Anda di halaman 1dari 24

ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

DI RUANG ELANG (ICU) PADA Ny. M DENGAN STROKE

DI RSPU Dr. S. HARDJOLUKITO YOGYAKARTA

Oleh

Yayanti Y. Lole

KP.10.00723

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIRA HUSADA

YOGYAKARTA

2014

LEMBAR PERSETUJUAN

ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

DI RUANG ELANG (ICU) PADA Ny. M DENGAN STROKE


DI RSPU Dr. S. HARDJOLUKITO YOGYAKARTA

Di susun

Yayanti Y. Lole

(Kp 10. 00723 )

(Kepala Ruangan) (Dosen Pendamping)

........................................... .................................................

LAPORAN PENDAHULUAN
Asuhan Keperawatan Gawat Darurat Pada Stroke

A.  Pengertian

Stroke/CVD (Cerebro Vaskuler Disease) merupakan gangguan suplai

oksigen ke sel-sel syaraf yang dapat disebabkan oleh pecahnya atau lebih

pembuluh darah yang memperdarai otak dengan tiba-tiba. (Brunner dan

Sudart, 2002)

Stroke merupakan cedera otak yang berkaitan obstruksi aliran darah otak.

Stroke dapat menjadi akibat pembentukan trombus ke otak/di suatu arteri

serebrum, akibat embolus yang mengalir ke otak dari tempat lain ke tubuh

atau akibat perdarahan otak. (Corwin, 2001)

Sroke merupakan penyakit neurologis yang sering dijumpai dan harus di

tangani secara tepat dan cepat. Stroke merupakan kelainan fungsi otak yang

timbul mendadak yang disebabkan karena terjadinya gangguan peredaran

darah otak dan bisa terjadi pada siapa saja dan kapan saja. (Muttaqin, 2008)

B.   Etiologi

1. Thrombosis Cerebral.

Thrombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi

sehingga menyebabkan iskemi jaringan otak yang dapa menimbulkan

oedema dan kongesti di sekitarnya.Thrombosis biasanya terjadi pada

orang tua yang sedang tidur atau bangun tidur. Hal ini dapat terjadi

karena penurunan aktivitas simpatis dan penurunan tekanan darah yang

dapat menyebabkan iskemi serebral.Tanda dan gejala neurologis

seringkali memburuk pada 48 jam sete;ah thrombosis.


Beberapa keadaandibawah ini dapat menyebabkan thrombosis otak :

a. Atherosklerosis

Atherosklerosis  adalah mengerasnya pembuluh darah serta

berkurangnya kelenturan atau elastisitas dinding pembuluh darah.

Manifestasi klinis atherosklerosis bermacam-macam. Kerusakan dapat

terjadi melalui mekanisme berikut :

 Lumen arteri menyempit dan mengakibatkan berkurangnya aliran

darah.

  Oklusi mendadak pembuluh darah  karena terjadi thrombosis.

 Merupakan tempat terbentuknya thrombus, kemudian melepaskan

kepingan thrombus (embolus)

 Dinding arteri menjadi lemah dan terjadi aneurisma kemudian

robek dan terjadi perdarahan.

b. Hypercoagulasi pada polysitemia

Darah bertambah kental , peningkatan viskositas /hematokrit meningkat

dapat melambatkan aliran darah serebral.

c. Arteritis( radang pada arteri )

2. Emboli Emboli serebral merupakan penyumbatan pembuluh darah otak

oleh bekuan darah, lemak dan udara. Pada umumnya emboli berasal dari

thrombus di jantung yang terlepas dan menyumbat sistem arteri serebral.

Emboli tersebut berlangsung cepat dan gejala timbul kurang dari 10-30

detik. Beberapa keadaan dibawah ini dapat menimbulkan emboli :

a. Katup-katup jantung yang rusak akibat Rheumatik Heart Desease.

(RHD)
b. Myokard infark

c. Fibrilasi,. Keadaan aritmia menyebabkan berbagai bentuk pengosongan

ventrikel sehingga darah terbentuk gumpalan kecil dan sewaktu-waktu

kosong sama sekali dengan mengeluarkan embolus-embolus kecil.

d. Endokarditis oleh bakteri dan non bakteri, menyebabkan terbentuknya

gumpalan-gumpalan pada endocardium.

