Anda di halaman 1dari 39

BAB II

KONSEP DASAR

1. Konsep Dasar Post Partum

A. Definisi

Post partum adalah masa sesudah persalinan dapat juga disebut masa nifas

(puerperium) yaitu masa sesudah persalinan yang diperlukan untuk pulihnya

kembali alat kandungan yang lamanya 6 minggu. Post partum adalah masa 6

minggu sejak bayi lahir sampai organ-organ reproduksi sampai kembali ke

keadaan normal sebelum hamil (Bobak, 2010). Partus di anggap spontan atau

normal jika wanita berada dalam masa aterm, tidak terjadi komplikasi, terdapat

satu janin presentasi puncak kepala dan persalinana selesai dalam 24 jam (Bobak,

2005).

Partus spontan adalah proses pengeluaran janin yang terjadi pada

kehamilan cukup bulan dengan ketentuan ibu atau tanpa anjuran atau obatobatan

(prawiroharjo, 2000). Ruptur perineum adalah robekan yang terjadi pada

perineum sewaktu persalinan (Mohtar, 1998).

B. Anatomi Dan Fisiologi

Sistem reproduksi wanita terdiri dari organ interna, yang terletak di dalam rongga

pelvis dan ditopang oleh lantai pelvis, dan genetalia eksterna, yang terletak di

perineum. Struktur reproduksi interna dan eksterna berkembang menjadi matur

akibat rangsang hormon estrogen dan progesteron (Bobak, 2005).


1. Stuktur eksterna

a. Vulva

Vulva adalah nama yang diberikan untuk struktur genetalia externa. Kata ini

berarti penutup atau pembungkus yang berbentuk lonjong, berukuran panjang,

mulai klitoris, kanan kiri dibatasi bibir kecil sampai ke belakang dibatasi

perineum.

b. Mons pubis

Mons pubis atau mons veneris adalah jaringan lemak subkutan berbentuk bulat

yang lunak dan padat serta merupakan jaringan ikat jarang di atas simfisis pubis.

Mons pubis mengandung banyak kelenjar sebasea dan ditumbuhi rambut

berwarna hitam, kasar, dan ikal pada masa pubertas, mons berperan dalam

sensualitas dan melindungi simfisis pubis selama koitus.

c. Labia mayora

Labia mayora adalah dua lipatan kulit panjang melengkung yang menutupi lemak

dan jaringan kulit yang menyatu dengan mons pubis. Keduanya memanjang dari

mons pubis ke arah bawah mengililingi labia minora, berakhir di perineum pada

garis tengah. Labia mayora melindungi labia minora, meatus urinarius, dan

introitus vagina. Pada wanita yang belum pernah melahirkan anak pervaginam,

kedua labia mayora terletak berdekatan di garis tengah, menutupi stuktur-struktur

di bawahnya. Setelah melahirkan anak dan mengalami cedera pada vagina atau

pada perineum, labia sedikit terpisah dan bahkan introitus vagina terbuka.

Penurunan produksi hormon menyebapkan atrofi labia mayora. Pada permukaan


arah lateral kulit labia tebal, biasanya memiliki pigmen lebih gelap daripada

jaringam sekitarnya dan ditutupi rambut yang kasar dan semakin menipis ke arah

luar perineum. Permukaan medial labia mayora licin, tebal, dan tidak tumbuhi

rambut. Sensitivitas labia mayora terhadap sentuhan, nyeri, dan suhu tinggi. Hal

ini diakibatkan adanya jaringan saraf yang menyebar luas, yang juga berfungsi

selama rangsangan seksual.

d. Labia minora

Labia minora terletak di antara dua labia mayora, merupakan lipatan kulit yang

panjang, sempit, dan tidak berambut yang , memanjang ke arah bawah dari bawah

klitoris dan dan menyatu dengan fourchett. Sementara bagian lateral dan anterior

labia biasanya mengandung pigmen, permukaan medial labia minora sama dengan

mukosa vagina. Pembuluh darah yang sangat banyak membuat labia berwarna

merah kemerahan dan memungkankan labia minora membengkak, bila ada

stimulus emosional atau stimulus fisik. Kelenjar-kelenjar di labia minora juga

melumasi vulva. Suplai saraf yang sangat banyak membuat labia minora sensitif,

sehingga meningkatkan fungsi erotiknya.

e. Klitoris

Klitoris adalah organ pendek berbentuk silinder dan yang terletak tepat di bawah

arkus pubis. Dalam keadaan tidak terangsang, bagian yang terlihat adalah sekitar

6x6 mm atau kurang. Ujung badan klitoris dinamai glans dan lebih sensitif dari

pada badannya. Saat wanita secara seksual terangsang, glans dan badan klitoris

membesar. Kelenjar sebasea klitoris menyekresi smegma, suatu substansi lemak

seperti keju yang memiliki aroma khas dan berfungsi sebagai feromon. Istilah
klitoris berasal dari kata dalam bahasa yunani, yang berarti ‘’kunci’’ karena

klitoris dianggap sebagai kunci seksualitas wanita. Jumlah pembuluh darah dan

persarafan yang banyak membuat klitoris sangat sensitif terhadap suhu, sentuhan

dan sensasi tekanan.

f. Vestibulum

Vestibulum ialah suatu daerah yang berbentuk seperti perahu atau lojong, terletak

di antara labia minora, klitoris dan fourchette. Vestibulum terdiri dari muara

uretra, kelenjar parauretra, vagina dan kelenjar paravagina. Permukaan vestibulum

yang tipis dan agak berlendir mudah teriritasi oleh bahan kimia. Kelenjar

vestibulum mayora adalah gabungan dua kelenjar di dasar labia mayora, masing-

masing satu pada setiap sisi orifisium vagina.

g. Fourchette

Fourchette adalah lipatan jaringan transversal yang pipih dan tipis, dan terletak

pada pertemuan ujung bawah labia mayora dan minora di garis tengah di bawah

orifisium vagina. Suatu cekungan dan fosa navikularis terletak di antara fourchette

dan himen

h. Perineum

Perineum adalah daerah muskular yang ditutupi kulit antara introitus vagina dan

anus. Perineum membentuk dasar badan perineum.

