Anda di halaman 1dari 27

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH 3

Nama : Nurul Khidayah Hasibuan

NIS : 180210128

RESUM PERTEMUAN 2

Pengertian Fraktur
Fraktur adalah gangguan dari kontinuitas yang normal dari suatu tulang. Jika
terjadi fraktur, maka jaringan lunak di sekitarnya juga sering kali terganggu.
Radiografi (sinar-x) dapat menunjukkan keberadaan cedera tulang, tetapi tidak
mampu menunjukkan otot atau ligamen yang robek, saraf yang putus, atau
pembuluh darah yang pecah sehingga dapat menjadi komplikasi pemulihan klien
(Black dan Hawks, 2014).
Etiologi Fraktur
Tekanan berlebihan atau trauma langsung pada tulang menyebabkan suatu
retakan sehingga mengakibatkan kerusakan pada otot dan jaringan. Kerusakan
otot dan jaringan akan menyebabkan perdarahan, edema, dan hematoma. Lokasi
retak mungkin hanya retakan pada tulang, tanpa memindahkan tulang manapun.
Fraktur yang tidak terjadi disepanjang tulang dianggap sebagai fraktur yang
tidak sempurna sedangkan fraktur yang terjadi pada semua tulang yang patah
dikenal sebagai fraktur lengkap (Digiulio, Jackson dan Keogh, 2014).
Penyebab fraktur menurut Jitowiyono dan Kristiyanasari (2010) dapat
dibedakan menjadi:
a. Cedera Traumatic
Cedera Traumatik pada tulang dapat disebabkan oleh :
1. Cedera langsung adalah pukulan langsung terhadap tulang sehingga
tulang patah secara spontan
2. Cedera tidak langsung adalah pukulan langsung berada jauh dari
lokasi benturan, misalnya jatuh dengan tangan berjulur sehingga
menyebabkan fraktur klavikula
3. Fraktur yang disebabkan kontraksi keras yang mendadak
b. Fraktur Patologik
Kerusakan tulang akibat proses penyakit dengan trauma minor mengakibatkan
:
1) Tumor tulang adalah pertumbuhan jaringan baru yang tidak terkendali
2) Infeksi seperti ostemielitis dapat terjadi sebagai akibat infeksi akut
atau dapat timbul salah satu proses yang progresif
3) Rakhitis
4) Secara spontan disebabkan oleh stress tulang yang terus menerus
Tanda Dan Gejala Fraktur
Mendiagnosis fraktur harus berdasarkan manifestasi klinis klien, riwayat,
pemeriksaan fisik, dan temuan radiologis.
Tanda dan gejala terjadinya fraktur antara lain:
a. Deformitas
Pembengkaan dari perdarahan lokal dapat menyebabkan
deformitas pada lokasi fraktur. Spasme otot dapat menyebabkan
pemendekan tungkai, deformitas rotasional, atau angulasi.
Dibandingkan sisi yang sehat, lokasi fraktur dapat memiliki
deformitas yang nyata.
b. Pembengkakan
Edema dapat muncul segera, sebagai akibat dari akumulasi
cairan serosa pada lokasi fraktur serta ekstravasasi darah ke jaringan
sekitar.
c. Memar
Memar terjadi karena perdarahan subkutan pada lokasi fraktur.
d. Spasme Otot
Spasme otot involuntar berfungsi sebagai bidai alami untuk
