Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

Obat analgesik antipiretik serta obat anti inflamasi nonsteroid (AINS)


merupakan kelompok obat yg heterogen, ada yg secara kimia berbeda tetapi
mempunyai persamaan efek terapi dan efek samping.Prototipe obat gol.ini adalah
aspirin, sehingga gol ini sering disebut obat mirip aspirin (aspirin –like drugs).

Sebenarnya golongan AINS tidak banyak manfaat kliniknya, karena ada


AINS dari subgolongan yang sama memiliki sifat yang berbeda sebaliknya ada obat
AINS yang berbeda subgolongan tetapi memiliki sifat yang serupa.

Kemajuan penelitian dalam dasawarsa terakhir ini memberi penjelasan


mengapa kelompok heterogen tersebut memiliki kesamaan efek terapi dan efek
samping. Ternyata sebagian besar efek terapi dan efek sampingnya berdasarkan atas
penghambatan biosintesa prostaglandin (PG). Akan diuraikan dahulu mekanisme
dan sifat dasar obat mirip aspirin sebelum membahas masing-masing subgolongan.
BAB II

PEMBAHASAN

SIFAT DASAR OBAT AINS ( ANTI INFLAMASI NON STEROID)

2.1 Mekanisme Kerja

Efek dari obat AINS adalah efek terapi dan efek samping obat ini sebagian
besar tergantung dari penghambatan biosintesis PG. Mekanisme kerja yang
berhubungan dengan sistem biosintesis PG ini mulai dilaporkan pada tahun 1971 oleh
Vane dan kawan-kawan yang memperlihatkan secara in vitro bahwa dosis rendah
aspirin dan indometasin menghambat produksi enzimatik PG.
OBAT
AINS

ASAM ASAM
KARBOKSILAT ENOLAT
Asam Derivat Derivat Derivat Derivat
Asam Asam Derivat
Asetat Asam Oksikam
Salisilat Propinoat Fenamat Pirozolon
Aspirin As. As.
Benorilat tiaprofen Mefenam Azapropaz Piroksika
at at on m
Diflunisal
Fenbufen
Salsalat Meklofen Fenilbutaz
Fenoprofe amat on
n
Oksifenbut
Derivat Asam Derivat Asam
azon
Flurbipro
Fenilasetat Asetat
fen
inden/indol :
Diklofena Indometa
k Ibuprofen sin
Sulindak
Fenklofen
Ketoprofe Tolmetin
ak n

Naprokse
n

Inflamasi :

Fenomena inflamasi meliputi kerusakan mikrovaskuler, meningkatnya


permibialitas kapiler dan migrasi leukosit ke jaringan radang. Gejala faktor inflamasi
yang sudah dikenal adalah lakor,rubor, tumor,dolor dan fungsi laesea. Selama proses
inflamasi banyak mediator kimiawi yg dilepaskan anatara lain histamin, bradikinin,
leukotrien dan PG.
Rasa Nyeri :

PG menimbulkan keadaan hiperalgesia, kemudian mediator kimia seperti


bradikinin dan histamin merangsangnya dan menimbulkan nyeri yang nyata.

Obat mirip aspirin tidak mempengaruhi nyeri yg ditimbulkan oleh efek


langsung PG, kecuali derivat fenamat memperlihatkan efek antagonis PG.

Demam :

Suhu tubuh diatur oleh keseimbangan antara produksi dan hilangnya panas.
Alat pengatur suhu tubuh berada di hipotalamus.

Obat mirip aspirin menekan efek pirogen endogen dengan menghambat


sintesis PG.

2.2 Efek Farmakodinamik

Semua obat golongan ini bersifat antipiretik, analgesik, dan anti-inflamasi.


Tetapi selalu ada perbedaan aktivitas diantara obat-obat tersebut, mis: parasetamol
bersifat antipiretik & analgesik tetapi sifat anti-inflamsinya lemah. Kemungkinan
karena variasi sensivitas enzim di jaringan.

Efek Analgesik

Sebagai analsesik, obat golongan ini hanya efektif terhadap nyeri dengan
intensitas rendah – sedang mis. Sakit kepala, mialgia, artralgia dan nyeri yg berasal
dari integumen, efektif terhadap nyeri yg berkaitan dengan inflamasi.

