Anda di halaman 1dari 32

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Kebutuhan Dasar


1. Konsep Kebutuhan Dasar Manusia
Kebutuhan dasar manusia merupakan sesuatu yang harus dipenuhi
untuk meningkatkan derajat kesehatan. Setiap manusia memiliki kebutuhan
dasar yang bersifat heterogen. Setiap orang pada dasarnya memiliki
kebutuhan yang berbeda. Dalam memenuhi kebutuhan manusia
menyesuaikan diri dengan prioritas yang ada. Kebutuhan dasar manusia
menurut Virginia Handerson meliputi 14 komponen, yaitu:
a. Bernafas secara normal
b. Makan dan minum dengan cukup
c. Bergerak dan mempertahankan posisi yang diinginkan
d. Bisa tidur dan istirahat.
e. Eliminasi (buang air besar dan buang air kecil).
f. Mempertahankan suhu tubuh dalam kisaran normal dengan
menyesuaikan pakaian yang dikenakan dan memodifikasi lingkungan.
g. Menjaga kebersihan diri dan lingkungan.
h. Memilih pakaian yang tepat dan nyaman dipakai.
i. Menghindari bahaya dari lingkungan dan menghindari membahayakan
orang lain.
j. Berkomunikasi dengan orang lain dalam mengekspresikan emosi,
kebutuhan,kekhawatiran, dan opini.
k. Beribadah sesuai dengan agama dan kepercayaan.
l. Bekerja sedemikian rupa sebagai modal untuk membiayai kebutuhan
hidup.
m. Berekreasi dan bersantai.
n. Menemukan atau memuaskan rasa ingin tahu yang mengarah pada
perkembangan yang normal, kesehatan dan penggunaan fasilitas
kesehatan yang tersedia. (Saputra, 2013)

6
7

Pada dasarnya keperawatan menurut Handerson adalah membantu


individu yang sakit dan yang sehat, dalam melaksanakan aktivitas yang
memiliki kontribusi terhadap kesehatan dan penyembuhannya. Individu
akan mampu mengerjakan tanpa bantuan bila ia memiliki kekuatan,
kemauan, dan pengetahuan yang dibutuhkan.

2. Konsep Dasar Intoleransi Aktivitas


Aktivitas adalah kemampuan untuk bergerak dengan bebas, mudah,
berirama, dan terarah dari lingkungan merupakan bagian yang sangat
penting dalam kehidupan. Individu harus bergerak untuk melindungi diri
dari trauma dan untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka. Aktivitas sangat
penting bagi kemandirian. (Kozier, 2010).
Dalam melakukan aktivitas sehari-hari, individu memulainya
dengan bergantung pada orang lain dan belajar untuk mandiri melalui
sebuah proses. Proses tersebut dipengaruhi oleh pola asuh, lingkungan
sekitar, dan status kesehatan individu. Kebanyakan orang menilai tingkat
kesehatan seseorang berdasarkan kemampuannya untuk melakukan
aktivitas sehari-hari. Menurut Virginia Handerson, dalam melakukan
aktivitas sehari-hari, individu dikelompokkan menjad 3 kategori yaitu:
a) Terhambat dalam melakukan aktivitas.
b) Belum mampu melakukan aktivitas.
c) Tidak dapat melakukan aktivitas. (Hidayat, 2009).
Intoleransi aktivitas adalah ketidakcukupan energi untuk melakukan
aktivitas sehari-hari (PPNI, 2017).

3. Penyebab Intoleransi Aktivitas


Menurut Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI) penyebab dari
intoleransi aktivitas yaitu :
1) Ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen
2) Tirah baring
3) Kelemahan
8

4) Imobilitas
5) Gaya hidup monoton
Gaya hidup monoton meliputi gejala mayor dan gejala minor, yaitu :
a. Gejala mayor
Subjektif : Mengeluh lelah
Objektif : Frekuensi jantung meningkat >20% dari kondisi sehat.
b. Gejala minor
Subjektif : Dispnea saat/setelah beraktivitas, merasa tidak nyaman
setelah beraktivitas, merasa lemah.
Objektif : Tekanan darah berubah >20% dari kondisi istirahat,
gambaran EKG menunjukkan aritmia saat/setelah beraktivitas,
gambaran EKG menunjukkan iskemia, sianosis.

4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Aktivitas


Menurut Dr. Lyndon Saputra (2013), Faktor-faktor yang mempengaruhi
aktivitas adalah sebagai berikut:
1) Gaya hidup dan kebiasaan.
Orang yang terbiasa berolahraga memiliki mobilitas yang lebih
lentur dan yang lebih kuat daripada orang yang tidak terbiasa
berolahraga.
2) Keadaan sakit atau cidera.
Keadaan sakit atau cidera dapat mempengaruhi fungsi sistem tubuh
sehingga mempengaruhi pula aktivitas seseorang. Contohnya orang
yang keseleo akan lebih sulit melakukan aktiitas daripada orang yang
sehat.
3) Tingkat energi.
Energi merupakan sumber utama untuk melakukan aktivitas. Untuk
melakukan aktivitas dibuthkan jumlah energi yang adekuat.
9

4) Usia dan status perkembangan.


Aktivitas setiap tingkatan usia dan perkembangan berbeda-beda. Hal
ini berhubungan dengan kematangan dan penurunan fungsi alat gerak
yang sejalan dengan perkembangan usia.

5. Kondisi Klinis Terkait Gangguan Pemenuhan Kebutuhan Aktivitas


1) Anemia
2) Gagal jantung kongestif
3) Penyakit jantung koroner
4) Penyakit katup jantung
5) Aritmia
6) Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK)
7) Gangguan metabolik
8) Gangguan muskuloskeletal

6. Sistem Tubuh yang Berperan dalam Aktivitas


Kemampuan beraktivitas secara umum berhubungan dengan sistem
muskuloskeletal dan sistem saraf didalam tubuh.
1) Sistem muskuloskeletal
Sistem muskuloskeletal terdiri atas tulang, otot dan sendi. Kerjasama
ketiganya menyebabkan tubuh dapat bergerak.
2) Tulang
Fungsi tulang dan dan rangka bagi tubuh antara lain :
a. Menyokong atau mendukung jaringan tubuh.
b. Memberi bentuk tubuh.
c. Melindungi bagian-bagian tubuh yang lunak, misalnya paru-paru dan
hati.
d. Sebagai tempat melekat otot dan tendon termasuk juga ligamen.
e. Sebagai tempat penyimpanan mineral khususnya kalsium dan fosfor.
f. Berperan dalam proses produksi sel merah.
10