mengurangi gerakan lebih lanjut dari fragmen fraktur.
e. Nyeri
Jika klien secara neurologis masih baik, nyeri akan selalu
mengiringi fraktur, intensitas dan keparahan dari nyeri akan berbeda
pada masing-masing klien. Nyeri biasanya terus-menerus,
meningkat jika fraktur dimobilisasi. Hal ini terjadi karena spasme
otot, fragmen fraktur yang bertindihan atau cedera pada struktur
sekitarnya.
f. Ketegangan
Ketegangan diatas lokasi fraktur disebabkan oleh cedera yang
terjadi.
g. Kehilangan Fungsi
Hilangnya fungsi terjadi karena nyeri yang disebabkan fraktur
atau karena hilangnya fungsi pengungkit lengan pada tungkai yang
terkena. Kelumpuhan juga dapat terjadi dari cedera saraf.
h. Gerakan Abnormal dan Krepitasi
Manifestasi ini terjadi karena gerakan dari bagian tengah tulang
atau gesekan antar fragmen fraktur.
i. Perubahan Neurovaskular
Cedera neurovaskuler terjadi akibat kerusakan saraf perifer atau
struktur vaskular yang terkait. Klien dapat mengeluhkan rasa kebas
atau kesemutan atau tidak teraba nadi pada daerah distal dari fraktur
j. Syok
Fragmen tulang dapat merobek pembuluh darah. Perdarahan
besar atau tersembunyi dapat menyebabkan syok.
(Black Dan Hawks, 2014)
Patofisiologi Fraktur
Menurut Black dan Hawks (2014) Keparahan dari fraktur bergantung pada
gaya yang menyebabkan fraktur. Jika ambang fraktur suatu tulang hanya sedikit
terlewati, maka tulang mungkin hanya retak saja bukan patah. Jika gayanya
sangat ekstrem, seperti tabrakan mobil, maka tulang dapat pecah berkeping-
keping. Saat terjadi fraktur, otot yang melekat pada ujung tulang dapat terganggu.
Otot dapat mengalami spasme dan menarik fragmen fraktur keluar posisi.
Kelompok otot yang besar dapat menciptakan spasme yang kuat bahkan
mampu menggeser tulang besar, seperti femur. Walaupun bagian proksimal dari
tulang patah tetap pada tempatnya, namun bagian distal dapat bergeser karena
faktor penyebab patah maupun spasme pada otot-otot sekitar. Fragmen fraktur
dapat bergeser ke samping, pada suatu sudut (membentuk sudut), atau menimpa
segmen tulang lain. Fragmen juga dapat berotasi atau berpindah.
Selain itu, periosteum dan pembuluh darah di korteks serta sumsum dari
tulang yang patah juga terganggu sehingga dapat menyebabkan sering terjadi
cedera jaringan lunak. Perdarahan terjadi karena cedera jaringan lunak atau cedera
pada tulang itu sendiri. Pada saluran sumsum (medula), hematoma terjadi diantara
fragmen-fragmen tulang dan dibawah periosteum. Jaringan tulang disekitar lokasi
fraktur akan mati dan menciptakan respon peradangan yang hebat sehingga akan
terjadi vasodilatasi, edema, nyeri, kehilangan fungsi, eksudasi plasma dan
leukosit. Respon patofisiologis juga merupakan tahap penyembuhan tulang.