Efek analgesiknya jauh lebih lemah dari pd efek analgesik opiat. Tidak menimbulkan
ketagiahan dan tidak menimbulkan efek samping sentral yg merugikan.

Nyeri akibat terpotongnya saraf aferen, tidak teratasi dengan obat mirip aspirin.
Sebaliknya nyeri kronik pasca bedah dapat diatasi oleh obat ini.

Efek Antipiretik

Hanya menurunkan suhu badan pada keadaan demam.Bila digunakan secara rutin
atau terlalu lama dapat bersifat toksik.

Fenilbutason dan antirematik lainnya tidak dibenarkan digunakan sebagai antipiretik.


Efek Anti-inflamasi

Kebanyakan obat gol.ini, terutama yg baru dimanfaatkan sebagi anti-inflamasi pd


pengobatan kelainan muskoloskeletal, seperti artritis rematoid, osteoartritis dan
spondilitas ankilosa.

Ingat bahwa obat ini hanya meringankan gejala inflamasi yg berkaitan dengan
penyakitnya secara simtomatik, tidak menghentikan, memperbaiki atau mencegah
kerusakan jaringan pd kelainan muskoloskeletal.

2.3 Efek Samping

Kebanyakan bersifat asam, sehingga lebih banyak berkumpul dalam sel yg bersifat
asam seperti di lambung, ginjal dan jaringan inflamasi.

ES yg paling sering terjadi adalah induksi tukak lambung atau tukak peptik yg
kadang-kadang disertai anamia sekunder akibat perdarahan saluran cerna.

Mekanisme terjadinya iritasi lambung ada 2 :

Iritasi yang bersifat lokal yg menimbulkan difusi kembali asam lambung ke mukosa
dan menyebabkan kerusakan jaringan

Iritasi atau perdarahan lambung yg bersifat sitemik melalui hambatan PG (PGE2 dan
PGI2 yang banyak ditemukan di mukosa lambung yg berfungsi menghambat sekresi
asam lambung dan menghambat sekresi mukus usus halus yg bersifat sitoprotektif).
Mekanisme ke-2 ini terjadi pd pemberian parenteral.

Efek samping lain : gangguan fungsi trombosit akibat penghambatan biosintesa


tromboksan A2 (TXA2) dengan akibat perpanjangan waktu perdarahan.

Pada beberapa kasus dapat terjadi reaksi hipersensivitas berupa rinitis vasomotor,
udem angioneurotik, urtikaria luas, asma bronkial, hipotensi sampai keadaan presyok
dan syok.

PEMBAHASAN OBAT

 Salisilat, Salisilmid dan Diflunisal

I. Salisilat
Salisilat (Asam asetil salisilat = asetosal) atau asririn adalah analgesik
antipiretik dan anti inflamasi yang sangat luas digunakan dan digolongkan dalam obat
bebas. Selain sebagai prrototip, obat ini merupakan standar dalam menilai efek obat
sejenis.

 Farkodinamik

Salisilat merupakan obat yg digunakan sebagai Anakgesik, antipiretik dan


anti-inflamasi. Aspirin dosis terapi bekerja cepat dan efektif sebagai antipiretik.

Untuk memperoleh efek anti-inflamasi yang baik kadar palsma dipertahankan


antara 250-300 mcg/ml. Kadar ini tercapai dengan dosis aspirin oral 4 g/hari untuk
dewasa.

 Efek terhadap pernapasan :

Salisilat perangsang pernapasan baik secara langsung maupun tidak langsung.


Dgn dosis terapi mempertinggi konsumsi O2 dan produksi CO2. Peninggian PCO2 akan
merangsang pernapasan sehingga pengeluaran CO2 melalui alveoli ber(+) dan PCO2
dalam plasma turun.

 Efek terhadap darah :


orang normal yg makan aspirin akan mengalami perpanjangan masa
perdarahan, disebabakan karena asetilasi siklo-oksigenase trombosit sehingga
pembentukan tromboksan A2 (TXA2) terhambat. Dosis tunggal 650 mg dapat
memperpan-jang masa perdarahan + 2 kali lipat. Aspirin dosis kecil digunakan untuk
propilaksis trombosis koroner dan serebral.

