Anda di halaman 1dari 12

TANGGUNG JAWAB NOTARIS TERHADAP AKTA WASIAT YANG TIDAK

DIDAFTARKAN PADA DAFTAR PUSAT WASIAT

SEMINAR HASIL PENELITIAN


Diajukan Sebagai Bahan Seminar Hasil Penelitian Program Studi Magister
Kenotariatan Pascasarjana Universitas Jayabaya

FANNY YULIA PUTRI


2017010461011

PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS JAYABAYA
JAKARTA
2019
BAB I

A. Latar Belakang Masalah

Notaris adalah pejabat umum, diangkat dan diberhentikan oleh suatu kekuasaan

umum, dalam hal ini adalah Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia. Notaris sebagai

pejabat umum bertugas untuk memberikan pelayanan kepada anggota masyarakat

yang memerlukan jasanya dalam pembuatan alat bukti tertulis, khususnya berupa akta

autentik dalam bidang Hukum Perdata. Keberadaan Notaris merupakan pelaksanaan

dari hokum pembuktian1

Hukum kewarisan sangat erat kaitannya dengan ruang lingkup kehidupan

manusia. Apabila ada peristiwa hukum, yaitu meninggalnya seseorang maka akan

muncul suatu akibat hukum, yaitu tentang bagaimana kelanjutan pengurusan hak-

hak kewajiban seseorang yang telah meninggal dunia. Penyelesaian dan

pengurusan hak-hak dan kewajiban seseorang sebagai akibat adanya peristiwa

hukum karena meninggalnya seseorang diatur dalam hukum kewarisan.

Hukum waris merupakan bagian dari hukum harta benda2, Hukum waris juga

mngatur tentang peralihan harta kekayaan yang ditinggalkan seseorang yang

meninggal dunia serta akibatnya bagi para ahli warisnya, pada asasnya hanya hak-

hak dan kewajiban-kewajiban dalam lapangan hokum kekayaan/harta benda saja

yang dapat diwariskan.3 Karena wafatnya seseorang maka akan ada pemindahan

harta kekayaan yang ditinggalkan oleh si pewaris dan akibat dari pemindahan ini

bagi orang-orang yang memperolehnya. Pemindahan harta kekayaan yang

ditinggalkan oleh si pewaris pada dasarnya diberikan kepada keluarga tapi juga

tidak menutup kemungkinan adanya pemindahan harta kekayaan tersebut kepada


1
Herlien Budiono, Kumpulan Tulisan Hukum Perdata di bidang Kenotariatan Buku Kedua, (Citra
Aditya Bakti, 2013), hal. 220.
2
H.Zainuddin Ali, Pelaksanaan Hukum Waris di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), hal
82.
3
Effendi Perangin, Hukum Waris, (Jakrta:PT. Rajagrafindo Persada,1997), hal.3.
pihak ketiga. Karena itu hukum waris merupakan kelanjutan hukum benda, tetapi

juga mempunyai segi hukum keluarga.

Dalam menjalankan jabatannya, seorang notaris berkewajiban untuk membuat

daftar akta yang berkenaan dengan wasiat menurut urutan waktu pembuatan akta

setiap bulan, mengirimkan daftar akta wasiat atau daftar nihil yang berkenaan

dengan wasiat ke Daftar Pusat Wasiat Departemen yang tugas dan tanggung

jawabnya di bidang kenotariatan dalam waktu 5 (lima) hari pada minggu pertama

setiap bulan berikutnya, serta mencatat dalam repertorium tanggal pengiriman

daftar wasiat pada setiap akhir bulan. Namun di dalam Undang-Undang Jabatan

Notaris yang baru tidak meyebutkan mengenai denda dari tiap-tiap keterlambatan,

baik keterlambatan tentang daftar akta wasiat kepada Balai Harta Peninggalan dan

keterlambatan tentang pengiriman pencatatan repertorium.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa dalam pembuatan akta wasiat

(testament acte) notaris mempunyai peran yang sangat penting. Dari pasal 943

KUHPerdata mengatur bahwa : “Setiap notaris yang menyimpan surat-surat

testament di antara surat-surat aslinya, biar dalam bentuk apapun juga harus setelah

si pewaris meninggal dunia, memberitahukannya kepada yang berkepentingan.”

