Pemahaman Antara Peraturan Pajak
Pemahaman Antara Peraturan Pajak
Dosen Pengampu :
Bayu Adi, SE., M.SA., Ak
Disusun Oleh :
1. Chardyla Via Abriana (12-160-0096)
2. Muarifah (12-160-0062)
3. Vebrina Ayu S. (12-160-0064)
4. Ika Puspita Sari (12-160-0084)
5. Fitri Setya Devi A. (12-160-0109)
Puji syukur kami panjatkan Kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan nikmat,
rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis diberikan kemudahan dan kelancaran dalam
menyelesaikan makalah yang berjudul “Pemahaman Antara Peraturan Pajak PPh Pasal
21 dan UMKM”. Makalah ini disusun guna memenuhi kelengkapan tugas Mata Kuliah
Audit Perpajakan. Dengan tersusunnya makalah ini adalah berkat bantuan dari berbagai
pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada,
1. Bayu Adi, S.E., M.SA., Ak., selaku Dosen Pengampu Audit Perpajakan di Fakultas
Ekonomi.
2. Kedua orang tua penulis yang selalu memberikan doa dan motivasi.
3. Serta kepada teman-teman Jurusan Akuntansi 2012.
Dengan disusunnya makalah ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada
berbagai pihak yang membutuhkannya. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh
dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang
membangun demi kesempurnaan pembuatan makalah ini untuk masa yang akan datang.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca sekalian.
Penulis
DAFTAR ISI
Definisi pajak menurut Prof. Dr. Rochmat Somitro, S.H (dalam Mardiasmo,
2009:1),
―Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat
dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat
ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum‖.
Pajak mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan bernegara, khususnya
di dalam pelaksanaan pembangunan karena pajak merupakan sumber pendapatan negara
untuk membiayai semua pengeluaran termasuk pengeluaran pembangunan. Berdasarkan
hal diatas maka pajak mempunyai beberapa fungsi (Mardiasmo, 2009:1-2), yaitu:
Pajak yang tinggi dikenakan terhadap minuman keras untuk mengurangi konsumsi
minuman keras;
Pajak yang tinggi dikenakan terhadap barang-barang mewah untuk mengurangi gaya
hidup konsumtif;
Tarif pajak untuk ekspor sebesar 0%, untuk mendorong ekspor produk Indonesia di
pasaran dunia.
Sesuai fungsi budgetair, biaya pemungutan pajak harus dapat ditekan sehingga lebih
rendah dari hasil pemungutannya.
Contoh:
(1)Bea materai disederhanakan dari 167 macam tarif menjadi 2 macam tarif;
(2)Tarif PPN yang beragam disederhanakan menjadi hanya satu tarif, yaitu 10%;
(3)Pajak perseroan untuk badan dan pajak pendapatan untuk perseorangan
disederhanakan menjadi pajak penghasilan (PPh) yang berlaku bagi badan
maupun perseorangan (orang pribadi).
c) Utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh fiskus
Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada Wajib
Pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak terutang. Ciri-ciri self assessment system
yaitu:
a) Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada Wajib Pajak sendiri;
b) Wajib Pajak aktif, mulai dari menghitung, menyetor, dan melaporkan sendiri pajak
terutang;
Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak
ketiga (bukan fiskus dan bukan Wajib Pajak yang bersangkutan) untuk menentukan
besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak. Ciri-cirinya: wewenang menentukan
besarnya pajak yang terutang ada pada pihak ketiga, pihak selain fiskus dan Wajib Pajak.
a. Wajib Pajak
Menurut Undang-Undang No. 16 tahun 2000, yang dimaksud Wajib Pajak adalah
orang pribadi atau badan yang menurut ketentuan perundang-undangan perpajakan
ditentukan untuk melakukan kewajiban perpajakan, termasuk pemungutan pajak atau
pemotongan pajak tertentu.
b. Subjek Pajak
Menurut Undang-Undang PPh No 36 Tahun 2008 pasal 2, yang menjadi subjek pajak
adalah:
a) (1) Orang pribadi;
(2) Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang
berhak; yaitu warisan dari seseorang yang sudah meninggal dan belum dibagi
tetapi menghasilkan pendapatan, maka pendapatan itu dikenakan pajak.
b) Badan; dan
c) Bentuk usaha tetap. Bentuk usaha tetap merupakan subjek pajak yang perlakuan
perpajakannya dipersamakan dengan subjek pajak badan.
