Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH DASAR KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA

“KESEHATN DAN KESELAMATAN KERJA”

Oleh :
NO NAMA KELAS STANBUK
1 Maydlin Markus K3 J1A118112
2 Mardianti K3 J1A118062
3 Ade Fikriani K3 J1A118264
4 Matahari K3 J1A118180
5 Yastiara K3 J1A118154
6 Irmawati K3 J1A118071
7 Winda Asmarani R K3 J1A118035
8 Toni Alvid Wijaya K3 J1A118169
9 Agustang K3 J1A118090
10 Marsytha F. A. K3 J1A118280
11 Aan Wahyu K3 J1A118237
12 Prawito Gatot Nugroho K3 J1A118146
13 Megawati K3 J1A118182
14 Ulva Ayu Lestari K3 J1A118217
15 Sarlina K3 J1A118023
16 Ryaasti Zalzabila R K3 J1A118155

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2018

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan yang maha Esa, atas limpahan
rahmatnya yang telah memberikan kesehatan dan kesempatan sehingga makalah
ini dapat terselesaikan dengan tepat waktu.

Sesuai dengan topik makalah ini yang berjudul”kesehatan dan keselamatan


kerja”,makalah ini membahas tentang materi yang berhubungan dengan kesehatan
dan keselamatan kerja.Walaupun makalah ini tidak sepenuhnya sempurna
diharapkan makalah ini mampu memenuhi tugas dari mata kuliah dasar k3 dan
dari makalah ini diharapkan mampu memberikan kita banyak pengetahuan dan
pembelajaran mengenai kesehatan dan keselamatan dalam bekerja.Untuk itu, kami
mengharapkan kritik serta saran dari pembaca, agar tugas ini nantinya dapat
menjadi lebih baik lagi.Demikian apabila terdapat banyak kesalahan pada tugas
ini kami mohon maaf yang sebesar-besarnya.

Kendari, Maret 2019

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

MAKALAH DASAR KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA................i


KATA PENGANTAR.............................................................................................ii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
A. Latar Belakang..............................................................................................1
B. Rumusan Masalah.........................................................................................1
C. Tujuan...........................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................2
A. Definisi kesehatan dan keselamatan kerja ((k3)...........................................2
B. Sejarah Perkembangan Kesehatan Dan Keselamatan Kerja (K3)...............4
C. Ruang Lingkup Kesehatan Dan Kesalamat Kerja (K3)..............................15
D. Peraturan Dasar Kesehatan Dan Keselamatan Kerja (K3)..........................17
BAB III PENUTUP...............................................................................................21
A. Kesimpulan.................................................................................................21
B. Saran............................................................................................................21
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................22

iii
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) merupakan salah satu perlindungan


tenaga kerja baik pada sektor formal maupun sektor informal.Kegiatan dan
penerapan K3 sektor formal pada umumnya telah diterapkan dengan baik, akan
tetapi sektor informal belum melakukan dan menerapkan kegiatan K3 dengan
baik. Kegiatan kerja dan tempat kerja sektor informal sangat beragam dan belum
diklasifikasikan atas jenis usaha, jenis pekerjaan, dan lokasi kerja. Pemerintah
Kabupaten Boyolali belum memiliki kebijakan mengenai penerapan program K3
di sektor informal Diskopnaker Kab. Boyolali (2017).
Upaya kesehatan kerja ditujukan untuk melindungi tenaga kerja agar terbebas
dari kecelakaan akibat kerja dan penyakit akibat kerja. Diperlukannya dukungan
dari pemerintah untuk melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap
masyarakat dan setiap penyelenggara kegiatan kerja baik dalam sektor formal
maupun sektor informal.International LabourOrganization (ILO) tahun 2013
menyatakan, setiap 15 detik terdapat 1 pekerja di dunia meninggal dikarenakan
kecelakaan kerja dan 160 pekerja mengalami sakit akibat kerja.

B. Rumusan Masalah

1. Menjelaskan Pengertian Dari K3!


2. Menjelaskan Sejarah Dari K3!
3. Menjelaskan Ruang Lingkup K3!
4. Menjelaskan Tentang Peraturan Dasar K3!

C. Tujuan

1. Untuk Menjelaskan Pengertian Dari K3.


2. Untuk Menjelaskan Sejarah Dari K3.
3. Untuk Menjelaskan Ruang Lingkup K3.
4. Untuk Menjelaskan Tentang Peraturan Dasar K3.

1
BAB II PEMBAHASAN

A. Definisi kesehatan dan keselamatan kerja ((k3)

Dalam masyarakat tradisional,anggapan bahwa kecelakaan merupakan nasil


atau takdir masih banyak terjadi sehingga seolah-olah kecelakaan tidak dapat
dihindarkan. Kecelakaan dimaknai sebagai takdir “inilah cara pandang yang
masih begitu dihayati oleh masyarakat Indonesia. Cara pandang ini harus
dibongkar habis sebab kecelakaan bukan (semata) takdir. Yang harus bertanggung
jawab bukan lahtuhan, tetapi manusia, sendiri yang dibekali akal untuk mampu
berbuat preventif.
Untuk menjawab pertanyaan ini, Heindrich seorang ahli keselamatan, pada
tahun 1930 dalam bukunya Accident preventio nmengemukakan:
1. Bahaya setiap kecelakaan pasti ada sebabnya. Tidak ada kejadian apapun
yang tanpa sebab sebagai pemicunya.
2. Jika faktor penyebab tersebut dibilangkan, maka dengan sendirinya
kecelakaan dapat di cegah. Sebagai contoh, lantai yang licin karena ceceran
minyak merupakan faktor penyeab kecelakaan atau tepeleset. Jika lantai di
bersihkan dan ceceran minyak dibuang ,maka dengan sendirinya kemungkinan
kecelakaan akibat terpeleset dapat dihindarkan.

Atas dasar tersebut di atas, maka menurut Heinrich, setiap kecelakaan dapat
di cegah, selanjutnya Heindrich mengemukakan 10 oksioma sebagai berikut.

1. Bahwa kecelakaan merupakan rangkaian proses sebab akibat. Tidak ada


kecelakaan yang hanya disebabkan oleh faktor tunggal, namun merupakan
rangkaian sebab dan akibat yang saling terkait. Sebagai contoh, adanya
ceceran minyak. Dilantai kemungkinan disebabkan peralatan yang rusak atau
bocor. Sistem penimbunan yang tidak baik prosedur pembersihan tidak ada
atau karena penagwasan yang kurang baik.
2. Bahwa sebagian besar kecelakaan disebabkan oleh faktor manusia dengan
tindakannya yang tidakaman yang menurut penyelidikan mencapai 85% dari
seluruh kecelakaan.
3. Bahwa kondisi tidak aman dapat membahayakan dan menibulkan kecelakaan.
Dari setiap 300 tindakan tidak aman, akan terjadi 1(satu) kali kecelakaan yang
mengakibakan kehilangan hari kerja.
4. Bahwa tindakan tidak aman dari seseorang dipengaruhi oleh tingkah laku,
kondisi fisik, pengetahuan dan keahlian serta kondisi lingkungan kerjanya.
5. Untuk itu upaya pencegahan, kecelakaan harus mencakup berbagai usaha
antara lain dengan melakukan perbaikan teknis, tindakan persuatif. Penesuaian

2
individu dengan pekerjaannya dan dengan melakukan penegakan disiplin(law
enforcement).
6. Keparahan suatu kecelakaan berbeda satu dengan lainnya, dan ini di pengaruhi
oleh beragai faktor terutama kondisi lingkungan kerja dan potensi bahaya
serta ketahanan manusia menerima bahaya tersebut.
7. Program pencegahan kecelakaan harus sejalan dengan program lainnya dalam
organisasi seperti program produksi, penekanan biayadan produktivitas. Hal
ini sangat jelas, karena aspek K3 berkaitan dengan seluruh proses bisnis dalam
organisasi, sehingga berkembang konsep, integrate safety sebagaimana telah
dibahas sebelumnya.
8. Pencegahan kecelakaan atau program keselamatan dalam oranisasi tidak akan
berhasil tanpa dukungan dan peran serta manajemen puncak dalam organisasi.
Manajemen harus memiliki komitmen nyata mengenai K3 sebagai bagian
penting dalam keberhasilan usahanya, sehingga bukan sekedar untuk
memenuhi formalitas.
9. Pengawas merupakan unsur kunci dalam program K3, karena pengawas
adalah orang yang langsung berhubungan dengan tempat kerja dan pekerjanya
pengawas paling tahu mengenai kondisi tempat kerja dan memiliki otoritas
untuk melakukan pengawasan dan pembinaan.
10. Bahwa usaha keselamatan menyangkut aspek ekonomis yang berkaitan
dengan poduktivitas serta biaya kecelakaan yang harus dikeluarkan. Namun
demikian, biaya langsung yang terlihat hanya sebagian kecil dari kerugian
kecelakaan yang sebagian besar merupakan kerugian tidak langsung
atau“hidden cost”.

