Anda di halaman 1dari 3

PENGOLAHAN BIODISEL DARI MINYAK GORENG BEKAS

Dewasa ini sumber energi utama yang digunakan di berbagai Negara adalah minyak bumi.
Eksploitasi secara ekstensif dan berkepanjangan menyebabkan cadangan minyak bumi semakin menipis
dan harganya melonjak secara tajam dari tahun ke tahun. Di antara berbagai produk olahan minyak
bumi, seperti bensin, minyak tanah, minyak solar, dan avtur. Solar merupakan bahan bakar yang
tergolong paling banyak digunakan karena kebanyakan alat transportasi, alat pertanian, penggerak
generator listrik dan peralatan berat lainnya menggunakan solar sebagai sumber energi. Mengingat arti
penting solar serta cadangan minyak bumi yang semakin menipis, berbagai upaya telah dilakukan untuk
mencari energi alternatif pengganti bahan bakar diesel tersebut. Bahan bakar alternatif yang saat ini
sangat menjanjikan sebagai pengganti petrodisel adalah minyak sawit dan hasil olahannya yang disebut
dengan biodiesel. Namun sayangnya minyak sawit memiliki sifat mudah teroksidasi dan menjadi rusak
karena minyak sawit banyak mengandung asam lemak. Penggunaan langsung minyak sawit dapat
menyebabkan kerusakan mesin diesel karena hasil pembakaran minyak sawit membentuk deposit pada
pipa injektor mesin diesel dan asap berlebih. Selain itu minyak sawit juga memiliki viskositas yang lebih
tinggi dari pada petrodiesel. Dari sisi ekonomi penggunaan minyak sawit secara langsung juga kurang
menguntungkan karena harus bersaing dengan minyak goreng komersial yang pada gilirannya
mengganggu ketahanan pangan. Konversi minyak sawit murah seperti CPO parit atau minyak goreng
bekas menjadi biodiesel diperlukan agar minyak sawit dapat digunakan sebagai bahan bakar tanpa
mengganggu ketahanan pangan.

Biodiesel merupakan bahan yang sangat potensial untuk menggantikan bahan bakar solar.
Bahan bakunya dapat diperbaharui dan bersifat ramah lingkungan. Minyak goreng bekas dapat
digunakan sebagai bahan baku pembuatan biodiesel. Kadar asam lemak bebas yang tinggi dalam minyak
goreng bekas memerlukan pretreatment (esterifikasi) dalam proses pembuatan biodiesel. Biodiesel yang
secara umum didefinisikan sebagai ester monoalkil dari tanaman dan lemak hewan merupakan bahan
bakar alternatif yang sangat potensial digunakan sebagai pengganti solar karena kemiripan
karakteristiknya. Selain itu biodiesel yang berasal dari minyak nabati merupakan bahan bakar yang dapat
diperbaharui (renewable), mudah diproses, harganya relatif stabil, tidak menghasilan cemaran yang
berbahaya bagi lingkungan (non toksik) serta mudah terurai secara alami. Untuk mengatasi kelemahan
minyak sawit, maka minyak sawit itu harus dikonversi terlebih dahulu menjadi bentuk metil atau etil
esternya (biodiesel). Bentuk metil atau etil ester ini relatif lebih ramah lingkungan namun juga kurang
ekonomis karena menggunakan bahan baku minyak sawit goreng. Sementara itu, minyak goreng bekas
atau jelantah dari industri pangan dan rumah tangga cukup banyak tersedia di Indonesia. Minyak
jelantah ini tidak baik jika digunakan kembali untuk memasak karena banyak mengandung asam lemak
bebas dan radikal yang dapat membahayakan kesehatan. Sebenarnya konversi langsung minyak jelantah
atau minyak goreng bekas menjadi biodisel sudah cukup lama dilakukan oleh para peneliti biodiesel
namun beberapa mengalami kegagalan, karena minyak goreng bekas mengandung asam lemak bebas
dengan konsentrasi cukup tinggi. Kandungan asam lemak bebas dapat dikurangi dengan cara
mengesterkan asam lemak bebas dengan katalis asam homogen, seperti asam sulfat atau katalis asam
heterogen seperti zeolit atau lempung teraktivasi asam. Skema di bawah ini memperlihatkan proses
pembuatan biodesel dari minyak goreng bekas yang mengadopsi prinsip zero waste process.

Skema 1. Siklus pengolahan minyak bekas/jelantah menjadi biodiesel

Hasil penelitian oleh peneliti dari tahun 2005 hingga saat ini menunjukkan bahwa biodiesel yang
diproduksi dari minyak sawit bekas (jelantah) memiliki kualitas yang hampir sama baiknya dengan
biodiesel standard yang dipersyaratkan oleh ASTM dan diesel perdagangan sehingga biodiesel yang
merupakan hasil konversi minyak sawit goreng bekas memiliki peluang untuk dipasarkan baik di dalam
negeri maupun untuk diekspor. Kendala utama yang dihadapi untuk keperluan produksi masal adalah
pasokan serta harga minyak goreng bekas yang mungkin sangat berfluaktif dari waktu ke waktu.

Tabel 1. Salah satu contoh hasil uji ASTM biodiesel dari minyak goreng bekas (didanai oleh DP2M-DIKTI)
Mengingat minyak goreng bekas relatif mudah dan murah didapat maka sudah selayaknya
pemerintah, masyarakat, industri dan peneliti juga mulai memperhatikan potensi pengembanganya. Di
Jepang konversi minyak goreng bekas menjadi biodiesel sudah mencapai titik ultimate dan telah
digunakan sebagai bahan bakar biosolar sarana transportasi, sementara di Indonesia ketersediaan
minyak goreng bekas sangat melimpah, begitu pula penelitian tentang konversi minyak goreng bekas
menjadi biodiesel sudah mapan dan cukup lama, namun dalam prakteknya masih sangat sedikit sarana
transportasi yang menggunakan biodiesel minyak goreng bekas.

Anda mungkin juga menyukai