan
utama. Pengkajian yang didapat pada klien dengan congestive heart failure
adalah dispnea, ortopnea, batuk, edema pulmonal akut,nyeri, kelemahan
otot, kelelahan dan apakah menganggu aktivitas lainnya.
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Pengkajian riwayat penyakit dahulu yang mendukung dengan mengkaji
apakah pernah menderita gangguan kebutuhan aktivitas khususnya
intoleransi aktivitas sebelumnya. Jika pernah, disebabkan oleh penyakit apa
13
e. Aspek spiritual
Hal yang perlu dikaji pada aspek ini bagaimana keyakinan dan
nilai yang dianut klien terkait dengan kondisi kesehatan yang
dialaminya sekarang. Bagaimana pelaksanan ibadah klien
dengan keterbatasan kemampuan fisiknya. (Asmadi, 2009)
2) Kemampuan mobilitas
Pengkajian kemampuan mobilitas dilakukan dengan tujuan untuk
menilai kemampuan gerak ke posisi miring, duduk, berdiri, bangun,
dan berpindah tanpa bantuan.
TABEL 2.1 Tingkat Kemampuan Mobilitas (Hidayat, 2009)
Tingkat Aktivitas Kategori
Keterangan :
Skor Kategori
Tingkat kemandirian
20 1
Mandiri
12-19 2
Ketergantungan ringan
9-11 3
Ketergantugan sedang
5-8 4
Ketergantungan berat
0-4 5
Ketergantungan total
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan penilaian klinis mengenai
respons klien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang
dialaminya baik yang berlangsung aktual maupun potensial. Diagnosis
keperawatan bertujuan untuk mengidentifikasi respons klien individu,
keluarga dan komunitas terhadap situasi yang berkaitan dengan
kesehatan.(PPNI, 2017)
Menurut M.Asikin (2016), diagnosa keperawatan yang sering muncul
pada klien gagal jantung kongestif adalah:
1) Penurunan curah jantung berhubungan dengan kontraktilitas
miokard, perubahan inotropik; perubahan irama, ritme dan
konduksi listrik, perubahan struktural, misalnya kelainan pada
katup dan aneurisma ventrikel.
2) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan
antara suplai dan kebutuhan oksigen, kelemahan, serta imobilitas.
3) Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan laju
filtrasi glomerulus (penurunan curah jantung), peningkatan
produksi Antidieuretik Hormone (ADH), serta retensi air dan
natrium.
Sesuai dengan judul yang penulis ambil, pada laporan tugas akhir ini
diagnosis yang akan di lakukan intervensi tergantung dengan keadaan
21
klien, akan tetapi penulis akan lebih fokus pada diagnosis intoleransi
aktivitas yang bertujuan untuk mengukur tingkat aktivitas klien gagal
jantung kongestif.
3. Rencana Keperawatan
Rencana keperawatan merupakan tahapan selanjutnya dari diagnosis
keperawatan yang sudah ditegakkan. Dalam rencana keperawatan pada
gagal jantung kongestif penulis akan lebih fokus pada rencana untuk
diagnosis intoleransi aktivitas.
22
Objektif
a.Tekanan darah berubah >20% dari kondisi istirahat.
b. Gambaran EKG menunjukan aritmia saat/setelah
beraktivitas.
c.Gambaran EKG menunjukan iskemia.
23
d. Sianosis.
b. Perubahan preload seperti tanda-tanda Lelah. 7. Kolaborasi pemberian antiaritmia Jika perlu rujuk ke program
c. Perubahan afterload seperti dispnea. rehabilitasi jantung.
d. Perubahan kontraktilitas Paroksimal Nokturnal dyspnea
(PND), orthopneu dan batuk.
objektif
a. Perubahan irama jantung seperti bradikardia/takikardia,
gambaran EKG aritmia atau gangguan konduksi
b. Perubahan preload seperti edema, distensi vena jugularis,
Central Venous Pressure (CVP) meningkat/menurun,
hepatomegali.
c. perubahan afterload seperti tekanan darah
meningkat/menurun, nadi perifer teraba, capillary refill time
> 3 detik, oliguria, warna kulit pucat dan /atau sianosis
d. Perubahan kontraktilitas seperti terdengar suara jantung S3
dan /atau S4.