Aspirin tidak boleh diiberikan pd penderita dengan kerusakan hati berat,


hipoprotombinemia, defisiensi vit K dan hemofilia, sebab dapat menimbulkan
perdarahan.

 Efek terhadap hati dan ginjal:


Salisilat bersifat hepatotoksik dan ini berkaitan dengan dosis. Gejala yg
sering terlihat berupa kenaikan SGOT dan SGPT, beberapa menderita menunjukkan
hepatomegali, anoreksia, nausea, dan ikterus. Bila terjadi ikterus pemberian obat
harus dihentikan krn dapat terjadi nekrosis hati yg fatal. Aspirin tidak dianjurkan
untuk penderita penyakit hati kronik. Salisilat dapat menurunkan fungsi ginjal.

 Efek terhadap saluran cerna :


Efek iritasi saluran cerna. Perdarahan lambung yang berat dapat dapat terjadi
pada dosis besar dan pemberian kronik.

 Farmakokinetik

Pemberian oral, sebagain diabsorpsi dgn cepat dalam bentuk utuh di lambung,
tetapi sebagian besar di usus halus bagian atas.

Kadar tertinggi dicapai + 2 jam setelah pemberian. Kecepatan absorpsinya


tergantung pd kecepatan disintegrasi dan disolusi tablet, pH permukaan mukosa dan
waktu pengosongan lambung.Pada pemakaian luar (obat gosok atau salep), diabsorpsi
cepat dari kulit.

Setelah diabsorsi, salisilat segera menyebar ke seluruh jaringan tubuh dan


cairan transelular sehingga ditemukan dalam cairan spinal, cairan peritonial, liur dan
air susu.

Aspirin mudah menembus sawar darah otak dan sawar uri.Aspirin diserap
dalam bentuk utuh, dihidrolisis menjadi asam salisilat terutama dalam
hati.Biotransformasi salisilat terutama terjadi di mikrosom dan mitikondria hati.
Eksresi salisilat melalui ginjal, sebagian kecil melalui keringat dan empedu.

Sediaan :

Aspirin tersedia dalam bentuk tablet 100 mg dan 500 mg.Metil salisilat hanya
digunakan sbg obat luar dalam bentuk salep atau linimen dan digunakan
sebagaicounter irritant bagi kulit Asam salisilat bentuk bubuk, digunakan sbg
keratolitik.

Indikasi

Antipiretik : Dosis Dewasa 325 – 650 mg, secara oral tiap 3 jam atau 4 jam. Anak
15-20 mg/kg BB, diberikan tiap 4-6 jam dengan dosis toatal tidak melebihi 3,6
g/hari.

Analgesik : Salisilat bermanfaat untuk mengobati nyeri yg tidak spesifik seperti sakit
kepala, nyeri sendi, nyeri haid, neuralgia dan mialgia.

Demam rematik akut : Dalam waktu 24 – 48 jam setelah pemberian obat terjadi
pengurangan nyeri, kekakuan, pembengkakan, rasa panas dan memerahnya jaringan
setempat. Suhu badan, frekuensi nadi menurun dan penderita merasa enak.Dosis u/
dewasa, 5-8 g/hari, diberikan 1 g/kali. Dosis u/ anak 100-125 mg/kg BB/hari, tiap 4-6
jam.

Artritis rematoid:

Selain menghilangkan nyeri, salisil jelas menghambat inflamasinya. Dosis: 4-


6 g/hari, tetapi dengan dosis 3 g/hari cukup memusakan

Penggunaan Lain :

Aspirin digunakan untuk mencegah trombos koroner dan trombus vena dalam
berdasarkan efek penghambatan agresi trombosit. Dengan dosis aspirin kecil (324
mg/hari) yg di minum tiap hari dpt mengurangi insiden infar miokard akut, dan
kematian pada penderita angina tidak stabil.

Intoksikasi :

Keracunan salisilat berat dapat menimbulkan kematian, tetapi umumnya


keracunan salisilat ringan (salisilamus).Metil salisilat jauh lebih toksik dari pd Na.
salisilat dan intoksikasinya sering terjadi pd anak, 4 mg dpt menimbulkan kematian
pd anak.

