Anda di halaman 1dari 8

RANGKUMAN PERKULIAHAN 8

Test diganostik pada Gangguan sistem Persyarafan

Nama : Dendi Abdillah

Tingkat : 2A

Dosen : Sri Kurnia Dewi Ners, M.Kep

Mata Kuliah : Pengkajian Diagnostik

Tanggal : Rabu, 18 November 2020

Penyakit saraf adalah gangguan yang terjadi pada sistem saraf tubuh,
meliputi otak dan sumsum tulang (sistem saraf pusat), serta saraf yang
menghubungkan sistem saraf pusat dengan organ tubuh (sistem saraf perifer).
Terganggunya sistem saraf dapat menyebabkan terganggunya seluruh atau
sebagian fungsi tubuh, seperti sulit bergerak, bernapas, berbicara, gangguan
ingatan, serta gangguan fungsi organ tubuh bagian dalam, seperti jantung dan
paru.

Ada tiga tipe saraf pada tubuh manusia, antara lain:

 Saraf motorik, yaitu jenis saraf yang mengirim sinyal (impuls) dari otak
dan sumsum tulang belakang ke semua otot di dalam tubuh. Sistem saraf
ini memungkinkan seseorang melakukan berbaga aktivitas, seperti
berjalan, menangkap bola, atau menggerakkan jari untuk mengambil
sesuatu.

 Saraf sensorik, yaitu jenis saraf yang mengirimkan kembali sinyal


(impuls) dari kulit dan otot kembali ke tulang belakang dan otak. Sistem
saraf ini memengaruhi fungsi indra pada tubuh manusia, seperti
penglihatan, pendengaran, sentuhan, perasa, penciuman, dan
keseimbangan.

 Saraf otonom, yaitu jenis saraf yang mengendalikan fungsi gerakan tubuh


yang tidak atau setengah disadari, seperti detak jantung, tekanan darah,
gerakan usus, dan pengaturan suhu tubuh.
Indikasi Konsultasi Penyakit Saraf

Pasien yang diduga menderita penyakit saraf umumnya menunjukkan


gejala yang berbeda tergantung tipe saraf yang mengalami gangguan, baik saraf
otonom, saraf motor, atau saraf sensorik. Beberapa gejala yang dapat terjadi, di
antaranya:

 Sakit kepala.
 Nyeri punggung yang menyebar ke lengan atau tungkai.
 Tremor.
 Kejang.
 Kekuatan otot melemah atau hilang.
 Hilangnya keseimbangan dan koordinasi tubuh.
 Kemampuan mengingat menurun atau hilang.
 Hilang atau menurunnya kemampuan indra, seperti melihat atau
mendengar.
 Gangguan berbicara (afasia), sulit berbicara atau bicara cadel.
 Disfagia.
 Paralisis (lumpuh)

Jenis Penyakit Saraf

Berikut ini beberapa gangguan yang mungkin terjadi pada sistem saraf, antara
lain:

 Infeksi, seperti meningitis, ensefalitis, dan polio.


 Gangguan pembuluh darah (vaskular), seperti stroke, TIA (transient
ischaemic attack), dan perdarahan subarachnoid.
 Gangguan struktural, seperti CTS (carpal tunnel syndrome), Bell’s
palsy, sindrom Guillain-Barre, dan neuropati perifer.
 Gangguan fungsional, seperti epilepsi dan trigeminal neuralgia.
 Penyakit degeneratif, seperti penyakit Parkinson, multiple
sclerosis, amyotrophic lateral sclerosis (ALS) atau penyakit motor
neuron, dan penyakit Alzheimer.

Prosedur Konsultasi Penyakit Saraf


Pasien akan menjalani beberapa pemeriksaan sebagai bagian dari proses
konsultasi penyakit saraf. Jenis pemeriksaan yang akan dilakukan tergantung pada
kondisi dan gejala yang dialami pasien. Jenis pemeriksaan tersebut meliputi:
Penelusuran riwayat kesehatan. Sebagai langkah awal pemeriksaan,
dokter akan menanyakan beberapa hal kepada pasien, antara lain:
 Keluhan mengenai gangguan kesehatan yang sedang dialami pasien.
 Riwayat kesehatan pasien dan keluarga pasien, termasuk riwayat alergi,
jenis penyakit yang pernah diderita, atau penyakit turunan yang mungkin
dimiliki keluarga pasien.
 Riwayat operasi atau terapi pengobatan yang pernah dijalani pasien.
 Jenis obat-obatan yang sedang dikonsumsi.
 Gaya hidup, termasuk kebiasaan merokok, konsumsi alkohol, penggunaan
obat-obatan terlarang, jenis pekerjaan, dan hobi.
Pemeriksaan fisik (physical examination). Untuk mengawali
pemeriksaan fisik, dokter akan mengukur tinggi badan dan menimbang berat
badan pasien. Kemudian, dokter akan melakukan pemeriksaan fisik lanjutan
meliputi:
 Pemeriksaan tanda vital, meliputi pengukuran tekanan darah, denyut
jantung, suhu tubuh, dan frekuensi pernapasan.
 Pemeriksaan kondisi pasien secara umum, yaitu pemeriksaan terhadap
berbagai bagian tubuh untuk mendeteksi kelainan atau gangguan yang
mungkin dialami pasien. Pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan kepala dan
leher, jantung, paru, perut, serta kulit.
 Pemeriksaan saraf. Pemeriksaan saraf terdiri atas beberapa jenis
pemeriksaan, antara lain:
Pemeriksaan fungsi saraf. Pemeriksaan fungsi saraf umumnya meliputi gaya
berjalan, cara bicara, dan status mental.