3. Hipervolemia Observasi
1. Periksa tanda dan gejala hypervolemia.
Definisi : Peningkatan volume cairan intravaskuler interstitial 2. Monitor intake dan output cairan.
dan atau intraseluler 3. Monitor elastisitas dan turgor kulit.
Penyebab 4. Monitor tanda-tanda hipervolemia (mis.dispnea, edema, JVP
meningkat, BB menurun dalam waktu singkat).
a. Gangguan mekanisme regulasi
b. Kelebihan asupan cairan Terapeutik
c. Kelebihan asupan natrium 5. Batasi asupan cairan dan garam
d. Gangguan aliran balik vena 6. Ajarkan cara membatasi cairan.
e. Efek agen farmakologis (misal kortikosteroid,
chlorpropamide tolbutamide, vinscristine) Kolaborasi
Gejala dan tanda mayor 7. Kolaborasi pemberian diuretik.
Subjektif
a. Ortopnea
b. Dispnea
25
4. Implementasi
Implementasi adalah pelaksanaan dari rencana keperawatan untuk
mencapai tujuan yang spesifik. Tahap implementasi dimulai setelah rencana
keperawatan disusun dan ditujukan pada nursing orders untuk membantu klien
mencapai tujuan yang diharapkan.
Oleh karena itu, rencana keperawatan yang spesifik dilaksanakan untuk
memodifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi masalah kesehatan klien.
Tujuan dari implementasi adalah membantu klien dalam mencapai tujuan yang
telah ditetapkan yang mencakup peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit,
pemulihan kesehatan dan memfasilitasi koping. Perencanaan keperawatan lain
dapat dilaksanakan dengan baik jika klien mempunyai keinginan untuk
berpartisispasi dalam implementasi keperawatan.
TABEL 2.6 Implementasi Keperawatan
Diagnosa Waktu & Implementasi
Keperawatan
Tanggal
5. Evaluasi
Evaluasi merupakan tindakan untuk melengakapi proses keperawatan
yang dapat dilihat dari perkembangan dan hasil kesehatan klien. Tujuannya
untuk mengetahui sejauh mana perawatan dapat dicapai dan memberikan
umpan balik terhadap asuhan keperawatan yang diberikan. Langkah-langkah
evaluasi adalah sebagi berikut:
a) Daftar tujuan klien
b) Lakukan pengkajian apakah pasien dapat melakukan sesuatu
27
A (Analysis) :
P (Planning):
2. Etiologi
Menurut LeMone (2016) etiologi dari gagal jantung disebabkan oleh
beberapa kondisi tertentu yaiu :
1) Kerusakan fungsi miokardium. Hal ini disebabkan oleh penyakit jantug
coroner, kardiomiopati, demam reumatik, dan endocarditis infektif.
2) Peningkatan beban kerja jantung. Hal ini disebabkan oleh hipertensi,
gangguan katup, anemia, dan kelainan jantung kongenital.
3) Kondisi non-jantung akut. Hal ini disebabkan oleh kelebihan beban volume
jantung, hipertiroidisme, demam, infeksi, dan embolus paru masif.
Menurut M.Asikin (2016) yang dapat menyebakan timbulnya gagal jantung
yaitu kondisi yang meningkatkan preload, afterload, atau yang menurunkan
kntraktilitas miokardium. Kondisi yang meningkatkan preload yaitu regurgitasi
aorta dan cacat septum ventrikel. Kondisi yang meningkatkan afterload yaitu
29
stenosis aorta atau dilatasi ventrikel. Dan yang dapat menurunkan kontaktilitas
miokardium yaitu infark miokard dan kardiomiopati.
Selain itu faktor fisiologis lain yang dapat menyebabkan gagal jantung yaitu
stenosis ventrikel (stenosis katup atrioventrikularis), serta adanya gangguan
pada pengisian dan ejeksi ventrikel (perikarditis konstriktif dan tamponade
jantung).
3. Klasifikasi
Menurut LeMone (2016), gagal jantung umumnya diklasifikasikan dalam
beberapa cara berbeda, bergantung pada patologi dasarnya. Beberapa klasifikasi
mencakup gagl sistolik versus diastolic, gagal sebelah kiri versus kanan, gagal
curah tinggiversus curah rendah, dan gagal akut versus kronik.
