NIS : 180210128
RESUM PERTEMUAN 2
Pengertian Fraktur
Fraktur adalah gangguan dari kontinuitas yang normal dari suatu tulang. Jika
terjadi fraktur, maka jaringan lunak di sekitarnya juga sering kali terganggu.
Radiografi (sinar-x) dapat menunjukkan keberadaan cedera tulang, tetapi tidak
mampu menunjukkan otot atau ligamen yang robek, saraf yang putus, atau
pembuluh darah yang pecah sehingga dapat menjadi komplikasi pemulihan klien
(Black dan Hawks, 2014).
Etiologi Fraktur
Tekanan berlebihan atau trauma langsung pada tulang menyebabkan suatu
retakan sehingga mengakibatkan kerusakan pada otot dan jaringan. Kerusakan
otot dan jaringan akan menyebabkan perdarahan, edema, dan hematoma. Lokasi
retak mungkin hanya retakan pada tulang, tanpa memindahkan tulang manapun.
Fraktur yang tidak terjadi disepanjang tulang dianggap sebagai fraktur yang
tidak sempurna sedangkan fraktur yang terjadi pada semua tulang yang patah
dikenal sebagai fraktur lengkap (Digiulio, Jackson dan Keogh, 2014).
Penyebab fraktur menurut Jitowiyono dan Kristiyanasari (2010) dapat
dibedakan menjadi:
a. Cedera Traumatic
Cedera Traumatik pada tulang dapat disebabkan oleh :
1. Cedera langsung adalah pukulan langsung terhadap tulang sehingga
tulang patah secara spontan
2. Cedera tidak langsung adalah pukulan langsung berada jauh dari
lokasi benturan, misalnya jatuh dengan tangan berjulur sehingga
menyebabkan fraktur klavikula
3. Fraktur yang disebabkan kontraksi keras yang mendadak
b. Fraktur Patologik
Kerusakan tulang akibat proses penyakit dengan trauma minor mengakibatkan
:
1) Tumor tulang adalah pertumbuhan jaringan baru yang tidak terkendali
2) Infeksi seperti ostemielitis dapat terjadi sebagai akibat infeksi akut
atau dapat timbul salah satu proses yang progresif
3) Rakhitis
4) Secara spontan disebabkan oleh stress tulang yang terus menerus
Tanda Dan Gejala Fraktur
Mendiagnosis fraktur harus berdasarkan manifestasi klinis klien, riwayat,
pemeriksaan fisik, dan temuan radiologis.
Tanda dan gejala terjadinya fraktur antara lain:
a. Deformitas
Pembengkaan dari perdarahan lokal dapat menyebabkan
deformitas pada lokasi fraktur. Spasme otot dapat menyebabkan
pemendekan tungkai, deformitas rotasional, atau angulasi.
Dibandingkan sisi yang sehat, lokasi fraktur dapat memiliki
deformitas yang nyata.
b. Pembengkakan
Edema dapat muncul segera, sebagai akibat dari akumulasi
cairan serosa pada lokasi fraktur serta ekstravasasi darah ke jaringan
sekitar.
c. Memar
Memar terjadi karena perdarahan subkutan pada lokasi fraktur.
d. Spasme Otot
Spasme otot involuntar berfungsi sebagai bidai alami untuk
mengurangi gerakan lebih lanjut dari fragmen fraktur.
e. Nyeri
Jika klien secara neurologis masih baik, nyeri akan selalu
mengiringi fraktur, intensitas dan keparahan dari nyeri akan berbeda
pada masing-masing klien. Nyeri biasanya terus-menerus,
meningkat jika fraktur dimobilisasi. Hal ini terjadi karena spasme
otot, fragmen fraktur yang bertindihan atau cedera pada struktur
sekitarnya.
f. Ketegangan
Ketegangan diatas lokasi fraktur disebabkan oleh cedera yang
terjadi.
