Anda di halaman 1dari 59

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Landasan Teori

2.1.1. Manajemen Sumber Daya Manusia

Istilah manajemen sumber daya manusia sering disepadankan

dengan istilah manajemen personalia, manajemen sumber daya insane,

manajemen kepegawaian, manajemen perburuhan, manajemen tenaga

kerja, administrasi personil, administrasi kepegawaian dan berbagai istilah

lainnya. Untuk itu, istilah-istilah tersebut sering dipergunakan saling

menggantikan, bahkan lebih jauh, penggunaan istilah yang saling berganti

tersebut bisa menimbulkan berbagai macam kerancuan dan

ketidakkonsistenan dalam penggunaan istilah, apabila tidak diterapkan

dalam konteks subjek yang dikaji dengan benar. Namun demikian, penulis

tidak akan ikut berpolemik dalam penggunaan istilah tersebut, penulis

hanya akan menyajikan sejumlah definisi menurut para ahli sebagai

berikut:

12
13

Armstrong (2009:4) berpendapat bahwa: “The practice of human


resource management (HRM) is concerned with all aspects of how
pople are employed and managed in organizations. It covers
activities such as strategic HRM, human capital management,
corporate social responsibility, knowledge management,
organization development, resourcing (human resource planning,
recruiement and selection, and talend management), performance
management, learning and development, reward management,
employee relations, employee well-being and health and safety and
the provision of employee services. HRM practice has a strong
conceptual basis drawn from the behavioral sciences and from
atrategic management, human capital and industrial relations
theories”.

Praktek manajemen sumber daya manusia (SDM) berkaitan dengan

semua aspek tentang bagaimana orang bekerja dan dikelola dalam

organisasi. ini mencakup kegiatan seperti strategi sumber daya manusia,

manajemen sumber daya manusia, tanggung jawab sosial organisasi,

manajemen pengetahuan, pengembangan organisasi, sumber SDM

(perencanaan sumber daya manusia, rekrutmen dan seleksi, dan

manajemen bakat), manajemen kinerja, pembelajaran dan pengembangan,

manajemen imbalan, hubungan pegawai, kesejahteraan pegawai, kesehatan

dan keselamatan, serta penyediaan jasa pegawai. Praktek sumber daya

manusia memiliki dasar konseptual yang kuat, yang diambil dari ilmu-

ilmu perilaku dan dari manajemen strategis, modal manusia dan teori

hubungan industrial teori. Pemahaman ini telah dibangun dengan bantuan

dari berbagai proyek-proyek penelitian.

Sedangkan terkait dengan kebijakan sumber daya manusia menurut

Legge dalam (Armstrong, 2009:4), menyatakan bahwa:


14

“Human resource policies should be integrated with strategic


business planning and used to reinforce an appropriante (or
change an inappropriate) organization culture, that human
resources are valuable and a source of competitive advantage, that
they may be tapped most effectively by mutually consistent policies
that promote commitment and which, as a consequence, foster a
willingness in employees to act fl exibly in the interest of the
adaptive organization’s pursuit of excellence”.

Kebijakan sumber daya manusia harus diintegrasikan dengan

perencanaan strategis nisnis dan digunakan untuk memperkuat suatu

budaya yang sesuai (atau mengubah budaya) dalam organisasi, bahwa

sumber daya manusia merupakan sumber daya yang berharga dan sumber

keunggulan kopetitif, bahwa sumber daya manusia mungkin paling efektif

dikembangkan dan didorong oleh kebijakan yang konsisten, yang

mendorong munculnya komitmen, akibatnya kemauan pegawai akan

berkembang, untuk bertindak lebih fleksibel dalam menyesuaikan dengan

kepentingan organisasi untuk meraih keunggulan.

Menurut Veithzal Rivai (2009:1), “Manajemen sumber daya


manusia merupakan salah satu bidang dari manajemen umum yang
meliputi segi-segi perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan
pengendalian. Proses ini terdapat dalam fungsi atau bidang
produksi, pemasaran, keuangan, maupun kepegawaian.
15

Karena sumber daya manusia (SDM) dianggap semakin penting

perannya dalam mencapai tujuan organisasi, maka semakin pengalaman

dan hasil penelitian dalam bidang sumber daya manusia dikumpulkan

secara sistematis dalam apa yang disebut manajemen sumber daya

manusia. Istilah manajemen mempunyai arti sebagai kumpulan

pengetahuan tentang bagaimana seharusnya me-manage (mengelola)

sumber daya manusia.

Raymond A. Noe et. Al., (2010:5), human resources management

(HMR) mengacu pada kebijakan-kebijakan, praktik-praktik, serta sistem-

sistem yang mempengaruhi perilaku, sikap dan kinerja pegawai. Banyak

organisasi menyebut konsep manajemen sumber daya manusia sebagai

bentuk praktik-praktik tentang manusia. Strategi yang mendasari praktik

tersebut perlu dipertimbangkan agar dapat memaksimalkan pengaruhnya

terhadap kinerja organisasi.

Sedangkan Llyod Byars & Leslie Rue (2006:4) menyatakan bahwa


“Human resource management is activities designed to provide for
and coordinate the human resource of an organization”, ini berarti
manajemen sumber daya manusia adalah kegiatan yang dirancang
untuk menyediakan dan mengkoordinasikan sumber daya manusia
dari suatu organisasi.
16

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa manajemen sumber

daya manusia merupakan bagian penting dari organisasi karena

manajemen sumber daya manusia melibatkan semua keputusan dan

praktik manajemen yang mempengaruhi secara langsung sumber daya

manusia dalam membantu organisasi untuk mencapai tujuan dari

organisasi tersebut dengan cara memanfaatkan bakat manusia secara

efektif dan efisien sehingga akan berdampak pada peningkatan kepuasan

pegawai, inovasi, produktivitas dan pengembangan reputasi organisasi itu

sendiri.

1. Praktek Manajemen Sumber Daya Manusia (HR Practices)

Manajemen sumber daya manusia memiliki cakupan praktek

yang sangat luas. Penulis mengambil 4 praktek yang digunakan oleh

(Asad, Hussain, Nayyab, Ashraf, dan Adnan, 2011:409-416) dalam

penelitiannya yakni:

1) Training and Development


17

Pada umumnya, training berkenaan dengan suatu upaya yang

direncanakan oleh suatu organisasi untuk memfasilitasi

pembelajaran bagi pegawai dan kompetensi-kompetensi yang

berhubungan dengan pekerjaan. Kompetensi-kompetensi ini

termasuk pengetahuan, keahlian, atau perilaku yang penting bagi

keberhasilan kinerja pegawai. Tujuan dari training adalah agar

para pegawai mampu menguasai pengetahuan, keahlian dan

perilaku yang ditekankan pada program training dan untuk

mengaplikasikannya ke dalam aktivitas pekerjaan sehari-hari

mereka.
18

Training harus melibatkan lebih dari sekedar pengembangan

keahlian untuk dapat menawarkan competitive advantage. Training

sedang bergerak dari fokus utamanya untuk mengajarkan keahlian

khusus bagi pegawai, kepada fokus yang lebih luas, yaitu untuk

menghasilkan dan membagikan pengetahuan. Oleh karena itu,

untuk menggunakan training untuk memperoleh competitive

advantage, suatu organisasi perlu memandang training secara luas

sebagai suatu cara untuk menghasilkan modal intelektual. Modal

intelektual termasuk basic skills (keahliankeahlian yang yang

diperlukan untuk melakukan pekerjaan seseorang), advanced skills

(seperti bagaimana untuk menggunakan teknologi untuk berbagi

informasi dengan pegawai-pegawai lain), pengertian terhadap

pelanggan atau sistem manufaktur, dan kreativitas yang dimotivasi

oleh diri sendiri (Noe, Hollenbeck, Gerhart dan Wright, 2008:267).


19

Menurut Dessler (2010:270), training mengacu pada metode-

metode yang digunakan untuk memberikan pegawai baru dan tetap

keahlian-keahlian yang mereka perlukan untuk melakukan

pekerjaan pekerjaan. Training adalah indikator dari manajemen

yang baik. Memiliki pegawai-pegawai yang berpotensi tinggi tidak

menjamin bahwa mereka akan sukses. Malah, mereka harus

mengetahui apa yang anda ingin mereka lakukan dan bagaimana

anda ingin mereka melakukannya. Jika mereka tidak

mengetahuinya, mereka akan melaksanakan perkerjaan dengan

cara mereka sendiri, bukan dengan cara yang organisasi inginkan.

Atau mereka akan berimprovisasi, dan bahkan lebih buruk, tidak

melakukan suatu hal pun yang produktif. Training yang baik

adalah vital bagi organisasi.


20

Sedangkan menurut Mondy (2010:198), training adalah

aktivitas-aktivitas yang dirancang untuk menyediakan para

pembelajarnya dengan pengetahuan dan keahlian yang diperlukan

untuk perkerjaan-pekerjaan mereka kini. Training seringkali

dihubungkan dengan kata “development”. Development adalah

pembelajaran yang mencakup lebih dari pekerjaanperkerjaan yang

kini dihadapi dan memiliki lebih banyak fokus jangka panjang.

Aktivitas training dan development memiliki potensi untuk

menyelaraskan pegawai-pegawai dengan strategi korporat

organisasi. Beberapa manfaat strategis dari training dan

development adalah kepuasan pegawai, peningkatan moral, retensi

yang lebih tinggi, turnover yang lebih rendah, meningkatkan

perekrutan, dan fakta bahwa pegawai yang merasa puas akan

pekerjaannya akan menghasilkan kepuasan pelanggan.


