Anda di halaman 1dari 18

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur Penulis ucapkan atas khadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat
limpahan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga Penulis dapat menyusun makalah ini yang
berjudul " RETENSIO PLASENTA" tepat pada waktunya.
Penulis menyadari bahwa didalam pembuatan makalah ini berkat bantuan dan tuntunan
Tuhan Yang Maha Esa dan tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, untuk itu dalam
kesempatan ini Penulis menghaturkan rasa hormat dan terimakasih yang sebesar-besarnya
kepada semua pihak yang membantu dalam pembuatan makalah ini.
Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada para pembaca.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik dari bentuk
penyusunan maupun materinya, untuk itu Penulis mengharapkan kritik dan saran dari
pembaca, atas kritik dan sarannya, Penulis mengucapkan terimakasih.

Depok, November 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .........................................................................................................i
DAFTAR ISI .......................................................................................................................ii
BAB I Pendahuluan.............................................................................................................1
A. Latar Belakang................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah...........................................................................................................2
C. Tujuan Penulisan.............................................................................................................2
BAB II Pembahasan.............................................................................................................3
2.1. Defenisi Retensio plasenta............................................................................................3
2.2. Etiologi Retensio Plasenta............................................................................................4
2.3. Anatomi.........................................................................................................................6
2.4. Jenis Dari Retensio Plasenta ........................................................................................6
2.5. Patogenesis....................................................................................................................7
2.6. Faktor-faktor yang mempengaruhi pelepasan plasenta:...............................................8
2.7. Gejala Klinis.................................................................................................................8
2.8. Pemeriksaan Penunjang................................................................................................9
2.9. Diagnosa Banding.........................................................................................................9
2.10 Penatalaksanaan.........................................................................................................10
2.11.Komplikasi.................................................................................................................10
2.12 Terapi.........................................................................................................................11
BAB III Kegawat Daruratan Obstetrik (Manual Plasenta)................................................12
3.1. Definisi Manual Plasenta............................................................................................12
3.2. Indikasi Manual Plasenta............................................................................................12
3.3. Tanda dan Gejala Manual Plasenta.............................................................................12
3.4. Komplikasi Tindakan Manual Plasenta......................................................................13
3.5. Skema Tatalaksana Manual Plasenta..........................................................................13
BAB IV PENUTUP...........................................................................................................14
1. Kesimpulan....................................................................................................................15
2. Saran...............................................................................................................................15
Daftar Pustaka.....................................................................................................................iii

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Retensio plasenta
Rentensio plasenta dapat menyebabkan perdarahan, perdarahan merupakan penyebab
kematian nomor satu (40%-60%) kematian ibu melahirkan di Indonesia. Berdasarkan data
kematian ibu yang disebabkan oleh perdarahan pasca persalinan di Indonesia adalah sebesar
43%. Menurut WHO dilaporkanbahwa 15-20% kematian ibu karena retensio plasenta dan
insidennya adalah 0,8-1,2% untuk setiap kelahiran. Dibandingkan dengan resiko-resiko lain
dari ibu bersalin, perdarahan post partum dimana retensio plasenta salah satu penyebabnya
dapat mengancam jiwa dimana ibu dengan perdarahan yang hebat akan cepat meninggal jika
tidak mendapat perawatan medis yang tepat (PATH, 2002).
Data WHO menunjukkan sebanyak 99 persen kematian ibu akibat masalah persalinan
atau kelahiran terjadi di negara-negara berkembang. Rasio kematian ibu di negara-negara
berkembang merupakan yang tertinggi dengan 450 kematian ibu per 100 ribu kelahiran bayi
hidup jika dibandingkan dengan rasio kematian ibu di sembilan negara maju dan 51 negara
persemakmuran (WHO, 2010).
Angka Kematian Ibu di Indonesia masih relatif lebih tinggi jika dibandingkan dengan
negara-negara anggota ASEAN. Berdasarkan data WHO untuk tahun 2010 Rasio kematian
ibu (MMR) selama kehamilan dan melahirkan atau dalam 42 hari setelah melahirkan, per
100.000 kelahiran hidup untuk negara Indonesia sebesar berkisar antara 140-380/100.000
kelahiran hidup sedangkan untuk sesama negara ASEAN seperti Thailand berkisar antara 32-
36/100.000 Kelahiran Hidupdan Malaysia 14-68/100.000 kelahiran hidup. Survei Demografi
dan Kesehatan Indonesia Tahun 2007 menyebutkan bahwa AKI di Indonesia untuk periode
lima tahun sebelum survei (2003-2007) sebesar 228 per 100.000 kelahiran hidup (Depkes RI,
2009).
Manual plasenta
Perdarahan pasca persalinan atau post partum hemorrhagic merupakan kehilangan
darah lebih dari 500 ml dari tempat implantasi plasenta, trauma di traktus genetalia melalui
jalan lahir yang terjadi selama atau setelah persalinan kala III. Menurut Depkes RI kematian
ibu di Indonesia (2002) adalah 650 ibu tiap 100.000 kelahiran hidup dan 43% dari angka
tersebut disebabkan oleh perdarahan (perdarahan post partum, placenta previa, solutio
placenta,kehamilan ektopik, abortus dan ruptura uteri). Perdarahan yang disebabkan karena
retensio plasenta dapat terjadi karena plasenta lepas sebagian . plasenta yang sudah lepas dari
iii
dinding uterus akan tetapi belum keluar disebakan karena tidak adanya usaha untuk
melahirkan atau karena salah penanganan kala III sehingga terjadi lingkaran konstriksi pada
bagian bawah uterus yang menghalangi keluarnya plasenta sehingga dilakukan tindakan
manual plasenta.
 
