Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN

WAHAM

A. Masalah Utama
Gangguan proses pikir : waham

B. Proses Terjadinya Masalah


1. Pengertian
Waham adalah keyakinan seseorang yang berdasarkan penilaian realitas yang
salah. Keyakinan klien tidak konsisten dengan tingkat intelektual dan latar belakang
budaya klien (Aziz, 2003).
Gangguan isi pikir adalah ketidakmampuan individu memproses stimulus internal
dan eksternal secara akurat. Gangguannya adalah berupa waham, yaitu keyakinan
individu yang tidak dapat divalidasi atau dibuktikan dengan realitas. Keyakinan
individu tersebut tidak sesuai dengan tingkat intelektual dan latar belakang
budayanya, serta tidak dapat diubah dengan alasan yang logis. Selain itu keyakinan
tersebut diucapkan berulang kali (Kusumawati, 2010).
David A Tomb (2004) beranggapan bahwa waham adalah suatu keyakinan kokoh
yang salah dan tidak sesuai dengan fakta dan keyakinan tersebut mungkin “aneh”
(misal, mata saya adalah komputer yang dapat mengontrol dunia) atau bisa pula
“tidak aneh” hanya sangat tidak mungkin, misal, “FBI mengikuti saya”) dan tetap
dipertahankan meskipun telah diperlihatkan bukti-bukti yang jelas untuk
mengoreksinya. waham sering ditemui pada gangguan jiwa berat dan beberapa bentuk
waham yang spesifik sering ditemukan pada skizofrenia. semakin akut psikosis
semakin sering ditemui waham disorganisasi dan waham tidak sistematis.
Waham adalah keyakinan klien yang tidak sesuai dengan kenyataan, tetapi
dipertahankan dan tidak dapat diubah secara logis oleh orang lain. Keyakinan ini
berasal dari pemikiran klien yang sudah kehilangan kontrol (Depkes RI, 2000 dalam
Fitria, 2012).
Pendapat para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa waham sebagai salah satu
perubahan proses khususnya isi pikir yang ditandai dengan keyakinan terhadap ide-
ide, pikiran yang tidak sesuai dengan kenyataan dan sulit diubah dengan logika atau
bukti-bukti yang ada.
2. Etiologi Waham
Menurut Townsend (1998) mengatakan bahwa hal-hal yang dapat menyebabkan
gangguan isi pikir waham adalah ketidakmampuan untuk mempercayai orang lain,
panik, menekan rasa takut, stress yang berat, gangguan citra tubuh, dan kemungkinan
herediter. Secara khusus faktor penyebab timbulnya waham akan diuraikan sebagai
berikut:
a. Faktor Predisposisi
Menurut Townsend (1998) faktor predisposisi dari perubahan isi pikir : waham
kebesaran dapat dibagi menjadi dua teori yang diuraikan sebagai berikut :
1) Teori Biologis
a) Faktor-faktor genetik yang pasti mungkin terlibat dalam perkembangan
suatu kelainan ini adalah mereka yang memiliki anggota keluarga dengan
kelainan yang sama (orang tua, saudara kandung, atau sanak saudara lain).
b) Secara relatif ada penelitian baru yang menyatakan bahwa kelainan
skizofrenia mungkin pada kenyataannya merupakan suatu kecacatan sejak
lahir terjadi pada bagian hipotalamus otak. Pengamatan memperlihatkan
suatu kekacauan dari sel-sel piramidal di dalam otak dari orang-orang
yang menderita skizofrenia.
c) Teori biokimia menyatakan adanya peningkatan dari dopamin
neurotransmitter yang dipertukarkan menghasilkan gejala-gejala
peningkatan aktivitas yang berlebihan dari pemecahan asosiasi-asosiasi
yang umumnya diobservasi pada psikosis.
2) Teori Psikososial
a) Teori sistem keluarga Bawen dalam Townsend (1998) menggambarkan
perkembangan skizofrenia sebagai suatu perkembangan disfungsi
keluarga. Konflik antara suami istri mempengaruhi anak. Hal ini dalam
anak akan menghasilkan keluarga yang selalu berfokus pada ansietas dan
suatu kondisi yang lebih stabil mengakibatkan timbulnya suatu hubungan
yang saling mempengaruhi yang berkembang antara orang tua dan anak-
anak. Anak harus meninggalkan ketergantungan diri kepada orang tua dan
anak dan masuk ke dalam masa dewasa, dan dimana dimasa ini anak tidak
akan mampu memenuhi tugas perkembangan dewasanya.
b) Teori interpersonal menyatakan bahwa orang yang mengalami psikosis
akan menghasilkan hubungan orang tua anak yang penuh akan
kecemasan. Anak menerima pesan-pesan yang membingungkan dan
penuh konflik dan orang tua tidak mampu membentuk rasa percaya
terhadap orang lain.
c) Teori psikodinamik menegaskan bahwa psikosis adalah hasil dari suatu
ego yang lemah. Perkembangan yang dihambat dan suatu hubungan saling
mempengaruhi antara orang tua, anak. Karena ego menjadi lebih lemah
penggunaan mekanisme pertahanan ego pada waktu kecemasan yang
ekstrim menjadi suatu yang maladaptif dan perilakunya sering kali
merupakan penampilan dan segmen diri dalam kepribadian.
(Rifki, 2019)
b. Faktor Presipitasi
Menurut Stuart dan Sundeen (1998) faktor presipitasi dari perubahan isi pikir :
waham kebesaran yaitu :
1) Biologis
Stressor biologis yang berhubungan dengan neurobiologis yang maladaptif
termasuk gangguan dalam putaran umpan balik otak yang mengatur perubahan
isi informasi dan abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak yang
mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi
rangsangan.
2) Stres lingkungan
Secara biologis menetapkan ambang toleransi terhadap stres yang berinteraksi
dengan stressor lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku.
3) Pemicu gejala
Pemicu yang biasanya terdapat pada respon neurobiologis yang maladaptif
berhubungan dengan kesehatan lingkungan, sikap dan perilaku individu,
seperti : gizi buruk, kurang tidur, infeksi, keletihan, rasa bermusuhan atau
lingkungan yang penuh kritik, masalah perumahan, kelainan terhadap
penampilan, stres gangguan dalam berhubungan interpersonal, kesepian,
tekanan, pekerjaan, kemiskinan, keputusasaan dan sebagainya.
(Rifki, 2019)
3. Tanda dan Gejala Waham
Tanda dan gejala menurut Keliat (2009) pada klien dengan perubahan proses pikir
waham adalah sebagai berikut:
a. Perasaan malu terhadap diri sendiri akibat penyakit dan akibat tindakan
terhadap penyakit. Misalnya : malu dan sedih karena rambut jadi botak setelah
mendapat terapi sinar pada kanker
b. Rasa bersalah terhadap diri sendiri. Misalnya : ini tidak akan terjadi jika saya
segera ke rumah sakit, menyalahkan/ mengejek dan mengkritik diri sendiri.
c. Merendahkan martabat. Misalnya : saya tidak bisa, saya tidak mampu, saya
orang bodoh dan tidak tahu apa-apa
d. Gangguan hubungan sosial, seperti menarik diri. Klien tidak ingin bertemu
dengan orang lain, lebih suka sendiri.
e. Percaya diri kurang. Klien sukar mengambil keputusan, misalnya tentang
memilih alternatif tindakan.
f. Mencederai diri. Akibat harga diri yang rendah disertai harapan yang suram,
mungkin klien ingin mengakhiri kehidupan.
Menurut Kusumawati (2010) tanda dan gejala waham yaitu :
a. Gangguan fungsi kognitif (perubahan daya ingat)
Cara berpikir magis dan primitif, perhatian, isi pikir, bentuk, dan pengorganisa-
sian bicara (tangensial, neologisme, sirkumtansial).
b. Fungsi persepsi
Depersonalisasi dan halusinasi.
c. Fungsi emosi
Afek tumpul mengakibatkan kurang respons emosional, afek datar, afek tidak
sesuai, reaksi berlebihan, ambivalen.
d. Fungsi motorik.
Impulsif menjadikan gerakan tiba-tiba dan spontan, manerisme, stereotipik
gerakan yang diulang-ulang, tidak bertujuan, tidak dipengaruhi stimulus yang
jelas, katatonia.
e. Fungsi sosial kesepian.
Isolasi sosial, menarik diri, dan harga diri rendah.
f. Dalam tatanan keperawatan jiwa respons neurobiologis yang sering muncul
adalah gangguan isi pikir: waham dan PSP: halusinasi.
4. Fase Waham
Menurut Yosep (2009), proses terjadinya waham meliputi 6 fase, yaitu :
1) Fase Of Human Need
Waham diawali dengan terbatasnya kebutuhan-kebutuhan klien baik secara fisik
maupun psikis. Secara fisik klien dengan waham dapat terjadi pada orang-orang
dengan status sosial dan ekonomi sangat terbatas. Biasanya klien sangat miskin
dan menderita. Keinginan ia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya
mendorongnya untuk melakukan kompensasi yang salah. Ada juga klien yang
secara sosial dan ekonomi terpenuhi tetapi kesenjangan antara realiti dengan self
ideal sangat tinggi.
2) Fase Lack Of Self Esteem
Tidak adanya pengakuan dari lingkungan dan tingginya kesenjangan antara self
ideal dengan self reality (kenyataan dengan harapan) serta dorongan kebutuhan
yang tidak terpenuhi sedangkan standar lingkungan sudah melampaui
kemampuannya.
3) Fase Control Internal External
Klien mencoba berpikir rasional bahwa apa yang ia yakini atau apa-apa yang ia
katakan adalah kebohongan, menutupi kekurangan dan tidak sesuai dengan
kenyataan, tetapi menghadapi kenyataan bagi klien adalah suatu yang sangat
berat, karena kebutuhannya untuk diakui, kebutuhan untuk dianggap penting dan
diterima lingkungan menjadi prioritas dalam hidupnya, karena kebutuhan tersebut
belum terpenuhi sejak kecil secara optimal.Lingkungan sekitar klien mencoba
memberikan koreksi bahwa sesuatu yang dikatakan klien itu tidak benar.
4) Fase Environment Support
Adanya beberapa orang yang mempercayai klien dalam lingkungannya
menyebabkan klien merasa didukung, lama kelamaan klien menganggap sesuatu
yang dikatakan tersebut sebagai suatu kebenaran karena seringnya diulang-ulang.
Dari sinilah mulai terjadinya kerusakan kontrol diri dan tidak berfungsinya norma
(superego) yang ditandai dengan tidak ada lagi perasaan dosa saat berbohong.
5) Fase Comforting
Klien merasa nyaman dengan keyakinan dan kebohongannya serta menganggap
bahwa semua orang sama yaitu akan mempercayai dan mendukungnya.
Keyakinan sering disertai halusinasi pada saat klien menyendiri dari
lingkungannya. Selanjutnya klien sering menyendiri dan menghindari interaksi
sosial (isolasi sosial).
6) Fase Improving
Apabila tidak adanya konfrontasi dan upaya-upaya koreksi, setiap waktu
keyakinan yang salah pada klien akan meningkat. Tema waham yang muncul
sering berkaitan dengan traumatik masa lalu atau kebutuhan-kebutuhan yang
tidak terpenuhi (rantai yang hilang). Waham bersifat menetap dan sulit untuk
dikoreksi. Isi waham dapat menimbulkan ancaman diri dan orang lain.