3. Haemorhagi

Perdarahan intrakranial atau intraserebral termasuk perdarahan dalam

ruang subarachnoid atau kedalam jaringan otak sendiri. Perdarahan ini

dapat terjadi karena atherosklerosis dan hypertensi. Akibat pecahnya

pembuluh darah otak menyebabkan perembesan darah kedalam

parenkim otak yang dapat mengakibatkan penekanan, pergeseran dan

pemisahan jaringan otak yang berdekatan, sehingga otak akan

membengkak, jaringan otak tertekan, sehingga terjadi infark otak,

oedema, dan mungkin herniasi otak.

Penyebab perdarahan otak yang paling lazim terjadi :

a. Aneurisma Berry, biasanya defek kongenital.

b. Aneurisma fusiformis dari atherosklerosis.

c.  Aneurisma myocotik dari vaskulitis nekrose dan emboli septis.

d. Malformasi arteriovenous, terjadi hubungan persambungan pembuluh

darah arteri, sehingga darah arteri langsung masuk vena.

e. Ruptur arteriol serebral, akibat hipertensi yang menimbulkan penebalan

dan degenerasi pembuluh darah.

4. Hypoksia Umum
a. Hipertensi yang parah.

b. Cardiac Pulmonary Arrest

c. Cardiac output turun akibat aritmia

5. Hipoksia setempat

a.Spasme arteri serebral, yang disertai perdarahan subarachnoid.

b. Vasokontriksi arteri otak disertai sakit kepala migrain.

C.  FAKTOR RESIKO

Faktor-faktor resiko stroke dapat dikelompokan sebagai berikut :

1. Akibat adanya kerusakan pada arteri, yairtu usia, hipertensi dan DM.

2. Penyebab timbulnya thrombosis, polisitemia.

3. Penyebab emboli MCI. Kelainan katup, heart tidak teratur atau jenis

penyakit jantung lainnya.

4. Penyebab haemorhagic, tekanan darah terlalu tinggi, aneurisma pada

arteri dan penurunan faktor pembekuan darah (leukemia, pengobatan

dengan anti koagulan )

5. Bukti-bukti yang menyatakan telah terjadi kerusakan  pembuluh darah

arteri sebelumnya : penyakit jantung angina, TIA., suplai darah

menurun  pada ektremitas.

Kemudian ada yang menunjukan bahwa yang selama ini dianggap berperan

dalam meningkatkan prevalensi  stroke ternyata tidak ditemukan pada

penelitian tersebut diantaranya, adalah:


 Merokok, memang merokok dapat merusak arteri tetapi tidak ada bukti

kaitan antara keduanya itu.

  Latihan, orang mengatakan bahwa latihan dapat mengurangi resiko

terjadinya stroke. Namun dalam penelitian tersebut tidak ada bukti yang

menyatakan hal tersebut berkaitan  secara langsung. Walaupun memang

latihan yang terlalu berat dapat menimbulkan MCI.

  Seks dan seksual intercouse, pria dan wanita mempunyai resiko yang

sama terkena serangan stroke tetapi untuk MCI jelas pria lebih banyak

daripada wanita.

  Obesitas. Dinyatakan kegemukan menimbulkan resiko yang lebih besar,

namun tidak ada bukti secara medis yang menyatakan hal ini.

  Riwayat keluarga.

Ada beberapa faktor risiko stroke yang sering teridentifikasi, yaitu ;

1. Hipertensi

Dapat disebabkan oleh aterosklerosis atau sebaliknya. Proses ini dapat

menimbulkan pecahnya pembuluh darah atau timbulnya thrombus

sehingga dapat mengganggu aliran darah cerebral.

2. Aneurisma pembuluh darah cerebra

Adanya kelainan pembuluh darah yakni berupa penebalan pada satu

tempat yang diikuti oleh penipisan di tempat lain. Pada daerah penipisan

dengan maneuver tertentu dapat menimbulkan perdarahan.

3. Kelainan jantung / penyakit jantung

Paling banyak dijumpai pada pasien post MCI, atrial fibrilasi dan

endokarditis. Kerusakan kerja jantung akan menurunkan kardiak output

dan menurunkan aliran darah ke otak. Ddisamping itu dapat terjadi

proses embolisasi yang bersumber pada kelainan jantung dan

pembuluh darah.
4. Diabetes mellitus (DM)

Penderita DM berpotensi mengalami stroke karena 2 alasan, yeitu

terjadinya peningkatan viskositas darah sehingga memperlambat aliran

darah khususnya serebral dan adanya kelainan microvaskuler sehingga

berdampak juga terhadap kelainan yang terjadi pada pembuluh darah

serebral.

