Rosyanne Kushargina
I151130391
SEKOLAH PASCASARJANA
PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2014
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sumber daya manusia merupakan salah satu faktor penentu dalam upaya
meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Sumberdaya manusia untuk dapat meningkat,
memerlukan tingkat kesehatan manusia yang optimal. Banyak faktor yang dapat
mempengaruhi kesehatan masyarakat. Salah satu faktor yang tidak bisa diabaikan dan
mempengaruhi kualitas sumberdaya manusia adalah gizi. Gizi yang baik akan
menghasilkan SDM yang berkualitas, sehat, cerdas dan produktif. Gizi yang baik
tersebut dibutuhkan pada seluruh siklus kehidupan, mulai sejak masa kehamilan, bayi
dan balita, prasekolah, anak SD, remaja, dewasa, hingga usia lanjut agar masalah gizi
dapat dicegah.
Pelayanan gizi salah satunya dilakukan di Rumah Sakit (RS). Mengingat
pentingnya pelayanan gizi, maka pelayanan makanan bagi pasien atau orang sakit
merupakan hal yang kompleks. Penyelenggaraannya pun harus seimbang dan sejalan
dengan perawatan serta pengobatan yang diberikan. Agar tercipta kesehatan dan status
gizi optimal, tubuh perlu mengkonsumsi makanan sehari-hari yang mengandung zat-zat
gizi yang seimbang. Makanan yang diberikan pada orang sakit disesuaikan dengan
kondisi atau keadaan penyakitnya serta harus memberikan zat gizi yang seimbang untuk
dapat membantu proses penyembuhan (Almatsier 2006). Gangguan gizi merupakan
masalah yang banyak dijumpai pada pasien yang dirawat di rumah sakit maupun yang
menjalani rawat jalan. Penyebab malnutrisi ini umumnya kompleks dan multifaktor.
Terutama untuk pasien yang dirawat dalam jangka waktu yang cukup lama.
Menurut Hartono (2006), terdapat sebanyak 40%-45% pasien yang dirawat di
rumah sakit mengalami malnutrisi atau memiliki resiko malnutrisi dan 12% diantaranya
menderita malnutrisi berat. Pasien yang dirawat di RS beragam mulai dari anak-anak
hingga lansia.Tidak hanya masalah gizi pada anak-anak, saat ini masalah gizi pada
lansia seharusnya juga mulai dipertimbangkan. Terutama pada lansia yang dirawat
dalam jangka waktu lama di Rumah Sakit (RS). Pasien lansia yang dirawat di RS
memiliki penyakit beragam, mulai dari keluhan ringan sampai penyakit-penyakit
degeneratif. Salah satu penyakit yang dapat berdampak pada penurunan berat badan
pasien lansia di RS adalah Alzheimer.
Alzheimer merupakan salah satu jenis dari penyakit demensia yang paling
umum terjadi selain demensia vaskuler. Demensia adalah sekelompok penyakit dengan
ciri-ciri hilangnya ingatan jangka pendek, kemampuan berpikir (kognitif) lain dan
kemampuan melakukan hal sehari-hari. Tahun 2005 penderita demensia di kawasan
Asia Pasifik berjumlah 13,7 juta orang dan menjelang tahun 2050 jumlah ini akan
meningkat menjadi 64,6 juta orang. Di kawasan Asia Pasifik mereka yang berusia di
atas 60 tahun dewasa ini berjumlah kurang dari 10% dari jumlah penduduk seluruhnya,
sedangkan yang berusia di atas 80 tahun berjumlah 1% dari jumlah penduduk.
Menjelang tahun 2050 angka-angka ini akan meningkat menjadi 25% untuk yang
berusia di atas 60 tahun dan 5% untuk yang berusia di atas 80 tahun. Hal ini
diungkapkan melalui ringkasan eksekutif laporan acces economics untuk anggota
Alzheimer Disease Internasional di Asia Pasifik (2006).
