millitus(DM))
BAB1
PENDAHULUAN
BAB 2
PEMBAHASAN
A. DEFENISI
Diabetes melitus adalah gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis termasuk
heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi karbohidrat (Silvia. Anderson Price,
1995)
Diabetes melitus adalah gangguan metabolik kronik yang tidak dapat disembuhkan, tetapi
dapat dikontrol yang dikarakteristikan dengan ketidak ade kuatan penggunaan insulin
(Barbara Engram; 1999, 532)
Diabetes melitus adalah suatu penyakit kronik yang komplek yang melibatkan kelainan
metabolisme karbohidrat, protein dan lemak dan berkembangnya komplikasi makro vaskuler,
mikro vaskuler dan neurologis (Barbara C. Long, 1996).
B. ETIOLOGI
Penyebab Diabetes Melitus berdasarkan klasifikasi menurut WHO tahun 1995 adalah :
DM Tipe I (IDDM : DM tergantung insulin)
a. Faktor genetik / herediter
Faktor herediter menyebabkan timbulnya DM melalui kerentanan sel-sel beta terhadap
penghancuran oleh virus atau mempermudah perkembangan antibodi autoimun melawan sel-
sel beta, jadi mengarah pada penghancuran sel-sel beta.
b. Faktor infeksi virus
Berupa infeksi virus coxakie dan Gondogen yang merupakan pemicu yang menentukan
Proses autoimun pada individu yang peka secara genetik
E. KOMPLIKASI
Komplikasi diabetes mellitus terbagi menjadi 2 yaitu komplikasi akut dan komplikasi
kronik. (Carpenito, 2001)
1. Komplikasi Akut, ada 3 komplikasi akut pada diabetes mellitus yang penting dan
berhubungan dengan keseimbangan kadar glukosa darah dalam jangka pendek, ketiga
komplikasi tersebut adalah (Smeltzer, 2002 : 1258)
a. Diabetik Ketoasedosis (DKA)
Ketoasedosis diabatik merupakan defisiensi insulin berat dan akut dari suatu
perjalananpenyakit diabetes mellitus. Diabetik ketoasedosis disebabkan oleh tidak adanya
insulin atau tidak cukupnya jumlah insulin yang nyata (Smeltzer, 2002 : 1258)
b. Koma Hiperosmolar Nonketotik (KHHN)
Koma Hiperosmolar Nonketotik merupakan keadaan yang didominasi oleh hiperosmolaritas
dan hiperglikemia dan disertai perubahan tingkat kesadaran. Salah satu perbedaan utama
KHHN dengan DKA adalah tidak terdapatnya ketosis dan asidosis pada KHHN (Smetzer,
2002 : 1262)
c. Hypoglikemia
Hypoglikemia (Kadar gula darah yang abnormal yang rendah) terjadi aklau kadar glukoda
dalam darah turun dibawah 50 hingga 60 mg/dl. Keadaan ini dapat terjadi akibat pemberian
preparat insulin atau preparat oral yang berlebihan, konsumsi makanan yang terlalu sedikit
(Smeltzer, 2002 : 1256)
2. Komplikasi kronik Diabetes Melitus pada adsarnya terjadi pada semua pembuluh darah
diseluruh bagian tubuh (Angiopati Diabetik). Angiopati Diabetik dibagi menjadi 2 yaitu :
(Long 1996) :
1. Mikrovaskuler
a. Penyakit Ginjal
Salah satu akibat utama dari perubahan – perubahan mikrovaskuler adalah perubahan pada
struktural dan fungsi ginjal. Bila kadar glukosa darah meningkat, maka mekanisme filtrasi
ginjal akan mengalami stress yang menyebabkan kebocoran protein darah dalam urin
(Smeltzer, 2002 : 1272)
b. Penyakit Mata (Katarak)
Penderita Diabetes melitus akan mengalami gejala penglihatan sampai kebutaan. Keluhan
penglihan kabur tidak selalui disebabkan retinopati (Sjaifoellah, 1996 : 588). Katarak
disebabkan karena hiperglikemia yang berkepanjanganyang menyebabkan pembengkakan
lensa dan kerusakan lensa (Long, 1996 : !6)
c. Neuropati
Diabetes dapat mempengaruhi saraf - saraf perifer, sistem saraf otonom, Medsulla spinalis,
atau sistem saraf pusat. Akumulasi sorbital dan perubahan – perubahan metabolik lain dalam
sintesa atau funsi myelin yang dikaitkan dengan hiperglikemia dapat menimbulkan perubahan
kondisi saraf ( Long, 1996 : 17)
2. Makrovaskuler
a. Penyakit Jantung Koroner
Akibat kelainan fungsi pada jantung akibat diabetes melitus maka terjadi penurunan kerja
jantung untuk memompakan darahnya keseluruh tubuh sehingga tekanan darah akan naik
atau hipertensi. Lemak yang menumpuk dalam pembuluh darah menyebabkan mengerasnya
arteri (arteriosclerosis), dengan resiko penderita penyakit jantung koroner atau stroke
b. Pembuluh darah kaki
Timbul karena adanya anesthesia fungsi saraf – saraf sensorik, keadaan ini berperan dalam
terjadinya trauma minor dan tidak terdeteksinya infeksi yang menyebabkan gangren. Infeksi
dimulai dari celah – celah kulit yang mengalami hipertropi, pada sel –sel kuku yang tertanam
pada bagian kaki, bagia kulit kaki yang menebal, dan kalus, demikian juga pada daerah –
daerah yang tekena trauma (Long, 1996 : 17)
c. Pembuluh darah otak
Pada pembuluh darah otak dapat terjadi penyumbatan sehingga suplai darah keotak menurun
(Long, 1996 : 17)
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
Kreteria Hasil yang diharapkan : Tanda vital stabil, turgor kulit baik, haluaran urin normal,
kadar elektrolit dalam batas normal.