Pemeriksaan Penunjang
a) Pemeriksaan Radiologi
Menggunakan sinar rontgen (X-Ray). Hal yang harus dibaca pada x-ray:
1. Bayangan jaringan lunak.
2. Tipis tebalnya korteks sebagai akibat reaksi periosteum atau
biomekanik atau juga rotasi
3. Trobukulasi ada tidaknya rare fraction.
4. Sela sendi serta bentuknya arsitektur sendi.
b) Pemeriksaan Laboratorium
1. Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap
penyembuhan tulang.
2. Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan
menunjukkan kegiatan osteoblastik dalam membentuk tulang.
3. Enzim otot seperti Kreatinin Kinase, Laktat Dehidrogenase
(LDH-5), Aspartat Amino Transferase (AST), Aldolase yang
meningkat pada tahap penyembuhan tulang.
Penatalaksanaan
Prinsip menangani fraktur adalah mengembalikan posisi patahan ke posisi
semula dan mempertahankan posisi itu selama masa penyembuhan patah tulang.
1) Cara pertama penangan adalah proteksi saja tanpa reposisi atau
imobilisasi, misalnya menggunakan mitela. Biasanya dilakukan pada
fraktur iga dan fraktur klavikula pada anak.
2) Cara kedua adalah imobilisasi luar tanpa reposisi, biasanya dilakukan
pada patah tulang tungkai bawah tanpa dislokasi.
3) Cara ketiga adalah reposisi dengan cara manipulasi yang diikuti
dengan imobilisasi, biasanya dilakukan pada patah tulang radius distal.
4) Cara keempat adalah reposisi dengan traksi secara terus-menerus
selama masa tertentu. Hal ini dilakukan pada patah tulang yang apabila
direposisi akan terdislokasi di dalam gips.
5) Cara kelima berupa reposisi yang diikuti dengan imobilisasi dengan
fiksasi luar. Cara keenam berupa reposisi secara non-operatif diikuti
dengan pemasangan fiksator tulang secara operatif. Cara ketujuh
berupa reposisi secara operatif diikuti dengan fiksasi interna yang biasa
disebut dengan ORIF (Open Reduction Internal Fixation).
6) Cara yang terakhir berupa eksisi fragmen patahan tulang dengan
prostesis (Sjamsuhidayat dkk, 2010).
Menurut Istianah (2017) penatalaksanaan medis antara lain :
a. Diagnosis dan penilaian fraktur
Anamnesis pemeriksaan klinis dan radiologi dilakukan
dilakukan untuk mengetahui dan menilai keadaan fraktur. Pada
awal pengobatan perlu diperhatikan lokasi fraktur, bentuk
fraktur, menentukan teknik yang sesuai untuk pengobatan
komplikasi yang mungkin terjadi selama pengobatan.
b. Reduksi
Tujuan dari reduksi untuk mengembalikan panjang dan
kesejajaran garis tulang yang dapat dicapai dengan reduksi
terutup atau reduksi terbuka. Reduksi tertutup dilakukan
dengan traksi manual atau mekanis untuk menarik fraktur
kemudian, kemudian memanipulasi untuk mengembalikan
kesejajaran garis normal. Jika reduksi tertutup gagal atau kurang
memuaskan, maka bisa dilakukan reduksi terbuka. Reduksi
terbuka dilakukan dengan menggunakan alat fiksasi internal
untuk mempertahankan posisi sampai penyembuhan tulang
menjadi solid.
Alat fiksasi interrnal tersebut antara lain pen, kawat, skrup,
dan plat. Alat-alat tersebut dimasukkan ke dalam fraktur melalui
pembedahan ORIF (Open Reduction Internal Fixation).
Pembedahan terbuka ini akan mengimobilisasi fraktur hingga
bagian tulang yang patah dapat tersambung kembali.
c. Retensi
Imobilisasi fraktur bertujuan untuk mencegah pergeseran
fragmen dan mencegah pergerakan yang dapat mengancam
penyatuan. Pemasangan plat atau traksi dimaksudkan untuk
mempertahankan reduksi ekstremitas yang mengalami fraktur.
d. Rehabilitasi
Mengembalikan aktivitas fungsional seoptimal mungkin.
Setelah pembedahan, pasien memerlukan bantuan untuk
melakukan latihan. Menurut Kneale dan Davis (2011) latihan
rehabilitasi dibagi menjadi tiga kategori yaitu :
1. Gerakan Pasif bertujuan untuk membantu pasien
mempertahankan rentang gerak sendi dan mencegah
timbulnya pelekatan atau kontraktur jaringan lunak serta
mencegah strain berlebihan pada otot yang diperbaiki post
bedah.
2. Gerakan Aktif terbantu dilakukan untuk mempertahankan
dan meningkatkan pergerakan, sering kali dibantu dengan
tangan yang sehat, katrol atau tongkat
3. Latihan Penguatan adalah latihan aktif yang bertujuan
memperkuat otot. Latihan biasanya dimulai jika kerusakan
jaringan lunak telah pulih, 4-6 minggu setelah pembedahan
atau dilakukan pada pasien yang mengalami gangguan
ekstremitas atas.