3) Otot
Otot merupakan bagian tubuh yang berperan sebagai alat gerak aktif.
Otot dapat berkontaksi dan relaksasi sehingga memungkinkan tubuh
bergerak sesuai keinginan. Selain berperan dalam proses pergerakan, otot
juga berperan membentuk postur tubuh dan menghasilkan panas melalu
kontraksi otot.
4) Ligamen
Ligamen merupakan bagian yang menghubungkan tulang dengan tulang.
Contoh ligamen adalah ligamen yang terdapat pada lutut. Ligamen ini
berfungsi sebagai struktur yang menjaga kestabilan.
5) Sendi
Sendi merupakan tempat pertemuan antara dua atau lebih ujung tulang
dalam kerangka. Berdasarkan sifat geraknya, sendi dapat dibedakan menjasi
sendi mati, sendi kaku, dan sendi gerak. Pada sendi mati tidak dapat celah
sehinggan tidak dapat digerakkan. Contohnya sendi-sendi yang
menghubungkan tulang-tulang tengkorak. Pada sendi kaku gerakan yang
dihasilkan sangat terbatas. Contohnya adalah sendi antara betis dan tulang
kering. Pada sendi gerak dapat terjadi gerakan bebas.

Berdasarkan bentuk dan arahnya gerakannya, sendi gerak dibedakan


menjadi sendi pelana (persendian pada ibu jari), sendi peluru (persendian
antara pangkal paha dan panggul), sendi engsel (persendian pada siku dan
lutut), sendi putar (persendian antara tulang tengkorak dan tulang atlas),
sendi geser (persendian antar tulang penyusun telapak tangan), serta sendi
ovoid (misalnya sendi antara radius dan ulna).

6) Sistem saraf
Sistem saraf merupakan sistem yang berfungsi mengatur kerja alat tubuh,
salah satunya adalah alat-alat tubuh yang terdapat pada sistem
muskuloskeletal yang berperan dalm kebutuhan aktivitas.
Sistem saraf terdiri atas sel-sel saraf. Sel saraf merupakan sel yang peka
terhadap rangsang dan mampu menghantarkan rangsang dari bagian tubuh
11

yang satu ke bagian tubuh yang lain. Secara umum sel saraf dapat dibagi
menjadi tiga jenis, yaitu sel saraf sensorik, sel saraf motorik, dan sel saraf
konektor. Sel saraf sensorik berfungsi menghantarkan impuls saraf dari
indra ke otak atau medula spinalis. Sel saraf motorik berfungsi
menyampaikan impuls dari otak atau medulla spinalis ke efektor, yaitu otot
kelenjar tubuh. Sel saraf konektor berfungsi meneruskan rangsang dari sel
saraf sensorik ke sel saraf motorik.
Secara umum, impuls yang diterima oleh sel saraf akan diproses oleh
sistem saraf pusat. Sistem saraf pusat ini terdiri atas otak dan medulla
spinalis.

B. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan suatu
proses pengumpulan data yang sistematis dari berbagai sumber untuk
mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien. Tahap pengkajian
merupakan dasar utama dalam memberikan asuhan keperawatan sesuai dengan
kebutuhan individu. Oleh karena itu, pengkajian yang benar, akurat, lengkap dan
sesuai dengan kenyataan sangat penting sebagai data untuk merumuskan
diagnosis keperawatan dan dalam memberikan asuhan keperawatan sesuai
dengan respon individu yang sesuai dengan standar praktik yang telah
ditentukan.
Terdapat dua tipe data pada pengkajian keperawatan yaiu data subjektif dan
data objektif. Data subjektif adalah data yang didapatkan dari klien sebagai suatu
pendapat terhadap situasi dan kejadian. Data tersebut didapat melalui suatu
interaksi atau komunikasi. Data subjektif diperoleh dari riwayat keperawatan
termasuk persepsi klien, perasaan, dan ide tentang status kesehatannya. Data
yang diperoleh sumber lainnya, seperti keluarga, konsultan dan profesi
kesehatan lainnya juga dapat dikategorikan data subjektif jika didasarkan pada
pendapat klien. Sedangkan data objektif adalah data yang dapat diobservasi dan
diukur oleh perawat. Data ini diperoleh melalui kepekaan perawat (sense) selama
melakukan pemeriksaan fisik melalui 2S (sight, smell), dan HT (Hearing,
12

Touching). Selain itu yang termasuk data objektif adalah frekuensi pernafasan,
tekanan darah, adanya edema, dan berat badan. (Nursalam, 2008)
Pengkajian pada klien dengan gagal jantung merupakan salah satu aspek
penting dalam proses keperawatan. Hal ini penting untuk merencanakan
tindakan selanjutnya. Perawat mengumpulkan data dasar mengnai informasi
status terkini klien tentang pengkajian sisten kardiovaskuler sebagai prioritas
pengkajian. Pengkajian sistematis pasien mencakup riwayat yang cermat,
khususnya yang berhubungan dengan tanda dan gejala. Terjadi kelemahan fisik
secara umum, seperti nyeri dada, dispnea, diaphoresis (Muttaqin, 2009)
Pengkajian yang dilakukan pada klien dengan gangguan aktivitas seperti
pada intoleransi aktivitas meliputi:

1. Identitas Klien
Meliputi nama, tempat dan tanggal lahir, jenis kelamin, status kawin,
agama, pendidikan, pekerjaan, alamat, no.RM (Rekam Medis), dan
diagnosa medis.
2. Keluhan Utama
Keluhan utama adalah alasan klien mencari pertolongan. Keluhan utama
yang biasa dikeluhkan dan khas pada pasien gagal jantung kongestif adalah
dispnea (sesak napas) pada saat/setelah beraktivitas, kelelahan dan
kelemahan fisik.
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Pengkajian riwayat penyakit sekarang yang mendukung keluhan utama
dengan melakukan serangkaian pertanyaan tentang kronologis keluhan
utama. Pengkajian yang didapat pada klien dengan congestive heart failure
adalah dispnea, ortopnea, batuk, edema pulmonal akut,nyeri, kelemahan
otot, kelelahan dan apakah menganggu aktivitas lainnya.
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Pengkajian riwayat penyakit dahulu yang mendukung dengan mengkaji
apakah pernah menderita gangguan kebutuhan aktivitas khususnya
intoleransi aktivitas sebelumnya. Jika pernah, disebabkan oleh penyakit apa
13

misalnya seperti gangguan kardiovaskuler (gagal jantung, infark miokard),


gangguan pernapasan (asma, PPOK).
5. Pemeriksaan Fisik
1) Aktivitas dan istirahat
Pada pemeriksaan fisik aktivitas dan istirahat memiiki gejala sebagai
berikut :
a. Cepat lelah, kelelahan sepanjang hari.
b. Ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas sehari-hari misalnya
membersihkan tempat tidur dan menaiki tangga.
c. Dispnea saat istirahat atau sedang beraktivitas.
d. Insomnia, tidak mampu tidur terlentang.

