Anda di halaman 1dari 43

LAPORAN AKHIR

PENDAMPINGAN PENGEMBANGAN KAWASAN TERNAK (2


KAB/KOTA) DI KALIMANTAN TIMUR

DRH. SIONITA GLORIANA GUNAWAN

BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN KALIMANTAN TIMUR


BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN
KEMENTERIAN PERTANIAN
2017

1
LEMBAR PENGESAHAN

1. Judul RDHP : Pendampingan Pengembangan Kawasan Sapi


Potong di Kalimantan Timur
2. Unit Kerja : BPTP Kalimantan Timur
3. Alamat Unit Kerja : Jl. P.M. Noor - Sempaja, Samarinda, Kaltim
75119
4. Sumber Dana : DIPA TA. 2017 Satker BPTP Kalimantan Timur
5. Status Penelitian (L/B) : L
6. Penanggung Jawab :
a. Nama : Drh. Sionita Gloriana Gunawan
b. Pangkat/Golongan : Penata Muda Tingkat I / III b
c. Jabatan : Peneliti Pertama
7. Lokasi : Kabupaten Kutai Kartanegara dan Kotamadya
Samarinda
8. Agroekosistem : Lahan kering
9. Tahun Dimulai : 2015
10. Tahun Selesai : 2019
11. Output Tahunan : a. Peningkatan pertumbuhan dan
perkembangan ternak sapi potong
b. Peningkatan adopsi teknologi peternakan
12. Output Akhir : -
13. Biaya : Rp. 119.400.000,- (Seratus Sembilan Belas Juta
Empat Ratus Ribu Rupiah)

Penanggung Jawab,
Koordinator Program,

Dhyani Nastiti P., SP., MP. drh. Sionita Gloriana Gunawan


NIP. 19750912 199903 2 001 NIP. 19860424 201503 1 002

Mengetahui,
Kepala BBP2TP Kepala BPTP

2
RINGKASAN

1. Judul : Pendampingan Pengembangan Kawasan Sapi


Potong di Kalimantan Timur
2. Tujuan
a. Jangka : a. Melaksanakan Pendampingan Kawasan Sapi
pendek Potong di 2 Kabupaten/Kota
b. Meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan
ternak sapi
c. Meningkatkan adopsi teknologi peternakan
b. Jangka : Menyediakan ternak dan daging sapi secara
panjang berkelanjutan
3 Deskripsi kegiatan : Merupakan pendampingan program strategis
kementan yang dilaksanakan di 2 kabupaten kota.
Teknologi yang diintroduksikan akan dilakukan di
laboratorium lapang. Adapun teknologi introduksi
disesuaikan dengan kondisi daerah setempat
(spesifik lokasi)
4 Metodologi : Metodologi yang akan digunakan adalah
membandingkan dua perlakuan di lokasi
laboratorium lapang, yaitu membandingkan kondisi
sebelum diperlakukan (kondisi existing) dan kondisi
setelah diperlakukan.
5 Keluaran yang : a. Terlaksananya pendampingan kawasan sapi
diharapkan potong di 2 Kabupaten/Kota di propinsi
Kalimantan Timur.
b. Peningkatan adopsi teknologi peternakan
c. Peningkatan pertumbuhan dan perkembangan
ternak sapi
6 Jangka waktu : 1 tahun
7 Biaya : Rp. 119.400.000,- (Seratus Sembilan Belas Juta
Empat Ratus Ribu Rupiah)

3
SUMMARY

1. Title : Assistance of Cattle Area in East Kalimantan


2. Objectives
a. Short term : a. To do the Assistance of Beef Cattle Region in 2
Regencies/City
b. Promote growth and development of cattle
c. Increase livestock technology adoption.
b. Long term : Provide cattle and beef in a sustainable manner
3 Description : Is a Assistance of strategic Program of Agriculture
Ministry implemented in 2 regions. Introduced
technology will be appied in field laboratory.
Technology that will be introduced is adaptable one
to local condition.
4 Methodology : The methodology that will be used is t test which is
comparing the condition before treated existing
condition) and the condition after treated.
5 Output : a. Implementation of regional assistance beef cattle
in 2 district / city in East Kalimantan province.
b. Promote growth and development of cattle
c. Increase livestock technology adoption.
6 Jangka waktu : 1 year
7 Biaya : Rp . Rp. 119.400.000,- (Seratus Sembilan Belas
Juta Empat Ratus Ribu Rupiah)

4
Abstrak

Pengembangan Kawasan Peternakan merupakan Program Nasional Kementerian


Pertanian yang mulai dilakukan pendampingan secara aktif di BPTP Kaltim sejak
tahun 2010. Pemerintah telah menetapkan program menuju kecukupan daging sapi
agar ketergantungan pada impor daging maupun sapi bakalan semakin kecil dan
dapat menghemat devisa yang cukup signifikan. Upaya peningkatan produksi untuk
mencapai kecukupan daging sapi harus dilakukan melalui beberapa pendekatan,
antara lain dengan: (1) meningkatkan produksi dan produktivitas secara
berkelanjutan yang berbasis pada pemanfaatan sumberdaya lokal, serta (2)
meningkatkan daya saing melalui pengembangan dan aplikasi teknologi inovatif, dan
kebijakan pembangunan yang kondusif. Namun juga perlu diperhatikan bahwa
peningkatan populasi, produktivitas dan produksi tersebut harus searah dengan
upaya perbaikan taraf hidup peternak untuk dapat hidup lebih sejahtera. Kegiatan ini
akan dilaksanakan di 1 Kabupaten dan 1 Kotamadya yaitu Kabupaten Kutai
Kartanegara serta Kotamadya Samarinda dari bulan Januari-Desember 2017. Tujuan
pendampingan Pengembangan Kawasan Peternakan Adalah a. Melaksanakan
Pendampingan Kawasan Sapi Potong di 2 Kabupaten/Kota b. Meningkatkan
pertumbuhan dan perkembangan ternak sapi c. Meningkatkan adopsi teknologi
peternakan. Metodologi yang akan digunakan adalah membandingkan dua
perlakuan di lokasi laboratorium lapang, yaitu membandingkan kondisi sebelum
diperlakukan (kondisi existing) dan kondisi setelah diperlakukan. Kegiatan yang akan
dilaksanakan adalah introduksi teknologi peternakan di bidang penggemukan,
pembibitan, pengolahan limbah peternakan, teknologi flushing. Inovasi kelembagaan
yang akan dilaksanakan adalah penguatan kelembagaan peternak.

5
I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Revitalisasi Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (RPPK) yang telah


dicanangkan Presiden RI pada tanggal 11 Juni 2005 di Jatiluhur-Jawa Barat,
ditindaklanjuti Badan Litbang Pertanian, Departemen Pertanian dengan menyusun
buku tentang Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis 17 Komoditas Unggulan.
Tiga diantaranya adalah dari komoditas peternakan, yakni: unggas, sapi, dan
kambing/domba. Dari ketiga komoditas peternakan tersebut, yang perlu mendapat
perhatian terbesar adalah sapi, karena sampai saat ini impor daging dan sapi
bakalan jumlahnya masih sangat besar. Pemerintah telah menetapkan program
menuju kecukupan daging sapi pada tahun 2014 agar ketergantungan pada impor
daging maupun sapi bakalan semakin kecil dan dapat menghemat devisa yang
cukup signifikan. Salah satu hal penting yang harus dilakukan untuk mendukung
program menuju kecukupan daging sapi 2014 adalah peningkatan populasi dan
produktivitas ternak sapi, sehingga total produksi sapi dapat meningkat. Hal ini
sesuai dengan visi Nawa Cita Presiden Joko Widodo yakni terwujudnya Indonesia
yang berdaulat, mandiri dan berkepribadian berlandaskan gotong royong. Bangsa
Indonesia memiliki tujuan kemandirian bangsa dalam hal pencukupan pemenuhan
kebutuhan daging sapi dan pengurangan impor, yang dilakukan secara gotong
royong baik oleh pemerintah maupun masyarakat peternak.
Upaya peningkatan produksi untuk mencapai kecukupan daging sapi harus
dilakukan melalui beberapa pendekatan, antara lain dengan: (1) meningkatkan
produksi dan produktivitas secara berkelanjutan yang berbasis pada pemanfaatan
sumberdaya lokal, serta (2) meningkatkan daya saing melalui pengembangan dan
aplikasi teknologi inovatif, dan kebijakan pembangunan yang kondusif. Namun juga
perlu diperhatikan bahwa peningkatan populasi, produktivitas dan produksi tersebut
harus searah dengan upaya perbaikan taraf hidup peternak untuk dapat hidup lebih
sejahtera. Hal ini menunjang misi Nawa Cita (1) mewujudkan kualitas hidup manusia
Indonesia yang tinggi, maju dan sejahtera, dan (2) mewujudkan bangsa yang
berdaya saing.
Dukungan lain yang tidak kalah pentingnya adalah penguatan kelembagaan
dan aspek permodalan/pembiayaan. Dukungan kebijakan regulasi dalam hal
percepatan proses amandemen UU No.6/67 tentang ’Ketentuan-ketentuan Pokok

6
Peternakan dan Kesehatan Hewan’ menjadi sangat penting untuk dilaksanakan
karena UU No. 6/67 ini sudah tidak sesuai dengan lingkungan strategis dan kondisi
pembangunan pertanian saat ini. Dalam kaitannya dengan pelaksanaan otonomi
daerah, kewenangan pemerintah pusat hanya terbatas pada aspek kesehatan
hewan dan perbibitan, sehingga sangat diperlukan Sistem Perbibitan Nasional
(Sisbitnas) dan Sistem Kesehatan Hewan Nasional (Siskeswanas) yang digunakan
sebagai pedoman dalam pelaksanaan tupoksi UPT Daerah dan Pusat. Kedua sistem
ini harus mencakup aspek (konservasi) plasma nutfah dan untuk perbibitan dan
pengembangan dengan penanggung jawab terkoordinasi antar instansi terkait di
pusat dan daerah.
Kalimantan Timur sejak tahun 1997 awal terjadinya krisis moneter
perkembangan populasi sapi potong mengalami kemerosotan. Jumlah pemasukan
sapi potong dari luar Propinsi Kalimantan Timur setiap tahun cenderung semakin
tinggi, dari 37.254 ekor tahun 2009 menjadi 38.174 ekor pada tahun 2010 (BPS,
2011). Akibat langsung adalah meningkatnya laju pemotongan sapi betina produktif
dan apabila tidak diimbangi dengan peningkatan produktivitas dari ternak sapi
tersebut, maka akan terjadi pengurasan populasi dan akibat-akibat lain yang tidak
menguntungkan bagi pembangunan peternakan di Kalimantan Timur.
Dari beberapa hasil penelitian dan pengalaman empiris di lapangan, pola
integrasi vertikal seperti ini dapat mengurangi biaya pakan sampai dengan 50% dan
meningkatkan pendapatan peternak. Kondisi ini tentunya merupakan peluang bagi
usaha pembibitan sapi potong (cow calf operation) maupun usaha penggemukan
bagi upaya pencapaian program kecukupan daging 2014. Saat ini masih terjadi
ketimpangan produksi daging sapi. Total produksi daging sapi di Indonesia adalah
380.999 ton, sedangkan kebutuhan daging adalah 580.790 ton. Sisa kebutuhan
diimpor dari luar (Hendriadi, 2012).
Saat ini usaha peternakan untuk menghasilkan sapi bakalan (cow calf
operation) 99% dilakukan oleh peternakan rakyat yang sebagian besar berskala
kecil. Usaha ini mampu bertahan karena biasanya terintegrasi dengan kegiatan lain.
Hampir tidak ada investor yang berminat mengembangkan usaha cow calf operation
karena besarnya investasi yang dibutuhkan dan resiko karena waktu pemeliharaan
yang panjang. Hasil kajian Mathius et al. (2004) menyatakan bahwa untuk
menyiasati pergeseran alih fungsi lahan pertanian menjadi non pertanian adalah
dengan melakukan integrasi perkebunan dengan ruminansia. Soentoro et al (2004)

7
menyatakan bahwa skala usaha 3 ekor induk sapi dengan memperhitungkan biaya
tenaga kerja memberikan R/C 2,46.
Oleh karena itu, untuk menuju pencapaian program percepatan pencapaian
swasembada daging sapi tahun 2010 salah satu usaha yang dapat dilakukan adalah
melaksanakan praktek dan pendampingan secara total kepada kelompok-kelompok
tani ternak mengenai inovasi teknologi dan kelembagaan manajemen pemeliharaan
ternak sapi secara terpadu di beberapa kabupaten/kota di Kalimantan Timur agar
pertumbuhan dan perkembangan ternak sapi dan kelembagaan kelompok dapat
berjalan dengan baik.
BPTP Kaltim memiliki program untuk membantu peningkatan dukungan
inovasi dan teknologi kepada petani, sesuai dengan Renstra Kementerian Pertanian
2015-2019 dalam hal meningkatkan diseminasi teknologi dan membina petani dalam
pengembangan dan penerapan teknologi baru di lapangan. Peningkatan
ketersediaan dan pemanfaatan lahan dilaksanakan dalam hal pendampingan SITT
(sapi-sawit) serta mendorong petani untuk menggunakan sistem pemupukan
berimbang yang diintegrasikan dengan pupuk organik sehingga ramah lingkungan.
Pemberian bimbingan teknis untuk memperkuat kemampuan petani juga akan
dilakukan dalam hal pembuatan pupuk organik, kegiatan budidaya dan manajemen
peternakan, pemanfaatan lahan sebagai penghasil hijauan pakan ternak dengan
penanaman benih rumput yang dapat tumbuh baik di Kaltim. Pupuk organik dibuat
dari pemanfaatan kotoran dan urine ternak yang diolah terlebih dahulu, dalam hal ini
akan dilakukan bimbingan teknis kepada para petani bagaimana cara pembuatan
dan pemanfaatannya. Pupuk organik ini dapat dimanfaatkan untuk tanaman hijauan
pakan ternak agar kualitasnya meningkat, serta ramah lingkungan. Hijauan yang
berkualitas akan meningkatkan produksi peternakan yang pada akhirnya akan
berdampak positif pada petani.

