Anda di halaman 1dari 26

HEMODIALISA

MAKALAH
Untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah II
Dosen Pembimbing: Tri Dianti, S.Kep.Ns.M.Tr. Kep

Disusun Oleh:
Kelompok 6
1. Ajeng Rahayu
2. Lilik Andriani
3. Moh Singgih P.
4. Nisa Nurul P.
5. Prastika Agustina D.
6. Siti Aisyah
7. Agustina Ditubun

PROGRAM STUDY SARJANA KEPERAWATAN


STIKES INSAN CENDEKIA MEDIKA
JOMBANG
2018

KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena Rahmat-Nya kami dapat
menyelesaikan dan dapat menyusun makalah tentang “HEMODIALISA”. Guna memenuhi
tugas mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah II. Pada kesempatan ini kami ingin
mengucapkan terimakasih kepada semua anggota yang telah membantu dalam menyelesaikan
penyusunan makalah ini. Kami menyadari bahwa makalah ini masih belum sempurna. Oleh
karena itu, kami mengharapkan saran dan kritik untuk membangun yang ditujukan demi
kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi semua pihak.
                                                                                      

Jombang, 06 Oktober 2018

Penyusun

Kelompok VI

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan Masalah

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Hemodialisa
2.2 Etiologi Hemodialisa
2.3 Patofisiologi dan PathwayHemodialisa
2.4 Tanda dan Gejala Hemodialisa
2.5 Komplikasi Hemodialisa
2.6 Pemeriksaan Penunjang Hemodialisa
2.7 Penatalaksanaan..........................................................................................
2.8 Konsep Asuhan Keperawatan Hemodialisa

BAB III PENUTUP


3.1 Simpulan
3.2 Saran

DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Hemodialisa adalah pengobatan bagi orang yang menurun fungsi ginjalnya.

Hemodialisa mengambil alih fungsi ginjal untuk membersihkan darah dengan cara

mengalirkan melalui “ginjal buatan”. Hal yang melatar berlakangi isi makalah ini di harapkan

agar pengobatan hemodialisa dapat di cegah bagi para penderita penurunan fungsi  ginjal

dengan lebih meningkatkan asupan cairan bagi fungsi ginjal yang belum kronis.

Haemodialysis adalah pengeluaran zat sisa metabolisme seperti ureum dan zat

beracun lainnya, dengan mengalirkan darah lewat alat dializer yang berisi membrane yang

selektif-permeabel dimana melalui membrane tersebut fusi zat-zat yang tidak dikehendaki

terjadi. Haemodialysa dilakukan pada keadaan gagal ginjal dan beberapa bentuk keracunan

Banyak orang merasa tak nyaman dan ragu-ragu saat-saat pertama dilakukan hemodialisa.

Saat dilakukan hemodialisa sebenarnya anda tidak akan merasakan apa-apa, beberapa orang

akan merasa lelah setelah selesai dilakukan hemodialisa terutama bila baru beberapa kali

hemodialisa. Setelah beberapa kali hemodialisa maka cairan yang berlebih dan racun dari

tubuh anda akan berkurang, anda akan merasa kembali bertenaga.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa pengertian Hemodialisa?
2. Apa etiologi Hemodialisa?
3. Apa patofisiologi dan pathway Hemodialisa?
4. Apa manifestasi Hemodialisa?
5. Apa komplikasi Hemodialisa?
6. Apa pemeriksaan penunjang Hemodialisa?
7. Apa konsep asuhan keperawatan Hemodialisa?
1.3 Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui pengertian Hemodialisa.
2. Untuk mengetahui etiologi Hemodialisa.
3. Untuk mengetahui patofisiologi Hemodialisa.
4. Untuk mengetahui manifestasi klinis Hemodialisa.
5. Untuk mengetahui komplikasi Hemodialisa.
6. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang Hemodialisa.
7. Untuk mengetahui konsep asuhan keperawatan Hemodialisa.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian
Dialisis merupakan suatu proses yang di gunakan untuk mengeluarkan cairan dan produk limbah dari
dalam tubuh ketika ginjal tidak mampu melaksanakan proses tersebut. Tujuan dialisis adalah untuk
mempertahankan kehidupan dan kesejahteraan pasien sampai fungsi ginjal pulih kembali. Metode
terapi mencakup  hemodialisis, hemofiltrasi dan peritoneal dialisis.

Pada dialisis molekul solut berdifusi lewat membran semipermeabel dengan cara mengalir dari sisis
cairan yang lebih pekat (konsentarsi solut lebih tinggi) ke cairan yang lebih encer (kondisi solut yang
lebih rendah). Cairan mengalir lewat membran semipermeabel dengan cara osmosis atau ultrafiltrasi
(aplikasi tekanan exsternal pada membran) pada hemodialisis membran merupakan bagian dari
dialeser atau ginjal artifisial. Pada perritoneal dialisis, merupakan peritoneum atau lapisan dinding
abdomen berfungsi sebagai membran semipermeabel .

Tisher dan Wilcox (1997) hemodialisa didefinisikan sebagai pergerakan larutan dan air dari darah
pasien melewati membran semipermeabel (dializer) ke dalam dialisat. Dializer juga dapat
dipergunakan untuk memindahkan sebagian besar volume cairan.