Menurut Hospital Care for Children, 2016 Perlu pemeriksaan oleh dokter
bedah yang berpengalaman untuk fraktur yang sulit seperti dislokasi sendi, fraktur
di daerah epifisis, atau frakturterbuka. Fraktur-terbuka membutuhkan antibiotik:
kloksasilin oral (25–50 mg/kgBB/dosis 4 kali sehari), dan gentamisin (7.5
mg/kgBB/dosis IV/IM sekali sehari) dan harus dibersihkan dengan seksama untuk
mencegah osteomielitis (lihat prinsip penanganan luka).

Asuhan Keperawatan Pasien Fraktur


Pengkajian Keperawatan
I. Primary Survey
TRIASE (P1, P2, P3)
Setelah pasien sampai di UGD yang pertama kali harus dilakukan
adalah mengamankan dan mengaplikasikan prinsip ABCDE (Airway,
Breathing, Circulation, DisabilityLimitation, Exposure)
1. A: Airway
Dengan kontrol servikal. Yang pertama harus dinilai adalah
kelancaran jalan nafas. Ini meliputi pemeriksaan adanya obstruksi
jalan nafas oleh adanya benda asing atau fraktus di bagian wajah.
Usaha untuk membebaskan jalan nafas harus memproteksi tulang
cervikal, karena itu teknik Jaw Thrust dapat digunakan. Pasien
dengan gangguan kesadaran atau GCS kurang dari 8 biasanya
memerlukan pemasangan airway definitive.
2. B: Breathing
Setelah mengamankan airway maka selanjutnya kita harus
menjamin ventilasi yang baik. Ventilasi yang baik meliputi fungsi
dari paru paru yang baik, dinding dada dan diafragma. Beberapa
sumber mengatakan pasien dengan fraktur ektrimitas bawah yang
signifikan sebaiknya diberi high flow oxygen lewat non-
rebreathing mask dengan reservoir bag.
3. C: Circulation
Ketika mengevaluasi sirkulasi maka yang harus diperhatikan
disini adalah volume darah, pendarahan, dan cardiac output.
Pendarahan sering menjadi permasalahan utama pada kasus patah
tulang, terutama patah tulang terbuka. Patah tulang femur dapat
menyebabkan kehilangan darah dalam paha 3 – 4 unit darah dan
membuat syok kelas III.
Menghentikan pendarahan yang terbaik adalah menggunakan
penekanan langsung dan meninggikan lokasi atau ekstrimitas yang
mengalami pendarahan di atas level tubuh. Pemasangan bidai yang
baik dapat menurunkan pendarahan secara nyata dengan mengurangi
gerakan dan meningkatkan pengaruh tamponade otot sekitar patahan.
Pada patah tulang terbuka, penggunaan balut tekan steril umumnya
dapat menghentikan pendarahan.Penggantian cairan yang agresif
merupakan hal penting disamping usaha menghentikan pendarahan.
4. D: Disability
Menjelang akhir survey primer maka dilakukan evaluasi singkat
terhadap keadaan neurologis. yang dinilai disini adalah tingkat
kesadaran, ukuran dan reaksi pupil, tanda-tanda lateralisasi dan
tingkat cedera spinal.
5. E: Exposure
Pasien harus dibuka keseluruhan pakaiannya, seiring dengan cara
menggunting, guna memeriksa dan evaluasi pasien. setelah pakaian
dibuka, penting bahwa pasien diselimuti agar pasien tidak hipotermia.
II. Secondary Survey
A. Identitas Klien
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang
dipakai, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan
darah, no. register, tanggal MRS, diagnosa medis.
B. Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa
nyeri. Nyeri tersebut bisa akut atau kronik tergantung dan lamanya
serangan. Untuk memperoleh pengkajian yang lengkap tentang rasa
nyeri klien digunakan:
1. Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang menjadi yang
menjadi faktor presipitasi nyeri.
2. Quality of Pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau
digambarkan klien. Apakah seperti terbakar, berdenyut, atau
menusuk.
3. Region: radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda apakah
rasa sakit menjalar atau menyebar, dan dimana rasa sakit
terjadi.
4. Severity (Scale) of Pain: seberapa jauh rasa nyeri yang
dirasakan klien, bisa berdasarkan skala nyeri atau klien
menerangkan seberapa jauh rasa sakit mempengaruhi
kemampuan fungsinya.
5. Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah
bertambah buruk pada malam hari atau siang hari.
C. Riwayat Penyakit Sekarang
Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari
fraktur, yang nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan
terhadap klien. Ini bisa berupa kronologi terjadinya penyakit tersebut
sehingga nantinya bisa ditentukan kekuatan yang terjadi dan bagian
tubuh mana yang terkena. Selain itu, dengan mengetahui mekanisme
terjadinya kecelakaan bisa diketahui luka kecelakaan yang lain.
D. Riwayat Penyakit Dahulu
Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur
dan memberi petunjuk berapa lama tulang tersebut akan