g. Kehilangan Fungsi
Hilangnya fungsi terjadi karena nyeri yang disebabkan fraktur
atau karena hilangnya fungsi pengungkit lengan pada tungkai yang
terkena. Kelumpuhan juga dapat terjadi dari cedera saraf.
h. Gerakan Abnormal dan Krepitasi
Manifestasi ini terjadi karena gerakan dari bagian tengah tulang
atau gesekan antar fragmen fraktur.
i. Perubahan Neurovaskular
Cedera neurovaskuler terjadi akibat kerusakan saraf perifer atau
struktur vaskular yang terkait. Klien dapat mengeluhkan rasa kebas
atau kesemutan atau tidak teraba nadi pada daerah distal dari fraktur
j. Syok
Fragmen tulang dapat merobek pembuluh darah. Perdarahan
besar atau tersembunyi dapat menyebabkan syok.
(Black Dan Hawks, 2014)
Patofisiologi Fraktur
Menurut Black dan Hawks (2014) Keparahan dari fraktur bergantung pada
gaya yang menyebabkan fraktur. Jika ambang fraktur suatu tulang hanya sedikit
terlewati, maka tulang mungkin hanya retak saja bukan patah. Jika gayanya
sangat ekstrem, seperti tabrakan mobil, maka tulang dapat pecah berkeping-
keping. Saat terjadi fraktur, otot yang melekat pada ujung tulang dapat terganggu.
Otot dapat mengalami spasme dan menarik fragmen fraktur keluar posisi.
Kelompok otot yang besar dapat menciptakan spasme yang kuat bahkan
mampu menggeser tulang besar, seperti femur. Walaupun bagian proksimal dari
tulang patah tetap pada tempatnya, namun bagian distal dapat bergeser karena
faktor penyebab patah maupun spasme pada otot-otot sekitar. Fragmen fraktur
dapat bergeser ke samping, pada suatu sudut (membentuk sudut), atau menimpa
segmen tulang lain. Fragmen juga dapat berotasi atau berpindah.
Selain itu, periosteum dan pembuluh darah di korteks serta sumsum dari
tulang yang patah juga terganggu sehingga dapat menyebabkan sering terjadi
cedera jaringan lunak. Perdarahan terjadi karena cedera jaringan lunak atau cedera
pada tulang itu sendiri. Pada saluran sumsum (medula), hematoma terjadi diantara
fragmen-fragmen tulang dan dibawah periosteum. Jaringan tulang disekitar lokasi
fraktur akan mati dan menciptakan respon peradangan yang hebat sehingga akan
terjadi vasodilatasi, edema, nyeri, kehilangan fungsi, eksudasi plasma dan
leukosit. Respon patofisiologis juga merupakan tahap penyembuhan tulang.
Pemeriksaan Penunjang
a) Pemeriksaan Radiologi
Menggunakan sinar rontgen (X-Ray). Hal yang harus dibaca pada x-ray:
1. Bayangan jaringan lunak.
2. Tipis tebalnya korteks sebagai akibat reaksi periosteum atau
biomekanik atau juga rotasi
3. Trobukulasi ada tidaknya rare fraction.
4. Sela sendi serta bentuknya arsitektur sendi.
b) Pemeriksaan Laboratorium
1. Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap
penyembuhan tulang.
2. Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan
menunjukkan kegiatan osteoblastik dalam membentuk tulang.
3. Enzim otot seperti Kreatinin Kinase, Laktat Dehidrogenase
(LDH-5), Aspartat Amino Transferase (AST), Aldolase yang
meningkat pada tahap penyembuhan tulang.
Penatalaksanaan
Prinsip menangani fraktur adalah mengembalikan posisi patahan ke posisi
semula dan mempertahankan posisi itu selama masa penyembuhan patah tulang.
1) Cara pertama penangan adalah proteksi saja tanpa reposisi atau
imobilisasi, misalnya menggunakan mitela. Biasanya dilakukan pada
fraktur iga dan fraktur klavikula pada anak.
2) Cara kedua adalah imobilisasi luar tanpa reposisi, biasanya dilakukan
pada patah tulang tungkai bawah tanpa dislokasi.