Pada pemeriksaan fisik aktivitas dan istirahat memiiki tanda sebagai


berikut :

a. Toleransi aktivitas terbatas.


b. Kelelahan.
c. Gelisah, perubahan status mental, misalnya ansietas dan letargi.
2) Sirkulasi
Pada pemeriksaan fisik sirkulasi memiliki gejala sebagai berikut :
a. Riwayat hipertensi, infark miokard baru atau akut, episode gagal
jantung sebelumnya, penyakit katup jantung, bedah jantung, anemia,
syok sepsis.
b. Pembengkakan pada tungkai dan distensi abdomen.
Pada pemeriksaan fisik sirkulasi memiliki tanda sebagai berikut :
a. Tekanan darah (TD) mungkin rendah akibat kegagalan pompa
jantung, kelebihan cairan/peningkatan resistensi vaskular sistemik.
b. Denyut nadi teraba lemah mengindikasikan penurunan volume
sekuncup ventrikel.
c. Denyut dan irama jantung seperti takikardia, disritmia, misalnya
fibrilasi atrium, blok jantung.
d. Nadi apikal menyebar dan bergeser kearah kiri.
14

e. Bunyi jantung S1 dan S2 terdengar lemah, S3 gallop terdiagnosis


GJK (Gagal Jantung Kronis), S4 dengan hipertensi, murmur sistolik,
dan diastolik dapat menandakan adanya insifiensi katup.
f. Denyut : nadi perifer berkurang, nadi sentral teraba kuat, misalnya
pada vena jugularis nadi karotis, dan nadi abdominal.
g. Kulit pucat, sianosis, kuku pucat, pengisian kapiler lambat, edema
khususnya ekstremitas, terdapat distensi vena jugularis.
3) Integritas ego
Pada pemeriksaan fisik integritas ego memiliki gejala sebagai berikut
yaitu :
a. Ansietas, kekhawatiran, ketakutan.
b. Stres yang berhubungan dengan penyakit atau kondisi finansial.
Pada pemeriksaan fisik integritas ego memiliki tanda sseperti ansietas,
marah, takut, dan mudah tersnggng.
4) Eliminasi
Pada pemeriksaan fisik eliminasi memiliki gejala seperti penurunan
frekuensi berkemih, urin berwarna gelap, berkemih dimalam hari.
Sedangkan pemeriksaan fisik eliminasi memilki tanda seperti
penurunan frekuensi berkemih disiang hari dan peningkatan frekuensi
berkemih pada malam hari.
5) Makanan/cairan
Pada pemeriksaan fisik makanan dan cairan memiliki gejala sebagai
berikut :
a. Riwayat diet tinggi garam dan makanan olahan, lemak, gula, serta
kafein.
b. Penurunan nafsu makan, anoreksia.
c. Mual muntah.
d. Peningkatan berat badan.
e. Penggunanaan obat diuretik.
15

Pada pemeriksaan fisik makanan dan cairan memiliki tanda sebagai


berikut :
a. Peningkatan berat badan yang cepat atau terus-menerus.
b. Edema umum, termasuk pembengkakan pada seluruh badan atau
ekstremitas bagaian bawah dan piting edema.
6) Hygiene
Pada pemeriksaan fisik hygiene memiliki gejala seperti kelelahan,
kelemahan, selama melakukan aktivitas.
Sedangkan pemeriksaan fisik hygiene memiliki tanda seperti
penampilan mengindikasi adanya kelalaian dalam perawatan diri.
7) Neuronsensori
Pada pemeriksaan fisik neuronsensori memiliki gejala seperti kelelahan
dan pusing.
Pada pemeriksaan fisik neuronsensori memiliki tanda seperti letargi,
kebingungan, disorientasi dan mudah tersinggung.
8) Nyeri/ketidaknyamanan
Pada pemeriksaan fisik nyeri/ketidaknyamanan memiiki gejala seperti
nyeri dada, angina akut atau angina kronis, dan nyeri otot.
Pada pemeriksaan fisik nyeri/ketidaknyamanan memiiki tanda seperti
gelisah, menarik diri dan fokus berkurang.
9) Pernapasan
Pada pemeriksaan fisik pernapasan memiliki gejala seperti :
a. Dispnea saat beraktivitas atau istirahat.
b. Dispnea pada malam hari sehingga mengganggu tidur.
c. Tidur dengan posisi duduk atau dengan sejumlah bantal.
d. Penggunaan alat bantu napas, misalnya oksigen atau obat-obatan.
Pada pemeriksaan fisik pernapasan memiiki tanda seperti :
a. Takipnea
b. Napas dangkal.
c. Penggunaan otot bantu napas, pernafasan cuping hidung.
16

d. Bunyi napas mungkin terdengar lemah, dengan adanya krakels dan


mengi.
e. Penurunan proses berpikir, letagi, kegelisahan.
f. Pucat atau sianosis.
10) Keamanan`
Pada pemeriksaan fisik keamanan memiiki tanda seperti perubahan
proses berpikir dan kebingungan, penurunan kekuatan dan tonus otot,
dan peningkatan risiko jatuh. (M.Asikin, 2016)

Pada laporan tugas akhir ini, selain pengkajian umum terdapat


pengkajian khusus tentang aktivitas meliputi:
1) Aspek biologis
a. Usia
Faktor usia berpengaruh terhadap kemampuan melakukan
ativitas yang terkait dengan kekuatan muskuloskeletal.
b. Riwayat Keperawatan
Pengkajian riwayat keperawatan pasien meliputi riwayat adanya
gangguan sistem muskuloskeletal, ketergantungan terhadap
orang lain dalam melakukan aktivitas, jenis latihan atau olahrga
yang sering dilakukan klien, mobilitas (misalnya nyeri,
kelemahan otot, dan kelelahan), tingkat mobilitas, daerah yang
mengalami gangguan moblitas, lama terjadinya gangguan
aktivitas.
c. Aspek psikologis
Hal yang perlu dikaji diantaranya adalah bagaimana respon
psikologis klien terhadap masalah gangguan aktivitas yang
dialaminya, mekanisme koping yang digunakan klien dalam
menghadapi gangguan aktivitas.
d. Aspek sosiokultural
Pengkajian ini meliputi bagaimana dampak yang terjadi akibat
gangguan aktivitas yang dialami klien.
17

e. Aspek spiritual
Hal yang perlu dikaji pada aspek ini bagaimana keyakinan dan
nilai yang dianut klien terkait dengan kondisi kesehatan yang
dialaminya sekarang. Bagaimana pelaksanan ibadah klien
dengan keterbatasan kemampuan fisiknya. (Asmadi, 2009)
2) Kemampuan mobilitas
Pengkajian kemampuan mobilitas dilakukan dengan tujuan untuk
menilai kemampuan gerak ke posisi miring, duduk, berdiri, bangun,
dan berpindah tanpa bantuan.
TABEL 2.1 Tingkat Kemampuan Mobilitas (Hidayat, 2009)
Tingkat Aktivitas Kategori

Tingkat 0 Mampu merawat diri sendiri secara penuh.


