Anda di halaman 1dari 2

Nama : Ervina Azizah

NIM : 4090200029
Pancasila yang dideklarasikan sebagai ideologi bangsa Indonesia adalah sebuah kristalisasi
ide paling tepat untuk mewadahi bangsa Indonesia yang cenderung majemuk di berbagai
aspek kehidupan khususnya budaya. Dicetuskan pada tanggal 1 Juni 1945 oleh Ir. Soekarno
yang kemudian ditetapkan sebagai hari lahirnya Pancasila. Pada buku dikti pendidikan
pancasila yang membahas tentang sumber historis Pancasila sebagai ideologi negara di masa
pemerintahan Ir. Soekarno menyebutkan bahwa Ir. Soekarno dari tahun 1960 condong pada
paham Nasakom. Hal ini menjadi salah satu alasan kenapa Pendidikan Kewarganegaraan
sangat penting untuk diterapkan di berbagai jenjang pendidikan formal. Beliau yang
notabennya pencetus saja bisa terpengaruh dengan paham lain yang mungkin tidak seburuk
yang dipikirkan banyak orang yang mengacungkan tangan mengaku sebagai seorang
Pancasilais,tapi juga belum tentu lebih baik dari Pancasila. Apalagi kita yang pada dasarnya
hanya ikut merayakan hari kelahiran pancasila sebatas hari libur nasional.

1 Oktober yang sama-sama kita ketahui sebagai hari kesaktian Pancasila juga tidak lebih dari
sekadar hari besar yang berpengaruh pada kalender pendidikan. Jika ditanya pada 100
mahasiswa belum tentu ada 5 orang yang bisa menjawab alasan kenapa hari kesaktian
Pancasila jatuh pada tanggal tersebut. Memang sebuah materi atau pemahaman tentang latar
belakang kesaktian Pancasila tidak dapat dijadikan tolak ukur sebuah keberhasilan ideologi.
Tetapi jika memang kita mengaku sebagai Pancasilais dan bahkan menolak mempelajari
paham lain yang dianggap bertentangan,mestinya kita mempelajari seluk beluk dan hal yang
berkaitan dengan Pancasila bukan? Selain itu,di sini bukan Pancasila yang gagal mewadahi
keragaman Indonesia melainkan kegagalan kita sebagai bangsa Indonesia memaknai
Pancasila dalam mengimplementasikan dan memahaminya lebih jauh.

Yang sedang tren saat ini adalah aksi demonstrasi mahasiswa sebagai bentuk penolakan
terhadap RUU Cipta Kerja yang telah disahkan sebagai Undang-Undang. Ada satu hal
menarik di mana salah satu anggota Dewan Perwakilan Rakyat suatu daerah yang salah
menyebutkan sila keempat Pancasila. Sontak hal ini memicu pertanyaan besar,jika dalam
pelafalannya saja terjadi kesalahan,apakah dalam tindakan dan pengamalannya bisa sesuai
dengan acuan yang keliru ia ucapkan? Boleh dimaklumi jika yang berdiri di sana adalah
siswa Sekolah Dasar yang gugup. Tapi di sana adalah Anggota Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah yang harusnya sudah terlatih berbicara di depan umum,di hadapan para intelek dan
ahli maupun pengamat di bidangnya.
Fenomena yang dianggap sepele ini harus mendapat perhatian lebih dilihat dari sisi
kewarganegaraan. Rasa cinta tanah air,bangga dan sikap bela negara seperti apa yang dimiliki
wakil rakyat yang memiliki potensi suara lebih didengar dari rakyat umum? Yang berdiri di
sana adalah anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah di hadapan mahasiswa yang
berdemonstrasi bukan kah artinya Ia yang dianggap berkompeten dari Anggota lain sehingga
dirasa harus turun menyambut mahasiswa? Itu yang terbaik dan menjadi sebuah kenyataan
pahit untuk kita semua.
Saat ini Pendidikan kewarganegaraan sangat dibutuhkan untuk melahirkan lulusan yang
berjiwa patriot dan nasionalis. Yang tidak hanya berani lantang berani mengaku sebagai
Pancasilais tapi juga tidak takut menentang pengaruh yang lebih besar jika tidak sejalan
dengan Pancasila.

Di tahun 2045 nanti yang dicanangkan menuai generasi emas agar tidak lagi memusingkan
perkara ini bertentangan dengan pancasila,ini komunis,ini kapitalis. Lalu saling menghakimi.
Tapi sudah mampu memfilter paham-paham lain dengan Pancasila dan tidak lagi anti dengan
paham-paham tersebut. Apalagi sampai abai dengan ideologi negara sendiri. Sebab,pada
dasarnya Pancasila bukan hasil pemikiran seseorang,bukan alat untuk mencapai sebuah
tujuan,bukan tameng dalam dunia politik,tapi hasil dari nilai-nilai budaya luhur Indonesia
yang harus tetap terjaga sebagai identitas bangsa.

Anda mungkin juga menyukai