3) Cara ketiga adalah reposisi dengan cara manipulasi yang diikuti
dengan imobilisasi, biasanya dilakukan pada patah tulang radius distal.
4) Cara keempat adalah reposisi dengan traksi secara terus-menerus
selama masa tertentu. Hal ini dilakukan pada patah tulang yang apabila
direposisi akan terdislokasi di dalam gips.
5) Cara kelima berupa reposisi yang diikuti dengan imobilisasi dengan
fiksasi luar. Cara keenam berupa reposisi secara non-operatif diikuti
dengan pemasangan fiksator tulang secara operatif. Cara ketujuh
berupa reposisi secara operatif diikuti dengan fiksasi interna yang biasa
disebut dengan ORIF (Open Reduction Internal Fixation).
6) Cara yang terakhir berupa eksisi fragmen patahan tulang dengan
prostesis (Sjamsuhidayat dkk, 2010).
Menurut Istianah (2017) penatalaksanaan medis antara lain :
a. Diagnosis dan penilaian fraktur
Anamnesis pemeriksaan klinis dan radiologi dilakukan
dilakukan untuk mengetahui dan menilai keadaan fraktur. Pada
awal pengobatan perlu diperhatikan lokasi fraktur, bentuk
fraktur, menentukan teknik yang sesuai untuk pengobatan
komplikasi yang mungkin terjadi selama pengobatan.
b. Reduksi
Tujuan dari reduksi untuk mengembalikan panjang dan
kesejajaran garis tulang yang dapat dicapai dengan reduksi
terutup atau reduksi terbuka. Reduksi tertutup dilakukan
dengan traksi manual atau mekanis untuk menarik fraktur
kemudian, kemudian memanipulasi untuk mengembalikan
kesejajaran garis normal. Jika reduksi tertutup gagal atau kurang
memuaskan, maka bisa dilakukan reduksi terbuka. Reduksi
terbuka dilakukan dengan menggunakan alat fiksasi internal
untuk mempertahankan posisi sampai penyembuhan tulang
menjadi solid.
Alat fiksasi interrnal tersebut antara lain pen, kawat, skrup,
dan plat. Alat-alat tersebut dimasukkan ke dalam fraktur melalui
pembedahan ORIF (Open Reduction Internal Fixation).
Pembedahan terbuka ini akan mengimobilisasi fraktur hingga
bagian tulang yang patah dapat tersambung kembali.
c. Retensi
Imobilisasi fraktur bertujuan untuk mencegah pergeseran
fragmen dan mencegah pergerakan yang dapat mengancam
penyatuan. Pemasangan plat atau traksi dimaksudkan untuk
mempertahankan reduksi ekstremitas yang mengalami fraktur.
d. Rehabilitasi
Mengembalikan aktivitas fungsional seoptimal mungkin.
Setelah pembedahan, pasien memerlukan bantuan untuk
melakukan latihan. Menurut Kneale dan Davis (2011) latihan
rehabilitasi dibagi menjadi tiga kategori yaitu :
1. Gerakan Pasif bertujuan untuk membantu pasien
mempertahankan rentang gerak sendi dan mencegah
timbulnya pelekatan atau kontraktur jaringan lunak serta
mencegah strain berlebihan pada otot yang diperbaiki post
bedah.
2. Gerakan Aktif terbantu dilakukan untuk mempertahankan
dan meningkatkan pergerakan, sering kali dibantu dengan
tangan yang sehat, katrol atau tongkat
3. Latihan Penguatan adalah latihan aktif yang bertujuan
memperkuat otot. Latihan biasanya dimulai jika kerusakan
jaringan lunak telah pulih, 4-6 minggu setelah pembedahan
atau dilakukan pada pasien yang mengalami gangguan
ekstremitas atas.