 Analisis gaya berjalan (gait analysis), yaitu metode pemeriksaan


terhadap pola dan gaya berjalan manusia. Ketika seseorang tidak mampu
berjalan dengan normal, kemungkinan kondisi tersebut disebabkan oleh
cedera, faktor genetika, penyakit, atau terganggunya fungsi tungkai atau
telapak kaki.
 Analisis cara bicara (speech analysis), yaitu metode pemeriksaan
terhadap kemampuan individu ketika berkomunikasi dengan individu lain.
 Evaluasi status mental (mental status evaluation), yaitu pemeriksaan
terhadap kondisi psikis pasien, terutama memori, orientasi, dan
kecerdasan.

 Pemeriksaan saraf kranial. Pemeriksaan fungsi saraf yang meliputi saraf


olfaktori (penciuman), saraf optik (penglihatan), saraf okulomotor (gerakan
mata), saraf wajah (ekspresi wajah), dan saraf vestibulocochlear (pendengaran
dan keseimbangan.
 Pemeriksaan sistem saraf sensorik. Pemeriksaan respons
saraf terhadap sentuhan, rasa sakit, suhu (panas dan dingin), dan getaran, serta
mengidentifikasi bentuk dan ukuran suatu objek.
 Pemeriksaan sistem saraf motor. Pemeriksaan terhadap
gerak, bentuk dan ukuran otot, kekuatan otot, serta massa otot.
 Pemeriksaan refleks, otak kecil,
dan meningeal. Pemeriksaan refleks biasanya dilakukan dengan metode ketuk
di beberapa bagian tubuh, seperti siku tangan, lutut, atau pergelangan kaki.
Pemeriksaan meningeal dapat dilakukan dengan pemeriksaan Brudzinski (tes
kekakuan leher) dan pemeriksaan Kernig (pemeriksaan kelenturan paha pada
persendian panggul untuk membentuk sudut 90o). Sementara, pemeriksaan
otak kecil dilakukan dengan melihat tanda disartia (bicara cadel atau lambat),
dismetria (ketidakmampuan memulai atau menghentikan gerakan motorik
halus), atau kelainan gaya berjalan, misalnya pada penderita ataksia.
 Pemeriksaan sistem saraf otonom, yaitu pemeriksaan
terhadap tanda disfungsi saraf otonom, seperti berkeringat, pucat, perubahan
pada kulit dan kuku, serta perubahan tekanan darah.
 Pemeriksaan penunjang. Dokter mungkin akan melakukan pemeriksaan
penunjang untuk memastikan diagnosis penyakit saraf yang mungkin dialami
pasien. Beberapa jenis pemeriksaan penunjang yang mungkin dilakukan, antara
lain:
o Pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaan yang dilakukan
terhadap sampel darah, urine, atau cairan lain untuk dianalisis di laboratorium.
Beberapa jenis pemeriksaan laboratorium, antara lain:
 Tes darah. Tes ini dapat mendeteksi infeksi pada otak dan
sumsum tulang, perdarahan, kerusakan pembuluh darah, racun yang
memengaruhi sistem saraf, dan mengukur kadar obat pada pasien epilepsi.
 Tes urine (urinalisis). Tes ini dilakukan untuk mendeteksi
substansi abnormal pada urine yang menyebabkan gangguan pada saraf.
 Biopsi. Tes ini dilakukan dengan mengambil jaringan pada
otot, saraf, atau otak untuk kemudian dianalisis di laboratorium.
o Radiologi. Jenis pemeriksaan dengan menggunakan gelombang
sinar, suara berfrekuensi tinggi, atau medan magnet. Jenis pemeriksaan radiologi
meliputi:
 Foto Rontgen. Pemeriksaan menggunakan sinar-X untuk
melihat kondisi tubuh, misalnya tulang tengkorak.
 CT scan. Pemeriksaan dengan menggunakan komputer dan
mesin sinar-X yang memutar. Dalam pemeriksaan saraf, CT scan dapat
mendeteksi lokasi kerusakan otak pada pasien cedera kepala, gumpalan darah
atau perdarahan pada pasien stroke, atau tumor otak. Pemeriksaan ini
membutuhkan waktu 10-15 menit.
 MRI. Pemeriksaan dengan menggunakan medan magnet
dan teknologi komputer untuk mendeteksi tumor otak dan saraf tulang
belakang, multiple sclerosis, stroke, dan stenosis spinal. MRI membutuhkan
waktu 15-60 menit.
 Positron emission tomography (PET). Pemeriksaan untuk
mendeteksi tumor dan kerusakan jaringan, mengukur metabolisme sel dan
jaringan, gangguan pembuluh darah, serta mengevaluasi pasien dengan
gangguan saraf, seperti penyakit Alzheimer. PET menggunakan cairan
radioaktif yang disuntikkan pada pasien dan mesin pemindai yang dilengkapi