Terdapat beberapa macam wasiat (testament), yaitu testament terbuka atau

umum (openbaar testament), testament tertulis (olographis testament), dan

testamen tertutup atau rahasia. Selain itu, ada pula yang disebut dengan codicil.

Sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku, maka bantuan notaris dari

awal hingga akhir proses pembuatan akta wasiat (testament acte) sangat diperlukan

sehingga memperoleh kekuatan hukum yang mengikat. Tanggungjawab notaris

dalam pembuatan akta wasiat (testament acte) mencakup keseluruhan dari tugas,

kewajiban, dan wewenang notaris dalam menangani masalah pembuatan akta


wasiat (testament acte), termasuk melindungi dan menyimpan surat-surat atau

akta-akta otentik.

Wasiat (testament) juga merupakan perbuatan hukum yang sepihak. Hal ini

erat hubungannya dengan sifat “herroepelijkheid” (dapat dicabut) dari ketetapan

wasiat (testament) itu. Disini berarti bahwa wasiat (testament) tidak dapat dibuat

oleh lebih dari satu orang karena akan menimbulkan kesulitan apabila salah satu

pembuatnya akan mencabut kembali wasiat (testament). Hal ini seperti ternyata

dalam pasal 930 KUHPerdata, yang menyatakan bahwa :

“Dalam satu-satunya akta, dua orang atau lebih tak diperbolehkan menyatakan
wasiat mereka, baik untuk mengaruniai seorang ke tiga, maupun atas dasar
penyataan bersama atau bertimbal balik.”

Salah satu yang menjadi suatu masalah dalam pembuatan akta wasiat, yakni

pada umumnya dalam proses pembuatan wasiat, pemberi wasiat sering kali tidak

memberitahu kepada ahli warisnya ataupun kepada penerima wasiat akan adanya

wasiat yang dibuat oleh pemberi wasiat. Tidak adanya kewajiban bagi pemberi

wasiat untuk memberitahukan adanya wasiat yang akan dia buat menjadikan

pemberi wasiat dapat langsung menghadap ke notaris untuk membuat atau sekedar

menyimpan dan mendaftarkan akta wasiatnya. Akibatnya setelah terbukanya

warisan, seringkali ahli waris dan penerima wasiat tidak mengetahui adanya wasiat

itu. Kemungkinan ini menimbulkan permasalahan tersendiri dalam hukum

kewarisan terutama apabila, sudah dilaksanakannya pembagian warisan secara ab

intestato sedangkan di kemudian hari terdapat wasiat yang dibuat oleh pewaris atau

pemberi wasiat kepada seseorang penerima wasiat.

Kondisi di mana ahli waris dan penerima wasiat tidak mengetahui adanya

wasiat pada saat terbukanya wasiat ini tentunya amat sangat merugikan penerima

wasiat dan menimbulkan ketidaknyamanan ahli waris karena hilangnya kepastian


hukum dari pembagian warisan sebelumnya. Kondisi ini juga menimbulkan

ketidakpastian akan siapa yang bertanggung jawab atas masalah tidak diketahuinya

adanya wasiat, apakah ahli waris yang berkewajiban memeriksa adanya wasiat ke

Daftar Pusat Wasiat ataukah menjadi kewajiban setiap pelaksana hukum pembuat

surat keterangan ahli waris memeriksa adanya wasiat ke Daftar Pusat Wasiat,

karena tidak ada keharusan yang tegas secara normatif terkait siapa yang

diwajibkan memeriksa adanya sebuah wasiat.