Sementara itu subjek pajak dibedakan menjadi subjek pajak dalam negeri dan
subjek pajak luar negeri.
Subjek pajak dalam negeri adalah:
a) Orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di
Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12
(dua belas) bulan, atau orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di
Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia;
b) Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia, kecuali unit tertentu
dari badan pemerintah yang memenuhi kriteria:
(1) pembentukannya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan;
(2) pembiayaannya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah;
(3) penerimaannya dimasukkan dalam anggaran Pemerintah Pusat atau Pemerintah
Daerah; dan
(4) pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional negara; dan
c) Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak.
Subjek pajak luar negeri adalah:
a) Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada
di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka
waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat
kedudukan di Indonesia, yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui
bentuk usaha tetap di Indonesia; dan
b) Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada
di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka
waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat
kedudukan di Indonesia, yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari
Indonesia tidak dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk
usaha tetap di Indonesia.
Bentuk usaha tetap adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi
yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia
tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua
belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di
Indonesia untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia, yang
dapat berupa:
a) tempat kedudukan manajemen;
b) cabang perusahaan;
c) kantor perwakilan;
d) gedung kantor;
e) pabrik;
f) bengkel;
g) gudang;
h) ruang untuk promosi dan penjualan;
i) pertambangan dan penggalian sumber alam;
j) wilayah kerja pertambangan minyak dan gas bumi;
k) perikanan, peternakan, pertanian, perkebunan,atau kehutanan;
l) proyek konstruksi, instalasi, atau proyek perakitan;
m) pemberian jasa dalam bentuk apa pun oleh pegawai atau orang lain, sepanjang
dilakukan lebih dari 60 (enam puluh) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas)
bulan;
n) orang atau badan yang bertindak selaku agen yang kedudukannya tidak bebas;
o) agen atau pegawai dari perusahan asuransi yang tidak didirikan dan tidak
bertempat kedudukan di Indonesia yang menerima premi asuransi atau
menanggung risiko di Indonesia; dan
p) komputer, agen elektronik, atau peralatan otomatis yang dimiliki, disewa, atau
digunakan oleh penyelenggara transaksi elektronik untuk menjalankan
kegiatan usaha melalui internet.
Tempat tinggal orang pribadi atau tempat kedudukan badan ditetapkan oleh
Direktur Jenderal Pajak menurut keadaan yang sebenarnya.
c. Objek Pajak
a) penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima
atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus,
gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan
lain dalam Undang-undang ini;
b) hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan;
c) laba usaha;
d) keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk:
i. keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan, dan
badan lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal;
ii. keuntungan karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu, atau
anggota yang diperoleh perseroan, persekutuan, dan badan lainnya;
iii. keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran,
pemecahan, pengambilalihan usaha, atau reorganisasi dengan nama dan
dalam bentuk apa pun;
iv. keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan, atau
sumbangan, kecuali yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis
keturunan lurus satu derajat dan badan keagamaan, badan pendidikan,
badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang
menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur lebih lanjut
dengan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan
usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang
bersangkutan; dan
v. keuntungan karena penjualan atau pengalihan sebagian atau seluruh hak
penambangan, tanda turut serta dalam pembiayaan, atau permodalan dalam
perusahaan pertambangan;
e) penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya dan
pembayaran tambahan pengembalian pajak;
f) bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang;
g) dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan
asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi;
h) royalti atau imbalan atas penggunaan hak;
i) sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;
j) penerimaan atau perolehan pembayaran berkala;
k) keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang
ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah;
l) keuntungan selisih kurs mata uang asing;
m) selisih lebih karena penilaian kembali aktiva;
n) premi asuransi;
o) iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari
Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas;
p) tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak;
q) penghasilan dari usaha berbasis syariah;
r) imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur
mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan; dan
s) surplus Bank Indonesia.
Undang-undang Pajak Penghasilan Indonesia menganut prinsip pemajakan atas
penghasilan dalam pengertian yang luas, yaitu bahwa pajak dikenakan atas setiap
tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dari manapun
asalnya yang dapat dipergunakan untuk konsumsi atau menambah kekayaan Wajib Pajak
tersebut.