Hemodialisa adalah menggerakkan cairan dari partikel-pertikel lewat membran semi permiabel yang
mempunyai pengobatan yang bisa membantu mengembalikan keseimbangan cairan dan elektrolit
yang normal, mengendalikan asam dan basa, dan membuang zat-zat toksis dari tubuh. ( Long, C.B. :
381).

Membran selaput semipermiabel adalah lembar tipis, berpori-pori, terbuat dari selulosa atau bahan
sintetik. Ukuran pori-pori membrane memungkinkan difusi zat dengan berat molekul rendah seperti
urea, kreatinin, dan asam urat berdifusi. Molekul air juga sangat kecil dan bergerak bebas melalui
membran, tetapi kebanyakan protein plasma, bakteri dan sel darah terlalu besar untuk melewati
pori-pori membrane. Perbedaan konsentrasi zat pada dua kompartemen disebut gradian
konsentrasi.

2.2 Etiologi
Hemodialisa dilakukan kerena pasien menderita gagal ginjal akut dan kronik akibat dari :
azotemia, simtomatis berupa enselfalopati, perikarditis, uremia, hiperkalemia berat, kelebihan
cairan yang tidak responsive dengan diuretic, asidosis yang tidak bisa diatasi, batu ginjal, dan
sindrom hepatorenal.

2.3 Patofisiologi beserta Pathway


Ginjal adalah organ penting bagi hidup manusia yang mempunyai fungsi utama untuk
menyaring / membersihkan darah. Gangguan pada ginjal bisa terjadi karena sebab primer ataupun
sebab sekunder dari penyakit lain. Gangguan pada ginjal dapat menyebabkan terjadinya gagal ginjal
atau kegagalan fungsi ginjal dalam menyaring / membersihkan darah. Penyebab gagal ginjal dapat
dibedakan menjadi gagal ginjal akut maupun gagal ginjal kronik. Dialisis merupakan salah satu
modalitas pada penanganan pasien dengan gagal ginjal, namun tidak semua gagal ginjal memerlukan
dialisis. Dialisis sering tidak diperlukan pada pasien dengan gagal ginjal akut yang tidak terkomplikasi,
atau bisa juga dilakukan hanya untuk indikasi tunggal seperti hiperkalemia. Faktor-faktor yang harus
dipertimbangkan sebelum melalui hemodialisis pada pasien gagal ginjal kronik terdiri dari keadaan
penyakit penyerta dan kebiasaan pasien. Waktu untuk terapi ditentukan oleh kadar kimia serum dan
gejala-gejala.Hemodialisis biasanya dimulai ketika bersihan kreatin menurun dibawah 10 ml/mnt,
yang biasanya sebanding dengan kadar kreatinin serum 8-10 mge/dL namun demikian yang lebih
penting dari nilai laboratorium absolut adalah terdapatnya gejala-gejala uremia.

