Anda di halaman 1dari 12

I.

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang


Dalam menentukan karakteristik reservoir telah dikembangkan berbagai cara – cara yang
mempermudah pekerjaan di lapangan agar mendapatkan hasil yang akurat dan baik
sehingga dapat digunakan untuk pengembangan lapangan di masa depan. Penggunaan
analisa batuan, analisa logging hingga uji sumur (well test) dilakukan untuk menentukan
sifat fisik batuan yang paling representatif di lapangan terserbut. Tiap cara memiliki
kelebihan dan kekurangan baik dari segi keakuratan maupun skala objek yang diletiti.

Penggunaan uji sumur merupakan metode yang memberikan pandangan dalam skala yang
lebih besar dibandingkan dengan analisa batuan maupun analisa logging dalam
menentukan karakteristik reservoir. Uji sumur (well test) dapat terbagi menjadi beberapa
tipe pengujian seperti pressure drawdown test, pressure buildup test, interference test,
fall off test, dan injectivity test.

Penggunaan analisis buildup dalam hal ini dilakukan pada Sumur J-1 untuk mengetahui
sifat dari reservoir dan juga menentukan tekanan rata – rata dari reservoir. Hasil – hasil
dari analisa nantinya akan menjadi acuan dalam penentuan operasi yang akan dilakukan
untuk dapat mengembangkan lapangan.

I.2 Tujuan Analisa Pressure Buildup


Informasi-informasi yang didapat dari hasil analisa pressure buildup testing ini
diantaranya untuk menentukan:

a. Penentuan periode aliran

b. Konstanta wellbore storage

c. Permeabilitas formasi (k)

d. Faktor skin (S)

e. Penentuan P*

f. Tekanan rata – rata reservoir

I.3 Metodologi Analisa Pressure Buildup

Dalam melakukan analisa buildup hingga bisa menentukan sifat fisik reservoir dan
tekanan rata – rata reservoir beberapa tahapan perlu dilakukan. Tahapan – tahapan yang
perlu dilalui sebagai berikut.

1
Gambar I.1 Metodologi Analisis Pressure Buildup

2
II. DASAR TEORI PRESSURE BUILDUP

II.1 Pengertian Analisis Pressure Buildup

Pressure Buildup Testing (PBU) adalah suatu teknik pengujian transien tekanan yang
dilakukan pertama-tama dengan memproduksikan sumur selama suatu selang waktu
tertentu dengan laju aliran yang tetap, kemudian menutup sumur tersebut dengan waktu
tertentu juga. Penutupan sumur ini menyebabkan naiknya tekanan yang dicatat sebagai
fungsi waktu (tekanan yang dicatat ini biasanya adalah tekanan dasar sumur).

Kelebihan dari penggunaan pressure buildup ini adalah pengaturan laju alir yang lebih
stabil serta pressure gauge yang relatif lebih stabil dibandingkan dengan menggunakan
analisis pressure drawdown. Kekurangan penggunaan metode analisis pressure buildup
adalah sumur tidak menghasilkan produksi karena harus ditutup serta pada kondisi
reservoir gas dengan kandungan kondensat atau liquid tinggi, liquid dan condensate dapat
mengalami loading di dasar sumur dan membuat sumur akan mati ketika dibuka kembali.

Dasar analisa pressure buildup test ini dilakukan oleh Horner, yang pada prinsipnya
adalah memplot tekanan terhadap suatu fungsi waktu berdasarkan suatu prinsip yang
dikenal dengan superposisi (superposition principle). Seperti pada Gambar II.1
menunjukan bahwa sebelum melakukan analisis buildup, sumur harus diproduksikan
dengan laju alir yang konstan. Laju alir sama dengan (q) akan mengganggu impuls
tekanan dari saat memproduksikan dengan laju alir konstan hingga akhir build up (tp+Δt)
sedangkan pada saat laju alir sama dengan (-q) akan mengganggu impuls tekanan saat
pengujian buildup dimulai (Δt). Dalam hal ini besarnya perubahan tekanan di dasar sumur
dapat didefinisikan sebagai berikut.