Dari teori klasik Heindrich initerlihat bahwa upaya pencegahan kecelakaan


tidaklah mudah memerlukan upaya terencana dan menyeluruh.Bahkan prof. James
Reason dari universitas Manchester. Menyatakan :managing Safety is like
“fighting a geurilla war in which There no final victory” it is a never ending
struggle to identify or elininute or control huards.
Pencegahan kecelakaan ibarat perang gerilya yang tidak pernah berakhir,
selama organisasi masih eksis dan menjalankan aktivitasnya.Upaya pencegahan
kecelakaan tidak akan berhasil dengan upaya satu dua hari atau hanya bersifat
program sesaat, tetapi memerlukan kegiatan yang terus menerus selama oprasi
masih berlangsung.

3
B. Sejarah Perkembangan Kesehatan Dan Keselamatan Kerja (K3)

Kesehatan dan Keselamatan Kerja pada mulanya berkembang


darikesadaran bahwa pekerja dapat menimbulkan gangguan kesehatan atau
penyakit akibat kerja yang memerlukan upaya pencegahan. Dalam sejarah,
tersayat bahwa pada awalnya manusia purba takut pada api yang berasal mereka
juga takut akan bencana alam lainnya seperti peledakan, gempa bumi, kebakaran
dan letusan gunung berapi, namun manusia purba hanya dapat menerima nasib
dan lari dari bahaya bila terjadi bencana. Sejalan dengan perkembangan
peradaban, ternyata api peledakan dan semua jenis bencana lainnya dapat menjadi
akibat kegiatan atau pekerjaan manusia, bahkan dari kegiatan atau pekerjaan
manusia dapat timbul jenis kecelakaan yang lain seperti jatuh dari ketinggian,
tersayat, dan jatuh sakit karena cedera, menjadi cacat sampai menimbulkan
kematian. Cedera atau penyakit yang diakibatkan oleh kegiataan atau pekerjaan
ini banyak menimbulkan kerugian baik fisik maupun mental. Untuk menghindari
kerugian ini, manusia secara naluri melakukan upaya pencegahan yang sedehana
sesaui pengetahuan dan alat yang tersedia pada zamannya.
Sejarah upaya manusia melindungi kesehatan dan keselamatannya dalam
bekerja tercatat paling awal adalah pada zaman sejarah, yaitu orang Mesir telah
mengenal maanfaat cadar bagi perlindungan respiresi saat menambang cinnabar
(red mercury oxide); di Arabia ada acatatan tentang efek sinar matahari pada
pekerja di tambang Raja Solomon. Selanjutnya pada abad pertengahan sesbelum
abad ke-19 tercatat Georgius Agricola, Theophrastus Bombastus van Hohenheim
Paracelsus dan Bernardino Ramazini telah merintis pelaksanaan upaya kesehatan
kerja untuk mencegah terjadinya penyakit akibat kerja.
Sejarah selanjutnya mencatat bahwa banyak upaya kesehatan dan
keselamatan kerja yang telah merintis dan tercatat dalam sejarah modern. Di
Eropa, pada abad ke-19, Anthony Ashkey Cooeer, 7th Earl of Shaftesbury (1801-
1885) menurunkan jam kerja dan meningkatkan kondisi kerja bagi pekerja anak
dan wanita di tambang, pabrik dan di tempat kerja lainnya; Dr. Thomas Percival
(1740-1804) melaporkan tentang pekerja anak di pabrik tekstilnya; Robert Owen
(1771-1858) memberlakukan kondisi kerja yang baik di pabrik tekstilnya.
Legislasi dipabrik dimulai okeh Sir Robert Peel Sr. (1788-1850); tercatata pula
Sadler (1780-1835) yang mendukung perubahan pada perlemen. Dr. Thomas
Legge (1863-1932) adalah inspector pabrik pertama di Inggris dan penulis buku
Industrial Maludies (1934). Beberapa nama yang juga tercatat banyak berperan di
bidang K3 di negeri mereke antara lain Erisma (1842-1915) di Russia; dan
Hamilton (21869-1970) di America yang banyak meneliti tentang keracunan
timah hitam.
Kita perlu memepelajari sejarah kesehatan dan keselamatan kerja yang
telah lebih dulu berkembang di dunia barat, tentang apa, menagap dan
abagaiamana mereka melaksanakan upaya perlindungan kesehatan bagi perkeja,
selanjutnya yang baik dari pengalaman mereka dan sesuai kondisi kita dapat ambil
menjadi contoh. Di bawah ini adalah hasil tinjauan pustaka, tercatat beberapa

4
nama orang beserta karyanya yang berjasa dalm tonggak prasejarah
perkembangan kesehatan dan keselamatan kerja di dunia, menurut kronologik dari
zaman prasejarah, abad pertengahan, khususnya di masa revolusi industry sampai
dengan zaman modern.
1. Hippocrate (370 BC)
Hippocrate adalah seorang petani dan ahli logam. Ia menyadari bahwa
sebagian beserta pekerja tambang terpajan debu dan gas atau uap yang
mempunyai bau yang cuckup menyengat, dan pajanan timbul menyebabkan
terjadinya kolik, yaitu nyeri perut yang luar biasa (‘melilit’).

2. Pliny the Elder (50 AD)


Pliny the Elder melakukan penelitian tantnang penyakit asbestos (penyakit
saluran pernapasan yang terjadi akibat menhirup serat-serat asbes) pada pekerja di
tambang. Dia menggunakan kain penutup yang terbuat dari kandung kemih
binatang untuk melindungi pekerja dari pajanan.

3. Ullnich Ellenbog (1440-1499)


Di Jerman pada tahun 1473, beliau meneliti tentang bahaya di ditempat kerja
yang di hadapi oleh pekerja tambang logam dan ema. Bhaya yang ditemukan
berupa fume (gas atau uap hasil kondensasi) logam atau benda padat lainnya.
Fume tersebut berasal dari batu tiara, asam nitric, timbale, dan merkuri. Hasil
karyanya berupa buku berjudul On the Poisonous wicked fumes & Smokes.

4. Paracelsus (1493-1541)
Paracelsus dari Australia mempunyai nama asli Theophratus Bombastus Von
Heohenheim dan dikenal sebagai Bapak Toksikologi. Beliau menyadari hubungan
dosis-resporis anatara kejadian penyakit pada pekerja pengecoran logam dan
beratnya penyakit. Beliau menyadari bahwa “Dose makae the poison” yang dapat
di artikan sebagai dosis yang tepat membedakan anatar racun dan obat, hal
tersebut telah menjadi dasar perkembangan disiplin ilmu toksikologi. Dan beliau
juga menyatakan bahwa semua substansi adalah racun, tidak ada yang tidak
menjadi racun.

5. Georgios Bauer Agricola (1494-1555)


Agricola dari Bohemia di kenal sebagai ‘Father of Industrial Medicine’.
Beliau meneliti tentang debu merkuri, air yang dingin, debu kering, dan debu
‘korosif’ yang di daerah pertambangan, menemukan perkerja tambang dengan
gejala silikos. Untuk mencegah penyakit tersebut, beliau menganjurkan tentang
pentingnya kebersihan udara di lingkungan kerja. Agricola juga menulis buku
yang berjudul De Re Mettalica yang di terjemahkan dalam bahasa Inggris yaitu
Of Thungs Metallic. Buku tersebut berhubungan dengan setiap dari pertambangan,
peleburan, dan pemurnian dari emas dan perak. Untuk mencegah terjadinya suatu
penyakit pada pekerja tambang, maka Agricola merencanakan untuk mendesain
ventilasi dan alas pelindung diri, seperti sepatu boot dan sarung tangan.

5
6. Bernardino Ramazzini(1633-1714)
Ramazzini adalah seorang prosfesor di Modena,sejak tahun 1950,Ramazzini
dikenal sebagai The Father Of Occupational Medicine(Bapak ilmu kedokteran
kerja)Beliau menulis buku yang berjudul De Morbis Artificium Diatriba(Disease
of Workers),yang membahas penyakit yang terdapat dikalangan pekerja.Beliau
melakukan penelitiannya pada pekerja logam,penyepuh,pengobat,dukun
penyembuh,ahli kimia,pembut barang-barang tembikar,tukang kaleng,pekerja
kaca,pembuat cermin,pelukis,pandai besi,dan pencetak.Dalam beberapa kasus dia
d ikenal dengan penelitiannya yang menyatakan bahwa adanya hubungan antara
pajanan kimia dengan terjadinya suatu penyakit.Rmazzini terkenal dengan nasihat
terbaiknya kepada seorang dokter,yaitu untuk selalu menanyakan”Apa
Pekerjaanmu?”kepada setiap pasiennya.

7. Samuel Stockhausen
Pada tahun 1656 beliau menulis buku tentang asma akibat kerja yang berjudul
The Nexious Fumes Of Litharge,Diseases Caused by them and
Miners(asthma)dan merekomendasikan kepada para pekerja tamabng untuk
menghindari dan tidak menghirup debu terutama pada kerja tamabng timbal.

Perkembangan K3 di Indonesia.

