Kelompok I :
Maria Yulita Meo NIM.22020114410003
Diah Fitri Purwaningsih NIM.22020114410005
Herry Setiawan NIM.22020114410007
PERTANYAAN:
Bagaimana Diagnosis-Related Group (DRG) Pengaruhnya Terhadap Mutu
Layanan Keperawatan?
ii
DIAGNOSIS-RELATED GROUP (DRG) PENGARUHNYA
TERHADAP MUTU LAYANAN KEPERAWATAN
Maria Yulita Meo1, Diah Fitri Purwaningsih1, Herry Setiawan1
1
Mahasiswa Program Magister Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran
Universitas Diponegoro Semarang
A. Pendahuluan
Masyarakat di era modernisasi dengan keterbukaan dan arus globalisasi,
pasar bebas dunia, peningkatan pendapatan ekonomi per kapita, perubahan
suhu politik dalam maupun luar negeri, kemajuan informasi dan teknologi,
peningkatan akses terhadap media menyebabkan masyarakat dapat
memperluas wawasan dan persepsi mereka tentang pelayanan kesehatan.
Munculnya kebijakan-kebijakan pembiayaan kesehatan membuat kemampuan
masyarakat mengakses fasilitas pelayanan kesehatan semakin meningkat.
Menurut UU No.44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, pelayanan
kesehatan Paripurna adalah pelayanan kesehatan yang meliputi promotif,
preventif, kuratif dan rehabilitatif. Pelayanan kesehatan yang paripurna
bersifat komprehensif dan holistik. Rumah sakit merupakan organisasi yang
sangat komplek dan merupakan komponen yang sangat penting dalam upaya
peningkatan status kesehatan bagi masyarakat. Salah satu fungsi rumah sakit
adalah menyelenggarakan pelayanan dan asuhan keperawatan yang
merupakan bagian dari sistem pelayanan kesehatan dengan tujuan
memelihara kesehatan masyarakat seoptimal mungkin.
Masyarakat yang semakin teredukasi dengan baik melalui media
berpotensi memunculkan tuntutan hukum apabila pelayanan kesehatan yang
mereka harapkan tidak bisa memberikan kepuasan seperti yang menjadi
harapan dan tuntutan publik. Menanggapi dan mensikapi perubahan
wawasan, persepsi dan tuntutan masyarakat ketika memanfaatkan fasilitas
pelayanan kesehatan maka pelayanan kesehatan harus berbenah untuk
mengantisipasi meningginya tuntutan serta harapan dari masyarakat terkait
dengan pelayanan kesehatan. Kepuasan masyarakat dalam menggunakan
fasilitas kesehatan erat kaitan dengan sikap petugas dalam memberikan
peelayanan dan biaya pelayanan yang harus mereka keluarkan.
1
Biaya pelayanan kesehatan saat ini dinilai terlalu mahal dan banyak
perbedaan antara satu rumah sakit dengan rumah sakit lain dengan kualitas
dan jenis pelayanan yang sama. Lemahnya sistem pengelolaan keuangan
khususnya Rumah Sakit Pemerintah milik Departemen Kesehatan (Depkes)
atau Pemerintah Daerah (Pemda), sementara persaingan rumah sakit terus
meningkat dari segi teknologi maupun sumber daya menimbulkan
kecenderungan Rumah Sakit untuk membeli alat canggih untuk memudahkan
diagnosis, hal ini akan menyebabkan meningkatkan pembiayaan yang harus
dikeluarkan oleh pasien dalam menerima pelayanan yang diberikan karena
pembiayaan alat tersebut akan dibebankan kepada pasien. Perlu adanya
penerapan sistem pembiayaan bagi masyarakat dengan program pengendalian
biaya kesehatan (Cost Containment Program) (Depkes, 2007).
