Anda di halaman 1dari 4

Manajemen Pemeliharan

Manajemen pemeliharaan merupakan pengorganisasian operasi pemeliharaan


untuk memberikan performansi mengenai peralatan produksi dan fasilitas industri.
Pengorganisasian ini mencakup penerapan dari metode manajemen dan memerlukan
perhatian yang sistematis. Hal ini merupakan pekerjaan yang harus dipertimbangkan
secara sungguh-sungguh dalam mengatur perlengkapan. Di mana perlengkapan itu
merupakan peralatan, material, tenaga kerja, biaya, teknik atau tata cara yang
diterapkan serta waktu pelaksanaannya. Hal-hal yang terus diperhatikan dalam
pemeliharaan ayam antara lain perkandangan, pemilihan bibit, manajemen pakan,
sanitasi dan kesehatan, recording dan pemasaran. Manajemen pemeliharaan yang baik
akan menekan angka kematian. Wijayanti (2011) menyatakan bahwa hal-hal yang
harus diperhatikan dalam pemeliharaan ayam yaitu genenit (strain), jenis kelamin,
lingkungan, kualitas dan kuantitas pakan yang dikonsumsi. Umam et al. (2015)
menyatakan bahwa menjalankan manajemen yang baik akan menekan angka
kematian, selain itu pemberian vaksin maupun obat-obatan harus sesuai dosis yang
dibutuhkan
Pemilihan bibit. Bibit sangat menentukan tinggi rendahnya produktivitas dalam
usaha peternakan.  Keberhasilan suatu usaha peternakan ayam, baik ayam petelur
maupun ayam pedaging sangat dipengaruhi oleh faktor bibit.  bibit merupakan faktor
dasar atau genetik yang tidak bisa diabaikan, meskipun faktor bibit itu hanya menduduki
30%, dan 70% berasal dari faktor lingkungan misalnya, suhu lingkungan, pakan, tata
laksana pemeliharaan dan lain sebagainya, namun semuanya faktor tersebut saling
berpengaruh terhadap keberhasilan usaha peternakan ayam, karena apabila bibit ayam
kualitasnya tidak bagus, meskipun telah dilakukan tata laksana yang baik, maka tidak
akan banyak memberikan pengaruh, atau dengan kata lain keberhasilan usaha
peternakan tidak bagus. Peternakan ayam merupakan hasil interaksi antara faktor
genetik (hereditas) dan faktor lingkungan. Dalam memenuhi kebutuhan bibit anak ayam
maka diharapkan untuk mendapatkan bibit unggul. Goso dan Risal (2015) menyatakan
bahwa keberhasilan suatu peternakan merupakan hasil interaksi faktur genetik dan
lingkungan. Saat ini di Indonesia telah banyak bibit unggul atau strain ayam yang
beredar dalam perdagangan dengan berbagai tanda dan nama serta keunggulan,
misalnya strain Hybro, Hypeco, Hubbard, Kimber Chicks, Babcock, Enya Chick, Super
Harco, Arbor Acres, Cobb, Lohmann, dan masih banyak lagi.  Kiranya sudah tidak
merupakan kesulitan lagi dalam mendapatkan bibit unggul baik sebagai penghasil telur
(layer) maupun sebagai penghasil daging (broiler). Ardiansyah et al. (2013) menyatakan
bahwa Salah satu faktor genetik yang memengaruhi adalah strain, dan dari faktor
lingkungan yang memberikan pengaruh paling besar adalah ransum. Pemilihan strain
merupakan salah satu langkah awal yang harus ditentukan agar pemeliharaan berhasil.
Populasi. Populasi ayam yang akan dipelihara harus dicatat. Pencatatan
dilakukan selama proses pemeliharaan. Data yang dicatat meliputi jumlah ayam yang
mati, jumlah pemberian pakan, obat vaksin, berat badan mingguan. Mengetahui jumlah
populasi akhir agar mengetahui letak keuntungan pertimbangan dalam nilai tatalaksana
yang sedang dilaksanakan. Utomo et al. (2015) menyatakan bahwa populasi ayam
yang dipelihara mempengarhi besarnya biaya produksi yang dikeluarkan oleh peternak.
Cepriadi dan Edwina (2007) menyatakan bahwa semakin banyak populasi ayam broiler
yang dipelihara, semakin besar biaya produksi yang dikeluarkan, begitu pula
sebaliknya. Hal ini disebabkan karena semakin besar populasi yang dipelihara, biaya
variabel yang dikeluarkan akan semakin sebesar.
Umur produksi. Umur produksi adalah umur ketika ayam sudah mulai
menunjukkan produktivitas yang baik. Pada ayam layer biasanya dimulai pada umur 24
minggu, ditunjukkan dengan produksi telur yang kondisinya baik. Pada broiler, umur
produksi dimulai setelah melewati 14 hari pertama yang notabenenya merupakan masa
kritis nutrisi bagi ayam. Waktu pemeliharaan ayam broiler dalam satu kali budidaya
yaitu 4-6 minggu. Zulfikar (2013) menyatakan bahwa, umumnya produksi telur yang
terbaik akan diperoleh pada tahun pertama ayam mulai bertelur. Produksi telur pada
tahun-tahun berikutnya cenderung akan terus menurun. Dewasa ini yang dianggap
lingkaran produksi yang optimal adalah ayam-ayam umur 1,5 sampai 2 tahun. Sekarrini
et al. (2016) menyatakan bahwa 1 kali budidaya ayam broiler membutuhkan waktu 40
hari atau 6 minggu. Waktu dimana ayam broiler dipelihara hingga panen.