Tingkat 1 Memerlukan penggunaan alat.
Tingkat 2 Memerlukan bantuan atau pengawasan orang lain
dan peralatan.

Tingkat 3 Memerlukan bantuan atau pengawasan orang lain


dan peralatan.

Tingkat 4 Sangat tergantung dan tidak dapat melakukan atau


berpartisipasi dalam perawatan.

3) Kemampuan rentang gerak.


Kemampuan rentang gerak (range of motion – ROM) dilakukan
pada daerah seprti bahu, siku, lengan, panggul dan kaki.
TABEL 2.2 Kemampuan Rentang Gerak (Hidayat, 2009)
Gerak sendi Derajat rentang gerak
Bahu: 180
Adduksi : gerakan lengan ke lateral dari posisi
samping keatas kepala, telapak tangan
menghadap ke posisi yang paling jauh
Siku: 150
Fleksi : angkat lengan bawah kearah depan dan
kearah atas menuju bahu
Pergelangan Tangan: 80-90
Fleksi : tekuk jari-jari tangan kea rah bagian
dalam lengan bawah
Ekstensi : luruskan pergelangan tangan dari 80-90
posisi fleksi
Hiperekstensi : tekuk jari-jari tangan kea rah 70-90
belakang sejauh mungkin
18

Abduksi : tekuk pergelangan tangan ke sisi ibu 0-20


jari ketika telapak tangan menghadap ke atas
Adduksi : tekuk pergelangan tangan kea rah 30-50
kelingking. Telapak tangan menghadap ke atas
Tangan dan Jari: 90
Fleksi : buat kepalan tangan
Ekstensi : luruskan jari 90
Hiperekstensi : tekuk jari-jari tangan kebelakang 30
sejauh mungkin
Abduksi : kembangakan jari tangan 20
Adduksi : rapatkan jari-jari tangan dari posisi
Abduksi 20

4) Kekuatan Otot dan dan Gangguan Koordinasi


TABEL 2.3 Kekuatan Otot dan Gangguan Koordinasi (Hidayat, 2009)
Skala Presentase Kekuatan Karakteristik
Normal
0 0 Paralisis sempurna.

1 10 Tidak ada gerakan, kontraksi otot dapat


dipalpasi atau dilihat

2 25 Gerakan otot penuh melawan gravitasi


dengan topangan.

3 50 Gerakan yang normal melawan gravitasi.

4 75 Gerakan yang normal melawan gravitasi


dan melawan tahanan minimal.

5 100 Kekuatan normal, gerakan penuh yang


normal melawan gravitasi dan menahan
tahanan penuh.

5) Perubahan Intoleransi Aktivitas


Pengkajian intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan
perubahan sistem pernapasan meliputi suara napas, analisis gas
darah, gerakan dinding toraks, serta tidak adanya mukus, batuk
produktif yang disertai panas, dan nyeri saat bernapas. Pengkajian
intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan perubahan sistem
kardiovaskuler meliputi nadi dan tekanan darah, serta ada tidaknya
gangguan sirkulasi perifer, dan perubahan tanda vital seletah
beraktivitas.
19

6) Indeks Aktivitas Hidup Sehari-hari dari Barthel


TABEL 2.4 Indeks Aktivitas Hidup Sehari-hari (Saryono, 2010)
No. Aktivitas Score Elemen Penilaian

Status buang air besar 0 Inkontinensia


1. 1 Kadang-kadang(sekali seminggu)
2 Terkontrol penuh

Status buang air kecil 0 Tidak bisa mengontrol


2. 1 Kadang-kadang(sekali/24jam)
2 Terkontrol penuh
Merawat diri 0 Perlu bantuan
3. (mencuci muka, 1 Mandiri
menyisir, gosok gigi).
Penggunaan toilet 0 Tergantung orang lain
4. 1 Perlu bantuan tetapi dapat melakukan
sesuatu sendiri
2 Mandiri

Makan 0 Tidak dapat


5. 1 Perlu bantuan
2 Mandiri
Berpindah (tidur- 0 Tidak dapat
6. duduk) 1 Banyak dibantu
2 Dapat duduk dengan sedikit bantuan
3 Mandiri
Mobilisasi 0 Tidak bergerak/tidak mampu
7. 1 Mandiri dengan kursi roda
2 Berjalan dengan bantuan
3 Mandiri
Berpakaian 0 Tergantung
8. 1 Sebagian dibantu/perlu bantuan
2 Mandiri

Naik turun tangga 0 Tidak mampu


9. 1 Perlu bantuan
2 Mandiri
Mandi 0 Tergantung orang lain
10 1 Mandiri
Barthel Score
20

Keterangan :

Skor Kategori
Tingkat kemandirian
20 1
Mandiri
12-19 2
Ketergantungan ringan
9-11 3
Ketergantugan sedang
5-8 4
Ketergantungan berat
0-4 5
Ketergantungan total

Sumber : (Saryono, 2010)

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan penilaian klinis mengenai
respons klien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang
dialaminya baik yang berlangsung aktual maupun potensial. Diagnosis
keperawatan bertujuan untuk mengidentifikasi respons klien individu,
keluarga dan komunitas terhadap situasi yang berkaitan dengan
kesehatan.(PPNI, 2017)
Menurut M.Asikin (2016), diagnosa keperawatan yang sering muncul
pada klien gagal jantung kongestif adalah:
1) Penurunan curah jantung berhubungan dengan kontraktilitas
miokard, perubahan inotropik; perubahan irama, ritme dan
konduksi listrik, perubahan struktural, misalnya kelainan pada
katup dan aneurisma ventrikel.
2) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan
antara suplai dan kebutuhan oksigen, kelemahan, serta imobilitas.
3) Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan laju
filtrasi glomerulus (penurunan curah jantung), peningkatan
produksi Antidieuretik Hormone (ADH), serta retensi air dan
natrium.
Sesuai dengan judul yang penulis ambil, pada laporan tugas akhir ini
diagnosis yang akan di lakukan intervensi tergantung dengan keadaan
21

klien, akan tetapi penulis akan lebih fokus pada diagnosis intoleransi
aktivitas yang bertujuan untuk mengukur tingkat aktivitas klien gagal
jantung kongestif.