1.2. Dasar Pertimbangan

Pendampingan PENGEMBANGAN KAWASAN PETERNAKAN di Kalimantan


Timur diterapkan sesuai dengan petunjuk dan kaidah PENGEMBANGAN KAWASAN
PETERNAKAN dan diharapkan terjadi percepatan penyebaran teknologi yang
diintroduksikan dari BPTP ke petani peserta kemudian berlangsung difusi secara
alamiah kepada petani di sekitarnya. Hasil kegiatan pada tahun 2012 adalah
Introduksi teknologi penggunaan solid sawit pada sapi memberikan PBBH sebesar
0,76 kg/ekor/hari dengan tingkat adopsi sebesar 72%. R/C dari teknologi ini adalah

8
2,13; teknologi flushing mampu menekan angka mortalitas 100% pada kerbau
dengan adopsi teknologi sebesar 50%. R/C dari teknologi ini sebesar 1,06, introduksi
teknologi penggunaan kaliandra dapat memberikan PBBH anak sapi sebesar 0,32
kg/ekor/hari dengan tingkat adopsi sebesar 75%. Sedangkan teknologi biourine
memberikan R/C sebesar 3,6 dengan tingkat adopsi sebesar 35 %. Sistem
pemeliharaan ternak sapi secara semi-intensif memberikan PBBH pada pedet
sebesar 0,44 kg/ekor/hari dan pada induk sapi sebesar 0,38 kg/ekor/hari. Tingkat
adopsi teknologi sebesar 50%. Adanya peningkatan bobot badan harian sebesar
0.35 kg/ekor/hari dengan adanya penambahan pemberian kaliandra. Sedangkan
adopsi adalah sebesar 75%.
Pemberian bimbingan teknis kepada petani dalam hal manajemen
peternakan yang baik berupa pemanfaatan lahan sebagai lahan hijauan pakan
ternak. Pemberian bibit kaliandra dan centrosema dilakukan kepada para petani
untuk ditanami di lahan kosong yang sebenarnya bisa dimanfaatkan sebagai lahan
hijauan. Cara penanaman bibit hijauan pakan ternak akan disampaikan kepada para
petani agar tanaman tumbuh sesuai harapan yang nantinya akan berdampak
langsung pada produksi peternakan. Penambahan jumlah pakan untuk ternak dapat
mengurangi pengeluaran para petani yang akan berdampak pada kesejahteraannya.
Bimbingan teknis di bagian pakan tidak hanya mengutamakan ketersediaan
hijauan, tetapi pula bagaimana memproduksi hijauan yang bernilai gizi tinggi dengan
memanfaatkan pupuk organik yang dihasilkan dari kotoran dan urine ternak. Proses
pengolahan kotoran dan urin ternak disampaikan kepada para petani agar nilai
ekonomisnya meningkat dan bermanfaat. Pupuk organik dapat berupa pupuk
kandang dan biourin yang yang memiliki teknik khusus dalam pengolahannya. Pupuk
organik dapat dimanfaatkan sendiri ataupun untuk dijual sehingga dapat menambah
pemasukan petani.
Manajemen pemberian pakan yang baik, selain melalui pemberian hijauan
diperlukan juga tambahan lain seperti mineral. Pemberian bimbingan teknis
mengenai mineral blok akan dilakukan kepada petani. Mineral blok dapat diolah
sendiri dengan bahan yang sederhana dan mudah didapat.
Semua teknologi akan disampaikan dalam bimbingan teknis dan
didiseminasikan kepada para petani untuk meningkatkan kesejahteraan petani
karena terjadi peningkatan pendapatan melalui pengingkatan produksi peternakan.

9
1.3. Tujuan

Tahunan

a. Melaksanakan pendampingan Pengembangan Kawasan Sapi Potong Di


Kalimantan Timur
b. Mempercepat pertumbuhan dan perkembangan ternak sapi
c. Mempercepat adopsi teknologi peternakan

Akhir
Terjadinya peningkatan pertumbuhan dan pengembangan ternak sapi potong
serta peningkatan adopsi teknologi peternakan di Kalimantan Timur.

1.4. Keluaran yang diharapkan

Tahunan

a. Terlaksananya pendampingan Pengembangan Kawasan Peternakan di 2


kabupaten/kota di propinsi Kalimantan Timur.
b. Pertumbuhan dan perkembangan ternak sapi dapat meningkat
c. Peningkatan adopsi teknologi peternakan

Akhir
Terjadinya peningkatan pertumbuhan dan pengembangan ternak sapi potong
serta peningkatan adopsi teknologi peternakan di Kalimantan Timur.

1.5. Perkiraan Manfaat dan Dampak


Peningkatan pendapatan petani serta menjaga keberlanjutan produksi daging
sapi dan kerbau sebagai penyangga ketahanan pangan regional dan nasional serta
mampu meningkatkan pendapatan usaha tani sapi potong dan kesejahteraan rumah
tangga petani.

10
II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kerangka Teoritis

Kalimantan Timur mempunyai peluang yang sangat besar dalam usaha


pengembangan sapi potong mengingat permintaan pasar yang relatif besar. Hal ini
ditinjau dari berbagai potensi seperti agroklimat dan luas lahan, bebas penyakit dan
beberapa regulasi untuk menciptakan iklim usaha yang kondusif. Upaya-upaya
teknis untuk meningkatkan produktivitas dan reproduktivitas telah dilakukan
pemerintah Kalimantan Timur seperti efisiensi perbibitan dan peningkatan efisiensi
penggemukan dan pembinaan kelompok usaha peternakan rakyat. Untuk
mendukung usaha tersebut pemerintah Kaltim telah menetapkan kawasan atau
daerah pengembangan agribisnis sapi potong. Selain itu pemerintah juga
memfasilitasi akses peternak kepada perbankan/lembaga keuangan dan
menciptakan struktur pasar yang lebih kompetitif.
Beberapa faktor yang mempengaruhi keberhasilan usaha sapi potong baik
penghasil bibit maupun penggemukan adalah faktor bibit, pakan dan manajemen
pemeliharaan. Aspek pembibitan mempunyai peranan yang strategis karena bibit
ternak merupakan awal dari serangkaian proses produksi ternak. Sapi Bali
merupakan jenis sapi potong yang paling banyak beredar di Kalimantan Timur ( BPS,
2006). Murtidjo (1990), menyatakan bahwa dilihat dari karakteristik karkasnya sapi
Bali digolongkan sapi potong paling ideal karena bentuk badannya yang kompak dan
serasi, bahkan dinilai lebih unggul daripada sapi potong Eropa. Beberapa
keunggulan lain yang dimiliki sapi Bali antara lain jinak (mudah pemeliharaannya),
tingkat kesuburannya tinggi, dapat memanfaatkan pakan mutu rendah (daya cerna
serat baik), daya adaptasi tinggi, selain untuk sapi potong dapat pula dijadikan sapi
kerja, persentase karkas tinggi yakni sekitar 56-57%, kadar lemak karkas rendah
(1,2%) dan responsif terhadap perbaikan lingkungan seperti pakan dan lain-lain.
Pemilihan bibit sapi Bali dapat dilihat dari bentuk luar yaitu badannya panjang dan
dalam, bentuk tubuh segi empat berbentuk balok, garis badan atas dan bawah
sejajar, paha penuh berisi, dada lebar dan dalam, kaki besar dan kokoh serta tampak
sehat (Anonim, 2008).
Dalam hal mencari dan mengklarifikasi informasi mengenai sapi potong,
menurut Saleh (2006) peternak yang maju lebih giat dibandingkan dengan peternak
yang kurang maju, hal ini berkorelasi dengan tingkat pendidikan peternak. Tingkat

11
pendidikan peternak juga berkorelasi dengan kelas ekonominya, di mana peternak
yang kelas ekonominya tinggi biasanya tingkat pendidikannya tinggi pula. Peternak
yang berpendidikan tinggi cenderung membuat jejaring komunikasi sendiri, aktif
mencari, mengklarifikasi dan memanfaatkan informasi sesuai kebutuhan yang
biasanya didapat dari surat kabar dan televisi. Peternak yang kurang maju biasanya
kurang memanfaatkan informasi yang berasal dari media surat kabar dan televisi.
Oleh karenanya diperlukan penyampaian informasi teknologi langsung kepada
peternak.

Pembibitan Sapi Potong


Salah satu teknologi peternakan yang mendukung program pembibitan
adalah Inseminasi Buatan. Teknologi Inseminasi Buatan merupakan teknologi
reproduksi yang saat ini telah diaplikasikan di masyarakat dan telah berkembang di
Indonesia. Dengan penerapan program ini manfaat ekonomis yang dapat diperoleh
yaitu bahwa seekor sapi jantan pemacak sebagai sumber sperma dapat
dipergunakan untuk mengawini sapi betina sebanyak 20.000 ekor/tahun. Adapun
sperma sapi jantan pemacak untuk perkawinan alamiah hanya sanggup melayani
120 ekor sapi betina/tahun (Murtidjo, 1990).

Penggemukan Sapi Potong


Produktivitas ternak sapi dipengaruhi oleh faktor lingkungan sampai 70% dan
faktor genetik hanya sekitar 30%. Di antara faktor lingkungan tersebut aspek pakan
mempunyai pengaruh paling besar sekitar 60%. Hal ini menunjukkan bahwa
walaupun potensi genetik ternak tinggi, namun apabila pemberian pakan tidak
memenuhi persyaratan kuantitas dan kualitas, maka produksi yang tinggi tidak akan
tercapai. Disamping hal tersebut di atas, faktor pakan juga merupakan biaya
produksi yang terbesar dalam usaha peternakan. Biaya pakan ini dapat mencapai
60-80% dari keseluruhan biaya produksi. Pakan utama ternak ruminansia adalah
hijauan yaitu sekitar 60% - 70%, namun demikian karena ketersediaan pakan hijauan
sangat terbatas maka pengembangan peternakan dapat diintegrasikan dengan
usaha pertanian sebagai strategi dalam penyediaan pakan ternak melalui
optimalisasi pemanfaatan limbah pertanian dan limbah agroindustri. Meningkatnya
intensivikasi tanaman pangan akan mengakibatkan hasil ikutan pertanian yang
melimpah (Tabrany et al, 2004). Hasil ikutan pertanian dapat dimanfaatkan sebagai
pakan tambahan untuk mengatasi kekurangan pakan hijauan (Tabrany et al, 2007).