5. Usia lanjut

Pada usia lanjut terjadi proses kalsifikasi pembuluh darah, termasuk

pembuluh darah otak.

6. Polocitemia

Pada policitemia viskositas darah meningkat dan aliran darah menjadi

lambat sehingga perfusi otak menurun.

7. Peningkatan kolesterol (lipid total)

Kolesterol tubuh yang tinggi dapat menyebabkan aterosklerosis dan

terbentuknya embolus dari lemak.

8. Obesitas

Pada obesitas dapat terjadi hipertensi dan peningkatan kadar kolesterol

sehingga dapat mengakibatkan gangguan pada pembuluh darah, salah

satunya pembuluh drah otak.

9. Perokok

Pada perokok akan timbul plaque pada pembuluh darah oleh nikotin

sehingga terjadi aterosklerosis.

10. Kurang aktivitas fisik


Kurang aktivitas fisik dapat juga mengurangi kelenturan fisik termasuk

kelenturan pembuluh darah (embuluh darah menjadi kaku), salah

satunya pembuluh darah otak. 

D.  Klasifikasi

Berdasarkan proses patologi dan gejala klinisnya stroke dapat

diklasifikasikan menjadi:

Stroke dapat diklasifikasikan menurut patologi dan gejala kliniknya, yaitu :

1. Stroke hemoragik

Terjadi perdarahan cerebral dan mungkin juga perdarahan

subarachnoid yang disebabkan pecahnya pembuluh darah otak.

Umumnya terjadi pada saat melakukan aktifitas, namun juga dapat

terjadi pada saat istirahat. Kesadaran umumnya menurun dan

penyebab yang paling banyak adalah akibat hipertensi yang tidak

terkontrol.

2. Stroke non hemoragik

Dapat berupa iskemia, emboli, spasme ataupun thrombus pembuluh

darah otak. Umumnya terjadi setelah beristirahat cukup lama atau

angun tidur. Tidak terjadi perdarahan, kesadaran umumnya baik dan

terjadi proses edema otak oleh karena hipoksia jaringan otak.

Stroke non hemoragik dapat juga diklasifikasikan berdasarkan

perjalanan penyakitnya, yaitu :

 TIA’S (Trans Ischemic Attack) yaitu gangguan neurologist

sesaat, beberapa menit atau beberapa jam saja dan gejala akan

hilang sempurna dalam waktu kurang dari 24 jam.


 Rind (Reversible Ischemic Neurologis Defict) yaitu gangguan

neurologist setempat yang akan hilang secara sempurna dalam

waktu 1 minggu dan maksimal 3 minggu.

  Stroke in Evolution yaitu stroke yang terjadi masih terus

berkembang dimana gangguan yang muncul semakin berat dan

bertambah buruk. Proses ini biasanya berjalan dalam beberapa

jam atau beberapa hari.

  Complete Stroke yaitu gangguan neurologist yang timbul

bersifat menetap atau permanent. 

Menurut perjalanan penyakit atau stadiumnya:

a. TIA ( Trans Iskemik Attack) gangguan neurologis setempat yang terjadi

selama beberapa menit sampai beberapa jam saja. Gejala yang timbul

akan hilang dengan spontan dan sempurna dalam waktu kurang dari 24

jam.

b. Stroke involusi: stroke yang terjadi masih terus berkembang dimana

gangguan neurologis terlihat semakin berat dan bertambah buruk. Proses

dapat berjalan 24 jam atau beberapa hari.

c. Stroke komplit: dimana gangguan neurologi yang timbul sudah menetap

atau permanen . Sesuai dengan istilahnya stroke komplit dapat diawali

oleh serangan TIA berulang.

E.   Patofisiologi

Aliran darah di setiap otak terhambat karena trombus atau embolus, maka

terjadi kekurangan oksigen ke jaringan otot, kekurangan oksigen pada

awalnya mungkin akibat iskemia imun (karena henti jantung atau hipotensi)

hipoxia karena proses kesukaran bernafas suatu sumbatan pada arteri

koroner dapat mengakibatkan suatu area infark (kematian jaringan).