2. Struktur interna

a. Ovarium
Sebuah ovarium terletak di setiap sisi uterus, di bawah dan di belakang tuba

falopi. Dua lagamen mengikat ovarium pada tempatnya, yakni bagian mesovarium

ligamen lebar uterus, yang memisahkan ovarium dari sisi dinding pelvis lateral

kira-kira setinggi krista iliaka anterosuperior, dan ligamentum ovarii proprium,

yang mengikat ovarium ke uterus. Dua fungsi ovarium adalah menyelenggarakan

ovulasi dan memproduksi hormon. Saat lahir, ovarium wanita normal

mengandung banyak ovum primordial. Di antara interval selama masa usia subur

ovarium juga merupakan tempat utama produksi hormon seks steroid dalam

jumlah yang dibutuhkan untuk pertumbuhan, perkembangan, dan fungsi wanita

normal.

b. Tuba fallopi

Sepasang tuba fallopi melekat pada fundus uterus. Tuba ini memanjang ke arah

lateral, mencapai ujung bebas legamen lebar dan berlekuk-lekuk mengelilingi

setiap ovarium. Panjang tuba ini kira-kira 10 cm dengan berdiameter 0,6 cm. Tuba

fallopi merupakan jalan bagi ovum. Ovum didorong di sepanjang tuba, sebagian

oleh silia, tetapi terutama oleh gerakan peristaltis lapisan otot. Esterogen dan

prostaglandin mempengaruhi gerakan peristaltis. Aktevites peristaltis tuba fallopi

dan fungsi sekresi lapisan mukosa yang terbesar ialah pada saat ovulasi.

c. Uterus

Uterus adalah organ berdinding tebal, muskular, pipih, cekung yang tampak mirip

buah pir yang terbalik. Uterus normal memiliki bentuk simetris, nyeri bila di

tekan, licin dan teraba padat. Uterus terdiri dari tiga bagian, fudus yang

merupakan tonjolan bulat di bagian atas dan insersituba fallopi, korpus yang
merupakan bagian utama yang mengelilingi cavum uteri, dan istmus, yakni bagian

sedikit konstriksi yang menghubungkan korpus dengan serviks dan dikenal

sebagai sekmen uterus bagian bawah pada masa hamil. Tiga fungsi uterus adalah

siklus menstruasi dengan peremajaan endometrium, kehamilan dan persalinan.

Dinding uterus terdiri dari tiga lapisan :

1) Endometrium yang mengandung banyak pembuluh darah ialah suatu lapisan

membran mukosa yang terdiri dari tiga lapisan : lapisan permukaan padat, lapisan

tengah jaringan ikat yang berongga, dan lapisan dalam padat yang

menghubungkan indometrium dengan miometrium.

2) Miometrum yang tebal tersusun atas lapisan – lapisan serabut otot polos yang

membentang ke tiga arah. Serabut longitudinal membentuk lapisan luar

miometrium, paling benyak ditemukan di daerah fundus, membuat lapisan ini

sangat cocok untuk mendorong bayi pada persalinan.

3) Peritonium perietalis

Suatu membran serosa, melapisi seluruh korpus uteri, kecuali seperempat

permukaan anterior bagian bawah, di mana terdapat kandung kemih dan serviks.

Tes diagnostik dan bedah pada uterus dapat dilakukan tanpa perlu membuka

rongga abdomen karena peritonium perietalis tidak menutupi seluruh korpus uteri.

d. Vagina

Vagina adalah suatu tuba berdinding tipis yang dapat melipat dan mampu

meregang secara luas. Mukosa vagina berespon dengan cepat terhadap stimulai

esterogen dan progesteron. sel-sel mukosa tanggal terutama selama siklus


menstruasi dan selama masa hamil. Sel-sel yang di ambil dari mukosa vagina

dapat digunakan untuk mengukur kadar hormon seks steroid. Cairan vagina

berasal dari traktus genetalis atas atau bawah. Cairan sedikit asam. Interaksi antara

laktobasilus vagina dan glikogen mempertahankan keasaman. Apabila pH nik

diatas lima, insiden infeksi vagina meningkat. Cairan yang terus mengalir dari

vagina mempertahankan kebersihan relatif vagina.

C. Etiologi

Partus normal adalah proses pengeluaran hasil konsepsi yang telah cukup bulan

atau dapat hidup di luar kandungan melalui jalan lahir atau jalan lain, dengan

bantuan.

1. Partus dibagi menjadi 4 kala :

a. kala I, kala pembukaan yang berlangsung antara pembukaan nol sampai

pembukaan lengkap. Pada permulaan his, kala pembukaan berlangsung tidak

begitu kuat sehingga parturien masih dapat berjalan-jalan. Lamanya kala I untuk

primigravida berlangsung 12 jam sedangkan multigravida sekitar 8 jam.

b. Kala II, gejala utama kala II adalah His semakin kuat dengan interval 2 sampai

3 menit, dengan durasi 50 sampai 100 detik. Menjelang akhir kala I ketuban pecah

yang ditandai dengan pengeluaran cairan secara mendadak. Ketuban pecah pada

pembukaan mendekati lengkap diikuti keinginan mengejan. Kedua kekuatan, His

dan mengejan lebih mendorong kepala bayi sehingga kepala membuka pintu.

Kepala lahir seluruhnya dan diikuti oleh putar paksi luar. Setelah putar paksi luar

berlangsung kepala dipegang di bawah dagu di tarik ke bawah untuk melahirkan


bahu belakang. Setelah kedua bahu lahir ketiak di ikat untuk melahirkan sisa

badan bayi yang diikuti dengan sisa air ketuban.

c. Kala III, setelah kala II kontraksi uterus berhenti 5 sampai 10 menit. Dengan

lahirnya bayi, sudah dimulai pelepasan plasenta. Lepasnya plasenta dapat ditandai

dengan uterus menjadi bundar, uterus terdorong ke atas, tali pusat bertambah

panjang dan terjadi perdarahan.

d. Kala IV, dimaksudkan untuk melakukan observasi karena perdarahan post

partum paling sering terjadi pada 2 jam pertama, observasi yang dilakukan yaitu

tingkat kesadaran penderita, pemeriksaan tanda-tanda vital, kontraksi uterus,

terjadinya perdarahan. Perdarah dianggap masih normal bila jumlahnya tidak

melebihi 400 sampai 500 cc (Manuaba, 1989).

2. Faktor penyebab ruptur perineum diantaranya adalah faktor ibu, faktor

janin, dan faktor persalinan pervaginam.

a. Faktor Ibu

1) Paritas

Menurut panduan Pusdiknakes 2003, paritas adalah jumlah kehamilan yang

mampu menghasilkan janin hidup di luarrahim (lebih dari 28 minggu). Paritas

menunjukkan jumlah kehamilan terdahulu yang telah mencapai batas viabilitas

dan telah dilahirkan, tanpa mengingat jumlah anaknya (Oxorn, 2003). Menurut

Kamus Besar Bahasa Indonesia paritas adalah keadaan kelahiran atau partus. Pada

primipara robekan perineum hampir selalu terjadi dan tidak jarang berulang pada

persalinan berikutnya (Sarwono, 2005).