3. Rencana Keperawatan
Rencana keperawatan merupakan tahapan selanjutnya dari diagnosis
keperawatan yang sudah ditegakkan. Dalam rencana keperawatan pada
gagal jantung kongestif penulis akan lebih fokus pada rencana untuk
diagnosis intoleransi aktivitas.
22

TABEL 2.5 Rencana Keperawatan


No Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia (SDKI) Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI)

1. Intoleransi aktivitas Observasi


Definisi : Ketidakcukupan energi untu melakukan aktivitas 1. Identifikasi tingkat aktivitas
sehari-hari. 2. Monitor kelelahan fisik dan emosional.
3. Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama melakukan aktivitas.
Penyebab : 4. Monitor tanda-tanda vital.
a. Ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen.
b. Tirah baring. Terapeutik
c. Kelemahan. 5. Periksa tekanan darah dan frekuensi nadi sebelum dan sesudah
d. Imobilitas. aktivitas.
e. Gaya hidup monoton. 6. Libatkan keluarga dalam pemenuhan aktivitas klien.
Gejala dan tanda mayor : 7. Libatkan pasien dan keluarga memantau kemajuannya sendiri dalam
aktivitas.
Subjektif
Edukasi
a. Mengeluh lelah. 8. Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap.
9. Anjurkan klien untuk istirahat untuk mengurangi kelelahan setelah
Objektif beraktivitas.
a. Frekuensi jantung meningkat >20% dari kondisi istirahat. 10. Jelaskan metode pemilihan aktivitas fisik sehari-hari.
Gejala dan tanda minor :
Subjektif
a. Dispnea saat/setelah beraktivitas.
b. Merasa tidak nyaman saat beraktivitas.
c. Merasa lemah.

Objektif
a.Tekanan darah berubah >20% dari kondisi istirahat.
b. Gambaran EKG menunjukan aritmia saat/setelah
beraktivitas.
c.Gambaran EKG menunjukan iskemia.
23

d. Sianosis.

Kondisi klinis terkait


a. Anemia
b. Gagal jantung kongestif
c. Penyakit jantung koroner
d. Penyakit katup jantung
e. Aritmia
f. Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK)
g. Gangguan metabolik
h. Gangguan musculoskeletal

2. Penurunan curah jantung Observasi


1. Identifikasi tanda gejala primer penurunan curah jantung (meliputi
Pengertian : Ketidakadekuatan jantung memompa darah untuk dispnea, kelelahan, Ortopnea, paroksimal nokturnal dispnea,
memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh. peningkatan CVP).
Penyebab : 2. Identifikasi tanda gejala sekunder penurunan curah jantung (meliputi
hepatomegali, distensi Vena jugularis, palpitasi ronki basah, oliguria,
a. Perubahan Irama jantung batuk, kulit pucat).
b. Perubahan frekuensi jantung 3. Monitor tekanan darah.
c. Perubahan kontraktilitas 4. Monitor bunyi jantung.
d. Perubahan preload
e. Perubahan afterload Terapeutik
5. Posisikan pasien semi fowler atau fowler dengan kaki ke bawah atau
Gejala dan tanda mayor
posisi nyaman
subjektif 6. Berikan oksigen.

a. Perubahan irama jantung seperti palpitasi. Kolaborasi


24

b. Perubahan preload seperti tanda-tanda Lelah. 7. Kolaborasi pemberian antiaritmia Jika perlu rujuk ke program
c. Perubahan afterload seperti dispnea. rehabilitasi jantung.
d. Perubahan kontraktilitas Paroksimal Nokturnal dyspnea
(PND), orthopneu dan batuk.
objektif
a. Perubahan irama jantung seperti bradikardia/takikardia,
gambaran EKG aritmia atau gangguan konduksi
b. Perubahan preload seperti edema, distensi vena jugularis,
Central Venous Pressure (CVP) meningkat/menurun,
hepatomegali.
c. perubahan afterload seperti tekanan darah
meningkat/menurun, nadi perifer teraba, capillary refill time
> 3 detik, oliguria, warna kulit pucat dan /atau sianosis
d. Perubahan kontraktilitas seperti terdengar suara jantung S3
dan /atau S4.
3. Hipervolemia Observasi
1. Periksa tanda dan gejala hypervolemia.
Definisi : Peningkatan volume cairan intravaskuler interstitial 2. Monitor intake dan output cairan.
dan atau intraseluler 3. Monitor elastisitas dan turgor kulit.
Penyebab 4. Monitor tanda-tanda hipervolemia (mis.dispnea, edema, JVP
meningkat, BB menurun dalam waktu singkat).
a. Gangguan mekanisme regulasi
b. Kelebihan asupan cairan Terapeutik
c. Kelebihan asupan natrium 5. Batasi asupan cairan dan garam
d. Gangguan aliran balik vena 6. Ajarkan cara membatasi cairan.
e. Efek agen farmakologis (misal kortikosteroid,
chlorpropamide tolbutamide, vinscristine) Kolaborasi
Gejala dan tanda mayor 7. Kolaborasi pemberian diuretik.

Subjektif
a. Ortopnea
b. Dispnea
25

c. Paroxysmal Nokturnal Dispnea (PND)


Objektive
a. Edema anasarka dan/atau edema perifer.
b. Berat badan meningkat dalam waktu singkat.
c. Jugular Venous Pressure (JVP) dan /atau Central Venous
Pressure (CVP) meningkat.
d. Refleks hepatojugular positif.
Gejala dan Tanda minor
Subjektif (Tidak tersedia)
Objektif
a. Distensi vena jugularis
b. Terdengar suara nafas tambahan
c. Hepatomegali
d. Kadar haemoglobin (HB) dan hematokrit(HT) turun.
e. Oliguria
f. Intake lebih banyak dari output
g. Kongesti paru
Kondisi klinis terkait
a. Penyakit ginjal : gagal ginjal akut/kronis sindrom nefrotik.
b. Hipoalbuminemia
c. Gagal jantung kongestif
d. Kelainan hormon
e. Penyakit hati (misal sirosis, asites, kanker hati)
f. Penyakit Vena perifer (misal varises, thrombus vena dan
prebiotik).
g. Imobilitas
26

4. Implementasi
Implementasi adalah pelaksanaan dari rencana keperawatan untuk
mencapai tujuan yang spesifik. Tahap implementasi dimulai setelah rencana
keperawatan disusun dan ditujukan pada nursing orders untuk membantu klien
mencapai tujuan yang diharapkan.
Oleh karena itu, rencana keperawatan yang spesifik dilaksanakan untuk
memodifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi masalah kesehatan klien.
Tujuan dari implementasi adalah membantu klien dalam mencapai tujuan yang
telah ditetapkan yang mencakup peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit,
pemulihan kesehatan dan memfasilitasi koping. Perencanaan keperawatan lain
dapat dilaksanakan dengan baik jika klien mempunyai keinginan untuk
berpartisispasi dalam implementasi keperawatan.
TABEL 2.6 Implementasi Keperawatan
Diagnosa Waktu & Implementasi
Keperawatan
Tanggal

Berdasarkan SDKI Waktu dan 1. Mengidentifikasi gangguan fungsi tubuh yang


2017 tanggal mengakibatkan kelelahan

sesuai 2. Memonitor kelelahan fisik dan emosional


dengan 3. Memonitor pola dan jam tidur
saat 4. Memonitor lokasi dan ketidaknyamanan selama
melakukan melakukan aktivitas
tindakan. 5. Menyediakan lingkungan yang aman dan rendah
stimulus (mis. cahaya, suara, kunjungan).
6. Melakukan latihan rentang gerak pasif dan/atau aktif.
7. Memberikan aktivitas distraksi yang menenangkan.