(1) Wajib Pajak badan dalam negeri dengan peredaran bruto sampai dengan Rp
50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah) mendapat fasilitas berupa pengurangan
tarif sebesar 50% (lima puluh persen) dari tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17
ayat (1) huruf b dan ayat (2a) yang dikenakan atas Penghasilan Kena Pajak dari bagian
peredaran bruto sampai dengan Rp 4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta
rupiah).
(2) Besarnya bagian peredaran bruto sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dinaikkan
dengan Peraturan Menteri Keuangan.
Dengan demikian, Wajib Pajak badan dengan peredaran bruto sampai dengan Rp
50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah) akan mendapatkan pengurangan tarif 50%
dari tarif normal 28%, atas PKP sampai dengan Rp 4.800.000.000,00 (empat miliar
delapan ratus juta rupiah).
Usaha kecil menengah merupakan sebuah istilah yang mengacu ke jenis usaha
kecil yang mempunyai kekayaan bersih paling banyak Rp 200.000.000 tidak termasuk
tanah dan bangunan tempat usaha. Dan usaha yang berdiri sendiri. Menurut Keputusan
Presiden RI no. 99 tahun 1998 pengertian usaha kecil adalah: ―Kegiatan ekonomi
rakyat yang berskala kecil dengan bidang usaha yang secara mayoritas merupakan
kegiatan usaha kecil dan perlu dilindungi untuk mencegah dari persaingan usaha yang
tidak sehat.‖
Usaha Kecil Menengah adalah sebuah bangunan usaha yang berskala kecil.
Umumnya, ia dimiliki oleh perseorangan maupun kelompok. Bidang yang digarap oleh
Usaha Kecil Menengah antara lain: toko kelontong, salon kecantikan, restoran,
kerajinan, percetakan dan lain-lain. Biasanya usaha tersebut digagas oleh satu atau dua
orang pendiri.
Dengan ukurannya yang kecil dan tentunya fleksibilitas yang tinggi, usaha kecil
menengah memiliki berbagai kelebihan, terutama dalam segi pembentukan dan
operasional. UKM memiliki kontribusi besar bagi bergulirnya roda ekonomi suatu
negeri, bukan hanya karena ia adalah benih yang memampukan tumbuhnya bisnis
besar, melainkan juga karena ia menyediakan layanan tertentu bagi masyarakat yang
bagi bisnis besar dinilai kurang efisien secara biaya. Berikut adalah beberapa kelebihan
UKM (Usaha Kecil Menengah) :
1. Fleksibilitas Operasional
Usaha kecil menengah biasanya dikelola oleh tim kecil yang masing-masing
anggotanya memiliki wewenang untuk menentukan keputusan. Hal ini membuat
UKM lebih fleksibel dalam operasional kesehariannya. Kecepatan reaksi bisnis ini
terhadap segala perubahan (misalnya: pergeseran selera konsumen, trend produk,
dan sebagainya) cukup tinggi, sehingga bisnis skala kecil ini lebih kompetitif.
2. Kecepatan Inovasi
Dengan tidak adanya hirarki pengorganisasian dan kontrol dalam UKM, produk-
produk dan ide-ide baru dapat dirancang, digarap, dan diluncurkan dengan segera.
Meski ide cemerlang itu berasal dari pemikiran karyawan bukan pemilik kedekatan
diantara mereka membuat gagasan tersebut cenderung lebih mudah didengar,
diterima, dan dieksekusi.
3.2. Subjek Pajak PPh Pasal 21 (Wajib Pajak PPh Pasal 21)
Wajib pajak yang dipotong PPh pasal 21 adalah orang pribadi yang merupakan :
1. Pegawai, karyawan atau karyawati tetap
Adalah orang pribadi yang bekerja pada pemberi kerja dan atas jasanya itu ia
memperoleh gaji dalam jumlah tertentu secara berkala.
2. Pegawai, karyawan atau karyawati lepas
Adalah orang pribadi yang berkeja untuk pemberi kerja dan hanya menerima upah
jika ia bekerja.
3. Penerima honorarium
Adalah orang pribadi atau sekelompok orang pribadi yang memberikan jasanya, dan
atas jasanya ia memperoleh imbalan tertentu sesuai dengan jasa yang diberikan.