menyambung. Penyakit-penyakit tertentu seperti kanker tulang dan
penyakit paget’s yang menyebabkan fraktur patologis yang sering
sulit untuk menyambung. Selain itu, penyakit diabetes dengan luka di
kaki sanagt beresiko terjadinya osteomyelitis akut maupun kronik
dan juga diabetes menghambat proses penyembuhan tulang.
E. Riwayat Penyakit Keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang
merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti
diabetes, osteoporosis yang sering terjadi pada beberapa keturunan,
dan kanker tulang yang cenderung diturunkan secara genetic.
F. Riwayat Psikososial
Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang
dideritanya dan peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta
respon atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya baik dalam
keluarga ataupun dalam masyarakat.
G. Pola-Pola Fungsi Kesehatan
a) Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat
Pada kasus fraktur akan timbul ketidakutan akan terjadinya
kecacatan pada dirinya dan harus menjalani penatalaksanaan
kesehatan untuk membantu penyembuhan tulangnya. Selain itu,
pengkajian juga meliputi kebiasaan hidup klien seperti
penggunaan obat steroid yang dapat mengganggu metabolisme
kalsium, pengkonsumsian alkohol yang bisa mengganggu
keseimbangannya dan apakah klien melakukan olahraga atau
tidak.
b) Pola Nutrisi dan Metabolisme
Pada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi
kebutuhan sehari-harinya seperti kalsium, zat besi, protein, vit. C
dan lainnya untuk membantu proses penyembuhan tulang.
Evaluasi terhadap pola nutrisi klien bisa membantu menentukan
penyebab masalah muskuloskeletal dan mengantisipasi
komplikasi dari nutrisi yang tidak adekuat terutama kalsium atau
protein dan terpapar sinar matahari yang kurang merupakan
faktor predisposisi masalah muskuloskeletal terutama pada
lansia. Selain itu juga obesitas juga menghambat degenerasi dan
mobilitas klien.
c) Pola Eliminasi
Untuk kasus fraktur humerus tidak ada gangguan pada pola
eliminasi, tapi walaupun begitu perlu juga dikaji frekuensi,
konsistensi, warna serta bau feces pada pola eliminasi alvi.
Sedangkan pada pola eliminasi uri dikaji frekuensi,
kepekatannya, warna, bau, dan jumlah. Pada kedua pola ini juga
dikaji ada kesulitan atau tidak. Pola Tidur dan Istirahat Semua
klien fraktur timbul rasa nyeri, keterbatasan gerak, sehingga hal
ini dapat mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien. Selain itu
juga, pengkajian dilaksanakan pada lamanya tidur, suasana
lingkungan, kebiasaan tidur, dan kesulitan tidur serta
penggunaan obat tidur.
d) Pola Aktivitas
Karena timbulnya nyeri, keterbatasan gerak, maka semua
bentuk kegiatan klien menjadi berkurang dan kebutuhan klien
perlu banyak dibantu oleh orang lain. Hal lain yang perlu dikaji
adalah bentuk aktivitas klien terutama pekerjaan klien. Karena
ada beberapa bentuk pekerjaan beresiko untuk terjadinya fraktur
dibanding pekerjaan yang lain.
e) Pola Hubungan dan Peran
Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam
masyarakat. Karena klien harus menjalani rawat inap
f) Pola Persepsi dan Konsep Diri
Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul
ketidakutan akan kecacatan akibat frakturnya, rasa cemas, rasa
ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas secara optimal, dan
pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan body image)
g) Pola Sensori dan Kognitif
Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada
bagian distal fraktur, sedang pada indera yang lain tidak timbul
gangguan. begitu juga pada kognitifnya tidak mengalami
gangguan. Selain itu juga, timbul rasa nyeri akibat fraktur.
h) Pola Reproduksi Seksual
Dampak pada klien fraktur yaitu, klien tidak bisa melakukan
hubungan seksual karena harus menjalani rawat inap dan
keterbatasan gerak serta rasa nyeri. yang dialami klien. Selain itu
juga, perlu dikaji status perkawinannya termasuk jumlah anak,
lama perkawinannya.
i) Pola Penanggulangan Stress
Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan
dirinya, yaitu ketidakutan timbul kecacatan pada diri dan fungsi
tubuhnya. Mekanisme koping yang ditempuh klien bisa tidak
efektif.
j) Pola Tata Nilai dan Keyakinan
Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan
beribadah dengan baik terutama frekuensi dan konsentrasi. Hal
ini bisa disebabkan karena nyeri dan keterbatasan gerak klien
H. Pemeriksaan Fisik
Dibagi menjadi dua, yaitu pemeriksaan umum (status
generalisata) untuk mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan
setempat (lokalis). Hal ini perlu untuk dapat melaksanakan total care
karena ada kecenderungan dimana spesialisasi hanya memperlihatkan
daerah yang lebih sempit tetapi lebih mendalam.
 Gambaran Umum
Perlu menyebutkan:
1. Keadaan umum: baik atau buruknya yang dicatat adalah
tanda-tanda, seperti:
a) Kesadaran Penderita: apatis, sopor, koma, gelisah,
komposmentis tergantung pada keadaan klien.
b) Kesakitan, Keadaan penyakit: akut, kronik, ringan,
sedang, berat dan pada kasus fraktur biasanya akut.
c) Tanda-tanda Vital tidak normal karena ada gangguan
baik fungsi maupun bentuk.
2. Secara sistemik dari kepala sampai kelamin
a) Sistem Integumen : Terdapat erytema, suhu sekitar
daerah trauma meningkat, bengkak, oedema, nyeri
tekan.
b) Kepala, Tidak ada gangguan yaitu, normo cephalik,
simetris, tidak ada penonjolan, tidak ada nyeri kepala.
c) Leher, Tidak ada gangguan yaitu simetris, tidak ada
penonjolan, reflek menelan ada.
d) Muka, Wajah terlihat menahan sakit, lain-lain tidak
ada perubahan fungsi maupun bentuk. Tak ada lesi,
simetris, tak oedema.
e) Mata, Tidak ada gangguan seperti konjungtiva tidak
anemis (karena tidak terjadi perdarahan)
f) Telinga, Tes bisik atau weber masih dalam keadaan
normal. Tidak ada lesi atau nyeri tekan.
g) Hidung, Tidak ada deformitas, tak ada pernafasan
cuping hidung.
h) Mulut dan Faring, Tak ada pembesaran tonsil, gusi
tidak terjadi perdarahan, mukosa mulut tidak pucat.
i) Thoraks, Tak ada pergerakan otot intercostae, gerakan
dada simetris.
j) Paru
- Inspeksi : Pernafasan meningkat, reguler atau
tidaknya tergantung pada riwayat penyakit klien
yang berhubungan dengan paru.
- Palpasi : Pergerakan sama atau simetris, fermitus
raba sama.
- Perkusi : Suara ketok sonor, tak ada erdup atau
suara tambahan lainnya
- Auskultasi : Suara nafas normal, tak ada
wheezing, atau suara tambahan lainnya seperti
stridor dan ronchi.
k) Jantung
- Inspeksi : Tidak tampak iktus jantung.
- Palpasi : Nadi meningkat, iktus tidak teraba.
- Auskultasi : Suara S1 dan S2 tunggal, tak ada
mur-mur.
l) Abdomen
- Inspeksi: Bentuk datar, simetris, tidak ada hernia.
- Palpasi: Tugor baik, tidak ada defands muskuler,
hepar tidak teraba.
- Perkusi: Suara thympani, ada pantulan gelombang
cairan.
- Auskultasi: Peristaltik usus normal ± 20
kali/menit.
m) Inguinal-Genetalia-Anus : Tak ada hernia, tak ada
pembesaran lymphe, tak ada kesulitan BAB.
b. Keadaan Lokal
Harus diperhitungkan keadaan proksimal serta bagian distal
terutama mengenai status neurovaskuler (untuk status
neurovaskuler, 5 P yaitu Pain, Palor, Parestesia, Pulse,
Pergerakan). Pemeriksaan pada sistem muskuloskeletal adalah:
1. Look (inspeksi)
Perhatikan apa yang dapat dilihat antara lain:
- Cicatriks (jaringan parut baik yang alami maupun
buatan seperti bekas operasi)
- Cape au lait spot (birth mark)
- Fistulae
- Warna kemerahan atau kebiruan (livide) atau
hyperpigmentasi.
- Benjolan, pembengkakan, atau cekungan dengan hal-
hal yang tidak biasa (abnormal).
- Posisi dan bentuk dari ekstrimitas (deformitas)
- Posisi jalan (gait, waktu masuk ke kamar periksa)
2. Feel (palpasi)
Pada waktu akan palpasi, terlebih dahulu posisi
penderita diperbaiki mulai dari posisi netral (posisi
anatomi). Pada dasarnya ini merupakan pemeriksaan yang
memberikan informasi dua arah, baik pemeriksaan maupun
klien. Yang perlu dicatat adalah:
- Perubahan suhu disekitar trauma (hangat) dan
kelembaban kulit. Capillary refill time. Normal 3 – 5.
- Apabila ada pembengkakan, apakah terdapat
fluktuasi atau oedema terutama disekitar persendian.
- Nyeri tekan (tenderness), krepitasi, catat letak
kelainan (1/3 proksimal, tengah, atau distal).
- Otot: tonus pada waktu relaksasi atau konttraksi,
benjolan yang terdapat di permukaan atau melekat
pada tulang. Selain itu juga diperiksa status
neurovaskuler. Apabila ada benjolan, maka sifat
benjolan perlu dideskripsikan permukaannya,
konsistensinya, pergerakan terhadap dasar atau
permukaannya, nyeri atau tidak, dan ukurannya.
3. Move (pergerakan terutama lingkup gerak)
Setelah melakukan pemeriksaan feel, kemudian
diteruskan dengan menggerakan ekstrimitas dan dicatat
apakah terdapat keluhan nyeri pada pergerakan. Pencatatan
lingkup gerak ini perlu, agar dapat mengevaluasi keadaan
sebelum dan sesudahnya.Gerakan sendi dicatat dengan
ukuran derajat, dari tiap arah pergerakan mulai dari titik 0
(posisi netral) atau dalam ukuran metrik. Pemeriksaan ini
menentukan apakah ada gangguan gerak (mobilitas) atau
tidak. Pergerakan yang dilihat adalah gerakan aktif dan
pasif