12
Kaltim memiliki lahan perkebunan kelapa sawit yang luas dan produk ikutannya
berupa Bungkil Inti Sawit (BIS) dapat digunakan sebagai tambahan pakan ternak
yang memiliki efek antimikroba terhadap Salmonella Sp (Tafsin et al, 2005). Selain
itu BIS memiliki kadar protein yang tinggi yang baik bagi pakan ternak.
Aspek penting dalam usaha sapi potong adalah produksi bakalan (pedet)
untuk penggemukan dan hasil penggemukannya (fattening). Aspek penggemukan
masalah yang ditemui adalah : a). bobot awal penggemukan (bakalan) di bawah 250
kg b) pakan kuantitas dan kualitasnya rendah c). pemeliharaan terlalu lama (lebih
dari 6 bulan). Pada pendampingan PENGEMBANGAN KAWASAN PETERNAKAN
ini, target pertambahan bobot badan sapi potong Peranakan Ongole (PO) di atas 0,7
kg/ekor/hari, sapi keturunan di atas 0,9 kg/ekor/hari dan bobot badan sapi PO di atas
400 kg dan sapi keturunan di atas 500 kg (Puslitbangnak, 2010).
Usaha penggemukan sapi merupakan usaha agribisnis yang
menguntungkan. Keuntungan usaha pembesaran/penggemukan sapi terutama
berasal dari selisih bobot badan awal dengan bobot badan akhir. Waktu yang
dibutuhkan untuk mencapai bobot badan tertentu ikut menentukan karena berkaitan
dengan kebutuhan pakan dan tenaga kerja. Kunci sukses usaha ini adalah laju
pertumbuhan yang tinggi dapat diukur dari pertambahan bobot badan harian.
Sebagian besar, penggemukan sapi potong dilakukan dengan cara mengandangkan
sapi potong secara terus menerus selama waktu tertentu dengan tujuan
meningkatkan bobot badan dan diperoleh daging yang baik sebelum dipotong.
Menurut Setyono (2000) peluang pasar untuk sapi yang berumur 18 bulan (periode
grower) dan 24 bulan (periode finisher) adalah yang terutama sebagai penghasil
daging konsumsi. Tiga hal penting yang harus diperhatikan dalam usaha
penggemukan yaitu bibit (bakalan), pakan dan manajemen pemeliharaan. Ketiga
faktor tersebut saling berkaitan dan harus semua diperhatikan. Purbowanti dan
Rianto (2009) menyatakan bahwa bakalan yang akan digemukkan sangat
mempengaruhi keberhasilan usaha penggemukan sapi. Oleh karenanya perlu
seleksi yang ketat ketika memilih bakalan. Beberapa hal penting di dalam pemilihan
sapi bakalan, yaitu :
a. Pilih sapi bakalan yang kurus tetapi sehat dan tidak cacat
b. Pemilihan bangsa disesuaikan dengan permintaan pasar
c. Jenis kelamin yang dipilih adalah jantan
d. Pilih bakalan yang berumur kira-kira 2-2,5 tahun
e. Bentuk tubuhnya proporsional

13
Terdapat bermacam-macam sistem penggemukan yaitu :
1) Dry lot fattening : sapi yang digemukkan ditempatkan di dalam kandang
sepanjang waktu
2) Pasture fattening : sapi berada di padang penggembalaan sepanjang hari
3) Kombinasi antara no 1 dan no 2 : pada saat musim hujan - saat hijauan
berlimpah, sapi digembalakan, sementara pada musim kemarau sapi
dikandangkan.

2.2. hasil-hasil Pengkajian Terkait


Pakan ternak sapi potong terdiri dari pakan sumber serat (rumput dan pakan
penguat. Pakan penguat dapat berupa limbah agroindustri ataupun leguminosa baik
leguminosa pohon maupun leguminosa merambat. Leguminosa pohon memegang
peranan penting dalam peternakan karena memiliki kandungan nutrisi yang cukup
tinggi dan mampu hidup di ekogeografi yang luas cakupannya. Selain itu leguminosa
pohon adalah sumber yang baik untuk bahan bakar, hijauan pakan ternak dan
beberapa produk industri. Disamping itu leguminosa pohon banyak digunakan pada
lahan reklamasi, masyarakat kehutanan, dan program agroforestri (Isley, 1982
dalam Jha et al, 2002). Selanjutnya dinyatakan oleh Prawiradiputra et al (2006),
bahwa walaupun tanaman kaliandra mempunyai kandungan tannin yang tinggi
(11%) tetapi tidak ada laporan mengenai kandungan racun di daun kaliandra
sehingga kaliandra aman dikonsumsi oleh ternak.
Tabel 1. Kandungan Nutrisi Kaliandra
No. Kandungan nutrisi Prosentase
1. Bahan kering 30.69
2. Bahan organic 92,90
3. Protein kasar 22,9
4. Energy(kcal/kg) 4.469,4
Sumber : Wina, 1992
Kaliandra merupakan salah satu leguminosa pohon atau semak yang memiliki
beberapa beberapa species. Kaliandra dapat beradaptasi pada berbagai jenis tanah
asam, ketinggian sampai di atas 1700 m dpl dan curah hujan yang tinggi antara
2000-2400 mm/th. Kebanyakan tanaman kaliandra dimanfaatkan sebagai tanaman

14
untuk konservasi lahan marjinal seperti tepi sungai, hutan, jalan atau daerah lahn
kritis yang ditumbuhi alang-alang (herdiawan et al, 2005).
Selain kaliandra, limbah sawit merupakan alternatif baru pakan ternak yang
kaya gizi. Menurut Prof Dr Ir I Wayan Mathius MSc, 70% limbah sawit dapat
dimanfaatkan ruminansia sebagai pengganti pakan hijauan: rumput dan jerami. Yang
dimaksud limbah adalah pelepah, daun, dan batang sawit. Berdasarkan penelitian
Mathius setiap pohon sawit menghasilkan 22 pelepah/tahun dengan bobot masing-
masing 7 kg. 'Sehektar lahan dengan 130 pohon kelapa sawit bisa didapat 20.020 kg
pelepah segar/tahun,' ucap koordinator Program Penelitian Balai Penelitian Veteriner
di Ciawi, Jawa Barat, itu. Dari pelepah itu terkandung 26,06% bahan kering atau
5.271 kg/ha yang mudah dicerna sapi.
Setiap pelepah menghasilkan 0,5 kg daun yang bermanfaat sebagai pakan
hijauan. Angka itu setara dengan 658 kg/ha/tahun bahan kering daun. Limbah lain
yang dapat digunakan adalah batang. Namun, penggunaannya tergantung waktu
peremajaan pohon-setelah melewati umur produktif, 25 tahun. Sayangnya,
kandungan nutrisi pada batang dan dampaknya terhadap ternak belum diteliti lebih
jauh.
Saat pengolahan TBS dari lahan seluas 1 ha dapat diperoleh hasil ikutan
(dalam bentuk bahan kering) berupa 1.132 kg lumpur sawit (solid), 514 kg bungkil
inti, 2.681 kg serat perasan, dan 3.386 kg tandan kosong. Hasil ikutan itu dapat
dipakai sebagai pakan tambahan. Total jumlah limbah dan hasil ikutan pengolahan
TBS menghasilkan pakan sebesar 12.950 kg/ha. Angka itu lebih tinggi dari daya
konsumsi bahan kering sapi yang hanya 3,5% dari bobot tubuh. Pemmberian limbah
sawit berupa bungkil inti sawit dan solid sawit memberikan peningkatan ADG pada
sapi potong sebesar 0,53 kg/ekor/ hari pada jantan dan 0,37 kg/ekor/hari pada induk.
(Haznelly et al, 2005)
Teknologi lain yang dapat diintroduksian adalah teknologi flushing. Hasil
pengkajian yang dilakukan oleh Subiharta, 2005 menyatakan bahwa teknologi
flushing pada sapi Simmental yaitu pemberian konsentrat sebanyak 1,75% dari
Bobot badan pada induk bunting 8 bulan dan 3 bulan pasca beranak memberikan
kinerja reproduksi yang lebih tinggi yaotu berahi kembali 105 hari setelah bernak
dibandingkan dengan kontrol yang 135 hari pasca beranak. Bobot lahir pedet juga
lebih baik jika dibanding dengan kontrol.
Teknologi yang didiseminasikan kepada petani sehubungan dengan limbah
peternakan adalah pemanfaatan kotoran dan urin ternak sebagai pupuk organik.

15
Kendala yang dihadapi untuk memperbaiki padang rumput agar mampu menunjang
pertumbuhan ternak adalah budidaya hijauan makanan ternak dan manajemen
pemeliharaan ternak. Menurut Harapin et al (2007) pemberian pupuk kandang
dengan dosis 40 dan 60 ton/ha menghasilkan produksi bahan segar dan bahan
kering yang lebih tinggi dibandingkan dengan lahan yang diberikan pupuk kandang
hanya 20 ton/ha. Namun, nilai gizi tidak mengalami peningkatan dengan adanya
pemakaian pupuk kandang dalam kondisi tanah kering dan cuaca kemarau.

III. METODOLOGI
3.1. Pendekatan
Pendampingan Pengembangan Kawasan Peternakan dilakukan di 2 Lokasi
yang ada diwilayah Kalimantan Timur yaitu Kota Samarinda dan Kutai Kartanegara
(Kukar), dengan pendekatan partisipatif antara BPTP – Dinas terkait tingkat propinsi
dan kabupaten – penyuluh lapangan dan kelompok tani pelaksana. Seluruh kegiatan
yang akan dilaksanakan akan dikoordinasikan terlebih dahulu dengan dinas terkait
agar terjadi sinergi antara program kegiatan yang ada di BPTP dan dinas terkait.
Bentuk dukungan yang akan dilaksanakan oleh BPTP meliputi :
1. Demoplot Pengembangan Kawasan Peternakan, uji pakan lokal untuk
penggemukan dan pembibitan sapi potong.
2. Penyediaan informasi, juklak, juknis
3. Penyelenggaraan gelar teknologi di Laboratorium Lapang
4. Penyediaan contoh materi teknologi (bibit HPT unggul, formulasi pakan, obat)
5. Monitoring dan evaluasi penerapan teknologi
Dalam mempersiapkan dukungan teknologi yang dibutuhkan, BPTP akan
berkoordinasi dengan pusat ataupun Balai Penelitian terkait. Sesuai dengan kaidah
PENGEMBANGAN KAWASAN PETERNAKAN maka penentuan komponen
teknologi di tiap kabupaten/kota akan berbeda. Penentuan teknologi disesuaikan
dengan hasil PRA di masing-masing wilayah.

3.2. Ruang Lingkup


Ruang lingkup pendampingan Pengembangan Kawasan Peternakan adalah
4 Kabupaten yang menjadi pelaksana Pengembangan Kawasan Peternakan yaitu
kabupaten Kutai Kartanegara, kabupaten Kutai Timur, dan Kabupaten Penajam
Paser Utara. Pelaksanaan pendampingan akan dilaksanakan bersama-sama dengan
Pendamping Lapang dan ketua-ketua kelompok tani yang telah dianggap mampu

16
melakukan pengawalan Pengembangan Kawasan Peternakan. Pendampingan dan
pengawalan Pengembangan Kawasan Peternakan oleh BPTP Kalimantan Timur
akan dibantu oleh peneliti/penyuluh dan teknisi BPTP sebagai anggota tim
pendmping Pengembangan Kawasan Peternakan. Pendampingan akan
dilaksanakan selama 12 bulan dari Januari sampai Desember 2017.
Adapun tahapan dan cakupan kegiatan pendampingan yang akan
dilaksanakan meliputi :
1) Koordinasi dengan dinas dan instansi terkait di tingkat propinsi dan
kabupaten/kota.
2) Pertemuan padu padan antara pelaksana program Pengembangan Kawasan
Peternakan di propinsi dan kabupaten.
3) Penyiapan materi untuk pelaksanaan pendampingan Pengembangan
Kawasan Peternakan
4) Mendampingi penentuan lokasi Laboratorium Lapang bersama Dinas terkait
5) Melaksanakan PRA untuk menggali permasalahan yang ada di lokasi
Laboratorium Lapang.
6) Menjadi narasumber dalam pelaksanaan pelatihan di wilayah Pengembangan
Kawasan Peternakan
7) Melaksanakan pelatihan inovasi teknologi di wilayah Pengembangan
Kawasan Peternakan
8) Mengawal teknologi yang diterapkan di lokasi Laboratorium lapang
9) Melaksanakan bimbingan penerapan introduksi teknologi pada laboratorium
Lapang Agribisnis Sapi Potong (LL-ASP)
10) Melaksanakan demo-plot Pengembangan Kawasan Peternakan di 1 kota dan
3 kabupaten masing-masing sebanyak 1 unit
11) Melaksanakan kursus teknis untuk kelompok tani pelaksana LL
12) Melaksanakan temu lapang pada demo-plot yang dianggap paling layak
13) Melaksanakan monitoring dan evaluasi secara berkala selama
pendampingan
14) Menyusun laporan berkala dan laporan akhir kegiatan.

3.3. Bahan dan Metode Pelaksanaan Kegiatan


Bahan dan alat
Bahan yang akan digunakan dalam pendampingan meliputi :
1. Hijauan pakan ternak unggul

17
2. Biodekomposer
3. Bahan pakan lokal untuk penggemukan dan pembibitan
4. Sarana produksi peternakan (obat-obatan)
5. Bahan/materi penyuluhan dan pelatihan meliputi : Panduan umum, Juknis
Pengembangan Kawasan Peternakan, leaflet
Alat yang digunakan dalam melaksanakan pendampingan meliputi :
1. Alat pendukung pelaksanaan pendampingan di lapangan seperti
cangkul,sekop, timbangan digital.
2. Alat pendukung dalampelatihan ataupun presentasi teknologi seperti alat
tulis,laptop,LCD
3. Alat perekam data seperti kuesioner, blanko pengamatan, kamera,
komputer,flashdisk.