21

Pelatihan kerja menurut Yuniarsih dan Suwatno (2008:133)

merupakan penciptaan suatu lingkungan di mana para pegawai

dapat memperoleh atau mempelajari sikap, kemampuan, keahlian,

pengetahuan dan perilaku yang spesifik yang berkaitan dengan

pekerjaan. Menurut Veithzal dan Sagala (2009:212) pelatihan

adalah proses yang secara sistematis mengubah perilaku pegawai

untuk mencapai tujuan organisasi. Pelatihan kerja (training) secara

keseluruhan merupakan upaya, metode, aktivitas yg direncanakan

oleh pihak organisasi untuk memfasilitasi pegawai keahlian-

keahlian dasar (basic skills) dan keahlian-keahlian lanjutan

(advance skills) yang mereka butuhkan berupa peningkatan

kompetensi (pengetahuan, sikap, perilaku, kemampuan, dan

keahlian yang spesifik) untuk melakukan pekerjaannya.

2) Performance Reward

Menurut Byars & Rue (2006:244) penghargaan kinerja

adalah penghargaan yang diberikan kepada pegawai atau staf oleh

organisasi dalam hal pencapaian kerja. Menurut Mathis dan

Jackson (2010:166) penghargaan kinerja adalah penghargaan yang

diterima orang-orang atas pekerjaannya yang berupa upah, insentif

dan benefit.
22

Secara keseluruhan pengertian penghargaan kinerja

merupakan penghargaan yang diberikan kepada pegawai atas

pekerjaannya yang berupa upah, insentif dan benefit oleh

organisasi.

3) Performance Appraisal

Menurut Snell dan Bohlander (2010:362) Performance

Appraisal didefinisikan sebagai proses penilaian yang dirancang

untuk membantu pegawai mengerti peran, tujuan, ekspektasi dan

kesuksesan kinerja yang diadakan secara berkala.

Mathis dan Jackson (2006:382), penilaian kinerja adalah

proses mengevaluasi seberapa baik pegawai melakukan pekerjaan

mereka jika dibandingkan dengan seperangkat standar, dan

kemudian mengkomunikasikan informasi tersebut kepada pegawai.

Penilaian kinerja juga disebut pemeringkatan pegawai, evaluasi

pegawai, tinjauan kinerja, evaluasi kinerja dan penilaian hasil.

Secara keseluruhan performance appraisal dapat disimpulkan

sebagai sebuah proses penilaian, pengevaluasian, pengembangan

mengenai bagaimana pegawai melakukan pekerjaannya untuk

membantu mengerti peran, tujuan, ekspektasi dan kesuksesan.


23

Penilaian kinerja pegawai dapat menggunakan berbagai

pendekatan dan metode. Salah satu pendekatan penilaian perilaku

(behavioral rating approaches) yang lebih berusaha untuk menilai

perilaku pegawai dibandingkan karakteristik yang lainnya

mencakup metode BARS (behaviorally anchored rating scales)

dimana metode tersebut membandingkan apa yang dilakukan

pegawai terhadap kemungkinan perilaku yang ditunjukan pada

suatu pekerjaan (Mathis dan Jackson, 2006:399-400).

4) Coordination

Menurut Griffin (2012:165), koordinasi adalah proses

menghubungkan aktivitas-aktivitas berbagai departemen di dalam

sebuah organisasi. Koordinasi merupakan salah satu elemen utama

dari fungsi manajemen Organizing.

Menurut Daft (2012:281) koordinasi merupakan kualitas dari

kolaborasi di antara departemen-departemen. Tanpa koordinasi

tangan kanan organisasi tidak akan berjalan seiring dengan tangan

kiri organisasi, yang dapat menyebabkan timbulnya masalah dan

konflik. Koordinasi diperlukan walaupun organisasi memiliki

struktur fungsional, divisional maupun tim.


24

Menurut Naidu dan Rao (2008:99) koordinasi adalah proses

yang memastikan yang memastikan fungsi manajemen berjalan

lancar. Dapat disimpulkan bahwa koordinasi merupakan proses

yang menghubungkan setiap aktivitas di dalam organisasi dan

memastikan fungsi manajemen berjalan dan berkolaborasi baik.

2. Peranan Manajemen Sumber Daya Manusia

Telah umum diketahui bahwa dalam suatu organisasi terdapat

dua jenis satuan kerja. Disatu pihak, terdapat satuan-satuan kerja

pelaksana tugas pokok seperti bagian produksi, bagian pemasaran,

bagian promosi dan bagian penjualan. Dipihak lain, terdapat berbagai

satuan kerja pelaksana tugas pendukung seperti bagian keuangan,

bagian akunting, bagian logistic, bagian perkantoran dan bagian

sumber daya manusia. Satuan-satuan kerja pelaksana tugas pokok

sering dianggap lebih penting ketimbang satuan-satuan kerja pelaksana

kegiatan pendukung karena satuan-satuan kerja tersebut dipandang

sebagai “pencari uang” (profit centers), sedangkan yang lainnya

dipandang sebagai “beban organisasi” (cost centers).


25

Telah disinggung bahwa pandangan yang bersifat dikotomis

demikian sebenarnya tidak boleh terdapat dalam organisasi, karena

dalam arti yang sesungguhnya, semua satuan kerja memainkan peranan

yang penting dalam meraih keberhasilan, termasuk dalam peningkatan

produktivitas kerja. Dari sudut pandang demikianlah, peranan

manajemen sumber daya manusia harus dilihat. Peranan tersebut

berkisar pada empat hal, yaitu:

1) Pelaksana Kegiatan Pendukung


26

Peranan ini sangat penting karena berkaitan dengan berbagai

fungsi manajemen sumber daya manusia yang harus terselenggara

dengan tingkat efisiensi dan efektivitas yang setinggi mungkin.

Sasarannya antara lain ialah, tersedianya sumber daya manusia

yang andal, dalam arti, mampu melaksanakan berbagai aktivitas

yang menjadi tanggung jawabnya terhadap berbagai satuan kerja

dalam organisasi dimana ia ditempatkan. Karena berdasarkan

prinsip fungsionalisasi, upaya mencari dan mempertahankan

sumber daya manusia diserahkan kepada satuan kerja ini, maka

dukungan berarti menjamin bahwa sumber daya manusia yang

memiliki berbagai jenis pengetahuan dan keterampilan tersedia

setiap waktu bila diperlukan oleh satuan-satuan kerja lainnya

dalam organisasi. satuan-satuan kerja lain itu memperkerjakan dan

menggunakan sumber daya manusia dimaksud. Apabila dukungan

tersebut tidak dapat diberikan dengan baik, sulit membayangkan

satuan-satuan kerja lainnya dapat menyelenggarakan fungsinya

dengan sebaik-baiknya. Tegasnya, tanpa dukungan yang sebaikm

mungkin satuan-satuan kerja lain dalam organisasi tidak akan dapat

meningkatkan produktivitas kerjanya.

2) Pemilik Wewenang Staf


27

Wewenang yang dimiliki oleh berbagai satuan kerja dalam

organisasi didasarkan pada sifat tugasnya, apakah “tugas pokok”

atau “tugas penunjang”. Satuan kerja pelaksana tugas pokok

memiliki wewenang komando yang dikenal pula dengan istilah

“wewenang lini”, sedangkan wewenang yang dimiliki oleh satuan

kerja penunjang bersifat nasihat atas dasar keahlian, yang dikenal

pula dengan istilah “wewenang staf”.

Yang sangat penting untuk dicermati ialah, jangan sampai

timbul persepsi dikalangan para anggota bahwa hanya wewenang

linilah yang pantas diperhatikan dan ditaati, sedangkan wewenang

staf boleh didengar tetapi boleh juga tidak karena sifatnya berupa

nasihat. Harus ditekankan bahwa wewenang staf mutlak perlu

diperhatikan dan dilaksanakan karena digunakan berdasarkan

keahlian dibidang fungsi penunjang yang menjadi tanggung jawab

satuan kerja yang bersangkutan, seperti halnya dalam manajemen

sumber daya manusia. Keahlian fungsional demikian tidak dimiliki

oleh para manajer bidang teknis. Perlunya nasihat tersebut

diperhatikan dan dilaksanakan terlihat semakin jelas apabila diingat

bahwa tidak sedikit kegiatan manajemen sumber daya manusia

yang hanya boleh dilaksanakan oleh tenaga-tenaga professional,

bahkan diperlukan setifikasi dari lembaga-lembaga sertifikasi yang

terdiri di masyarakat, di luar organisasi.


28

3) Perumusan Kebijaksanaan dan Penentu Praktek-praktek

Manajemen Sumber Daya Manusia

Satuan kerja yang menangani sumber daya manusialah yang

bertanggung jawab untuk merumuskan dan menentukan

kebijaksanaan dan praktek-praktek yang menyangkut sumber daya

manusia dalam organisasi. tentunya perumusan dan penentuan

kebijaksanaan dan praktek-praktek tersebut tidak dilakukan sendiri,

melainkan:

a) Dengan memperoleh masukan dari satuan-satuan kerja

pengguna tenaga kerja;

b) Dengan mempertimbangkan strategi organisasi;

c) Dengan memahami situasi pasaran kerja;

d) Dengan memperhitungkan kondisi persaingan yang dihadapi

oleh organisasi yang bersangkutan.

Dengan demikian, kebijaksanaan yang ditetapkan dan berlaku

untuk semua satuan kerja dalam organisasi bukan hanya dapat

diterima oleh beberapa satuan kerja dalam organisasi, akan tetapi

juga dapat diterapkan secara seragam dalam seluruh tubuh

organisasi. Keseragaman ini sangat penting karena dengan

demikian akan semakin mudah untuk mengelola organisasi sebagai

suatu sistem dan juga akan sangat penting artinya dalam

menghilangkan dikotomi yang telah disinggung di muka.