Salisilamus : gejala nyeri kepala, pusing, titinus, gangguan pendengaran, penglihatan


kabur, rasa bingung, lemas, rasa kantuk, banyak berkeringat, haus, mual, muntah dan
kadang-kadang diare.

Pada intoksikasi yg lebih berat gejala SSP menjadi lebih jelas disertai timbulnya
kegelisahan, iritatif, rasa cemas, vertigo, termor, halusinasi, konvulsi umum dan
koma.

Terapi intoksikasi : mencakup bilas lambung dan koreksi gangguan cairan dan
elektrolit. Untuk mengatasi demam, kulit diusap dengan alkohol.

 Para Amino Fenol

Derivat para amino fenol yaitu fenasetin dan asetominofen dengan struktur :

Farmakodinamik

Efek analgesik paracetamol dan fenasetin yaitu menghilangkan atai


mengurangi nyeri ringan sampai sedang.
Efek anti-inflamasi sangat lemah, oleh karena itu tidak digunakan sebagai anti
rematik. Paracetamol merupakan penghambat PG yg lemah. Efek iritasi, erosi dan
pendarahan lambung tidak terlihat pd kedua obat ini, demikian juga gangguan
pernapasan dan keseimbangan asam basa.

Farmakokinetik

Paracetamol di absorpsi cepat dan sempurna melalui saluran


cerna.Konsentrasi tertinggi dicapai dalam ½ jam dan masa paruh dalam plasma antara
1-3 jam. Obat ini dimetabolisme oleh enzim mikrosom hati. Sebagaian acetaminofen
(80 %) dikonjugasi dengan asam glukuronat dan sebagian kecil lainnya dengan asam
sulfat.Metabolit hasil hidroksilasi dapat menimbulkan methemoglobinemia dan
hemolisis eritrosit.Ekresi melalui ginjal.

Indikasi :

Penggunaan sebagai AA, sama dengan penggunaan salisilat. Sebagai


analgesik sebaiknya tidak diberikan terlalu lama, jika dosis terapi tidak memberi
manfaat, dosis lebih besar tidak menolong.

Sediaan :

Parasetamol diproduksi sebagai obat tunggal, bentuk tablet 500 mg,100 mg


atau sirup 120 mg/5 ml.Juga diproduksi sebagai sediaan kombinasi tetap dalam
bentuk tablet dan cairan.

Dosis :

Parasetamol untuk dewasa 300 mg – 1 g/kali, maksimum 4 g/hari; anak 6-12


tahun : 150-300 mg/kali, maksimum 1,2 g/hari. Untuk anak 1-6 tahun 60 – 16mg/kali
dan bayi dibawah 1 tahun : 60 mg/kali; pada anak dan bayi diberikan maksimal 6
kali/hari.

Efek Non Terapi :

Reaksi alergi jarang terjadi. Manifestasinya beruapa urtikaria dan lesi pada
mukosa.Fenasetin dapat menyebabkan anamia hemolitik, terutama pd pemakaian
kronik.
Toksisitas akut, akibat dosis toksis yg paling serius ialah nekrosis hati.
Hepatotoksisitas dapat terjadi pada pemberian dosis tunggal 10-15 g (200-250 mg/kg
BB) paracetamol.

Anoreksia, mual dan muntah serta sakit perut dapat terjadi dalam 24 jam
pertama dan dapat berlangsung selama 1 minggu atau lebih. Gangguan hepar dapat
terjadi pd hari ke-2, kerusakan hati dapat mengakibatkan ensefalipati, koma dan
kematian.Hepatotoksisitas parasetamol me↑ pd penderita yg mendapat juga barbiturat
atau antikonvulsi, atau alkoholik yg kronis. Keracunan akut biasanya diobati secara
simtomatik dengan N-asetilsistein cukup efektif bila diberikan PO 24 jam setelah
minum dosis toksis paracetamol. Biru metilen 1 % 1 mg/kg BB iv. perlahan-lahan.