2.4 Manifestasi Klinis


Flasid, simetris, paralisis asending dengan cepat berkembang. Otot pernapasan
dapat saja terkena mengakibatkan insufisiensi pernapasan. Gangguan otonomi seperti
retensi urine dan hipotensi postural kadang terjadi. Rekleks-refleks superfisial dan
tendon dalam dapat hilang. Biasanya tidak terjadi kehilangan massa otot karena paralisis
yang flasid terjadi dengan cepat. Ada pasien yang mengalami nyeri tekan dan nyeri pada
tekanan dalam atau gerakan beberapa otot. Gejala-gajala parastesia termasuk semutan ”
jarum dan peniti ” dan kebas dapat terjadi secara sementara jika saraf kranial terkena
maka saraf fasial (VII) lebih sering terserang.
Tanda dan gejala disfungsi saraf fasial termasuk ketidak mampuan dalam
tersenyum , bersiul, atau cemberut. GBS tidak mengenai LOC ( tingkat kesadaran ),
tanda-tanda pupil, atau fungsi serebral. Gejala-gejala biasanya memuncak dalam satu
mingu tetapi dapat berkembang selama beberapa minggu. Tingkat paralisis dapat saja
terhenti setiap saat. Fungsi motorik kembali dalam gaya desending. Demielinasi terjadi
dengan cepat tetapi kecepatan remielinasi sekitar 1 sampai 2 mm perhari. 
Terdapat 6 subtipe sindroma Guillain-Barre, yaitu:
1. Radang polineuropati demyelinasi akut (AIDP), yang merupakan jenis GBS yang
paling banyak ditemukan dan sering disinonimkan dengan GBS. Disebabkan oleh
respon autoimun yang menyerang membrane sel Schwann.
2. Sindroma Miller Fisher (MFS), merupakan varian GBS yang jarang terjadi dan
bermanifestasi sebagai paralisis desendens berlawanan dengan jenis GBS yang biasa
terjadi. Umumnya mengenai otot-otot okuler pertama kali dan terdapat trias gejala
yakni oftalmoplegia, ataksia, dan arefleksia. Terdapat antibodi Anti-GQ1b dalam 90%
kasus.
3. Neuropati aksonal motorik akut (AMAN) atau sindroma paralitik Cina menyerang
nodus motorik Ranvier dan sering terjadi di Cina dan Meksiko. Hal ini disebabkan
oleh respon autoimun yang menyerang aksoplasma saraf perifer. Penyakit ini
musiman dan penyembuhan dapat berlangsung dengan cepat. Didapati antibodi Anti-
GD1a, sementara antibodi Anti-GD3 lebih sering ditemukan pada AMAN.
4. Neuropati aksonal sensorimotor akut (AMSAN), mirip dengan AMAN juga
menyerang aksoplasma saraf perifer, namun juga menyerang saraf sensorik dengan
kerusakan akson yang berat. Penyembuhan lambat dan sering tidak sempurna.
5. Neuropati panautonomik akut merupakan varian GBS yang paling jarang,
dihubungkan dengan angka kematian yang tinggi akibat keterlibatan kardiovaskular
dan disritmia.
6. Ensefalitis batang otak Bickerstaff’s (BBE), ditandai oleh onset akut oftalmoplegia,
ataksia, gangguan kesadaran, hiperefleksia atau refleks Babinski (menurut
Bickerstaff, 1957; Al-Din et al.,1982). Perjalanan penyakit dapat monofasik ataupun
diikuti fase remisi dan relaps. Lesi luas dan ireguler terutama pada batang otak seperti
pons, midbrain, dan medulla. Meskipun gejalanya berat, namun prognosis BBE cukup
baik.
2.5 Penatalaksanaan
Diet dan masalah cairan. Diet merupakan faktor penting bagi pasien yang menjalani
hemodialisis mengingat adanya efek uremia. Apabila ginjal yang rusak tidak mampu
mengeksresikan produk akhir metabolisme, substansi yang bersifat asam ini akan menumpuk
dalam serum pasien dan bekerja sebagai racun atau toksik. Gejala yang terjadi akibat
penumpukan tersebut secara kolektif dikenal sebagai gejala uremik dan akan  mempengaruhi
setiap sistem tubuh. Lebih banyak toksin yang menumpuk, lebih berat gejala yang timbul.
Diet rend protein akan mengurangi penumpukan limbah nitrogen dan dengan demikian
meminimalkan gejala. Penumpukan cairan juga dapat terjadi dan dapat mengakibatkan gagal
jantung kongestif serta edema paru. Dengan demikian, pembatasan cairan juga merupakan
bagian dengan resep diet untuk pasien ini.
Dengan penggunaan hemodialisis yang efektif, asupan makanan pasien dapat diperbaiki
meskipun biasanya memerlukan beberapa penyesuaian atau pembatasan pada asupan protein,
natrium, kalium dan cairan. Berkaitan dengan pembatasan protein, maka protein dari
makanan harus memiliki nilai biologis yang tinggi dan tersusun dari asam-amino esensial
untuk mencegah penggunaan protein yang buruk serta mempertahankan keseimbangan
nitrogen yang positif. Contoh protein dengan nilai biologis yang tinggi adalah telur, daging,
susu dan ikan.
Dampak Diet Rendah Protein. Diet yang bersifat membatasi akan merubah gaya hidup
dan dirasakan pasien sebagai gangguan serta tidak disukai bagi banyak penderita gagal ginjal
kronis. Karena makanan dan minuman merupakan aspek penting dalam sosialisasi, pasien
sering merasa disingkirkan ketika berada bersama orang-orang lain karena hanya ada
beberapa pilihan makanan saja yang tersedia baginya. Jika pembatasan ini dibiasakan,
komplikasi yang dapat membawa kematian seperti hiperkalemia dan edema paru dapat
terjadi.
Pertimbangan medikasi. Banyak obat yang dieksresikan seluruhnya atau sebagian
melalui ginjal. Pasien yang memerlukan obat-obatan (preparat glikosida jantung, antibiotik,
antiaritmia, antihipertensi) harus dipantau dengan ketat untuk memastikan agar kadar obat-
obat ini dalam darah dan jaringan dapat dipertahankan tanpa menimbulkan akumulasi toksik.
Beberapa obat akan dikeluarkan dari darah pada saat dialisis oleh karena itu,
penyesuaian dosis oleh dokter mungkin diperlukan. Obat-obat yang terikat dengan protein
tidak akan dikeluarkan selama dialisis. Pengeluaran metabolit obat yang lain bergantung pada
berat dan ukuran molekulnya. Apabila seorang pasien menjalani dialisis, semua jenis obat
dan dosisnya harus dievaluasi dengan cermat. Pasien harus mengetahui kapan minum obat
dan kapan menundanya. Sebagai contoh, jika obat antihipertensi diminum pada hari yang
sama dengan saat menjalani hemodialisis, efek hipotensi dapat terjadi selama hemodialisis
dan menyebabkan tekanan darah rendah yang berbahaya.