(Sumber : Hudak dan Gallo). Perdarahan intraksional biasanya disebabkan

oleh ruptura arteri cerebri ekstravasasi darah terjadi di daerah otak atau

subarachnoid, sehingga jaringan yang terletak di dekatnya akan tertekan.

Darah ini sangat mengiritasi jaringan otak, sehingga mengakibatkan

vasospasme pada arteri di sekitar pendarahan, spasme ini dapat menyebaar

ke seluruh hemisfer otak, bekuan darah yang semua lunak akhirnya akan

larut dan mengecil, otak yang terletak di sekitar tempat bekuan dapat

membengkak dan mengalami nekrosis. Infark regional kortikal, sub kortikal

ataupun infark regional di batang otak terjadi karena daerah perdarahan

suatu arteri tidak/ kurang mendapat aliran darah. Aliran/ suplai darah tidak

disampaikan ke daerah tersebut oleh karena arteri yang bersangkutan

tersumbat atau pecah. Sebagai akibat keadaan tersebut bias terjadinya

anoksia atau hypoksia. Bila aliran darah ke otak berkurang sampai 24-30

ml/100 gr jaringan akan terjadi ischemia untuk jangka waktu yang lama dan

bila otak hanya mendapat suplai darah kurang dari 16 ml/100 gr jaringan

otak, maka akan terjadi infark jaringan otak yang permanen.(Sumber :

DepKes 1993)
Pathway Stroke

F.  Manifestasi Klinis
 Kehilangan motoric

Stroke adalah penyakit motor neuron atas dan mengakibatkan kehilangan

control volunteer terhadap gerakan motorik. Karena neuron motor atas

melintas, gangguan control motor volunter pada salah satu sisi tubuh

dapat menunjukan kerusakan pada neuron motor atas pada sisi yang

berlawanan dari otak. Disfungsi motor paling umum adalah hemiplegia

(paralisis pada salah satu sisi) karena lesi pada satu sisi otak yang

berlawanan. Hemiparesis, atau kelemahan salah satu sisi tubuh.

Di awal tahapan stroke, gambaran klinis yang muncul biasanya adalah

paralisis dan hilang atau menurunnya reflex tendon dalam. Apabila reflek

tendon dala ini muncul kembali (biasanya dalam 48 jam), peningkatan

tonus disertai dengan spastisitas (peningkatan tonus otot abnormal) pada

ekstremitas yang terkena dapat dilihat.

 Kehilangan komunikasi

Fungsi otak lain yang dipengaruhi oleh stroke adalah bahasa dan

komunikasi. Stroke adalah penyebab afasia paling umum. Disfungsi

bahasa dan komunikasi dapat dimanifestasikan sebagai berikut:

a. Disartria (kesulitan berbicara), ditunjukan dengan bicara yang sulit

dan dimengerti disebabkan oleh paralisis otot yang bertanggung

jawab untuk mneghasilkan bicara.

b.  Disfasia atau afasia (bicara defektif atau kehilangan bicara), yang

terutama ekspresif atau reseptif

c.  Apraksia (ketidakmampuan untuk melakukan tindakan yang dipelajari

sebelumnya).

 Gangguan persepsi
Ketidakmampuan untuk meninterpretasikan sensasi. Stroke dapat

mengakibatkan disfungsi persepsi visual, gangguan dalam hubungan

visual-spasial dan kehilangan sensori.

 Kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologik

Bila kerusakan telah terjadi pada lobus frontal, mempelajari kapasitas,

memori atau fungsi intelektual kortikal yang lebih tinggi mungkin rusak.

Disfungsi ini dapat ditunjukan dalam lapang perhatian terbatas, kesulitan

dalam pemahaman, lipa dan kurang motivasi, yang menyebabkan pasien

ini menghadapi masalah frustasi dalam program rehabilitasi mereka.

Depresi umum terjadi dan mungkin akan diperberat oleh respon alamiah

pasien terhadap penyakit katastrofik ini. Masalah psikologis lain yang

umum terjadi yaitu labilitas emosional, bermusuhan, frustasi, dendam, dan

kurang kerja sama.