 Pirazolon

Antipirin, Aminopirin dan Dipiron

 Antipirin (fenazon) adalah 5-okso-1-fenil-2,3-dimetilrirazolidin.


 Aminopirin (amidopirin) adalah derivat 4-dimetilamino dari antipirin. Dipirin
adalah methansulfonat dari aminopirin yang larut baik dalam air dan dapat
diberikan secara suntikan.

Indikasi

Dipiron hanya digunakan sebagai analgesik antipiretik karena efek anti-


inflamasinya lemah.Antipirin dan aminopirin tidak digunakan lagi karena lebih toksik
dibanding dipiron.Dipiron hanya diberikan bila dibutuhkan AA suntikan atau pasien
tidak tahan AA yg lebih aman.

Dosis dipiron: 3 kali 0,3-1 g/hari, tersedia dalam bentuk tablet 500 mg dan larutan
obat suntik yang mengandung 500 mg/ml.

Efek Samping dan Intoksikasi :

Derivat pirazolon dapat menyebabkan agranulositosis, anemia aplastik dan


trombositopenia. Dipiron dapat menyebabkan hemolisis, udem, tremor, mual dan
muntah, perdarahan lambung dan anuria

Fenilbutason :

Fenilbutazon adalah 3,5-diokso-1,2difenil-4-butilpirazolidin.Fenilbutazon


digunakan untuk mengobati artritis reumatoid dan sejenisnya sejak tahun 1949.
Farmakodinamik :

Efek anti-inflamasi fenilbutazon untuk penyakit artritis reumatoid dan


sejenisnya sama kuat dengan salisilat. Efek analgesik yg sebabnya non reumatik lebih
lemah dari salisilat.Efek AA tidak digunakan karena toksisitasnya.Fenilbutason
memperlihatkan efek urikosurik ringan dengan menghambat reabsorpsi asam urat
melalui tubuli.Menyebabkan retensi Na dan Cl yg nyata, disertai pengurangan
diuresis dan dapat menimbulkan udem. Pertambahan volume plasma dapat mencapai
50 % sehingga dapat terjadi gagal jantung.

Farmakokinetik

Fenilbutason diabsorpsi dengan cepat dan sempurna pada pemberian oral. Kadar
tertinggi dapat dicapai dalam waktu 2 jam. Waktu paruh 50 – 65 jamEksresi melalui
ginjal secara lambat, karena ikatannya dengan protein plasma membatasi filtrasi
glomerulus.

Interaksi obat : pemakaian dengan antikoagulan oral dan hipoglikemik harus


diawasi dengan ketat.

Sediaan : Fenilbutason bentuk tablet salut gula : 100 mg dan 200 mg, juga ada dalam
bentuk suntikan. Oksifenbutason dalam bentuk tablet 100 mg.

Indikasi :

Fenilbutason dan oksifenilbutazon digunakan untuk penyakit pirai (gout) akut, artritis
reumatoid dan gangguan sendi otot lainnya, osteoartritis.Karena toksisitasnya, hanya
digunakan bila obat lainnya yg lebih aman tidak efektif lagi.Pemakaian jangka lama
hendaknya dihindari.

Efek Non Terapi :

Alergi terhadap obat tersebut sering terjadi berupa urtikaria, udem


angioneurotik, sindrom Stevenson-Johnson, dermatitis dll. Dapat juga terjadi anemia
aplastik, agranulositosis, trombositopenia, nefritis hepatitis.

Kedua obat ini mengiritasi lambung cukup kuat, sehingga sering menimbulkan
keluhan pada epigastrium, bahkan dapat menyebabkan korosi lambung, tukak
lambung akut atau kronik dan pendarahan lambung.
Intoksikasi obat ini dapat menimbulkan koma, kejang tonik, syok, asidosis
metabolik, depresi sumsum tulang, proteinuria, gagal ginjal, ikterus hepatoseluler.

Kontraindikasi : Di kontraindikasikan terhadap pendrita dengan hipertensi, penyakit


jantung, ginjal, dan gangguan fungsi hati sehubungan dengan sifatnya yang
menyebabkan retensi air dan Na. Juga pada penderita ulkus peptik dan alergi terhadap
obat ini.