1.2  Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan retensio plasenta ?
2. Apakah Etiologi retensio plasenta ?
3. Sebutkan jenis-jenis Jenis-jenis retensio!
4. Apakah tanda dan gejala retensio plasenta?
5. Bagaimana penatalaksanaan retensio plasenta?
6. Apakah yang dimaksud dengan manual plasenta?
7. Sebutkan indikasi manual plasenta !
8. Bagaimana pelaksanaan manual plasenta ?
 
1.3  Tujuan Penulisan
Tujuan Umum
Mampu memahami secara menyeluruh tentang retensio plasenta dan manual plasenta dan
cara penanganannya.
Tujuan Khusus
1. Mengetahui indikasi dan kontra indikasi dilakukan manual plasenta
2. Mengetahui langkah-langkah retensio plasenta dan manual plasenta
3. Memenuhi persyaratan kenaikan pangkat
 

iii
BAB II
PEMBAHASAN
 
2.1. Defenisi Retensio plasenta
Istilah retensio plasenta dipergunakan jika plasenta belum lahir ½ jam sesudah anak
lahir. (Sastrawinata, 2008:174)
Pengertian tersebut juga dikuatkan oleh Winkjosastro (2006:656) yang menyebutkan
retensio plasenta adalah apabila plasenta belum lahir setengah jam setelah janin lahir. Bila
plasenta tetap tertinggal dalam uterus setengah jam setelah anak lahir disebut sebagai retensio
plasenta. Plasenta yang sukar dilepaskan dengan pertolongan aktif kala tiga bisa disebabkan
oleh adhesi yang kuat antara plasenta dan uterus.
Retensio plasenta adalah belum lepasnya plasenta dengan melebihi waktu setengah jam.
Keadaan ini dapat diikuti perdarahan yang banyak, artinya hanya sebagian plasenta yang
telah lepas sehingga memerlukan tindakan plasenta manual dengan segera. Bila retensio
plasenta tidak diikuti perdarahan maka perlu diperhatikan ada kemungkinan terjadi plasenta
adhesive, plasenta akreta, plasenta inkreta, plasenta perkreta. (Manuaba (2006:176).
Plasenta inkarserata artinya plasenta telah lepas tetapi tertinggal dalam uterus karena
terjadi kontraksi di bagian bawah uterus atau uteri sehingga plasenta tertahan di dalam uterus.
(Manuaba (2006:176). Retensio plasenta adalah tertahannya atau belum lahirnya plasenta
hingga atau lebih dari 30 menit setelah bayi lahir. Hampir sebagian besar gangguan pelepasan
plasenta disebabkan oleh gangguan kontraksi uterus.(Dr.Taufan Nugroho (2011:158).
Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa retensio plasenta ialah plasenta
yang belum lahir dalam setengah jam setelah janin lahir, keadaan ini dapat diikuti perdarahan
yang banyak, artinya hanya sebagian plasenta yang telah lepas sehingga memerlukan
tindakan plasenta manual dengan segera.
Jenis-jenis retensio plasenta:
a) Plasenta Adhesive : Implantasi yang kuat dari jonjot korion plasenta sehingga
menyebabkan kegagalan mekanisme separasifisiologis
b) Plasenta Akreta : Implantasi jonjot korion plasenta hingga memasuki sebagian lapisan
miometrium.
c) Plasenta Inkreta : Implantasi jonjot korion plasenta yang menembus lapisan otot hingga
mencapai lapisan serosa dinding uterus.
d) Plasenta Prekreta : Implantasi jonjot korion plasenta yang menembus lapisan serosa
dinding uterus hingga keperitonium
iii
e) Plasenta Inkar serata : Tertahannya plasenta di dalam kavum uteri disebabkan oleh
konstriksiostium uteri. (Sarwono, Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, 2002:178).
 Gejala Separasi/akreta persial Plasenta inkarserata Plasenta akreta
Konsistensi uterus Kenyal Keras Cukup
Tinggi fundus Sepusat 2 jari bawah pusat Sepusat
Bentuk uterus Diskoid Agak globuler Diskoid
Perdarahan Sedang-banyak Sedang Sedikit/tidak ada
Tali pusat Terjulur sebagian Terjelujur Tidak terjelujur
Ostium uteri Terbuka Konstriksi Terbuka
Separasi plasenta Lepas sebagian Sudah lepas Melekat seluruhnya
Syok Sering Jarang Jarang sekali
Tabel Gambaran atau dugaan penyebab retensio plasenta.