2) Meneran

Secara fisiologis ibu akan merasakan dorongan untuk meneran bila pembukaan

sudah lengkap dan reflek ferguson telah terjadi. Ibu harus didukung untuk

meneran dengan benar pada saat ia merasakan dorongan dan memang ingin

mengejang (Jhonson, 2004). Ibu mungkin merasa dapat meneran secara lebih

efektif pada posisi tertentu (JHPIEGO, 2005).

b. Faktor Janin

1) Berat Badan Bayi Baru lahir

Makrosomia adalah berat janin pada waktu lahir lebih dari 4000 gram (Rayburn,

2001). Makrosomia disertai dengan meningkatnya resiko trauma persalinan

melalui vagina seperti distosia bahu, kerusakan fleksus brakialis, patah tulang

klavikula, dan kerusakan jaringan lunak pada ibu seperti laserasi jalan lahir dan

robekan pada perineum (Rayburn, 2001).

2) Presentasi

Menurut kamus kedokteran, presentasi adalah letak hubungan sumbu memanjang

janin dengan sumbu memanjang panggul ibu (Dorland,1998).

a) Presentasi Muka

Presentasi muka atau presentasi dahi letak janin memanjang, sikap extensi

sempurna dengan diameter pada waktu masuk panggul atau diameter

submentobregmatika sebesar 9,5 cm. Bagian terendahnya adalah bagian


antaraglabella dan dagu, sedang pada presentasi dahi bagian terendahnya antara

glabella dan bregma (Oxorn, 2003).

b) Presentasi Dahi

Presentasi dahi adalah sikap ekstensi sebagian (pertengahan), hal ini berlawanan

dengan presentasi muka yang ekstensinya sempurna. Bagian terendahnya adalah

daerah diantara margo orbitalis dengan bregma dengan penunjukknya adalah dahi.

Diameter bagian terendah adalah diameter verticomentalis sebesar 13,5 cm,

merupakan diameter antero posterior kepala janin yangterpanjang (Oxorn, 2003).

c) Presentasi Bokong

Presentasi bokong memiliki letak memanjang dengan kelainan dalam polaritas.

Panggul janin merupakan kutub bawah dengan penunjuknya adalah sacrum.

Berdasarkan posisi janin, presentasi bokong dapat dibedakan menjadi empat

macam yaitu presentasi bokong sempurna, presentasi bokong murni, presentasi

bokong kaki, dan presentasi bokong lutut (Oxorn, 2003).

c. Faktor Persalinan Pervaginam

1) Vakum ekstrasi

Vakum ekstrasi adalah suatu tindakan bantuan persalinan, janin dilahirkan dengan

ekstrasi menggunakan tekanan negatif dengan alat vacum yang dipasang di

kepalanya (Mansjoer,2002).
2) Ekstrasi Cunam/Forsep

Ekstrasi Cunam/Forsep adalah suatu persalinan buatan, janin dilahirkan dengan

cunam yang dipasang di kepala janin (Mansjoer, 2002). Komplikasi yang dapat

terjadi pada ibu karena tindakan ekstrasi forsep antara lain ruptur uteri, robekan

portio, vagina, ruptur perineum, syok, perdarahan post partum, pecahnya varices

vagina (Oxorn, 2003).

3) Embriotomi adalah prosedur penyelesaian persalinan dengan jalan melakukan

pengurangan volume atau merubah struktur organ tertentu pada bayi dengan

tujuan untuk memberi peluang yang lebih besar untuk melahirkan keseluruhan

tubuh bayi tersebut (Syaifudin, 2002).

4) Persalinan Presipitatus

Persalinan presipitatus adalah persalinan yang berlangsung sangat cepat,

berlangsung kurang dari 3 jam, dapat disebabkan oleh abnormalitas kontraksi

uterus dan rahim yang terlau kuat, atau pada keadaan yang sangat jarang dijumpai,

tidak adanya rasa nyeri pada saat his sehingga ibu tidak menyadari adanya proses

persalinan yang sangat kuat (Cunningham, 2005).

D. Patofisiologi

1. Adaptasi Fisiologi

a. Infolusi uterus

Proses kembalinya uterus ke keadaan sebelum hamil setelah melahirkan, proses

ini dimulai segera setelah plasenta keluar akibat kontraksi otot-otot polos uterus.
Pada akhir tahap ketiga persalinan, uterus berada di garis tengah, kira-kira 2 cm di

bawah umbilikus dengan bagian fundus bersandar pada promontorium sakralis.

Dalam waktu 12 jam, tinggi fundus mencapai kurang lebih 1 cm di atas

umbilikus. Fundus turun kira-kira 1 smpai 2 cm setiap 24 jam. Pada hari pasca

partum keenam fundus normal akan berada di pertengahan antara umbilikus dan

simpisis pubis. Uterus, pada waktu hamil penuh baratnya 11 kali berat sebelum

hamil, berinvolusi menjadi kira-kira 500 gr 1 minggu setelah melahirkan dan 350

gr 2 minggu setelah lahir. Satu minggu setelah melahirkan uterus berada di dalam

panggul. Pada minggu keenam, beratnya menjadi 50-60 gr. Peningkatan esterogen

dan progesteron bertabggung jawab untuk pertumbuhan masif uterus selama

hamil. Pada masa pasca partum penurunan kadar hormon menyebapkan terjadinya

autolisis, perusakan secara langsung jaringan hipertrofi yang berlebihan. Sel-sel

tambahan yang terbentuk selama masa hamil menetap. Inilah penyebap ukuran

uterus sedikit lebih besar setelah hamil.

d. Kontraksi

intensitas kontraksi uterus meningkat secara bermakna segera setelah bayi lahir,

diduga terjadi sebagai respon terhadap penurunan volume intrauterin yang sangat

besar. homeostasis pasca partum dicapai terutama akibat kompresi pembuluh

darah intramiometrium, bukan oleh agregasi trombosit dan pembentukan bekuan.

Hormon oksigen yang dilepas dari kelenjar hipofisis memperkuat dan mengatur

kontraksi uterus, mengopresi pembuluh darah dan membantu hemostasis. Salama

1-2 jam pertama pasca partum intensitas kontraksi uterus bisa berkurang dan

menjadi tidak teratur. Untuk mempertahankan kontraksi uterus, suntikan oksitosin

secara intravena atau intramuskuler diberikan segera setelah plasenta lahir. Ibu
yang merencanakan menyusui bayinya, dianjurkan membiarkan bayinya di

payudara segera setelah lahir karena isapan bayi pada payudara merangsang

pelepasan oksitosin.