Penurunan berat badan pada penyakit alzheimer saat ini menjadi masalah
penting. Gangguan pada pasien ini menyebabkan perubahan komposisi tubuh, dan
penilaian status gizi menggunakan indikator bokimia. Beberapa studi dilakukan untuk
mengidentifikasi penurunan berat badan seperti, korelasi antara defisiensi dengan
asupan energi yang rendah atau hiperkatabolisme pada pasien, sehingga menunjukkan
bahwa penurunan berat badan mungkin menjadi faktor risiko dalam etiologi demensia
dan psikiatris lainnya. Tingkat infeksi yang lebih tinggi menyebabkan peningkatan
pengeluaran energi karena pada alzheimer terjadi gerakan berulang, dan kecacatan atau
kekurangan dari segi kognitif. Pergerakan pasien alzheimer yang menurun juga dapat
dianggap sebagai penyebab terjadinya penurunan berat badan (Diluca 1993). Penurunan
berat badan meningkatkan risiko infeksi, tekanan darah dan menurunkan penyembuhan
luka yang akhirnya dapat berpengaruh pada kualitas hidup pasien alzheimer (Riviere
2001).
Beberapa strategi dapat diadopsi untuk meningkatkan status gizi pasien dengan
alzheimer. Strategi ini termasuk program pendidikan gizi pasien dan pemberian
suplemen gizi secara oral, yang diharapkan dapat berdampak signifikan pada status gizi.
Mengacu pada hal ini Pivi et.al. (2011) melakukan studi mengenai strategi intervensi
gizi yang dapat meminimalkan atau memperbaiki status gizi pasien penyakit alzheimer.
Tujuan
Tujuan dari review ini adalah untuk melihat perbedaan pengaruh antara
suplementasi gizi secara oral dengan pendidikan gizi pada peningkatan status gizi
pasien dengan penyakit alzheimer.
METODOLOGI
rologi Universidade Federal de São Paulo - Escola Paulista de Medicina (UNIFESP /EPM)
90 orang subjek
Jumlah masing-masing subjek hingga akhir studi yang dibagi menjadi tiga
kelompok perlakuan yaitu kelompok
Gambar kontrolsubjek
1 Bagan jumlah sebanyak
yang27digunakan
orang, kelompok
pada yang diberi
pendidikan gizi sebanyak 25 orang, dan kelompok
studi yang diberi suplemen sebanyak 26
orang. Semua subjek dinilai pada awal hingga data setelah intervensi interval selama
masa studi 6 bulan, termasuk orientasi kesehatan dan gizi. Status gizi subyek dinilai
menggunakan antropometri dan data biokimia. Data antropometri yang dikumpulkan
meliputi tinggi (m), berat badan saat pengamatan (kg), Body Mass Index (BMI)
(kg/m2), lingkar lengan (cm), dan lingkar lengan otot (cm). Penimbangan berat badan
menggunakan timbangan mekanik untuk orang dewasa dengan kapasitas 150 kg dan
tinggi badan menggunakan stadiometer dalam sentimeter untuk subjek yang mampu
mempertahankan postur tegak. Subjek lain dengan masalah postur seperti kyphosis atau
lordosis pengukurang tinggi badan menggunakan panjang lutut untuk menghindari bias
dalam pengukuran tinggi badan. Pengukuran massa lemak menggunakan skinfold
calliper dalam millimeter (mm). Data biokimia yang dikumpulkan meliputi total
protein (TP), kadar albumin serum dan jumlah limfosit total (TLC).
Data biokimia dikumpulkan dan dievaluasi oleh laboratorium pusat Rumah Sakit São
Paulo.
Kelompok kontrol dimonitor setiap bulan dan tidak menerima perlakuan apapun.
Kelompok ke dua mendapatkan pendidikan gizi di suatu kelas dengan pembagian
jumlah anggota kelas sebanyak 10 orang. Setiap kelas berisi maksimal 10 peserta
dengan tujuan agar lebih banyak interaksi antara subjek dan pengajar. Setiap kelas
menerangkan materi dengan tema yang berasal Asosiasi Brasil Alzheimer (ABRAZ),
yaitu sebuah organisasi nirlaba yang membantu pengasuh dan anggota keluarga pasien
dengan penyakit Alzheimer.