 Disfungsi kandung kemih

Setelah stroke mungkin pasien mengalami inkontinensia urinarius

sementara karena konfusi, ketidakmampuan mengkomunikasikan

kebutuhan, dan ketidakmampuan untuk menggunakan urinal/bedpan

karena kerusakan control motorik dan postural. Kadang setelah stroke

kandung kemih menjadi atonik. Dengan kerusakan sensasi dalam respon

terhadap pengisian kandung kemih.

G.   Prosedur Diagnostik

1.     Angiografi cerebral membantu menentukan penyebab stroke secara

spesifik seperti perdarahan atau obstruksi arteri adanya titik oklusi atau

ruptur.
2.    CT Scan : memperlihatkan adanya oedem

3.    MRI : mewujudkan daerah yang mengalami infark

4.    Penilaian kekuatan otot

5.    EEG : mengidentifikasi masalah didasarkan pada gelombang otak.

H.  Penatalaksanaan Keperawatan

Penderita yang mengalami stroke dengan infark yang luas melibatkan

sebagian besar hemisfer dan disertai adanya hemiplagia kontra lateral

hemianopsia, selama stadium akut memerlukan penanganan medis dan

perawatan yang didasari beberapa prinsip.

Secara praktis penanganan terhadap ischemia serebri adalah

1)     Penanganan suportif imun

a.  Pemeliharaan jalan nafas dan ventilasi yang adekuat.

b.  Pemeliharaan volume dan tekanan darah yang kuat.

c.   Koreksi kelainan gangguan antara lain payah jantung atau aritmia.

2)    Meningkatkan darah cerebral

a.    Elevasi tekanan darah

b.    Intervensi bedah

c.     Ekspansi volume intra vaskuler

d.    Anti koagulan

e.     Pengontrolan tekanan intrakranial


f.     Obat anti edema serebri steroid

g.    Proteksi cerebral (barbitura)

macam-macam obat yang digunakan ( Sumber : Lumban Tobing )

1.     Obat anti agregrasi trombosit (aspirasi)

2.    Obat anti koagulasi : heparin

3.    Obat trombolik (obat yang dapat menghancurkan trombus)

4.    Obat untuk edema otak (larutan manitol 20%, obat dexametason)

I.  Komplikasi

Komplikasi stroke meliputi :

1. Hipoksia serebral, diminimalkan dengan member oksigenasi darah

adekuat ke otak. Fungsi otak bergantung pada ketersediaan oksigen

yang dikirimkan ke jaringan. Pemberian oksigen dan mempertahankan

hemoglobin serta hemotokrit dalam mebantu mempertahankan

oksigenasi jaringan.

2.    Penurunan aliran darah serebral, bergantung pada tekanan darah,

curah jantung, dan integritas pembuluh darah serebral. Hidrasi adekuat

(cairan intravena) harus menjamin viskositas darah dan memperbaiki

aliran darah serebral. Hipertensi atau hipotensi ekstrem perlu dihindari

untuk mencegah perubahan pada aliran darah serebral dan potensi

meluasnya area cedera.

3.   Embolisme serebral, dapat terjadi setelah infark miokard atau fibrasi

atrium atau dapat berasal dari katup jantung prostetik. Embolisme akan
menurunkan aliran darah ke otak selanjutnya menurunkan aliran darah

serebral. (Sumber : Brunner and Suddarth)

J.   Asuhan Keperawatan

1.   Pengkajian

a. Anamnesis

Kelainan system saraf bias menimbulkan berbagai macam gejala,

diantaranya:

 Nyeri kepala

  Kejang, pingsan, gerakan aneh

  Pening atau vertigo

  Masalah penglihatan   Kelainan pengdiuman atau penglihatan

  Kesulitan berbicara

  Kesulitan menelan

 Kesulitan berjalan

  Ekstremitas lemah

 Gangguan sensori

 Gerakan involunter dan tremor

  Masalaha pengendalian sfinkter (buang air besar atau kecil)

 Gangguan fungsi mental luhur, seperti bingung atau perubahan

kepribadian.

b. Riwayat penyakit dahulu

 Adakah penyakit gangguan neurolohis lainnya ?

  Adakah riwayat penyakit sistemik, khususnya kelainan

kardiovaskuler

  Obat obatan
c. Riwayat keluarga

 Adakah riwayat penyakit neurologis dalam keluarga?