4) Pemroses saran Para “Line Managers”


29

Telah ditekankan di muka bahwa dalam menjalankan roda

organisasi, para manajer lini adalah juga menajer sumber daya

manusia. Para manajer itulah yang paling mengetahui tugas mereka

dan mereka pulalah yang paling terjamin apabila manajemen

sumber daya manusia mampu memainkan peranannya dengan

tingkat efisiensi dan efektivitas yang setinggi mungkin.

Dinyatakan dengan cara lain, tenaga kerja yang harus

memiliki profesionalisme yang tinggi dalam satuan kerja pengelola

sumber daya manusia tidak bekerja untuk diri sendiri dan tidak

pula untuk kepentingan satuan kerja yang bersangkutan. Artinya,

satuan kerja pengelola sumber daya manusia tidak boleh

berorientasi pada “pelestarian keuntungan kelompok sendiri” (self-

perpetuating). Bahwa mereka pun ingin maju, berhasil dalam

meniti karir, dan memperoleh penghasilan yang wajar, itu tidak

perlu dipersoalkan. Pengakuan tentang pentingnya keberhasilan

mereka harus bersumber dari ketangguhannya mengelola sumber

daya manusia dalam organisasi.


30

Apakah manajemen sumber daya manusia memainkan perannya dengan

baik, akan terlihat pada mampu tidaknya satuan kerja tersebut

menyelenggarakan berbagai fungsinya dengan baik. Berbagai fungsi

itulah yang akan dibahas berikut ini dengan penekanan yang berbeda-

beda, tergantung pada kaitannya dengan “benang merah” dalam karya

tulis ini yaitu, bahwa produktivitas kerja organisasi harus dan selalu

dapat ditingkatkan.

2.1.2. Kesejahteraan Pegawai


31

Karyawan adalah salah satu pilar penting bagi setiap perusahaan.

Karyawan perlu dikelola agar tetap produktif. Akan tetapi pengelolaan

karyawan bukanlah hal yang mudah, karena selain memiliki keterampilan,

karyawan juga mempunyai pikiran, perasaan, status, keinginan dan latar

belakang yang heterogen serta kondisi yang berbeda-beda. Oleh karena itu

perusahaan harus bisa mendorong karyawan agar tetap produktif dalam

mengerjakan tugas-tugas dan tanggung jawabnya masing-masing yaitu

dengan memberikan sesuatu yang menimbulkan kepuasan dalam diri

karyawan, sehingga perusahaan dapat mempertahankan karyawan yang

loyalitas dan dedikasi yang tinggi serta memiliki pengalaman dan potensi

dalam bidang pekerjaannya. Dalam bekerja seorang karyawan tentunya

menginginkan memperoleh sesuatu sesuai dengan yang diharapkannya.

Salah satu bentuk keinginan yang ingin diperoleh adalah kesejahteraan

dalam bekerja. Kesejahteraan karyawan merupakan salah satu tolak ukur

keberhasilan karyawan dalam meraih hidup dan keberhasilan perusahaan

karena mampu memenuhi kebutuhan karyawan.


32

Setelah karyawan diterima, dikembangkan, mereka perlu dimotivasi

agar tetap mau bekerja pada perusahaan sampai pensiun. Untuk

mempertahankan karyawan ini kepadanya diberikan kesejahteraan atau

kompensasi pelengkap (fringe benefits). Kesejahteraan yang diberikan

sangat berarti dan bermanfaat untuk memenuhi kebutuhan fisik dan mental

karyawan beserta keluarganya. Pemberian kesejahteraan akan menciptakan

ketenangan, semangat kerja, dedikasi, disiplin, dan sikap loyal karyawan

terhadap perusahaan. Program kesejahteraan karyawan adalah balas jasa

pelengkap (material dan nonmaterial) yang diberikan berdasarkan

kebijaksanaan. Tujuannya untuk mempertahankan dan memperbaiki kondisi

fisik dan mental karyawan agar produktivitas kerjanya meningkat

Setiap bulan organisasi memberikan gaji kepada pegawainya.

Namun, organisasi juga perlu memberikan tunjangan, fasilitas ataupun uang

diluar gaji yang biasa disebut kesejahteraan. Pemberian kesejahteraan

merupakan salah satu cara yang efektif untuk memelihara sikap pegawai

agar merasa puas, nyaman serta senang dalam bekerja. Dengan begitu,

motivasi pegawai untuk berprestasi akan terus meningkat.


33

Tujuan pemberian kesejahteraan tidak hanya untuk kepentingan

pegawai saja tetapi juga untuk kepentingan organisasi. Kebijakan organisasi

dalam menetapkan dan memberikan kesejahteraan kepada pegawai

hendaknya dilakukan berdasarkan asas keadilan dan kelayakan serta sesuai

dengan undang-undang ketenagakerjaan yang telah ditetapkan pemerintah.

Kebijakan pemberian kesejahteraan, baik jenis maupun besarnya harus

berdasarkan analisis tugas dan tanggung jawab, uraian pekerjaan, jabatan

serta lamanya masa kerja.

Selain itu juga, waktu pembayarannya. Organisasi harus membayar

tepat pada waktu yang telah ditetapkan. Hal itu, akan membuat kepercayaan

pegawai kepada organisasi semakin besar. Pegawai akan merasa tenang dan

konsentrasi kerja akan lebih baik. Tetapi, apabila organisasi tidak membayar

tepat waktu, akibatnya, pegawai menjadi tidak disiplin kerja, tidak loyal

kepada organisasi dan sudah tentu kualitas kerja pegawai akan menurun.

Menurut Hasibuan (2006a:185) bahwa : “Program kesejahteraan


karyawan adalah balas jasa pelengkap (material dan nonmaterial)
yang diberikan berdasarkan kebijaksanaan”. Program kesejahteraan
karyawan merupakan jenis kompensasi pelengkap di mana hampir
semua organisasi memberikannya kepada setiap karyawannya yang
pemberiannya tidak didasarkan pada kinerja pegawai. Tujuannya
untuk mempertahankan dan memperbaiki kondisi fisik dan mental
karyawan agar priduktivitas kerjanya meningkat

Kesejahteraan karyawan yang juga dikenal benefit mencakup semua

jenis penghargaan berupa uang yang tidak dibayarkan secara langsung

kepada karyawan.
34

”Moekijat (2002:166), mengemukakan pandangan sebagai berikut :


Dalam perusahaan pelayanan pegawai mempunyai bermacam-
macam nama. Ada yang menyebut program “benefit”, ada yang
menyebut “kesejahteraan pegawai” (employee welfare) dan yang lai
lagi menekankan kepada biaya-biaya dan menyebutnya “daftar
pembayaran yang disembunyikan” (hidden payroll). Akan tetapi
yang paling lazim pelayanan pegawai itu dianggap sebagai bagian
dari pada kesejahteraan sosial (fringe benefits). Kesejahteraan sosial
demikian umumnya mengandung lebih dari pada apa yang
dimaksudkan oleh pengertian pelayanan pegawai.

Jadi dapat disimpulkan bahwa kesejahteraan pegawai adalah suatu

usaha organisasi sebagai balas jasa pelengkap berupa uang dan tunjangan

ataupun penghargaan baik secara langsung maupun tidak langsung

berdasarkan kebijaksanaan sesuai dengan kemampuan organisasi dalam

rangka mempertahankan pegawainya dan memperbaiki kondisi baik secara

fisik maupun mental psikologis pegawai agar sejahteraan dan produktivitas

kerjanya meningkat.

2.1.2.1. Tujuan Pemberian Kesejahteraan Pegawai

Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa tujuan

pemberian kesejahteraan tidak hanya untuk kepentingan pegawai saja

tetapi juga untuk kepentingan organisasi dan agar tujuan pemberian

kesejahteraan tercapai, diharapkan ada timbal bailk yang saling

menguntungkan antara organisasi dengan pegawai. Bagi pegawai dapat

memenuhi kebutuhannya dan bagi organisasi mendapatkan laba.


35

Manurut Hasibuan (2006d:187), “Kesejahteraan yang diberikan

hendaknya bermanfaat dan mendorong untuk tercapainya perusahaan,

karyawan, dan masyarakat serta tidak melanggar peraturan legal

pemerintah”. Tujuan pemberian kesejahteraan antara lain sebagai berikut :

1. Untuk meningkatkan kesetian dan keterikatan karyawan-karyawan

kepada perusahaan.

2. Memberikan ketenangan dan pemenuhan kebutuhan bagi karyawan

beserta keluarganya.

3. Memotivasi gairah kerja, disiplin, dan produktivitas kerja karyawan.

4. Menurunkan tingkat absensi

5. Menciptakan lingkungan dan suasana kerja yang baik serta nyaman.

6. Membantu lancarnya pelaksanaan pekerjaan untuk mencapai tujuan.

7. Memelihara kesehatan dan meningkatkan kualitas karyawan.

8. Mengefektifkan pengadaan karyawan.

9. Membantu pelaksanaan program pemerintah dalam meningkatkan

kualitas manusia Indonesia.


36

10. Mengurangi kecelakaan dan kerusakan peralatan perusahaan

Tujuan pemberian kesejahteraan kepada pegawai menurut

Moekijat (2002:174) diantaranya adalah:

1. Bagi organisasi:

a. Meningkatkan hasil atau laba.

b. Mengurangi pergantian pegawai.

c. Meningkatkan semangat kerja pegawai.

d. Menambah kesetiaan pegawai terhadap organisasi.

e. Menambah peran serta pegawai dalam mengatasi masalah yang

timbul dalam organisasi.

f. Mengurangi keluhan-keluhan.

g. Mengurangi pengaruh serikat kerja.

h. Memperbaiki hubungan masyarakat.

i. Mempermudah usaha penarikan pegawai (recruitment) dan

mempertahankannya.

j. Memperbaiki kondisi kerja.

k. Menambah perasaan aman pegawai.