Di Indonesia,dimulai dari pemerintah Kolonial Belanda,pada tahun 1847


sudah ada upaya pencegahan kebakaran pafda pemakaian mesin uap untuk
keperluan industri,namun belum tertuju pada perlindungan pekerja.Karena banyak
terjadinya kecelakaan dan kematian akibat penggunaan mesin uap,maka pada
tahun 1852 dikeluarkan Staatsblad No.20 yang mengatur tentang pelaksanaan
kerja pada pemakaian pesawat uap yang pelaksanaan pengawasannya diserahkan
pada instansi Dienst Van Her Stoomwezen.Peraturanini adalah dokumen sejarah
yang paling awal yang dapat ditelusuri tetang dimulainya upaya perlindungan
pekerja di Indonesia.Perkembangan selanjutnya dicatat oleh dewan keselamatan
dan kesehatan kerja Indonesia dalam Buku Satu Abad Keselamatan dan
Kesehatan Kerja di Indonesia 1900-2000 dibagi menjadi3 periode.Periode
pertama yaitu pada zaman sebelum kemerdekaan(1900-1945);periode kedua yaitu
setelah indonesia merdeka sampai dengan ditetapakannya undang-undang No.1
tahun 1970 tentangkeselamatan dan kesehatan kerja;periode ketiga adalah setelah
ditetapkannya undang-undang tersebut sampai dengan tahun 2000.
Di bawah ini disajikan sekilas tentang perkembangan kesehatan kerja
dalam 3 periode seperti yang tersebut di atas,di tambah dengan periode setelah
tahun 2000 sampai dengan diterbitkannya buku ini.Sebagian besar dari
perkembangan kesehatan kerja dalam 3 periode pertama di sunting dari buku
DK3N(atas izin yang di dapatkan dari ketus DK3N ),sedangkan perkembangan
yang terjadi dalam satedekade terakhir dicatat oleh penulis dari berbagai sumber.

6
1. Perkembangan kesehatan pekerja sebelum kemerdekaan(1900-1945
Kegiatan kesehatan kerja di Indonesia belum diketahui dengan pasti kapan
dimulainya,namun sebelum abadfke-19 sudah diketahui bahwa ilmu kedokteran
kuno dan pengobatan tradisional telah dikatakan.yang telah diketahui dengan pasti
adalah zaman VOC telah dibentuk dinas kesehatan yang pada awalnya merupakan
dinas kesehatan militer kerajaan Belanda.Sampai pada akhir abad ke-
19,perlindungan trhadap tenaga kerja masih sangat sederhana dan pada saat itu
perlindungan lebih di arahakan terhadap sarana memproduksi,berupa mesin dan
pesawat uap.Hal ini tercermin dalm perundang-undangan pesawat uap pada tahun
1852 yan g dibuat oleh pemerintah Hindia Belanda.Dengan diartikan dinas
Stoomwezen,maka dapat dikatakan bahwa sejak saat itu pemerintah Hindia
Belanda mulai melakukanperlindungan hukum terhadap bahaya yang langsung
mengancam jiwa,walau baru terbatas pada wilayah pekerja yang melayani
pesawat uap saja.Saat itu,industri dan perusahaan yang berkembang masih
terbatas pada perusahaan perkebunan dan pertanian hasil hutan dan
pertambangan,didukung oleh sarana transportasi kereta api,sungai,darat,dan
laut.Sebagian besar perusahaan berada di pulau Jawa.
Upaya kesehatan saat itu ditujukan untuk memberikan pelayanan
kesehatan sekedarnya kepada para pekerja agar mereka cukup sehat dan mampu
memproduksi bahan yang diperlukan Belanda.Pada awal abad ke-20,pemerintah
Hindia Belanda telah melangkah lebih maju dalam perlindungan pekerja yaitu
dengan membuat peraturan kebersihan,keselamatan,dan kesehatan yang masih
sederhana,sesuai keperluan waktu itu,namun kesehatan kerja belum berkembang
seperti di Eropa yang mengalami revolusi industri.Veilegheidsreglement telah
ditetapakan pada tanggal 17 oktober 1905 dengan Staatsblad No.251 peraturan
perundangan itu dicabut dan diganti dengan Veilegheidsreglement yang baru pada
tahun 1910 dengan staatsblad No.406. Veilegheidreglement yang dalam bahasa
Indonesia di kenal sebagai undang-undang keselamatan,berlaku sampai
diterbitkannya undang-undang No.1 tahun 1970 tentang keselamatan kerja.
Dinas pengawasan keselamatan kerja atau Dienst van bet
veilegheidstoezicth dinas uap atau Dienst van het stoomwezen.Tugas dinas
tersebut bertambah besar dengan dibebankannya pengsawasan terhadap
pelaksanaan ordonans tentang kerja malam bagi wanita dan pekerja anak atau
vrowen nachturbeidts en kinderarbeid ordonnanti,selain pengawasan terhadap
pelaksanaan ordonasi keselamatan.pengaturan tentang pertolongan pertama pada
keselamatan dituangkan sebagai peraturan khusus AA dalam peraturan khusus
Direktur pekerjaan umum No.119966/Stw tanggal 19 agustus 1910(peraturan
pelaksanaan pasal 2 Bari Staatblad No.406 tahun 1910).
Selanjutnya banyak di berlakukan undang-undang yang lebih
menitikberatkan pada keselamatan, seperti disektor perminyakan, perkeretaapian,
pelayaran, angkutan udara, dan tambang.

7
2. Perkembangan kesehatan kerja tahun 1945-1970
Pada kurun waktu antara 1942-1945 zaman pendudukan Jepang di
Indonesia,kesehatan kerja tidak diperhatikan,pengawasan keselamatan kerjha
dipabrik dan ditempat kerja lainnya tidak berfungsi,karena pada waktu itu sedang
berlangsung perang Dunia II. Dinas pengawasan keselamatan kerja dan kantor
cabangnya ditutup. Tidak diperoleh data mengenai pelaksanaan keselamatan dan
kesehatan kerja di zaman ini. Perusahaan yang menyadari pentingnya masalah
keselamatan kerja melaksanakan sendiri pencegahan kecelakaan.
Pada saat penduduk Jepang ini peraturan perundang-undangan yang dibuat
oleh pemerintah Hindia Belanda tidak dicabut atau diganting dengan peraturan
yang baru. Segera setelah Proklamasi Kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945
ditetapkan Undang-Undang Dasa Negara Republik Indonesia yang kemudia
dikenal sebgai UUD 1945. Pada Aturan Peralihyan UUD 1945 Pasal II dinyatakan
bahwa semua badan negara dan peraturan yang ada masih langsung berlaku
sebelum diadakan yang baru menurut Undang-Undang Dasar.
UUD 1945 pasal 27 ayat (2) menyebutkan bahwa setiap warga negara
berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Pasal ini
merupakan landasan bagi setiap peraturan perundangan dibidang ketenagakerjaan.
Setiap pekerja mempunyai hak untuk memperoleh atas kesehatan dan keselamatan
kerja, moral dan kesusilaan serta perlaku yang sesuai dengan harkat dan martabat
manusia, dan nilai agama.
Pada tahun 1947 diterbitkan Undang-Undang No.33 tentang Kecelakaan,
atau biasa disebut sebagai Undang-Undang Kompensasi. Undang-Undang ini
ingin menyatan bahwa dalam keadaan kekurangan, Pemerintah RI akan tetap
mengutamakan perlindungan pekerja dari bahaya kecelakaan dan penyakit akibat
kerja. Pada tahun 1948, dikeluarkan Undang-Undang Kerja NO.12 oleh Negara
Republik Indonesia, yang kemudian diberlakuakn untuk seluruh Indonesia dengan
UU NO.1 tahun 1951. Disamping itu, dengan Ordenasi NO.9 tahun 1949 diatur
tentang Pembatasan Kerja Anak (staatblad tahun 1949 No. 8). Pada tahun 1957,
dibentuk Lembaga Kesehatan Buruh, yang kemudian berubah menjadi Lembaga
Kesehatan dan Keselamatan Buruh dan kemudia menjadi Lembaga Higiene
Perusahaan dan Keselamatan Kerja yang bertugas untuk mengembangkan ilmu
Higiene Perusahaan dan Keselamatan Kerja.
Untuk menjamin diselenggarakannya higiene perusahaan dan kesehatan
kerja secara baik diterbitkan pengaturan Materi Perburuhan No.7/PMP/1964
tentang Syarat-syarat Kesehatan, Kebersihan dan Penerangan di tempat kerja.
Mengingat pentingnya sumber daya manusia di bidang K3, oleh Mentri Tenaga
Kerja diterbitkan peraturan Menteri Tenaga Kerja RI No.56 Tahun 1969 tentang
Penyelenggaraan Kursus Latihan Kader Tenaga Kerja.

