B - 3351191462 - Rina Lestari - Tugas 2
B - 3351191462 - Rina Lestari - Tugas 2
Disusun oleh :
RINA LESTARI
3351191462
Farmakokinetik adalah studi tentang penyerapan, distribusi, metabolisme, dan ekskresi obat.
Ketika obat diberikan secara ekstravaskuler (misalnya, secara oral, intramuskuler, diterapkan
pada kulit melalui patch transdermal, dll.), Penyerapan harus dilakukan untuk obat molekul
untuk mencapai sirkulasi sistemik. Agar dapat diserap, molekul obat harus melewati beberapa
hambatan fisiologis sebelum mencapai sistem pembuluh darah. Misalnya, ketika obat
diberikan secara oral, bentuk sediaan obat harus melepaskan molekuler obat melalui
pembubaran, dan molekul harus melewati berbagai lapisan gastrointestinal di mana mereka
memasuki kapiler. Distribusi terjadi ketika molekul obat yang telah memasuki sistem vaskular
berpindah dari aliran darah ke berbagai jaringan dan organ seperti otot atau jantung.
Metabolisme adalah konversi kimia dari molekul obat, biasanya melalui reaksi yang
dimediasi secara enzimatik, menjadi entitas kimia lain yang disebut sebagai metabolit.
Metabolit mungkin memiliki efek farmakologis yang sama atau berbeda dengan obat
induknya, atau bahkan menyebabkan efek samping toksik. Ekskresi adalah pengangkatan obat
yang tidak dapat dikembalikan dari tubuh dan biasanya terjadi melalui ginjal atau saluran
empedu (Bauer, L.A. 2008).
Untuk alasan ini, obat-obat yang tadi (yang jendela terapinya sempit) di-individualisasikan
secara hati-hati untuk menghindari fluktuasi konsentrasi obat dalam plasma yang disebabkan
oleh variasi inter-subyek dalam proses ADME obat.
Contoh:
a. Fenitoin
Obat anti konvulsan penggunaan untuk orang-orang epilepsy, harus digunakan hati-
hati karena obat ini mengikuti profil farmakokinetika yang nonlinier. Jadi pada
konsentrasi terapetik obat dalam plasma, maka suatu perubahan kecil dalam dosis
dapat menyebabkan peningkatan yang sangat besar dalam respon terapetik yang
membawa kemungkinan terjadinya efek samping. Pemantauan konsentrasi obat dalam
plasma bermanfaat apabila terdapat hubungan antara konsentrasi plasma dengan efek
klinik yang diharapkan atau antara konsentrasi plasma dengan efek samping. Untuk
obat-obat yang mana konsentrasi obat dalam plasma dan efek klinik tidak
berhubungan, maka pemantauan obat dilakukan terhadap parameter farmakodinamik
lainnya.
b. Warfarin
Clotting time dapat diukur secara langsung pada pasien terapi antikoagulan warfarin.
c. Untuk pasien asma, bronkodilator seperti salbutamol (albuterol) yang diberikan secara
inhalasi diberikan menggunakan inhaler dosis-terukur (MDI = metered dose inhaler)
dan nilai FEV-1-nya sebagai ukuran efikasi obat. FEV = forced expiratory volume.
d. Kemoterapi
Dalam kemoterapi kanker, pengaturan dosis untuk pasien individual dapat tergantung
kepada besarnya efek samping dan kemampuan pasien dalam mentolerir obat tersebut.
Konsep inilah yang dinamakan Farmakokinetika yaitu suatu cara untuk melakukan
pengukuran kuantitatif keberadaan obat dalam tubuh sebagai suatu sistem yang dinamik,
dimana obat berubah setiap saat oleh proses ADME (Absorbsi, Distribusi,
Metabolisme dan Ekresi).
Bila konsep farmakokinetika ini digunakan untuk tujuan keamanan dan efektifitas
terapi pada penderita di klinik, disebut Farmakokinetika Klinik. Dari perubahan kadar
obat setiap saat dalam darah (dc/dt) dapat ditentukan parameter kinetic yaitu besarnya
absorbsi (Ka), kadar puncak (Cmaks),kadar tunak (Css), klirens, volume distribusi
(Vd), waktu paruh (t1/2) dan bioavailabiltas.
Dari parameter kinetik diciptakan model farmakokinetik. Model adalah salah satu alat
dasar dari ilmu pengetahuan yang sifatnya tiruan dan merupakan sistim riil yang
sederhana. Model kompartemen dalam ilmu faal dan ilmu farmakokinetika sering
digunakan untuk mengambarkan perilaku zat-zat endogen atau eksogen termasuk obat.
Model farmakokinetik ini bertujuan untuk mendapatkan metode yang sesuai dalam
menggambarkan dan menginterprestasikan satu data atau beberapa set data yang
diperoleh dari percobaan. Model ini mengarah kepada pembuatan konsep matematika
yang disebut model kompartemen. Prinsip dari model kompartemen ini menganggap
tubuh terdiri dari bagian-bagian atau kompartemen yang satu dengan yang lain saling
berhubungan, dimana distribusi obat didalam tubuh tidaklah sama, hal ini disebabkan
perbedaan anatomi, faal organ, media cairan tubuh serta proses difusi yang terjadi.