Pembiayaan kesehatan berbasis kelompok diagnosis terkait (Diagnosis
Related Group) merupakan suatu sistem pemberian imbalan jasa pelayanan
yang ditetapkan berdasarkan pengelompokan diagnosa, tanpa memperhatikan
jumlah tindakan atau pelayanan yang diberikan dengan tujuan sebagai upaya
pengendalian biaya dan menjaga mutu pelayanan (Hartono, 2007). Menurut
UU No.38 Tahun 2014 tentang Keperawatan, pelayanan Keperawatan adalah
suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan bagian integral dari
pelayanan kesehatan yang didasarkan pada ilmu dan kiat Keperawatan
ditujukan kepada individu, keluarga, kelompok, atau masyarakat, baik sehat
maupun sakit.
Pelayanan Keperawatan sebagai bagian integral dari pelayanan
kesehatan mempunyai daya ungkit besar dalam mencapai tujuan
pembangunan kesehatan akan terlibat langsung dalam mekanisme
pembayaran yang diterapkan. Pembiayaan pelayanan keperawatan
berdasarkan sistem Diagnosis Related Group (DRG) yang secara simultan
masuk dalam biaya kesehatan secara menyeluruh akan mendorong perawat
untuk bekerja lebih mandiri. Menurut Gilles (1994), keberadaan perawat
dalam pelayanan kesehatan merupakan posisi kunci, yang dibuktikan oleh
kenyataan bahwa 40-60 % pelayanan rumah sakit merupakan pelayanan
keperawatan dan hampir semua pelayanan promosi kesehatan dan
pencegahan penyakit baik di rumah sakit maupun tatanan pelayanan
kesehatan lain dilakukan oleh perawat.
Penelitian di Amerika (The Medicare Skilled Nursing Facility/SNF
Program) menyebutkan bahwa sistem pembayaran melalui DRG/Sistem case
mix berkembang dan diminati perawat karena dapat menentukan berapa biaya
yang harus dikeluarkan klien dari pelayanan yang diberikan oleh perawatan di
rumah (Home Care, 2007). Keterampilan perawat mandiri dituntut untuk
memberikan pelayanan yang nyata sesuai dengan basis kompetensi yang di
milikinya dan akan di bayar sesuai dengan kemampuan yang di berikan
kepada masyarakat Indonesia sehingga alternatif pembayaran melalui sistem
Diagnosis Related Group (DRG) merupakan solusi yang tepat.
Dari fakta dan fenomena di atas kelompok tertarik untuk menyusun
sebuah pembahasan dengan judul “Diagnosis-Related Group (DRG)
Pengaruhnya Terhadap Mutu Layanan Keperawatan”. Pembahasan ini
diharapkan dapat memberikan gambaran kepada pembaca khususnya disiplin
ilmu keperawatan untuk memahami mengenai konsep Diagnosis-Related
Group (DRG) Pengaruhnya Terhadap Mutu Layanan Keperawatan untuk
perubahan pelayanan keperawatan yang lebih baik ke depannya.
Tujuan penulisan ini adalah mahasiswa Magister Keperawatan
konsentrasi Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan memahami tetang
konsep Diagnosis-Related Group (DRG) Pengaruhnya Terhadap Mutu
Layanan Keperawatan.
Fraktur Femur
1
2% 4% 0% 2
2% 3%1%
4% 3
2%
1%
4
5
6
55% 7
26%
8
9
10
11
D. Mutu
1. Definisi
Mutu adalah nilai kepatutan yang sebenarnya (proper value)
terhadap unit pelayanan tertentu, baik dari aspek technical (ilmu,
ketrampilan, dan teknologi medis atau kesehatan) dan interpersonal (tata
hubungan perawat – pasien, dokter – pasien: komunikasi, empati dan
kepuasan pasien) (Widayat, 2009). Mutu yang baik adalah tersedia dan
terjangkau, tepat kebutuhan, tepat sumber daya, tepat standar profesi atau
etika profesi, wajar dan aman, mutu memuaskan bagi pasien yang dilayani
(Sabarguna, 2006).