Perdarahan hanya terjadi pada plasenta yang sebagian atau seluruhnya telah lepas dari
dinding rahim. Banyak atau sedikitnya perdarahan tergantung luasnya bagian plasenta yang
telah lepas dan dapat timbul perdarahan. Melalui periksa dalam atau tarikan pada tali pusat
dapat diketahui apakah plasenta sudah lepas atau belum dan bila lebih dari 30 menit maka
kita dapat melakukan plasenta manual.
Retensio plasenta merupakan plasenta yang belum lahir dalam setengah jam setelah
janin lahir. Sedangkan sisa plasenta (rest placenta) merupakan tertinggalnya bagian plasenta
dalam rongga rahim yang dapat menimbulkan perdarahan postpartum dini (Early Postpartum
Hemorrhage) atau perdarahan post partum lambat (Late Postpartum Hemorrhage) yang
biasanya terjadi dalam 6-10 hari pasca persalinan.

2.2. Etiologi Retensio Plasenta


Penyebab Retentio Plasentamenurut Sastrawinata (2006:174) adalah:
Fungsional:
1) His kurang kuat (penyebab terpenting)
2) Plasenta sukar terlepas karena tempatnya (insersi di sudut tuba); bentuknya (plasenta
membranasea, plasenta anularis); dan ukurannya (plasenta yang sangat kecil). Plasenta
yang sukar lepas karena penyebab di atas disebut plasenta adhesive.
Patologi – anatomi :
1) Plasenta akreta
2) Plasenta inkreta
3) Plasenta perkreta

iii
Sebab-sebabnya plasenta belum lahir bisa oleh karena :
a) Plasenta belum lepas dari dinding uterus
b) Plasenta sudah lepas, akan tetapi belum dilahirkan.
Apabila plasenta belum lahir sama sekali, tidak terjadi perdarahan; jika lepas sebagian, terjadi
perdarahan yang merupakan indikasi untuk mengeluarkannya.
Plasenta belum lepas dari dinding uterus karena kontraksi uterus kurang kuat untuk
melepaskan plasenta (plasenta adhesiva), plasenta melekat erat pada dinding uterus oleh
sebab vili korialis menembus desi dua sampai miometrium - sampai di bawah peritoneum
(plasenta akreta-perkreta).
Plasenta yang sudah lepas dari dinding uterus akan tetapi belum keluar, disebabkan oleh tidak
adanya usaha untuk melahirkan atau karena salah penanganan kala III, sehingga terjadi
lingkaran konstriksi pada bagian bawah uterus yang menghalangi keluarnya plasenta
(inkarserasio plasenta).
Menurut Manuaba (2006:301) kejadian retensio plasenta berkaitan dengan:
a) Grande multipara dengan implantasi plasenta dalam bentuk plasenta adhesive, plasenta
akreta, plasenta inkreta, dan plasenta perkreta
b) Mengganggu kontraksi otot rahim dan menimbulkan perdarahan

Retensio plasenta tanpa perdarahan dapat diperkirakan:


a) Darah penderita terlalu banyak hilang
b) Keseimbangan baru berbentuk bekuan darah, sehingga perdarahan tidak terjadi
c) Kemungkinan implantasi plasenta terlalu dalam

Plasenta manual dengan segera dilakukan :


a) Terdapat riwayat perdarahan postpartum berulang
b) Terjadi perdarahan postpartum berulang
c) Pada pertolongan persalinan dengan narkosa
d) Plasenta belum lahir setelah menunggu selama setengah jam
 