2.6 Komplikasi
Menurut Tisher dan Wilcox (1997) serta Havens dan Terra (2005) selama tindakan
hemodialisa sering sekali ditemukan komplikasi yang terjadi, antara lain:
a.       Kram otot
Kram otot pada umumnya terjadi pada separuh waktu berjalannya hemodialisa sampai
mendekati waktu berakhirnya hemodialisa. Kram otot seringkali terjadi pada ultrafiltrasi
(penarikan cairan) yang cepat dengan volume yang tinggi.
b.     Hipotensi
Terjadinya hipotensi dimungkinkan karena pemakaian dialisat asetat, rendahnya dialisat
natrium, penyakit jantung aterosklerotik, neuropati otonomik, dan kelebihan tambahan berat
cairan.
c.  Aritmia
Hipoksia, hipotensi, penghentian obat antiaritmia selama dialisa, penurunan kalsium,
magnesium, kalium, dan bikarbonat serum yang cepat berpengaruh terhadap aritmia pada
pasien hemodialisa.
d.      Sindrom ketidakseimbangan dialisa
Sindrom ketidakseimbangan dialisa dipercaya secara primer dapat diakibatkan dari osmol-
osmol lain dari otak dan bersihan urea yang kurang cepat dibandingkan dari darah, yang
mengakibatkan suatu gradien osmotik diantara kompartemen-kompartemen ini. Gradien
osmotik ini menyebabkan perpindahan air ke dalam otak yang menyebabkan oedem serebri.
Sindrom ini tidak lazim dan biasanya terjadi pada pasien yang menjalani hemodialisa pertama
dengan azotemia berat.
e.      Hipoksemia
Hipoksemia selama hemodialisa merupakan hal penting yang perlu dimonitor pada pasien
yang mengalami gangguan fungsi kardiopulmonar.
f.     Perdarahan
Uremia menyebabkan ganguan fungsi trombosit. Fungsi trombosit dapat dinilai dengan
mengukur waktu perdarahan. Penggunaan heparin selama hemodialisa juga merupakan faktor
risiko terjadinya perdarahan.
g.      Ganguan pencernaan
Gangguan pencernaan yang sering terjadi adalah mual dan muntah yang disebabkan karena
hipoglikemia. Gangguan pencernaan sering disertai dengan sakit kepala.
h.      Infeksi atau peradangan bisa terjadi pada akses vaskuler.
i.        Pembekuan darah bisa disebabkan karena dosis pemberian heparin yang tidak adekuat
ataupun kecepatan putaran darah yang lambat.

2.7 Pemeriksaan Penunjang

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN HEMODIALISIS

1.      PENGKAJIAN
a.      Keluhan utama
Keluhan utama pada pasien hemodialisa adalah
a.       Sindrom uremia
b.      Mual, muntah, perdarahan GI.
c.       Pusing, nafas kusmaul, koma.
d.      Perikarditis, cardiar aritmia
e.       Edema, gagal jantung, edema paru
f.       Hipertensi
Tanda-tanda dan gejala uremia yang mengenai system tubuh (mual, muntah, anoreksia berat,
peningkatan letargi, konfunsi mental), kadar serum yang meningkat. (Brunner & Suddarth,
2001 : 1397)

b.      Riwayat penyakit sekarang


Pada pasien penderita gagal ginjal kronis (stadium terminal). (Brunner & Suddarth, 2001:
1398)

c.       Riwayat obat-obatan


Pasien yang menjalani dialisis, semua jenis obat dan dosisnya harus dievaluasi dengan
cermat. Terapi antihipertensi, yang sering merupakan bagian dari susunan terapi dialysis,
merupakan salah satu contoh di mana komunikasi, pendidikan dan evaluasi dapat
memberikan hasil yang berbeda. Pasien harus mengetahui kapan minum obat dan kapan
menundanya. Sebagai contoh, obat antihipertensi diminum pada hari yang sama dengan saat
menjalani hemodialisis, efek hipotensi dapat terjadi selama hemodialisis dan menyebabkan
tekanan darah rendah yang berbahaya. (Brunner & Suddarth, 2001: 1401)

d.      Psikospiritual
Penderita hemodialisis jangka panjang sering merasa kuatir akan kondisi penyakitnya yang
tidak dapat diramalkan. Biasanya menghadapi masalah financial, kesulitan dalam
mempertahankan pekerjaan, dorongan seksual yang menghilang serta impotensi, dipresi
akibat sakit yang kronis dan ketakutan terhadap kematian. (Brunner & Suddarth, 2001: 1402)
Prosedur kecemasan merupakan hal yang paling sering dialami pasien yang pertama kali
dilakukan hemodialisis. (Muttaqin, 2011: 267)

e.       ADL (Activity Day Life)


Nutrisi       : pasien dengan hemodialisis harus diet ketat dan pembatasan cairan masuk untuk
meminimalkan gejala seperti penumpukan cairan yang dapat mengakibatkan gagal jantung
kongesti serta edema paru, pembatasan pada asupan protein akan mengurangi penumpukan
limbah nitrogen dan dengan demikian meminimalkan gejala, mual muntah. (Brunner &
Suddarth, 2001 : 1400)
Eliminasi   : Oliguri dan anuria untuk gagal
Aktivitas   : dialisis menyebabkan perubahan gaya hidup pada keluarga. Waktu yang
diperlukan untuk terapi dialisis akan mengurangi waktu yang tersedia untuk melakukan
aktivitas sosial dan dapat menciptakan konflik, frustasi. Karena waktu yang terbatas dalam
menjalani aktivitas sehai-hari.