Salah satu indikator penilaian mutu adalah kepuasan pasien. Dalam
usaha mencapai kepuasan pasien tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor
yang diantaranya unsur masukan yang terdiri dari kelengkapan peralatan,
unsur lingkungan yang terdiri dari kebijakan organisasi dan manajeman,
dan unsur proses yang terdiri dari tindakan medis, keperawatan atau non
medis. Secara umum disebutkan apabila tindakan tersebut tidak sesuai
dengan standar yang telah ditetapkan (standard of conduct), maka sulitlah
diharapkan mutu pelayanan menjadi baik (Nursalam, 2014).
Menurut Mirza Tawi (2008), mutu pelayanan kesehatan sebenarnya
menunjuk pada penampilan (performance) dari pelayaan kesehatan yang
dikenal dengan keluaran (output) yaitu hasil akhir kegiatan dari tindakan
dokter dan tenaga profesi lainnya terhadap pasien, dalam arti perubahan
derajat kesehatan dan kepuasan baik positif maupun sebaliknya.
Sedangkan baik atau tidaknya keluaran tersebut sangat dipengaruhi oleh
proses (process), masukan (input) dan lingkungan (environment). Maka
jelaslah bahwa baik atau tidaknya mutu pelayanan kesehatan sangat
dipengaruhi oleh unsur-unsur tersebut, dan untuk menjamin baiknya mutu
pelayanan kesehatan ketiga unsur harus diupayakan sedemikian rupa agar
sesuai dengan standar dan atau kebutuhan.
2. Unsur terkait Mutu
a. Unsur masukan
Unsur masukan (input) adalah tenaga, dana dan sarana fisik,
perlengkapan serta peralatan. Secara umum disebutkan bahwa apabila
tenaga dan sarana (kuantitas dan kualitas) tidak sesuai dengan standar
yang telah ditetapkan (standard of personnel and facilities), serta jika
dana yang tersedia tidak sesuai dengan kebutuhan, maka sulit
diharapkan baiknya mutu pelayanan (Nursalam, 2014).
b. Unsur lingkungan
Unsur lingkungan adalah kebijakan, organisasi, manajemen.
Secara umum disebutkan apabila kebijakan, organisasi dan manajemen
tersebut tidak sesuai dengan standar dan atau tidak bersifat mendukung,
maka sulitl diharapkan baiknya mutu pelayanan (Nursalam, 2014).
c. Unsur proses
Unsur proses adalah tindakan medis, keperawatan atau non medis.
Secara umum disebutkan apabila tindakan tersebut tidak sesuai dengan
standar yang telah ditetapkan (standard of conduct), maka sulit
diharapkan mutu pelayanan menjadi baik (Nursalam, 2014).
3. Dimensi Mutu
Pendekatan dalam kualitas pelayanan yang banyak dijadikan acuan
adalah model kualitas dengan metode SERVEQUAL (Service Quality)
yang dapat digunakan sebagai penentuan mutu pelayanan, model ini
dikembangkan dengan lima dimensi mutu pelayanan yaitu :
a. Bukti fisik (Tangibles), yang meliputi penampilan fasilitas fisik seperti
gedung dan ruangan, kebersihan, kerapihan, kenyamanan ruangan, dan
penampilan petugas.
b. Kehandalan (Reliability), yaitu kemampuan untuk memberikan
pelayanan yang tepat atau akurat dan kemampuan memberikan
pelayanan sesuai dengan yang dijanjikan.
c. Daya tanggap (Responsiveness), yaitu kesediaan untuk membantu
pelanggan, respon dan memberikan pelayanan yang cepat yang meliputi
kecepatan karyawan dalam menangani keluhan pelanggan serta
kesigapan karyawan dalam melayani pelanggan.
d. Jaminan (Assurance), yaitu kegiatan untuk menjamin kepastian
terhadap pelayanan yang akan diberikan kepada pelanggan, hal ini
meliputi kemampuan petugas atas pengetahuan terhadap jasa secara
tepat, keterampilan dalam memberikan pelayanan sehingga dapat
menumbuhkan rasa aman pada pelanggan sehingga dapat menanamkan
kepercayaan pelanggan terhadap perusahaan.
e. Empati (Emphaty), yaitu membina hubungan dan perhatian secara
individual yang diberikan perusahaan kepada pelanggan seperti
mendengarkan keluhan konsumen, kemudahan konsumen untuk
menghubungi perusahaan, kemampuan petugas untuk berkomunikasi
dengan konsumen/pelanggan dan usaha perusahaan untuk memahami
kebutuhan pelanggannya (Nursalam, 2014).