8
Dalam rangka menata peraturan dan penerbitan ketenaga kerjaan, maka di
undangkan UU No.14 tahun 1969 tentang ketentuan-ketentuan Pokok Mengenai
Tenaga Kerja. Undang-Undang No. 14 tahun 1969 antara lain menyatakan bahwa
setiap tenaga kerja berhak mendapatkan perlindungan atas keselamatan,
kesehatan, kesusilaan, pemeliharaan modal kerja, serta perlakuan yang sesuai
dengan martabat manusia dan moral agama. Perlindungan terhadap kesehatannya
dan keselamatan pekerja merupakan suatu yang sangat mendasar karena
menyangkut jiwa manusia.

3. Perkembangan Kesehatan Kerja Tahun 1970-2000


Sejak berlakunya Undang-Undang No.1 tahun 1970 tentang Keselamatan
Kerja menggantikan Veilingheids reglement 1910 staatsblad No.406, upaya
perlindungan terhadap pekerja di Indonesia mulai lebih diperhatikan. Undang-
Undang Keselamatan Kerja Mengatur hak dan kewajiban pekerja dan pemberi
kerja untuk melaksanakan syarat-syarat kesehatan kerja disamping syarat-syarat
keselamatannya kerja. Ketentuan ini berlaku disemua tempat kerja, baik didarat,
didalam tanah, dipermukaan air, didalam air, maupun diudara yang ada di wilayah
kekuasaan Republik Indonesia.
Dalam rangka pembinaan kesehatan pekerja disamping keselamatan,
Kementrian Tenaga Kerja dan Trasmigrasi yang saat ini mudah berkala.
Departeman telah berinisiasi memberlakukan banyak peraturan yang mengatur
pelaksanaan Kesehatan Kerja terutama di perusahaan, antara lain tentang
kewajiban latihan higiene perusahaan, kesehatan dan keselamatan kerja bagi
dokter perusahaan (1976) dan tenaga para medis perusahaan (1976) yang
bertujuan untuk memenuhi kebutuhan sumber daya manusia, mengingat saat ini
mta ajaran tentang kesehatan kerja belum terakomodasi di pendidikan formal;
tentu kewajiban melaksakaanya pemeriksaan kesehatan sebelum bekerja dan
pemeriksaan kesehatan secara berkala (1980) dalam rangka melindungi pekrja
dari efek buruk yang mungkin ditimbulkan dari pekerja dan untuk mendapatkan
pekerja yang sesuai dengan ketentunaan pekerjaan; tentang kewajiban
melaksanakan pelayanan keselamatan kerja (1982) unyuk memenuhi setiap hak
pekerja dalam hal mendapatkan laporan kesehatan pekerja yang komprehensif,
tentang diagnosa dan pelaporan penyakit akibat kerja (1989), yang disusl dengan
Keputusan Presiden tentang penyakit yang timbul akibat hubungan kerja (1993),
beserta Keputusan Presiden tentang wajib lapor penyakit hubungan kerja (1999);
selanjutnya tentang keseharusan pembentukkan Panitia Pembina Keselamatan dan
Kesehatan Kerja diperusahan sebagai wadah terdepan pelaksanaan Kesehatan
Kerja di samping Keselamatan Kerja, yang pelaksanaan yang pantau oleh
inspektur (1987); sampai perlakuaan Undang-Undang Jmasostek (1992) beserta
peraturan menteri yang mengatur pelaksaan jaminan dan kompensasi bagi pekerja
yang jatuh sakit, cedera, atau meninggal akibat kerja (1989); tentang hal-hal yang
lain yang berkaitan dengan kesehatan kerja dalam seperangkat peraturan atau
keputusan yang dikeluarkan oleh Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, akan di
bahas dalam Bab 2.

9
Dalam periode ini yang menggembirakan adalah Kementrian Kesehatan
yang saat itu bernama Departemen Kesehatan,sejak diberlakukannya undang-
undang No.23 Tahun 1992 tentang Kesehatan,mulai fokus di bidang Kesehatan
kerja dalam rangka melaksanakan tugasnya sebagai bagian dari pemerintah yang
bertanggung jawab atas pembangunan kesehatan seluruh bangsa,dengan
memasukkan upaya kesehatan kerja sebagai salah satu dari 15 upaya kesehatan
yang ditetapkan.Upaya kesehatan kerja diselenggarakan untuk mewujudkan
produktivitas kerja yang optimal,meliputi pelayanan kesehatan kerja,pencegahan
penyakit akibat kerja dan syarat kesehatan kerja dan setiap tempat kerja wajib
menyelenggarakan kesehatan kerja.Dengan demikian,dalam upaya memenuhi
kebutuhan,penanganan keselamatan dan kesehatan kerjatelah berkembang secara
lebih serius sejalan dengan peningkatan aspek moral minat
perorangan,industriawan,dan pemerintah untuk menolong pekerja dari penyakit
akibat kerja dan cedera.
Pembangunan yang dilaksanakan oleh Departemen Kesehatan mulai
dengan pembinaan teknis antara lain membuat buku sake Gizi Bagi Wanita yang
bekerja (1994) dan pos Upaya Kesehatan Kerja (1997).Pada tahun 1997 telah
dibangun lebih dari 100 pos UKK yang terutama tersebar di Pulau Jawa dan Bali.
Di tingkat birokrasi,selain sektor ketenagakerjaan dan sektor kesehatan
yang memperkarsai pengaturan kewajiban pelaksanaan kesehatan kerja di
lapangan,pada perkembangannya beberapa departemen lain dalam rangka
menjamin keselamatan dan kesehatan pekerja secara sektoral juga menerbitkan
ketentuan yang mengatur pelaksanaan kesehatan pekerja,yang umumnya
digabungkan dengan ketentuan yang mengatur keselamatan kerja,contohnya di
sektor pertambangan (1995) dan di sektor ketenaganukliran (1997).
Di dunia usaha dan dunia kerja pelaksanaan kesehatan kerja masih sangat
memprihatinkan,kecuali di beberapa perusahaan multinasional yang dituntun
perusahaan induknya atau perusahaan besar yang bersaing di dunia
internasional,dan sedikit perusahaan nasional yang dituntut untuk pemenuhan
kewajiban melaksanakan Sistem Menejemen Keselamatan dan Kesehatan
Kerja.Tingkat kemiskinan dan pegangguran yang tinggi serta belum
membudanyanya Keselamatan dan Kesehatan Kerja diduga menjadi penyebab
utama,ditambah dengan lemahnya pengawasan dan pelaksanaan hukum.Hal ini
diperberat dengan tumpang tindihnya peraturan perundangan,selain menjadi tidak
kondusif dan tidak efisien juga membingungkan pelaksaanan di lapangan.
Upaya harmonisasi peraturan perundangan dalam bidang kesehatan kerja
mulai dirintis,salah satunya adalah dengan menerbitkan beberapa Surat Keputusan
Bersama (SKB) antara Departemen kesehatan dan Departemen Tenaga Kerja dan
Transmigrasi.Selain itu, Dewan Keselamatan Kerja Nasional (DK3N) dan Dewan
Keselamatan Kesehatan Kerja Wilayah (DK3W) yang dibentukpemerintah pada
tahun1980 dapat menjadi wadah yang baik dalam upaya harmonisasi,mengingat
tugas pokok DK3N dan DK3W adalah memberi pertimbangan kepada pemerintah
dan membantu pembinaan di bidang keselamatan dan kesehatan pekerja,serta
keanggotaan DK3N ysng terdiri dari unsur tripartid yaitu unsur pengusaha yang
dalam hal ini diwakili oleh Asosiasi Pengusaha Indonesia,unsur pekerja yang
diwakili oleh berbagai organisasi pekerja,dan unsur pemerintah yang terdiri dari

10
beberapa departemen yang terkait dengan pelaksanaan keselamatan dan kesehatan
pekerja di lapangan.Upaya harmonisasi jug tercermin dari peraturan Menteri
Tenaga Kerja tentang Sistem Manajemen K3 (1996) yang diharapkan dapat
menampung semua ketentuan keselamatan dan kesehatan kerja yang berlaku di
berbagai sektor secara terpadu.
Sitem Manajemen K3 dan Sistem Audit K3 merupakan usaha pembinaan
keselamatan dan kesehatan kerja di akhir abad 20 yang perlu dievaluasi
pelaksanaannya serta di kembangkan lebih lanjut sebagai saran peningkatan
program keselamatan dan kesehatan kerja mengarah pada usaha kecelakaan nihil
di tempat kerja,serta peningkatan status kesehatan kerja dan kapasitas kerjanya
selain penyakit akibat kerja.
Selain itu,diakhir abad ke-20 initercatattanggal 12 januari telah ditetapkan
Sebagai Hari Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Nasional oleh keputusan menteri
tenaga kerja pada tahun 1990, merupakan perkembangan dari bulan kampanye K3
yang dilaksanakan secara nasional selak tahun 1984. Berbagai kegiatan dilakukan
oleh instansi perusahaan dan masyarakat meliputi kegiatan penyuluhan K3,
pendidikan K3, seminar, lomba poster K3, lomba penulisan K3 ,serta pemilihan
perusahaan teladandan penghargaan lainnya pelaksanaanya perlu dievaluasi dan
dikembangkan lebih lanjut secara lebih terpadu dan menyeluruh, terutama di
bidang kesehatan kerja.
Perkembangan kesehatan kerja di Indonesia, dibantu oleh badan dunia,sejarah
mencatat bahwa sejak awal tahun 1980-an ILO Jakarta telah mengadakan
beberapa proyek kerjasama teknik di bidang keselamatan dan kesehatan kerja dan
kondisi kerja (Occupational Safely And Health And Corking
Condition).padatahun 1995, ILO membentuk ILO Advisory Missionuntuk
Indonesia dan berhasil memberikan 12 butir rekomendasi terhadap pelaksanaan
K3 di Indonesia, dibidang keselamatan kerja antara lain departemen tenaga kerja,
departemen tenaga kerja,departemen kesehatan dan PT asuransi tenaga kerja
seharusnya bergabung dalam mengembangkan system untuk melakukan
identifikasi penyakit di tempat kejadian untuk melakukan promosi pencegahan.
Isi selengkapnya dituangkan dalam laporan ILO Advisory MissionberjudulA
Strategy The Improvement Of Occupational Safely And Health And Working
Condition In Indonesia.