f.       Pemeriksaan fisik


BB : Setelah melakukan hemodialisis biasanya berat badan akan menurun.
TTV: Sebelum dilakukan prosedur hemodialisis biasanya denyut nadi dan tekanan darah
diatas rentang normal. Kondisi ini harus di ukur kembali pada saat prosedur selesai dengan
membandingkan hasil pra dan sesudah prosedur. (Muttaqin, 2011: 268)
Manifestasi klinik
a.       Kulit                : kulit kekuningan, pucat, kering dan bersisik, pruritus atau gatal-gatal
b.      Kuku               : kuku tipis dan rapuh
c.       Rambut           : kering dan rapuh
d.      Oral                 : halitosis / faktor uremic, perdarahan gusi
e.       Lambung         : mual, muntah, anoreksia, gastritis ulceration.
f.       Pulmonary       : uremic “lung” atau pnemonia
g.      Asam basa       : asidosis metabolik
h.      Neurologic      : letih, sakit kepala, gangguan tidur, gangguan otot : pegal
i.        Hematologi : perdarahan

g.      Pemeriksaan Penunjang


Kadar kreatinin serum diatas 6 mg/dl pada laki-laki, 4mg/dl pada perempuan, dan GFR 4
ml/detik. (Sylvia A. Potter, 2005 : 971)
B.     DIAGNOSA KEPERAWATAN
a.      Pre HD
1.      Pola nafas tidak efektif b.d edema paru, asidosis metabolic, Hb ≤ 7 gr/dl, Pneumonitis dan
Perikarditis d.d Penggunaan otot aksesoris untuk bernafas, Pernafasan cuping hidung,
Perubahan kedalaman nafas, dan Dipneu
2.      Kelebihan volume cairan b.d penurunan haluaran urine, diet cairan berlebih, retensi cairan &
natrium b.d Perubahan berat badan dalam waktu sangat singkat, Gelisah, Efusi pleura,
Oliguria, Asupa melebihi haluran, Edema, Dispnea, Penurunan hemoglobin, Perubahan pola
pernapasan , dan Perubahan tekanan darah
3.      Ketidakseimbangan nutrisi, kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia, mual & muntah,
pembatasan diet dan perubahan membrane mukosa oral d.d nyeri abdomen bising usus
hiperaktif, kurang makanan, diare, kurang minat pada makanan, dan berat badan 20% atau
lebih dibawah berat badan ideal.
4.      Ansietas b.d krisis situasional d.d gelisah, wajah tegang, bingung, tampak waspada,
ragu/tidak percaya diri dan khawatir
5.      Kerusakan integritas kulit b.d Gangguan sirkulasi, Iritasi zat kimia, Defisit cairan d.d
Kerusakan jaringan (Mis. Kornea, membrane mukosa, integument, atau subkutan) dan
Kerusakan jaringan.

b.      Intra HD
1.      Resiko cedera b.d akses vaskuler & komplikasi sekunder terhadap penusukan &
pemeliharaan akses vaskuler.
2.      Risiko terjadi perdarahan b.d penggunaan heparin dalam proses hemodialisa
c.       Post HD
1.      Intoleransi aktivitas b.d keletihan, anemia, retensi produk sampah dan prosedur dialisis d,d
menyatakan merasa lemah, menyatakan merasa letih, dispnea setelah beraktifitas,
ketidaknyamanan setelah beraktifitas, dan respon tekanan darah abnormal terhadap aktivitas.
2.      Risiko Harga diri rendah b.d ketergantungan, perubahan peran dan perubahan citra tubuh dan
fungsi seksual d.d gangguan citra tubuh, Mengungkapkan perasaan yang mencerminkan
perubahan individudalam penampilan, Respon nonverbal terhadap persepsi perubahan pada
tubuh (mis;penampilan,steruktur,fungsi), Fokus pada perubahan, Perasaan negatif tentang
sesuatu
3.      Resiko infeksi b.d prosedur invasif berulang

C.    INTERVENSI KEPERAWATAN


a.      Pre HD
No Diagnosa Tujuan & Intervensi Rasional
Kriteria Hasil
1 Pola nafas tidak Setelah diberikan
1.      Observasi penyebab
1.      Untuk menentukan
efektif b.d edema asuhan nafas tidak efektif tindakan yang harus
paru, asidosis keperawatan segera dilakukan
metabolic, Hb ≤ 7 selama 1x24 jam
gr/dl, Pneumonitis diharapkan 2.      Observasi respirasi &
dan Perikarditis Pola nafas efektif nadi 2.      Menentukan tindakan
setelah dilakukan
tindakan HD 4-5
jam, dengan
3.      Berikan posisi semi
3.      Melapangkan dada klien
Kriteria hasil: fowler sehingga nafas lebih
a.       Nafas 16-28 x/m longgar
b.      edema paru hilan
c.        tidak sianosis
4.       Ajarkan cara nafas
4.      Hemat energi sehingga
yang efektif nafas tidak semakin
berat

5.       Berikan O2 5.      Hb rendah, edema, paru


pneumonitis, asidosis,
perikarditis
menyebabkan suplai O2
ke jaringan <

6.      SU adalah penarikan


secara cepat pada HD,
6.      Lakukan SU pada saat mempercepat
HD pengurangan edema
paru

7.      Untuk ↑Hb, sehingga


suplai O2 ke jaringan
cukup
7.      Kolaborasi pemberian
tranfusi darah
8.      Untuk mengatasi infeksi
paru & perikard
8.      Kolaborasi pemberian
antibiotic
9.      Follou up penyebab
nafas tidak efektif
9.      Kolaborasi foto torak
10.  Mengukur keberhasilan
10.  Evaluasi kondisi klien tindakan
pada HD berikutnya