Penggunaan model matematika ini dengan parameter farmakokinetik, dapat meng-
gambarkan dan meramalkan hubungan antara waktu dan perubahan kadar obat dalam
darah setiap saat sebagai fungsi dari dosis serta cara dan frekuensi pemberiaan obat.
Pemantauan kadar obat/ therapeutic drugs monitoring (TDM) merupakan cabang ilmu kimia
klinik dan farmakokinetik yang berkaitan dengan optimalisasi efek obat serta penyesuaian
dosis obat secara individu dengan cara mengukur konsentrasi obat dalam cairan tubuh
(Hazarika 2015). Sejak tahun 1970-an, TDM telah digunakan pada praktek klinis untuk
menyesuaikan terapi obat secara individual. Tujuan dari pemantauan kadar obat adalah untuk
memaksimalkan efek terapi serta mengurangi efek samping ataupun efek toksik obat (Touw et
al., 2005). Secara sederhana TDM meliputi pengukuran konsentrasi obat pada berbagai cairan
biologis dan menginterpretasikan makna relevan konsentrasi secara klinis (Kang and Lee,
2009). TDM diperlukan pada keadaan perubahan antar penderita dalam hal absorpsi,
distribusi dan eliminasi obat (intersubject variability), lalu pada keadaan terjadi perubahan
kondisi patofisiologik penderita.
TDM biasanya dilakukan terhadap beberapa jenis obat yang dengan indeks terapi sempit,
variabilitas farmakokinetik signifikan,untuk menghindari kondisi kekurangan dosis
(underdose) atau kelebihan dosis (overdose) yang dapat menimbulkan efek toksik (Marshall
and Bangert, 2008). Perkembangan teknik analisis mengakibatkan penetuan karakter
farmakokinetik dengan mengukur konsentrasi obat dalam darah menjadi lebih mudah dan
dapat memberikan informasi penting terkait dengan obat. Oleh karena itu, maka di beberapa
rumah sakit telah ditetapkan adanya pelayanan pemantauan terapi obat (Hazarika,2015).
Indikasi yang tepat untuk pemantauan obat terapeutik (dan contoh) meliputi:
a. Toksisitas:
Mendiagnosis toksisitas ketika sindroma klinis tidak terdiferensiasi (mual yang
tidak dapat dijelaskan pada pasien yang menggunakan digoxin)
Menghindari toksisitas (aminoglikosida, siklosporin)
b. Dosis:
Setelah penyesuaian dosis (biasanya setelah mencapai dosis keadaan stabil)
Penilaian perkiraan dosis pemuatan yang memadai (setelah memulai pengobatan
fenitoin)
Untuk membantu memprediksi kebutuhan dosis pasien (aminoglikosida)
c. Pemantauan:
Menilai kepatuhan (konsentrasi antikonvulsan pada pasien yang sering kejang)
Mendiagnosis dalam pengobatan (terutama penting untuk obat profilaksis
seperti antikonvulsan, imunosupresan)
Mendiagnosis terapi yang gagal (pemantauan obat terapeutik dapat membantu
membedakan antara pengobatan obat yang tidak efektif, ketidakpatuhan dan
efek samping yang meniru penyakit yang mendasarinya).
Proses TDM:
Setelah konsentrasi obat dalam serum diukur, ahli farmakokinetik hendaknya menilai
data secara tepat
Ahli farmakokinetik hendaknya mengetahui rentang terapetik yang umum dari
konsentrasi obat dalam serum dari kepustakaan
Hasil penetapan kadar dari laboratorium dapat menunjukkan bahwa kadar obat dalam
serum penderita lebih tinggi, lebih rendah atau sama dengan kadar serum yang
diharapkan
Ahli farmakokinetik hendaknya menilai hasil ini secara hati-hati dengan
mempertimbangkan, kondisi dan patofisiologik penderita
Tetapi, keputusan terapeutik hendaknya tidak didasarkan semata-mata atas konsentrasi
obat dalam serum
Interpretasi hasil:
c. Konsentrasi serum benar tetapi penderita tidak memberi reaksi terhadap terapi
Kepekaan reseptor berubah (misal toleransi)
Interaksi obat pada reseptor
Perubahan pada hepatic blood flow
DAFTAR PUSTAKA
Bauer, L.A. 2008. Applied Clinical Pharmacokinetics. McGraw Hill. Washington
Kang, J.S. Lee, M. H. 2009. Overview of Therapeutic Drug Monitoring. Korean J. Intern. Vol
24 (1). Hal 1-10.
Touw, D.J.k Neef, C. Thomson, A.H. Vinks, A.A. 2005). Cost-Effectiveness of Therapeutic
Drug Monitoring. Vol 27 (1). Hal 10-17.
Usman, E. 2007. Pemakaian obat dengan margin of safety yang sempit seharusnya memerlukan
Therapy Drug Monitoring (TDM). Majalah Kedokteran Andalas. Vol 31 (2).