5. Evaluasi
Evaluasi merupakan tindakan untuk melengakapi proses keperawatan
yang dapat dilihat dari perkembangan dan hasil kesehatan klien. Tujuannya
untuk mengetahui sejauh mana perawatan dapat dicapai dan memberikan
umpan balik terhadap asuhan keperawatan yang diberikan. Langkah-langkah
evaluasi adalah sebagi berikut:
a) Daftar tujuan klien
b) Lakukan pengkajian apakah pasien dapat melakukan sesuatu
27

c) Bandingkan antara tujuan dan kemampuan klien


d) Diskusikan dengan klien apakah tujuan tercapai atau tidak.
TABEL 2.7 Evaluasi Keprawatan
Diagnosa Waktu & Evaluasi
Keperawatan Tanggal
Berdasarkan Waktu dan S (Subjective):
SDKI 2017 tanggal Subjective adalah adalah data yang didapatkan dari
sesuai klien termasuk keluarga melalui suatu interaksi atau
komunikasi persepsi klien, perasaan, dan ide tentang
dengan saat status kesehatannya.
melakukan
O (Objective):
tindakan.
Objective adalah data yang dapat diobservasi dan
diukur oleh perawat.

A (Analysis) :

Analysis adalah data yang terkumpul kemudian dibuat


kesimpulan yang meliputi diagnosis, antisipasi
diagnosis atau masalah potensial, serta perlu tidaknya
dilakukan tindakan segera.

P (Planning):

Planning merupakan rencana dari tindakan yang akan


diberikan termasuk asuhan mandiri, kolaborasi,
diagnosis atau labolatorium, serta konseling untuk
tindak lanjut berikutnya. Pada planning biasanya
terdapat tambahan intervensi yang akan
diimplementasikan dibandingkan sebelumnya. Misal;

1. Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang


mengakibatkan kelelahan
2. Monitor kelelahan fisik dan emosional
3. Monitor pola dan jam tidur
4. Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama
melakukan aktivitas
5. Sediakan lingkungan yang aman dan rendah
stimulus (mis. Cahaya, suara, kunjungan).
6. Lakukan latihan rentang gerak pasif dan/atau aktif.
7. Berikan aktivitas distraksi yang menenangkan.
8. Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara
meningkatkan asupan makanan.
28

C. Konsep Penyakit Congestive Heart Failure (CHF)


1. Pengertian
Gagal jantung adalah keadaan dimana jantung tidak mampu memompa
darah untuk mencukupi metablisme jaingan atau hanya bisa melakukannya dengan
tekanan pengisian yang tinggi secara tidak normal. (Saputra, 2013).
Gagal jantung merupakan ketidakmampuan jantung memompa darah
keseluruh tubuh, sehingga tidak memenuhi metabolism tubuh atau terjadinya deficit
penyaluran oksigen ketubuh. (M.Asikin, 2016).
Gagal jantung kongestif atau Congestif Heart Failure (CHF), juga dikenal
dengan gagal jantung, dekompenasasi jantung, insufidiensi jantung, dan
inkompetensi jantung, berarti bahwa jantung gagal dan tidak dapat melaksanakan
tugasnya atau jantung kehilangan efisiensi pompanya. Hal ini disebut
dekompensasi. Congestif Heart Failure adalah sekelompok gejala yang
mempengaruhi individu dengan cara yang berbeda. Jantung akan tetap mencoba
menyesuaikan dengan tuntutan yang dibebankan padanya, terapi yang diberikan
bertujuan membantu jantung menyesuaikan terhadap tuntutan yang dibebankan
terhadap jantung.. Hal ini disebut kompensasi. (T.Kowalski, 2017).

2. Etiologi
Menurut LeMone (2016) etiologi dari gagal jantung disebabkan oleh
beberapa kondisi tertentu yaiu :
1) Kerusakan fungsi miokardium. Hal ini disebabkan oleh penyakit jantug
coroner, kardiomiopati, demam reumatik, dan endocarditis infektif.
2) Peningkatan beban kerja jantung. Hal ini disebabkan oleh hipertensi,
gangguan katup, anemia, dan kelainan jantung kongenital.
3) Kondisi non-jantung akut. Hal ini disebabkan oleh kelebihan beban volume
jantung, hipertiroidisme, demam, infeksi, dan embolus paru masif.
Menurut M.Asikin (2016) yang dapat menyebakan timbulnya gagal jantung
yaitu kondisi yang meningkatkan preload, afterload, atau yang menurunkan
kntraktilitas miokardium. Kondisi yang meningkatkan preload yaitu regurgitasi
aorta dan cacat septum ventrikel. Kondisi yang meningkatkan afterload yaitu
29

stenosis aorta atau dilatasi ventrikel. Dan yang dapat menurunkan kontaktilitas
miokardium yaitu infark miokard dan kardiomiopati.
Selain itu faktor fisiologis lain yang dapat menyebabkan gagal jantung yaitu
stenosis ventrikel (stenosis katup atrioventrikularis), serta adanya gangguan
pada pengisian dan ejeksi ventrikel (perikarditis konstriktif dan tamponade
jantung).