Materi yang diberikan dikembangkan dengan topik yang relevan dengan
perkembangan alzheimer dan timbulnya gejala yang mungkin berhubungan dengan gizi.
Materi tersebut antara lain intervensi kebutuhan gizi seperti pentingnya gizi pada
penyakit, perubahan perilaku saat makan, hidrasi, pemberian obat, cara menelan,
suplemen makanan serta berkurang nafsu makan. Subjek yang ke tiga menerima
suplemen gizi dan diminta mengkonsumsi suplemen sebanyak 2 kali sehari. Pengukuran
dilakukan satu kali sebulan dengan antropometri dan parameter biokimia. Suplemen
yang diberikan berupa makanan cair padat gizi (Ensure dengan FOSTM, Abbot
Nutrition).
FISIOLOGIS LANSIA
Terdapat beberapa kelompok rawan gizi. Salah satunya adalah lansia. Lansia
adalah seseorang yang berusia 60 tahun ke atas baik pria maupun wanita, yang masih
aktif beraktivitas dan bekerja ataupun mereka yang tidak berdaya untuk mencari nafkah
sendiri sehingga bergantung kepada orang lain untuk menghidupi dirinya (Ineko dalam
Iksan 2012). Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) membagi lansia menjadi 4 golongan.
Golongan pertama disebut sebagai usia pertengahan (middle age) yaitu lansia yang
berusia 45 – 59 tahun. Golongan kedua adalah lanjut usia (elderly) yaitu lansia yang
berusia 60 – 74 tahun. Lanjut usia tua (old) merupakan golongan ketiga. Lansia yang
masuk golongan ini adalah yang berusia 75 – 90 tahun. Golongan yang terakhir adalah
usia sangat tua (very old) yang berusia diatas 90 tahun (WHO 2008).
Aktivitas fisik pada orang dengan usia lebih tua membuat semakin pentingnya
dilakukan pemeliharaan kesehatan dan kemandirian untuk mencegah menurunnya
kesehatan dan untuk meningkatkan kualitas hidup. Bertambahnya usia membuat mereka
cenderung melakukan sedikit aktivitas dengan intensitas yang lebih rendah. Hal ini
menyebabkan kemunduran fisiologis dan perubahan komposisi tubuh. Peningkatan
massa lemak tubuh berhubungan dengan perkembangan diabetes dan penyakit
kardiovaskular lainnya. Penurunan massa otot menyebabkan kelemahan, jatuh dan
hilangnya kebebasan untuk bergerak. Penurunan kepadatan mineral tulang pada lansia
sering menyebabkan osteoporosis, yang selanjutnya meningkatkan risiko patah tulang,
morbiditas dan mortalitas.
Perubahan komposisi tubuh juga diikuti dengan kemunduran fisiologis.
Kemunduran fisiologis tubuh menurut Damayanti (2012), adalah perubahan-perubahan
tubuh yang terjadi pada tubuh dalam proses menua, seperti rambut beruban dan
berkurang, kulit kering dan keriput, detak jantung menjadi kurang stabil, hingga
gangguan peredaran darah dan pencernaan. Perubahan-perubahan yang terjadi pada
organ tubuh terkait usia dan konsekuensinya pada penyakit dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Perubahan pada Organ Tubuh Terkait Usia dan Konsekuensinya pada Penyakit
Organ Tubuh Perubahan yang Terjadi Dampak
Adiposa Peningkatan lemak tubuh Obesitas
Mata Presbiopia (lensa keruh) Buta
Telinga Penurunan frekuensi tinggi Tuli
Gangguan keseimbangan glukosa DM
Endokrin Penurunan testosteron Impotensi
Penurunan penyerapan kalsium Osteoporosis
Penurunan elastisitas paru-paru
Respirasi Sesak nafas
dan dada
Penurunan elastisitas pembuluh
Jantung
Cardiovascular darah
Peningkatan tekanan darah Hipertensi
Penurunan fungsi hepar
Sirosis
Penurunan keasaman lambung
Gastrointestinal
Penurunan pergerakan usus besar Impaksi feses
Penurunan fungsi anus Inkontinensia feses
Hematologi Peningkatan autoantibodi Penyakit alergi
Penurunan massa otot
Muskulosketal Imobilitas
Penurunan densitas tulang
Atrofi otak Depresi, demensia
Sistem saraf Penurunan refleks tubuh (alzheimer), mudah
jatuh, susah tidur.