2. Bagi pegawai:

a. Memberikan kenikmatan atau fasilitas dengan cara lain. Meskipun

tersedia tetapi kurang memuaskanMenambah kepuasan kerja.

b. Membantu kepada kemajuan perseorangan.

c. Mengurangi perasaan tidak aman.

d. Memberikan kesempatan tambahan untuk memperoleh status.


37

e. Menambah motivasi untuk bersaing atau berprestasi antar pegawai.

Sedangkan tujuan pemberian kesejahteraan kepada pegawai

menurut Hariandja (2002:279), adalah “Untuk membantu pegawai tersebut

memenuhi kebutuhannya di luar kebutuhan rasa adil, kebutuhan fisik

dalam upaya meningkatkan komitmen pegawai kepada organisasi,

meningkatkan kinerja pegawai, mengurangi perputaran kerja, dan

mengurangi gangguan unjuk rasa sebagai faktor yang sangat penting

dalam usaha meningkatkan efektivitas organisasi”.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa tujuan pemberian kesejahteraan

kepada pegawai, selain untuk memelihara semangat dan motivasi kerja,

adalah untuk membantu pegawai dalam memenuhi kebutuhannya diluar

kerja serta memberikan ketenangan pegawai dalam bekerja.

2.1.2.2. Bentuk dan Jenis Kesejahteraan

Saydam (2002:87), mengemukakan bahwa bentuk dan jenis

kesejahteraan yang dapat diberikan kepada pegawai adalah: gaji, upah,

tunjangan, dan insentif atau bonus. Selain program kesejahteraan berupa

uang dapat pula diberikan berupa tunjangan. Tunjangan ini dapat berupa:

tunjangan keluarga, tunjangan pembangunan dan sebagainya yang

kesemuanya dapat menambah penghasilan pegawai.

Hasibuan (2005:74), menyebutkan berdasarkan bentuk

kesejahteraan secara garis besar kompensasi terdiri dari dua jenis:

1. Kompensasi atau kesejahteraan langsung


38

Kompensasi langsung adalah penghargaan yang berupa gaji atau upah

yang dibayar secara tetap berdasar tenggang waktu yang tetap, dan

insentif adalah penghargaan yang diberikan untuk memotivasi agar

produktivitas kerja tinggi, sifatnya tidak tetap dan sewaktu-waktu.

2. Kompensasi atau kesejahteraan tidak langsung

Kesejahteraan tidak langsung adalah pemberian bagian keuntungan

atau manfaat lainnya bagi pekerja diluar gaji atau upah dan bonus yang

dapat berupa barang dan tunjangan. Tunjangan yang diterima dapat

berupa:

a. Tunjangan hari raya (THR), yang diberikan kepada seluruh

pegawai dalam bentuk uang menjelang hari raya keagamaan.

b. Dana pensiun, yaitu dana yang diberikan kepada seluruh pegawai

berupa uang sebagai bentuk terimakasih dari organisasi karena ikut

serta menjalankan kesuksesan suatu organisasi.

c. Uang duka kematian, yaitu sebagai bentuk kepedulian organisasi

kepada pegawai yang sedang mengalami duka atau musibah

kematian.

d. Pakaian dinas, yaitu seragam yang digunakan pegawai sehari-hari

dalam bekerja.

e. Jaminan kesehatan, yaitu jaminan kesehatan atau keselamatam jiwa

yang diberikan kepada pegawai dalam melaksanakan pekerjaannya.

Jenis kesejahteraan secara garis besar dibagi menjadi tiga yaitu:


39

1. Ekonomis, yang terdiri dari uang pensiun, uang makan, uang transport,

tunjangan hari raya, bonus, uang duka, pakaian dinas dan uang

pengobatan.

2. Fasilitas, yang terdiri dari tempat ibadah, kafetaria, olahraga, kesenian,

pendidikan, cuti, koperasi, dan ijin.

3. Pelayanan, yang terdiri kesehatan, mobil jemputan, penitipan bayi,

bantuan hukum, penasehat keuangan, asuransi, kredit rumah.

Sedangkan menurut Hasibuan (2007:188) jenis kesejahteraan yang

akan diberikan harus selektif dan efektif mendorong terwujudnya tujuan

organisasi, pegawai dan keluarganya. Jenis program kesejahteraan dapat

disajikan pada tabel 2.1:

Tabel 2.1
Jenis-jenis Program Kesejahteraan
40

Sirait (2005:78), membagi program kesejahteraan ke dalam tiga

bagian yaitu program kesejahteraan ekonomi pegawai, program rekreasi,

dan pemberian fasilitas. Tiga bagian tersebut memiliki jenis program

masing-masing tetapi pada umumnya setiap organisasi akan berbeda

antara satu dengan lainnya.

1. Program kesejahteraan ekonomis pegawai

Program ini dirancang dan diselenggarakan untuk melindungi

keamanan ekonomi para pegawai. Bentuk-bentuk program ini antara

lain:

a. Pensiun

Pemberian pensiun berarti bahwa organisasi memberikan sejumlah

uang tertentu berkala kepada pegawai yang telah berhenti bekerja

setelah mereka bekerja dalam waktu yang lama atau setelah

mencapai batas usia tertentu.

b. Asuransi

Program ini bisa berbentuk asuransi jiwa, asuransi kesehatan, atau

asuransi kecelakaan. Disini organisasi bisa melakukan kerjasama

dengan organisasi asuransi untuk menanggung asuransi

pegawainya.

c. Pemberian kredit

Pemberian kredit yang dibutuhkan pegawai bisa diorganisir oleh

manajemen, bisa pula oleh pegawai itu sendiri dengan mendirikan

perkumpulan atau koperasi simpan pinjam.


41

2. Program rekreasi

Dalam menyusun program ini yang menjadi masalah bagi pihak

manajemen adalah apakah program ini diserahkan kepada pemilihan

individu masing-masing ataukah disponsori oleh organisasi karena

menyangkut masalah biaya, efektivitas, dan sikap pegawai. Program

rekreasi dikelompokkan ke dalam:

a. Kegiatan olahraga

Kegiatan olahraga bisa dimaksudkan untuk sekedar memelihara

kesehatan atau bisa untuk mengejar prestasi.

b. Kegiatan sosial

Kegiatan sosial dapat dilakukan, misalnya dengan darma wisata

bersama-sama atau membentuk kelompok-kelompok khusus

seperti drama, musik, dan sebagainya.

c. Pemberian fasilitas

Bentuk-bentuk kegiatan ini antara lain:

1) Penyediaan kafetaria

Dimaksudkan untuk mempermudah para pegawai yang ingin

makan atau tidak sempat pulang. Diharapkan dengan

penyediaan kafetaria ini organisasi bisa memperbaiki gizi yang

disajikan.

2) Perumahan
42

Sulitnya memperoleh tempat tinggal yang layak di kota-kota

membuat banyak pegawai yang menghadapi masalah untuk

memilih tempat tinggal. Untuk mengatasi masalah tersebut

organisasi kadang-kadang menyediakan fasilitas perumahan

berupa rumah dinas, asrama atau hanya memberikan tunjangan

perumahan pada pegawai.

3) Fasilitas pembelian

Disini organisasi menyediakan toko organisasi dimana pegawai

dapat membeli berbagai barang, terutama barang-barang yang

dihasilkan organisasi dengan harga yang lebih rendah.

4) Fasilitas kesehatan

Penyediaan fasilitas kesehatan erat kaitannya dengan

pembuatan program pemeliharaan kesehatan pegawai, juga

karena adanya peraturan pemerintah yang mengatur keamanan

dan kesehatan pegawai dalam menjalankan pekerjaannya.

Fasilitas kesehatan ini bisa berupa poliklinik yang lengkap

dengan dokter dan perawatnya atau sekedar memberikan

tunjangan kesehatan yang bisa digunaan untuk berobat pada

dokter yang ditunjuk organisasi.

5) Penasihat keuangan

Pemberian fasilitas ini dimaksudkan agar para pegawai tidak

kesulitan dalam mengatur keuangannya.

6) Fasilitas pendidikan
43

Fasilitas ini disediakan dengan maksud membantu para

pegawai yang ingin meningkatkan pengetahuan mereka.

Fasilitas yang disediakan biasanya berupa perpustakaan yang

dapat dimanfaatkan oleh para pegawai yang ingin menambah

pengetahuan mereka sendiri dengan jalan membaca.

2.1.2.3. Asas-asas Kesejahteraan Pegawai

Menurut Hasibuan (2003:180) dalam Yuniarsih dan Suwatno

(2011b:118), “Asas kesejahteraan adalah keadilan dan kelayakan serta

tidak melanggar peraturan legal pemerintah”. kesejahteraan dilandaskan

kepada lima asas yaitu :

1. Asas manfaat dan Efisien.

Kesejahteraan yang dilakukan harus efisien dan memeberikan manfaat

yang optimal bagi perusahaan dan karyawan. Kesejahteraan ini

hendaknya dapat meningkatkan produktivitas kerja karyawan.

2. Asas kebutuhan dan kepuasan.

Kesejahteraan kebutuhan dan kepuasan harus menjadi dasar program

kesejahteraan karyawan. Dalam hal ini perusahaan dapat memberikan

santunan sebagai sarana dalam menunjang kesejahteraan karyawan.