Teknik Diseminasi
Ada beberapa metode diseminasi yang akan digunakan sebagai pendekatan
dalam menyampaikan teknologi dalam pelaksanaan pendampingan Pengembangan
Kawasan Peternakan yaitu :
a) Komunikasi langsung dengan tatap muka, seperti komunikasi dalam
pendampingan dan bimbingan implementasi teknologi Pengembangan
Kawasan Peternakan, pada saat pelatihan teknis, saat sekolah lapang dan
temu lapang.
b) Komunikasi langsung tanpa tatap muka, seperti komunikasi dengan
menggunakan media telepon ataupun sms. Metode ini menjadi semakin
penting mengingat keterbatasan waktu dan jumlah SDM pendamping.
Manfaatnya untuk mempercepat pengambilan langkah tindak lanjut dan
solusi terhadapa permasalahan dan kendala yang ditemui petani dala
penerapan inovasi teknologi di lapangan.
c) Komunikasi tidak langsung melalui media cetak dalam bentuk leaflet atau
brosur serta media informasi lain seperti poster,VCD,Liptan.
d) Peragaaan teknologi,melalui keragaan hijauan pakan ternak pada demplot
Pengembangan Kawasan Peternakan, uji pakan lokal untuk penggemukan
dan pembibitan sapi potong,manajemen pakan,manajemen perkawinan.
Teknik diseminasi Pengembangan Kawasan Peternakan yang digunakan pada
pendampingan Pengembangan Kawasan Peternakan mengacu pada Pedoman
Umum Pengembangan Kawasan Peternakan . Prinsip yang digunakan untuk

18
Pengembangan Kawasan Peternakan ini adalah dengan petani menemukan
sendiri,maka petani akan menguasai. Model pemebrdayaan petani ini,beberapa
metode diseminasi akan dilakukan secara bertahap pada sekolah lapang.
Tabel 2. Metode diseminasi yang digunakan dalam operasional dukungan dan
pendampingan dari BPTP

Metode diseminasi
Bentuk
No kegiatan Komunikasi
Komunikasi
pendampingan Peragaan langsung Komunikasi tidak
langsung/tatap
teknologi tanpa tatap langsung
muka
muka
Materi Power point,diskusi - Juknis,
1. -
pelatihan leaflet,brosur

2. Uji pakan Ya Diskusi di lapangan Konsultasi Juknis,brosur,leaflet

Pelatihan
3. Ya Ya
teknis
Pembimbingan Saat demplot dan Juknis,
4. Ya Konsultasi
di lapangan sekolah lapang leaflet/brosur
Keragaaan
Poster,CD,leaflet,
5. Temu lapang HPT di Diskusi,sarasehan
brosur
lapangan

Operasional pendampingan oleh tim BPTP Kaltim di masing-masing demplot (LL)


adalah seperti Diagram 1.

Gambar 1 . Model Pendampingan Pengembangan Kawasan Peternakan (LL dan SL-


Agribisnis Sapi Potong)

19
Adapun tahapan operasional kegiatan pendampingan pengembangan Kawasan
peternakan tahun 2015 tercantum pada tabel 3.
Tabel 3. Tahapan Operasional Kegiatan Pendampingan Pengembangan
Kawasan Peternakan 2017
N Tahapan Tujuan
O Kegiatan
1. Koordinasi 1.Mendiskusikan lokasi pendampingan pengembangan
dengan Dinas kawasan peternakan yang terkait dengan program/
terkait kegiatan Dinas setempat, mencakup kabupaten,
kecamatan, desa (dasar: Kementan No 43/2015)
2.Menyampaikan tujuan pendampingan yang akan
dilakukan oleh BPTP
2. Penentuan 1. Menentukan kawasan yang akan didampingi
kawasan yang (Berdasarkan hasil langkah 1), disesuaikan dengan
akan didampingi anggaran tersedia. Kawasan tersebut nantinya dijadikan
sebagai mother
2.Mengidentifikasi adanya demplot/demfarm yang telah
dibangun oleh kegiatan pendampingan PSDSK tahun
sebelumnya.
3.Merencanakan diseminasi teknologi untuk poktan
dalam satu kawasan (bila sudah ada demplot/demfarm)
atau meningkatkan skala demplot/demfarm yang sudah
ada.
3. Perancangan Tahap ini dilakukan bila pada kawasan terpilih belum ada
demplot/demfar
demplot/demfarm
m
1.Menentukan poktan sasaran untuk kegiatan
demplot/demfarm (syarat: letaknya strategis dan mudah
dijangkau oleh BPTP, ketersediaan sarana dan
prasarana, poktan kompak dan berminat tinggi untuk
membangun demplot/demfarm dan visioner)
2.Mengidentifikasi teknologi eksisting yang dilakukan
poktan saat ini dengan teknik FGD (wawancara dengan
5-10 orang anggota poktan sasaran).
Komponen teknologi yang didiskusikan dalam FGD
meliputi :
a.Jenis usahaternak (penggemukan, pembibitan)
b.Identitas ternak (jenis, bangsa, umur, status
fisiologi)
c.Status kepemilikan dan rata-rata usaha ternak per
KK
d.Pakan
e.Efisiensi usahaternak pembiakan (selang beranak,
bobot lahir anak, laju pertumbuhan anak (prasapih
dan pasca sapih, bobot sapih, mortalitas induk dan
anak, manajemen perkawinan)
f.Efisiensi usahaternak penggemukan (efisiensi
penggunaan pakan, efisiensi ekonomi untuk
menghasilkan per kg bobot hidup)

20
g.Pengolahan limbah
h.Kelembagaan
i.Pemasaran

21
IV. HASIL PENDAMPINGAN

Kegiatan pendampingan kawasan ternak sejalan dengan pendampingan


UPSUS SIWAB telah dilaksanakan di beberapa lokasi seperti di Kabupaten Kutai
Kartanegara, Kabupaten Kutai Timur, Kabupaten Kutai Barat, serta Kota Samarinda,
dan Kecamatan Krayan Provinsi Kaltara. Wilayah utama pendampingan kawasan
ternak yakni Kota Samarinda dan Kabupaten Kutai Kartanegara. Sosialisasi dan
Koordinasi UPSUS SIWAB dan Pendampingan Kawasan Ternak dilaksanakan di
BPTP Kaltim pada tanggal 22 Mei 2017. Pada pertemuan tersebut BPTP Kaltim telah
melakukan kordinasi dengan Dinas Pertanian Provinsi Kalimantan Timur, Dinas
Pertanian dan Peternakan Kabupaten Kutai Kartanegara, Dinas Pertanian
Kabupaten Kutai Barat, Dinas Pertanian Kabupaten Kutai Timur, Dinas Pertanian
dan Peternakan Kabupaten Penajam Paser Utara, ketua kelompok tani ternak
binaan BPTP Kaltim. Hadir pula sebagai narasumber dari Puslitbangnak (Ibu Dr. Ir.
Bess Tiesnawati, MSi) dari Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi
Kalimantan Timur ( Ir. I Gusti Made Jaya Adhi, MMT).
Materi yang dibahas dan didiskusikan pada Sosialisasi dan Koordinasi
UPSUS SIWAB dan Kawasan Ternak, yaitu :
a) Target IB harian untuk pencapaian kinerja upsus siwab sekitar 87 ekor/hari.
b) Peluang lahan eks tambang batu bara cukup besar dalam mendukung
program pengembangan peternakan di Kaltim.
c) Kalimantan Utara wilayah Krayan berpotensi untuk pengembangan kerbau
namun terkendala akan kesulitan pengiriman semen beku yang dikirim.
d) BPTP Kaltim diharapkan dapat terus melakukan pendampingan terkait
dengan pakan (hijauan unggul dan pakan tambahan lain), serta penanganan
kesehatan ternak (penyakit diare berdarah yang menyebabkan kematian
pada pedet, serta kembung) dengan berkordinasi dengan dinas peternakan
provinsi dan daerah.
e) Perlunya koordinasi antar stakeholder, baik dari pusat, provinsi, dan
kabupaten dalam rangka sinergi mendukung suksesnya program UPSUS
SIWAB dan Pendampingan Kawasan Peternakan.
f) Potensi di lahan bekas tambang batu bara diharapkan ke depan menjadi
model pengembangan peternakan di Kaltim, sehingga perlu bersinergi antara
perusahaan dengan dinas terkait.

22
Berbagai permasalahan yang dihadapi di lapangan pada kegiatan
Pendampingan Kawasan Ternak dan UPSUS SIWAB antara lain : (a) Pelaksanaan
UPSUS SIWAB wilayah Kabupaten Kukar, dan Kabupaten lainnya yaitu anggaran
petugas lapangan sangat kecil atau bahkan daerah tidak memiliki anggaran dalam
rangka mendukung program UPSUS SIWAB; (b) Pada peternakan sistem ekstensif
IB sulit dilakukan sehingga dilakukan kawin alam dengan pejantan yang dirotasi
untuk menghindari inbreeding. Di lahan bekas tambang hampir pasti satu ekor
bunting per tahun, namun beberapa pedet mati akibat diare di umur 1-4 bulan,
peternak ingin mendapatkan vaksin untuk diare tersebut walaupun berbayar; (c) Di
Kabupaten Kutim kesulitan mendapatkan sapi baru sebagai akseptor dikarenakan
lokasi yang jauh, seperti di Karangan. Populasi mencapai 400 ekor namun jauh dari
poskeswan; (d) lalu lintas ternak di Kaltim, di mana Kaltim berstatus bebas brucella
namun ada sapi potong yang masuk berstatus brucellosis di karantina; (e) Untuk
Kubar di samping SDM kurang dan lokasi dan jarak berjauhan antar lokasi suhu dan
cuaca tidak menunjang sehingga target yang diharapkan tidak tercapai (27%).
Diperlukan beberapa strategi dan rencana tindak lanjut untuk menghadapi
permasalahan yang ada di lapangan terkait dengan Pendampingan Kawasan Ternak
dan UPSUS SIWAB yaitu sebagai berikut : (a) Kegiatan tersebut menjadi tanggung
jawab bersama dengan berbagai kendala yang ada dilapangan seperti SDM dan
biaya, tentu diperlukan strategi untuk pencapaian target, target harian 87 ekor/ hari
agar bisa tercapai; (b) Pengembangan Pakan hijau ternak seperti indigofera dan odot
dapat dilakukan dengan bersinergi dengan Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan
Provinsi / Kabupaten setempat. Kegiatan yang perlu ditindaklanjuti yaitu pedet yang
diare, hal ini kemudian akan dikordinasikan dengan Dinas peternakan dan keswan
provinsi Kaltim dalam penanganannya untuk diketahui dan ditindaklanjuti; (c) Perlu
tindak lanjut MOU dengan Polri tekait SKSR. Untuk kendala lokasi yang berjauhan
perlu dilakukan strategi pemetaan lokasi IB misalnya kumpulkan ternak di beberapa
titik dan lakukan ib jika birahi, tidak harus memaksakan IB ditempat yang tida bisa
dilakukan IB diperlukankah penyerentakan birahi, petugas dari kecamatan lain bisa
bekerja bersama di satu titik kecamatan lain dalam sekali waktu kerja, bagi yang
kesulitan pendistribusian semen beku sebaiknya dilakukan pemilihan pejantan di
lokasi yang diakui dinas dan dimasukkan dalam data yang bisa melakukan kawin
alam, pejantan ditandai sehingga diketahui betina yang telah dikawini pejantan
tersebut; (d) Untuk mengatasi permasalah terbatasnya jumlah inseminator dinas,
bisa dilakukan manajemen IB yang berswadaya masyarakat. Program gerbang IB,

23
pengamatan sapi birahi selama 3 bulan; (e) Untuk mensiasati lokasi yang jauh
dilakukan pengumpulan ternak, diperiksa, jika birahi di IB, jika sakit diobati,
gangguan reproduksi permanen bisa dikeluarkan. Pemilihan pejantan yang
berkualitas dan tidak boleh dipakai lebih dari 2 tahun untuk mencegah inbreeding
dan dilakukan pencatatan yang baik; (f) Diperbolehkan melakukan kawin alam
namun dengan pejantan yang berkualitas baik. PERDA akan segera terbit tahun ini
terkait dengan pemotongan betina produktif. Betina yang terlanjur masuk di RPH dan
ternyata bunting sebaiknya dipeliharakan dulu; (g) Teknologi pengembangan ternak
di lahan bekas tambang dapat dilakukan kerjasama antara badan litbang serta
perusahaan penambangan batubara dan harus melihat peraturan dengan KLHK
terkait reklamasi yang harus dilakukan perusahaan; (h) Diharapkan peternak dan
dinas kabupaten meniru dan menerapkan teknologi dari kelompok pendampingan
BPTP Kaltim; (i) Kematian pada pedet akibat diare, pedet perlu diberikan formulasi
susu pengganti dari bungkil kedelai dan gula merah juga perlu tambahan-tambahan
pakan yang bergizi untuk asupan kepada ternak biar lebih sehat dan bisa produktif;
(j) Strategi untuk hal kendala anggaran pos IB, bisa dilakukan pengiriman tim teknis
selama 2 minggu ke daerah dengan sistem penyerentakan birahi; (k) MOU Polri dan
Kementan terkait pemotongan betina produktif sebaiknya disosialisasikan dengan
dinas; (l) ternak yang masuk ke Kaltim harus melalui pemeriksaan intensif, masalah
yang selama ini terjadi sapi yang masuk ke Kaltim tidak masuk ke RPH langsung
disebar kemana-mana sehingga tidak terkontrol oleh petugas karantina; (m) Selain
itu vaksinasi jembrana perlu diperhatikan serta diharapkan terjadi penurunan
pemotongan sapi betina produktif.
Pendampingan kegiatan kawasan ternak yang dilakukan BPTP Kalimantan
timur selain di kabupaten Kukar dan Kota Samarinda, juga dilakukan pula
pendampingan kawasan ternak yang menunjang UPSUS SIWAB di beberapa
wilayah lainnya seperti Provinsi Kalimantan Utara, Kabupaten Kubar, serta
Kabupaten Kutim.