1688 Φμ Ct r 2w 1688 Φμ Ct r 2w
Pi−Pws=−70.6
qμB
kh
ln
{(
k (tp+ Δt ) ) }
−2 s −70.6
−qμB
kh
ln
k Δt{( −2 s ) }
(1)

Kemudian dengan menyederhanakan persamaan di atas maka didapatkan hasil Pws


sebagai berikut.

qμB tp+ Δt
Pws =Pi−162,6
kh
log
Δt[ ] (2)

tp + Δt
Plot antara Pws vs log [ Δt ]akan menghasilkan garis lurus yang bernilai

3
qμB
m=162,6 (3)
kh

Keterangan:

Pws = Tekanan dasar sumur, psi

Pi = Tekanan mula-mula reservoir, psi

q = Laju (produksi) sebelum sumur ditutup, bbl/d

μ = Viskositas minvak. cp

B = Faktor volume formasi, bbl/stb

k = Permeabilitas, mD

h = Ketebalan formasi, ft

tp = Waktu produksi sebelum sumur ditutup, jam

Δt = Waktu penutupan sumur, jam

s = Skin, dimensionless

Gambar II.1 Skema Analisis Pressure Buildup Test [ CITATION Lee82 \l 14345 ]

tp+ Δt
Berdasarkan grafik semilog plot antara Plot antara Pws (psi) vs log [ Δt ](jam) atau

disebut sebagai horner time, akan terbentuk garis lurus yang menunjukan bahwa test

4
buildup telah memasuki periode transien. Sebelum mencapai garis lurus ini merupakan
periode wellbore storage sedangkan jika setelah periode transien terdapat penyimpangan
dari garis lurus periode transien maka boundary effect telah tercapai atau dalam hal ini
periode aliran mencapai periode pseudo steady-state. Selain log – log plot antara Log Δp
(psi) dan log Δt (jam) dapat digunakan untuk menentukan wellbore storage coefficient
dan juga menentukan periode aliran berdasarkan unit slope line di awal waktu yang
terbentuk.

Pada kondisi tertentu saat sumur telah berproduksi dengan waktu produksi yang lama dan
laju alir berubah – ubah analisis pressure buildup dilakukan dengan mencari rata – rata
laju alir selama produksi seperti tercantum pada Earlougher (1977). Sedangkan Pi dapat
dihasilkan dengan menarik garis lurus pada periode transien hingga menyentuh sumbu y.

II.2 Analisis Log-Log Plot Pressure Buildup

Plot dalam log-log antara log Δp (psi) dan log Δt (jam) dapat digunakan untuk
menentukan konstanta wellbore storage. Log Δp (psi) merupakan selisih antara P ws
dengan Pwf Δt=0 (awal buildup test). Wellbore storage domination pada grafik log-log plot
ditandai dengan unit slope line. Unit slope line yang mulai menyimpang dari data
pressure buildup merupakan batas akhir kondisi wellbore storage domination, kemudian
dilanjutkan dengan zona transisi dan periode transien setelah 1 – 1.5 cycle dari keadaan
penyimpangan tersebut. Besarnya Cs dapat dihitung dengan persamaan berikut ini.
q.B Δt
Cs = 24 Δp (4)
Keterangan:

C = Konstanta wellbore storage, bbl/psi

Δt = Pembacaan Δt pada unit slope, jam

Δp = Pembacaan Δp pada unit slope, jam

q = Laju alir, bopd

B = Oil FVF, bbl/psi

II.3 Analisis Semilog Plot Untuk Menentukan Periode Aliran Dan Karakteristik
Formasi

5
tp+ Δt
Grafik ini adalah semilog plot antara Pws vs log log [ Δt ]. Dalam plot antara Pws vs

tp + Δt
log [ Δt ] dapat digunakan untuk menentukan periode aliran. Garis lurus (straight

line) yang terbentuk pada grafik semilog menunjukan periode transien. Penyimpangan di
awal garis lurus merupakan batas wellbore storage telah berakhir. Sedangkan pada
kondisi impuls tekanan telah mencapai batas, boundary effect akan ditunjukan dengan
penyimpangan dari garis lurus (straight line) pada periode transien saat waktu pengujian
yang lebih besar. Grafik semilog ini juga digunakan untuk penentuan karakteristik
formasi. Parameter seperti permebilitas (k) dan skin (s) dapat ditentukan pada periode
transien di semilog plot. Dengan membaca kemiringannya (m) pada periode transien
(ditandai dengan straight line) seperti ditunjukan pada persamaan (2), maka permeabilitas
formasi dapat ditentukan, yaitu:

162,6 Q μo B o
k= (5)
mh

Keterangan:

k = Permeabilitas, md

Q = Laju alir, Bopd

μo = Viskositas minyak, cp

Bo = Faktor volume formasi minyak, bbl/stb

m = Kemiringan, psi/cycle

h = Ketebalan net pay, ft

Dari grafik semilog plot ini juga dapat ditentukan besarnya tekanan awal reservoir atau
ditandai P*. Konsep ini menggunakan metode horner yang menunjukan bahwa saat waktu
pengujian buildup test mencapai tak terhingga dengan waktu produksi konstan yang kecil,
maka akan menghasilkan horner time yang bernilai 1. Pada kondisi penutupan tak
terhingga ini dapat dipastikan pada jenis reservoir yang belum mencapai batas (infinite
acting) dan open reservoir tekanan reservoir akan kembali ke tekanan awal reservoir.
Dalam hal ini tekanan awal reservoir yang terbaca saat horner time bernilai 1 dinotasikan
sebagai P*.