3. Asas keadilan dan kelayakan.


44

Keadilan dan kelayakan hendaknya dijadikan asas program

kesejahteraan karyawan. Dimana pihak perusahaan harus

memberlakukan karyawannya dengan adil dan layak tanpa membeda-

bedakan perbedaan kepentingan diantara karyawan.

4.  Asas peraturan legal. Peraturan-peraturan legal yang bersumber dari

Undang-Undang, Kepres dan keputusan menteri harus dijadikan asas

program kesejahteraan karyawan. Peraturan–peraturan ini harus benar-

benar dialksanakan oleh perusahaan untuk menghindari konflik antara

pihak perusahaan dengan pegawai.

5. Asas kemampuan perusahaan. Pelaksanaan program kesejahteraan

karyawan ini harus harus disesuaikan dengan tingkat kemampuan

perusahaan dan penghasilan yang didapat perusahaan. Maka

kemampuan perusahaan menjadi tolak ukur dalam program

kesejahteraan karyawan

Prinsip terpenting dari pada program kesejahteraan pegawai adalah

program itu hendaknya dapat memberi bantuan kepada organisasi, paling

sedikit sama jumlahnya dengan biaya yang telah dikeluarkan. Lain dari

pada petunjuk yang pokok ini, ada beberapa kesimpulan lain yang perlu

mendapat perhatian.

Diantara prinsip-prinsip ini menurut Moekijat (2002:171) ialah:

1. Program kesejahteraan pegawai hendaknya dapat memenuhi

kebutuhan yang sesungguhnya.


45

2. Program kesejahteraan pegawai hendaknya dibatasi kepada kegiatan-

kegiatan, di dalam mana kelompok adalah lebih efisien dari pada orang

perseorangan.

3. Program kesejahteraan pegawai hendaknya dikembangkan seluas-

luasnya.

4. Biaya program kesejahteraan pegawai hendaknya dapat dihitung dan

dikelola dengan kebijaksanaan yang baik.

2.1.3. Kualitas Sumber Daya Manusia

Pengertian atau makna atas konsep kualitas telah diberikan oleh

banyak pakar dengan berbagai sudut pandang yang berbeda, sehingga

menghasilkan definisi-definisi yang berbeda pula. Goesth dan Davis yang

dikutip Tjiptono, mengemukakan bahwa kualitas diartikan “sebagai suatu

kondisi dinamis dimana yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia,

proses dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan.”(Tjiptono,

2004:51). Kemudian Triguno juga mengungkapkan hal yang senada tentang

kualitas, yang dimaksud dengan kualitas adalah, “Suatu standar yang harus

dicapai oleh seseorang atau kelompok atau lembaga atau organisasi

mengenai kualitas sumber daya manusia, kualitas cara kerja, proses dan hasil

kerja atau produk yang berupa barang dan jasa.” (Triguno, 1997:76).
46

Pengertian kualitas tersebut menunjukan bahwa kualitas itu berkaitan

erat dengan pencapaian standar yang diharapkan. Berbeda dengan Lukman

yang mengartikan kualitas adalah “sebagai janji pelayanan agar yang

dilayani itu merasa diuntungkan.”(Lukman, 2000:11). Kemudian Ibrahim

melihat bahwa kualitas itu “sebagai suatu strategi dasar bisnis yang

menghasilkan barang dan jasa yang memenuhi kebutuhan dan kepuasan

konsumen internal dan eksternal, secara eksplisit maupun implisit. (Ibrahim,

1997:1)

Kualitas sumber daya manusia menyangkut banyak aspek, seperti

mental atau perilaku, aspek kemampuan, aspek intelejensi, aspek agama,

aspek hukum, aspek kesehatan dan sebagainya. Berdasarkan hal tersebut

perlu dibedakan kualitas sumber daya manusia.

Nilai kualitas sumber daya manusia dinilai dari sudut aspek sikap

mental manusianya, sedangkan tingkat kualitas sumber daya manusia

disamping memperhatikan nilai aspek sikap mental manusianya, juga

memperhatikan pendidikan dan pengetahuan.

Menurut Soekidjo Notoatmodjo (2010:2) mengemukakan pengertian


kualitas sumber daya manusia sebagai berikut : “kualitas sumber
daya manusia adalah menyangkut dua aspek yaitu aspek fisik
(kualitas fisik) dan aspek non fisik (kualitas non fisik) yang
menyangkut kemampuan bekerja, berfikir dan keterampilan”

Sedangkan menurut Taliziduhu Ndraha (2005:16) pengertian kualitas


sumber daya manusia adalah sebagai berikut : “Sumber Daya
Manusia yang berkualitas adalahn sumber daya manusia yang
menciptakan bukan saja nilai komparatif, tetapi juga nilai
kompetetif, generatif dan inovatif dengan menggunakan energy
tertinggi seperti intelligence, creativity dan imagination, tidak lagi
semata-mata 18 menggunakan energi kasar seperti bahan mentah,
lahan, air, energi, otot dan sebagainya”.
47

Menurut Galuh Fajar Delanno (2013) menyatakan bahwa kualitas


sumber daya manusia adalah : “Kemampuan sumber daya manusia
untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawab yang diberikan
kepadanya dengan bekal pendidikan, pelatihan dan pengalaman yang
cukup memadai”.

Berdasarkan penjelasan-penjelasan kualitas sumber daya manusia

tersebut di atas, maka dapat ditentukan dimensi dan indikator dari kualitas

SDM sebagaimana diungkapkan oleh Tjiptoherijanto (2001) dalam

Alimbudiono dan Fidelis (2004) adalah : „‟Untuk menilai kualitas sumber

daya manusia dalam melaksanakan suatu fungsi, termasuk akuntansi, dapat

dilihat dari level of responsibility dan kompetensi sumber daya tersebut.

Menurut Almaidi (2006:40), kualitas manusia sebagai sumber daya

suatu organisasi dapat dikategorikan ke dalam 3 kategori, sebagai berikut:

1. Seorang personil yang hasil kerjanya ditinjau dari segi menyamai

tingkat rata-rata hasil keda personil, menurut ukuran lingkungan dapat

disebut sebagai personil yang berkualitas biasa (personil pelaksana).

2. Seorang personil yang berhasil kerjanya ditinjau dari segi melebihi

tingkat rata-rata hasil kerja personil, menurut ukuran lingkungan disebut

sebagai personil yang berkualitas menengah. Personil kategori ini perlu

dicatat untuk memperoleh perhatian khusus.

3. Seorang personil yang hasil kerjanya serta hasil pokok pikirannya,

ditinjau dari segala segi melebihi tingkat tertinggi personil, menurut

ukuran lingkungan dapat disebut sebagai personil berkualitas tinggi.

Personil ini perlu disadarkan untuk dibina sebagai calon pemimpin.


48

Dalam bahasan ini dijadikan ukuran utama personil tersebut ialah

sikap mental terkendali terpuji. Hal ini dapat terlihat dari keinginan dan

upayanya untuk memberikan yang terbaik, baik dalam mengembangkan

dirinya maupun dalam mengembangkan organisasi.

Fungsi pengembangan sebagai salah satu fungsi manajemen sumber

daya manusia, sangat penting karena eras kaitannya dengan tujuan yang

akan dicapai oleh organisasi.

Pada dasarnya pengembangan kualitas sumber daya manusia

merupakan usaha yang ditunjukkan untuk memajukan pegawai, baik dari

segi pengetahuan, kemampuan, teknik maupun karir. Meningkatkan

pengetahuan dan kemampuan berarti memberikan latihan yang dilakukan

secara tepat dan sesuai kebutuhan, mengingat adanya tuntutan pengetahuan

dan keterampilan berarti harus memberikan latihan yang terorganisir dalam

rangka persiapan untuk dipromosikan pada tingkat yang lebih tinggi.

Sumber daya manusia perlu dikembangkan secara terus menerus

agar diperoleh kerja sumber daya manusia yang berkualitas dalam arti yang

sebenarnya, yaitu pekerjaan yang dilaksanakan akan menghasilkan sesuatu

yang memang dikehendaki. Berkualitas bukan hanya pandai saja,

memenuhi semua syarat kualitatif yang dituntut pekerjaan itu, sehingga

pekerjaan itu benar-benar dapat diselesaikan sesuai rencan.


49

Heidjrachman dan Husnan, (2003:23) kualitas kerja pegawai adalah

seorang pegawai yang memenuhi syarat kualitatif yang dituntut oleh

pekerjaannya, sehingga pekerjaan itu benar-benar dapat diselesaikan”.

Sedarmayanti, (1993:18) Kualitas kerja atau disebut kualitas kehidupan

kerja adalah keadaan dimana para pegawai dapat memenuhi kebutuhan

mereka yang penting dengan bekerja dalam organisasi”. Dessler, (2002:476)

tujuan utama penerapan beberapa program kualitas kerja pegawai pada suatu

organisasi yaitu program-program yang bertujuan memotivasikan pegawai

melalui upaya pemenuhaan kebutuhan tingkat tinggi mereka untuk

berprestasi, harga diri, dan perwujudan diri. Program-program ini termasuk

manajemen berdasarkan sasaran, gugus kualitas, waktu lentur, dan

pemerkayaan pekerjaan yang bertujuan untuk memberikan kesempatan

kepada pegawai untuk memenuhi tingkat mereka ditempat kerja, melalui

pencapaian unsur-unsur yang lebih menantang dan luwes pekerjaan mereka.