1) Gagal sistolik versus Diastolik
Gagal sistolik terjadi bila ventrikel gagal berkontraksi secara adekuat
untuk mengeluarkan volume darah yang cukup kedalam sistem arteri. Fungsi
sistolik dipengaruhi oleh kehilangan sel miokardium akibat iskemia atau
infark, kardiomiopati, atau inflamasi. Manifestasi gagal sistolik adalah
manifestasi penurunan curah jantung: kelemahan, keletihan, dan penurunan
toleransi latihan fisik.
Gagal diastolik terjadi bila jantung tidak dapat rileks secara sempurna
pada diastol, menganggu pengisian normal. Pengisian diastolik pasif
menurun meningkatkan pentingnya kontraksi atrium pada preload. Gangguan
fungsi diastolik disebabkan oleh penurunan ventrikel akibat hipertrofi dan
perubahan sel serta kerusakan relaksasi otot jantung.
2) Gagal sebelah kiri versus sebelah kanan
Gagal jantung sebelah kiri disebakan oleh penyakit jantung koroner dan
hipertensi. Gagal jantung sebelah kiri juga dapat menyebabkan gagal sebelah
kanan saat tekanan dalam sistem vaskuler paru meningkat seiring bendungan
dibelakang ventrikel kiri yang mengalami kegagalan. Manifestasi gagal
jantung sebelah kiri terjadi akibat kongesti paru dan penurunan curah jantung.
Keletihan dan intoleransi aktivitas adalah manifestasi awal biasa terjadi.
30
Pusing dan sinkop juga dapat terjadi akibat penurunan curah jantung.
Kongesti paru menyebabkan dispnea, napas pendek, dan batuk. Pasien dapat
ortopnea (sulit bernafas saat berbaring terlentang), yang membutuhkan
pemakaian dua atau tiga bantal atau sandaran bila sulit tidur. Sianosis akibat
kerusakan pertukaran gas dapat terlihat. Pada auskultasi paru, ronki inspirasi
dan mengi dapat terdengar pada dasar paru. Gallop S3 juga dapat muncul,
mencerminkan upaya jantung untuk mengisi ventrikel yan sdah distensi.
Sementara gagal jantung sebelah kanan sering kali disebabkan oleh
kondisi yang membatasi aliran darah ke paru seperti penyakit paru akut atau
kronik. Pada gagal jantung sebelah kanan, peningkatan tekanan pada vaskular
paru atau kerusakan otot ventrikel kanan merusak kemampuan ventrikel
kanan untuk memompa darah menuju sirkulas pulmonaris. Ventrikel dan
atrium kanan menjadi distensi dan darah terakumulasi dalam sistem vena
sistemik.
3) Gagal curah rendah versus curah tinggi
Gagal curah rendah diakibatkan penyakt jantung koroner, hipertensi,
kardiomiopati, dan gangguan jantung primer lain. Sedangkan gagal curah
tinggi adalah terjadinya peningkatan curah jantung namun tidak dapat namun
jajntung tidak dapat memenuhi peningkatan kebutuhan oksigen.
4) Gagal akut versus kronik
Gagal akut adalah awitan mendadak cidera mokardium yang disebabkan
oleh penurunan mendadak fungsi jantung dan tanda penurunan curah jantung.
Sedangkan gagal kronik adalah perburukan progresif otot jantung akibat
kardiomiopati dan penyakit jantung bawaan.
TABEL 2.8 klasifikasi gagal jantung Menurut New York Heart Association (NYHA)
KELAS DEFINISI ISTILAH
1. Klien dengan kelainan jantung tetapi tanpa Disfungsi ventrikel kiri
pembatasan aktivitas fisik. yang asimtomatik.
4. Patofisiologi
Mekanisme yang mendasari gagal jantung meliputi gangguan
kontraktilitas jantung yang menyebabkan curah jantung lebih rendah dari
curah jantung normal. Bila curah jantung berkurang, sistem saraf simpatis
akan mempercepat frekuensi jantung untuk mempertahankan curah jantung.
Bila mekanisme ini gagal, maka volume sekuncuplah yang harus
menyesuaikan. Volume sekuncup adalah jumlah darah yang dipompa pada
setiap kontraksi, yang dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu : preload (jumlah
darah yang mengisi jantung), kontraktilitas (perubahan kekuatan kontraksi
yang terjadi pada tingkat sel yang berhubungan dengan perubahan panjang
serabut jantung dan kadar kalsium), dan afterload (besarnya tekanan
ventrikel yang arus dihasilkan untuk memompa darah melawan perbedaan
tekanan yang ditimbulkan oleh tekanan arteriol). Apabila salah satu
komponen itu terganggu maka curah jantung akan menurun.
hipertrofi otot jantung tadi tidak dapat berfungsi secara normal, dan
akhrinya akan terjadi gagal jantung.