3. Adaptasi psikologis

Menurut Hamilton, 1995 adaptasi psikologis ibu post partum dibagi menjadi 3

fase yaitu :

a. Fase taking in / ketergantungan

Fase ini dimuai hari pertama dan hari kedua setelah melahirkan dimana ibu

membutuhkan perlindungandan pelayanan.

b. Fase taking hold / ketergantungan tidak ketergantungan

Fase ini dimulai pada hari ketiga setelah melahirkan dan berakhir pada minggu

keempat sampai kelima. Sampai hari ketiga ibu siap untuk menerima peran

barunya dan belajar tentang semua hal-hal baru. Selama fase ini sistem pendukung

menjadi sangat bernilai bagi ibu muda yang membutuhkan sumber informasi dan

penyembuhan fisik sehingga ia dapat istirahat dengan baik

c. Fase letting go / saling ketergantungan

Dimulai sekitar minggu kelima sampai keenam setelah kelahiran. Sistem keluarga

telah menyesuaiakan diri dengan anggotanya yang baru. Tubuh pasian telah

sembuh, perasan rutinnya telah kembalidan kegiatan hubungan seksualnya telah

dilakukan kembali.
E. Manifestasi klinik

Periode post partum ialah masa enam minggu sejak bayi lahir sampai organ-organ

reproduksi kembali ke keadaan normal sebelum hamil. Periode ini kadang-kadang

disebut puerperium atau trimester keempat kehamilan (Bobak, 2004).

1. Sistem reproduksi

a. Proses involusi

Proses kembalinya uterus ke keadaan sebelum hamil setelah melahirkan, proses

ini dimulai segera setelah plasenta keluar akibat kontraksi otot-otot polos uterus.

Uterus, pada waktu hamil penuh baratnya 11 kali berat sebelum hamil, berinvolusi

menjadi kira-kira 500 gr 1 minggu setelah melahirkan dan 350 gr dua minggu

setelah lahir. Seminggu setelah melahirkan uterus berada di dalam panggul. Pada

minggu keenam, beratnya menjadi 50-60gr. Pada masa pasca partum penurunan

kadar hormon menyebapkan terjadinya autolisis, perusakan secara langsung

jaringan hipertrofi yang berlebihan. Sel-sel tambahan yang terbentuk selama masa

hamil menetap. Inilah penyebap ukuran uterus sedikit lebih besar setelah hamil.

b. Kontraksi

Intensitas kontraksi uterus meningkat secara bermakna segera setelah bayi lahir,

hormon oksigen yang dilepas dari kelenjar hipofisis memperkuat dan mengatur

kontraksi uterus, mengopresi pembuluh darah dan membantu hemostasis. Salama

1-2 jam pertama pasca partum intensitas kontraksi uterus bisa berkurang dan

menjadi tidak teratur. Untuk mempertahankan kontraksi uterus, suntikan oksitosin

secara intravena atau intramuskuler diberikan segera setelah plasenta lahir.


c. Tempat plasenta

Segera setelah plasenta dan ketuban dikeluarkan, kontraksi vaskular dan trombus

menurunkan tempat plasenta ke suatu area yang meninggi dan bernodul tidak

teratur. Pertumbuhan endometrium ke atas menyebapkan pelepasan jaringan

nekrotik dan mencegah pembentukan jaringan parut yang menjadi karakteristik

penyembuha luka. Regenerasi endometrum, selesai pada akhir minggu ketiga

masa pasca partum, kecuali pada bekas tempat plasenta.

d. Lochea

Rabas uterus yang keluar setelah bayi lahir, mula-mula berwarna merah,

kemudian menjadi merah tua atau merah coklat. Lochea rubra terutama

mengandung darah dan debris desidua dan debris trofoblastik. Aliran menyembur

menjadi merah setelah 2-4 hari. Lochea serosa terdiri dari darah lama, serum,

leukosit dan denrus jaringan. Sekitar 10 hari setelah bayi lahir, cairan berwarna

kuning atau putih. Lochea alba mengandung leukosit, desidua, sel epitel, mukus,

serum dan bakteri. Lochea alba bisa bertahan 2-6 minggu setelah bayi lahir.

e. Serviks

Serviks menjadi lunak segera setelah ibu melahirkan. 18 jam pasca partum,

serviks memendek dan konsistensinya menjadi lebih padat dan kembali ke bentuk

semula. Serviks setinggi segmen bawah uterus tetap edematosa, tipis, dan rapuh

selama beberapa hari setelah ibu melahirkan.


f. Vagina dan perineum

Vagina yang semula sangat teregang akan kembali secara bertahap ke ukuran

sebelum hami, 6-8 minggu setelah bayi lahir. Rugae akan kembali terlihat pada

sekitar minggu keempat, walaupun tidak akan semenonjol pada wanita nulipara.

2. Sistem endokrin

a. Hormon plasenta

Penurunan hormon human plasental lactogen, esterogen dan kortisol, serta

placental enzyme insulinase membalik efek diabetagenik kehamilan. Sehingga

kadar gula darah menurun secara yang bermakna pada masa puerperium. Kadar

esterogen dan progesteron menurun secara mencolok setelah plasenta keluar,

penurunan kadar esterogen berkaitan dengan pembengkakan payudara dan

diuresis cairan ekstra seluler berlebih yang terakumulasi selama masa hamil.

b. Hormon hipofisis

Waktu dimulainya ovulasi dan menstruasi pada wanita menyusui dan tidak

menyusui berbeda. Kadar prolaktin serum yang tinggi pada wanita menyusui

tampaknya berperan dalam menekan ovulasi. Karena kadar follikel-stimulating

hormone terbukti sama pada wanita menyusui dan tidak menyusui di simpulkan

ovarium tidak berespon terhadap stimulasi FSH ketika kadar prolaktin meningkat

(Bowes, 1991).
3. Abdomen

Apabila wanita berdiri di hari pertama setelah melahirkan, abdomenya akan

menonjol dan membuat wanita tersebut tampak seperti masih hamil. Diperlukan

sekitar 6 minggu untuk dinding abdomen kembali ke keadaan sebelum hami.

4. Sistem urinarius

Fungsi ginjal kembali normal dalam waktu satu bulan setelah wanita melahirkan.

Diperlukan kira-kira dua smpai 8 minggu supaya hipotonia pada kehamilan dan

dilatasi ureter serta pelvis ginjal kembali ke keadaan sebelum hamil (Cunningham,

dkk ; 1993).

5. Sistem cerna

a. Nafsu makan

Setelah benar-benar pulih dari efek analgesia, anestesia, dan keletihan, ibu merasa

sangat lapar.

b. Mortilitas

Secara khas, penurunan tonus dan motilitas otot traktus cerna menetap selam

waktu yang singkat setelah bayi lahir.

c. Defekasi

Buang air besar secara spontan bias tertunda selama dua sampai tiga hari setelah

ibu melahirkan.
6. Payudara

Konsentrasi hormon yang menstimulasai perkembangan payu dara selama wanita

hamil (esterogen, progesteron, human chorionik gonadotropin, prolaktin, krotison,

dan insulin) menurun dengan cepat setelah bayi lahir.

a) Ibu tidak menyusui

Kadar prolaktin akan menurun dengan cepat pada wanita yang tidak menyusui.