Besarmya permeabilitas dapat digunakan untuk evaluasi kondisi skin. Skin dihitung untuk
menentukan kondisi reservoir apakah dalam kondisi damaged, undamaged atau

6
simulated. Kondisi damaged ditunjukan dengan nilai skin positif dan stimulated
ditunjukan dengan nilai skin negatif. Sedangkan pada kondisi undamaged nilai skin
adalah sebesar 0. Pada perhitungan skin dibutuhkan data tekanan P1hr. P1hr dibaca pada
garis lurus semilognya saat menunjukan waktu pengujian 1 jam. Jika data tersebut tidak
terletak pada garis lurus, maka harus dilakukan ekstrapolasi dan harga itulah yang
digunakan untuk menghitung faktor skin menggunakan persamaan (3) berikut.

P 1hr−Pwf k
S = 1,151 x
[ m
−log
(
θxμ xCtxrw 2 )
+3 , 23
] (6)

Keterangan:

P1hr = Tekanan terbaca pada garis lurus semilog saat pengujian buildup test 1 jam, psi

Pwf = Tekanan alir sumur saat awal pengujian buildup test, psi

k = Permeabilitas, md

Φ = Porositas, fraksi

Ct = Kompresibilitas total, 1/psi

rw = Jari-jari sumur, inch

μo = Viskositas minyak, cp

m = Kemiringan, psi/cycle

S = Skin, dimensionless

Sedangkan adanya hambatan aliran yang terjadi pada formasi produktif akibat adanya
skin effect, biasanya diterjemahkan kepada besarnya penurunan tekanan, ΔPs yang
ditentukan menggunakan persamaan

ΔPs=0.869ms (7)

Sehingga besarnya flow efficiency (FE) berdasarkan analisa pressure build up ini dapat
ditentukan menggunakan persamaan :

p∗−Pwf Δt=0−ΔPs
FE= (8)
p∗−Pwf Δt=0

Keterangan:

FE = Flow efficiency, dimensionless

P* = Tekanan awal reservoir (false pressure), psi

7
Pwf Δt=0 = Pwf saat awal waktu tes, psi

ΔPS = Perbedaan tekanan di zona altered, psi

Nilai dari FE ini merepresentasikan banyaknya kenaikan atau penurunan laju alir akibat
adanya faktor skin dibandingkan dengan laju alir tanpa ada skin (s=0) saat P wf yang sama.
Selain dari pada itu efek dari skin dapat terlihat pada jari – jari sumur efektif yang dapat
dihitung dengan persamaan berikut.

rwe = rwe-s (9)

Waktu berakhirnya wellbore storage secara perhitungan dapat ditentukan dengan


persamaan (10) untuk membandingkan dengan penentuan secara kualitatif melalui
pembacaan semilog plot.

(170000 x C x e 0,14 s )
t wbs=
kh (10)
( )
μ

II.4 Penentuan Tekanan Rata-Rata Reservoir


Seperti diketahui bersama bahwa tekanan rata-rata reservoir merupakan suatu besaran
fisik yang mendasar untuk diketahui pada proses primary recovery maupun enhanced
recovery, yaitu sangat berguna untuk karakterisasi suatu reservoir, penentuan cadangan,
peramalan kelakuan reservoir tersebut serta pembuatan inflow performance relationship
pada sumur – sumur yang telah lama diproduksikan.

Untuk reservoir yang bersifat infinite acting, tekanan rata-rata reservoir ini adalah P* = Pi
= P yang dapat diperkirakan dengan mengekstrapolasikan segmen garis lurus pada
Horner plot sampai ke harga (tp+Δt)/Δt = 1. Tetapi pada reservoir yang terbatas, hal di
atas tidak dapat dilakukan mengingat bahwa dengan adanya pengaruh dari batas
reservoir, maka tekanan pada umumnya akan jatuh berada di bawah garis lurus Horner.

Ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk memperkirakan besarnya tekanan rata-
rata reservoir ini, yaitu :

a. Metode Matthews - Brons - Hazebroek (Metode MBH),


b. Metode Miller - Dyes - Hutchinson (Metode MDH).
c. Metode Dietz.

II.4.1. Metode Matthews - Brons - Hazebroek (MBH)

8
Metode ini dilakukan dengan asumsi bahwa mobilitas dan kompresibilitas fluida tidak
bervariasi sampai sebatas radius pengurasan atau dapat dikatakan bahwa tidak ada variasi
sifat-sifat fluida dan batuan reservoirnya.