4. Faktor yang Mempengaruhi Mutu
Berikut adalah beberapa faktor yang secara fundamental (Wijono,
2011) dapat mempengaruhi mutu suatu produk baik barang maupun jasa
antara lain:
a. Manusia (Man)
Berbicara tentang manusia, suatu organisasi tidak akan dapat
berdiri dan berproses tanpa adanya manusia di dalamnya. Dapat
dikatakan jika manusia menjadi kunci penting yang dapat menentukan
berjalan tidaknya suatu organisasi dengan baik. Terkait dengan
manusia, ada beberapa hal yang dapat menjadi kualifikasi penting
dalam menentukan mutu yang dihasilkan, antara lain jumlah (harus
cukup), pengalaman kerja dibidangnya dan kualifikasi pendidikan
orang-orang yang ada di dalam organisasi tersebut.
b. Keuangan (Money)
Keuangan memang bukan segalanya, namun jika suatu organisasi
ingin maju, ingin berkembang dan dapat menghasilkan produk yang
berkualitas tinggi, tentu membutuhkan biaya yang mencukupi.
Penyesuaian pembiayaan dalam peningkatan mutu pelayanan
memerlukan biaya yang cukup.
c. Bahan-bahan (Material)
Bahan-bahan ataupun peralatan menjadi faktor pendukung
terselenggarannya pelayanan kesehatan atau keperawatan yang
berkualitas. Kecukupan peralatan dan bahan-bahan habis pakai harus
diatur dengan baik sehingga kebutuhannya selalu tercukupi dan tidak
sampai kekurangan.
d. Machines and mechanization
Penyesuaian peralatan-peralatan dengan kebutuhan dan kemajuan
teknologi sangat diperlukan guna meningkatkan mutu pelayanan dan
kepuasan pelanggan.
e. Modern information methods
Informasi yang cepat dan akurat untuk Evidence Based sangat
diperlukan dalam menunjang mutu pelayanan. Dengan demikian, yang
dapat dilakukan oleh pihak manajemen adalah menyediakan akses
penting bagi semua personil, termasuk personil keperawatan untuk
memperoleh informasi-informasi penting yang terkait kemajuan-
kemajuan dunia keperawatan.
f. Pemasaran (Market)
Tuntutan pasar semakin tinggi dan luas sehingga harus direspons
secara cepat dan tepat.
g. Manajemen (Management)
Manajemen yang baik dengan selalu mengikuti alur-alur fungsi
manajemen sangat diperlukan (planning, organizing, actuating,
controlling atau model plan, do, check, action) dan juga dalam
menciptakan dan membuat struktur organisasi yang solid.
h. Motivasi (Motivation)
Motivasi tinggi menjadi salah satu kunci dalam memberikan
pelayanan keperawatan yang berkualitas. Motivasi yang tinggi akan
memberikan dukungan kepada setiap personil keperawatan untuk dapat
melakukan asuhan keperawatan yang terbaik. Dengan demikian,
outputnya adalah pelayanan keperawatan yang bermutu, dan
dampaknya pelanggan atau pasien merasa puas.
i. Mounting Products requirement
Persyaratan produk pelayanan yang meningkat yang diminta
pelanggan harus selalu dilakukan penyesuaianmutu secara terus
menerus secara dinamis.
5. Faktor Mutu yang dapat Dikontrol
a. Manusia (Man)
Di dalam unsur manusia (man) terdapat manusia (sumber daya
manusia yang ada) dapat dikendalikan dengan jumlah (harus cukup)
sesuai dengan ratio seharusnya antara perawat dan pasien, sehingga
tidak ada beban kerja yang berlebihan dan dapat meningkatkan
efektiftas dan kualitas pelayanan asuhan keperawatan, kemudian
pengalaman kerja dibidangnya dan kualifikasi pendidikan orang-orang
yang ada di dalam organisasi, hal ini dapat dikendalikan dengan
melakukan seleksi pegawai secara selektif sesuai dengan kemampuan.