dengan sinar gamma.
 Mielografi. Pemeriksaan menggunakan zat pewarna khusus
(kontras) yang disuntikkan ke dalam kanal tulang belakang dan sinar-X.
Pemeriksaan ini dapat mendeteksi cedera, luka, dan tumor pada saraf tulang
belakang. Pemeriksaan ini membutuhkan waktu 45-60 menit.
 Neurosonografi. Pemeriksaan dengan menggunakan
gelombang suara berfrekuensi tinggi untuk menghasilkan gambar detail dari
otak dan saraf tulang belakang. Hasil neurosonografi digunakan untuk
menganalisis aliran darah pada otak dan mendiagnosis stroke, tumor otak,
serta hidrosefalus.
o Tes konduksi saraf, yaitu pemeriksaan terhadap kecepatan dan
fungsi sinyal listrik yang bergerak melalui saraf tubuh. Beberapa jenis tes
konduksi saraf, antara lain:
 Elektroensefalografi (EEG). Pemeriksaan dengan
menggunakan elektroda yang dipasang di kulit kepala untuk mendeteksi
aktivitas listrik pada otak. EEG berfungsi untuk membantu mendiagnosis
kejang, tumor otak, kerusakan otak akibat cedera kepala, serta peradangan
otak dan saraf tulang belakang. Pemeriksaan ini membutuhkan waktu 1-3 jam
tergantung kondisi pasien.
 Elektromiografi (EMG). Pemeriksaan terhadap fungsi
saraf perifer di lengan dan tungkai pasien, dengan menggunakan jarum sangat
tipis yang dimasukkan ke dalam otot. EMG dapat mendeteksi lokasi dan
tingkat keparahan saraf yang terjepit. Pemeriksaan ini membutuhkan waktu
15-45 menit.
 Elektronistagmografi (ENG), yaitu tes yang digunakan
untuk mendiagnosis gangguan keseimbangan dan gerakan mata. Tes ini
dilakukan dengan menggunakan elektroda kecil yang ditempelkan di sekitar
mata atau kacamata khusus jika tes melibatkan sinar inframerah sebagai
pengganti elektroda.
 Polisomnogram. Pengukuran terhadap aktivitas tubuh dan
otak selama pasien tertidur. Tes ini dilakukan dengan menggunakan elektroda
yang dipasang di kulit kepala, kelopak mata, atau dagu. Elektroda akan
merekam gelombang otak, pergerakan mata, tekanan darah, denyut jantung,
dan aktivitas otot. Hasil tes digunakan untuk mengidentifikasi gangguan tidur,
serta gangguan gerak dan gangguan pernapasan selama tidur.
o Cerebral angiography. Pemeriksaan untuk mendeteksi
penyempitan atau penyumbatan arteri atau pembuluh darah di otak, kepala, dan
leher, serta mendeteksi lokasi dan ukuran aneurisma otak. Pemeriksaan ini
menggunakan kateter yang dimasukkan melalui jarum ke dalam arteri, serta cairan
kontras. Cerebral angiography membutuhkan waktu 1-2 jam.
o Pungsi lumbal (spinal tap). Pemeriksaan yang dilakukan dengan
memasukkan jarum ke saraf tulang belakang untuk mengambil sampel cairan otak
dan saraf tulang belakang (serebrospinal). Cairan ini akan dianalisis di
laboratorium dan hasilnya digunakan untuk mendeteksi perdarahan dan infeksi di
otak dan saraf tulang belakang, serta mengukur tekanan di dalam kepala.
Pemeriksaan ini membutuhkan waktu sekitar 45 menit.

Setelah Konsultasi Penyakit Saraf

Setelah pasien melakukan konsultasi dan melalui tahap pemeriksaan, dokter saraf
akan menilai dan menganalisis hasil pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang
yang telah dilakukan.

Melalui hasil pemeriksaan tersebut, maka dokter spesialis penyakit saraf dapat
menentukan beberapa hal, antara lain:
 Diagnosis. Setelah melakukan pemeriksaan fisik dan mengonfirmasi
diagnosis dengan pemeriksaan penunjang, seorang neurolog dapat menentukan
kemungkinan diagnosis dari gejala yang dialami pasien.
 Rencana terapi atau pengobatan. Setelah pasien terdiagnosis mengalami
gangguan saraf, dokter akan membuat rencana terapi dan menentukan jenis terapi
pengobatan yang sesuai dengan kondisi pasien. Rencana terapi ini bertujuan untuk
mengendalikan gejala dan mengobati gangguan saraf yang dialami pasien.
Rencana terapi meliputi:
o Rencana perawatan, baik rawat jalan atau rawat inap.
o Obat-obatan yang akan digunakan.
o Fisioterapi.
o Operasi seperti kraniotomi, foraminotomy, laminektomi,
atau transplantasi saraf.

Anda mungkin juga menyukai