11.   Untuk follou up kondisi


11.  Evaluasi kondisi klien klien
pada HD berikutnya
2 Kelebihan volume Setelah diberikan
1.      Observasi status
1.      Pengkajian merupakan
cairan b.d asuhan cairan, timbang bb pre dasar untuk memperoleh
penurunan haluaran keperawatan dan post HD, data, pemantauan 7
urine, diet cairan selama 1x24 jam keseimbangan evaluasi dari intervens
berlebih, retensi diharapkan masukan dan haluaran,
cairan & natrium Keseimbangan turgor kulit dan edema,
volume cairan distensi vena leher dan
2.      Pembatasan cairan akan
tercapai setelah monitor vital sign menetukan dry weight,
dilakukan HD 4- haluaran urine & respon
5 jam dengan terhadap terapi.
Kriteria Hasil: 2.      Batasi masukan cairan
a.       BB post HD pada saat priming &
sesuai dry weight wash out HD 3.      UF & TMP yang sesuai
b.      Edema hilang akan ↓ kelebihan
c.       Retensi 16-28 volume cairan sesuai dg
x/m target BB edeal/dry
d.      Kadar natrium weight
darah 132-145
3.      Lakukan HD dengan
mEq/l UF & TMP sesuai dg
kenaikan bb
4.      Sumber kelebihan
interdialisis cairan dapat diketahui
4.      Identifikasi sumber
masukan cairan masa
interdialisis
5.      Pemahaman ↑kerjasama
klien & keluarga dalam
5.       Jelaskan pada pembatasan cairan
keluarga & klien
rasional pembatasan
6.      Kebersihan mulut
cairan mengurangi kekeringan
mulut, sehingga ↓
keinginan klien untuk
6.      Motivasi klien untuk ↑ minum
kebersihan mulut

3 Ketidakseimbangan Setelah diberikan


1.      Observasi status        Sebagai dasar untuk
nutrisi, kurang dari asuhan nutrisi: memantau perubahan &
kebutuhan tubuh keperawatan        Perubahan BB intervensi yang sesuai
b.d anoreksia, mual selama 1x24 jam        Pengukuran
& muntah, diharapkan antropometri
pembatasan diet Keseimbangan        Nilai lab. (elektrolit,
dan perubahan nutrisi tercapai BUN, kreatinin, kadar
membrane mukosa setelah dilakukan albumin, protein
oral HD yang sdekuat
(10-12 jam/mg)
2.      Observasi pola diet
selama 3 bulan,
diet protein
terpenuhi,        Pola diet dahulu &
dengan sekarang berguna untuk
Kriteria Hasil: 3.      Observasi faktor yang menentukan menu
a.       Tidak terjadi berperan dalam
penambahan atau merubah masukan        Memberikan informasi,
↓ BB yang cepat nutrisi faktor mana yang bisa
b.      Turgor kulit dimodifikasi.
normal tanpa
4.      Kolaborasi
udema menentukan tindakan
c.        Kadar albumin HD 4-5 jam 2-3        Tindakan HD yang
plasma 3,5-5,0 minggu adekuat, ↓ kejadian
gr/dl mual-muntah &
d.      Konsumsi diet anoreksia, sehingga ↑
nilai protein nafsu makan
tinggi 5.      Kolaborasi pemberian
infus albunin 1 jam        Pemberian albumin
terakhir HD lewat infus iv akan ↑
albumin serum

6.      Tingkatkan masukan


protein dengan nilai
biologi tinggi: telur,         Protein lengkap akan ↑
daging, produk susu keseimbangan nitrogen

7.      Anjurkan camilan


rendah protein, rendah
natrium, tinggi kalori
diantara waktu makan        Kalori akan ↑ energi,
memberikan kesempatan
8.      Jelaskan rasional protein untuk
pembatasan diet, pertumbuhan
hubungan dengan
penyakit ginjal dan        ↑ pemahaman klien
↑urea dan kreatinin sehingga mudah
menerima masukan
9.       Anjurkan timbang BB
tiap hari

10.  Observasi adanya


masukan protein yang        Untuk menentukan
tidak adekuat, edema, status cairan & nutrisi
penyembuhan yang
lama, albumin serum
10.     Penurunan protein dapat
turun ↓ albumin, pembentukan
udema & perlambatan
penyembuhan

4 Ansietas b.d krisis Setelah 1.      Evaluasi respon verbal


1.      Ketakutan dapat terjadi
situasional dilakukan asuhan dan non verbal pasien. karena nyeri hebat,
keperawatan meningkatkan perasaan
selama 1x24 jam sakit, dan kemungkinan
diharapkan pembedahan.
kesadaran pasien
terhadap 2.      Meningkatkan
perasaan dan
2.      Berikan penjelasan pemahaman,
cara yang sehat hubungan antara mengurangi rasa takut
untuk proses penyakit dan karena ketidaktahuan,
menghadapi gejalanya. dan dapat membantu
masalah menurunkan ansietas.
Kriteria hasil :
    Melaporkan 3.      Mengungkapkan rasa
ansietas menurun takut secara terbuka
sampai tingkat
3.      Berikan kesempatan dimana rasa takut dapat
dapat ditangani. pasien untuk ditujukan.
    Tampak rileks. mengungkapkan isi
pikiran dan perasaan
takutnya.