Pada jaringan payudara beberapa wanita, saat palpasi dailakukan pada hari kedua

dan ketiga. Pada hari ketiga atau keempat pasca partum bisa terjadi

pembengkakan. Payudara teregang keras, nyeri bila ditekan, dan hangat jika di

raba.

b) Ibu yang menyusui

Sebelum laktasi dimulai, payudara teraba lunak dan suatu cairan kekuningan,

yakni kolostrum. Setelah laktasi dimula, payudara teraba hangat dan keras ketika

disentuh. Rasa nyeri akan menetap selama sekitar 48 jam. Susu putih kebiruan

dapat dikeluarkan dari puting susu.

7. Sistem kardiovaskuler

a. Volume darah

Perubahan volume darah tergantung pada beberapa faktor misalnya kehilangan

darah selama melahirkan dan mobilisasi serta pengeluaran cairan ekstravaskuler.

Kehilangan darah merupakan akibat penurunan volume darah total yang cepat

tetapi terbatas. Setelah itu terjadi perpindahan normal cairan tubuh yang
menyebapkan volume darah menurun dengan lambat. Pada minggu ketiga dan

keempat setelah bayi lahir, volume darah biasanya menurun sampai mencapai

volume sebelum lahir.

b. Curah jantung

Denyut jantung volume sekuncup dan curah jantung meningkat sepanjang masa

hamil. Segera setelah wanita melahirkan, keadaan ini akan meningkat bahkan

lebih tinggi selama 30 sampai 60 menit karena darah yang biasanya melintasi

sirkuit utero plasenta tibatiba kembali ke sirkulasi umum (Bowes, 1991).

c. Tanda-tanda vital

Beberapa perubahan tanda-tanda vital bisa terlihat, jika wanita dalam keadaan

normal. Peningkatan kecil sementara, baik peningkatan tekanan darah sistol

maupun diastol dapat timbul dan berlangsung selama sekitar empat hari setelah

wanita melahirkan (Bowes, 1991).

8. Sistem neurologi

Perubahan neurologis selama puerperium merupakan kebalikan adaptasi

neurologis yang terjadi saat wanita hamil dan disebapkan trauma yang dialami

wanita saat bersalin dan melahirkan.

9. Sistem muskuluskeletal

Adaptasi sistem muskuluskeletal ibu yang terjadi selama masa hamil berlangsung

secara terbalik pada masa pascapartum. Adaptasi ini mencakup hal-hal yang
membantu relaksasi dan hipermobilitas sendi dan perubahan pusat berat ibu akibat

pemsaran rahim.

10. Sistem integumen

Kloasma yang muncul pada masa hamil biasanya menghilang saat kehamilan

berakhir. Pada beberapa wanita, pigmentasi pada daerah tersebut akan menutap.

Kulit kulit yang meregang pada payudara, abdomen, paha, dan panggul mungkin

memudar, tapi tidak hilang seluruhnya.

F. Klasifikasi Ruptur Perineum

Menurut buku Acuan Asuhan Persalinan Normal (2008), derajat ruptur perineum

dapat dibagi menjadi empat derajat, yaitu :

a. Ruptur perineum derajat satu, dengan jaringan yang mengalami robekan

adalah :

1) Vagina

a) Komisura posterior

b) Kulit perineum

b. Ruptur perineum derajat dua, dengan jaringan yang mengalami robekan

adalah :

1) Mukosa Vagina

a) Komisura posterior

b) Kulit perineum
c) Otot perineum

c. Ruptur perineum derajat tiga, dengan jaringan yang mengalami robekan

adalah :

1) Sebagaimana ruptur derajat dua

2) Otot sfingter ani

d. Ruptur perineum derajat empat, dengan jaringan yang mengalami robekan

adalah :

1) Sebagaimana ruptur derajat tiga

2) Dinding depan rectum

G. Komplikasi

1. Perdarahan

Perdarahan adalah penyebap kematian terbanyak pada wanita selama periode post

partum. Perdarahan post partum adalah : kehilangan darah lebih dari 500 cc

setelah kelahiran kriteria perdarahan didasarkan pada satu atau lebih tanda-tanda

sebagai berikut:

a. Kehilangan darah lebih dai 500 cc

b. Sistolik atau diastolik tekanan darah menurun sekitar 30 mmHg

c. Hb turun sampai 3 gram % (novak, 1998).

Perdarahan post partum dapat diklasifikasi menurut kapan terjadinya perdarahan

dini terjadi 24 jam setelah melahirkan. Perdarahan lanjut lebih dari 24 jam setelah
melahirkan, syok hemoragik dapat berkembang cepat dan menadi kasus lainnya,

tiga penyebap utama perdarahan antara lain :

a. Atonia uteri : pada atonia uteri uterus tidak mengadakan kontraksi dengan baik

dan ini merupakan sebap utama dari perdarahan post partum. Uterus yang sangat

teregang (hidramnion, kehamilan ganda, dengan kehamilan dengan janin besar),

partus lama dan pemberian narkosis merupakan predisposisi untuk terjadinya

atonia uteri.

b. laserasi jalan lahir : perlukan serviks, vagina dan perineum dapat menimbulkan

perdarahan yang banyak bila tidak direparasi dengan segera.

c. Retensio plasenta, hampir sebagian besar gangguan pelepasan plasenta

disebapkan oleh gangguan kontraksi uterus.retensio plasenta adalah : tertahannya

atau belum lahirnya plasenta atau 30 menit selelah bayi lahir.

d. Lain-lain

1) Sisa plasenta atau selaput janin yang menghalangi kontraksi uterus sehingga

masih ada pembuluh darah yang tetap terbuka

2) Ruptur uteri, robeknya otot uterus yang utuh atau bekas jaringan parut pada

uterus setelah jalan lahir hidup.

3) Inversio uteri (Wikenjosastro, 2000).


2. Infeksi puerperalis

Didefinisikan sebagai; inveksi saluran reproduksi selama masa post partum.

Insiden infeksi puerperalis ini 1 % - 8 %, ditandai adanya kenaikan suhu > 38 0

dalam 2 hari selama 10 hari pertama post partum. Penyebap klasik adalah :

streptococus dan staphylococus aureus dan organisasi lainnya.

3. Endometritis

Adalah infeksi dalam uterus paling banyak disebapkan oleh infeksi puerperalis.

