Anda di halaman 1dari 9

Asuhan Keperawatan pada klien dengan diabetes millitus (askep diabetes

millitus(DM))

BAB1
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang


Diabetes mellitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik
hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya.
Diagnosis DM umumnya akan dipikirkan bila ada keluhan khas DM berupa poliuria,
polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya. Secara
epidemiologik diabetes seringkali tidak terdeteksi dan dikatakan onset atau mulai terjadinya
adalah 7 tahun sebelum diagnosis ditegakkan, sehingga morbiditas dan mortalitas dini terjadi
pada kasus yang tidak terdeteksi (Soegondo, et al., 2005).
Diabetes mellitus jika tidak dikelola dengan baik akan dapat mengakibatkan terjadinya
berbagai penyakit menahun, seperti penyakit serebrovaskular, penyakit jantung koroner,
penyakit pembuluh darah tungkai, penyakit pada mata, ginjal, dan syaraf. Jika kadar glukosa
darah dapat selalu dikendalikan dengan baik, diharapkan semua penyakit menahun tersebut
dapat dicegah, atau setidaknya dihambat. Berbagai faktor genetik, lingkungan dan cara hidup
berperan dalam perjalanan penyakit diabetes (Soegondo, et al., 2005).
Berbagai penelitian menunjukan bahwa kepatuhan pada pengobatan penyakit yang bersifat
kronis baik dari segi medis maupun nutrisi, pada umumnya rendah. Dan penelitian terhadap
penyandang diabetes mendapatkan 75 % diantaranya menyuntik insulin dengan cara yang
tidak tepat, 58 % memakai dosis yang salah, dan 80 % tidak mengikuti diet yang tidak
dianjurkan.(Endang Basuki dalam Sidartawan Soegondo, dkk 2004).
Jumlah penderita penyakit diabetes melitus akhir-akhir ini menunjukan kenaikan yang
bermakna di seluruh dunia. Perubahan gaya hidup seperti pola makan dan berkurangnya
aktivitas fisik dianggap sebagai faktor-faktor penyebab terpenting. Oleh karenanya, DM
dapat saja timbul pada orang tanpa riwayat DM dalam keluarga dimana proses terjadinya
penyakit  memakan waktu bertahun-tahun dan sebagian besar berlangsung tanpa gejala.
Namun penyakit DM dapat dicegah jika kita mengetahui dasar-dasar penyakit dengan baik
dan mewaspadai perubahan gaya hidup kita (Elvina Karyadi, 2006).
Penderita diabetes mellitus dari tahun ke tahun mengalami peningkatan menurut Federasi
Diabetes Internasional (IDF), penduduk dunia yang menderita diabetes mellitus sudsh
mencakupi sekitar 197 juta jiwa, dan dengan angka kematian sekitar 3,2 juta orang.
WHO memprediksikan penderita diabetes mellitus akan menjadi sekitar 366 juta orang pada
tahun 2030. Penyumbang peningkatan angka tadi merupakan negara-negara berkembang,
yang mengalami kenaikan penderita diabetes mellitus 150 % yaitu negara penderita diabetes
mellitus terbanyak adalah India (35,5 juta orang), Cina (23,8 juta orang), Amerika Serikat (16
juta orang), Rusia (9,7 juta orang), dan Jepang (6,7 juta orang).
WHO menyatakan, penderita diabetes mellitus di Indonesia diperkirakan akan mengalami
kenaikan 8,4 juta jiwa pada tahun 2000,menjadi 21,3 juta jiwa pada tahun 2030. Tingginya
angka kematian tersebut menjadikan Indonesia menduduki ranking ke-4 dunia setelah
Amerika Serikat, India dan Cina (Depkes RI, 2004).
Berdasarkan hasil Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT), terjadi pengukuran prevalensi
Diabetes mellitus (DM) dari tahun 2001 sebesar 7,5 % menjadi 10,4 % pada tahun 2004,
sementara hasil survey BPS tahun 2003 menyatakan bahwa prevalensi diabetes mellitus
mencapai 14,7  % di perkotaan dan 7,2 % di pedesaan.
Berdasarkan data rawat jalan di Rumah Sakit Umum Propinsi Sulawesi Tenggara (Poli
Interna) tahun 2009 penderita diabetes melitus sebanyak 779 orang atau 16,1 % dari jumlah
pasien sebanyak 4837 pasien, tahun 2010 penderita diabetes mellitus sebanyak 1124 orang
atau 25,8 % dari jumlah pasien sebanyak 4345 pasien, sedangkan pada tahun 2011 dari
Januari sampai dengan Juni 2011 jumlah penderita diabetes mellitus 793 orang atau 38,7 %
dari jumlah pasien sebanyak 2044 orang. Olehnya itu, makalah ini akan membahas penyakit
Diabetes Militus secara terperinci
B.     Rumusan masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah “bagaimana tinjauan mengenai penyakit
Diabetes Melitus baik dari segi pengertian, klasifikasi etiologis, epidemiologi, serta asuhan
keperawatan nya
C.    Tujuan
Tujuan makalah ini adalah mengetahui tinjauan mengenai penyakit Diabetes Melitus baik
darisegi pengertian, klasifikasi etiologis, epidemiologi, gambaran klinis, patofisiologi,
diagnosa, komplikasi, dan pemberian obat atau prngobatan pasian Diabetes Mellitus