(Sumber: Damayanti 2012)
Hal ini terkait dengan umur harapan hidup di Makau paling tinggi diantara semua
negara yaitu 84 tahun (Brown 2011). Masih menurut Brown (2011), umur harapan
hidup terendah berada pada negara Swaziland yaitu hanya 32 tahun. Negara di Asia
Pasifik yang memiliki prevalensi Alzheimer paling rendah adalah Singapura. Diduga
selain terkait dengan umur harapan hidup, jumlah penduduk juga mempengaruhi.
Singapura merupakan negara dengan jumlah penduduk yang lebih sedikit dibandingkan
negara lain.
Menindaklanjuti dari semua permasalahan yang terjadi pada lansia, khususnya
masalah yang terjadi pada aspek kognitif, pemerintah mengeluarkan Keputusan Menteri
Kesehatan RI no 263 tahun 2010. Keputusan tersebut mengenai pedoman rehabilitasi
kognitif. Tujuan dibuatnya pedoman ini adalah sebagai acuan bagi pelaksana program di
rumah sakit dalam melaksanakan kegiataaan stumulasi/rehabilitasi kognitif untuk
optimalisasi dan peningkatan kualitas hidup para penyandang. Sasaran untuk pedoman
ini bukan hanya para penyandang, namun jg orang dengan kelaianan fisik bawaan atau
karena penyakit tertentu, anak berkebutuhan khusus, orang dengan stroke ringan
maupun berat, hingga orang dengan penyakit Alzheimer. Output yang diharapkan dari
pedoman ini adalah untuk meningkatkan kesehatan dan kualitas hidup masyarakat
Indonesia dengan mengembangkan stimulasi/rehabiliatsi kognitif untuk
menganggulangi gangguan fungsi, kecerdasan, dan meningkatkan kualitas hidup
penderita yang mengalami gangguan kognitif. Alur penanganan umum gangguan
kognitif pada masyarakat dapat dilihat pada Gambar 7.
Sumber : Kemenkes RI no 263/2010
Gambar 7 Alur Penanganan Umum Gangguan Kognitif
KESIMPULAN
SARAN
Pola pikir masyarakat bahwa pikun adalah sesuatu yang biasa harus mulai
dirubah. Kebijakan yang sudah dibuat dapat lebih dimaksimalkan lagi untuk mencegah
dan menurunkan penyakit Alzheimer pada lansia. Hal tersebut dapat memperpanjang
usia harapan hidup dan masa produktif lansia. Program yang dapat disarankan antara
lain (1) Sosialisasi penyakit alzheimer di Poswindu sekaligus dapat dilakukan
pemantauan kesehatan lansia; (2) Dilakukan pendidikan gizi pada lansia dan
keluarganya mengenai pola makan yang sehat dan makanan-makanan tertentu yang
dapat dikonsumsi untuk mencegah dan mengurangi resiko penyakit alzheimer. Lansia
dengan penyakit alzheimer sebaiknya dirawat di RS sehingga dapat dipantau
perkembangan gizi dan penyakitnya. Program pendidikan gizi mengenai pola hidup
sehat dan pendekatan psikologi pada pasien lansia di rumah sakit dapat meningkatkan
dan memperbaiki status gizi. Suplementasi yang ternyata efektif untuk meningkatkan
status gizi pasien lansia dengan alzheimer seperti pada penelitian di Brazil, juga dapat
diterapkan di Indonesia dengan koordinasi berbagai pihak terkait.
DAFTAR PUSTAKA
Access Economics. 2006. Demensia di Kawasan Asia Pasifik : Sudah Ada Wabah.