4. perkembangan kesehatan kerja tahun 2000-2010


Sebelum dekade ini, pemerintah telah mendorong dilakukannya upaya
keselamatan dan keselamatan kerja, sayangnya kondisi di Indonesia masih terjadi
polarisasi dalam penanganan kebijakan keselamatan dan kesehatan
kerja.otoritasinstitusi yang berwenang menangani keselamatan dan kesehatan
kerja di sector industry nonmigas dan non pertambangan ada di kementrian tenaga
kerja dan transmigrasi, sedangkan sektormigas dan bertambangan berada di
kementerian energy dan sumber daya mineral, dan sector kesehatan berada di

11
kementrian kesehatan. Kebijakan pengembangan sumber daya manusia di bidang
keselamatan dan kesehatan kerja juga belum terorganisasi dengan baik,belum
adanya koordinasi yang komprehensif antara pemerintah c.q. Kementrian yang
berwenang, asosiasi atau lembaga swadaya masyarakat, dunia industri dan
perguruan tinggi, mengkibatkan sumber daya manusia di bidang keselamatan dan
kesehatan kerja belum mencukupi baik secara kuantitas maupun kualitas karena
kurang sesuai dengan komprehensif yang dibutuhkan lapangan.
Di samping hal-hal yang memprihatinkan, ada yang cukup
menggembirakan yaitu pada dekade ini Kerja mulai diperhitungkan. Dalam upaya
memenuhi kebutuhan, pengelolaan Kesehatan Kerja telah berkembang secara
lebih serius yang sejalan dengan peningkatan aspek moral minat perorangan,
industriawan, dan pemerintah untuk melindungi pekerja dari gangguan kesehatan
dan cedera, dan kedepan diharapkan Kesehatan Kerja di dunia usaha dan dunia
kerja. Hal iniselain sejalan dengan tuntutan global dalam dunia usaha yaitu
dengan diperkenalkannya OHSAS 18001 tahun 2007 , juga disorong oleh
pembangunan Kesehatan Kerja yang telah berhasil dilaksanakan oleh Kementrian
kesehatan. Keberhasilan yang dicapai, terutama dalam pengembangan sumber
daya manusia di bidang Kesehatan Kerja untuk memenuhi kebutuhan diranah
publik, dan pembinaan teknis antara lain dengan dikeluarkannya buku pedoman
dan standar pelaksanaan Kesehatan Kerja, seperti pedomaan pelaksanaan upaya
kesehatan kerja di puskesmas (2004), pedoman teknis upaya kesehatan kerja bagi
perajin sepatu (2004), modul bagi fasilitator kesehatan kerja dasar (2004),
pedoman upaya kesehatan kerja bagi petugas kesehatan di Kabupaten/Kota
(2005), pelaksanaan. UKK di puskesmas ditambah dengan contoh kurikulum
pelayanan kader kesehatan petani (2006); pedoman klinik di tempat kerja
perusahaan (2007); pedoman managemen kesehatan dan keselamatan kerja di
rumah sakit (2008);standar kesehatan dan keselamatan kerja di rumah
sakit/K3RS(2009).
Kementrian kesehatan menyadari kesenjangan kompetensi SDM dan sarana
di fasilitas kesehatan perlu dibenahi dengan pembagunan kemampuan sistem
kesehatan kerja (capaciy building) di tingkat pusat, kabupaten dan perusahaan
dalam melaksanakan upaya kesehatan kerja, maka dengan bantuan dana dari
WHO pada tahun 2004-2005 kementrian kesehatan telah melakukan kegiatan
untuk meningkatkan kepedulian dan kemampuan petugas puskesmas dalam
melaksanakan pelayanan kesehatan kerja. Pada mulanya, kegiatan ini di berikan
percontohan bagi puskesmas diwilayah provinsi DKI Jakarta, kemudian
disebarluaskan ke Lampung, banten, seluruh Jawa, dan akhirnya hampir di semua
provinsi dengan nama kegiatan orientasi K3 puskesmas. Dari tahun 2005 sampai
tahun 2009 tercatat lebih dari 2053 peserta kegiatan ini, pesertanya terutama
adalah petugas di puskesmas, juga petugas, di dnas Kabupaten/kota dan dinas
privinsi, serat sebagian berasal daei lintas sektor. Untuk meningkatkan kapasitas
SDM dalam mengelola program kesehatan kerja, pada mereka yang bertugas di
dinas kesehatan provinsi, kabupaten/kota dan unit pelaksana teknis, telah
diberikan pelatihan kesehatan kerja dasar, selama tahun 2003-2008 tercatat 184
peserta yang tersebar di seluruh provonsi kecuali aceh dan Sulawesi Barat. Lebih

12
tinggi dari itu, dari tahun 2003-2008 telah terlaksana pelatihan kesehatan kerja
lanjutan bagi 64 peserta yang bertugas di sebagian dinas kesehatan provinsi,
kabupat/kota dan unit pelaksana teknis. Petugas puskesmas yang telah dilatih ini,
dibina oleh petugas didinas kesehatan yang juga menndapatkan layanan yang
lebih lanjut, mereka memberikan pelayanan kesehatan kerja di ranah publik dan
membina upaya kesehatan kerja di sektor informal, tercatat 5107 pos upaya
kesehatan kerja pada tahun 2005-2007 yang menjadi pembinaan mereka. Pekerja
informal merupakan bagian terbesar dari angkatan kerja di Indonesia, badan pusat
statistik pada tahun 2009 mencatat sebanyak 69,3% yaitu 67,86 juta dari 104,87
jiwa angkatan kerja.
Puskesmas yang berjumlah 2.557 di kawasan/sentra industri di tambah
8.234 di ranah publik yang terbesar di Kecamatan, dengan segala publik
keterbatasannya, merupakan ujung tombak yang strategis dan pelaksanaan upaya
kesehatan kerja. Mereka yang terlibat adalah petugas puskesmas yang umumnya
terdiri dari dokter, sanitarian, petugas penyuluhan gizi atau promosionis
lainnya,sebagian adalah perawat. Sayangnya, tidak semua puskesmas yang
petugasnya sudah mendapatkan pelatihan upaya kesehatab kerja. Hasil survei
upaya kesehatan kerja di indonesia menurut institusi di 12 kabupaten kota pada
tahun 2005 menunjukkan bahwa hanya 27.30% yang melaksanakan pembinaan
tehadap pos upaya kesehatan kerja, dan hanya 16,50% puskesmas yang
melakukan pembinaan terhadap poliklinik perusahaan. Sering terjadinya
pergantian dokter di puskesmas karena sebagian besar dari mereka adalah dokter
PTT( Pegawai Tidak Tetap), dapat menyebabkan program kesehatan kerja
terputus. Perlu melakukan pengkajian terhadap sistem pengembangan kapasitas
sumber daya untuk mendapatkan terobosan perbaikannya.dinas kesehatan di
kabupaten/kota di harapkan lebih aktif dalam membina kegiatan upaya kesehatan
kerja di wilayah kerjanya.di rumah sakit pemerintah, dari tahun 2003-2008 telah
melaksanakan pelatihan bagi petugas kesehatan dan keselamatan kerja di rumah
sakit, sebanyak 438 orang.
Pada tahun 2005, sumber daya manusia di biding Kesehatan Kerja, selain
yang di bina Kementrian Kesehatan, tercatat 14.277 Dokter Kesehatan Kerja dan
kurang dari 100 Dokter Spesialis Okupasi, serta 211 orang berpendidikan formal
Kesehatan Kerja setara S2. Mereka berkarya di pemerintahan, di institusi
pendidikan, di perusahaan, atau sebagai konsultan dan provider Kesehatan Kerja.
Kementrian Kesehatan berperan semakin aktif dalam pengembangan dan
pembinaan Kesehatan Kerka di tanah air, sesuai yang diamanahkan dalam Bab 13
Undang- Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan, bahwa Mentri
Kesehatan melakukan pengawsan terhadap masyarakat dan setiap penyelenggara
kegiatan yang berhubungan dengan sumber daya di bidang kesehatan dan upaya
kesehatan, disebut pula bahwa Mentri Kesehatan dapat memeriksa izin dan
memeriksa perizinan terhadap setiap penyelenggaraan upaya kesehatan, Mentri
dapat mendelegasikan tugas pengawasan terhadap lembaga pemerintah
nonkemetrian, kepala dinans di provinsi, dan kabupaten/kota yang yang tugas
pokok dan fungsinya di bidang kesehatan, dan mengikutsertakan masyarakat.