A. Pendampingan di Kota Samarinda


Kegiatan Pendampingan Kawasan Peternakan di Kota Samarinda dilakukan
di 2 kelompok ternak yakni kelompok Subur (Lempake) dan Guyub Rukun (Sungai
Siring).
Jumlah sapi yang dimiliki oleh anggota kelompok tani ternak “SUBUR” adalah
sekitar 85 ekor sapi. Terdiri dari 3 ekor sapi Jantan, 75 ekor sapi bentina dan 7 ekor

24
sapi pedet. Dimana dari 75 ekor sapi betina tersebut 55 ekor sapi indukan pernah
bunting, sedangkan 22 ekor sapi belum bunting dan siap kawin / bunting.
Dalam pertemuan kelompok disampaikan kegiatan Pendampingan Kawasan
Ternak untuk mendukung program UPSUS SIWAB di Kalimantan Timur, salah
satunya dengan mengidentifikasi jumlah betina yang belum bunting atau jumlah
indukan yang bermasalah sehingga belum pernah bunting. Selain itu pula
digarisbawahi untuk ketersediaan pakan ternak yang diberikan untuk ternak apakah
sudah mencukupi kebutuhan per ekor per hari karena kebutuhan pakan ternak sapi
per hari sekitar 10% dari berat badan sapi.
Kegiatan Pendampingan Kawasan Ternak mendukung peningkatan produksi
di kelompok ternak tersebut dengan memberikan inovasi teknologi terkait pakan.
Petani membutuhkan pakan hijauan unggul yang dapat meningkatkan produksi
ternak, karena selama ini yang dipakai hanyalah rumput alam. Oleh karenanya BPTP
Kaltim memberikan inovasi hijauan berupa stek rumput odot serta memberikan bibit
indigofera. Selain itu pula diberikan bungkil inti sawit sebagai pakan tambahan
sumber protein. Obat-obatan penting juga diberikan kepada peternak seperti obat
cacing, antibiotik dan mineral sebagai zat tambahan pakan ternak.
Untuk meningkatkan populasi, Dinas Kota dan Provinsi akan bekerja sama
dengan BPTP dan peternak dalam rangka sinkronisasi birahi sehingga dapat
dilakukan IB serentak di kelompok tersebut. BPTP Kaltim dibantu Dinas Peternakan
Kota dan Provinsi telah melaksanakan kegiatan antara lain : (1)pemeriksaan
kebuntingan betina (pkb), (2) sinkronisasi birahi dan (3) pemberian obat cacing.
Ternak di kelompok tersebut diperiksa terlebih dahulu status reproduksinya, jika
tidak hamil dan ovariumnya baik maka segera diberikan hormon untuk menggertak
birahi agar bisa segera diinseminasi. Ternak tersebut akan digertak birahi sekali lagi
lalu kemudian segera diinseminasi. Harapan ke depan adalah semua ternak di
kelompok tersebut bunting sehingga bisa menghasilkan pedet tahun depan.
Telah dilakukan IB terhadap 5 ekor sapi betina, terdiri dari 4 ekor sapi milik
bapak Mujiyono dan 1 ekor sapi milik Bapak Triyono. Selain itu juga dilaksanakan
pemeriksaan kebutingan betina sapi, terdapat 11 ekor sapi betina yang bunting.
Jumlah ternak sapi yang mendapatkan penyuntikan hormon kebuntingan
PGF kedua berjumlah 13 ekor sapi, sedangkan 1 ekor sapi baru mendapatkan satu
kali penyuntikan PGF, sehingga jumlah keseluruhan ternak sapi yang mendapatkan
penyuntikan PGF berjumlah 14 ekor. Dari ke-14 ternak yang dilakukan program
sinkronisasi estrus dan telah di-IB, didapatkan sejumlah 7 ekor atau sekitar 50%

25
yang tidak mengalami estrus kembali dan diasumsikan telah bunting. Pemeriksaan
kebuntingan belum bisa dilakukan karena usia kebuntingan masih terlalu muda untuk
dilaksanakan palpasi per rectal.
Telah dilakukan kegiatan Pendampingan Kawasan Ternak di kelompok Guyub
Rukun. Pertemuan kelompok membahas mengenai masalah performa sapi
mengalami penurunan menjadi lebih kecil dari sebelumnya. Penyebabnya karena
indukan sapi jantan yang sudah berumur tua dan terjadi perkawinan antara
keturunanan sendiri / inbreeding yang disebabkan karena sapi melakukan kawin
alam. Oleh karena itu, upaya untuk mengatasi masalah tersebut yaitu dengan
menjual indukan sapi jantan dan membeli indukan sapi jantan yang baru dan muda,
kemudian sapi sebaiknya dikandangan sehingga mengurangi terjadinya kawin alam
antara sapi dengan keturunan yang sama dan memudahkan melakukan pengecekan
pemeriksaan kebuntingan betina sapi sehingga dapat segera dilaksanakan
inseminasi buatan (IB).
Selanjutnya dilakukan penimbangan berat bobot sapi betina. Penimbangan ini
dilakukan terhadap 27 ekor sapi betina milik kelompok tani ternak “Guyup Rukun”.
Rata- rata usia sapi betina berkisar 8 tahun, 12 sapi betina sedang bunting, 13 sapi
betina tidak bunting dan 2 ekor sapi betina yang masih dara. Berat bobot sapi yang
terukur dari 155 kg sampai dengan 302 kg. Rata-rata bobot badan ternak betina
bunting dan tidak bunting di kelompok adalah 243.4 kg. pada pencatatan kedua
didapatkan kenaikan rata-rata menjadi 253 kg, di mana terdapat kenaikan 10.4 kg.
pada pengambilan data kedua sebagian ternak sudah melahirkan dan masih ada
yang bunting. Obat-obatan penting juga diberikan kepada peternak seperti obat
cacing, antibiotik dan mineral sebagai zat tambahan pakan ternak. Pakan tambahan
berupa bungkil inti sawit sebagai sumber protein diberikan kepada ternak dengan
harapan dapat meningkatkan produksi ternak.

B. Pendampingan Kabupaten Kutai Kartanegara


Sosialisasi dan koordinasi telah dilakukan dengan Dinas Pertanian dan
Peternakan Kabupaten Kukar, serta UPTD Puskeswan Kecamatan Tenggarong
Seberang. Diberitahukan kepada dinas mengenai kegiatan pendampingan kawasan
peternakan BPTP Kaltim telah melaksanakan kegiatan di Desa Kertabuana (Gunung
Jamuan) pada Poktan Gunung Jamuan yang diketuai oleh Bapak Nyoman Nurita.
Tahun ini kegiatan akan dilanjutkan di kelompok tersebut dalam hal perluasan
padang gembala menggunakan HPT unggul seperti indigofera dan BH.

26
Peran indigofera spp. sebagai sumber pakan hijauan dalam upaya penyediaan
hijauan yang berkualitas dan berkesinambungan merupakan suatu masalah spesifik
di Indonesia. Kesulitan penyediaan hijauan makanan ternak dalam jumlah besar
terutama yang berkadar protein tinggi, mudah dibudidayakan, daya adaptasi tinggi,
dan produksi biomas tinggi merupakan suatu masalah yang sering terjadi di daerah
tropis terutama pada musim kemarau panjang. Untuk menanggulangi kekurangan
pakan ternak terutama hijauan, perlu dicari alternatif pakan yang tersedia secara
berkesinambungan dan tidak bersaing dengan manusia. Leguminosa pohon sebagai
tanaman pakan di daerah tropis memegang peranan penting dalam penyediaan
pakan hijauan yang bergizi tinggi untuk kebutuhan konsumsi ternak.
Tanaman Indigofera yang berkayu (pohon) dapat dimanfaatkan sebagai
tanaman model dalam system alley cropping di daerah dengan kontur curam.
Dengan demikian tanaman ini dapat menekan run off dan erosi. Atau dapat pula
ditanam mengelilingi tanaman pangan sebagai companion crop pada daerah yang
miring. Indigofera spp. sebagai tanaman hias Beberapa spesies Indigofera juga
berpotensi sebagai tanaman hias karena mempunyai bunga yang unik dengan
lengkungan batang yang indah.
Di Kelompok ternak Gunung Jamuan di Kutai Kartenegara BPTP telah
melakukan pendampingan Kawasan Ternak dengan Bimtek beberapa teknologi
pakan fermentasi berupa silase dan haylase, mineral blok, serta jamu ternak dan
Susu Pengganti Pedet (CMR). Pada Bimtek tersebut turut pula diundang perwakilan
setiap kelompok ternak sekecamatan Tenggarong Seberang, dan diharapkan terjadi
diseminasi teknologi kepada anggota kelompok ternaknya. Pada tahun 2015
perluasan padang gembala ini telah dilakukan yang awalnya hanya kurang dari satu
hektar menjadi saat ini hampir lima hektar padang gembala dengan jenis HPT
Brachiaria humidicola, kaliandra, centrocema, odot, dan indigofera. Perawatan dan
pengembangan terus dilakukan di padang penggembalaan tersebut.
Kendala yang dihadapi oleh peternak dalam merawat padang gembala tersebut
adalah: (1) Adanya gulma berduri (putri malu) yang mengganggu pertumbuhan HPT
yang ditanam tersebut. Upaya pemecahan masalah adalah dengan melakukan
pemotongan rumput dengan mesin pemotong rumput kemudian saat gulma akan
tumbuh kembali dibersihkan hingga ke akarnya sehingga diharapkan yang akan
tumbuh hanya HPT; (2) Tenaga kerja yang kurang memadai sehingga dalam
pemeliharaan masih kurang intensif ini juga dapat mempengaruhi kondisi
pertumbuhan HPT; (3) Dan untuk hasil bimtek yang telah kami laksanakan para

27
peternak sudah ada sebagian yang menerapkan kegiatan tersebut namun ada pula
yang belum dikarenakan peternak di kelompok tersebut masih banyak bekerja juga
dilahan pertanian lainnya. Peternak merasa masih banyak rumput alam yang dirasa
masih mencukupi bagi ternak mereka sehingga tidak melakukan proses fermentasi
hijauan pakan.
Selain di kelompok ternak Gunung Jamuan di Tenggarong Seberang, dilakukan
pula pendampingan kawasan ternak yang menunjang UPSUS SIWAB di Kecamatan
Samboja kelompok ternak Karya Bakti berupa bimtek terkait pembuatan pakan
fermentasi berupa silase dan haylase, mineral blok, serta jamu ternak dan Susu
Pengganti Pedet (CMR). Pada bimtek tersebut diundang pula perwakilan peternak
sekecamatan Samboja dan diharapkan dapat terjadi diseminasi teknologi di
kelompok-kelompok. Para peternak sudah ada sebagian yang menerapkan kegiatan
tersebut namun ada pula yang belum.
Kendala yang dihadapi di kelompok ini adalah : (1) Peternak merasa masih
banyak rumput alam yang dirasa masih mencukupi bagi ternak mereka sehingga
tidak melakukan proses fermentasi hijauan pakan; (2) Untuk pembuatan jamu ternak,
peternak belum merasa perlu untuk membuatnya karena ada pedagang yang
menjual jamu serbuk yang siap pakai sehingga tidak diperlukan waktu yang lebih
untuk membuat jamu sendiri; (3) Pemanfaatan mineral blok dirasakan masih belum
diperlukan oleh para peternak sebab mereka baru akan memberikan mineral kepada
peternak jika dirasa ternak kurang asupan mineral. Hal ini dapat dilihat oleh peternak
saat ternak menjilat-jilat semen kandang dan memakan sedikit tanah; (4) Sapi yang
ada dilokasi tersebut masih kurang dan untuk menambah sapi lagi masih belum
punya modal sehingga teknologi yang disampaikan masih kurang di adopsi dan
gudang pakan masih belum tersedia kelompok sulit dalam hal penyimpanan pakan
fermentasi; (5) Import sapi banyak dari luar pulau sehingga sapi lokal banyak tidak
terjual.
Untuk mendukung kegiatan pendampingan kawasan peternakan diperlukan
perluasan kegiatan pendampingan peternakan di Kecamatan Tenggarong Seberang
dan Samboja. Kendala yang dihadapi antara lain petani ternak masih menganggap
hewan ternak sebagai usaha sampingan saja, tidak dikerjakan secara intensif, belum
mengetahui tentang reproduksi ternak secara baik dan benar dan pemahaman
kesehatan hewan juga masih kurang.
Selain beberapa kegiatan di atas, dilakukan pula pendampingan bersama tim
ahli dari perguruan tinggi terkait pendampingan Kawasan dan UPSUS SIWAB. BPTP