  Riwayat sosial

 Pemeriksaan fisik Bagaimana tingkat kesadaran pasien, tentukan

dengan skor koma Glasgow

  Pandanglah pasien, apakah ada kelainan postur yang jelas,

pengecilan otot atau tremor?

  Periksa ekstremitas atas

1. Lakukan inspeksi untuk mencari pengecilan otot yang jelas,

tremor, fasikulasi, deformitas, dan perubahan warna kulit.

2.   Periksa kekuatan, bandingkan kedua lengan. Gunakan skala

MRC :

 Lumpuh sempurna

1. Masih terlihat kontraksi

2. Gerak aktif tanpa gravitasi

3. Bergerak melawan arah

4. Bergerak melawan tahanan

5. Kekuatan normal

d.  Periksa koordinasi dengan tes telunjuk-hidung, gerak cepat jari-jari,

gerak cepat bergantian (jika ada kesulitan = disdiadokokinesis pada

gangguan serebelum)

e. Periksa reflek dengan ketukan biseps, triseps dan supinator

f. Periksa sensasi. Tes raba halus, tusuk jarum, rasa getar, rasa posisi

sendi, dan reaksi panas/dingin.

Periksa ekstremitas bawah

a.    Lakukan inspkesi
b.    Periksa kekuatan, bandingkan kedua sisi.

c.     Periksa koordinasi

d.    Periksa sensasi

  Periksa saraf kranial

a. Olfaktorius, periksa sensasi penghidu di kedua lubang hidung

b. Optikus, periksa ketajaman penglihatan, periksa lapang

pandang, periksa reaksi cahaya langsung dan tak langsung

serta akomodasi

c. Okulomotorius, troklearis, dan abdusen, Cari adanya ptosis

(sebelah atau kedua kelopak mata menutup)

d. Periksa adanya nigtagmus, tanyakan adanya penglihatan

ganda .

e. Trigeminus, Periksa sensasi wajah terhada raba halus dan

tusuk jarum.

f.  Fasialis, Periksa oto otot ekspresi wajah (angkat alis, tutup

mata kuat kuat, tunjukan gigi)

g. Vesibulokoklearis, Tes pendengaran, lakukan tes rine dan tes

weber

h. Tes keseimbangan (berdiri dengan mata tertutup, berjalan

sepanjang garis lurus)

i. Vagus dan glosofaringeus, Periksa gerak palatum

j. Periks reflek muntah dan batuk

k.  Aksesorius, Periksa kekuatan otot sternomastoideus dan

mengangkat bahu

l.  Hipoglosus, Periksa lidah untuk mencari pengecilan otot,

fasikulasi dan uji kekuatan


m.  Tes fungsi mental luhur

 Periksa kekuatan otot pengunyah dna temporalis

 Tes reflek kornea

 Tes ketuk rahang

 Nilailah kemampuan berbicara

 Periksa ingatan

 Nilailah kemampuan pemahaman (Sumber : jonathan Gleadle)

2.   Diagnosa

a. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan interupsi

aliran darah, gangguan oklusif, hemoragi, vasospasme serebral, edema

serebral.

Tujuan : Mempertahankan tingkat kesadaran, fungsi kognitif dan motorik

/sensorik.

 Intervensi :

 Pantau atau catat status neurologis sesering mungkin dan

bandingkan dengan keadaan normalnya atau standar.

 Pantau tanda-tanda vital.

 Catat perubahan data penglihatan seperti adanya kebutaan,

gangguan lapang pandang atau ke dalam persepsi.

 Kaji fungsi yang lebih tinggi, seperti fungsi bicara.

 Letakkan kepala dengan posisi agak ditinggikan dan dalam posisi

anatomis (netral).

 Pertahankan keadaan tirah baring, ciptakan lingkungan yang

tenang, batasi pengunjung atau aktivitas pasien sesuai indikasi.


 Cegah terjadinya mengejan saat terjadinya defekasi dan

pernafasan yang memaksa (batuk terus menerus).

 Kolaborasi dalam pembarian oksigen dan obat sesuai indikasi

b. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan fungsi

neurologis.

Tujuan :

Mempertahankan/ meningkatkan kekuatan dan fungsi bagian tubuh yang

terkena atau kompensasi

Intervensi :

 Kaji kemampuan fungsional dan beratnya kelainan.

 Pertahankan kesejajaran tubuh (gunakan papan tempat tidur,

matras udara atau papan baku sesuai indikasi.