4.      Orang terdekat/keluarga


4.      Catat perilaku dari mungkin secara tidak
orang sadar memungkinkan
terdekat/keluarga yang pasien untuk
meningkatkan peran mempertahankan
sakit pasien. ketergantungan dengan
melakukan sesuatu yang
pasien sendiri mampu
melakukannya.

5.      Memberikan keyakinan


bahwa pasien tidak
sendiri dalam
menghadapi masalah

5.      Identifikasi sumber


yang mampu
menolong.
5. Kerusakan Setelahdilakukan1.      Observasi kulit dengan
1.      Mengetahui efek yang
integritas kulit askepselama 3x sering terhadap efek terjadi pada kulit.
berhubungan 24 jam  samping kanker
dengan kerusakan diharapkanintegri
2.      Mandikan dengan 2.      Mengurangi iritasi pada
jaringan akibat taskulitpasienterj menggunakan air kulit.
radiasi agadengan hangat dan sabun
criteria hasil : ringan
           3.-       Hindari menggosok 3.      Mencegah terjadinya
Kulitpasiennamp atau menggaruk area. perlukaan pada kulit.
akbersih. 4.      Mencegah iritasi pada
            4.-       Anjurkan pasien untuk kulit pasien.
Menunjukkan menghindari krim kulit
perubahan yang apapun, bedak, salep
minimal pada apapun kecuali
kulit dan diijinkan dokter.
menghindari 5.      Mencegah terjadinya
5.      Hindarkan pakaian
trauma pada area perlukaan.
yang ketat pada aea
kulit yang sakit.
tersebut.
6.      Memberikan asupan
nutrisi pada kulit dan
6.      Oleskan vitamin A dan
mencegah agar kulit
D pada area tersebut.
tidaak kering.

7.      Mengetahui perubahan


7.      Tinjau ulang efek
yang terjadi pada kulit
samping dermatologis
pada saat pengobatan
yang dicurigai pada
kemoterapi.
kemoterapi.

b.      Intra HD
No Diagnosa Tujuan & Intervensi Rasional
Kriteria hasil
1 Resiko cedera b.d Setelah 1.      Observasi kepatenan
1.      AV yg sudah tidak baik
akses vaskuler & dilakukan AV shunt sebelum HD bila dipaksakan bisa
komplikasi asuhan terjadi rupture vaskuler
sekunder terhadap keperawatan
penusukan & selama 1x24 jam
pemeliharaan diharapkan 2.      Posisi kateter yg
akses vaskuler. pasien tidak
2.      Monitor kepatenan berubah dapat terjadi
mengalami kateter sedikitnya rupture vaskuler/emboli
cedera dengan setiap 2 jam
Kriteria hasil:
a.       Kulit pada
sekitar AV shunt
3.      Observasi warna kulit,
3.      Kerusakan jaringan
utuh/tidak rusak keutuhan kulit, sensasi dapat didahului tanda
b.      Pasien tidak sekitar shunt kelemahan pada kulit,
mengalami lecet bengkak, ↓sensasi
komplikasi HD
4.      Monitor TD setelah
4.      Posisi baring lama stlh
HD HD dpt menyebabkan
orthostatik hipotensi

5.       Shunt dapat mengalami


sumbatan & dapat
5.      Lakukan heparinisasi dihilangkan dg heparin
pada shunt/kateter
pasca HD 6.      Infeksi dapat
mempermudah
kerusakan jaringan
6.       Cegah terjadinya
infeksi pd area
shunt/penusukan
kateter
2 Resiko terjadi Setelah 1.      Monitor tanda-tanda
1.      Penurunan trombosit
perdarahan dilakukan penurunan trombosit merupakan tanda adanya
berhubungan asuhan yang disertai tanda kebocoran pembuluh
dengan keperawatan klinis. darah yang pada tahap
penggunaan selama 1x4jam, tertentu dapat
heparin dalam diharapkan tidak menimbulkan tanda-
proses hemodialisa terjadi tanda klinis seperti
perdarahan epistaksis, ptekie
dengan
Kriteria hasil : 2.      Aktifitas pasien yang
1.      TD 120/80 tidak terkontrol dapat
mmHg, 2.      Anjurkan pasien untuk menyebabkan terjadinya
N: 80- banyak istirahat perdarahan.
100x/menit (bedrest)
reguler, pulsasi 3.      Keterlibatan pasien dan
kuat keluarga dapat
2.      Tidak ada tanda membantu untuk
perdarahan lebih
3.      Berikan penjelasan penaganan dini
lanjut, trombosit kepada klien dan bila terjadi perdarahan
meningkat. keluarga untuk
melaporkan jika ada
tanda
perdarahan seperti:
hematemesis, melena,
epistaksis.
4.      Mencegah terjadinya
4.      Antisipasi adanya perdarahan lebih lanjut.
perdarahan: gunakan
sikat gigi yang lunak,
pelihara kebersihan
mulut, berikan tekanan
5-10 menit setiap
selesai ambil darah

