Konsep kesantunan dimanifestasi di dalam dua wujud, yaitu menurut prinsip
kesantunan dan teori kesantunan. Menurut Grice (dalam Rustono 1999:66) prinsip kesantunan adalah prinsip yang berkenaan dengan aturan tentang hal-hal yang bersifat sosial, estetis, dan moral dalam bertindak tutur, sedangkan dalam prinsip kesantunan Lakoff (dalam Rustono 1999:66) berisi 3 kaidah yang harus ditaati agar tuturan itu santun yaitu kaidah formalitas, kaidah ketidaktegasan, dan kaidah persamaan/kesekawanan. Lain halnya dengan prinsip kesantunan menurut Fraser (dalam Rustono 1999:68) yang mendasarkan konsep kesantunannya atas dasar strategi-strategi, yaitu strategi- strategi apakah yang hendaknya diterapkan penutur agar tuturannya santun. Berbeda dengan prinsip kesantunan yang diungkapkan oleh tokoh di atas, Brown dan Levinson (dalam Rustono 1999:68) mengemukakan prinsip kesantunan yang berkisar dari dari nosi muka positif dan muka negatif. Muka positif adalah muka yang mengacu kepada citra diri orang yang berkeinginan agar apa yang dilakukannya, apa yang dimilikinya, atau apa yang merupakan nilai-nilai yang diyakininya diakui orang sebagai suatu hal yang baik, menyenangkan,patut dihargai, dsb. Secara umum, prinsip kesantunan dapat diungkapkan melalui beberapa bidal. Menurut Leech (dalam Rustono 1999:68) ada 6 jenis bidal beserta sub bidalnya. Bidal Ketimbangrasaan/ Kebijaksanaan Bidal ketimbangrasaan dalam prinsip kesantunan memberikan petunjuk bahwa pihak lain di dalam tuturan hendaknya dibebani biaya seringan-ringannya, tetapi dengan keuntungan sebesar-besarnya. Berikut ini merupakan tuturan yang berkenaan dengan bidal ketimbangrasaan. 1. Pakai topi itu! 2. Pakailah topi itu! 3. Silakan Anda pakai topi itu! 4. Sudilah kiranya Anda pakai topi itu! Dalam tuturan (1-4) tersebut makin panjang tuturan seseorang semakin terlihat sopan tuturan tersebut. Memerintah dengan kalimat berita atau kalimat tanya dipandang lebih sopan dibanding dengan kalimat perintah. Apabila penutur berusaha memaksimalkan keuntungan orang lain maka lawan bicara wajib pula memaksimalkan kerugian bagi dirinya, bukan sebaliknya. Hal ini disebut dengan paradoks pragmatik (Wijana 1996:57). Untuk itu, dibandingkan percakapan berikut antara yang mematuhi paradoks pragmatik dengan yang melanggar. 1. A: Mari Saya antarkan Anda pulang ke rumah. B: Tidak perlu, nanti merepotkan! 2. A: Mari saya antarkan Anda pulang ke rumah. B: Ya, seharusnya Anda memang mengantarkan saya Tingkat kesantunan tuturan 1B berbeda dari tuturan 2B. Karena tuturan 1B meminimalkan biaya dan memaksimalkan keuntungan kepada mitra tutur. Sementara itu, tuturan 2B sebaliknya yaitu memaksimalkan keuntungan kepada diri sendiri dan memaksimalkan kerugian pada mitra tutur. Dari dua tuturan itu, tuturan 1B memenuhi prinsip kesantunan bidal ketimbangrasaan, sebaliknya tuturan 2B melanggarnya. Bidal Kemurahhatian/Kedermawanan Menurut bidal kemurahhatian, pihak lain di dalam tuturan hendaknya diupayakan mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya. Sementara itu, diri sendiri atau penutur hendaknya berupaya mendapatkan keuntungan yang sekecil-kecilnya. Berikut ini merupakan tuturan yang berkenaan dengan bidal kemurahhatian. 1. A: Sepatumu sangat bagus. B: Saya kira biasa saja. 2. A: Sepatumu sangat bagus. B: Punya siapa dulu! Tuturan 1B mematuhi bidal kemurahhatian, sedangkan 2B melanggarnya, karena tuturan 1B itu memaksimalkan keuntungan kepada pihak lain dan meminimalkan keuntungan kepada diri sendiri. Sementara itu, tuturan 2B sebaliknya, memaksimalkan keuntungan pada diri sendiri. Bidal Keperkenaan/Penghargaan Bidal keperkenaan adalah petunjuk untuk meminimalkan penjelekan terhadap pihak lain dan memaksimalkan pujian kepada pihak lain. Leech (dalam Rustono 1999:73) berpendapat bahwa sebagaimana halnya dengan tuturan kemurahhatian, tuturan yang lazim digunakan selaras dengan bidal keperkenaan ini adalah tuturan ekspresif dan asertif. Berikut ini adalah contoh tuturan yang berkenaan dengan bidak keperkenaan. 