5. Jenis-Jenis Waham
Adapun jenis-jenis waham menurut Maramis (2009) waham terbagi atas beberapa
jenis, yaitu:
a. Waham agama : waham dengan tema keagamaan.
b. Waham kejaran: misalnya pasien yakin bahwa ada orang atau kelompok yang
sedang mengganggunya atau bahwa ia sedang ditipu, atau dimata-matai, atau
dikejar.
c. Waham kebesaran: yaitu bahwa ia mempunyai kekuatan, pendidikan, kepandaian
atau kekayaan yang luar biasa, misalnya Ratu adil, dapat membaca pikiran orang
lain, mempunyai puluhan rumah atau mobil.
d. Waham somatik atau hipokondrik: keyakinan tentang (sebagian) tubuhnya tidak
mungkin benar, misalnya otaknya sudah cair, ususnya sudah busuk, ada seekor
kuda di dalam perutnya.
e. Waham dosa: keyakinan bahwa ia telah berbuat dosa atau kesalahan yang besar,
yang tidak dapat diampuni atau bahwa ia bertanggung jawab atas suatu kejadian
yang tidak baik, misalnya kecelakaan keluarga, pikirannya tidak baik.
f. Waham pengaruh atau curiga : yakin bahwa pikirannya, emosi atau perbuatannya
diawasi atau dipengaruhi oleh orang lain atau suatu kekuasaan yang aneh.
g. Waham sindiran (ideas of reference): pasien merasa dibicarakan orang lain.
h. Waham nihilistik: klien yakin bahwa dunia ini sudah hancur atau dirinya sudah
meninggal tetapi tidak sesuai dengan kenyataan.
i. Waham bizar
1) Sisip pikir : klien yakin ada ide pikiran orang lain yang disisipkan di dalam
pikiran yang disampaikan secara berulang dan tidak sesuai dengan
kenyataan
2) Siar pikir : klien yakin bahwa orang lain mengetahui apa yang dia pikirkan
walaupun dia tidak menyatakan kepada orang tersebut, diucapkan berulang
kali tetapi tidak sesuai dengan kenyataan.
3) Kontrol pikir : klien yakin pikirannya dikontrol oleh kekuatan dari luar.

6. Rentang Respon Waham


Rentang respon waham dapat digambarkan seperti gambar di bawah ini:
Respon Adaptif Respon Maladaptif

 Pikiran logis  Kadang-kadang isi pikir  Gangguan isi pikir


 Persepsi akurat terganggu ilusi waham
 Emosi konsisten dengan  Reaksi emosional ber-  Halusinasi
pengalaman lebihan atau kurang  Ketidakmampuan
 Perilaku sesuai dengan  Perilaku ganjil atau tidak untuk mengalami
hubungan sosial lazim emosi
 Menarik diri  Ketidakmampuan
isolasi sosial

Gambar: Rentang respon neurobiologis waham


(Keliat, 2009)
Rentang respon neurobiologis di atas dapat dijelaskan bila individu merespon
secara adaptif maka individu akan berpikir secara logis. Apabila individu berada pada
keadaan diantara adaptif dan maladaptif kadang-kadang pikiran menyimpang atau
perubahan isi pikir terganggu. Bila individu tidak mampu berpikir secara logis dan
pikiran individu mulai menyimpang maka ia akan berespon secara maladaptif dan ia
akan mengalami gangguan isi pikir : waham.
Agar individu tidak berespon secara maladaptif maka setiap individu harus
mempunyai mekanisme pertahanan koping yang baik. Menurut Direja (2011), Perilaku
yang mewakili upaya untuk melindungi diri sendiri dari pengalaman berhubungan
dengan respon neurobiologis :
a. Regresi berhubungan dengan masalah proses informasi dan upaya untuk
menanggulangi ansietas, hanya mempunyai sedikit energi yang tertinggal untuk
aktivitas hidup sehari-hari
b. Proyeksi sebagai upaya untuk menjelaskan kerancuan persepsi.
c. Menarik diri
C. Penatalaksanaan Waham
1. Farmakologi
a. Obat anti psikosis: Phenotizin
b. Obat antidepresan: Amitriptilin
c. Obat Antiansietas: Diazepam, bromazepam, clobazam
d. Obat anti insomnia: Phenobarbital
2. Terapi modalitas
a. Terapi keluarga
Berfokus pada keluarga dimana keluarga membantu mengatasi masalah klien
dengan memberikan perhatian.
1) BHSP (Bina Hubungan Saling Percaya).
2) Jangan memancing emosi klien.
3) Libatkan klien dalam kegiatan yang berhubungan dengan keluarga.
4) Berikan kesempatan klien mengemukaan pendapat.
5) Dengarkan, bantu dan anjurkan pasien untuk mengemukakan masalah
yang dialaminya.
b. Terapi kelompok
Berfokus pada dukungan dan perkembangan, keterampilan sosial, atau
aktivitas lain dengan berdiskusi dan bermain untuk mengembalikan keadaan
klien karena masalah sebagian orang merupakan perasaan dan tingkah laku
pada orang lain.