13
Selain Kementrian Kesehatan Kerja yang melakukan pembinaan dan
mendorong pelaksanaan kesehatan kerja, Dewan Keselamatan dan Kesehatan
Kerja Nasional sebagai institusi tripartid juga turut mendorong pihak pemberi
kerja, pekerja dan pemerintah untuk bersama-sama membangun dan menuju
Indonesia yang berbudaya Keselamatan dan Kesehatan Kerja dalam berkarya.
Difasilitasi ILO dan didukung DPN Asosiasi Pengusaha Indonesia, pada tahun
2007 Dewan telah berhasil menyususn Visi,Misi , Kebijakan, Strategi dan
program Kerja Keselamatan dan Kesehatan Kerja Nasional tahun 2007-2010. Visi
yang tertuang adalah “ Terwujudnya budaya Keselamatan dan Kesehatan Kerja
( K3) di Indonesia, sedangkan misalnya adalah :
1. Meningkatkan koordinasi yang strategis antar pengandil bidang K3.
2. Meningkatnya kemandirian dunia usaha dalam menerapkan K3.
3. 3. Meningkatkan kompetensi dan daya saing tenaga kerja di bidang K3.
Dewan menharapkan semua sektor terkait dapat melaksanank program K3
secara terpadu, koordinartif, dan terjadi harmonisasi, sehungga budya K3 dalam
kehidupan berbangsa dan berkarya dapat berlangsung sebaik-baiknya, dikatakan
bahwa hal ini sejalan denag telah keluarnya Konvensi ILO No. 187 dan
Rekomendasi ILO no. 197 tentang promotional Framework for Ocuupational
Safety and Health. Pada tahun 2006.” Salah satu dari enam program kerja
nasional adalah harminisasi perarturan, perundungan, standard dan pedoman
idang K3, satu lainnya adalah koordinasi dan sinergi antarpengandil, semiga
program ini dapat terlaksana dengan baik di tahun-tahun mendatang.
Abad ke-21 merupakan abad perjuangan bangsa untuk eksis di dunia
global. Perhimpunan dokter kesehatan kerja Indonesia yang bernaung di bawah
ikatan dokter Indonesia, pada tahun 2009 telah berhasil menyusun standar
kesehatan kerja nasional Indonesia (SKKNI) untuk dokter kesehatan kerja. Tim
penyusun disahkan dengan surat keputusan direktur bina kesehatan kerja
departemen kesehatan RI pada bulan februari 2007, terdiri dari para pakar,
akademisi dan praktisi kesehatan kerja yang mengabdi di lembaga pendidikan,
perusahaan dan pemerintahan. RSKKNI telah di selenggarakan prakonvensi dan
konvensi secara nasional yang didukung oleh departemen tenaga kerja dan
transmigrasi, waktu itu melibatkan para pemangku kepentingan yang antara lain
terdiri dari wakil birokrat, institusi pendidikan, asosiasi perusahaan, serikat kerja,
asosiasi profesi, pakar dan praktis yang terkait. SKKNI Dokter Kesehatan Kerja
disahkan pemberlakuannya pada tanggal 6 juli 2010 dengan surat keputusan
menteri tenaga kerja dan transmigrasi sesuai dengan peraturan perundagan yang
berlaku. SKKNI berlaku secara nasional menjadi acuan bagi penyelenggaraan
pendidikan dan pelatihan profesi, uji kompetensi dan sertifikasi profesi. Dalam
penyusunannya, SKKNI dokter kesehatan kerja membakukan kompetensinya
kepada kompetensi global. Diharapkan manfaatnya tidak hanya bagi profesional
kesehatan kerja yang menjadi jelas bidang garapan dan kompetensi , tetapi juga
bagi pembuat kebijakan dikalangan pemerintahan dan swasta untuk mendukung
pengembangan kesehatan kerja. SKNNI ini membuka peluang bagi
pengembangan banyak hal termasuk pendidikan akademik, kurikulum, gelar
professional, asosiasi profesi, jenjang karir, profesi kesehatan kerja selain dokter
yang juga terspesialisasi termasuk ergonomis, perawat kesehatan kerja, higienis

14
industry, psikologi kesehatan kerja beserta pengembangan system pelayanan
kesehatan kerja pemerintahan maupun swasta.
Keseluruhan jaring kesisteman yang ada apabila bisa bekerja sama dan
tidak tidak berorientasi sektoral maka diyakini kelak kesehatan kerja akan lebih
jelas konstribusinya bagi peningkatan produktifitas kemampuan bersain g secara
global, pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan bangsa. Bila orientasi sektoral
terus berlanjut akan menghambat kemajuan keshatan kerja,maka lontaran konsep
pembentukan badan koordinasi kesehatan kerja bisa merupakan jalan keluar yang
pantas untuk di cermati.
C. Ruang Lingkup Kesehatan Dan Kesalamat Kerja (K3)

Upaya K3 di fokuskan pada upaya promotif dan preventif seperti yang


tercantum dalam definisi komisi gabungan ILO/WHO pada tahun 1950 dan 1995.
Hal tersebut terutama ditekankan pada upaya peningkatan/promosi dan
pencegahan penyakit. Pelaksanaan kesehatan pekerja di Indonesia bersifat
komprehensif yang mencakup upaya promotif dan preventif serta mencakup pula
upaya kuratif dan rehabilitatif ( objek empiris ilmu kedokteran kerja). Hal
tersebut sesuai dengan kewajiban peraturan perundang undangan di Indonesia
(UU No.36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan Dan UU No.13 Thn 2003
Ketenagakerjaan). Pelayanan kesehatan kerja yang komprehensif juga tercantum
dalam basic occupational health services yang diusulkan oleh ICOH tahun 2005.
Ruang lingkup atau fungsi pokok pelayanan kesehatan kerja yang komprehensif
meliputi enem area promotif dan preventif di tambah satu area rehabilitative dan
kuratif.
Pertama, penempatan pekarja pada pekerjaan/ jabatan yang sesuai ( “ fit”)
dengan kapasitas kerja dan status keehatanya merupakan upaya preventif.
Kesesuaian tersebut adalah kesehatan antara satus kesehatan, kapasitas, dan
kapabilitas secara fisik, mental dan social, dengan tuntutan kondisi kerja yang
bersumber dari lingkungan, pekerja, pengorganisasian pekerjaan, dan budaya
kerja. Pemeriksaan kesehatan di lakukan sebelum penempatan (pre-placement
test) untuk pekerja baru dan pekerja lama yang akan dipindahkan tugasnya. Untuk
itu, perlu deskripsi tuntutan tugas ( task demand) meliputi data kondisi lingkungan
hygiene industry, kondisi ergonomic pekerjaan dan kondisi stress kerja yang
bersumber dari pengorganisasian pekerjaan dan budaya kerja. Penempatan pekerja
juga mempertimbangkan hasil surveilans kesehatan kerja.
Kedua adalah promosi kesehatan di tempat kerja/PKDTK (Workplace
Health Promotion) untuk meningkatkan derajat kesehatan dan kapasitas kerja
serta pencegahan penyakit merupakan upaya promotif dan preventif PKDTK
bertujuan untuk menandakan factor risk yang bersumber dari perilaku misanya
pola makan, aktivitas fisik,berat badan,konsumsi rokok,alcohol aatu
narkoba,kurang tidur kurang istirahat dan tidak ada rekreasi, dilaksanakan untuk
mencegah penyakit degenerative seperti penyakit jantung koroner, dan stroke
hipertensi. TKDTK adalah ilmu dan seni yang membantu pekerja dan manajemen
mengubah priku hidup dan prilaku bekerja untuk mencapai kapasitas kerja dan
tingkat kesehatan yang optimal, sehingga meningkatkan kinerja yang