Bakteri vagina, pembedahan caesaria, ruptur membran memiliki resiko tinggi

terjadinya endometritis (Novak, 1999).

4. Mastitis

Yaitu infeksi pada payudara. Bakteri masuk melalui fisura atau pecahnya puting

susu akibat kesalahan tehnik menyusui, di awali dengan pembengkakan, mastitis

umumnya di awali pada bulan pertamapost partum (Novak, 1999).

5. Infeksi saluran kemih

Insiden mencapai 2-4 % wanita post partum, pembedahan meningkatkan resiko

infeksi saluran kemih. Organisme terbanyak adalah Entamoba coli dan

bakterigram negatif lainnya.

6. Tromboplebitis dan trombosis

Semasa hamil dan masa awal post partum, faktor koagulasi dan meningkatnya

status vena menyebapkan relaksasi sistem vaskuler, akibatnya terjadi

tromboplebitis (pembentukan trombus di pembuluh darah dihasilkan dari dinding


pembuluh darah) dan trombosis (pembentukan trombus) tromboplebitis superfisial

terjadi 1 kasus dari 500 – 750 kelahiran pada 3 hari pertama post partum.

7. Emboli

Yaitu : partikel berbahaya karena masuk ke pembuluh darah kecil menyebapkan

kematian terbanyak di Amerika (Novak. 1999).

8. Post partum depresi

Kasus ini kejadinya berangsur-angsur, berkembang lambat sampai beberapa

minggu, terjadi pada tahun pertama. Ibu bingung dan merasa takut pada dirinya.

Tandanya antara lain, kurang konsentrasi, kesepian tidak aman, perasaan obsepsi

cemas, kehilangan kontrol, dan lainnya. Wanita juga mengeluh bingung, nyeri

kepala, ganguan makan, dysmenor, kesulitan menyusui, tidak tertarik pada sex,

kehilanagan semangat (Novak, 1999).

H. Tanda – Tanda Bahaya Post Partum

Perdarahan dalam keadaan dimana plasenta telah lahir lengkap dan kontraksi

rahim baik, dapat dipastikan bahwa perdarahan tersebut berasal dari perlukaan

jalan lahir (Depkes RI, 2004).

Tanda-tanda yang mengancam terjadinya robekan perineum antara lain :

1. Kulit perineum mulai melebar dan tegang.

2. Kulit perineum berwarna pucat dan mengkilap.

3. Ada perdarahan keluar dari lubang vulva, merupakan indikasi robekan


pada mukosa vagina.

I. Penatalaksanaan atau Perawatan Post Partum

Penanganan ruptur perineum diantaranya dapat dilakukan dengan cara melakukan

penjahitan luka lapis demi lapis, dan memperhatikan jangan sampai terjadi ruang

kosong terbuka kearah vagina yang biasanya dapat dimasuki bekuan-bekuan darah

yang akan menyebabkan tidak baiknya penyembuhan luka. Selain itu dapat

dilakukan dengan cara memberikan antibiotik yang cukup (Moctar, 1998).

Prinsip yang harus diperhatikan dalam menangani ruptur perineum adalah:

1. Bila seorang ibu bersalin mengalami perdarahan setelah anak lahir, segera

memeriksa perdarahan tersebut berasal dari retensio plasenta atau plasenta lahir

tidak lengkap.

2. Bila plasenta telah lahir lengkap dan kontraksi uterus baik, dapat dipastikan

bahwa perdarahan tersebut berasal dari perlukaan pada jalan lahir, selanjutnya

dilakukan penjahitan. Prinsip melakukan jahitan pada robekan perineum :

a. Reparasi mula-mula dari titik pangkal robekan sebelah dalam/proksimal ke arah

luar/distal. Jahitan dilakukan lapis demi lapis, dari lapis dalam kemudian lapis

luar.

b. Robekan perineum tingkat I : tidak perlu dijahit jika tidak ada perdarahan dan

aposisi luka baik, namun jika terjadi perdarahan segera dijahit dengan

menggunakan benang catgut secara jelujur atau dengan cara angka delapan.
c. Robekan perineum tingkat II : untuk laserasi derajat I atau II jika ditemukan

robekan tidak rata atau bergerigi harus diratakan terlebih dahulu sebelum

dilakukan penjahitan. Pertama otot dijahit dengan catgut kemudian selaput lendir.

Vagina dijahit dengan catgut secara terputus-putus atau jelujur. Penjahitan

mukosa vagina dimulai dari puncak robekan. Kulit perineum dijahit dengan

benang catgut secara jelujur.

d. Robekan perineum tingkat III : penjahitan yang pertama pada dinding depan

rektum yang robek, kemudian fasia perirektal dan fasia septum rektovaginal

dijahit dengan catgut kromik sehingga bertemu kembali.

e. Robekan perineum tingkat IV : ujung-ujung otot sfingter ani yang terpisah

karena robekan diklem dengan klem pean lurus, kemudian dijahit antara 2-3

jahitan catgut kromik sehingga bertemu kembali. Selanjutnya robekan dijahit lapis

demi lapis seperti menjahit robekan perineum tingkat I.

f. Meminimalkan Derajat Ruptur Perineum

Menurut Mochtar (1998) persalinan yang salah merupakan salah satu sebab

terjadinya ruptur perineum. Menurut Buku Acuan Asuhan Persalinan Normal

(2008) kerjasama dengan ibu dan penggunaan perasat manual yang tepat dapat

mengatur ekspulsi kepala, bahu, dan seluruh tubuh bayi untuk mencegah laserasi

atau meminimalkan robekan pada perineum. Dalam menangani asuhan

keperawatan pada ibu post partum spontan, dilakukan berbagai macam

penatalaksanaan, diantaranya :

1. Monitor TTV
Tekanan darah meningkat lebih dari 140/90 mungkin menandakan preeklamsi

suhu tubuh meningkat menandakan terjadinya infeksi,stress, atau dehidrasi.

2. Pemberian cairan intravena

Untuk mencegah dehidrasi dan meningkatkan kemampuan perdarahan darah dan

menjaga agar jangan jatuh dalam keadaan syok, maka cairan pengganti

merupakan tindakan yang vital, seperti Dextrose atau Ringer.

3. Pemberian oksitosin

Segera setelah plasenta dilahirkan oksitosin (10 unit) ditambahkan dengan cairan

infuse atau diberikan secara intramuskuler untuk membantu kontraksi uterus dan

mengurangi perdarahan post partum.

4. Obat nyeri

Obat-obatan yang mengontrol rasa sakit termasuk sedative, alaraktik, narkotik dan

antagonis narkotik. Anastesi hilangnya sensori, obat ini diberikan secara regional/

umum (Hamilton, 1995).