1. A: Mari Pak, seadanya! B: Terlalu banyak, sampai-sampai saya sulit memilihnya. 2. A: Mari Pak, seadanya! B: Ya, segini saja nanti kan habis semua. Tuturan 1B mematuhi bidal keperkenaan karena penutur meminimalkan penjelekan terhadap pihak lain dan memaksimalkan pujian terhadap pihak lain. Sementara itu, tuturan 2B melanggar bidal ini karena meminimalkan penjelekan kepada diri sendiri dan memaksimalkan pujian kepada diri sendiri. Dengan penjelasan tersebut, tingkat kesantunan tuturan 1B lebih tinggi jika dibandingkan dengan tuturan 2B. Bidal Kerendahhatian/Kesederhanaan Bidal kerendahhatian, penutur hendaknya meminimalkan pujian kepada diri sendiri. Berikut ini merupakan contoh tuturan yang berkenaan dengan bidal kerendahhatian. 1. Saya ini kurang professional dalam bekerja. 2. Saya lebih profesional dalam bekerja dibandingkan dengan Anda. Tuturan 1 di atas memaksimalkan penjelekan kepada diri sendiri dan meminimalkan pujian kepada diri sendiri. Tuturan itu berbeda dengan tuturan 2 merupakan tuturan yang melanggar bidal ini karena memaksimalkan penjelekan kepada diri sendiri sekecil mungkin. Bidal Kesetujuan/Permufakatan Bidal kesetujuan adalah bidal yang memberikan nasihat untuk meminimalkan ketidaksetujuan antara diri sendiri dan pihak lain dan memaksimalkan kesetujuan antara diri sendiri dan pihak lain. Berikut ini merupakan tuturan yang berkenaan dengan bidal kesetujuan. 1. A: Bagaimana kalau kita pergi ke toko buku? B: Saya setuju sekali. 2. A: Bagaimana kalau kita pergi ke toko buku? B: Saya tidak setuju. Tuturan 1B merupakan tuturan yang meminimalkan ketidaksetujuan dan memaksimalkan kesetujuan atas diri sendiri sebagai penutur dan pihak lain sebagai mitra tutur. Tuturan di atas merupakan tuturan yang mematuhi prinsip kesantunan bidal kesetujuan. Sebaliknya, tuturan 2B melanggar bidal kesetujuan sebab telah memaksimalkan ketidaksetujuan antara diri sendiri dan pihak lain dan meminimalkan kesetujuan antara diri sendiri dan pihak lain. Bidal Kesimpatian Bidal kesimpatian adalah bidal yang meminimalkan antipati antara diri sendiri dan pihak lain serta memaksimalkan simpati antara diri sendiri dan pihak lain. Berikut ini merupakan tuturan yang berkenaan dengan bidal kesimpatian. 1. Saya ikut berduka cita atas meninggalnya Ayahanda tercinta. 2. Saya benar-benar ikut berduka cita yang sedalam dalamnya atas meninggalnya Ayahanda tercinta. Tuturan 1 dan 2 merupakan tuturan yang mematuhi prinsip kesantunan bidal kesimpatian. Derajat pematuhan terhadap bidal kesimpatian oleh tuturan 2 lebih tinggi jika dibandingkan dengan tuturan 1. Sebaliknya, tuturan 3B dan 4B berikut ini merupakan tuturan yang melanggar prinsip kesantunan bidal kesimpatian. 3. A: Bu, Ayah saya meninggal. B: Semua orang akan meninggal. 4. A: Bu, Ayah saya meninggal. B: Tumben. Tuturan 3B dan 4B melanggar bidal kesimpatian karena tidak meminimalkan antipati dan tidak memaksimalkan simpati antara diri sendiri dan pihak lain, bahkan justru sebaliknya. Dengan demikian, kedua tuturan itu merupakan tuturan yang tidak/kurang sopan. Prinsip kesantunan Leech di atas, menurut Gunarwan dalam (Rustono 1999:71) didasarkan pada nosi-nosi biaya/cost dan keuntungan/benefit, celaan/penjelekan/dispraise,dan pujian/praise, kesetujuan/agreement, kesimpatian dan keantipatian.