Intervensi :
1. Pantau tanda vital
R/ Hipovolemia dapat ditandai dengan hipotensi dan takikardi.
2. Kaji suhu, warna kulit dan kelembaban.
R/Demam, kulit kemerahan, kering sebagai cerminan dari dehidrasi.
3. Pantau masukan dan pengeluara cairan
R/Memberikan perkiraan kebutuhan akan cairanpengganti, fungsi ginjal dan keefektifan
terapi.
4. Ukur BB setiap hari
R/Memberikan hasil pengkajian yang terbaik dan status cairan yang sedang berlangsung dan
selanjutnya dalam memberikan cairan pengganti.
5. Pertahankan cairan 2500 cc/hari jika pemasukan secara oral sudah dapat diberikan.
R/Mempertahankan hidrasi/volume sirkulasi
6. Tingkatkan lingkungan yang nyaman selimuti dengan selimut tipis
R/Menghindari pemanasan yang berlebihan pada pasien yang akan menimbulkan kehilangan
cairan.
7. Catat hal-hal yang dilaporkan seperti mual, nyeri abdomen, muntah, distensi lambung.
R/Kekurangan cairan dan elektrolit mengubah motilitas lambung, yang sering menimbulkan
muntah sehingga terjadi kekurangan cairan atau elektrolit.
8. Berikan terapi cairan sesuai indikasi
R/Tipe dan jumlah cairan tergantung pada derajat kekurangan cairan dan respons pasien
secara individual.
9. Pasang selang NGT dan lakukan penghisapan sesuai dengan indikasi. R/Mendekompresi
lambung dan dapat menghilangkan muntah.
DX 2 :Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidak cukupan
insulin, penurunan masukan oral, hipermetabolisme ditandai dengan Masukan makanan tidak
adekuat, anorexia, BB, kelemahan, kelelahan, tonus otot buruk, diare.
Kriteria Hasil : Mencerna jumlah nutrien yang tepat, menunjukkan tingkat energi biasanya,
BB stabil/.
Intervensi
1. Timbang BB setiap hari
R/ Mengkaji pemasukan makanan yang adekuat (termasuk absorpsi).
2. Tentukan program diet dan pola makan pasien dan bandingkan dengan makanan yang
dihabiskan pasien.
R/ Mengidentifikasi kekurangan dan penyimpangan dari kebutuhan.
3. Auskultasi bising usus, catat adanya nyeri, abdomen, mual, muntah.
R/Hiperglikemi dapat menurunkan motilitas/ fungsi lambung (distensi atau ileus paralitik)
yang akan mempengaruhi pilihan intervensi.
4. Identifikasi makanan yang disukai.
R/ Jika makanan yang disukai dapat dimasukkan dalam pencernaan makanan, kerjasama ini
dapat diupayakan setelah pulang.
5. Libatkan keluarga pada perencanaan makan sesuai indikasi.
R/ Memberikan informasi pada keluarga untuk memahami kebutuhan nutrisi pasien.
6. Kolaborasi dengan ahli diet
R/Sangat bermanfaat dalam perhitungan dan penyesuaian diet untuk memenuhi kebutuhan
pasien.
DX3 : Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan kadar glukosa tinggi, penurunan fungsi
lekosit/perubahan sirkulasi.
Kriteria hasil : Infeksi tidak terjadi
INTERVENSI
1. Observasi tanda-tanda infeksi dan peradangan.
R/Pasien mungkin masuk dengan infeksi yang biasanya telah mencetuskan keadaan
ketuasidosis atau infeksi nasokomial.
2. Tingkatkan upaya pencegahan dengan mencuci tangan bagi semua orang yang berhubungan
dengan pasien, meskipun pasien itu sendiri.
R/Mencegah timbulnya infeksi nasokomial.
3. Pertahankan teknik aseptik prosedur invasif.
R/Kadar glukosa tinggi akan menjadi media terbaik bagi pertumbuhan kuman.
4. Berikan perawatan kulit dengan teratur dan sungguh-sugguh,
R/Sirkulasi perifer bisa terganggu yang menempatkan pasien pada peningkatan resiko
terjadinya iritasi kulit dan infeksi.
5. Bantu pasien melakukan oral higiene. R/Menurunkan resiko terjadinya penyakit mulut.
6. Anjurkan untuk makan dan minum adekuat. R/Menurunkan kemungkinan terjadinya infeksi.
7. Kolaborasi tentang pemberian antibiotic yang sesuai Penanganan awal dapat R/membantu
mencegah timbulnya sepsis.
DAFTAR PUSTAKA