D. Pohon Masalah
Skema pohon masalah waham adalah sebagai berikut: (Fitria, 2012)

Risiko menciderai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan

Gangguan Proses Pikir:


Waham
E. Masalah Keperawatan dan Data yang perlu dikaji
1. Masalah keperawatan :
Gangguan konsep diri: harga diri rendah
a. Risiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
b. Gangguan proses pikir : waham
c. Gangguan konsep diri : harga diri rendah.
2. Data yang perlu dikaji :
a. Risiko tinggi menciderai diri, orang lain dan lingkungan
1) Data subjektif
Klien memberi kata-kata ancaman, mengatakan benci dan kesal pada
seseorang, klien suka membentak dan menyerang orang yang mengusiknya
jika sedang kesal, atau marah, melukai/ merusak barang-barang dan tidak
mampu mengendalikan diri
2) Data objektif
Mata merah, wajah agak merah, nada suara tinggi dank eras, bicara
menguasai, ekspresi marah, pandangan tajam, merusak dan melempar barang-
barang.
b. Gangguan proses pikir : waham
1). Data subjektif :
Klien mengungkapkan sesuatu yang diyakininya ( tentang agama, kebesaran,
kecurigaan, keadaan dirinya) berulang kali secara berlebihan tetapi tidak
sesuai kenyataan.
2). Data objektif :
Klien tampak tidak mempunyai orang lain, curiga, bermusuhan, merusak (diri,
orang lain, lingkungan), takut, kadang panik, sangat waspada, tidak tepat
menilai lingkungan / realitas, ekspresi wajah klien tegang, mudah tersinggung.
c. Gangguan konsep diri: harga diri rendah
1). Data subjektif
Klien mengatakan saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-apa, bodoh,
mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan malu terhadap diri sendiri
2). Data objektif
Klien terlihat lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih alternatif
tindakan, ingin mencedaerai diri/ ingin mengakhiri hidup
F. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan proses pikir: waham
b. Gangguan konsep diri : harga diri rendah

G. Rencana Keperawatan
Diagnosa I: Gangguan proses pikir : waham
Tujuan umum : Klien tidak terjadi kerusakan komunikasi verbal
Tujuan khusus :
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat
Tindakan :
1.1. Bina hubungan. saling percaya: salam terapeutik, perkenalkan diri, jelaskan
tujuan interaksi, ciptakan lingkungan yang tenang, buat kontrak yang jelas
topik, waktu, tempat).
1.2. Jangan membantah dan mendukung waham klien: katakan perawat menerima
keyakinan klien "saya menerima keyakinan anda" disertai ekspresi menerima,
katakan perawat tidak mendukung disertai ekspresi ragu dan empati, tidak
membicarakan isi waham klien.
1.3. Yakinkan klien berada dalam keadaan aman dan terlindungi: katakan perawat
akan menemani klien dan klien berada di tempat yang aman, gunakan
keterbukaan dan kejujuran jangan tinggalkan klien sendirian.
1.4. Observasi apakah wahamnya mengganggu aktivitas harian dan perawatan diri
2. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan yang dimiliki
Tindakan :
2.1. Beri pujian pada penampilan dan kemampuan klien yang realistis.
2.2. Diskusikan bersama klien kemampuan yang dimiliki pada waktu lalu dan saat
ini yang realistis.
2.3. Tanyakan apa yang biasa dilakukan kemudian anjurkan untuk melakukannya
saat ini (kaitkan dengan aktivitas sehari - hari dan perawatan diri).
2.4. Jika klien selalu bicara tentang wahamnya, dengarkan sampai kebutuhan
waham tidak ada. Perlihatkan kepada klien bahwa klien sangat penting.
3. Klien dapat mengidentifikasikan kebutuhan yang tidak terpenuhi
Tindakan :
3.1. Observasi kebutuhan klien sehari-hari.
3.2. Diskusikan kebutuhan klien yang tidak terpenuhi baik selama di rumah
maupun di rumah sakit (rasa sakit, cemas, marah).
3.3. Hubungkan kebutuhan yang tidak terpenuhi dan timbulnya waham.
3.4. Tingkatkan aktivitas yang dapat memenuhi kebutuhan klien dan memerlukan
waktu dan tenaga (buat jadwal jika mungkin).
3.5. Atur situasi agar klien tidak mempunyai waktu untuk menggunakan
wahamnya.
4. Klien dapat berhubungan dengan realitas
Tindakan :
4.1. Berbicara dengan klien dalam konteks realitas (diri, orang lain, tempat dan
waktu).
4.2. Sertakan klien dalam terapi aktivitas kelompok : orientasi realitas.
4.3. Berikan pujian pada tiap kegiatan positif yang dilakukan klien
5. Klien dapat menggunakan obat dengan benar
Tindakan :
5.1. Diskusikan dengan klien tentang nama obat, dosis, frekuensi, efek dan efek
samping minum obat.
5.2. Bantu klien menggunakan obat dengan prinsip 5 benar (nama pasien, obat,
dosis, cara dan waktu).
5.3. Anjurkan klien membicarakan efek dan efek samping obat yang dirasakan.
5.4. Beri reinforcement bila klien minum obat yang benar.
6. Klien dapat dukungan dari keluarga
Tindakan :
6.1. Diskusikan dengan keluarga melalui pertemuan keluarga tentang: gejala
waham, cara merawat klien, lingkungan keluarga dan follow up obat.
6.2. Beri reinforcement atas keterlibatan keluarga