Ringkasan Eksekutif Laporan Access Economics untuk Anggota Alzheimer
Disease Internasional di Asia Pasifik.
Anonim. 2012. E-book Biologi Molekuler : Penyakit Alzheimer dan Parkinson.
http://nadjeeb.files.wordpress.com. [1 Oktober 2013].
Almatsier, Sunita. 2006. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama.
Brown Judith E. 2011. Nutrition Through The Life Cycle. Wadsworth: Cengage
Learning.
DiLuca DuW, Growden JH: Weight loss in. Alzheimer’s Disease. J Geriatric Psychiatry
Neurol 1993, 6:34-38.
Damayanti Imas, 2012. Penyakit padaLansia. http://file.upi.edu/Direktori/FPOK.. [10
Oktober 2012].
Fatmah. 2006. Repon Imunitas yang Rendah pada Tubuh Manusia Usia Lanjut. Makara,
Kesehatan, Vol. 10, NO. 1, Juni 2006: 47-53.
Frageti. 2012. Penyakit Alzheimer. http://www.dinaskebumen.go.id. [17 April 2012].
Gu Yian et. al. Food Combination and Alzheimer Disease Risk: A Protective Diet.
National Institute for Health. 2010 June ; 67(6): 699–706.
Hartono. 2006. Terapi Gizi dan Diet Rumah Sakit. Penerbit Buku Kedokteran
EGC: Jakarta.
Himbergen at.al. Biomarkers for Insulin Resistance and Inflammation and the Risk for
All-Cause Dementia and Alzheimer Disease: Results From the Framingham
Heart Study. National Institute for Health, 2012 May ; 69(5): 594–600.
Ineko dalam Iksan. 2012. Terapi Merah untuk Daya Ingat Lansia. Skripsi. Fakultas
Keperawatan, Universitas Soedirman. [http://keperawatan.unsoed.ac.id].
[Kemenkes] Kementerian Kesehatan. Pedoman Rehabilitasi kognitif no 263 tahun 2010.
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia.
Krinsky Norman I et.al. 2000. Dietary Antioxidants and Related Compounds. Institut Of
Medicine. [www.nap.edu].
Mayza et.al. 2003. Stimulasi Otak pada Kelompok Lansia di Komunitas. Makalah Hasil
Penelitian. Pusat Penelitian Kesehatan, UNIKA Atmajaya.
[Menkokesra] Kementerian Koordinasi Kesejahteraan Rakyat . Rencana Aksi Nasional
untuk Kesejahteraan Lanjut Usia tahun 2003. www. menkokesra.go. id. [10
Oktober 2013].
Nugroho dalam Iksan. 2012. Terapi Merah untuk Daya Ingat Lansia. Skripsi. Fakultas
Keperawatan, Universitas Soedirman. [http://keperawatan.unsoed.ac.id].
Pivi1 Glaucia AK, Rosimeire V da Silva1 et.al. A prospective study of nutrition
education and oral nutritional supplementation in patients wit Alzheimer’s
disease. 2011; 10:98
Pocernich Chava B dan D. Allan Butterfield: Elevation of Glutation as a Therapeutic
Strategy in Alzheimer Disease. National Institut of Health. 2012, 5:625-630.
Riviere S: Program of nutritional education in the prevention of weight loss and slow
cognitive decline in the disease of Alzheimer. J Nutr Health Aging 2001, 5: 295-
99.
Roebothan BV, Chandra RK: Relationship between Nutritional Status and Immune
Function of Elderly People. Age Ageing 1994, , 23: 49-53.
Sampaio ARD, Mannarino IC: Medidas bioquímicas de avaliação do estado nutricional.
In Avaliação Nutricional: Aspectos Clínicos e Laboratoriais. Edited by: Duarte
ACG. São Paulo: Atheneu; 2007:69-73.
Tampubolon Andi. 2011. Hubungan Lokasi Infark dengan Timbulnya Demensia pada
Stroke. Tesis. Fakultas Kedokteran, Universitas Diponegoro.