2.3. Anatomi
Plasenta berbentuk bundar atau hampir bundar dengan diameter 15 sampai 20 cm dan
tebal lebih kurang 2.5 cm. Beratnya rata-rata 500 gram. Tali pusat berhubungan dengan
plasenta biasanya di tengah (insertio sentralis). Umumnya plasenta terbentuk lengkap pada
iii
kehamilan lebih kurang 16 minggu dengan ruang amnion telah mengisi seluruh kavum uteri.
Bila diteliti benar, maka plasenta sebenarnya berasal dari sebagian besar dari bagian janin,
yaitu vili koriales yang berasal dari korion, dan sebagian kecil dari bagian ibu yang berasal
dari desidua basalis.
Darah ibu yang berada di ruang interviller berasal dari spiral arteries yang berada di
desidua basalis. Pada sistole darah disemprotkan dengan tekanan 70-80 mmHg seperti air
mancur ke dalam ruang interviller sampai mencapai chorionic plate, pangkal dari kotiledon-
kotiledon janin. Darah tersebut membasahi semua vili koriales dan kembali perlahan-lahan
dengan tekanan 8 mmHg ke vena-vena di desidua.
Plasenta berfungsi sebagai alat yang memberi makanan pada janin, mengeluarkan sisa
metabolisme janin, memberi zat asam dan mengeluarkan CO2, membentuk hormon, serta
penyalur berbagai antibodi ke janin.

2.4. Jenis Dari Retensio Plasenta 


Jenis dari retensio plasenta adalah tertahannya atau belum lahirnya plasenta hingga atau
melebihi waktu 30 menit setelah bayi lahir (Prawirohardjo, 2002)
Jenis retensio plasenta :
a) Plasenta adhesiva adalah implantasi yang kuat dari jonjot korion plasenta sehingga
menyebabkan kegagalan mekanisme separasi fisiologis.
b) Plasenta akreta adalah implantasi jonjot korion plasenta hingga memasuki sebagian
lapisan miomentrium.
c) Plasenta inkreta adalah implantasi jonjot korion plasenta hingga mencapai/memasuki
miomentrium.
d) Plasenta akreta adalah implantasi jonjot korion plasenta yang
menembus lapisan otot hingga mencapai lapisan serosa dinding uterus.
e) Plasenta inkaserata adalah tertahannya plasenta didalam kavum uteri, disebabkan oleh
konstriksi ostium uteri.
 