Diagnosa II: Gangguan konsep diri : harga diri rendah


Tujuan umum
Kien dapat mengendalikan waham.
Tujuan khusus
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya.
1.1. Bina hubungan saling percaya dengan menerapkan prinsip komunikasi
terapeutik:
▪ Sapa klien dengan ramah secara verbal dan nonverbal
▪ Perkenalkan diri dengan sopan
▪ Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai klien
▪ Jelaskan tujuan pertemuan
▪ Jujur dan menepati janji
▪ Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya
▪ Beri perhatian kepada klien dan perhatikan kebutuhan dasar klien
2. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki.
2.1. Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien.
2.2. Hindarkan memberi penilaian negatif setiap bertemu klien.
2.3. Utamakan memberi pujian yang realistik.
3. Klien dapat menilai kemampuan yang digunakan.
3.1. Diskusikan kemampuan yang masih dapat dilakukan.
3.2. Diskusikan kemampuan yang dapat dilanjutkan penggunaannya.
4. Klien dapat merencanakan kegiatan sesuai dengan kemampuan yang dimiliki.
4.1. Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap hari.
4.2. Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien.
4.3. Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang dapat klien lakukan.
5. Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kemampuannya.
5.1. Beri kesempatan pada klien untuk mencoba kegiatan yang telah direncanakan.
5.2. Diskusikan pelaksanaan kegiatan di rumah
6. Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada.
6.1. Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat klien dengan
harga diri rendah.
6.2. Bantu keluarga memberikan dukungan selama klien dirawat.
6.3. Bantu keluarga menyiapkan lingkungan rumah.
DAFTAR PUSTAKA

Aziz R, dkk. 2003. Pedoman Asuhan Keperawatan Jiwa. Semarang: RSJD Dr. Amino


Gondohutomo

Direja, Ade Herman Surya. 2011. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa. Ed. 1. Nuha
Medika: Yogyakarta

Fitria, Nita. 2012. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan Strategi
Pelaksanaan Tindakan Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika

Keliat B. A, 2009. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Edisi 2 . Jakarta: EGC

Kusumawati, F & Hartono. 2010. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta : Salemba Medika

Maramis, Willy F, Albert Maramis. 2009. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Edisi-2. Surabaya:
Airlangga University Press

Rifki, Hidayah. 2019. Diakses dari https://kupdf.net/download/makalah-


waham_5d1a1912e2b6f5c1038afd52_pdf

Stuart, G.W., & Laraia, M.T 2009. Principle and Practice Of Psychiatric Nursing 9th Ed. St
Louis : Mosby year book

Tomb, David A. 2004. Buku Saku Psikiatri Edisi 6. Jakarta: EGC

Yosep, Iyus, 2009. Keperawatan Jiwa, Edisi Revisi. Bandung: Refika Aditama.
STRATEGI PELAKSANAAN PADA PASIEN DENGAN WAHAM

A. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi Klien
Klien mengatakan bahwa dia adalah nabi, tampak selalu memakai pakaian putih,
tampak bicara banyak, mendominasi pembicaraan.
2. Diagnosa Keperawatan : Gangguan Proses Pikir: Waham
B. STRATEGI PELAKSANAAN
1. Tindakan keperawatan untuk pasien
Tujuan:
a. Pasien dapat memenuhi kebutuhan dasar
b. Pasien mampu berinteraksi dengan orang lain dan lingkungan
c. Pasien menggunakan obat dengan prinsip 5 benar
d. Pasien dapat berorientasi kepada realitas secara bertahap

SP 1 Pasien : Membina hubungan saling percaya; mengidentifikasi kebutuhan yang


tidak terpenuhi dan cara memenuhi kebutuhan; mempraktikkan
pemenuhan kebutuhan yang tidak terpenuhi

Orientasi:

“Selamat pagi, perkenalkan nama saya Safarotul Hidayah, panggil saya Safa. Saya
mahasiswa STIKES. Nama bapak siapa, senangnya dipanggil apa?”

“Bisa kita berbincang-bincang tentang apa yang bapak rasakan sekarang?”apakah


bapak masih punya perasaan atau pemikiran sebagai Nabi.

“Berapa lama bapak mau kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau 15 menit?”


“Dimana enaknya kita ngobrol pak?”