BAB 2
PEMBAHASAN
A.    DEFENISI
Diabetes melitus adalah gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis termasuk
heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi karbohidrat (Silvia. Anderson Price,
1995)
Diabetes melitus adalah gangguan metabolik kronik yang tidak dapat disembuhkan, tetapi
dapat dikontrol yang dikarakteristikan dengan ketidak ade kuatan penggunaan insulin
(Barbara Engram; 1999, 532)
Diabetes melitus adalah suatu penyakit kronik yang komplek yang melibatkan kelainan
metabolisme karbohidrat, protein dan lemak dan berkembangnya komplikasi makro vaskuler,
mikro vaskuler dan neurologis (Barbara C. Long, 1996).

B.     ETIOLOGI
Penyebab Diabetes Melitus berdasarkan klasifikasi menurut WHO tahun 1995 adalah :
  DM Tipe I (IDDM : DM tergantung insulin)
a.       Faktor genetik / herediter
Faktor herediter menyebabkan timbulnya DM melalui kerentanan sel-sel beta terhadap
penghancuran oleh virus atau mempermudah perkembangan antibodi  autoimun melawan sel-
sel beta, jadi mengarah pada penghancuran sel-sel beta.
b.      Faktor infeksi virus
Berupa infeksi virus coxakie dan Gondogen yang merupakan pemicu yang menentukan
Proses autoimun pada individu yang peka secara genetik

  DM Tipe II (DM tidak tergantung insulin = NIDDM)


Terjadi paling sering pada orang dewasa, dimana terjadi obesitas pada individu obesitas dapat
menurunkan jumlah resoptor insulin dari dalam sel target insulin diseluruh tubuh. Jadi
membuat insulin yang tersedia kurang efektif dalam meningkatkan efek metabolik yang
biasa.
  DM Malnutrisi
a.       Fibro Calculous Pancreatic DM (FCPD)
Terjadi karena mengkonsumsi makanan rendah kalori dan rendah protein sehingga
klasifikasi pangkreas melalui proses mekanik (Fibrosis) atau toksik (Cyanide) yang
menyebabkan sel-sel beta menjadi rusak.
b.      Protein Defisiensi Pancreatic Diabetes Melitus (PDPD)
Karena kekurangan protein yang kronik menyebabkan hipofungsi sel Beta pancreas
  DM Tipe Lain
a.       Penyakit pankreas seperti : pancreatitis, Ca Pancreas dll
b.      Penyakit hormonal
Seperti : Acromegali yang meningkat GH (growth hormon) yang merangsang sel-sel beta
pankeras yang menyebabkan sel-sel ini hiperaktif dan rusak

Faktor penyebab terjadinya Diabetes Mellitus ( Sjaifoellah, 1996 : 692 ) yaitu :