5.      Kolaborasi, monitor


trombosit setiap hari
5.      Dengan trombosit yang
dipantau setiap hari,
dapat diketahui tingkat
kebocoran pembuluh
darah dan kemungkinan
perdarahan yang dialami
pasien.
c.       Post HD
No Diagnosa Tujuan & Kriteria Intervensi Rasional
Hasil
1 Intoleransi Setelah dilakukan
1.      Observasi faktor yang1.    Menyediakan
aktivitas b.d tindakan keperawatan menimbulkan keletihan: informasi tentang
keletihan, & HD, selama 1x24 Anemia, indikasi tingkat
anemia, retensi jam diharapkan klien Ketidakseimbangan keletihan
produk sampah mampu berpartisipasi cairan & elektrolit,
dan prosedur dalam aktivitas yang Retensi produk sampah
dialisis dapat ditoleransi, depresi
dengan Kriteria
Hasil: 2.      Tingkatkan
a.       Berpartisipasi dalam kemandirian dalam
aktivitas perawatan aktifitas perawatan diri2.    Meningkatkan
mandiri yang dipilih yang dapat ditoleransi, aktifitas ringan/sedang
b.      Berpartisipasi dalam bantu jika keletihan & memperbaiki harga
↑ aktivitas dan latihan terjadi diri
c.       Istirahat & aktivitas
seimbang/bergantian3.      Anjurkan aktivitas
alternatif sambil
istirahat
3.    Mendorong latihan &
aktifitas yang dapat
ditoleransi & istirahat
yang adekuat
4.      Anjurkan untuk
istirahat setelah dialisis 4.    Istirahat yang adekuat
dianjurkan setelah
dialisis, karena adanya
perubahan
keseimbangan cairan
& elektrolit yang cepat
pada proses dialisis
sangat melelahkan
2 Harga diri Setelah diberikan        Observasi respon &
1.       Menyediakan data
rendah b.d asuhan keperawatan reaksi klien & klien & keluarga
ketergantungan selama 1x24 jam keluarganya terhadap dalam menghadapi
, perubahan diharapkan penyakit & perubahan hidup
peran dan Memperbaiki konsep penanganannya.
perubahan citra diri, dengan 2.       Penguatan &
tubuh dan  Kriteria Hasil:        Observasi hubungan dukungan terhadap
fungsi seksual a.       Pola koping klien klien dan keluarga klien diidentifikasi
dan keluarga efektif terdekat
b.      Klien & keluarga
bisa mengungkapkan 3.       Pola koping yang
perasaan & reaksinya        Observasi pola koping efektif dimasa lalu
terhadap perubahan klien & keluarganya bisa berubah jika
hidup yang menghadapi penyakit
diperlukan & penanganan yang
ditetapkan sekarang

4.       Klien dapat


mengidentifikasi
masalah dan langkah-
       Ciptakan diskusi yang langkah yang harus
terbuka tentang dihadapi
perubahan yang terjadi
akibat penyakit &
penangannya Perubahan
peran, Perubahan gaya
hidup, Perubahan dalam
pekerjaan, Perubahan
seksual dan
Ketergantungan dg
center dialisis
       Gali cara alternatif
untuk ekspresikan
5.       Bentuk alternatif
seksual lain selain aktifitas seksual dapat
hubungan seks diterima.

       Diskusikan peran


memberi dan menerima
cinta, kehangatan dan
6.       Seksualitas
kemesraan mempunyai arti yang
berbeda bagi tiap
individu, tergantung
dari maturitasnya.

3 Resiko infeksi Setelah diberikan


b.d prosedur asuhan keperawatan
1.      Pertahankan area steril
1.      Mikroorganisme dapat
invasif selama 3x24 jam selama penusukan dicegah masuk
berulang diharapkan kateter kedalam tubuh saat
Pasien tidak insersi kateter
mengalami infeksi
dengan Kriteria 2.      Kuman tidak masuk
Hasil: 2.      Pertahankan teknik kedalam area insersi
a.       Suhu tubuh normal steril selama kontak dg
(36-37 C) akses vaskuler:
b.      Tak ada kemerahan penusukan, pelepasan
sekitar shunt kateter
c.        Area shunt tidak 3.      Inflamasi/infeksi
nyeri/bengkak 3.      Monitor area akses HD ditandai dg
terhadap kemerahan, kemerahan, nyeri,
bengkak, nyeri bengkak

4.      Beri pernjelasan pada


pasien pentingnya
4.      Gizi yang baik ↑daya
↑status gizi tahan tubuh

5.      Kolaborasi pemberian


antibiotik 5.       Pasien HD
mengalami sakit
kronis, ↓imunitas

DAFTAR PUSTAKA

Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth Edisi 8.
Jakarta: EGC
Herdman, T. Heather. 2012.NANDA Internasional Diagnosis Keperawatan. Jakarta : EGC
Ariany, Arin.  2013. Asuhan Keperawatan Hemodialisis. Di akses pada tanggal 23 Desember 2014
pada :http://arinariany.blogspot.com/2013/04/asuhan-keperawatan-hemodialisis.html
Setiawati, Wiwik. 2013. Laporan Pendahuluan Hemodialisa .Di Akses Pada Tanggal 23 Desember 2014
Pada : http://kesehatan-ilmu.blogspot.com/2012/01/laporan-pendahuluan-hemodialisa.html

Anda mungkin juga menyukai