Fase Kerja:

“Saya mengerti bapak merasa bahwa bapak adalah seorang nabi, tapi sulit bagi saya
untuk mempercayainya karena setahu saya semua nabi sudah tidak ada lagi, bisa kita
lanjutkan pembicaraan yang tadi terputus pak?”

“Tampaknya bapak gelisah sekali, bisa bapak ceritakan apa yang bapak rasakan?”

“O... jadi bapak merasa takut nanti diatur-atur oleh orang lain dan tidak punya hak
untuk mengatur diri bapak sendiri?”

“Siapa menurut bapak yang sering mengatur-atur diri bapak?”


“Jadi ibu yang terlalu mengatur-ngatur ya pak, juga anak dan saudara yang lain?”

“Kalau bapak sendiri inginnya seperti apa?”

“O... bagus bapak sudah punya rencana dan jadwal untuk diri sendiri”

“Coba kita tuliskan rencana dan jadwal tersebut bapak”

“Wah..bagus sekali, jadi setiap harinya bapak ingin ada kegiatan di ruangan ini ya.”

Terminasi:

“Bagaimana perasaan bapak setelah berbicara dengan saya?”

”Apa saja tadi yang telah kita bicarakan? Bagus”

“Bagaimana kalau jadwal ini bapak coba lakukan, setuju pak?”

“Bagaimana kalau saya datang kembali dua jam lagi dan kita bercakap-cakap tentang
kemampuan yang pernah bapak miliki? Mau di mana kita bercakap-cakap?
Bagaimana kalau di sini lagi?”

SP 2 Pasien: Mengidentifikasi kemampuan positif pasien dan membantu mempraktik-


kannya
Orientasi:
“Selamat pagi bapak, bagaimana perasaannya saat ini? Bagus!”
“Apakah bapak sudah mengingat-ingat apa saja hobi atau kegemaran bapak?”
“Bagaimana kalau kita bicarakan hobi tersebut sekarang?”
“Dimana enaknya kita berbincang-bincang tentang hobi bapak tersebut?”
“Berapa lama bapak mau kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau 20 menit?”
Fase Kerja:
“Apa saja hobi bapak? Saya catat ya pak, terus apa lagi?”
“Wah.., rupanya bapak pandai main catur ya, tidak semua orang bisa bermain catur
seperti itu”(atau yang lain sesuai yang diucapkan pasien).
“Bisa bapak ceritakan kepada saya kapan pertama kali belajar main catur, siapa yang
dulu mengajarkannya kepada bapak, dimana?”
“Bisa bapak peragakan kepada saya bagaimana bermain catur yang cerdik itu?”
“Wah..baik sekali permainannya”
“Coba kita buat jadwal untuk kemampuan bapak ini ya, berapa kali sehari/seminggu
bapak mau bermain catur?”
“Apa yang bapak harapkan dari kemampuan bermain catur ini?”
“Ada tidak hobi atau kemampuan bapak yang lain selain bermain catur?”
Terminasi
“Bagaimana perasaan bapak setelah kita bercakap-cakap tentang hobi dan
kemampuan bapak?”
“Setelah ini coba bapak lakukan latihan catur sesuai dengan jadwal yang telah kita
buat ya?”
“Besok kita ketemu lagi ya pak?”
“Bagaimana kalau besok pagi? Di ruang tamu saja, ya setuju?”
“Nanti kita akan membicarakan tentang obat yang harus bapak minum, setuju?”
“Bagaimana kalau sekarang bapak teruskan kemampuan bermain catur.”

SP 3 Pasien : Mengajarkan dan melatih cara minum obat yang benar

Orientasi
“Selamat pagi bapak.”
“Bagaimana bapak. sudah dicoba latihan caturnya? Bagus sekali”
“Sesuai dengan janji kita dua hari yang lalu bagaimana kalau sekarang kita
membicarakan tentang obat yang bapak minum?”
“Dimana kita mau berbicara? Di ruang tamu ini saja?”
“Berapa lama bapak mau kita berbicara? 20 atau 30 menit?
Fase Kerja
“Bapak berapa macam obat yang diminum/ Jam berapa saja obat diminum?”
“Bapak perlu minum obat ini agar pikirannya jadi tenang, tidurnya juga tenang”
“Obatnya ada tiga macam bapak, yang warnanya oranye namanya CPZ gunanya
agar tenang, yang putih ini namanya THP gunanya agar rileks, dan yang merah
jambu ini namanya HLP gunanya agar pikiran jadi teratur. Semuanya ini diminum 3
kali sehari jam 7 pagi, jam 1 siang, dan jam 7 malam”.
“Bila nanti setelah minum obat, mulut bapak terasa kering, untuk membantu
mengatasinya bapak bisa banyak minum ”.
“Sebelum minum obat ini bapak mengecek dulu label di kotak obat apakah benar nama
bapak tertulis disitu, berapa dosis atau butir yang harus diminum, jam berapa saja
harus diminum. Baca juga apakah nama obatnya sudah benar”
“Obat-obat ini harus diminum secara teratur dan kemungkinan besar harus diminum
dalam waktu yang lama. Agar tidak kambuh lagi sebaiknya bapak tidak menghentikan
sendiri obat yang harus diminum sebelum berkonsultasi dengan dokter”.
Terminasi
“Bagaimana perasaan bapak setelah kita bercakap-cakap tentang obat yang bapak
minum? Apa saja nama obatnya? Jam berapa minum obat?”
“Mari kita masukkan pada jadwal kegiatan bapak. Jangan lupa minum obatnya dan
nanti saat makan siang minta sendiri obatnya pada perawat”
“Jadwal yang telah kita buat kemarin dilanjutkan ya pak!”
“Bapak, besok kita ketemu lagi untuk melihat jadwal kegiatan yang telah
dilaksanakan. Bagaimana kalau seperti biasa, jam 10 dan di sini?”
“Sampai besok.”