2.5. Patogenesis
Setelah bayi dilahirkan, uterus secara spontan berkontraksi. Kontraksi dan retraksi otot-
otot uterus menyelesaikan proses ini pada akhir persalinan. Sesudah berkontraksi, sel
miometrium tidak relaksasi, melainkan menjadi lebih pendek dan lebih tebal. Dengan
iii
kontraksi yang berlangsung kontinyu, miometrium menebal secara progresif, dan kavum uteri
mengecil sehingga ukuran juga mengecil. Pengecilan mendadak uterus ini disertai
mengecilnya daerah tempat perlekatan plasenta.
Ketika jaringan penyokong plasenta berkontraksi maka plasenta yang tidak dapat
berkontraksi mulai terlepas dari dinding uterus. Tegangan yang ditimbulkannya
menyebabkan lapis dan desidua spongiosa yang longgar memberi jalan, dan pelepasan
plasenta terjadi di tempat itu. Pembuluh darah yang terdapat di uterus berada di antara serat-
serat otot miometrium yang saling bersilangan. Kontraksi serat-serat otot ini menekan
pembuluh darah dan retaksi otot ini mengakibatkan pembuluh darah terjepit serta perdarahan
berhenti.
Pengamatan terhadap persalinan kala tiga dengan menggunakan pencitraan
ultrasonografi secara dinamis telah membuka perspektif baru tentang mekanisme kala tiga
persalinan. Kala tiga yang normal dapat dibagi ke dalam 4 fase, yaitu:
1) Fase laten, ditandai oleh menebalnya dinding uterus yang bebas tempat plasenta, namun
dinding uterus tempat plasenta melekat masih tipis.
2) Fase kontraksi, ditandai oleh menebalnya dinding uterus tempat plasenta melekat (dari
ketebalan kurang dari 1 cm menjadi > 2 cm).
3) Fase pelepasan plasenta, fase dimana plasenta menyempurnakan pemisahannya dari
dinding uterus dan lepas. Tidak ada hematom yang terbentuk antara dinding uterus dengan
plasenta. Terpisahnya plasenta disebabkan oleh kekuatan antara plasenta yang pasif
dengan otot uterus yang aktif pada tempat melekatnya plasenta, yang mengurangi
permukaan tempat melekatnya plasenta. Akibatnya sobek di lapisan spongiosa.
4) Fase pengeluaran, dimana plasenta bergerak meluncur. Saat plasenta bergerak turun,
daerah pemisahan tetap tidak berubah dan sejumlah kecil darah terkumpul di dalam
rongga rahim. Ini menunjukkan bahwa perdarahan selama pemisahan plasenta lebih
merupakan akibat, bukan sebab. Lama kala tiga pada persalinan normal ditentukan oleh
lamanya fase kontraksi.
Dengan menggunakan ultrasonografi pada kala tiga, 89% plasenta lepas dalam waktu
satu menit dari tempat implantasinya. Tanda-tanda lepasnya plasenta adalah sering ada
semburan darah yang mendadak, uterus menjadi globuler dan konsistensinya semakin padat,
uterus meninggi ke arah abdomen karena plasenta yang telah berjalan turun masuk ke vagina,
serta tali pusat yang keluar lebih panjang. Sesudah plasenta terpisah dari tempat melekatnya
maka tekanan yang diberikan oleh dinding uterus menyebabkan plasenta meluncur ke arah
bagian bawah rahim atau atas vagina. Kadang-kadang, plasenta dapat keluar dari lokasi ini
iii
oleh adanya tekanan inter-abdominal. Namun, wanita yang berbaring dalam posisi terlentang
sering tidak dapat mengeluarkan plasenta secara spontan. Umumnya, dibutuhkan tindakan
artifisial untuk menyempurnakan persalinan kala IV. Metode yang biasa dikerjakan adalah
dengan menekan secara bersamaan dengan tarikan ringan pada tali pusat.
2.6. Faktor-faktor yang mempengaruhi pelepasan plasenta:
Kelainan dari uterus sendiri, yaitu anomali dari uterus atau serviks; kelemahan dan
tidak efektifnya kontraksi uterus, kontraksi yang kuat dari uterus, serta pembentukan
constriction ring. Kelainan dari plasenta, misalnya plasenta letak rendah atau plasenta previa
dan adanya plasenta akreta. Kesalahan manajemen kala tiga persalinan, seperti manipulasi
dari uterus yang tidak perlu sebelum terjadinya pelepasan dari plasenta menyebabkan
kontraksi yang tidak ritmik, pemberian uterotonik yang tidak tepat waktunya yang juga dapat
menyebabkan serviks kontraksi dan menahan plasenta; serta pemberian anestesi terutama
yang melemahkan kontraksi uterus.
2.7. Gejala Klinis
Anamnesis, meliputi pertanyaan tentang periode prenatal, meminta informasi mengenai
episode perdarahan postpartum sebelumnya, paritas, serta riwayat multipel fetus dan
polihidramnion. Serta riwayat pospartum sekarang dimana plasenta tidak lepas secara
spontan atau timbul perdarahan aktif setelah bayi dilahirkan. Pada pemeriksaan pervaginam,
plasenta tidak ditemukan di dalam kanalis servikalis tetapi secara parsial atau lengkap
menempel di dalam uterus.
Tanda Dan Gejala Retensio Plasenta
1. Plasenta Akreta Parsial / Separasi
2. Konsistensi uterus kenyal
3. TFU setinggipusat
4. Bentuk uterus discoid
5. Perdarahansedang – banyak
6. Talipusatterjulursebagian
7. Ostium uteri terbuka
8. Separasiplasentalepassebagian
9. Syoksering
10. Plasenta Inkarserata
11. Konsistensi uterus keras
12. TFU 2 jaribawahpusat
13. Bentuk uterus globular
iii
14. Perdarahansedang
15. Talipusatterjulur
16. Ostium uteri terbuka
17. Separasiplasentasudahlepas
18. Syokjarang
19. PlasentaAkreta
20. Konsistensi uterus cukup
21. TFU setinggipusat
22. Bentuk uterus discoid
23. Perdarahansedikit / tidakada
24. Talipusattidakterjulur
25. Ostium uteri terbuka
26. Separasiplasentamelekatseluruhnya
27. Syok jarang sekali, kecuali akibat inversio oleh tarikan kuat pada tali pusat.
(Prawirohardjo, S. 2002 : 178)
 
2.8. Pemeriksaan Penunjang
a) Hitung darah lengkap: untuk menentukan tingkat hemoglobin (Hb) dan hematokrit
(Hct), melihat adanya trombositopenia, serta jumlah leukosit. Pada keadaan yang
disertai dengan infeksi, leukosit biasanya meningkat.
b) Menentukan adanya gangguan koagulasi dengan hitung Protrombin Time (PT) dan
Activated Partial Tromboplastin Time (APTT) atau yang sederhana dengan Clotting
Time (CT) atau Bleeding Time (BT). Ini penting untuk menyingkirkan perdarahan yang
disebabkan oleh faktor lain.
 