 Analgesik Anti-inflamasi Non Steroid (AINS) lainnya

AINS umumnya mempunyai sifat anti-inflamasi, AA.

Efek antipiretiknya baru kelihatan pd dosis yg lebih besar dari pp efek


lainnya, dan lebih toksik; maka obat-obat ini hanya digunakan untuk terapi inflamasi
sendi seprti artritis reumatoid, osteo-artritis, spondilitis ankilosa dan penyakit pirai.
Semua AINS merupakan iritan mukosa lambung, juga banyak dilaporkan efek toksik
terhadap ginjal

1. Asam Mefenamat dan Meklomefenamat

Digunakan sebagai analgesik; sebagai anti-inflamasi kurang efektif dibanding


aspirin.Meklofenamat digunakan sebagai anti-inflamasi pada terapi artritis
reumatoid dan osteoporesis.pemberian dengan anti koagulan harus diperhatikan

Efek samping terhadap saluran cerna misalnya dispepsia, dan iriasi terhadap mukosa
lambung. Efek samping lain; eritem kulit, bronkokontriksi, anemia hemolitik.Pada
lansia dapat menyebabkan efek samping diare hebat

Dosis : Asan menamat 3 kali 250-500 mg/hari; meklofe-namat untuk terapi penyakit
sendi 200-400 mg/hari.Tidak dianjurkan diberikan pd anak dan wanita hamil.

2. Diklofenak

Absorpsi melalui saluran cerna berlngsung cepat, 99 % terikat protein plasma


terutama albumin.Berbeda dengan fenilbutazon, diklofenak hampir tidak
mempengaruhi ikatan antikoagulan oral dan obat hipoglikemik oral dengan protein
plasma.

Efek samping yang lasim mual, gastritis, eritema pada kulit dan sakit kepala.
Pemakaian pada penderita tukak lambung harus berhati-hati.Pemakaian selama
kehamilan tidak dianjurkan. Dosis : untuk dewasa 50 – 150 mg/hari.
3. Ibuprofen

Merupakan derifat asam propionat, obat ini bersifat analgesik dengan daya anti-
inflamasi yg tidak terlalu kuat.Efek analgesik sama dengan aspirin, efek anti-
inflamasi terlihat pd dosis 1200-2400 mg/hari.

Absorpsinya cepat melalui lambung dan kadar maksimum dalam plasma dicapai
setelah 1-2 jam, waktu paruh dalam plasma 2 jam. Ekskresinya cepat melalui urin.

Derivat asam propionat dapat mengurangi diuresis dan natriuresis furosemid dan
tiazid, juga mengurangi efek anti hipertensi obat penyekat adrenoreseptor beta,
prazosin, kaptropril. Efek ini mungkin akibat hambatan biosintesis PG renal.

Efek samping pada saluran cerna lebih ringan dibanding aspirin, efek samping
lainnya jarang.

Dosis : Analgesik 4 kali 400 mg/hari, sebaiknya dosis optimal tiap orang ditentukan
secara individu. Tidak dianjurkan diminum oleh wanita hamil dan menyusui.

4. Ketoprofen

Derivat asam propional ini memiliki efektifitas seperti ibuprofen dengan sifat
anti-inflamasi sedang.Absorpsinya berlangsung baik dari lambung dan waktu paruh
plasma + 2 jam.Efek samping sama dengan obat AINS, terutama gangguan terhadap
saluran cerna dan rx hipersensifitas.

Dosis : 2 kali 100 mg/hari, tetapi sebaiknya ditentuakan secara individu.

5. Piroksikam

Merupakan salah satu AINS yng memiliki struktur baru yaitu oksikam.Waktu
paru dalam plasma > 45 jam sehingga dapat diberikan hanya sekali sehari. Absorpsi
cepat dilambung

Efek samping tersering adalah gangguan saluran cerna, yang berat adalah tukak
lambung. Efek samping lainnya adalah pusing, tinitus, nyeri kepala dan eritem
kulit.Tidak dianjurkan diberikan wanita hamil, penderita tukak lambung dan
penderita yng sedang minum anti koagulan.