2. Konsep Dasar Tubektomi

3. Pengkajian Fokus

Pengkajian pada ibu post partum menurut Doenges, 2001 adalah sebagai berikut :

1. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan

a. Bagaimana keadaan ibu saat ini ?


b. Bagaimana perasaa ibu setelah melahirkan ?

2. Pola nutrisi dan metabolik

a. Apakah klien merasa kehausan setelah melahirkan ?

b. Apakah klien merasa lapar setelah melahirkan ?

c. Apakah klien kehilangan nafsu makan atau merasa mual ?

d. Apakah ibu mengalami penurunan BB setelah melahirkan ?

3. Pola aktivitas setelah melahirkan

a. Apakah ibu tampak kelelahan atau keletihan ?

b. Apakah ibu toleransi terhadap aktivitas sedang atau ringan ?

c. Apakah ibu tampak mengantuk ?

4. Pola eliminasi

a. Apakah ada diuresis setelah persalinan ?

b. Adakan nyeri dalam BAB pasca persalinan ?

5. Neuro sensori

a. Apakah ibu merasa tidak nyaman ?

b. Apakah ibu merasa nyeri di bagian tubuh tertentunya ?

c. Bagaimana nyeri yang ibu raskan ?

d. Kaji melalui pengkajian P, Q, R, S, T ?


e. Apakah nyerinya menggangu aktivitas dan istirahatnya ?

6. Pola persepsi dan konsep diri

a. Bagaimana pandangan ibu terhadap dirinya saat ini

b. Adakah permasalahan yang berhubungan dengan perubahan penampilan

tubuhnya saat ini ?

7. Pemeriksaan fisik

a. Keadaan umum

1) Pemeriksaan TTV

2) Pengkajian tanda-tanda anemia

3) Pengkajian tanda-tanda edema atau tromboflebitis

4) Pemeriksaan reflek

5) Kaji adanya varises

6) Kaji CVAT ( cortical vertebra area tenderness )

b. Payudara

1) Pengkajian daerah areola ( pecah, pendek, rata )

2) Kaji adanya abses

3) Kaji adanya nyeri tekan

4) Observasi adanya pembengkakanatau ASI terhenti


5) Kaji pengeluaran ASI

c. Abdomen atau uterus

1) Observasi posisi uterus atau tiggi fundus uteri

2) Kaji adnanya kontraksi uterus

3) Observasi ukuran kandung kemih

d. Vulva atau perineum

1) Observasi pengeluaran lokhea

2) Observasi penjahitan lacerasi atau luka episiotomi

3) Kaji adanya pembengkakan

4) Kaji adnya luka

5) Kaji adanya hemoroid

8. Pemeriksaan penunjang

a. Pemeriksaan darah

Beberapa uji laboratorium biasa segera dilakukan pada periodepasca partum. Nilai

hemoglobin dan hematokrit seringkali dibutuhkan pada hari pertama pada

partumuntuk mengkaji kehilangan darah pada melahirkan.

b. Pemeriksaan urin

Pegambilan sampel urin dilakukan dengan menggunakan cateter atau dengan

tehnik pengambilan bersih (clean-cath) spisimen ini dikirim ke laboratorium


untuk dilakukan urinalisis rutin atau kultur dan sensitivitas terutama jika cateter

indwelling di pakai selama pasca inpartum. Selain itu catatan prenatal ibu harus di

kaji untuk menentukan status rubelle dan rhesus dan kebutuhan therapy yang

mungkin (Bobak, 2004).

4. Diagnosa Keperawatan

1. Nyeri berhubungan dengan involusi uterus, nyeri setelah melahirkan. (Doenges,

2001)

2. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan laserasi dan proses. (Doenges, 2001)

3. Resiko menyusui tidak efektif berhubungan dengan kurang pengetahuan cara

perawatan payudara bagi ibu menyusui. (Bobak, 2004)

4. Gangguan pola eliminasi bowel berhubungan dengan adanya konstipasi.

(Bobak, 2004)

5. Resiko tinggi kekurangan volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan

kehilangan darah dan intake ke oral. (Doenges, 2001)

6. Gangguan pola tidur berhubungan dengan respon hormonal psikologis, proses

persalinan dan proses melelahkan. (Doenges, 2001)

5. Rencana Tindakan Keperawatan

1. Nyeri berhubungan dengan involusi uterus, nyeri setelah melahirkan

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan nyeri berkurang

Kriteria Hasil :
a. Klien mengatakan nyeri berkurang dengan skala nyeri 3-4

b. Klien terlihat rileks, ekspresi wajah tidak tegang, klien bisa tidur nyaman

c. Tanda-tanda vital dalam batas normal : suhu 36-370 C, N 60-100 x/menit, RR

16-24 x/menit, TD 120/80 mmHg

Intervensi :

a. Kaji karakteristik nyeri klien dengan PQRST ( P : faktor penambah dan

pengurang nyeri, Q : kualitas atau jenis nyeri, R : regio atau daerah yang

mengalami nyeri, S : skala nyeri, T : waktu dan frekuensi )

Rasional : untuk menentukan jenis skala dan tempat terasa nyeri

b. Kaji faktor-faktor yang mempengaruhi reaksi klien terhadap nyeri

Rasional : sebagai salah satu dasar untuk memberikan tindakan

atau asuhan keperawatan sesuai dengan respon klien

c. Berikan posisi yang nyaman, tidak bising, ruangan terang dan tenang

Rasional : membantu klien rilaks dan mengurangi nyeri

d. Biarkan klien melakukan aktivitas yang disukai dan alihkan perhatian klien

pada hal lain

Rasional : beraktivitas sesuai kesenangan dapat mengalihkan perhatian klien dari

rasa nyeri

e. Kolaborasi pemberian analgetik


Rasional : untuk menekan atau mengurangi nyeri

2. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan kurangnya pengetahuan cara

perawatan Vulva

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan tidak terjadi infeksi,

pengetahuan bertambah

Kriteria hasil :

a. Klien menyertakan perawatan bagi dirinya

b. Klien bisa membersihkan vagina dan perineumnya secara mandiri

c. Perawatan pervagina berkurang

d. Vulva bersih dan tidak inveksi

e. Tidak ada perawatan

f. Vital sign dalam batas normal

Intervensi :