DASSOLEN:

Undang-undang nomor 2 tahun 2014 tentang Jabatan Notaris pasal 16 ayat (i)

Mengirimkan daftar akta sebagaimana dimaksud dalam huruf h atau daftar nihil yang

berkenaan dengan wasiat ke Daftar Pusat Wasiat Departemen yang tugas dan

tanggung jawabnya dibidang kenotariatan dalam waktu 5 (lima) had pada har minggu

pertama setiap bulannya

DASSEIN:

Dalam prakteknya, masih banyak Notaris yang belum mendaftarkan wasiat ke Daftar

Pusat Wasiat, dari hal tersebut muncul isu hukum mengenai akibat hukum dari akta

wasiat yang tidak didaftarkan dan mengenai tanggung jawab notaris yang tidak

mendaftarkan wasiat tersbut.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana kepastian hukum bagi legitimaris terhadap akta wasiat yang tidak

didaftakan ke Daftar Pusat Wasiat?

2. Bagaimana tanggung jawab Notaris terhadap akta wasiat yang tidak

didaftarkan pada daftar Pusat Wasiat?


KEWENANGAN NOTARIS DAN PEMBUAT WASIAT

Kewenangan Notaris yang utama adalah membuat akta otentik mengenai

semua perbuatan, perjanjian dan penetapan yang di haruskan oleh peraturan

perundang-undangan atau di kehendaki oleh yang berkepentingan untuk

dinyatakan dalam akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan akta.

Semuanya itu sepanjang pembuatan akta-akta tersebut tidak juga dituangkan

atau dikecualikan pada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh

undang-undang.4

Notaris sebagai pejabat pembuat akta otentik, jika terjadi kesalahan baik

disengaja maupun karena kelalaiannya mengakibatkan orang lain (akibat dibuatnya

akta) menderita kerugian, yang berarti Notaris telah melakukan perbuatan

melanggar hukum. Jika suatu kesalahan yang dilakukan oleh Notaris dapat

dibuktikan, maka Notaris dapat dikenakan sanksi berupa ancaman sebagaimana

yang telah ditentukan oleh undang-undang. Sebagaimana yang dimaksud dalam

Pasal 84 UUJN yang menetapkan bahwa "dapat menjadi alasan bagi pihak yang

menderita kerugian untuk menuntut penggantian biaya, ganti rugi dan bunga

kepada Notaris".

Menurut bentuknya, wasiat digolongkan menjadi 3 jenis, yaitu:

a. Wasiat Olografis (Wasiat yang ditulis sendiri)

Wasiat semacam ini biasanya ditulis dan ditandatangani oleh si

pembuat wasiat. Orang yang membuat wasiat ini menyerahkan

wasiatnya kepada notaris selanjutnya diarsipkan dengan wajib

disaksikan oleh dua orang saksi. Sebagaimana tertuang dalam Pasal

933 KUHPdt bahwa kekuatan wasiat olografis ini sebanding dengan

4
Herlien Budiono, Dasar Teknik Pembuatan Akta Notaris, (Bandung : Citra Aditia Bakti,
2014), hal. 1.
kekuatan wasiat tak rahasia yang dibuat di hadapan notaris dan

dianggap terbuat di tanggal dari akte penerimaan oleh notaris. Si

pembuat wasiat ini dapat menarik kembali wasiatnya, dilaksanakan

dengan cara permintaan kembali yang dinyatakan dalam suatu akta

otentik (akta notaris).5

b. Wasiat Tak Rahasia (Openbaar Testament)