3. Klasifikasi
Menurut LeMone (2016), gagal jantung umumnya diklasifikasikan dalam
beberapa cara berbeda, bergantung pada patologi dasarnya. Beberapa klasifikasi
mencakup gagl sistolik versus diastolic, gagal sebelah kiri versus kanan, gagal
curah tinggiversus curah rendah, dan gagal akut versus kronik.
1) Gagal sistolik versus Diastolik
Gagal sistolik terjadi bila ventrikel gagal berkontraksi secara adekuat
untuk mengeluarkan volume darah yang cukup kedalam sistem arteri. Fungsi
sistolik dipengaruhi oleh kehilangan sel miokardium akibat iskemia atau
infark, kardiomiopati, atau inflamasi. Manifestasi gagal sistolik adalah
manifestasi penurunan curah jantung: kelemahan, keletihan, dan penurunan
toleransi latihan fisik.
Gagal diastolik terjadi bila jantung tidak dapat rileks secara sempurna
pada diastol, menganggu pengisian normal. Pengisian diastolik pasif
menurun meningkatkan pentingnya kontraksi atrium pada preload. Gangguan
fungsi diastolik disebabkan oleh penurunan ventrikel akibat hipertrofi dan
perubahan sel serta kerusakan relaksasi otot jantung.
2) Gagal sebelah kiri versus sebelah kanan
Gagal jantung sebelah kiri disebakan oleh penyakit jantung koroner dan
hipertensi. Gagal jantung sebelah kiri juga dapat menyebabkan gagal sebelah
kanan saat tekanan dalam sistem vaskuler paru meningkat seiring bendungan
dibelakang ventrikel kiri yang mengalami kegagalan. Manifestasi gagal
jantung sebelah kiri terjadi akibat kongesti paru dan penurunan curah jantung.
Keletihan dan intoleransi aktivitas adalah manifestasi awal biasa terjadi.
30

Pusing dan sinkop juga dapat terjadi akibat penurunan curah jantung.
Kongesti paru menyebabkan dispnea, napas pendek, dan batuk. Pasien dapat
ortopnea (sulit bernafas saat berbaring terlentang), yang membutuhkan
pemakaian dua atau tiga bantal atau sandaran bila sulit tidur. Sianosis akibat
kerusakan pertukaran gas dapat terlihat. Pada auskultasi paru, ronki inspirasi
dan mengi dapat terdengar pada dasar paru. Gallop S3 juga dapat muncul,
mencerminkan upaya jantung untuk mengisi ventrikel yan sdah distensi.
Sementara gagal jantung sebelah kanan sering kali disebabkan oleh
kondisi yang membatasi aliran darah ke paru seperti penyakit paru akut atau
kronik. Pada gagal jantung sebelah kanan, peningkatan tekanan pada vaskular
paru atau kerusakan otot ventrikel kanan merusak kemampuan ventrikel
kanan untuk memompa darah menuju sirkulas pulmonaris. Ventrikel dan
atrium kanan menjadi distensi dan darah terakumulasi dalam sistem vena
sistemik.
3) Gagal curah rendah versus curah tinggi
Gagal curah rendah diakibatkan penyakt jantung koroner, hipertensi,
kardiomiopati, dan gangguan jantung primer lain. Sedangkan gagal curah
tinggi adalah terjadinya peningkatan curah jantung namun tidak dapat namun
jajntung tidak dapat memenuhi peningkatan kebutuhan oksigen.
4) Gagal akut versus kronik
Gagal akut adalah awitan mendadak cidera mokardium yang disebabkan
oleh penurunan mendadak fungsi jantung dan tanda penurunan curah jantung.
Sedangkan gagal kronik adalah perburukan progresif otot jantung akibat
kardiomiopati dan penyakit jantung bawaan.
TABEL 2.8 klasifikasi gagal jantung Menurut New York Heart Association (NYHA)
KELAS DEFINISI ISTILAH
1. Klien dengan kelainan jantung tetapi tanpa Disfungsi ventrikel kiri
pembatasan aktivitas fisik. yang asimtomatik.

2. Klien dengan kelainan jantung yang Gagal jantung ringan.


menyebabkan sedikit pembatasan aktivitas
fisik.
31

3. Klien dengan kelainan jantung yang Gagal jantung sedang


menyebabkan banyak pembatasan aktivitas
fisik.

4. Klien dengan kelainan jantung yang segala Gagal jantung berat.


bentuk aktivitas fisiknya akan menyebabkan
keluhan.

4. Patofisiologi
Mekanisme yang mendasari gagal jantung meliputi gangguan
kontraktilitas jantung yang menyebabkan curah jantung lebih rendah dari
curah jantung normal. Bila curah jantung berkurang, sistem saraf simpatis
akan mempercepat frekuensi jantung untuk mempertahankan curah jantung.
Bila mekanisme ini gagal, maka volume sekuncuplah yang harus
menyesuaikan. Volume sekuncup adalah jumlah darah yang dipompa pada
setiap kontraksi, yang dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu : preload (jumlah
darah yang mengisi jantung), kontraktilitas (perubahan kekuatan kontraksi
yang terjadi pada tingkat sel yang berhubungan dengan perubahan panjang
serabut jantung dan kadar kalsium), dan afterload (besarnya tekanan
ventrikel yang arus dihasilkan untuk memompa darah melawan perbedaan
tekanan yang ditimbulkan oleh tekanan arteriol). Apabila salah satu
komponen itu terganggu maka curah jantung akan menurun.

Kelainan fungsi otot jantung disebabkan karena arterosklerosis koroner,


hipertensi arterial dan penyakit otot degeneratif atau inflamasi.
Arterosklerosis koroner menyebabkan disfungsi miorkadium karena
terganggunya aliran darah ke otot jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis
(akibat penumpukan asam laktat). Infark miokardium biasanya mendahului
terjadinya gagal jantung. Hipertensi sistemik atau pulmonal (peningkatan
afterload) meningkatkan beban kerja jantung dan pada gilirannya
mengakibatkan hipertrofi serabut otot jantung. Efek tersebut (hipertrofi
miokard) dapat diaanggap sebagai mekanisme kompensasi karena akan
mengakibatkan kontraktilitas jantung. Tetapi untuk alasan tidak jelas,
32

hipertrofi otot jantung tadi tidak dapat berfungsi secara normal, dan
akhrinya akan terjadi gagal jantung.

Peradangan dan penyakit miokardium degenaratif berhubungan dengan


gagal jantung karena kondisi ini secara langsung merusak jantung,
menyebabkan kontraktilitas menurun. Ventrikel kanan dan kiri dapat
mengalami kegagalan secara terpisah. Gagal ventrikel kiri paling sering
mendahuli gagal ventrikel kanan. Gagal ventrikel kiri murni sinonim
dengan edema paru akut. Karena curah ventrikel berpasangan atau sinkron,
makan kegagalan salah satu ventrikel dapat mengakibatkan penurunan
perfusi jaringan.
33

PATHWAY CONGESTIVE HEART FAILURE (CHF)

Disfungsi Beban tekanan Beban sistolik Peningkatan Beban volume


Miokard(AMI) berlebihan keb.metabolis berlebihan
Miokarditis berlebihan
me

Kontraktilitas Beban sistole Preload

Kontraktilitas

Hambatan
pengosongan ventrikel

COP

Gagal jantung
Beban jantung kanan

Retensi
CHF Na
+ H2O
Gagal pompa Gagal pompa
ventrikel kiri ventrikel kanan

Tekanan diastole
Forward failure Backward failure

LVED

Suplai darah Suplai O2 Renal flow Bendungan


Tek.Vena Pulmonalis
jar. otak
atrium kanan
Metab. sinkop RAA Tek.kapiler paru
anaerob
Aldosteron Beban ventrikel
Asidosis Penurunan Edema
kanan
metabolik perfusi paru Bendungan
jaringan vena sistemik
Penimbunan
ADH
as.laktat &
ATP Ronkhi Hipertropi lien hepar
Retensi Na basah ventrikel
Fatigeu + H2O kanan