Menurut Dessler (2002:476), kualitas kerja yang disebutkan dengan

kualitas kehidupan kerja mengandung pengertian yang tidak sama bagi

orang yang berbeda. Bagi seorang pegawai pada lini perakitan hal itu hanya

dapat berarti adanya tingkat upah yang wajar, kondisi kerja yang nyaman,

dan seorang supervisor yang memperlukannya sesuai dengan harkat dan

martabatnya sebagai manusia.


50

Sumber Daya Manusia merupakan faktor yang sangat menetukan

dalam upaya menciptakan pembangunan yang lebih mantap dan maju.

Karena manusialah sebagai pelaku yang secara langsung akan

memanfaatkan alam berikut seisinya. Tanpa sumber daya manusia yang

baik tidak mungkin bangsa bisa berkembang dan mampu bersaing ditengah-

tengah percaturan ekonomi dunia internasional.

Untuk memenuhi pengertian sumber daya manusia (SDM) perlu

dibedakan antara pengertiannya secara makro dan mikro. Pengertian SDM

secara makro adalah semua manusia sebagai penduduk atau warga negara

suatu negara atau dalam batas wilayah tertentu yang sudah memasuki usia

angkatan kerja, baik yang sudah memasuki usia angkatan kerja, baik yang

sudah mampu memperoleh pekerjaan. Disamping itu sumber daya manusia

secara makro berarti juga penduduk yang berada dalam usia produktif,

meskipun karena berbagai sebab dan masalah masih terdapat yang belum

produktif karena belum memasuki lapangan kerja yang terdapat di

masyarakatnya. Sumber daya manusia dalam arti mikro secara sederhana

adalah manusia atau orang yang bekerja atau jadi anggota suatu organisasi

yang disebut personil, pegawai, pekerja, tenaga kerja dan lain-lain. Sedang

secara lebih khusus SDM dalam arti mikro dilingkungan sebuah organisasi

pengertiannya dapat dilihat dari tiga sudut:

1. Sumber daya manusia adalah orang yang bekerja dan berfungsi sebagai

aset organisai yang dapat dihitung jumlahnya.


51

2. Sumber daya manusia adalah potensi yang menjadi motor penggerak

organisasi.

3. Manusia sebagai sumber daya adalah makhluk hidup ciptaan Tuhan

Yang Maha Esa, sebagai penggerak organisasi berbeda dengan sumber

daya lainnya. Nilai-nilai kemanusiaan yang dimilikinya mengharuskan

sumber daya manusia diperlukan secara berlainan dengan sumber daya

lainnya.

Penjelasan mengenai manusia sebagai sumber daya menunjukkan

bahwa manusia adalah mahluk yang unik dan komplek, yang dalam bekerja

di lingkungan sebuah organisasi harus diperlukan dengan kualitas kehidupan

kerja yang baik agar memungkinkan bekerja secara efektif, efisien, produktif

dan berkualitas diantaranya dalam bentuk memberikan kesempatan untuk

berpartisipasi mengembangkan kariernya, diperlukan adil dalam

menyelesaikan konflik yang dihadapinya, disupervisi secara jujur dan

obyektif, memperoleh upah yang layak.


52

Kuantitas sumber daya manusia tanpa disertai dengan kualitas yang

baik akan menjadi beban pembangunan suatu bangsa. Sedangkan kualitas

menyangkut mutu sumber daya manusia tersebut, yang menyangkut

kemampuan non fisik (kecerdasan dan mental). Oleh sebab itu untuk

kepentingan percepatan suatu pembangunan di bidang apapun, maka

peningkatan kualitas sumber daya manusia merupakan suatu persyaratan

utama. Kualitas sumber daya manusia ini menyangkut dua aspek yakni

aspek fisik dan non fisik yang menyangkut kemampuan bekerja dan

ketrampilan-ketrampilan lain. Oleh sebab itu upaya meningkatkan kualitas

sumber daya manusia ini juga dapat diarahkan kepada kedua aspek tersebut.

Untuk meningkatkan kualitas fisik dapat diupayakan melalui program-

program kesehatan dan gizi. Sedangkan untuk kualitas atau kemampuan-

kemampuan nonfisik tersebut, maka upaya pendidikan dan pelatihan adalah

yang paling diperlukan. Upaya inilah dimaksudkan dengan penembangan

sumber daya manusia. Mengingat faktor pendidikan sangat dibutuhkan

dalam upaya membangun kualitas sumber daya manusia, maka pemerintah

harus menempatkan pendidikan sebagai prioritas utama.

2.1.3.1. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kualitas Kerja Sumber

Daya Manusia

Organisasi kerja yang terbaik cenderung dicirikan adanya

organisasi terbuka, kerja sama kelompok, pekerjaan-pekerjaan yang

menantang, serta perlakuan yang fair dan adil dengan kata lain dicirikan

dengan adanya suatu kehidupan kerja yang berkualitas tinggi.


53

Menurut Dessler (2002:476) kualitas kerja pegawai dapat tercapai

apabila para pegawai dapat memenuhi kebutuhan mereka yang penting

dapat bekerja dalam organisasi, dan kemampuan untuk melakukan hal itu

dipengaruhi atau bergantung pada apakah terdapat adanya:

1. Perlakuan yang fair, adil, dan sportif terhadap para pegawai.

2. Kesempatan bagi tiap pegawai untuk menggunakan kemampuan secara

penuh dan kesempatan untuk mewujudkan diri, yaitu untuk menjadi

orang yang mereka rasa mampu mewujudkannya.

3. Komunikasi terbuka dan saling mempercayai diantara semua pegawai.

4. Kesempatan pegawai untuk berperan secara aktif dalam pengambilan

keputusan yang melibatkan pekerjaan mereka.

5. Kompensasi yang cukup dan fair.

6. Lingkungan yang aman dan sehat

Dengan keadaan suasana yang demikian, maka kualitas kerja dapat

terwujud sehingga dapat menentukan tujuan pekerjaan-pekerjaan dalam

mencapai target atau tidak. Pengukuran kualitas kerja yang dapat

mempengaruhi tujuan pekerjaan-pekerjaan adalah sebagai berikut.

1. Kuantitas kerja, dapat terlihat dari besarnya jumlah pekerjaan yang

dihasilkan.

2. Kualitas, kerja dapat terlihat dari hasil yang diperoleh dari suatu

pekerjaan yang dipergunakan untuk meningkatkan mutu dari suatu

organisasi.
54

3. Ketepatan waktu, dapat terlihat dari persentase laporan pegawai yang

tepat pada waktunya.

4. Disiplin kerja, kegiatan yang dilaksanakan untuk mendorong para

pegawai untuk mengikuti berbagai standar dan aturan, sehingga

penyelewengan-penyelewengan dapat dicegah.

Dibutuhkan pula unsur-unsur yang mendukung terciptanya

peningkatan Kualitas kerja pegawai, antara lain:

1. Kompensasi.

2. Kesejahteraan.

3. Hubungan kerja.

4. Training bagi para manajer.

5. Survey opini.

6. Penilaian prestasi.

7. Jam kerja yang luwes.

8. Gugus kendali.

9. Dana pengeluaran.

Berdasrakan unsur di atas dapat memperhatikan bahwa program

kualitas kerja untuk sebagian didasarkan atas tekni, seperti jam kerja.

Teknik termasuk manajemen berdasarkan sasaran, program gugus kualitas,

dan pengaturan kerja baru dan juga pemerkayaan pekerjaan memang

memainkan peran besar dalam kualitas kerja, teknik-teknik itu merupakan

unsur-unsur yang secara bersama-sama mempengaruhi kualitas kerja di

tempat kerja.
55

2.1.3.2. Hubungan Penilaian Prestasi Kerja dengan Kualitas Kerja

Pegawai.

Prestasi kerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang

dilakukan oleh individu atau kelompok dalam melaksanakan tugas dan

peranannya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya

secara efektif.

Penilaian dan pengukuran prestasi kerja mempunyai hubungan

dengan tahap manajemen sumber daya manusia berikutnya, yaitu tahap

peningkatan mutu dan produktivitas kerja sumber daya manusia. Hasil

penilaian dan pengukuran dapat dimanfaatkan sebagai bahan dan dasar

perumusan dan penetapan kebijaksanaan, rencana dan program

pengembangan, peningkatan mutu dan peningkatan produktivitas kerjanya.

Zainun (2001;48) menyatakan bahwa prestasi kerja pegawai adalah

suatu yang menghasilkan kualitas kerja atau kuantutas kerja yang

menimbulkan harapan bagi pegawai.

Berdasarkan pendapat serta konsep yang dikemukakan oleh para

aahli di atas, maka jelaslah terdapat hubungan yang erat antara penilaian

prestasi kerja dan kualitas kerja pegawai. Hal ini berarti bahwa apabila

semakin baik penilaian prestasi kerja yang diberikan organisasi pada

pegawai, semakin baik pula kualitas kerja yang dihasilkan.


56

2.1.4. Kinerja Pegawai

Kinerja karyawan adalah penampilan hasil kerja karyawan baik

secara kuantitas maupun kualitas. Kinerja dapat berupa penampilan kerja

perorangan maupun kelompok pada dasarnya terbentuk setelah karyawan

merasa adanya kepuasan, karena kebutuhannya terpenuhi dengan kata lain

apabila kebutuhan karyawan belum terpenuhi sebagaimana mestinya maka

kepuasan kerja tidak akan tercapai, dan pada hakikatnya kinerja karyawan

akan sulit terbentuk. Setiap orang yang bekerja digerakan oleh suatu motif.