4. Penerima upah
Adalah orang pribadi yang atas jasanya ia memperoleh upah, seperti upah harian,
upah borongan, upah satuan dll
Di puncak piramida, dengan jumlah populasi yang paling kecil, adalah mereka
yang memutuskan untuk tidak taat pada ketentuan (disengaged). Strategi yang harus
diterapkan untuk kelompok ini adalah melalui pengegakan hukum secara penuh, untuk
memberi efek jera. Kelompok kedua dari puncak piramida adalah mereka yang tidak mau
taat tetapi akan taat apabila Pemerintah memberikan perhatian kepada mereka (Resisters).
Untuk kelompok ini strategi yang dapat dilakukan adalah pencegahan melalui deteksi awal
atas kecenderungan penghindaran pajak. Untuk kelompok ke dua dari dasar piramida,
adalah kelompok yang mencoba untuk taat tetapi mengalami kesulitan untuk memenuhi
ketentuan yang berlaku (Tries). Strategi yang dapat dilakukan untuk kelompok ini adalah
pemberian asistensi dan kemudahan agar dapat mentaati ketentuan. Di dasar piramida
adalah kelompok yang bersedia untuk memenuhi ketentuan yang berlaku (Supporters).
Untuk kelompok terakhir ini, upaya pengingkatan compliance dilakukan dengan
memberikan kemudahan, karena dengan kemudahan yang diberikan akan menimbulkan
ketaatan sukarela.
PTKP
Untuk wajib pajak Rp 24.300.000,-
Tambahan WP kawin Rp 2.025.000,-
Tambahan istri bekerja Rp 24.300.000,-
Tambahan tanggunan Rp 2.025.000,-
2. Tarif Pajak
Tarif pajak yang diterapkan atas Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak
Orang Pribadi Dalam Negeri adalah sebagai berikut:
1. Penghasilan dari usaha bengkel, reonald diwajibkan membayar PPh final 1% dari
peredaran bruto tiap bulan dan harus disetorkan ke kas Negara selambat-
lambatnya tanggal 15 bulan berikutnya;
2. Atas penghasilan pada huruf a tersebut, dimungkinkan pihak lain (pengguna jasa)
melakukan pemotongan/pemungutan PPh Pasal 21 (bersifat tidak final).
Berdasarkan hal tersebut, maka kredit pajak (PPh Pasal 21 bersifat tidak final) menjadi
sia-sia atau merugikan reonald wajib pajak, mengingat :
1. Kredit pajak PPh Pasal 21,22, 23 yang bersifat tidak final dapat dijadikan
pengurang atas pajak penghasilan yang terutang dari penghitungan penghasilan
yang tidak final (Pasal 28 UU PPh) atau konsep “penghasilan tidak final vs kredit
pajak tidak final”;
2. Kebalikan dengan konsep angka 1 tersebut maka “penghasilan bersifat final vs
kredit pajak final”
2. Pembebasan dari Pemotongan PPh Pasal 21, 22, 23 atau lainnya yang bersifat tidak final
Atas kegiatan usaha Wajib Pajak seperti Tuan Reonald tersebut, menurut Peraturan
Direktur Jenderal Pajak No. PER-32/PJ/2013 tanggal 25 September 2013 dapat diberikan
Surat Keterangan Bebas (SKB) Pemotongan/Pemungutan Pajak Penghasilan.
a) SKB Pemotongan/Pemungutan PPh tersebut dapat diterbitkan untuk Wajib Pajak
yang peredaran bruto-nya tidak lebih dari Rp 4,8 miliar dan dikenakan PPh
bersifat final (1%);
b) SKB diterbitkan untuk masing-masing Obyek Pemotongan/Pemungutan : SKB
PPh Pasal 21, SKB PPh Pasal 22, SKB PPh Pasal 22 Impor, dan/atau SKB PPh
Pasal 23.