2.9. Diagnosa Banding
Meliputi plasenta akreta, suatu plasenta abnormal yang melekat pada miometrium tanpa garis
pembelahan fisiologis melalui garis spons desidua.
 

2.10. Penatalaksanaan
Penanganan retensio plasenta atau sebagian plasenta adalah:
1) Resusitasi. Pemberian oksigen 100%. Pemasangan IV-line dengan kateter yang
berdiameter besar serta pemberian cairan kristaloid (sodium klorida isotonik atau
iii
larutan ringer laktat yang hangat, apabila memungkinkan). Monitor jantung, nadi,
tekanan darah dan saturasi oksigen. Transfusi darah apabila diperlukan yang
dikonfirmasi dengan hasil pemeriksaan darah.
2) Drips oksitosin (oxytocin drips) 20 IU dalam 500 ml larutan Ringer laktat atau NaCl
0.9% (normal saline) sampai uterus berkontraksi.
3) Plasenta coba dilahirkan dengan Brandt Andrews, jika berhasil lanjutkan dengan drips
oksitosin untuk mempertahankan uterus.
4) Jika plasenta tidak lepas dicoba dengan tindakan manual plasenta. Indikasi manual
plasenta adalah: Perdarahan pada kala tiga persalinan kurang lebih 400 cc, retensio
plasenta setelah 30 menit anak lahir, setelah persalinan buatan yang sulit seperti
forsep tinggi, versi ekstraksi, perforasi, dan dibutuhkan untuk eksplorasi jalan lahir,
tali pusat putus.
5) Jika tindakan manual plasenta tidak memungkinkan, jaringan dapat dikeluarkan
dengan tang (cunam) abortus dilanjutkan kuretage sisa plasenta. Pada umumnya
pengeluaran sisa plasenta dilakukan dengan kuretase. Kuretase harus dilakukan di
rumah sakit dengan hati-hati karena dinding rahim relatif tipis dibandingkan dengan
kuretase pada abortus.
6) Setelah selesai tindakan pengeluaran sisa plasenta, dilanjutkan dengan pemberian obat
uterotonika melalui suntikan atau per oral.
7) Pemberian antibiotika apabila ada tanda-tanda infeksi dan untuk pencegahan infeksi
sekunder. (Sulisetiya.blogspot.com/2010/03).
 
2.11. Komplikasi
Plasenta harus dikeluarkan karena dapat menimbulkan bahaya:
Perdarahan
Terjadi terlebih lagi bila retensio plasenta yang terdapat sedikit perlepasan hingga kontraksi
memompa darah tetapi bagian yang melekat membuat luka tidak menutup.
Infeksi
Karena sebagai benda mati yang tertinggal di dalam rahim meningkatkan pertumbuhan
bakteri dibantu dengan port d’entre dari tempat perlekatan plasenta.
Dapat terjadi plasenta inkar serata dimana plasenta melekat terus sedangkan kontrak
sipadaostium baik hingga yang terjadi.
Terjadi polip plasenta sebagai massa proliferative yang mengalami infeksi sekunder dan
nekrosis Dengan masuknya mutagen, perlukaan yang semula fisiologik dapat berubah
iii
menjadi patologik (displastik-diskariotik) dan akhirnya menjadi karsinomain vasif. Sekali
menjadi mikro invasive atau invasive, proses keganasan akan berjalan terus.
Selini tampak abnormal tetapi tidak ganas. Para ilmuwan yakin bahwa beberapa perubahan
abnormal padasel-selini merupakan langkah awal dari serangkaian perubahan yang berjalan
lambat, yang beberapa tahun kemudian bisa menyebabkan kanker. Karena itu beberapa
perubahan abnormal merupakan keadaan prekanker, yang bisa berubah menjadi kanker.
Syokhaemoragik