28
bersama tim ahli dari perguruan tinggi (Profesor Agus Setiadi), BVET Banjarbaru
(drh. Wulan dan tim), Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Kaltim, dan
Dinas Kabupaten Kukar telah melaksanakan pendampingan untuk meningkatkan
produksi ternak dalam hal pemeriksaan kebuntingan ternak di Kaltim.
Ternak di lapangan yang telah di-IB diperiksa kebuntingannya dan diobati jika
ada gangguan saluran reproduksi. Selain itu untuk mempercepat proses birahi ternak
dilakukan pemberian hormon PGF2alfa. Vitamin juga diberikan sebagai penambah
nafsu makan dan untuk peningkatan performa alat reproduksi. Ternak yang belum
bunting diberikan obat cacing yang secara tidak langsung bermanfaat untuk
meningkatkan kesiapan proses reproduksi. Untuk gangguan reproduksi CLP (corpus
luteum persistence) diberikan terapi hormon untuk mempercepat proses birahi. Pada
kasus endometritis diberikan terapi antibiotik. Pada kasus cervix yang abnormal
dilakukan pemberian vitamin dengan harapan dapat terjadi perbaikan saluran
reproduksi sehingga bisa terjadi kebuntingan kembali. Demikian pula pada kasus
hipofungsi ovarium dilakukan pemberian hormon dan vitamin untuk memperbaiki
kinerja ovarium. Berikut merupakan hasil pemeriksaan kebuntingan yang dilakukan
di lapangan :
Tabel. Pemeriksaan Kebuntingan di Kabupaten Kukar.
PKB PKB Total
Waktu Lokasi Positif Kosong Gangrep (ekor)
24 Oktober Ds. Karya Jaya, Kec.
2017 Samboja 3 2 CLP (1) 6
25 Oktober Ds. Jonggon A, Kec.
2017 Loa Kulu 15 5 - 20
26 Oktober Ds. SP 2, Kec. 10 4 cervix abnormal 16
2017 Kotabangun (1)
endometritis (1)
27 Oktober Ds. SP 2, Kec.
2017 Kotabangun 3 2 Hipofungsi (1) 6
28 Oktober Ds. Sei. Seluang, Kec.
2017 Samboja 11 14 - 25

Kendala yang banyak terjadi selama melakukan pendampingan adalah ternak


yang tidak semuanya bisa dikumpulkan di satu titik sehingga petugas harus
melakukan penyisiran door to door yang menyebabkan lambannya pergerakan
petugas. Untuk wilayah tambang, ternak kebanyakan liar sehingga sulit ditangkap
dan dimasukkan ke kandang jepit dan memerlukan waktu untuk menghandle ternak.
Karena hal inilah, ternak di lahan tambang belum terdata betina produktifnya sebagai
akseptor IB sehingga dilakukan pendataan awal di lapangan. Namun perlu

29
dipertimbangkan bahwa ternak yang berada di lahan tambang dengan pola
pemeliharaan ekstensif kurang cocok dalam sistem inseminasi buatan karena tidak
terpantaunya periode birahi ternak. Hal yang paling baik adalah diberikan pejantan
dengan performa baik di dalam kelompok ternak tersebut dan harus diperbaharui
setiap 3-4 tahun sekali demi menghindari inbreeding (perkawinan sedarah).
Inbreeding dapat menyebabkan terjadinya hal yang tidak diinginkan seperti cacat,
ataupun ukuran ternak yang semakin kecil dari tahun ke tahun.

C. Pendampingan Provinsi Kalimantan Utara, Kecamatan Krayan


Kalimantan Utara adalah sebuah Provinsi di Indonesia yang terletak di bagian
Utara Pulau Kalimantan. Luas wilayah Provinsi Kalimantan Utara adalah 75.467,70
km², dengan jumlah penduduk sebanyak 588.791 jiwa.
Ternak kerbau mempunyai peran penting dalam menggantikan peran daging
sapi untuk pemenuhan konsumsi di beberapa provinsi di Indonesia, dan salah satu
provinsi yang mempunyai ternak kerbau adalah Kalimantan Utara Kecamatan
Krayan Kabupaten Nunukan, hanya saja di daerah tersebut masih kurang sentuhan
teknologi sangat terbatas. Daerah ini perkembangan populasi lambat (pertumbuhan
penduduk, menyempitnya lahan panganan, pakan terbatas, dsb).
Meskipun saat ini mereka dipisahkan oleh batas Internasional antara Indonesia
dan Malaysia, namun secara akar bahasa dan budaya mereka saling terkait erat,
serta berbagai asal usul suku Dayak yang berbeda-beda (Lundayeh/Lun Bawang,
Sa”ban, Kelabit dan Penan).Walaupun mereka hidup didaerah yang relatif terpencil,
dengan adanya interaksi sosial dan ekonomi yang saling bergantung menjadi bagian
penting dari ketahanan dan kehidupan masyarakat ini.
Beras Adan Krayan merupakan salah satu beras dengan kualitas terbaik di
antara varietas padi lokal lain hingga saat ini masih dibudidayakan di Krayan dan
daerah Dataran Tinggi lainnya. Beras Adan dibudidayakan sesuai dengan cara-cara
tradisional dan organik oleh para petani dataran tinggi. Umumnya di Krayan kerbau
tidak digunakan untuk untuk membajak namun setelah panen dilepasliarkan ke
sawah untuk menginjak-injak tanah, memakan gulma serta menyuburkan tanah,
sehingga sawah siap diolah untuk musi selanjutnya.
Tim Upsus Siwab Balai Veteriner Banjar Baru, BIB Lembang, BPTU-HPT
Pelaihari, Puslitbangnak, BPTP Balitbangtan Kaltim, menyelenggarakan “Bimtek
Integrasi Padi Adan-Kerbau mendukung UPSUS SIWAB di daerah perbatasan Kec.
Krayan, Nunukan Kalimantan Utara.

30
Acara tersebut di selenggarakan di Aula Kantor Kec. Krayan, Nunukan
Kalimantan Utara pada tanggal 12-13 September 2017. Pelaksanaan Bimtek
bertujuan untuk mendukung Inovasi Teknologi model usahatani padi adan
terintegrasi dengan ternak kerbau pada lahan sawah tadah hujan dataran tinggi
dengan penerapan pola tanam jarwo 2:1.
Peserta yang hadir terdiri dari Dinas Pertanian dan Peternakan Kab. Nunukan &
Prov. Kaltara, Danramil/Polresta Prov. Kaltara, Balai Penyuluhan Pertanian, Babinsa,
Staf Keswan Kepala Adat dan kelompok peternak, serta Camat Krayan sekaligus
membuka Penyelenggaraan Bimtek.
Materi yang disampaikan, berupa 1) Keberhasilan Teknologi Inseminasi Buatan
Pada Ternak Kerbau, Prof. Kurnia (IPB), 2) Bimtek Dukungan Inovasi Teknologi Di
Daerah Perbatasan, Ir. Nurbani (BPTP Kaltim), 3) Pemanfaatan Kompos untuk
meningkatkan produktifitas padi di Krayan, Wisri Puastuti. MSi (Puslitbangnak), 4)
Peran Inovasi Teknologi Dalam Upaya Peningkatan LTT, Dr. M. Amin (Ka .BPTP
Kaltim), 5) Penanaman Hijauan Pakan Ternak, Agus Sugeng A. W. , A. Md ( BPTU-
HPT).
Bimtek diselenggarakan sebagai upaya tindak lanjut pertemuan pada bulan Juli
2017 sebagai wujud komitmen pemerintah dalam mengejar swasembada sapi-
kerbau yang ditargetkan pemerintah. Ternak Kerbau sangat berperan penting dalam
menggantikan peran daging sapi untuk pemenuhan konsumsi, mempercepat target
swasembada tahun 2026 mendatang serta mewujudkan Indonesia yang mandiri
dalam pemenuhan pangan asal hewan yang telah ditetapkan dalam program
Kementan.
BPTP Balitbangtan Kaltim menekankan perlunya kerja keras, bimbingan dan
sinergisme lingkup Puslitbangnak BB Veteriner dan Balitnak dengan BPTP di daerah
dalam bentuk pelatihan dan bimbingan teknologi. Diharapkan kedepan Kec. Krayan
dapat menjadi kawasan desa mandiri Siwab Balitbangtan khususnya di daerah
sentra ternak yg dikawal penuh dengan melibatkan peneliti, penyuluh Puslitbangnak
dengan BPTP dan instansi terkait lainnya.
Pada rangkaian acara Bimtek , juga dilakukan praktek penanaman Padi Adan
dengan penerapan pola tanam jarwo 2:1 dan Identifiasi Status Reproduksi Ternak
(ISRA), Pemeriksaan Kebuntingan (PKB) dan Keswan dari BIB Lembang dan
beberapa petugas BPP dan Dinas Bidang Peternakan dan Kesehatan Hewan
memberikan pelayanan di tiga titik lokasi Kerbau yaitu Krayan Timur, Barat dan
Selatan, dengan memberikan nutrisi tambahan bagi ternak agar masa birahinya bisa

31
serentak sehingga dapat dilakukan IB secara serentak pula. Untuk mendukung
keberhasilan program tersebut juga dilakukan penyerahan semen beku, N2 cair, stek
rumput gajah, odot, BH, bibit HPT. Adapun hasil dari pemeriksaan status kesehatan
dan reproduksi kerbau di Krayan yakni sebanyak 166 ekor diperiksa dengan rincian
bunting 36 ekor, gangguan reproduksi betina 23 ekor, calon akseptor IB 44 ekor,
betina yang diberikan hormon sejumlah 4 ekor, dan sisanya kerbau jantan yang
diperiksa kesehatannya.
Kendala yang dihadapi petugas di lapangan antara lain : (1) Jumlah petugas
sangat terbatas sehingga sangat sulit terjangkau dengan kondisi lokasi yang begitu
luas; (2) Kebanyakan peternak belum melakukan usaha peternakan secara intensif
dengan system kanndang yang baik, ini sangat sulit untuk memantau masa birahi
ternak dan tentunya bisa menghambat pelaksanaan IB; (3) Stok semen beku IB dan
N2 Cair sebagai media penyimpanan semen, sering terlambat dikirim dari provinsi ini
dikarenakan jarak yang cukup jauh ditempuh sampai di lokasi. Saat ini stok secara
berkala dikirim dari dinas Peternakan provinsi tapi pengiriman stok tersebut juga
sering mengalami keterlambatan.
Untuk mengatasi kendala tersebut, agar petugas-petugas lapang terus
berkoordinasi dengan provinsi agar harapan untuk target siwab dapat tercapai.
Program ini adalah terobosan bagus, kerena pertambahan populasi ternak didaerah
krayan termasuk lambat. Dengan adanya program seperti ini beberapa tahun
kedepan akan terjadi peningkatan jumlah populasi ternak khususnya kerbau secara
signifikan. Cara ini cukup efektif untuk memotivasi petugas bergerak karena
pelaporan akan menjadi kebutuhan bagi petugas untuk mengetahui tingkat
kesuksesan pelaksanaan program di daerah.
Diharapkanan acara ini dapat memberikan dorongan yang sangat baik dalam
keberhasilan UPSUS Pajale khususnya Padi Adan Krayan dan UPSUS SIWAB
sehingga tujuan kita untuk mempercepat peningkatan Produksi Padi Adan dan
peningkatan populasi kerbau dengan pola integrasi dapat terwujud.