Kelebihan Penyempitan splenomegali hepatomegali


Intoleransi Volume lumen ventrikel
aktivitas Cairan kanan

Sesak nafas
Gangguan
pertukaran
gas
Pola nafas tidak efektif
34

5. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis gagal jantung harus dipertimbangkan terhadap derajat
latihan fisik yang dapat menyebabkan timbulnya gejala. Pada awalnya,
secara khas gejala hanya muncul saat melakukan aktivitas. Namun semakin
berat kondisi gagal jantung, semakin menurun toleransi terhadap latihan,
dan gejala muncul lebih awal dengan aktivitas yang lebih ringan. Dampak
dari curah jantung dan kongestif yang terjadi antara lain :
Tanda Gejala
Tipikal Spesifik
- Peningkatan JVP
- Sesak nafas - Refluks hepatojugular
- Ortopneu - Suara jantung S3 (gallop)
- Paroxysmal nocturnal dyspnoe - Apex jantung bergeser ke lateral
- Toleransi aktifitas yang berkurang - Bising jantung
- Cepat lelah
- Bengkak di pergelangan kaki

Kurang tipikal Kurang tipikal


- Batuk di malam / dini hari
- Mengi - Edema perifer
- Berat badan bertambah > 2 kg/minggu - Krepitasi pulmonal
- Berat badan turun (gagal jantung - Sura pekak di basal paru pada perkusi
stadium lanjut) - Takikardia
- Perasaan kembung/ begah - Nadi ireguler
- Nafsu makan menurun - Nafas cepat
- Perasaan bingung (terutama pasien usia - Hepatomegali
lanjut) - Asites
- Depresi - Kaheksia
- Berdebar
- Pingsan
(Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskuler Indonesia 2015, 2015)
6. Pemeriksaan Diagnostik
1) Ekokardiografi
Ekokardiografi dilakukan untuk mengevaluasi fungsi ventrikel kiri.
Baik ekokardiografi transtoraksik maupun ekokardiografi transesofagus
dapat digunakan.
2) Elektrokardiografi
Elektrokardiografi digunakan untuk mengidentifikasi perubahan
EKG yang terkait dengan pembesaran ventrikel dan mendeteksi
disritmia, iskemia miokardium, atau infark.
35

3) Pemeriksaan fungsi tiroid


Pemeriksaan fungsi tiroid termasuk kadar Throid Stimulating
Hormone (TSH) dan Luteinizing Hormone (LH) dilakukan karena baik
hipertiroidisme maupun hipotiroidisme dapat menjadi penyebab utama
atau penyerta gagal jantung.
4) Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium dapat memperlihatkan hasil uji fungsi
hati yang abnormal dan kenaikan kadar ureum serta kreatinin.
5) Pemeriksaan kadar Brain Natriutic Peptide (BNP)
Suatu tes darah yang memperlihatkan kadar. Bersama dengan gejala
klinis, seperti pergelangan kaki yang edema, kadar BNP sangat kuat
mengindikasi gagal jantung.
6) Foto rontgen toraks
Foto rontgen toraks memperlihatkan coracan pembuluh darah
pulmoner yang meningkat, edema interstial, dan kardiomegali.

7. Komplikasi
Beberapa kemungkinan komplikasi gagal jantung menurut LaMone(2016)
yaitu :
1) Pada pernafasan kemungkinan komplikasi yaitu edema paru,
pneumonia, asma kardiak, efusi pleura, asidosis metabolik.
2) Pada kardiovaskuler kemungkinan komplikasi yaitu angina, disritmia,
kematian jantung mendadak, syok kardiogenik.
3) Pada pencernaan kemungkinan komplikasi yaitu malnutrisi, asites, dan
disfungsi hati.
4) Pada integument kemungkinan komplikasi yaitu peningkatan risiko
kerusakan jaringan.

8. Penatalaksanaan
Gagal jantung ditangani dengan tindakan umum untuk menurunkan
beban kerja jantung dan manipulasi selektif terhadap ketiga penentu utama
36

dari fungsi miokardium yaitu dengan penurunan beban awal dengan cara
pembatasan asupan garam dalam makanan juga menurunkan retensi cairan.
Jika gejala menetap dengan pembatasan garam sedang, maka dipelukan
diuretik oral untuk mengatasi retensi natrium dan air. Peningkatan
kontraktilitas dengan obat inotropik meningkatkan kekuatan kontraksi
miokardium. Pengurangan beban akhir dengan obat vasodilator untuk
menekan efek negatif dari kerja jantung yang meningkat dan curah jantung
yang menurun. (M.Asikin, 2016)
Selain itu penatalaksaan kerja jantung dapat mencakup :
 Penanganan penyebab yang mendasari jika penyebab itu diketahui.
 Pemberian inhibitor ACE pada pasien yang menderita disfungsi
ventrikel kiri untuk mengurangi produksi angiotensin II yang
hasilnya berupa penurunan preload dan afterload.
 Pemberian digoksin pada pasien gagal jantung yang disebabkan oleh
disfungsi sistolik ventrikel kiri, pemberian digoksin dilakukan untuk
meningkatkan kontraktilitas miokardium, memperbaiki curah
jantung, menguruangi volume ventrikel, dan mnegurangi rengangan
ventrikel.
 Pemberian diuretic untuk menurunkan kelebihan muatan volume
cairan dan aliran balik vena.
 Pemberian preparat beta bloker pasien gagal jantung kelas II atau III
untuk mencegah remodeling.
 Terapi inotropic dengan dobutamin atau milrinone untuk penangan
akut eksaserbasi gagal jantung.
 Terapi inotropik kronis atau intermitten kronis untuk menambah
kontraktilitas ventrikel guna menghindari eksaserbasi pada pasien
gagal jantung kelas IV NYHA.
 Pemberian nesiritida, yaitu human B-type natriuretic peptide, untuk
meningkatkan diuresis dan mengurangi afterload dalam pelaksanaan
eksaserbasi gagal jantung.
37

 Pemberian diuretik, morfin, dan oksigen untuk mengatasi edema


paru.
 Modifikasi gaya hidup seperti penurunan berat badan, pembatasan
asupan natrium serta alkohol, pengurangan asupan lemak,
penghentian kebiasaan merokok, pengurangan stress, dan
pengembangan program latihan.
 Pembedahan bypass arteri koronaria atau angioplasty untuk gagal
jantung akibat PJK (Penyakit Jantung Koroner). (Kowalak, 2017).

Anda mungkin juga menyukai