Menurut Hospital Care for Children, 2016 Perlu pemeriksaan oleh dokter
bedah yang berpengalaman untuk fraktur yang sulit seperti dislokasi sendi, fraktur
di daerah epifisis, atau frakturterbuka. Fraktur-terbuka membutuhkan antibiotik:
kloksasilin oral (25–50 mg/kgBB/dosis 4 kali sehari), dan gentamisin (7.5
mg/kgBB/dosis IV/IM sekali sehari) dan harus dibersihkan dengan seksama untuk
mencegah osteomielitis (lihat prinsip penanganan luka).
Pathway Fraktur
Diagnosa dan Intervensi Keperawatan
1) DX 1:
Syok Hipovolemik b/d putusnya vena/arteri dan pendarahan d/d nadi
teraba lemah, TD menurun turgor kulit menyempit dan hematocrit
meningkat.
Faktor resiko:
1. Hipoksemia
2. Hipoksia
3. Hipotensi
4. Kekurangan volume cairan
5. Sepsis
6. Syndrome respons inflamasi sistematik (SIRS)
1. Pendarahan
2. Trauma multiple
3. Pneumothoraks
4. Infark miokard
5. Kardiomiopati
6. Cedera medulla spinalis
7. Anafilaksis
8. Sepsis
9. Koagulasi intervascular diseminitas
10. Syndrome respons inflamasi sistematik (SIRS)
Etiologi
Traumatik/Patologis
Fraktur
Perdarahan
Kehilangan Volume Cairan
Soyk Hipovolemik
INTERVENSI KEPERAWATAN
Observasi
1. Monitor status kardiopulmoris (frekuensi, dan kekuatan nadi, frekuensi
napas,TD,MAP)
2. Monitor status oksigen (oksimentri nadi, AGD)
3. Monitor status cairan (masuknya dan keluarnya, turgor kulit, CRT)
4. Monitor kesadaran dan respon pupil
5. Pemeriksaam Riwayat alergi
Terapeutik
6. Berikan oksigen untuk mempertahankan saturasi oksigen > 94%
7. Persiapkanintubasi dan ventilasi makanis, jika perlu
8. Pasang jalur IV, jika perlu
9. Pasang kateter urine untuk menilai produksi urine, jika perlu
10. Lakukan skin test untuk mencegah alergi
Edukasi
11. Jelaskan penyebab/ faktor resiko syok
12. Jelaskan tenda dan gejala awal syok
13. Anjurkan melapor jika menemukkan/ merasakan tanda dan gejala syok
14. Anjurkan memperbanyak cairan oral
15. Anjurkanmenghindari allergen
Kolaborasi
16. Kolaborasi pemberian IV,jika perlu
17. Kolaborasi pemberian tranfusi darah, jika perlu
18. Kolaborasi pemberian anti flamasi, jika perlu.
2) DX 2:
Nyeri Akut b/d Kerusakan atau pergeseran fragmen tulang ekstremitas
b/d klien mengeluh nyeri, tampak meringis, bersikap protektif, gelisah
dan frekuensi nadi meningkat.
Gejala dan Tanda Mayor
DS
1. Mengeluh Nyeri
DO
1. Tampak Meringis
2. Bersikap Protektif (sikap waspada)
3. Gelisah
4. Frekuensi Nadi Meningkat
Gejala dan Tanda Minor
DS
(Tidak Tersedia)
DO
11. Tekanan Darah Meningkat
12. Pola Nafas Berubah
13. Proses Berfikir Terganggu
14. Berfokus pada Diri Sendiri
Etiologi
Traumatik/Patologis
Fraktur
Kerusakan / Pergeseran Tulang
Nyeri Akut
INTERVENSI:
Observasi
1. Identifikasi loksi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas,institas
nyeri
2. Identifikasi skala nyeri
3. Identifikasirespon nyri nol verbal
4. Identifikasi faktor yang memperberat dan mamperingan nyeri
5. Identifikasi pengaruh nyri pada kualitas hidup
6. Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon hidup
7. Monitor keberhasilan terapi komplemeter yang sudah di berikan
Terapetik
8. Berikan Teknik nonformakologi untuk mengurangi rasa nyeri
9. Control lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis. Suhu
ruangan, percaahayaan, kebisingan)
10. Fasilitasi istirahat dan tidur
11. Pertimbangkan jenis dan sumber dalam pemilihan strategis
meredakan nyeri
Edukasi
12. Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
3) DX 3:
Perfusi Perifer tidak Efektif b/d penurunan perfusi jaringan perifer d/d
Pengisian kapiler >3 detik,, nadi perifer menurun atau tidak teraba,
akral teraba dingin dan terdapat edema pada ekstremitas.