Indikasi : Artritis reumatoid, osteoartritis, spondilitis

Dosis : 10 – 20 mg/hari.
 Obat Pirai
Ada 2 kelompok obat penyakit pirai :

1. Obat yang menghentikan proses inflamasi akut, mis: kolkisin, fenilbutazon,


oksifenilbutazon dan indometasin.

2. Obat yang mempengaruhi kadar asam urat, mis: probenesid, alopurinol dan
sulfinpirozon

Obat yang mempengaruhi kadar asam urat tidak berguna mengatasi serangan klinis
malah kadang-kadang meningkatkan frekuensi serangan pd awal terapi.

1. Kolkisin

Kolkisin merupakan suatu anti-inflamasi yg terutama berguna untuk penyakit


pirai.Obat ini merupakan alkaloid Colchicum autumnale, sejenis bunga leli. Kolkisin
spesifik terhadap penyakit pirai sedang sebagai antiradang umumnya tidak
efektif.Kolkisin tidak memiliki efek analgesik.

Absorpsi melalui saluran cerna baik, didistribusi secara luas dalam jaringan tubuh.
Kadar tinggi didapat dalam ginjal, hati, linpa, dan saluran cerna; tetapi tidak terdapat
dalam otot rangka, jantung dan otak. Sebagain besar dieksresi melalui tinja, 10-20 %
dieksresi melalui urin.

Efek nonterapi : Efek samping yang paling sering adalah muntah, mual dan kadang-
kadang diare. Bila efek ini terjadi, pengobatan harus dihentikan walaupun efek terapi
belum tercapai. Gejala saluran cerna ini tidak terjadi pd pemberian iv dengan dosis
terapi. Pada dosis berlebihan pemberian iv dapat terjadi depresi sumsum tulang,
purpura neuritis ferifer, anuria, gangguan hati, rx alergi dan kolitis hemoragik.
Pemberian kolkisin harus hati-hati pada penderita lansia, lemah, gangguan ginjal,
kardivaskular & saluran cerna.

Dosis : 0,5-0,6 mg tiap jam atau 1,2 mg sebagai dosis awal diikuti 0,5-0,6 mg tiap 2
jam sampai gejala penyakit hilang atau gejala saluran cerna timbul. Profilaksis
diberikan 0,5-1 mg/hari.

2. Alopurinol

Alopurinol berguna untuk mengobati penyakit pirai karena menurunkan kadar


asam urat. Obat ini bekerja dengan menghambat xantin oksidase, enzim yg
mengubah hipoxantin menjadi xantin dan selanjutnya menjadi asam urat. Melalui
mekanisme umpan balik alopurinol menghambat sintesis purin yg merupakan
prekursor xantin.

Efek samping : yg sering terjadi adalah reaksi kulit. Bila kemerahan kulit timbul obat
harus dihentikan.

Ganguan lain : alergi berupa demam, menggigil, leukopenia atau leukositosis,


artralgia Alopurinol dapat meningkatkan frekuensi serangan sehingga sebaiknya pd
awal terapi diberikan juga kolkisin.

Dosis: untuk penyakit pirai ringan 200-400 mg/hari, 400-600 mg untuk penyakit yg
lebih berat. Untuk ganguan fungsi ginjal dosis cukup 100-200 mg/hari. Untuk anak 6-
10 tahun : 300 mg/hari dan anak dibawah 6 tahun : 150 mg/hari.

3. Probenesid.

Berefek mencegah dan mengurangi kerusakan sendi pd penyakit pirai, tidak efektif u/
mengatasi serangan akut . Probenesid tidak berguna bial laju filtrasi glomerulus < 30
ml/menit.

Efek samping yg paling sering ialah ganguan saluran cerna, nyeri kepala dan rx
alergi. Hati-hati pd penderita dengan riwayat ulkus peptikum.

Probenesid menghambat eksresi renal dari sulfipirazon, indometasin, penesilin, PAS,


sulfonamid dan juga berbagai asam organik, sehingga dosis obat tersebut harus
disesuaikan bila diberikan bersamaan. Dosis : 2 kali 250 mg/hari selama seminggu
diikuti dengan 2 kali 500 mg/hari.

Anda mungkin juga menyukai