15
optimal,produktivitas,dan kapasitas kerja. Dilapangan, PKDTK di aplikaskan
sebagai program yang diancang melalui proses peningkatan
pengetahuan,sikap,prilaku,dan ketersmpilan ( pendidikan) dari, oleh, untuk dan
bersama masyarakat di tempar kerja. Hal tersebut sesuai dengan kondisi dan
potensi temapat kerja, dengan pendekatan pendidikan,organisasi, masyarakat
lingkungannya, sehingga mampu mengendalikan kesehatan pekerja.
Ketiga adalah perbaikan lingkungan kerja, merupakan upaya preventif.
Perbaikan di lakukan dengan mengendalikan berbagai faktor resiko kontraminan
fisik, kimia, boiologi,. Faktor resiko fisik meliputi papas, bising, getaran, dan
radiasi. Faktor resiko kimia meliputi merkuri, timah hitan, benzene, kloroform,
organofosfat dan parakuat. Faktor resiko biologi meliputi virus
HIV/AIDS,leptospirosis dan hepatitis B. Berbagai faktor resiko yang bersumber
dari lingkungan kerja tersebut di kendalikan agar tidak melebihi nilai ambang
batas yang di perkenankan. Upaya yang kompleks ini telah berkembang menjadi
ilmu Higiene Industry (industrial Higiene).
Keempat adalah perbaikan ergonomi pekerjaan, merupakan upaya
preventif. Perbaikan di lakukan dengan menyesuaikan tuntunan tugas dengan
kemampuan fisik dan mental pekerja serta mengendalikan faktor resiko ergonomi
yang bersumber dari pekerjaan. Sebagai contoh, desain mesin, desain work
station, posisi duduk, alat bantu tangan, beban angkat-angkut di upayakan agar
pekerja terhindar dari postur janggal dan postur statis yang dapat menimbulkan
gangguan muskuloskeletal (trauma kumulatif) upaya yang komplek ini juga telah
berkembang menjadi ilmu Ergonomi(Ergonomy).
Kelima adalah pengembangan pengorganisasian pekerja dan budaya kerja
merupakan upaya preventif. Pengembangan di lakukan dengan memperbaiki
kondisi faktor resiko stres kerja yang bersumber dari pengorganisasian pekerjaan
dan budaya kerja (work organization and work culture). Sebagai contoh
desentralisasi dalam perencanaan tugas, penerapan konsep tugas penuh, otonomi
tugas yang masih terintegrasi dengan tujuan organisasi yang lebih tinggi
tingkatannya, perbaikan beban kerja, status kepegawaian, sistem pengupahan,
gaya manajemen, komunikasi antar pekerja maupun antara pekerja dan pimping.
Keenam adalah surveilans kesehatan pekerja, merupakan upaya preventif.
Surveilans kesehatan kerja meliputi kegiatan :
a) Mengumpulkan data faktor resiko kesehatan di tempat kerja yang bersumber
dari lingkungan kerja, pekerja, pengorganisasian pekerja dan budaya kerja,
dan kesehatan( dari hasil pemeriksaan kesehatan sebelum kerja, berkala dan
khusus serta data kunjungan pengobatan/perawatan) dan kemangkiran pekerja.
b) Melakukan analisis dan interprestasi data berdasarkan kaidah epidemiologi
untuk melihat frekuensi, distribusi dan trend perkembangan resiko dan
gangguan kesehatan, menilai hubungan faktor resiko dan gangguan kesehatan
pekerja.
c) Komunikasi data dan hasil analisis untuk di gunakan dalam rencana perbaikan
termasuk pertimbangan penempatan pekerja. Pencatatan dan pelaporan upaya
pelayanan kesehatan kerja dan kasus KAK/PAK (secara agregat), di laporkan
kepada manajemen, serikat pekerja dan Dinas Kesehatan ,Dinas Tenaga Kerja
dan Transmigrasi.KAK/PAK secara individu (by name) hanya di laporkan

16
dengan cara yang menjunjung tinggi kode etik untukn kepentingan
kompensasi.
Dokumentasi termasuk rekam medis di jaga kerahasiannya dan di
pertahankan minimal 30 tahun bahkan ada yang menganjurkan di pertahankan
seumur hidup.
Ruang lingkup k3 yang terakhir adalah pelayanan klinik,merupakan upaya
kuratif dan rehabilitatif. Pelaporan klinik mencakup diagnosis,terapi,rehabilitasi
dan bila diperlukan perhitungan cacay serta rujukan bagi, pekerja yang
sakit/cedera, serta pelayanan pertolongan pertama pada kecelakaan (cedera dan
penyakit akut), bahkan medical emergency plan yang merupakan upaya preventif.

D. Peraturan Dasar Kesehatan Dan Keselamatan Kerja (K3)

Di kebanyakan negara, pelaksaan kesehatan kerja kewajiban oleh


peraturan perundang undangan. Tujuan dari peraturan perundangan adalah
memberikan kepastian hukum dalam pelaksaan perlindungan pekerja untuk
mendapatkan pekerja yang produktif dan layak, dengan demikian menjadi jelas
dan hak, kewajiban dan wewenang dari mereka yang terkait dalam hubungan
kerja, yaitu pekerja dan pemberi kerja. Diharapkan mereka dapat bermitra kerja
secara harmonis, dapat menjamin perlindungan pekerja terhadap keselamatan dan
kesehatan kerja, moral dan kesusilaan, memperoleh perlakuan yang sesuai dengan
harkat dan martabat manusia serta nilai nilai agama, dan dapat menghasilkan
produktivitas yang tinggi seta kontribusi dalam pembangunan dan pertumbuhan
ekonomi nasional yang berkesinambungan. Tentang peraturan perundang
undangan yang mengatur pelaksanaan kesehatan kerja yang berlaku di indonesia,
dibahas dalam Bab 2.

Kesehatan kerja adalah hak asasi manusia

Sehat merupakan hak asasi manusia yang bersifat universal, karena setiap
warga negara berhak mendapatkan pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi
kemanusiaan. United Nations Declaration on Human Rights yang dirumuskan
pada tahun 1984 di Helzinski menyebutkan bahwa setiap orang mempunyai hak
asasi untuk pekerja, bebas memilih jenis pekerjaan dan mendapatkan kondisi
pekerja yang adil dan membuatnya sejahtera. Pada tahun 1976, dalam United
Nations Internasional Covenant on Economics, sosial and Culture Rights kembali
dinyatakan tentang perlunya kondisi kerja yang selamat dan sehat sebagai hak
asasi setiap orang.
Hal ini diakui oleh kelompok negara-negara yang terlibat dalam perjanjian
ini. Selain itu, Deklarasi Alma Ata yang dirumuskan pada tahun 1978 dalam
Work Health Assembly, mengulaingi pernyataan anggota untuk rnemberikan
prioritas yang tinggi pada kesehatan perkerjaan dalam program kerjanyadan
menempatkan sebagai komponenpenting dalam pelayanan kesehatan primer.

17
a) Menurut International Labourt Organisation (ILO)
ILO sebagai organisasi pekerjaan sedunia dirumuskan tentang
pentingrinya tempat kerja yang produktif dan layak ( productive and decent work
plance ). ILO meberikan bantuan teknik dalam biding keselamatan dan kesehatan
kerja dengan menghasilkan konvensi dan rekomendasi ywajib di ratifikasi atau di
perundangkan oleh negara peserta PBB. Tidak kurang dari 187 konvensi ILO
telah di piblikasikan, termasuk Konvensi ILO No . 155 tentang Occioational
Health and Safety, Konvensi ILO No. 1.61 tthe provision of Occupional Health
Services to AII Employees, dan konvensi ILO No. 187 ( dan Rekomendasi ILO
Noo. 197) tentang promotinal Framework for Occupational Saety and Health yang
baru dipulikaslkan pada tahun 2006.

b) Menurut World Organisation (WHO)


WHO adalah salah satu badan PBB khusus yang mengatur norma kesehatan yang
pertemuan untuk pencapaian derajat kesehatan yang setinggi-tingginya bagi
semua bangsa di seluruh dunia, sebagai salah satu perwujudan hak asasi manusia
yang bersifat universal. Sejak didirikanya WHO selalu memasukkan elemen
kesehatan kerja dalam kebijikannya. Beberapa dokumen anti badan di bawah
WHO, misalnya WHO Constitution, Deklarasi Alma Ata, the Health Work
Approach (HMA) pertemuan jejarikan dari WHO Collaborating centers
Occupational Health, the Executive Board, pertemuan Regional Committees,
semuanya menekankan perlunya perlindungan dan peningkatan kesehatan dan
keselamatari di tempat kerja, melalui pecegahan dan pengendalian hazard di
lingkungan kerja dan memalui peningkatan kapsitas Kerja dan status kesehatan
pekerja. Sebagai salah satu anggota PBB, Indonesia telah meratifikasi Konvensi
dan Rekomendasi ILO yang berhubungan dengan Kesehatan Kerja.
Pekerja yang layak dan bersifat manusiawi yang memungkinkan pekerja berada
dalam ondisi selamat, sehat, bebas dari cedera dan penyakit akibat kerja.

c) Menurut UUD 1945 Indonesia


Dalam undang-undang dasar 1945 Republik Indonesia, pasal 27 ayat 2
tertulis bahwa “ Tiap-tiap warga Negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan
yang layak bagi Kemanusiaan”, dan dalam Amandemennya di pasal 28
dinyatakan bahwa “setiap orang (termasuk pekerja) berhak atas pelayanan
kesehatan“. Selanjutnya dalam Undang-undang No. 39 tahun 1999 tentang hak
asasi manusia ditetapkan bahwa “ setiap orang berhak atas perlindungan HAM
termasuk bidang kesehatan”. Penjabaran tentang hak atas pekerja yang layak dan
hak atas perlindungan HAM termasuk bidang kesehatan, diatur dalam peraturan
perundang-undangan yang terkait dengan kesehatan kerja (butir 2.2 bab 2).
Dalam praktiknya, sebagai contoh, pekerja dikebun binatang tidak boleh
diberi tugas menyikat gigi harimau walaupun diberi upah besar misalnya satu
milyar rupiah, logikanya sama seperti kita tidak akan mau membawa anak balita
mendekati ular berbisa. Mengapa? Alasannya jelas, pekerja menghadapi risiko
diterkam harimau, dan si balita bersama orang dewasa yang membawanya