Wasiat tak rahasia wajib dibuat di hadapan seorang notaris dengan

mengajukan dua orang saksi. Selanjutnya orang yang meninggalkan

warisan tersebut wajib menyatakan kehendaknya di depan notaris,

dalam hal ini notaris mengawasi agar kehendak terakhir si peninggal

warisan tersebut tidak bertentangan dengan undang-undang.6

c. Wasiat Rahasia

ditetapkan pada Pasal 940 dan 941 bahwa si pembuat wasiat

diharuskan menulis sendiri atau bisa pula menyuruh orang lain untuk

menuliskan keinginan terakhirnya tersebut, setelah itu ia harus

menandatangani tulisan tersebut, selanjutnya tulisan tersebut

dimasukkan dalam sebuah sampul tertutup dan disegel serta

kemudian diserahkan kepada notaris. Penutupan dan penyegelan ini

bisa juga dilaksanakan dihadapan notaris bersama dengan 4 orang

saksi.7

5
Oemarsalim, Op., Cit, hal. 100.
6
Ibid, hal. 102
7
Ibid, hal. 104.
PELAKSANAAN PEMBUATAN WASIAT DIHADAPAN NOTARIS

Pembuatan keterangan ahli waris yang dilakukan oleh Notaris untuk

memenuhi asas kepastian hokum dan sebagai alat bukti yang sempurna,

memerlukan persyaratan yang harus lebih baik dibandingkan dengan instansi

atau pejabat yang berwenang lainnya. Sebelum keterangan ahli waris dibuat,

notaris harus terlebih dahulu melakukan pengecekan ke Daftar Pusat Wasiat

Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia mengenai ada tidaknya wasiat

yang ditinggalkan oleh pewaris semasa hidupnya. Hal ini penting untuk

menentukan siapa siapa saja yang menjadi ahli waris dari pewaris berdasarkan

keinginan terakhirnya dan akan sangat berpengaruh terhadap bagian atau porsi

dari masing masing ahli waris.

Terdapat hal-hal yang penting dalam pembuatan keterangan ahli waris,

terutama yang terdapat dalam Pasal 14 Wet op de Grootboeken der Nationale

Schuld harus dicantumkan dalam keterangan ahli waris, yang untuk

selanjutnya tetap dipertahankan dan menjadi konsep yang masih harus dipakai

dalam pembuatan keterangan ahli waris di Indonesia yaitu:

- Nama, nama kecil, serta tempat tinggal terakhir pewaris

- Nama, nama kecil, tempat tinggal dan jika masih dibawah umur,

tanggal dan tahun kelahiran mereka yang mendapat hak dengan

menyebutkan bagian mereka menurut undang-undang, dan surat

wasiat atau surat pemisahan dan pembagian (boedelscheiding)

- Sedapat mungkin nama, nama kecil dan tempat tinggal wakil anak-

anak dibawah umur (yaitu wali, pemegang kekuasaan orang tua),

termasuk para pengurus khusus (bewindvoerder)


- Suatu perincian tepat surat wasiat, atau dalam hal pewarisan menurut

undang-undang, hubungan antara pewaris dan para ahli waris, yang

menjadi dasar diperolehnya hak itu

- Semua pembatasan yang ditentukan oleh pewaris terhadap hak untuk

memindah-tangankan apa yang diperoleh, dengan menyebut nama,

nama kecil, dan sedapat mungkin tempat tinggal mereka yang terkena

kan pembatasan itu, serta menyebut orang orang yang boleh

menerimanya dan mereka yang harus membatunya apabila pemindah-

tanganan harus dilakukan

- Serta pernyataan pejabat yang membuat keterangan ahli waris bahwa

dia telah meyakinkan diri atas kebenaran dari apa yang ditulisnya

Adapun prosedur pembuatan keterangan ahli waris yang dilakukan oleh

notaris adalah sebagai berikut:

Tahap pertama

- Notaris minta permohonan dari pemohon/ahli waris atau kuasa diatas

materai

- Meminta surat kematian dari pewaris

- Melakukan pengecakan Daftar Pusat Wasiat, apakah pewaris pernah

membuat wasiat atau tidak, hal ini erat kaitannya dengan pembagian

warisan apakah dilakukan dengan cara ab-intestato atau testametair

atau agar terhindar dari konflik

Tahap kedua

- Notaris membuat keterangan ahli waris


Pembuatan keterangan ahli waris yang lebih menjamin kepastian hokum,

membutuhkan juga selain ketelitian notaris yang membuatnya dan kerjasama dari para

ahli waris membuktikan dari akta-akta pencatatan sipil mereka juga partisipasi

pemerintah yang menyelenggarakan:

- Data-data yang akurat/dapat dipercaya kebenarannya yang dimuat

dalam akta-akta catatan sipil.