 Balikkan dan ubah posisi tiap 2 jam.

 Tinggikan ekstremitas yang sakit dengan bantal.

 Lakukan latihan rentang gerak aktif atau pasif untuk semua

ekstremitas setiap 2 jam sampai 4 jam.

 Berikan dorongan tangan, jari-jari dan latihan kaki.

 Bantu pasien dengan menggunakan alat penyokong sesuai

indikasi.

 Berikan dorongan kepada pasien untuk melakukan aktivitas

kebutuhan sehari-hari.

 Mulai ambulasi progresif sesuai pesanan bantu untuk duduk dalam

posisi seimbang mulai dari prosedur pindah dari tempat tidur ke

kursi untuk mencapai keseimbangan.


c. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan efek kerusakan

pada hemisfer bahasa atau wicara (kiri atau kanan)

Tujuan :

 Pasien dapat mengindikasikan pemahaman tentang masalah

komunikasi

 Pasien dapat membuat metode komunikasi dimana kebutuhan dapat

diekspresikan

 Intervensi :

 Bedakan antara gangguan bahasa dan gangguan wicara.

 Kolaborasikan dengan praktis bicara untuk mengevaluasi pasien dan

merancang rencana.

 Ciptakan suatu atmosfir penerimaan dan privasi.

 Buat semua upaya untuk memahami komunikasi pasien, mendengar

dengan penuh perhatian, ulangi pesan pasien kembali pada pasien

untuk memastikan pengertian, abaikan ketidaktepatan penggunaan

kata, jangan memperbaiki kesalahan, jangan pura-pura mengerti bila

tidak mengerti, minta pasien untuk mengulang.

 Ajarkan pasien tehnik untuk memperbaiki wicara, instruksikan bicara

lambat dan dalam kalimat pendek pada awalnya, tanyakan

pertanyaan yang dapat dijawabnya ya atau tidak.

 Gunakan strategi untuk memperbaiki pemahaman pasien, dapatkan

pengetahuan pasien sebelum bicara padanya, panggil dengan

menyebutkan nama pasien, lakukan pola bicara yang konsisten,

gunakan sentuhan dan perilaku untuk berkomunikasi dengan tenang

d.  Kurang perawatan diri berhubungan dengan gangguan mobilitas fisik

dan gangguan proses kognitif.


 Tujuan : Pasien dapat menolong diri sendiri sesuai kondisinya, dan

dapat mengungkapkan kebutuhannya.

 Intervensi :

 Kaji derajat ketidakmampuan dalam melakukan aktivitas perawatan

diri (mandi, makan, toile training).

 Lakukan perawatan kulit selama 4-5 jam, gunakan loiton yang

mengandung minyak, inspeksi bagian di atas tulang yang menonjol

setiap hari untuk mengetahui adanya kerusakan.

 Berikan hygiene fisik total, sesuai indikasi, sisi rambut setiap hari,

kerams setiap minggu sesuai indikasi.

 Lakukan oral hygiene setiap 4-8 jam, sikat gigi, bersihkan membran

mukosa dengan pembilas mulut, jaga agar kuku tetap terpotong rapi

dan bersih.

 Kaji dan pantau status nutrisi.

 Perbanyak masukan cairan sampai 2000 ml/hari kecuali terhadap

kontra indikasi.

 Pastikan eliminasi yang teratur.

 Berikan pelunak feses enema sesuai pesanan. 

Daftar Pustaka
Doengoes, M.E., 2000, Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, EGC, Jakarta.
Price, S.A., dan Wilson, L.M, 1995, Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses
Penyakit, EGC, Jakarta
Mardjono Mahar, Sidharta Priguna., 2006, Neurologi Klinis Dasar , P.T Dian
Rakyat, Jakarta.
Gleadle, Jonathan., 2005, Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik, EMS, Jakarta.
Brunner and Suddarth, , 2001, Keperawatan Medikal Bedah,EGC, Jakarta.
Brunner, I, S dan Suddarnth, Drs (2002) Buku Ajaran Keperawatan Medical
Bedah Vol2 Jakarta: EGC
Carwin, J, E (2001) Buku Saku Patofisiologi, Jakarta: EGC
Muttaqin. A (2008), Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Persyarafan. Jakarta: Salemba Medika

Anda mungkin juga menyukai