2.12. Terapi
Bila tidak terjadi perdarahan : perbaiki keadaan umum penderita bila perlu misal: infus
atau transfusi, pemberian anti biotika, pemberian anti piretika, pemberian ATS. Kemudian
dibantu dengan mengosongkan kandung kemih. Lanjutkan memeriksa apakah telah terjadi
pemisahan plasenta dengan cara Klein, Kustner atau Strassman.
Bila terjadi perdarahan: lepaskan plasenta secara manual, jika plasenta dengan
pengeluaran manual tidak lengkap dapat disusul dengan upaya kuretase. Bila plasenta tidak
dapat dilepaskan dari rahim, misal plasenta increta/percreta, lakukan hysterectomia.
Cara untuk melahirkan plasenta :
1. Dicoba mengeluarkan plasenta dengan cara normal : Tangan kanan penolong
meregangkan tali pusat sedang tangan yang lain mendorong ringan.
2. Pengeluaran plasenta secara manual (dengan narkose)
Melahirkan plasenta dengan cara memasukkan tangan penolong kedalam cavum uteri,
melepaskan plasenta dari insertio dan mengeluarkanya.
Bila ostium uteri sudah demikian sempitnya, sehingga dengan narkose yang dalam pun
tangan tak dapat masuk, maka dapat dilakukan hysterectomia untuk melahirkan plasentanya.

BAB III
KEGAWAT DARURATAN OBSTETRIK (MANUAL PLASENTA)
3.1. Definisi Manual Plasenta              

iii
Manual Plasenta adalah prosedur pelepasan plasenta dari tempat implantasinya pada
dinding uterus dan mengeluarkannya dari kavum uteri secara manual, artimya dengan
melakukan tindakan inflasi dan manipulasi tangan penolong persalinan yang dimaksukkan
langsung kedalam kavum uteri. (Maternal Neonatal ; 511)
Manual plasenta merupakan tindakan operasi kebidanan untuk melahirkan retensio plasenta.
Teknik operasi manual plasenta tidaklah sukar, tetapi harus dipikirkan bagaimana persiapan
agar tindakan tersebut dapat menyelamatkan jiwa penderita. (Prof.dr. Ida Bagus Gde
Manuaba, SpOG)
 
3.2. Indikasi Manual Plasenta
Indikasi Manual Plasenta
1) Plasenta adhesiva Yaitu kontraksi uterus kurang kuat untuk melepaskan plasenta
2) Plasenta akreta Yaitu implantasi vili korionik plasenta hingga memasuki sebagian
miometrium
3) Plasenta inkreta yaitu implantasi vili korionik plasenta hingga mencapai atau memasuki
miometrium
4) Plasenta perkreta yaitu plasenta menembus lapisan otot hingga mencapai lapisan serosa
dinding uterus
5) Plasenta inkar serata tertahannya plasenta didalam kavum uteri yang disebabkan oleh
konstriksi ostium uteri
 
3.3. Tanda dan Gejala Manual Plasenta
Tanda dan gejala manual plasenta antara lain :
a) Adanya riwayat multiple fetus dan polihidramnion
b) Plasenta tidak dapat lahir spontan setelah bayi lahir ( lebih dari 30 menit)
c) Timbul perdarahan aktif setelah bayi dilahirkan
d) Plasenta tidak ditemukan didalam kanalis servikalis tetapi secara parsial atau lengkap
menempel didalam uterus.
e) Perdarahan yang lama lebih dari 400 cc setelah bayi lahir
 
Setelah mengetahui tanda dan gejala manual plasenta dalam keadaan darurat dengan
indikasi perdarahan lebih dari 400 cc jika masih terdapat kesempatan penderita untuk dapat
dikirim ke puskesmas atau rumah sakit sehingga mendapat pertolongan yang adekuat. Dalam
melakukan rujukan penderita dilakukan persiapan dengan memasang infus dan memberikan
iii
cairan serta dalam merujuk didampingi oleh tenaga kesehatan sehingga dapat memberikan
pertolongan darurat.
 
3.4. Komplikasi Tindakan Manual Plasenta
Tindakan plasenta manual dapat menimbulkan komplikasi, terjadinya perforasi uterus
misalnya :
a) Terjadinya infeksi : terdapat sisa plasenta atau membrane dan bakteria terdorong ke
dalam rongga rahim
b) Terjadi perdarahan karena atonia uteri.
c) Untuk memperkecil komplikasi dapat dilakukan tindakan profilaksis dengan
memberikan uterotonika intravena dan intamuskular misalnya dengan :
d) Memasang tampon vagina
e) Memberikan antibiotika
f) Memasang infus dan persiapan transfusi darah
 
3.5. Skema Tatalaksana Manual Plasenta
MANUAL PLASENTA
DASAR DIANGNOSA
 Retensio Plasenta
 Perdarahan > 400cc
 2 jam plasenta belum lahir setelah bayi lahir
 