Motif pada dasarnya bersumber pertama-tama berbagai kebutuhan dasar

individu atau dapat dikatakan bahwa kekuatan yang memotivasi seorang

untuk bekerja giat dalam pekerjaanya tergantung dari hubungan timbal

balik antar apa yang diinginkan atau dibutuhkan dari hasil pekerjaan

tersebut dan seberapa besar keyakinan perusahaan akan memberikan

kepuasan bagi keinginannya sebagai imbalan atas usaha yang

dilakukannya.
57

Konsep kinerja pada dasarnya dapat dilihat dari dua segi, yaitu

kinerja pegawai (individu) dan kinerja organisasi. Kinerja pegawai dapat

dipahami sebagai hasil kerja dari pegawai dalam organisasi sedangkan

kinerja organisasi adalah keseluruhan hasil kerja yang dicapai oleh

organisasi dalam satu periode tertentu. Kinerja pegawai dan kinerja

organisasi tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya sebab tercapainya

tujuan organisasi yang terlihat dalam kinerja organisasi tidak bisa lepas

dari sumber daya yang dimiliki oleh organisasi tersebut yang digerakkan

dan di jalankan oleh individu atau pegawai yang adalah pelaku dalam

pencapaian tujuan organisasi tersebut.

Menurut Wibowo (2011:7), kinerja berasal dari pengertian


performance, ada pula yang memberikan pengertian performance
sebagai hasil kerja atau prestasi kerja, namun sebenarnya kinerja
mempunyai makna yang lebih luas, bukan hanya hasil kerja, tetapi
termasuk bagaimana proses pekerjaan berlangsung.

Mangkunegara (2011:9) mengemukakan bahwa: “Kinerja berasal


dari kata job performance atau actual performance (prestasi kerja
atau prestasi sesungguhnya yang dicapai seseorang). Kinerja
pegawai adalah prestasi kerja atau hasil kerja (output) baik kualitas
maupun kuantitas yang dicapai sumber daya manusia persatuan
periode waktu dalam melaksanakan tugas kerjanya sesuai dengan
tanggung jawab yang diberikan kepadanya”.

Lestari (2011:9), “Kinerja pegawai adalah hasil kerja yang dapat


dicapai oleh pegawai dalam suatu organisasi, sesuai dengan standar
dan aturan yang berlaku yang dimiliki organisasi ini dalam upaya
mencapai visi, misi dan tujuan suatu organisasi bersangkutan”.

Sedarmayanti (2011:202), kinerja pegawai adalah sarana untuk


mendapatkan hasil lebih baik dari organisasi, tim, dan individu
dengan cara memahami dan mengelola kinerja dalam kerangka
tujuan dan standar, dan persyaratan atribut yang di sepakati.
58

Jadi dapat disimpulkan bahwa kinerja adalah keadaan pelaksanaan

kerja disuatu organisasi yang didasarkan pada perasaan emosional pegawai.

Hal ini akan tampak dari sikap pegawai terhadap aspek-aspek yang

dihadapinya di lingkungan kerja yang menyangkut penyesuaian diri yang

sehat termasuk didalamnya gaji, kondisi fisik, dan psikologis maupun aturan

hukum yang ada.

2.1.4.1. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja Pegawai

Faktor yang mempengaruhi pencapaian kinerja pegawai menurut

Mangkunegara (2011:67), adalah faktor kemampuan (ability) dan faktor

motivasi (motivation).

1. Faktor kemampuan

Secara psikologis, kemampuan (ability) pegawai terdiri dari

kemampuan potensi (IQ) dan kemampuan reality (knowledge + skill).

Artinya, pegawai yang memiliki IQ di atas rata-rata (IQ 110 - 120)

dengan pendidikan yang memadai untuk jabatannya dan terampil

dalam mengerjakan pekerjaan sehari-hari, maka ia akan mudah

mencapai kinerja yang diharapkan. Oleh karena itu pegawai perlu

ditempatkan pada pekerjaan sesuai keahliannya, (the righ man in the

righ place, the righ man on the right job).

2. Faktor motivasi
59

Motivasi berbentuk dari sikap (attitude) seorang pegawai dalam

menghadapi situasi (situation) kerja. Motivasi merupakan kondisi yang

menggerakan diri pegawai yang terarah untuk mencapai tujuan

organisasi, (tujuan kerja).

2.1.4.2. Indikator Kinerja Pegawai

Penggunaan indikator kinerja penting untuk mengetahui apakah

suatu aktivitas atau program telah dilakukan secara efisien dan efektif.

Indikator kinerja juga dapat digunakan untuk menilai keberhasilan

pencapaian tujuan organisasi yang diwujudkan dalam ukuran-ukuran

tertentu. Menurut Hersey, Blanchard dan Johnson (dalam Wibowo,

2011:102) terdapat tujuh indikator kinerja, yaitu:

1. Tujuan

Tujuan menunjukkan ke arah mana kinerja harus dilakukan. Atas dasar

arah tersebut, dilakukan kinerja untuk mencapai tujuan. Kinerja

individu maupun organisasi dikatakan berhasil apabila dapat mencapai

tujuan yang diinginkan.

2. Standar

Standar merupakan suatu ukuran apakah tujuan suatu organisasi yang

diinginkan dapat dicapai. Tanpa standar, tidak dapat diketahui kapan

suatu tujuan organisasi tersebut dapat tercapai. Kinerja seseorang

dikatakan berhasil apabila seorang pegawai mampu mencapai standar

yang ditentukan atau disepakati bersama antara atasan dan bawahan

(pegawai).
60

3. Umpan balik

Umpan balik merupakan masukan yang dipergunakan untuk mengukur

kemajuan kinerja, standar kinerja, dan pencapaian tujuan. Dengan

umpan balik dilakukan evaluasi terhadap kinerja dan sebagai hasilnya

dapat dilakukan perbaikan kinerja.

4. Alat atau sarana

Alat atau sarana merupakan faktor penunjang untuk pencapaian tujuan

organisasi. Tanpa alat atau sarana, tugas pekerjaan spesifik tidak dapat

dilakukan dan tujuan organisasi tidak dapat diselesaikan sebagaimana

seharusnya.

5. Kompetensi

Kompetensi merupakan kemampuan yang dimiliki oleh seseorang

untuk menjalankan pekerjaan yang diberikan kepadanya dengan baik.

Kompetensi memungkinkan seseorang mewujudkan tugas yang

berkaitan dengan pekerjaan yang diperlukan untuk mencapai tujuan

organisasi.

6. Motif

Motif merupakan alasan atau pendorong bagi seseorang untuk

melakukan sesuatu. tanpa dorongan motif untuk mencapai tujuan,

kinerja tidak akan berjalan.

7. Peluang
61

Pekerja perlu mendapatkan kesempatan untuk menunjukkan prestasi

kerjanya. Tugas mendapatkan prioritas lebih tinggi, mendapat

perhatian lebih banyak, dan mengambil waktu yang tersedia.

Selim dan Woodward (dalam Pasolong, 2011:180) mengemukakan

bahwa ada lima dasar yang dijadikan indikator kinerja antara lain:

1. Pelayanan yang menunjukkan seberapa besar pelayanan yang

diberikan.

2. Ekonomi, yang menunjukkan apakah biaya yang digunakan lebih

murah daripada yang direncanakan.

3. Efisien, yang menunjukkan perbandingan hasil yang menunjukkan

hasil yang dicapai dengan pengeluaran.

4. Efektivitas, yang menunjukkan perbandingan hasil yang seharusnya

dengan hasil yang dicapai.

5. Ekuitas, yang menunjukkan tingkat keadilan potensial dari kebijakan

yng dihasilkan.

2.1.4.3. Pengukuran Kinerja Pegawai

Wibowo (2011:229) menjelaskan bahwa pengukuran terhadap

kinerja perlu dilakukan untuk mengetahui apakah selama pelaksanaan

kinerja terdapat deviasi dari rencana yang telah ditentukan, atau apakah

kinerja dapat dilakukan sesuai jadwal waku yang ditentukan, atau apakah

hasil kinerja telah tercapai sesuai dengan yang diharapkan. Untuk

melakukan penilaian tesebut diperlukan kemampuan untuk mengukur

kinerja sehingga diperlukan adanya ukuran kinerja.


62

Dessler (dalam Pasolong, 2013:182) menyatakan bahwa penilaian

kinerja pegawai adalah merupakan upaya sistematis untuk

membandingkan apa yang dicapai seseorang dibandingkan dengan standar

yang ada. Tujuannya, yaitu untuk mendorong kinerja seseorang agar bisa

berada diatas rata-rata.

2.1.4.4. Tujuan Penilaian Kinerja Pegawai

Rivai dan Jauvani (2013:551) mengemukakan suatu organisasi

melakukan penilaian kinerja didasarkan pada dua alasan pokok, yaitu:

1. Manajer memerlukan evaluasi yang

objektif terhadap kinerja pegawai pada masa lalu yang digunakan

untuk membuat keputusan di bidang sumber daya manusia di masa

yang kan dating.

2. Manajer memerlukan alat untuk

membantu pegawainya memperbaiki kinerja pegawai, merencanakan

pekerjaan, mengembangkan kemampuan-kemampuan dan

keterampilan-keterampilan untuk perkembangan karir dan memperkuat

kualitas hubungan antar manajer yang bersangkutan dengan

pegawainya.

Selain itu kinerja pegawai dalam suatu organisasi dapat digunakan

untuk:

1. Mengetahui pengembangan yang meliputi: identifikasi kebutuhan

pelatihan, umpan balik kerja, menentukan transfer dan penugasan, dan

identifikasi kekuatan dan kelemahan pegawai.


63

2. Pengambilan keputusan administrative, yang meliputi keputusan untuk

menentukan gaji, promosi, mempertahankan atau memberhentikan

pegawai, pengakuan kinerja pegawai, pemutusan hubungan kerja,

mengidentifikasi yang buruk.