Kontraktilitas
Hambatan
pengosongan ventrikel
COP
Gagal jantung
Beban jantung kanan
Retensi
CHF Na
+ H2O
Gagal pompa Gagal pompa
ventrikel kiri ventrikel kanan
Tekanan diastole
Forward failure Backward failure
LVED
Sesak nafas
Gangguan
pertukaran
gas
Pola nafas tidak efektif
34
5. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis gagal jantung harus dipertimbangkan terhadap derajat
latihan fisik yang dapat menyebabkan timbulnya gejala. Pada awalnya,
secara khas gejala hanya muncul saat melakukan aktivitas. Namun semakin
berat kondisi gagal jantung, semakin menurun toleransi terhadap latihan,
dan gejala muncul lebih awal dengan aktivitas yang lebih ringan. Dampak
dari curah jantung dan kongestif yang terjadi antara lain :
Tanda Gejala
Tipikal Spesifik
- Peningkatan JVP
- Sesak nafas - Refluks hepatojugular
- Ortopneu - Suara jantung S3 (gallop)
- Paroxysmal nocturnal dyspnoe - Apex jantung bergeser ke lateral
- Toleransi aktifitas yang berkurang - Bising jantung
- Cepat lelah
- Bengkak di pergelangan kaki
7. Komplikasi
Beberapa kemungkinan komplikasi gagal jantung menurut LaMone(2016)
yaitu :
1) Pada pernafasan kemungkinan komplikasi yaitu edema paru,
pneumonia, asma kardiak, efusi pleura, asidosis metabolik.
2) Pada kardiovaskuler kemungkinan komplikasi yaitu angina, disritmia,
kematian jantung mendadak, syok kardiogenik.
3) Pada pencernaan kemungkinan komplikasi yaitu malnutrisi, asites, dan
disfungsi hati.
4) Pada integument kemungkinan komplikasi yaitu peningkatan risiko
kerusakan jaringan.
8. Penatalaksanaan
Gagal jantung ditangani dengan tindakan umum untuk menurunkan
beban kerja jantung dan manipulasi selektif terhadap ketiga penentu utama
36
dari fungsi miokardium yaitu dengan penurunan beban awal dengan cara
pembatasan asupan garam dalam makanan juga menurunkan retensi cairan.
Jika gejala menetap dengan pembatasan garam sedang, maka dipelukan
diuretik oral untuk mengatasi retensi natrium dan air. Peningkatan
kontraktilitas dengan obat inotropik meningkatkan kekuatan kontraksi
miokardium. Pengurangan beban akhir dengan obat vasodilator untuk
menekan efek negatif dari kerja jantung yang meningkat dan curah jantung
yang menurun. (M.Asikin, 2016)
Selain itu penatalaksaan kerja jantung dapat mencakup :
Penanganan penyebab yang mendasari jika penyebab itu diketahui.
Pemberian inhibitor ACE pada pasien yang menderita disfungsi
ventrikel kiri untuk mengurangi produksi angiotensin II yang
hasilnya berupa penurunan preload dan afterload.
Pemberian digoksin pada pasien gagal jantung yang disebabkan oleh
disfungsi sistolik ventrikel kiri, pemberian digoksin dilakukan untuk
meningkatkan kontraktilitas miokardium, memperbaiki curah
jantung, menguruangi volume ventrikel, dan mnegurangi rengangan
ventrikel.
Pemberian diuretic untuk menurunkan kelebihan muatan volume
cairan dan aliran balik vena.
Pemberian preparat beta bloker pasien gagal jantung kelas II atau III
untuk mencegah remodeling.
Terapi inotropic dengan dobutamin atau milrinone untuk penangan
akut eksaserbasi gagal jantung.
Terapi inotropik kronis atau intermitten kronis untuk menambah
kontraktilitas ventrikel guna menghindari eksaserbasi pada pasien
gagal jantung kelas IV NYHA.
Pemberian nesiritida, yaitu human B-type natriuretic peptide, untuk
meningkatkan diuresis dan mengurangi afterload dalam pelaksanaan
eksaserbasi gagal jantung.
37