a. Pantau vital sign

Rasional : peningkatan suhu dapat mengidentifikasi adnya infeksi

b. Kaji daerah perineum dan vulva

Rasioal : menentukan adakah tanda peradangan di daerah vulva dan perineum

c. Kaji pengetahuan pasien mengenai cara perawatan ibu post partum

Rasional : pasien mengetahui cara perawatan vulva bagi dirinya


d. Ajarkan perawatan vulva bagi pasien

Rasional : pasien mengetahui cara perawatan vulva bagi dirinya

e. Anjurkan pasien mencuci tangan sebelum memegang daerah vulvanya

Rasional : meminimalkan terjadinya infeksi

f. Lakukan perawatan vulva

Rasional : mencegah terjadinya infeksi dan memberikan rasa nyaman bagi pasien

3. Resiko menyusui tidak efektif berhubungan dengan kurang pengetahuan cara

perawatan payudara bagi ibu menyusui

Tujuan : pasien mengetahui cara perawatan payudara bagi ibu menyusui

Kriteria hasil :

a. Klien mengetahui cara perawatan payudara bagi ibu menyusui

b. Asi keluar

c. Payudara bersih

d. Payudara tidak bengkak dan tidak nyeri

e. Bayi mau menetek

Intervensi :

a. Kaji pengetahuan paien mengenai laktasi dan perawatan payudara

Rasional : mengetahui tingkat pengetahuan pasien dan untuk menentukan

intervensi selanjutnya.
b. Ajarkan cara merawat payudara dan lakukan cara brest care

Rasional : meningkatkan pengetahuan pasien dan mencegah terjadinya bengkak

pada payudara

c. Jelaskan mengenai manfaat menyusui dan mengenai gizi waktu menyusui

Rasional : memberikan pengetahuan bagi ibu mengenai manfaat ASI bagi bayi

d. Jelaskan cara menyusui yang benar

Rasional : mencegah terjadinya aspirasi pada bayi

4. Gangguan pola eliminasi bowel berhubungan dengan adanya konstipasi

Tujuan : kebutuhan eliminasi pasien terpenuhi

Kriteria hasil :

a. Pasien mengatakan sudah BAB

b. Pasien mengatakan tidak konstipasi

c. Pasien mengatakan perasaan nyamannya

Intervensi :

a. Auskultasi bising usus, apakah peristaltik menurun

Rasional : penurunan peristaltik usus menyebapkan konstpasi

b. Observasi adanya nyeri abdomen

Rasional : nyeri abdomen menimbulkan rasa takut untuk BAB


c. Anjurkan pasien makan-makanan tinggi serat

Rasional : makanan tinggi serat melancarkan BAB

d. Anjurkan pasien banyak minum terutama air putih hangat

Rasional : mengkonsumsi air hangat melancarkan BAB

e. Kolaborasi pemberian laksatif ( pelunak feses ) jika diperlukan

Rasional : penggunana laksatif mungkan perlu untuk merangsang peristaltik usus

dengan perlahan atau evakuasi feses

5. Resiko tinggi kekurangan volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan

kehilangan darah dan intake ke oral

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan kebutuhan cairan terpenuhi

Kriteria hasil :

a. Menyatakan pemahaman faktor penyebap dan perilaku yang perlu untuk

memenuhi kebutuhan cairan, seperti banyak minum air putih dan pemberian

cairan lewat IV.

b. Menunjukkan perubahan keseimbangan cairan, dibuktikan oleh haluaran urine

adekuat, tanda-tanda vital stabil, membran mukosa lembab, turgor kulit baik

Intervensi :

a. Mengkaji keadaan umum pasien dan tanda-tanda vital

Rasional : menetapkan data dasar pasien untuk mengetahui penyimpangan dari

keadaan normal
b. Mengobservasi kemungkinan adanya tanda-tanda syok

Rasional : agar segera dilakukan rehidrasi maksimal jika terdapat tanda- tanda

syok

c. Memberikan cairan intravaskuler sesuai program

Rasional : pemberian cairan IV sangat penting bagi pasien yang mengalami difisit

volume cairan dengan keadaan umum yang buruk karena cairan IV langsung

masuk ke pembuluh darah.

6. Gangguan polatidur berhubungan dengan respon hormonal psikologis, proses

persalinan dan proses melelahkan Kemungkinan dibuktikan oleh mengungkapkan

laporan kesulitan jatuh tidur / tidak merasa segera setelahistirahat, peka rangsang,

lingkaran gelap di bawah mata sering menguap

Tujuan : istirahat tidur terpenuhi

Kriteria hasil :

a. Mengidentifikaasikan penilaian untuk mengakomodasi perubahan yang

diperlukan dengan kebutuhan terhadap anggota keluarga baru. Melaporkan

peningkatan rasa sejahtera istirahat

Intervensi :

a. Kaji tingkat kelelahan dan kebutuhan untuk istirahat. Catat lama persalinan dan

jenis kelahiran

Rasional : persalinan/ kelahiran yang lama dan sulit khususnya bila terjadi malam

meningkatkan tingkat kelelahan.


b. Kaji faktor-faktor bila ada yang mempengaruhi istirahat

Rasional : membantu meningkatkan istirahar, tidur dan relaksasi, menurunkan

rangsang

c. Berikan informasi tentang kebutuhan untuk tidur / istirahat setelah kembali ke

rumah

Rasional : rencana kreatif yang memperoleh untuk tidur dengan bayi lebih awal

serta tidur lebih siang membantu untuk memenuhi kebutuhan tubuh serta

menyadari kelelahan berlebih, kelelahan dapat mempengaruhi penilaian

psikologis, suplai ASI dan

penurunan reflek secara psikologis

7. Kurang pengetahuan mengenai perawatan diri dan bayi berhubungan dengan

kurang mengenai sumber informasi

Tujuan : memahami parawatan diri dan bayi

Kriteria hasil :

a. Mengungkapkan pemahaman perubahan fiiologis kebutuhan individu

Intervensi :

a. Pastikan persepsi klien tentang persalian dan kelahiran, lama persalinan dan

tingkat kelelahan klien

Rasional : terdapat hubungan lama persalinan dan kemampuan untuk melakukan

tanggung jawab tugas dan aktivitas perawatan dari atau perawatan bayi
b. Kaji kesiapan klien dan motifasi untuk belajar, bantu klien dan pasangan dalam

mengidentifikasi hubungan

Rasional : periode postnatal dapat merupakan pengalaman positif bila penyuluhan

yang tepat diberikan untuk membantu mengembangkan pertumbuhan ibu

maturasi, dan kompetensi

c. Berikan informasi tentang peran progaram latihan postpartum progresif

Rasional : latiahn membantu tonus otot, meningkatkan sirkulasai, menghasilkan

tubuh yang seimbang dan meningkatkan perasaan sejahtera secara umum

d. Identifikasi sumber-sumber yang tersedia misal pelayanan perawat, berkunjung

pelayanan kesehatan masyarakat

Rasional : meningkatkan kemandirian dan memberikan dukunagan untuk adaptasi

pada perubahan multiple.

Anda mungkin juga menyukai