D. Pendampingan di Kabupaten Kutai Timur


Upaya percepatan swasembada daging terus dilakukan oleh pemerintah
dengan meluncurkan berbagai program, salah satunya melalui program peningkatan
populasi ternak ruminansia besar khususnya kerbau dan sapi. Untuk mengakselerasi
percepatan target peningkatan populasi ternak dalam negeri, Tahun 2016
Kementerian Pertanian telah meluncurkan program Upaya Khusus Percepatan

32
Populasi Sapi dan Kerbau Bunting melalui Upsus SIWAB. Program tersebut
dituangkan dalam peraturan Menteri Pertanian Nomor
48/Permentan/PK.210/10/2016 tentang Upaya Khusus Percepatan Peningkatan
Populasi Sapi dan Kerbau Bunting yang ditandatangani Menteri Pertanian pada
tanggal 3 Oktober 2016. Pelaksanaan Upsus ini mulai berlaku efektif sejak bulan
Januari 2017 di seluruh Indonesia
UPAYA KHUSUS SAPI INDUKAN WAJIB BUNTING (SIWAB) merupakan
Program Nasional Kementerian Pertanian yang mulai dicanangkan
pendampingannya secara aktif di BPTP Kaltim mulai tahun 2017. Upaya Khusus
Sapi Induk Wajib Bunting merupakan program pemerintah untuk percepatan
peningkatan populasi sapi baik potong maupun perah pemerintah tidak hanya
bertujuan mencapai swasembada daging namun juga susu.
Kepala Bidang Perbibitan dan Budidaya Dinas Peternakan Kaltim I Gusti Made Jaya
Adhi di Samarinda Untuk mencapai keberhasilan program SIWAB ini, ada 6 hal yang
dipastikan tepat sasaran, yaitu : (i) ketersediaan lahan, (ii) menurunnya gangguan
reproduksi (iii) ketersediaan semen beku, (iv) ketersediaan N2 cair, (v) tenaga
inseminator yang kompeten serta (vi) penyelamatan betina produtif.. Namun juga
perlu diperhatikan bahwa peningkatan populasi, produktivitas dan produksi tersebut
harus searah dengan upaya perbaikan taraf hidup peternak untuk dapat hidup lebih
sejahtera.
Dalam rangka meningkatkan pelaksanaan UPSUS SIWAB (Upaya Khusus
Sapi Wajib Bunting) akan dilakukan Bimbingan Teknis Refreser iSIKHNAS bagi
koordinator se Provinsi Kalimantan Timur. Masalah yang sering terjadi dalam upsus
siwab ini ada dalam sistem pelaporannya dan pendataan update (terkini). Oleh
karena itu, pelaporan upsus siwab ini menggunakan isikhnas sebagai instrumentnya.
Dengan upsus siwab ini Pemerintah menargetkan 4 juta akseptor yang akan digarap
dan dengan output 3 juta sapi bunting. Siwab ini juga akan dipantau setiap hari,
utamanya berapa sapi di IB, berapa yang bunting dan berapa yang beranak.
Diharapkan petugas inseminator, PKB dan ATR yang selama ini sudah
melaksanakan dapat melaporkan secara real-time melalui sms-gateway. Adapun
target akseptor untuk Kabupaten Kutai Timur adalah sebanyak 3.108 ekor.
Sesuai dengan namanya, Upsus SIWAB (Setiap Indukan Wajib Bunting) ini
bertujuan mengoptimalkan penambahan populasi dengan memaksimalkan tingkat
kebuntingan pada induk ternak yang sudah memenuhi syarat umur untuk bunting,
meningkatkan populasi dan produksi ternak rumanansia besar, dengan

33
mengoptimalkan fungsi reproduksi ternak. Upsus SIWAB mencakup dua program
utama yaitu peningkatan populasi melalui Inseminasi Buatan (IB) dan Intensifikasi
Kawin Alam (Inka).
Upaya ini dilakukan sebagai wujud komitmen pemerintah dalam mengejar
swasembada sapi yang ditargetkan pemerintah dapat tercapai pada tahun 2026
mendatang serta mewujudkan Indonesia yang mandiri dalam pemenuhan pangan
asal hewan, dan sekaligus meningkatkan kesejahteraan peternak rakyat. Upsus
Siwab akan memaksimalkan potensi sapi indukan di dalam negeri untuk dapat terus
menghasilkan pedet (anak sapi)
Semua petugas IB akan di SK kan melalui keputusan Kepala Dinas
Pertanian Kalimantan Timur. Kalimantan Timur wajib mensukseskan Upsus Siwab
ini, setiap bulan para petugas dapat melaporkan perkembangan pencapaian target
program SIWAB.
Kalimantan Timur mempunyai peluang yang sangat besar dalam usaha
pengembangan sapi potong mengingat permintaan pasar yang relatif besar. Hal ini
ditinjau dari berbagai potensi seperti agroklimat dan luas lahan, bebas penyakit dan
beberapa regulasi untuk menciptakan iklim usaha yang kondusif. Upaya-upaya
teknis untuk meningkatkan produktivitas dan reproduktivitas telah dilakukan
pemerintah Kalimantan Timur seperti efisiensi perbibitan dan peningkatan efisiensi
penggemukan dan pembinaan kelompok usaha peternakan rakyat. Selain itu
pemerintah juga memfasilitasi akses peternak kepada perbankan/lembaga keuangan
dan menciptakan struktur pasar yang lebih kompetitif.
Hasil yang diharapkan dari Pendampingan SIWAB di BPTP Kalimantan Timur
diharapkan terjadi percepatan penyebaran teknologi yang diintroduksikan dari BPTP
ke petani di sekitarnya baik melalui IB Inseminasi Buatan (IB) dan Intensifikasi Kawin
Alam (Inka) maupun perluasan areal pengembangan pakan ternak.
Kendala pelaksanaan kegiatan SIWAB di Kalimantan Timur adalah:
1. Di lokasi Kutim masih minim sarana dan prasarana pendukung, termasuk
ketersediaan hijauan pakan;
2. kurangnya sumber daya manusia bidang peternakan, baik petugas IB,
asisten teknis reproduksi, pemeriksaan kebuntingan, dan terutama dokter
hewan/medik veteriner yang bertanggung jawab dalam pembuatan SKSR
sebagai dasar dari penetapan status reproduksi sapi betina.
3. Kebanyakan peternak belum melakukan usaha peternakan mereka secara
intensif dengan sistim kandang yang baik, ini sangat menyulitkan untuk

34
memantau masa birahi ternak dan tentunya bisa menghambat pelaksanan IB.
kendala ini bisa diatasi jika peternak mau berpartisipasi aktif dengan
melaporkan kepada petugas jika ternak mereka sudah memasuki masa
birahi.
4. Terbatasnya Anggaran sebagai dana pendampingan dari APBD Kabupaten
Kutai Timur.
5. Banyak betina produktif yang dipotong di RPH.
6. Terdapat beberapa tempat pemotongan selain di RPH sehingga
dikhawatirkan menghambat monitoring betina produktif yang akan dipotong.
Hal ini dapat ditanggulangi dengan pemusatan kembali pemotongan hewan di
RPH milik pemerintah.
Upaya peningkatan dan pengembangan kawasan peternakan yang
mendukung UPSUS SIWAB telah dilakukan di Kabupaten Kutai Timur di Kecamatan
Bengalon. Pendampingan dilakukan dengan melakukan bimbingan teknis terkait
pakan ternak mengikuti potensi yang ada di daerah. Bimbingan teknis yang telah
diberikan yakni terkait pembuatan pakan fermentasi, mineral blok, pengenalan pakan
Bungkil Inti Sawit, pembuatan jamu ternak, susu formula pengganti bagi pedet, serta
pengenalan Hijauan Pakan Ternak Unggul. Pada bimbingan teknis tersebut
diundang perwakilan peternak sekecamatan Bengalon dan juga perwakilan peternak
dari kecamatan sekitarnya seperti Rantau Pulung, serta para penyuluh dari BPP dan
dari Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Kutai Timur. Selain itu pula
dilakukan kegiatan pendampingan bersama kegiatan bioindustri sapi-sawit dengan
mengundang narasumber dari Puslitbangnak dengan memberikan materi bimbingan
teknis berupa perbaikan pakan ternak menggunakan bahan dasar sawit dan ubi
kayu. Pada pertemuan ini diundang perwakilan peternak sekecamatan Rantau
Pulung dan penyuluh setempat.
Kegiatan pendampingan kawasan ternak yang mendukung UPSUS SIWAB
juga dilakukan Bimtek di Kabupaten Kutai Timur Kecamatan Rantau Pulung pada
tanggal 8-9 November 2017. Kegiatan dihadiri oleh perwakilan peternak
sekecamatan Rantau Pulung, perwakilan desa, BPP, Upt Puskeswan dan para
penyuluh.
Peningkatan jumlah populasi sapi hingga saat ini masih menjadi target utama
pemerintah dalam pencapaian swasembada daging. Berbagai upaya dilakukan oleh
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Balitbangtan Kaltim guna terus

35
menyukseskan progam tersebut. Salah satunya adalah dengan terus
mengoptimalkan diseminasi teknologi kepada para peternak.
Bimtek yang dilakukan adalah terkait dengan pakan ternak yang berasal dari
limbah sawit dan ubi kayu. Kekurangan pakan sering terjadi karena pemanfaatan
lahan yang beralih fungsi menjadi perkebunan sawit, di mana luas perkebunan sawit
semakin besar sedangkan untuk lahan yang lain mengalami penurunan. Oleh
Karena itu maka diperlukan pemanfaatan limbah sawit sebagai pakan yang
berpotensi bagi ternak sapi potong.
Produk samping dari lahan perkebunan sawit dapat dimanfaatkan adalah
vegetasi alam (rumput alam di bawah pohon sawit) dan juga pelepah sawit. Selain itu
ada bungkil inti sawit (BIS) dan juga solid/lumpur sawit. Hasil samping ini dapat
dimanfaatkan sebagai pakan tambahan bagi ternak setelah diberikan sentuhan
teknologi.
Rerumputan di bawah sawit dapat dimanfaatkan dengan digembalai sapid an
dirotasikan agar rumput dapat tumbuh kembali. Pelepah daun sawit ketersediaannya
melimpah sesuai dengan jadwal pemotongan/pemanenan tbs setian 2 minggu sekali.
Pelepah sawit memiliki nilai protein rendah dan serat tinggi, sedangkan daun sawit
kebalikannya. Pemanfaatannya dilakukan dengan mencacah sampai halus seperti
abon. Hasil cacahan gabungan pelepah dan daun sawit menghasilkan pakan
berkadar protein sekitar 6-7%, namun perlu diperhatikan cacahan harus halus agar
tidak melukai lambung ternak. Bungkil inti sawit dan solid sawit bisa dimanfaatkan
sebagai pakan tambahan ternak. Bungkil yang kasar sebaiknya diayak sehingga
dihasilkan bungkil halus.

E. Pendampingan di Kabupaten Kutai Barat


Pendampingan kawasan peternakan dilakukan di Kabupaten Kutai Barat
dengan melakukan sosialisasi dengan peternak dan dinas, kordinasi dengan dinas
setempat, dan pendampingan di lapangan. Kordinasi kegiatan pendampingan
kawasan ternak mendukung UPSUS SIWAB telah dilakukan dengan Dinas Pertanian
Kabupaten Kutai Barat. BPTP bertemu dengan kabid Peternakan dan 3 kasie terkait
peternakan.
Kabupaten Kutai Barat merupakan kabupaten baru hasil
pemekaran Kabupaten Kutai yang dibentuk berdasarkan UU No. 47 Tahun
1999. Secara geografis Kutai Barat terletak di antara 113045’05”-116031’19” BT dan

36
1031’35”-1010’16” LS. Luas wilayah Kabupaten Kutai Barat adalah 16.313,70 km2
terbagi menjadi 16 kecamatan dan194 desa/kelurahan. (BPS Kubar, 2014).
Kabupaten Kutai Barat adalah salah satu daerah di Kalimantan Timur yang
memiliki potensi sumberdaya alam,manusia, dan fisik. Sapi, kerbau, kambing, dan
babi adalah jenis ternak yang telah dikembangkan oleh masyarakat Kabupaten Kutai
Barat. Salah satu tujuan pengembangan peternakan di kabupaten ini adalah untuk
meningkatkan populasi dan produksi ternak. Kabupaten Kutai Barat ditargetkan
sebanyak 750 ekor sapi bunting pada Program Upaya Khusus Sapi Indukan Wajib
Bunting atau "Upsus Siwab" pada 2017.
Sebagai tindak lanjut dari Rakor UPSUS SIWAB pada tanggal 30-31 Januari
2017 yang berlangsung di aula Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi
Kalimantan Timur, maka BPTP akan melakukan koordinasi dan pendampingan
UPSUS SIWAB ke 3 Kabupaten (Kutim Kubar, Kukar Kalimantan Timur.
Kabupaten Kutai Barat termasuk salah satu lokasi pendampingan SIWAB
oleh BPTP Kalimantan Timur. Pendampingan diawali melalui koordinasi dengan
instansi terkait di Dinas Peternakan Kabupaten Kubar.
Tim SIWAB BPTP dan tim SIWAB Dinas Peternakan Propinsi Kaltim
melakukan koordinasi internal dengan beberapa kepala seksi, antara lain: Kepala
Bidang Peternakan, Kepala Seksi Kesehatan Hewan, Kasie perbibitan dan pakan,
Kasie Kesmavet Kabupaten Kubar. Selain dengan instansi Dinas pertanian, di
Kabupaten Kubar tim SIWAB juga berkoordinasi dengan beberapa kelompok tani
dan petugas lapang untuk memadukan program pendampingan Upaya Khusus
Percepatan Peningkatan Populasi Sapi dan Kerbau Bunting (SIWAB). "Upaya ini
dilakukan sebagai wujud komitmen pemerintah dalam mengejar swasembada sapi
yang ditargetkan pemerintah dapat tercapai pada 2026. Upsus Siwab akan
memaksimalkan potensi sapi indukan di dalam negeri untuk dapat terus
menghasilkan pedet. Program ini pun menjadi fokus Direktorat Jenderal Peternakan
dan Kesehatan Hewan pada 2017 mendatang.
Pertemuan koordinasi tersebut juga dimaksudkan untuk memahami
permasalahan dan peluang pengembangan ternak di masing-masing lokasi. Dari sisi
teknis, salah satunya disebutkan adanya kekurangan pakan terutama pada musim
kemarau. Pemanfaatan limbah jerami padi belum secara optimal diberikan pada
ternak, padahal ketersediaannya mellimpah di musim panen. Perbaikan manajemen
pakan selain untuk menyediakan sumber pakan murah berkualitas, juga untuk
mencapai pertambahan bobot badan harian yang maksimal sesuai potensi genetik