SIKAP BIDAN
 Memperhatikan KU dan keadaan plasenta
 Memasang infus dan cairan infus
 Proteksi dengan antibiotik
 Pasang oksigen
 Inform consent

TINDAKAN PENETRASI KE VAKUM UTERI


 Berikan analgetik melalui infus
 Melakukan kateterisasi
 Jepit tali pusat dengan kocher,tegangkan tali pusat sejajar lantai

iii
 Masukkan satu tangan (punggung tangan ke bawah) ke dalam vagina dengan
menelusuri tali pusat bagian bawah
 Pegang kocher tangan lain menahan fundus uteri
 Masukkan tangan dalam ke kavum uteri sampai mencapai tempat implantasi plaenta
 Buka tangan dalam kavum uteri sampai mencapai tempat implantasi plasenta
 Buka tangan seperti memberi salam
MELEPAS PLASENTA DARI DINDING UTERUS
 Tentukan implantasi plasenta,temukan tepi plasenta paling bawah.
 Gerakkan tangan kanan ke kiri dan kanan sambil bergeser ke kranial sehingga semua
permukaan maternal plasenta dapat dilepaskan.
Catatan :
Sambil melakukan tindakan, perhatikan keadaan ibu (pasien),lakukan penanganan yang
sesuai bila penyulit terjadi.
PENGELUARAN PLASENTA
 Sementara satu tangan masih dikavum uteri,lakukan ekplorasi ulang untuk memastikan
tidak ada bagian plasenta yang masih melekat pada dinding uterus.
 Pindahkan tangan luar ke supra simpisis untuk menahan uterus pada saat plasenta
dikeluarkan
 Tarik tali pusat sambil tangan dalam menarik plasenta ke luar
 Letakkan plasenta dalam tempat yang disediakan
 Lakukan sedikit pendorongan uterus (dengan tangan luar) ke dorsokranial setelah
plasenta lahir.
 Perhatikan kontraksi uterus dan jumlah perdarahan
 
PASKA TINDAKAN
 Periksa kembali TTV, catata kondisi pasien dan buat laporan tindakan
 Buat instruksi pengobatan dan hal hal penting untuk dipantau
 Beritahu pasien dan keluarga bahwa tindakan setelah selesai tetapi pasien masih
memerlukan perawatan
 

BAB IV
PENUTUP
1  Kesimpulan
iii
Retensio plasenta adalah belum lepasnya plasenta dengan melebihi waktu setengah jam.
Keadaan ini dapat diikuti perdarahan yang banyak, artinya hanya sebagian plasenta yang
telah lepas sehingga memerlukan tindakan plasenta manual dengan segera.
Manual Plasenta adalah prosedur pelepasan plasenta dari tempat implantasinya pada dinding
uterus dan mengeluarkannya dari kavum uteri secara manual, artimya dengan melakukan
tindakan inflasi dan manipulasi tangan penolong persalinan yang dimaksukkan langsung
kedalam kavum uteri
Setelah mengetahui tanda dan gejala manual plasenta dalam keadaan darurat dengan
indikasi perdarahan lebih dari 400 cc jika masih terdapat kesempatan penderita untuk dapat
dikirim ke puskesmas atau rumah sakit sehingga mendapat pertolongan yang adekuat. Dalam
melakukan rujukan penderita dilakukan persiapan dengan memasang infus dan memberikan
cairan serta dalam merujuk didampingi oleh tenaga kesehatan sehingga dapat memberikan
pertolongan darurat.
Hampir sebagian besar gangguan pelepasan plasenta disebabkan oleh gangguan
kontraksi uterus. Hal tersebut dapat dibantu dengan melakukan massase uterus.
 
2  Saran
Diharapkan pembaca setelah membaca makalah ini dapat mengetahui sedini mungkin
penyebab plasenta tidak lahir segera setelah bayi lahir, serta melakukan tindakan segera
apabila pasien mengalami poendarahan kala III dan merupakan indikasi untuk dilakukannya
manual plasenta untuk menurunkan angka kematian ibu.

 
 
 

iii
DAFTAR PUSTAKA
 
 Dr.Nugroho,Taufan.2010.Kasus Emergency Kebidanan.Yogyakarta:Nuha Medika
 Prawirohardjo,sarwono.2009.Ilmu Kebidanan.Jakarta:PT Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo
 Prawirohardjo, S. 2000. Ilmu Bedah Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo
 Wiknjosastro, Hanifa. 2007. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo
 Sulisetiya.blogspot.com/2010/03
Dr. Nugroho,Taufan.2011.obstetri.Yokyakarta:Nuha Medika

iii

Anda mungkin juga menyukai