SP 4 Pasien : Mengajarkan dan melatih pasien berhubungan dengan kehidupan realitas

Orientasi
“Selamat pagi bapak, bapak masih ingat nama saya siapa?”
“ Oh bapak lupa, baik kita kenalan lagi ya pak, nama saya perawat Safa, nama bapak
siapa? Panggilannya? wah nama panggilannya bagus sekali.”
“Bapak bagaimana perasaannya hari ini? wah bapak lagi seneng ya?”
“Baik, sekarang kita akan belajar berhubungan dengan realita, bagaimana apakah
bapak bersedia? Kalau begitu bapak mintanya kita ngobrol berapa menit? Dimana
kita ngobrolnya? Bagaimana kalau kita ngobrol sambil duduk di kursi taman atau
seperti sebelumnya?
Fase Kerja
“Kita mulai ya bapak ngobrolnya, bapak itu menganggap diri bapak itu siapa?”
“Baik pak, bapak adalah pasien kami, bapak itu sudah punya istri dan dua orang anak,
bapak ingat?”
“Pekerjaan bapak kan seorang pegawai di dinas kesehatan. Orang lain yang memakai
baju sama seperti bapak itu teman bapak, dan yang memakai baju putih-putih adalah
perawat yang bertugas merawat dan membantu bapak, sekarang kita ada di rumah
sakit pak, tempat untuk membantu mengatasi masalah-masalah yang bapak hadapi.”
“Nanti kalau bapak kesepian, saya ajak bapak bermain dengan teman-teman yang lain
ya, biar kita bisa kenalan sama mereka dan bapak punya banyak teman. Bagaimana
bapak mau? Bagus sekali, kalau bapak mau.”
Terminasi
“Bagaimana perasaan bapak setelah ngobrol dengan saya? syukur, kalau bapak
senang. Saya juga senang sekali bisa ngobrol dengan bapak.
“Baik, tadi kan kita sudah ngobrol masalah realita, bapak bisa ceritakan kembali
kepada saya bapak itu siapa dan sedang dimana ? Wah pintar sekali bapak. bapak
nanti kalau ada apa-apa, bapak bisa menghubungi saya atau perawat yang ada
disini.”
“Kalau begitu berhubung ini sudah 15 menit, berarti waktu ngobrol kita sudah selesai,
terima kasih bapak, silahkan bapak lanjutkan aktivitas bapak lagi, saya permisi dulu.”

2. Tindakan keperawatan untuk keluarga


Tujuan :
a. Keluarga mampu mengidentifikasi waham pasien.
b. Keluarga mampu memfasilitasi pasien untuk memenuhi kebutuhan yang
dipenuhi oleh wahamnya.
c. Keluarga mampu mempertahankan program pengobatan pasien secara
optimal.
Tindakan :
a. Diskusikan masalah yang dihadapi keluarga saat merawat pasien di rumah.
b. Diskusikan dengan keluarga tentang waham yang dialami pasien
c. Diskusikan dengan keluarga tentang:
● Cara merawat pasien waham di rumah
● Follow up dan keteraturan pengobatan
● Lingkungan yang tepat untuk pasien.
d. Diskusikan dengan keluarga tentang obat pasien (nama obat, dosis, frekuensi,
efek samping, akibat penghentian obat).
e. Diskusikan dengan keluarga kondisi pasien yang memerlukan konsultasi
segera, latih cara merawat
SP 1 Keluarga : Membina hubungan saling percaya dengan keluarga; mengidentifikasi
masalah menjelaskan proses terjadinya masalah; dan obat pasien.
Orientasi
“Selamat pagi bu, perkenalkan nama saya Safarotul Hidayah, saya perawat yang
dinas pagi ini. Saya yang merawat bapak selama ini. Nama ibu siapa? senangnya
dipanggil apa?”
“Bagaimana kalau sekarang kita membicarakan tentang masalah bapak dan cara
merawat bapak di rumah?”
“Dimana kita mau berbicara? Bagaimana kalau di ruang ruang tamu ini?”
“Berapa lama waktu luang ibu? Bagaimana kalau 30 menit?”
Fase Kerja
“Bu, apakah ibu sudah mengetahui apa yang terjadi dengan bapak ini? yang terjadi
pada bapak ini merupakan salah satu gangguan proses berpikir. Untuk itu akan saya
jelaskan sikap dan cara menghadapinya. Setiap kali suami ibu berkata bahwa ia
seorang nabi, ibu mengatakan pertama:
“Ibu mengerti bapak merasa seorang nabi, tapi sulit bagi ibu untuk mempercayainya
karena setahu kami semua nabi sudah meninggal.”
“Kedua: ibu harus lebih sering memuji bapak jika ia melakukan hal-hal yang baik.”
“Ketiga: hal-hal ini sebaiknya dilakukan oleh seluruh keluarga yang berinteraksi
dengan bapak. Bapak/Ibu dapat berbicara dengan bapak tentang kebutuhan yang
diinginkan bapak, misalnya: “Ibu percaya bapak punya kemampuan dan keinginan.
Coba ceritakan kepada ibu. bapak kan punya kemampuan ............” (kemampuan yang
pernah dimiliki oleh bapak)
“Keempat: Bagaimana kalau dicoba lagi sekarang?”(Jika bapak mau mencoba
berikan pujian). Bu, bapak perlu minum obat ini agar pikirannya jadi tenang, tidurnya
juga tenang.”
“Obatnya ada tiga macam, yang warnanya oranye namanya CPZ gunanya agar
tenang, yang putih ini namanya THP gunanya supaya rileks, dan yang merah jambu
ini namanya HLP gunanya agar pikiran tenang semuanya ini harus diminum secara
teratur 3 kali sehari jam 7 pagi, jam 1 siang, dan jam 7 malam, jangan dihentikan
sebelum berkonsultasi dengan dokter karena dapat menyebabkan bapak kambuh
kembali” (Libatkan keluarga saat memberikan penjelasan tentang obat kepada klien).
bapak sudah mempunyai jadwal minum obat. Jika dia minta obat sesuai jamnya,
segera beri pujian.
Terminasi
“Bagaimana perasaan ibu setelah kita bercakap-cakap tentang cara merawat bapak?”
“Setelah ini coba ibu lakukan apa yang sudah saya jelaskan tadi.”
“Baiklah bagaimana kalau dua hari lagi saya datang kembali kesini dan kita akan
mencoba melakukan langsung cara merawat bapak sesuai dengan pembicaraan kita
tadi”
“Jam berapa ibu bisa ?”
“Baik saya tunggu, kita ketemu lagi di tempat ini ya bu. Permisi.”