c) Pengajuan permohonan SKB tersebut, dapat diajukan oleh WP ke KPP dimana
ybs menyampaikan SPT Tahunan, dan persyaratan yang harus dipenuhi :
telah menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan
Tahun Pajak sebelum Tahun Pajak diajukan permohonan, untuk Wajib
Pajak yang telah terdaftar pada Tahun Pajak sebelum Tahun Pajak
diajukannya Surat Keterangan Bebas;
menyerahkan surat pernyataan yang ditandatangani Wajib Pajak atau kuasa
Wajib Pajak yang menyatakan bahwa peredaran bruto usaha yang diterima
atau diperoleh termasuk dalam kriteria untuk dikenai Pajak Penghasilan
bersifat final disertai lampiran jumlah peredaran bruto setiap bulan sampai
dengan bulan sebelum diajukannya Surat Keterangan Bebas, untuk Wajib
Pajak yang terdaftar pada Tahun Pajak yang sama dengan Tahun Pajak
saat diajukannya Surat Keterangan Bebas;
menyerahkan dokumen-dokumen pendukung transaksi seperti Surat
Perintah Kerja, Surat Keterangan Pemenang Lelang dari Instansi
Pemerintah, atau dokumen pendukung sejenis lainnya.
ditandatangani oleh Wajib Pajak, atau dalam hal permohonan
ditandatangani oleh bukan Wajib Pajak harus dilampiri dengan Surat
Kuasa Khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 Undang-Undang
KUP.
c) Jangka waktu penyelesaian (Kepastian hukum) : paling lama 5 (lima) hari
kerja sejak permohonan diterima secara lengkap. Keputusannya adalah
a. Surat Keterangan Bebas atau
b. Surat Penolakan Permohonan Surat Keterangan Bebas
Dengan SKB tersebut, maka Pemotong dan atau pemungut pajak tidak melakukan
pemotongan dari / atau pemungutan Pajak Penghasilan untuk setiap transaksi yang
merupakan objek pemotongan dari / atau pemungutan Pajak Penghasilan yang tidak bersifat
final apabila telah menerima fotokopi Surat Keterangan Bebas yang telah dilegalisasi oleh
Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak menyampaikan kewajiban Surat Pemberitahuan
Tahunan.
Berdasarkan hal tersebut, maka agar penghasilan yang diterima Tuan Reonald
dibebaskan dari pengenaan pemotongan PPh Pasal 21, maka Tuan Reonald harus mengajukan
permohonan SKB PPh Pasal 21 dengan formulir dan persyaratan yang diatur dalam PER-
32/PJ/2013
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa
PPh Pasal 21 merupakan pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium,
tunjangan dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan
dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh wajib pajak orang
pribadi dalam negeri. Pemotong PPh pasal 21 adalah setiap orang pribadi atau badan
yang diwajibkan oleh UU No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana
telah diubah dengan UU No. 17 tahun 2000 dan terbarupada tahun 2013 untuk
memotong PPh Pasal 21.
Ada beberapa alasan mengapa pembayar pajak UMKM belum maksimal
berkontribusi dalam penerimaan pajak. Pertama, usaha dengan karakteristik tersebut
mengalami kendala utama dalam bidang administrasi. Sebab, secara umum
perkembangan UMKM dimulai dari usaha perorangan, yang jika berkembang, berbentuk
badan dengan skala kecil menengah. Kedua, tarif pajak yang tidak kompetitif bagi
pembayar pajak UMKM untuk berkompetisi dengan non-UMKM. Ketiga, etika dan
pengaruh lingkungan terhadap tingkat kepatuhan pembayar pajak UMKM. Hal ini dapat
disebabkan ketidakjujuran wajib pajak (WP) UMKM atau pengaruh keluarga dan
lingkungan. Keempat, kemungkinan untuk terdeteksi aparat pajak. Dengan adanya
kemungkinan diperiksa atau terdeteksi atas kewajiban pajak yang ada, berdampak
terhadap tingkat kepatuhan pembayar pajak.
B. Saran
Dari uraian pembahasan di atas penulis menyarankan kepada pembaca
sekalian agar manfaat dari pembahasan mengenai Pajak Penghasilan Pasal 21 dapat
memberikan wawasan positif. Dimana sisi positif dari uraian tersebut bisa dijadikan
sebagai bahan untuk menambah pengetahuan tentang Pajak Penghasilan Pasal 21
tersebut dan sisi kurang baiknya bisa dijadikan sebagai bahan pembelajaran untuk
menjadi lebih baik lagi. Untuk itu, penulis sangat mengharapkan saran dari pembaca.
LAMPIRAN
UMKM Tas, dompet dan sabuk kulit
Diunda, Gustian dkk. Pajak Penghasilan Orang Pribadi. 2003. Jakarta: Salemba Empat
Mardiasmo. Perpajakan. 1987. Yogyakarta: Andi Offset
http://google.com