Gejala dan Tanda Mayor
DS
(Tidak Tersedia)
DO
2. Pengisian Kapiler >3 detik
3. Nadi Perifer menurun atau tidak teraba
4. Akral teraba dingin
5. Warna kulit pucat
6. Turgor kulit menurun
Gejala dan Tanda Minor
DS
1. Parastesia
2. Nyeri Ekstremitas
DO
1. Edema
2. Penyembuhan Luka lambat Indeks Ankle-Brachial <0,90 Bruit
Femoral
Etiologi
Traumatik/Patologis
Fraktur
Spasme Otot
Peningkatan Tekanan Kapiler
Pelepasan Histamin
Edema
Intervensi
Observasi
1. Pemerksaan sirkulasi primer (mis, nadi perifer, edema, pengisian
kapiler, warna, suhu, anklebrachial indeks)
2. Identifeksi faktor resiko gangguan sirkulasi (mis, diabetes,peroko,
orang tua, hipertensi, kadar kolestrol tinggi)
3. Monitor panas,kemerahan,nyeri, atau bengkak pada daerah cedera
Terapeutik
4. Hindari pemasngan infus atau pengambilan darah didaerah keterbatasan
perfusi
5. Hindari pengukuran tekanan darah pada ekstremitas dengan
keterbatansa perfusi
6. Hindari penekanan dan pemasangan toueniquet pada daerah cedera
7. Lakukan pencegahan infeksi
8. Lakukan perawatan kuku dan kaki
9. Lakukan hidrasi
Edukasi
10. Anjurkan berhenti meroko
11. Anjurkan olahraga rutin
12. Anjrkan mengecek air mandi untuk menghindari kulit terbakar
13. Anjurkan menggunakan obat penurun tekanan darah, antikoagulan, dan
penurun kolestrol, jika perlu
14. Anjurkan minum obat pengontrol tekanan darah teratur
15. Anjurkan menghindari penggunaan obat penyetak beta
16. Anjurkan melakukan perawatan kulit tetap
17. Anjurkan program rehabilitas vaskuler
18. Anjurkan program diet untuk memperbaiki sirkulasi
19. Informasi tanda dan gejala darurat yang harus di laporkan
4) DX 4:
Gangguan Mobilisasi b/d Deformitas d/d klien mengeluh sulit
menggerakan ekstremitas, kekuatan otot menurun, nyeri saat bergerak
dan gerakan tidak terkoordinasi
Gejala dan Tanda Mayor
DS
1. Mengeluh sulit menggerakan ekstremitas
DO
1. Kekuatan otot menurun
2. Rentang gerak (ROM) menurun
Traumatik/Patologis
Fraktur
Deformitas
Gangguan Fungsi
Gangguan Mobilitas
INTERVENSI KEPERAWATAN
Observasi
1. Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya
2. Identifikasi toleransi fisik melakukan ambulasi
3. Monitor frekuensi jantung dan tekanan darah sebelum memulai
ambulasi
4. Monitor kondisi umum selalu melakukan ambulasi
Terapeutik
1. Fasilitasi aktivitas ambulasi dengan alat bantu
2. Failitasi melakukan mobilisasi fisik, jika perlu
3. Libatkan keluarga untu membantu pasien dalam meningkatkan
ambulasi
Edukasi
1. Jelaskan dan tujuan prosedudr ambulasi
2. Anjurkan mlaukan ambulasi dini
3. Ajarkan ambulasi sederhana yang harus di lakukan (mis :
berjalan dari tempat tidur ke kursi )