- Data-data yang akurat dan tertib dari Kementerian Hukum dan HAM

tentang pendaftaran wasiat yang dikelola secara baik dan nasional

(seluruh Indonesia) bekerja sama dengan para notaris se-Indonesia

yang berdasarkan Pasal 16 ayat (1) huruf j UUJN-P, yang mewajibkan

notaris membuat dan mengirimkan daftar akta wasiat selambat-

lambatnya tanggal 5 (lima) setiap bulan.8

8
Udin Narsudin, Op.,Cit, hal. 279-281
Kepastian hukum bagi legitimaris terhadap akta wasiat yang tidak

didaftakan ke Daftar Pusat Wasiat

Undang undang memberikan perlindungan dan jaminan kepada ahli waris

tertentu (legitimaris) untuk memperoleh bagian tertentu dari warisan pewaris.

Oleh karena itu, legitimaris yang terlanggar haknya dapat melakukan upaya

hukum berupa mengajukan gugatan perdata ke pengadilan. Kondisi dimana

ahli waris dan penerima wasiat tidak mengetahui adanya wasiat pada saat

terbukanya wasiat ini tentunya amat sangat merugikan penerima wasiat dan

menimbulkan ketidaknyamanan ahli waris karena hilangnya kepastian

hukum dari pembagian warisan sebelumnya. Upaya hukum ahli waris untuk

mendapatkan perlindungan hukum apabila warisan telah dibagi baru

kemudian diketahui adanya wasiat adalah melalui upaya hukum non litigasi.

Ahli waris ab intestato dan ahli waris testamenter mencari solusi terbaik atas

sengketa pembagian warisan ini. Salah satu upaya hukum non litigasi yang

disarankan adalah negosiasi. Apabila tidak ditemukan kesepakatan maka

dapat dilakukan upaya hukum litigasi dimana ahli waris ab intestato pada

dasarnya tidak dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri karena ahli

waris ab intestato tidak dirugikan atas sengketa ini. Pihak yang berhak

mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri adalah ahli waris testamenter

yang haknya dirugikan.


Tanggung jawab Notaris terhadap akta wasiat yang tidak didaftarkan

pada daftar Pusat Wasiat

Tanggung jawab Notaris hanya pada formalitas akta, yang isi akta tersebut

merupakan keinginan para pihak ahli waris, sedangkan para pihak ahli waris

bertanggung jawab terhadap isi dari akta, mengenai tanggung jawab Notaris

PPAT Ani Andriani Sukmayantini, S.H sebagai turut tergugat IV dikota

Bekasi menurut UUJN terkait tidak terdaftarnya akta wasiat kepada Daftar

Pusat Wasiat, maka notaris dapat diminta pertanggungjawaban secara

perdata dalam hal ini bahwa akta notaris dapat diajukan pembatalannya oleh

pihak yang dirugikan dengan adanya akta tersebut. Pihak dapat meminta

ganti rugi, denda, bunga dan sebagainya dengan mengajukan gugatan ke

Pengadilan yang dilanggar dapat berupa sanksi perdata, administratif, dan

kode etik. Sebagaimana ketentuan Pasal 84 UUJN, wasiat tersebut dapat

dibatalkan apabila pihak yang mendalilkan dapat membuktikannya dalam

persidangan di pengadilan, karna pembuatan suatu akta harus memenuhi tiga

unsur yaitu lahiriah, formal, materiil atau salah satu unsur tersebut tidak

benar yang dapat menimbulkan perkara perdata yang kemudian dapat

dibuktikan kebenarannya.

Anda mungkin juga menyukai