Langkah-langkah pengerjaan metode ini adalah sebagai berikut:

a. Dapatkan harga P* dari Metode Horner (untuk reservoir yang terbatas, P* ini
dikenal sebagai "False Pressure").
b. Dapatkan juga harga kemiringannya (slope, m).
c. Perkirakan besarnya harga tekanan rata-rata reservoir (P) menggunakan persamaan:

m
Pave=P∗− P t
2. 303 DMBH [ pDA ] (11)

PDMBH atau dikenal sebagat "MBH Dimensionless Pressure" dibaca pada grafik MBH
Dimensionless Pressure tergantung pada bentuk dari daerah pengurasannya seperti
tercantum pada Gambar II.2 Sedangkan harga absisnya (tpDA) didapat dengan persamaan :

0,0002637 k tp
tpDA =
φ μ Ct A (12)

Keterangan:

Pave = Tekanan rata – rata reservoir, psi

tpDA = Waktu dimensionless production time, dimensionless

k = Permeabilitas, md

Φ = Porositas, fraksi

Ct = Kompresibilitas total, 1/psi

tp = Waktu produksi, jam

A = Luas pengurasan reservoir, sqft

9
Gambar II.2 MBH Dimensionless Pressure Untuk Jenis Pengurasan Dengan Sumur
Terletak di Tengah Reservoir (Earlougher, 1977)

II.4.2 Metode Miller - Dyes - Hutchinson (MDH)

Metode ini hanya dapat digunakan untuk menentukan tekanan rata-rata reservoir pada
reservoir-reservoir yang berbentuk lingkaran atau bujur sangkar dengan sumur produksi
pada pusatnya. Salah satu syarat mutlak untuk menggunakan metode MDH ini adalah
anggapan bahwa sebelum sumur ditutup (shut in) kondisi telah mencapai pseudo steady-
state.

Langkah-langkah pengerjaan metode ini adalah sebagal berikut:

a. Buat MDH plot yaitu Pws vs log Δt, kemudian tentukan m dan k.
b. Pilihlah sembarang harga Δt, asalkan masih terletak pada semi log straight line
(katakanlah Δt), kemudian baca harga Pws yang berhubungan dengan waktu Δt
tadi.
c. Hitung besarnya ΔtDA, yaitu :

0,0002637 k ( Δt )
Δt DA =
φ μ Ct A (13)

10
d. Dari Gambar II.3 bacalah harga PDMDH untuk reservoir yang sesuai dengan
pendekatan lingkaran atau bujur sangkar dan kondisi pada batasnya (no flow atau
constant pressure).
e. Tentukan tekanan rata-rata reservoir berdasarkan persamaan :

m PDMDH ( Δt DA )
Pave=Pws+
φ μ CtA (14)

Keterangan:

Pave = Tekanan rata – rata reservoir, psi

PDMDH = Tekanan dimensioless Miller - Dyes - Hutchinson (MDH), psi

Pws = Tekanan shut-in saat Δt tertentu, psi

m = Slope pada periode transien plot semilog, psi/cycle

tDA = Waktu dimensionless shut-in time, dimensionless

k = Permeabilitas, md

Φ = Porositas, fraksi

Ct = Kompresibilitas total, 1/psi

Δt = Waktu pengujian buildup test, jam

A = Luas pengurasan reservoir, sqft

II.4.3 Metode Dietz

Syarat untuk menggunakan metode ini adalah kondisi pseudo steady-state telah
dicapai sebelum penutupan sumur, telah diketahui shape factor (CA) dan skin
faktor harus lebih besar dari negatif 3.

Langkah-langkah pengerjaan metode ini adalah sebagai berikut :

a. Buat MDH plot (Pws vs Δt), kemudian tentukan m dan k.


b. Tentukan besarnya harga (Δt)p, yaitu pada saat:

tp φ μ CtA
( Δt ) P= =
C A t pDA 0 .0002637 C A k (15)

c. Kemudian Pave dibaca pada waktu (Δt)p yang dihitung dari langkah b pada
semi log straight line.

11
Keterangan:

CA = Konstanta Dietz shape factor, dimensionless

tp = Waktu production time, jam

tpDA = Waktu dimensionless production time, dimensionless

k = Permeabilitas, md

Φ = Porositas, fraksi

Ct = Kompresibilitas total, 1/psi

Δt = Waktu pengujian buildup test, jam

A = Luas pengurasan reservoir, sqft

Gambar II.3 MDH Dimensionless Pressure Untuk Jenis Pengurasan Dengan Sumur
Terletak di Tengah Reservoir (Earlougher, 1977)

12

Anda mungkin juga menyukai