37
bangsa ternak sapi. Praktek beternak seperti juga di daerah lain, masih dijadikan
sebagai pekerjaan sampingan yang hasilnya dapat dijual sewaktu-waktu pada saat
ada kebutuhan mendadak.
Berdasarkan hasil diskusi dari masing-masing disimpulkan komponen
teknologi yang diintroduksi dilapangan akan melakukan pendampingan demplot
percontohan integrasi Sawit Sapi di desa Bongan. Pemilihan lokasi pendampingan
disesuaikan dengan potensi ternak sapi yang ada di lokasi tersebut (populasi),
potensi kelompok peternak dan potensi pengembangan ternak (misalnya kemudahan
akses jalan ke lokasi). Penentuan pendampingan lokasi Desa Bongan, didasarkan
pada kelompok peternak yang menerima bantuan sapi potong dan lokasi ketersedian
pabrik kelapa sawit.
Pada umumnya di Kubar, sapi dipelihara secara ekstensif di padang
penggembalaan. Harapan dengan adanya demplot, sapi-sapi tersebut bisa
dikandangkan agar dapat diketahui tingkat capaian produksi dari teknologi yang
diterapkan, misalnya teknologi pakan dan manajemen perkawinan namun juga pada
demplot pakan, karena salah satu parameter produksi ternak adalah kelahiran anak.
Pada umumny peternak lebih menyukai sistem reproduksi kawin alam. Alasan yang
dikemukakan oleh petani adalah tingginya tingkat keberhasilan kebuntingan
dibandingkan dengan Inseminasi Buatan. Teknologi pembuatan pupuk organik juga
nantinya akan diperkenalkan kepada peternak di lokasi pendampingan. Hal ini
sebagai upaya pemanfaatan limbah ternak agar bernilai guna.
Berdasarkan hasil koordinasi juga dengan kepala seksi perbibitan bahwa
pelaksanaan koordinasi dan pengawalan Upsus Siwab di Kabupaten Kutai Barat
berupa koordinasi dan sosialisasi pelaksanaan Upsus Siwab serta inseminasi buatan
kepada petugas dan dokter hewan/medik veteriner. Dalam sosialisasi itu sekaligus
dibahas mengenai sejumlah langkah operasional pelaksanaan kegiatan di lapangan,
pelaporan, serta monitoring dan evaluasi pelaksanaan kegiatan.
Tantangan lainnya yang dihadapi di Kutai Barat adalah kurangnya sumber
daya manusia bidang peternakan, baik petugas IB, asisten teknis reproduksi,
pemeriksaan kebuntingan, dan dokter hewan/medic veteriner. Hasil produksi daging
di Kubar, masih sangat rendah dibandingkan dengan kebutuhan masyarakat. Yang
mana untuk memenuhi kebutuhan masyarakat Kubar masih mengandalkan daerah
lain. Upaya yang kami lakukan untuk meningkatkan hasil produksi ternak dengan
menambah populasi hewan ternak dalam dukungan terhadap pakan dan juga
teknologi di bidang peternakan.

38
Bimbingan teknis dilakukan di Kecamatan Bongan dengan mengundang
dinas, puskeswan, BPP, serta perwakilan peternak sekecamatan Bongan. Materi
bimbingan teknis yang diberikan adalah terkait pakan pembuatan pakan fermentasi,
mineral blok, serta jamu ternak. Pengenalan pakan berbahan dasar bungkil sawit
juga diperkenalkan, namu kondisi di lapangan di mana pabrik sawit belum bisa
menghasilkan bungkil sawit.
Pendampingan Sebelumnya dan Sesudah Pendampingan
Introduksi teknologi yang dilakukan pada tahun lalu disesuaikan dengan
kondisi masing masing kelompok tani. Adapun introduksi teknologi yang masuk di
setiap kelompok tani yang didampingi di Kaltim adalah sebagai berikut.:
No Kelompok Sebelum Sesudah Introduksi
tani
1. Guyup Tidak adanya tanaman centrosema Masyarakat menjadi
Rukun dan kaliandra sebagai tambahan mengenal teknologi sebagai
sumber protein pakan ternak; tidak berikut : Mineral blok,
ada diberikan tambahan mineral di Kaliandra, Centrosema,
pakan ternak; kotoran ternak tidak Pupuk organik padat; yang
diolah terlebih dahulu melainkan dapat membantu
langsung dibuang ke lahan hijauan meningkatkan produksi
ternak
2 Subur Belum ada hpt unggul yang Bungkil Inti Sawit, HPT odot,
ditanam, belum mengenal sistem Sinkronisasi estrus (terjadi
sinkronisasi estrus peningkatan angka
kebuntingan 50 %
3 Gunung Tidak adanya tanaman Peternak menjadi mengenal
jamuan centrosema, kaliandra, serta teknologi sebagai berikut :
Brachiaria humidicola sebagai Centrosema, Kaliandra,
tambahan pakan ternak; kotoran Brachiaria Humidicola, Pupuk
ternak tidak dikumpulkan untuk organik padat
diolah
4 Karya Bakti Peternak belum mengetahui pembuatan pakan fermentasi
teknologi terkait pakan ternak berupa silase dan haylase,
mineral blok, serta jamu
ternak dan Susu Pengganti
Pedet (CMR)

39
V. KESIMPULAN dan SARAN
5. 1. Kesimpulan
1. Kegiatan pendampingan kawasan ternak telah dilaksanakan di beberapa lokasi
di Kalimantan Timur yakni di Kabupaten Kutai Kartanegara, Kota Samarinda,
Kabupaten Kutai Timur, Kabupaten Kutai Barat, dan Provinsi Kaltara Kebupaten
Nunukan Kecamatan Krayan.
2. Pertumbuhan dan perkembangan ternak sapi meningkat dilihat dari peningkatan
bobot badan ternak sebanyak 10.3 kg di kelompok Guyub Rukun, serta
peningkatan jumlah kebuntingan 50% dari ternak yang belum bunting di
kelompok ternak Subur. Selain itu pula dilaksanakan penambahan luas ladang
gembala menjadi 5 hektar yang akan dimanfaatkan untuk ternak beranak di
kelompok Gunung Jamuan.
3. Terjadi peningkatan adopsi teknologi dari 2 kelompok menjadi 4 kelompok terkait
teknologi pakan di antaranya pemanfaatan bungkil inti sawit, pakan fermentasi,

40
jamu ternak, susu pengganti pedet, mineral blok, serta HPT unggul (indigofera,
BH, dan odot). Selain itu diseminasi teknologi telah dilakukan dengan melakukan
bimtek yang mengundang perwakilan peternak di kecamatan Samboja dan
Kecamatan Tenggarong Seberang, Kukar.
4. Bimbingan teknis terkait teknologi pakan ternak telah dilakukan di beberapa
daerah yakni di Kabupaten Kutai Kartanegara, Kota Samarinda, Kabupaten
Kutai Timur, Kabupaten Kutai Barat, dan Provinsi Kaltara Kebupaten Nunukan
Kecamatan Krayan.

5. 2. Saran

1. Pendampingan Kawasan Tenak oleh BPTP Kaltim menjadi faktor pendorong


peternak untuk meningkatkan produksi ternaknya yang dapat dilakukan dengan
mengadopsi teknologi yang telah diintroduksikan.
2. Biaya operasional perlu dipertimbangkan mengingat luasnya wilayah kerja
Provinsi Kalimantan Timur yang cukup jauh sehingga informasi teknologi yang
disampaikan bisa diseminasikan keseluruh wilayah Kabupaten.

41
DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik. 2012. Kalimantan Timur Dalam Angka. BPS. Samarinda.
Dinas Peternakan Kaltim. 2006. Laporan Tahunan 2005. Dinas Peternakan.
Samarinda

Harapin, H.H; Darwis; Jaya, M. 2007. Penggunaan Pupuk Kandang pada Padang
Rumput di Lahan Kering Sulawesi Tenggara. Jurnal Media Peternakan vol. 30
No. 3:147-228.

Hasnelly, Z; Nuraini; issukindarsah. 2008. Kajian Pemnafaatan Limbah Sawit


sebagai Sumber pakan Sapi Potong. Prosiding Lokakarya nasional Sistem
Integrasi Tanaman-aternak Pengembangan jejaring Penelitian dan Pengkajian.
Semarang.

Hendriadi, A. 2012. Tantangan Kebijakan Pertanian Nasional dalam modul Pelatihan


Sistem Dinamik untuk Analisis Kebijakan Sektor Pertanian Indonesia. Bandung.

Jha, AK., Prakash, S., Jain, N., Nanda, K., and Gupta, SC. 2002. Production of
Adventitious Shoots and Plantlets from Hypocotyls Explants of Sesbania
rostrata (Bremek and Obrem.). In Vitro Cellular & Developmental Biology.
38.5 : 430

Mathius, I.W; Sitompul, D; Manurung, B.P; Azmi. 2004. Produk Samping Tanaman
dan Pengolahan Buah Kelapa Sawit sebagai Bahan Dasar Pakan Komplit untuk
sapi : Suatu Tinjauan. Prosiding Lokakarya Nasional Sistem Integrasi Sapi-
Kelapa Sawit Bengkulu. BPTP Bengkulu p 120-128

Murtidjo, B.A. 1990. Beternak Sapi Potong. Kanisius. Yogyakarta.

Prawiradiputra, BR., Sajimin., Purwantari ND., Herdiawan, I. 2006. Hijauan Pakan


Ternak di Indonesia. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.
Departemen Pertanian.

Rianto, E dan Purbowanti, E. 2009. Panduan Lengkap Sapi Potong. Penebar


Swadaya.

Puslitbangnak. 2010. Dukungan PSDS 2014 oleh UPT Lingkup Puslitbangnak.


Badan Litbang Pertanian.

Saleh, A. 2006. Tingkat Penggunaan Media Massa dan Peran Komunikasi Anggota
Kelompok Peternak dalam Jaringan Komunikasi Penyuluhan Sapi Potong.
Jurnal Media Peternakan, Vol. 29 No.2:47-120.

Setyono, D.J. 2000. Efisiensi produksi, Biaya dan Pendapatan Usaha Pemeliharaan
Sapi Perah Jantan pada Berbagai Tingkat Umur Penjualan di Jawa Barat.
Jurnal Media Peternakan, Vol. 23 No. 3:62-89.

Sinurat, A; Purwadaria T; mathius, I W; Sitompul, D.M; Manurung, B.P. 2004.


Integrasi sapi-Sawit Upaya Pemenuhan Gizi Sapi dari Produk Samping.

1
Prosiding Seminar Nasional Sistem Integrasi Tanaman Ternak. Pusat
Penelitian dan Pengembangan Peternakan. P.424-429.

Soentoro; Azmi; Manti, I; Priyotomo, E; Mathius, I.W. 2004. Kajian Sosial Ekonomi
Sistem Integrasi Sapi dengan Kelapa Sawit Prosiding Seminar Hasil
Penelitian dan Pengkajian Teknologi Pertanian. P 156-166

Subiharta. Yuwono, DM., Nuschati, U. Prasetyo, A. 2005. Pengaruh Perbaikan


Pakan Pada Induk Sapi Peranakan Simmental di kawasan Agropolitan.
Kabupaten Pemalang. Prosiding Seminar nacional Implementasi Hasil
Penelitian dan Pengembangan Pertanian untuk peningkatan kesejahteraan
masyarakat.
Tabrany, H; L.A. Sofyan; E.B. Laconi; A. Daryanto. 2004. Potensi Sumberdaya
Pakan di Wilayah Jawa Tengah. Jurnal Pengembangan Peternakan Tropis,
29: 50-55.
Tabrany, H; S. Hardjosuwignjo; E. B. Lanconi; A. Daryanto. 2007. Hasil Ikutan
Pertanian Sebagai Pakan Ruminansia di Jawa Tengah. Jurnal Media
Peternakan, vol. 30 No. 2:71-146.
Tafsin, M; L.A. Sofyan; Nahrowi; K. G. Wiryawan; K. Zarkasie; W.G. Piliang. 2005.
Polisakarida Mengandung Mannan dari Bungkil Inti Sawit sebagai Antibikroba
Salmonella Thypimurium pada Ayam. Jurnal Media Peternakan, vol. 30 No.
2:71-146.
Wina, E., 1992. Nilai Gizi Kaliandra, Gamal dan Lamtoro sebagai Suplemen untuk
Domba yang Diberi Pakan Rumput Gajah dalam Prosiding Pengolahan dan
Komunikasi Hasil-Hasil Penelitian. Balai Penelitian Ternak. Badan Litbang
Pertanian.

Anda mungkin juga menyukai