18
berisiko digigit ular berbisa. Keduanya menghadapi bahaya dan risiko bahkan
maut akibat cedera atau sakit akibat bias ular. Keadaan ini akan berbeda bila
harimau disuntik obat bius sebelum disikat giginya, dan ular berbisa dimasukkan
dalam kandang. Pemberian obat bius pada ular dan pemasangan kandang pada
ular berbisa adalah upaya keselamatan dan kesehatan kerja, dengan kata lain,
upaya keselamatan dan kesehatan kerja dapat mengubah pekerjaan yang tidak
manusiawi menjadi manusiawi.
Undang-undang keselamatan, berlaku sampai diterbitkannya Undang-
undang No. 1 tahun 1970 tentang keselamatan kerja yang didirikan pada tahun
1925 menggantikan dinas UAP atau Dients van het stoomwezen. Tugas dinas
tersebut bertabambah dengan dibebankannya pengawasan terhadap pelaksanaan
ordonans tentang kerja malam bagi wanita dan pekerja anak atau Vrowen
nachtarbeidts en kinderubeid ordonansi keselamatan,pengaturan tentang
pertolongan pertama kepada keselamatan di tuangkan sebagai peraturan Khusus
AA dalam Peraturan Khusus Direktur Pekerja Umum No. 119966/Stw tanggal 19
Agustus 1910 (peraturan pelaksanan Pasal 2 Bari Staatsbland No.406 tahun 1910).
Pada Aturan Peralihan UUD 1945 pasal II di nyatakan bahwa segala badan
negara dan peraturan yang ada masih langsung berlaku selama belum di adakan
yang baru menurut Undang-Undang Dasar ini. UUD 1945 pasal 27 ayat (2)
menyebutkan bahwa setiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan
yang layak bagi kemanusiaan. Pasal ini merupakan landasan bagi setiap peraturan
perundangan di bidang ketenaga kerjaan. Setiap pekerja mempunyai hak untuk
memperoleh perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja, moral dan
kesusilaan serta perlakuaan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia, dan
nilai agama.
Pada tahun 1947 di terbitkan Undang-Undang No.33 tentang Kecelakaan,
atau yang biasa di sebut sebagai undang-undang Kompensasi. Undang-Undang ini
ingi menyatakan bahwa dalam keadaan sangat kekurangan, Pemerintah RI akan
tetap mengutamakan perlindungan pekerja dari bahaya kecelakaan dan penyakit
akibat kerja. Pada tahun 1948, di keluarkan undang-Undang Kerja No.12 oleh
Negara Republik Indonesia, yang kemudian diberlakukan untuk seluruh Indonesia
dengan UU NO.1 tahun 1951. Di samping itu, dengan Ordinasi No.9 tahun 1949
di atur tentang pembatasan Kerja Anak(staatsbland tahun 1949 No.8). pada tahun
1957, di bentuk Lembaga Keselamatan Dan Kesehatan Buruh dan kemudian
menjadi Lembaga Higiene Perusahaan Dan Keselamatan Kerja yang bertugas
untuk mengembangkan ilmu Higiene Perusahaan dan Keselamatan Kerja.
Untk menjamin di selenggarakannya higiene perusahaan dan kesehatan
Kerja secara baik di terbitkan pengaturan Menteri Pemburuhan No.7/PMP/1964
tentang Syarat-syarat Kesehatan, Kebersihan dann Penerangan di tempat kerja.
Mengingat pentingnya sumber daya manusia di bidang k3, oleh mentri Tenaga
Kerja RI No.65 tahun 1969 tentang Penyelenggaraan Kursus Latihan Kader
Keselamatan Kerja.
Dalam rangka menata pengaturan dan pembinaan ketenaga kerjaan, maka
di undangkan UU No. 14 tahun 1969 tentang ketentuan-ketentuan pokok-pokok
Mengenai Tenaga Kerja . undang-Undang No.14 tahun 1969 tersebut antara lain
menyatakan bahwa setiap tenaga kerja berhak mendapat perlindungan atas

19
keselamatan, kesehatan, kesusilaan, pemeliharaan moral kerja, serta perlakuan
yang sesuai dengan martabat manusia dan moral agama. Perlindungan terhadap
keselamatannya dan kesehatan pekerja merupakan sesuatu yang sangat mendasar
karena menyangkut jiwa manusia.
Kementrian Kesehatan yang saat itu masih bernama Departemen
Kesehatan, sejak di berlakukannya Undang-Undang No. 23 Tahun 1992 tentang
kesehatan, mulai fokus di bidang Kesehatan kerja dalam rangka melaksanakan
tugasnya sebagai bagian dari pemeritah yang bertangung jawab atas pembangunan
kesehatan seluruh bangsa, dengan memasukkan upaya kesehatan kerja sebagai
salah satu dari 15 upaya kesehatan yang di tetapkan. Upaya kesehatan Kerja
selenggarakan untuk mewujudkan produktivitas kerja yang optimal, meliputi
pelayanan kesehatan kerja, pencegahan penyakit akibat kerja dan syarat kesehatan
kerja ,dan setiap tempat kerja wajib menyelenggarakan kesehatan kerja. Dengan
demikian, dalam upaya memenuhi kebutuhan, penanganan keselamatan dan
kesehatan kerja telah berkembang secara lebih serius sejalan dengan peningkatan
aspek moral minat perorangan, industriawan, dan pemerintah untuk menolong
pekerja dari penyakit akibat kerja dan cedera.

20
BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan
Dalam masyarakat tradisional,anggapan bahwa kecelakaan merupakan
nasil atau takdir masih banyak terjadi sehingga seolah-olah kecelakaan tidak dapat
dihindarkan. Kecelakaan dimaknai sebagai takdir “inilah cara pandang yang
masih begitu dihayati oleh masyarakat Indonesia. Cara pandang ini harus
dibongkar habis sebab kecelakaan bukan (semata) takdir. Yang harus bertanggung
jawab bukan lahtuhan, tetapi manusia, sendiri yang dibekali akal untuk mampu
berbuat preventif.
Kesehatan dan Keselamatan Kerja pada mulanya berkembang
darikesadaran bahwa pekerja dapat menimbulkan gangguan kesehatan atau
penyakit akibat kerja yang memerlukan upaya pencegahan. Dalam sejarah,
tersayat bahwa pada awalnya manusia purba takut pada api yang berasal mereka
juga takut akan bencana alam lainnya seperti peledakan, gempa bumi, kebakaran
dan letusan gunung berapi, namun manusia purba hanya dapat menerima nasib
dan lari dari bahaya bila terjadi bencana.
Upaya K3 di fokuskan pada upaya promotif dan preventif seperti yang
tercantum dalam definisi komisi gabungan ILO/WHO pada tahun 1950 dan 1995.
Hal tersebut terutama ditekankan pada upaya peningkatan/promosi dan
pencegahan penyakit. Pelaksanaan kesehatan pekerja di Indonesia bersifat
komprehensif yang mencakup upaya promotif dan preventif serta mencakup pula
upaya kuratif dan rehabilitatif ( objek empiris ilmu kedokteran kerja). Hal
tersebut sesuai dengan kewajiban peraturan perundang undangan di Indonesia
(UU No.36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan Dan UU No.13 Thn 2003
Ketenagakerjaan). Pelayanan kesehatan kerja yang komprehensif juga tercantum
dalam basic occupational health services yang diusulkan oleh ICOH tahun 2005.
Ruang lingkup atau fungsi pokok pelayanan kesehatan kerja yang komprehensif
meliputi enem area promotif dan preventif di tambah satu area rehabilitative dan
kuratif.
Di kebanyakan negara, pelaksaan kesehatan kerja kewajiban oleh
peraturan perundang undangan. Tujuan dari peraturan perundangan adalah
memberikan kepastian hukum dalam pelaksaan perlindungan pekerja untuk
mendapatkan pekerja yang produktif dan layak, dengan demikian menjadi jelas
dan hak, kewajiban dan wewenang dari mereka yang terkait dalam hubungan
kerja, yaitu pekerja dan pemberi kerja.
B. Saran
Semoga makalah ini dapat membantu para pembaca dan dapat
memberikan pengetahuan tentangkesehatan dan keselamatan kerja. Kami
mengetahui bahwa penyusunan makalah ini masih banyak kekurangannya dari
segi penulisannya. Oleh karena itu, saran dari pembaca sangat kami butuhkan
untuk mengoreksi makalah ini agar lebih baik lagi. Adapun saran dari kami untuk
pembaca agar lebih sering membaca untuk memperoleh wawasan yang lebih luas
lagi.

21
DAFTAR PUSTAKA

22

Anda mungkin juga menyukai