SP 2 Keluarga : Melatih keluarga cara merawat pasien

Orientasi
“Selamat pagi bu, sesuai janji kita dua hari yang lalu kita sekarang ketemu lagi”
“Bagaimana bu, ada pertanyaan tentang cara merawat yang kita bicarakan dua hari
yang lalu?”
“Sekarang kita akan latihan cara-cara merawat tersebut ya bu?”
“Kita akan coba disini dulu, setelah itu baru kita coba langsung ke bapak ya?”
“Berapa lama bapak dan ibu punya waktu?”
Fase Kerja
“Sekarang anggap saya bapak yang sedang mengaku-aku sebagai nabi, coba ibu
praktikkan cara bicara yang benar bila bapak sedang dalam keadaan yang seperti ini”
“Bagus, betul begitu caranya”
“Sekarang coba praktikkan cara memberikan pujian kepada kemampuan yang dimiliki
bapak. Bagus bu.”
“Sekarang coba cara memotivasi bapak minum obat dan melakukan kegiatan
positifnya sesuai jadwal. Bagus sekali, ternyata ibu sudah mengerti cara merawat
bapak”
“Bagaimana kalau sekarang kita mencobanya langsung kepada bapak?”
(Ulangi lagi semua cara diatas langsung kepada pasien)
Terminasi
“Bagaimana perasaan ibu setelah kita berlatih cara merawat bapak?”
“Setelah ini coba ibu lakukan apa yang sudah dilatih tadi setiap kali ibu membesuk
bapak.”
“Baiklah bagaimana kalau dua hari lagi ibu datang kita kembali bertemu dan kita
akan mencoba lagi cara merawat bapak sampai ibu lancar melakukannya?”
“Jam berapa bisa bertemu ibu? Baik saya tunggu, kita ketemu lagi di tempat ini ya
bu”

SP 3 Keluarga : Menjelaskan Perawatan Lanjut

Orientasi
“Selamat pagi bu, karena bapak rencana mau pulang, bagaimana kalau kita
berbincang tentang perawatan lanjutan untuk bapak?”
“Nah sekarang bagaimana kalau bicarakan jadwal di rumah? Mari Ibu duduk di sini”
“Berapa lama ibu punya waktu? Baik 30 menit saja, sebelum Ibu menyelesaikan
administrasi di depan.”
Fase Kerja
“Bu, ini jadwal bapak yang sudah dibuat. Coba diperhatikan. Apakah kira-kira dapat
dilaksanakan semua? Jangan lupa memperhatikan bapak, agar ia tetap menjalankan
jadwal di rumah, dan jangan lupa memberi tanda M (mandiri), B (bantuan), atau T
(tidak mau melaksanakan).”
“Hal-hal yang perlu diperhatikan lebih lanjut adalah perilaku yang ditampilkan oleh
suami ibu selama di rumah. Kalau misalnya bapak mengaku sebagai seorang nabi
terus menerus dan tidak memperlihatkan perbaikan, menolak minum obat atau
memperlihatkan perilaku membahayakan orang lain. Jika hal ini terjadi segera
kontrol ke rumah sakit ya”
Terminasi
“Apa yang ingin Ibu tanyakan?Bagaimana perasaan Ibu? Sudah siap melanjutkan di
rumah?”
“Ini jadwal kegiatan hariannya. Kalau ada apa-apa Ibu boleh juga menghubungi
kami. Terima kasih ibu, hati-hati di jalan!”

Anda mungkin juga menyukai