Pathway Fraktur
Diagnosa dan Intervensi Keperawatan

1) DX 1:
Syok Hipovolemik b/d putusnya vena/arteri dan pendarahan d/d nadi
teraba lemah, TD menurun turgor kulit menyempit dan hematocrit
meningkat.

Faktor resiko:

1. Hipoksemia
2. Hipoksia
3. Hipotensi
4. Kekurangan volume cairan
5. Sepsis
6. Syndrome respons inflamasi sistematik (SIRS)

Kondisi klinis terkait

1. Pendarahan
2. Trauma multiple
3. Pneumothoraks
4. Infark miokard
5. Kardiomiopati
6. Cedera medulla spinalis
7. Anafilaksis
8. Sepsis
9. Koagulasi intervascular diseminitas
10. Syndrome respons inflamasi sistematik (SIRS)

Etiologi

Traumatik/Patologis

Fraktur

Kerusakan / Pergeseran Tulang

Perubahan pada Jaringan sekitar

Putus vena / arteri

Perdarahan
Kehilangan Volume Cairan

Soyk Hipovolemik

MASALAH KEPERAWATAN: Soyk hipovolemik

INTERVENSI KEPERAWATAN

 Observasi
1. Monitor status kardiopulmoris (frekuensi, dan kekuatan nadi, frekuensi
napas,TD,MAP)
2. Monitor status oksigen (oksimentri nadi, AGD)
3. Monitor status cairan (masuknya dan keluarnya, turgor kulit, CRT)
4. Monitor kesadaran dan respon pupil
5. Pemeriksaam Riwayat alergi
 Terapeutik
6. Berikan oksigen untuk mempertahankan saturasi oksigen > 94%
7. Persiapkanintubasi dan ventilasi makanis, jika perlu
8. Pasang jalur IV, jika perlu
9. Pasang kateter urine untuk menilai produksi urine, jika perlu
10. Lakukan skin test untuk mencegah alergi
 Edukasi
11. Jelaskan penyebab/ faktor resiko syok
12. Jelaskan tenda dan gejala awal syok
13. Anjurkan melapor jika menemukkan/ merasakan tanda dan gejala syok
14. Anjurkan memperbanyak cairan oral
15. Anjurkanmenghindari allergen
 Kolaborasi
16. Kolaborasi pemberian IV,jika perlu
17. Kolaborasi pemberian tranfusi darah, jika perlu
18. Kolaborasi pemberian anti flamasi, jika perlu.

2) DX 2:
Nyeri Akut b/d Kerusakan atau pergeseran fragmen tulang ekstremitas
b/d klien mengeluh nyeri, tampak meringis, bersikap protektif, gelisah
dan frekuensi nadi meningkat.
Gejala dan Tanda Mayor
 DS
1. Mengeluh Nyeri
 DO
1. Tampak Meringis
2. Bersikap Protektif (sikap waspada)
3. Gelisah
4. Frekuensi Nadi Meningkat
Gejala dan Tanda Minor
 DS
(Tidak Tersedia)
 DO
11. Tekanan Darah Meningkat
12. Pola Nafas Berubah
13. Proses Berfikir Terganggu
14. Berfokus pada Diri Sendiri
Etiologi

Traumatik/Patologis

Fraktur
Kerusakan / Pergeseran Tulang

Nyeri Akut

MASALAH KEPERAWATAN: Nyeri Akut

INTERVENSI:

 Observasi
1. Identifikasi loksi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas,institas
nyeri
2. Identifikasi skala nyeri
3. Identifikasirespon nyri nol verbal
4. Identifikasi faktor yang memperberat dan mamperingan nyeri
5. Identifikasi pengaruh nyri pada kualitas hidup
6. Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon hidup
7. Monitor keberhasilan terapi komplemeter yang sudah di berikan
 Terapetik
8. Berikan Teknik nonformakologi untuk mengurangi rasa nyeri
9. Control lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis. Suhu
ruangan, percaahayaan, kebisingan)
10. Fasilitasi istirahat dan tidur
11. Pertimbangkan jenis dan sumber dalam pemilihan strategis
meredakan nyeri
 Edukasi
12. Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri

3) DX 3:
Perfusi Perifer tidak Efektif b/d penurunan perfusi jaringan perifer d/d
Pengisian kapiler >3 detik,, nadi perifer menurun atau tidak teraba,
akral teraba dingin dan terdapat edema pada ekstremitas.
Gejala dan Tanda Mayor
 DS
(Tidak Tersedia)
 DO
2. Pengisian Kapiler >3 detik
3. Nadi Perifer menurun atau tidak teraba
4. Akral teraba dingin
5. Warna kulit pucat
6. Turgor kulit menurun
Gejala dan Tanda Minor
 DS
1. Parastesia
2. Nyeri Ekstremitas
 DO
1. Edema
2. Penyembuhan Luka lambat Indeks Ankle-Brachial <0,90 Bruit
Femoral
Etiologi

Traumatik/Patologis

Fraktur

Kerusakan / Pergeseran Tulang

Perubahan pada Jaringan sekitar

Spasme Otot
Peningkatan Tekanan Kapiler

Pelepasan Histamin

Protein Plasma Hilang

Edema

Penekanan Pembuluh Darah

Penurunan Fungsi Jaringan

Perfusi Perifer Tidak Efektif

MASALAH KEPERAWATAN: Perfusi perifer tidak efektif

Intervensi

 Observasi
1. Pemerksaan sirkulasi primer (mis, nadi perifer, edema, pengisian
kapiler, warna, suhu, anklebrachial indeks)
2. Identifeksi faktor resiko gangguan sirkulasi (mis, diabetes,peroko,
orang tua, hipertensi, kadar kolestrol tinggi)
3. Monitor panas,kemerahan,nyeri, atau bengkak pada daerah cedera
 Terapeutik
4. Hindari pemasngan infus atau pengambilan darah didaerah keterbatasan
perfusi
5. Hindari pengukuran tekanan darah pada ekstremitas dengan
keterbatansa perfusi
6. Hindari penekanan dan pemasangan toueniquet pada daerah cedera
7. Lakukan pencegahan infeksi
8. Lakukan perawatan kuku dan kaki
9. Lakukan hidrasi
 Edukasi
10. Anjurkan berhenti meroko
11. Anjurkan olahraga rutin
12. Anjrkan mengecek air mandi untuk menghindari kulit terbakar
13. Anjurkan menggunakan obat penurun tekanan darah, antikoagulan, dan
penurun kolestrol, jika perlu
14. Anjurkan minum obat pengontrol tekanan darah teratur
15. Anjurkan menghindari penggunaan obat penyetak beta
16. Anjurkan melakukan perawatan kulit tetap
17. Anjurkan program rehabilitas vaskuler
18. Anjurkan program diet untuk memperbaiki sirkulasi
19. Informasi tanda dan gejala darurat yang harus di laporkan
4) DX 4:
Gangguan Mobilisasi b/d Deformitas d/d klien mengeluh sulit
menggerakan ekstremitas, kekuatan otot menurun, nyeri saat bergerak
dan gerakan tidak terkoordinasi
Gejala dan Tanda Mayor
 DS
1. Mengeluh sulit menggerakan ekstremitas
 DO
1. Kekuatan otot menurun
2. Rentang gerak (ROM) menurun

Gejala dan Tanda Minor


 DS
1. Nyeri saat bergerak
2. Enggan melakukan pergerakan
3. Merasa cemas saat bergerak
 DO
1. Sendi kaku
2. Gerakan tidak terkoordinasi
3. Gerakan terbatas Fisik lemah
Etiologi

Traumatik/Patologis

Fraktur

Kerusakan / Pergeseran Tulang

Perubahan pada Jaringan sekitar

Deformitas

Gangguan Fungsi

Gangguan Mobilitas

MASALAH KEPERAWATAN: Gangguan Mobilitas

INTERVENSI KEPERAWATAN

 Observasi
1. Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya
2. Identifikasi toleransi fisik melakukan ambulasi
3. Monitor frekuensi jantung dan tekanan darah sebelum memulai
ambulasi
4. Monitor kondisi umum selalu melakukan ambulasi
 Terapeutik
1. Fasilitasi aktivitas ambulasi dengan alat bantu
2. Failitasi melakukan mobilisasi fisik, jika perlu
3. Libatkan keluarga untu membantu pasien dalam meningkatkan
ambulasi
 Edukasi
1. Jelaskan dan tujuan prosedudr ambulasi
2. Anjurkan mlaukan ambulasi dini
3. Ajarkan ambulasi sederhana yang harus di lakukan (mis :
berjalan dari tempat tidur ke kursi )

Anda mungkin juga menyukai