Dalam hal ini komite keperawatan dengan sub komite kredensialing
berperan penting untuk dapat menghasilkan perawat yang kompeten
dan terampil di bidangnya.
b. Keuangan (Money)
Dalam peningkatan mutu layanan asuhan keperawatan diperlukan
adanya keuangan cukup dan pemanfaatan uang sesuai dengan
kebutuhan dan ketepatan manfaat.
c. Bahan-bahan (Material)
Dalam material terkait dengan segala kebutuhan habis pakai yang
dapat dipergunakan dalam operasional pelayanan pasien. hal ini dapat
dikendalikan dengan mengajukan barang-barang habis pakai guna
mendukung keberlangsungan dalam pelayanan keperawatan, dan
menggunakan segala peralatan tersebut secara efisien dan tepat guna.
Dalam material aterkait dengan segala peralatan yang dapat
dipergunakan dalam operasional pelayanan pasien. hal ini dapat
dikendalikan dengan mengajukan peralatan-peralatan guna mendukung
keberlangsungan dalam pelayanan keperawatan.
6. Persepsi Mutu
Pandangan atau sering disebut juga dengan persepsi merupakan
suatu proses dimana individu memberikan makna terhadap kesan indera
mereka pada saat memperoleh pelayanan kesehatan, setiap orang akan
mempunyai persepsi yang berbeda secara objektif, karena persepsi
merupakan penafsiran yang nyata dan masing-masing orang memandang
hal tersebut dari sudut perspektif yang berbeda (Robbins, 2008).
Persepsi mutu pelayanan kesehatan merupakan hasil dari
pengalaman dan apa yang mereka dapatkan dalam layanan kesehatan yang
nantinya mempunyai persepsi berbeda-beda tentang unsur penting dalam
menentukan mutu layanan kesehatan. Perbedaan ini antara lain disebabkan
oleh terdapatnya perbedaan latar belakang, pendidikan, umur, jenis
kelamin, pekerjaan, pengalaman, dan lingkungan (Wijono, 2011).
Persepsi mutu adalah pandangan seseorang terhadap stimulus yang
diterima dari panca indera, sehingga nantinya dapat memberikan penilaian
atas pelayanan yang mereka terima, jika sudah sesuai dengan apa yang
mereka harapkan maka para konsumen akan merasa puas akan pelayanan
yang telah mereka terima dan rasakan (Walgito, 2010).
7. Penilaian Mutu Pelayanan Keperawatan
a. Audit Struktur (Input)
Struktur merupakan masukan (input) yang meliputi sarana fisik
perlengkapan/peralatan, organisasi, manajemen, keuangan, sumber daya
manusia dan sumber daya lainnya dalam fasilitas keperawatan. Baik
tidaknya struktur sebagai input dapat diukur dari jumlah besarnya mutu,
mutu struktur, besarnya anggaran atau biaya dan kewajaran. Penilaian
juga dilakukan terhadap perlengkapan-perlengkapan dan instrumen
yang tersedia dan dipergunakan untuk pelayanan. Selain itu pada aspek
fisik, penilaian juga mencakup pada karakteristik dari administrasi
organisasi dan kualifikasi dari profesi kesehatan. Pendapat yang hampir
sama dikemukakan oleh Tappen (1995), yaitu bahwa struktur
berhubungan dengan pengaturan pelayanan keperawatan yang diberikan
dan sumber daya yang memadai (Wijono 2000). Aspek dalam
komponen struktur dapat dilihat melalui :
1) Fasilitas, yaitu kenyamanan, kemudahan mencapai pelayanan dan
keamanan
2) Peralatan, yaitu suplai yang adekuat dan seni menempatkan peralatan
3) Staf, meliputi pengalaman, tingkat absensi, rata-rata turnover dan
rasio pasien-perawat
4) Keuangan, yaitu meliputi gaji, kecukupan dan sumber keuangan.