3. Keperluan organisasi, yang meliputi perencanaan sumber daya

manusia, menentukan kebutuhan pelatihan, evaluasi pencapaian tujuan

organisasi, informasi untuk identifikasi tujuan, evaluasi terhadap

sistem, penguatan terhadap kebutuhan-kebutuhan pengembangan suatu

organisasi.

4. Dokumentasi, yang meliputi criteria untuk validasi penelitian,

dokumentasi keputusan-keputusan tentang sumber daya manusia, dan

membantu untuk memenuhi persyaratan- persyaratan hukum.

1. Who (siapa) yang akan dinilai:

Yang akan dinilai:

Semua tenaga kerja yang melakukan pekerjaan di organisasi.

Yang menilai:

(Appraiser), yaitu atasan langsung pegawai, atas dari atasan langsung

dan atau suatu tim yang dibentuk organisasi itu.

2. How (bagaimana) menilainya

Metode penilaian apa yang digunakan dan masalah apa yang dihadapi

oleh penilai (appraiser) dalam melakukan penilaian.

2.2. Hasil Penelitian Sebelumnya


64

Dalam penelitian ini penulis memaparkan tiga penelitian terdahulu

yang relevan dengan permasalahan yang akan diteliti tentang pengaruh

kesejahteraan pegawai dan kualitas sumber daya manusia terhadap kinerja

pegawai.

Tabel 2.2
Hasil Penelitian Sebelumnya
No Peneliti Judul Variabel Sama Variabel Beda Hasil
65

1. Endang Pengaruh Motivasi, Kesejahteraan Motivasi (1) Motivasi (X1),


Murtiningsih Kesejahteraan dan Kinerja Fasilitas kerja kesejahteraan (X2) dan
(2012) Fasilitas Kerja fasilitas kerja (X3)
Terhadap Kinerja terbukti memiliki
Anggota Satuan Polisi pengaruh yang
Pamong Praja signifikan secara
Kabupaten Kediri parsial terhadap kinerja
pegawai Satuan Polisi
Pamong Praja
Kabupaten Kediri (Y).
(2) Motivasi (X1),
kesejahteraan (X2) dan
fasilitas kerja (X3)
terbukti memiliki
pengaruh yang
signifikan secara
simultan terhadap
kinerja pegawai Satuan
Polisi Pamong Praja
Kabupaten Kediri (Y).
Dan (3) Kesejahteraan
terbukti berpengaruh
dominan dibandingkan
motivasi dan fasilitas
kerja, terhadap kinerja
pegawai Satuan Polisi
Pamong Praja
Kabupaten Kediri (Y)
2. Anya Pengaruh Kesejahteraan Motivasi kerja Dari persamaan
Adriana Kesejahteraan, Kinerja Lingkungan kerja regresi, diperoleh
(2014) Motivasi Kerja, dan variabel dependen yang
Lingkungan Kerja memiliki niai paling
Terhadap Kinerja signifikan yaitu
Karyawan pada PT lingkungan kerja.
Fimatech Utama Dengan menggunakan
pengujian hipotesis
yaitu uji T
menunjukkan bahwa
variabel kesejahteraan,
motivasi kerja,
lingkungan kerja secara
signifikan
mempengaruhi kinerja
karyawan. Sedangkan
pada uji F
menunjukkan bahwa
variabel kesejahteraan,
motivasi kerja,
66

lingkungan kerja secara


bersama-sama
berpengaruh nyata
terhadap kinerja
karyawan. Dan
koefisien determinasi
diperoleh dengan nilai
adjusted R
45,3%artinya variabel
kinerja karyawan dapat
dijelaskan oleh adanya
variabel kesejahteraan,
motivasi kerja,
lingkungan kerja
sedangkan sisanya
54,7% dapat
dipengaruhi oleh
variabel lainnya.
Koefisien korelasi R
X1 sebesar 0,604 , X2
sebesar 0,535 , dan X3
sebesar 0,613. Data
tersebut menunjukkan
ketiga variabel
berpengaruh positif,
sangat kuat dan searah
artinya apabila variabel
bebas ditingkatkan
maka variabel terikat
akan meningkat dan
bertambah
67

3. Haris Afrizal Pengaruh Kualitas Kualitas sumber daya Sarana prasarana Hasil penelitian
(2014) Sumber Daya Manusia manusia Motivasi kerja menunjukan bahwa
, Sarana Prasarana dan Kinerja karyawan kualitas sumber daya
Motivasi Kerja manusia, sarana
Karyawan Terhadap prasarana, dan motivasi
Kinerja Karyawan kerja karyawan
BMT Bina Ihsanul berpengaruh simultan
Fikri di Yogyakarta secara signifikan
terhadap kinerja
karyawan BMT Bina
Ihsanul Fikri di
Yogyakarta. Dan
pengujian secara
parsial ditemukan
bahwa hanya kualitas
sumber daya manusia
dan sarana prasarana
yang berpengaruh
positif dan signifikan
terhadap kinerja
karyawan BMT Bina
Ihsanul Fikri di
Yogyakarta.
Sedangkan untuk
motivasi kerja
karyawan tidak
berpengaruh secara
signifikan terhadap
kinerja karyawan BMT
Bina Ihsanul Fikri di
Yogyakarta. Koefisien
yang diperoleh dari R2
sebesar 0,295. Hal
tersebut berarti bahwa
kinerja karyawan (Y)
dijelaskan sebesar
29,5% oleh variabel
independen. Sisanya
dipengaruhi oleh
variabel lain diluar
model
4. Muhammad Pengaruh Kualitas Kualitas sumber daya Komunikasi organisasi Berdasarkan hasil
Jamaluddin Sumber Daya manusia Komitmen organisasi penelitian, nilai T-
Akbar (2014) Manusia, Komunikasi Kinerja statistik dari kualitas
Organisasi, dan SDM adalah 0,341
Komitmen Organisasi kurang dari 1,96
Terhadap Kinerja artinya variable
Satuan Kerja tersebut tidak
68

Perangkat Daerah signifikan terhadap


(SKPD) (Studi pada kinerja. Untuk nilai
Dinas Cipta karya dan tstatistik dari variable
Tata Ruang Kota komunikasi sebesar
Surabaya) 1,536 kurang dari 1,96
artinya variable
tersebut tidak
signifikan terhadap
kinerja. Sedangkan
nilai T-statistik dari
variable komitmen
organisasi sebesar
2,137 melebihi dari
1,96 artinya variable
tersebut signifikan
terhadap kinerja
5. Merisa Fajar Pengaruh Kualitas 1. Kualitas sumber 1. Profesionalisme Hasil pengujian dan
Aisyah Sumber Daya daya manusia kerja analisis yang dilakukan
(2015) Manusia, 2. Kinerja 2. Komitmen menyatakan bahwa
Profesionalisme Kerja, variabel kualitas
dan Komitmen sumber daya manusia
Terhadap Kinerja berpengaruh positif dan
Karyawan PDAM signifikan terhadap
Kabupaten Jember kinerja karyawan
PDAM Kabuoaten
Jember. Variabel
profesionalisme kerja
berpengaruh positif dan
signifikan terhadap
kinerja karyawan
PDAM Kabupaten
Jember. Dan variabel
komitmen berpengaruh
positif dan signifikan
terhadap kinerja
karyawan PDAM
Kabupaten Jember.
Dan kualitas sumber
daya manusia,
profesionalisme kerja,
dan komitmen secara
simultan berpengaruh
positif dan signifikan
terhadap kinerja
karyawan PDAM
Kapubaten Jember.
69

2.3. Kerangka Pemikiran

Menurut Sugiyono (2003:47) “Kerangka berpikir merupakan model

konseptual tentang bagaimana teori berhubungan dengan berbagai faktor

yang telah diidentifikasi sebagai masalah yang penting”. Untuk

memudahkan atau memberikan gambaran pada pemikiran dalam penlitian

ini, maka dapat dikemukakan kerangka pemikiran yang tampak pada gambar

berikut ini:

X1

H1

H3

X2

H2

Keterangan:

X1 = Variabel bebas I (kesejahteraan pegawai)

X2 = Variabel bebas II (kualitas sumber daya manusia)

Y = Variabel terikat (kinerja karyawan)

 = Variabel-variabel lainnya mempengaruhi kinerja karyawan

diluar X1 dan X2.


70

2.4. Hipotesis Penelitian

Sugiyono (2004:51) menyatakan bahwa “Hipotesis adalah dugaan

sementara terhadap rumusan masalah penelitian, oleh karena itu rumusan

masalah penelitian biasanya disusun dalam bentuk kalimat pertanyaan”.

Sedangkan menurut Arikunto (2009:55) mengemukakan bahwa hipotesis

adalah alternatif dengan jawaban yang dibuat oleh peneliti bagi

problematika yang diajukan dalam penelitiannya. Dugaan jawaban tersebut

merupakan kebenaran yang sifatnya sementara, yang akan diuji keberannya

dengan data yang dikumpulkan melalui penelitian. Dengan kedudukan itu

maka hipotesis dapat berubah menjadi kebenaran, tetapi juga dapat tumbang

sebagai kebenaran.

Berdasarkan landasan teori dan kerangka berfikir di atas, maka

hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. H1: Terdapat pengaruh kesejahteraan

pegawai terhadap kinerja pegawai di PT Pegadaian (Persero).

2. H2: Terdapat pengaruh kualitas sumber daya

manusia terhadap kinerja pegawai di PT Pegadaian (Persero)..

3. H3: Terdapat pengaruh kesejahteraan

pegawai dan kualitas sumber daya manusia secara bersama-sama

terhadap kinerja pegawai di PT Pegadaian (Persero)..

Anda mungkin juga menyukai