Jumlah produksi per hari. Jumlah produksi telur dapat menjadi satu ukuran
produktivitas suatu ternak. Produksi telur sendiri akan menentukan keuntungan selama
fase pemeliharaan. Produksi telur dapat mencapai 86% hingga 89% serta beberapa
bulan menjelang masa afkir turun hingga 65%. Pada beberapa bulan menjelang afkir
sering dijumpai ketidakseragaman bobot, dan ukuran telur. Krista dan Bagus (2013)
menyatakan bahwa telur ayam layer dapat memproduksi antara 200 hingga 250 butir
per ekor per tahun. Yusri (2015) menambahkan bahwa keseragaman umur dan bobot
ayam akan mempengaruhi produksi telur.

Kondisi performa ayam dan telur. Ayam layer yang berproduksi di umur 18
minggu, menghasilkan telur yang kurang optimal. Ayam mulai mengalami produktivitas
konstan yang optimal pada umur 24 minggu. Bobot telur ayam layer dengan umur 24
minggu keatas yaitu ± 64 gram. Yuwanta (2010) menyatakan bahwa berat telur yang
diproduksi oleh ayam petelur berkisar antara 60 gram. Yusri (2015) menambahkan
bahwa berat telur ayam layer rata-rata 63,5 sampai 65,5 gram. Faktor yang
mempengaruhi berat telur antara lain strain ayam yang digunakan, nutrisi pakan yang
diberikan, dan kondisi kandang.
DAFTAR PUSTAKA

Ardiansyah, F., S. Tantalo dan K. Nova. 2013. Perbandingan performa dua strain ayam
jantan tipe medium yang diberi ransum komersial broiler. Jurnal Ilmiah
Peternakan Terpadu. 3(1): 25-36.
Cepriadi dan S. Edwina. 2007. Analisis usaha peternakan ayam broiler pola kemitraan
di Kota Pekanbaru. Jurnal Peternakan. 4 (1) : 20-29.
Goso dan M. Risal. 2015. Prospek usaha peternakan ayam buras brakel kriel-silver
semiintensif di kota palopo. Jurnal Equilibrium. 5(1): 1-14.
Krista, B. dan Bagus, H. 2013. Ayam Kampung Petelur. AgroMedia Pustaka. Jakarta
Sekarrini, R., M. Harisudin, dan E.W. Riptanti. 2016. Manajemen risiko budidaya ayam
broiler di kabupaten boyolali. Jurnal Agrista. 4(3): 329 – 340
Umam, M. K., H. S. Prayogi dan V. M. A. Nurgiartiningsih. 2015. Penampilan produksi
ayam pedaging yang dipelihara pada sistem lantai kandang panggung dan
kandang bertingkat. Jurnal Ilmu-Ilmu Peternakan. 24(3): 79-87.
Utomo, H. R., H. Setiyawan dan S. I. Santoso. 2015. Analisis profitabilitas usaha
peternakan ayam broiler dengan pola kemitraan dikecamatan limbangan
kabupaten kendal. Animal Argiculture Journal. 4(1): 7-14.
Wijayanti, R. P. 2011. Pengaruh Suhu Kandang Yang Berbeda Terhadap Performans
Ayam Pedaging Periode Starter.Fakultas Peternakan. Universitas Brawijaya.
Malang.
Yusri. 2015. Performa Ayam Ras Petelur pada Periode Awal Bertelur dengan
Kombinasi Berat Badan Pre-Layer dan Pemberian Jumlah Pakan yang Berbeda.
Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin. Makassar
Yuwanta, T. 2010. Telur dan Kualitas Telur. Gajah Madah. University Press. Yogyakarta
Zulfikar. 2013. Manajemen Pemeliharaan Ayam Petelur Ras. UNSYIAH.

Anda mungkin juga menyukai