5) Tenaga, obat tekhnologi dan informasi
b. Proses (Process)
Pendekatan ini merupakan proses yang mentransformasi struktur
(input) ke dalam hasil (outcome). Proses adalah kegiatan yang
dilaksanakan secara profesional oleh tenaga kesehatan dalam hal ini
perawat dan interaksinya dengan pasien (Wijono 2000).
Kegiatan proses mencakup diagnosa, rencana perawatan, indikasi
tindakan, prosedur dan penanganan kasus. Penilaian dilakukan terhadap
perawat dalam merawat pasien. Baik tidaknya proses dapat diukur dari
relevan tidaknya proses bagi pasien, fleksibelitas/efektifitas, mutu
proses itu sendiri sesuai dengan standar pelayanan yang semestinya, dan
kewajaran (tidak kurang dan tidak berlebihan). Pendekatan ini
difokuskan pada pelaksanaan pemberian pelayanan keperawatan
oleh perawat terhadap pasien dengan menjalankan tahap-tahap asuhan
keperawatan. Pada penilaiannya dapat menggunakan teknik observasi
maupun audit dari dokumentasi keperawatan. Indikator baik tidaknya
proses dapat dilihat dari kesesuaian pelaksanaan dengan standar
operasional prosedur, relevansi tidaknya dengan pasien dan efektifitas
pelaksanaannya.
c. Hasil (Outcome)
Pendekatan ini adalah hasil akhir kegiatan dan tindakan perawat
terhadap pasien. Adanya perubahan derajat kesehatan dan kepuasan
baik positif maupun negatif. Baik tidaknya hasil dapat diukur dari
derajat kesehatan pasien dan kepuasan pasien terhadap pelayanan
perawatan yang telah diberikan (Wijono 2000).
Pada proses pelayanan keperawatan, outcome dapat berupa
perubahan yang terjadi pada konsumen termasuk kepuasan dari
konsumen. Tanpa mengukur hasil kinerja rumah sakit dan tidak
diketahui apakah input proses yang baik menghasilkan output yang baik
(Nursalam, 2014).
Pendekatan-pendekatan di atas dapat digunakan sebagai indikator
dalam melakukan penilaian terhadap mutu. Namun, sebagai suatu
sistem penilaian mutu sebaiknya dilakukan pada ketiga unsur dari
sistem tersebut yang meliputi struktur, proses dan hasil. Setelah
didapatkan hasil penilaiannya, maka dapat dilakukan strategi yang tepat
untuk mengatasi kekurangan atau penilaian negatif dari mutu pelayanan
tersebut. Seiring berjalannya waktu, strategi peningkatan mutu
mengalami perkembangan yang dapat menjadi wacana kita mengenai
strategi mana yang tepat dalam melakukan upaya yang berkaitan
dengan mutu pelayanan.
8. Upaya Peningkatan Mutu
Peningkatan mutu dapat dilakukan dengan berebagai cara yang dapat
dijelaskan sebagai berikut :
a. Mengembangkan akreditasi dalam meningkatkan mutu rumah sakit
b. ISO 9001:2000 yaitu standar internasional untuk sistem manajeman
kualitas yang bertujuan untuk menjamin kesesuaian proses pelayanan
keperawatan
c. Memperbaharui keilmuan untuk menjamin tindakan medis dan tindakan
keperawatan didukung oleh bukti ilmiah yang mutakhir
d. Good corporate governance
e. Clinical governance
f. Mengembangkan aliansi dengan rumah sakit di dalam ataupun luar
negeri
g. Melakukan evaluasi terhadap strategi pembiayaan
h. Orientasi ada pada pelayanan (Nursalam, 2014).
H. Daftar Pustaka
Depkes (2007). Penggunaan system Casemix diambil tanggal 14 maret 2007
dari: http: //www.depkes.go.id/index.php?option=news&task
=viewarticle &sid=1522&itemid=2
ICN (2007). Diagnosis Related Group diambil tanggal 25 maret 2007 dari
http://www.icn.ch/matters.drg.htm