1.      Faktor keturunan
Karena adanya kelainan fungsi atau jumlah sel – sel betha pancreas yang bersifat genetic dan
diturunkan secara autosom dominant sehingga mempengaruhi sel betha serta mengubah
kemampuannya dalam mengenali dan menyebarkan rangsang yang merupakan bagian dari
sintesis insulin.
2.      Fungsi sel pancreas dan sekresi insulin berkurang
Jumlah glukosa yang diambul dan dilepaskan oleh hati dan yang digunakan oleh jarinagan
perifer tergantung keseimbangan fisiologis beberapa hormon. Hormon yang menurunkan
glukosa darah yaitu insulin yang dibentuk sel betha pulau pancreas.
3.      Kegemukan atau obesitas
Terjadi karena hipertrofi sel betha pancreas dan hiperinsulinemia dan intoleransi glukosa
kemudian berakhir dengan kegemukan dengan diabetes mellitus dan insulin insufisiensi
relative.
4.      Perubahan pada usia lanjut berkaitan dengan resistensi insulin
Pada usia lanjut terjadi penurunan maupun kemampuan insulin terutama pada post reseptor.

C.    MANIFESTASI KLINIS


Gejala diabetes mellitus type 1 muncul secara tiba – tiba pada usia anak – anak sebagai akibat
dari kelainan genetika sehingga tubuh tidak memproduksi insulin dengan baik. Gejala –
gejalanya antara lain adalah sering buang air kecil, terus menerus lapar dan haus, berat badan
turun, kelelahan, penglihatan kabur, infeksi pada kulit yang berulang, meningkatnya kadar
gula dalam darah dan air seni, cenderung terjadi pada mereka yang berusiadibawah 20 tahun.
Sedangkan diabetes mellitus tipe II muncul secara perlahan – lahan sampai menjadi gangguan
kulit yang jelas, dan pada tahap permulaannya seperti gejala pada diabetes mellitus type I,
yaitu cepat lemah, kehilangan tenaga, dan merasa tidak fit, sering buang air kecil, terus
menerus lapar dan haus, kelelahan yang berkepanjangan dan tidak ada penyebabnya, mudah
sakit yang berkepanjangan, biasanya terjadi pada mereka yang berusia diatas 40 tahun tetapi
prevalensinya kini semakin tinggi pada golongan anak – anak dan remaja.
Gejala – gejala tersebut sering terabaikan karena dianggap sebagai keletihan akibat kerja. Jika
glukosa darah sudah tumpah ke saluran urine sehingga bila urine tersebut tidak disiram akan
dikerubungi oleh semut adalah tanda adanya gula. Gejala lain yang biasa muncul adalah
penglihatan kabur, luka yang lam asembuh, kaki tersa keras, infeksi jamur pada saluran
reproduksi wanita, impotensi pada pria.
D.    PATOFISIOLOGI
Dalam keadaan normal jika terdapat insulin, asupan glukosa/produksi glukosa yang melebihi
kebutuhan kalori akan disimpan sebagai glikogen dalam sel-sel hati dan sel-sel otot. Proses
glikogenesis ini mencegah hiperglikemia (kadar glukosa darah > 110 mg/dl). Pada pasien
DM, kadar glukosa dalam darah meningkat/tidak terkontrol, akibat rendahnya produk
insulin/tubuh tidak dapat menggunakannya, sebagai sel-sel akan starvasi. Bila kadar
meningkat akan dibuang melalui ginjal yang akan menimbulkan diuresi sehingga pasien
banyak minum (polidipsi).  
 Glukosa terbuang melalui urin maka tubuh kehilangan banyak kalori sehingga nafsu makan
meningkat (poliphagi). Akibat sel-sel starvasi karena glukosa tidak dapat melewati membran
sel, maka pasien akan cepat lewat.

E.     KOMPLIKASI
Komplikasi diabetes mellitus terbagi menjadi 2 yaitu komplikasi akut dan komplikasi
kronik. (Carpenito, 2001)
1.      Komplikasi Akut, ada 3 komplikasi akut pada diabetes mellitus yang penting dan
berhubungan dengan keseimbangan kadar glukosa darah dalam jangka pendek, ketiga
komplikasi tersebut adalah (Smeltzer, 2002 : 1258)
a.       Diabetik Ketoasedosis (DKA)
Ketoasedosis diabatik merupakan defisiensi insulin berat dan akut dari suatu
perjalananpenyakit diabetes mellitus. Diabetik ketoasedosis disebabkan oleh tidak adanya
insulin atau tidak cukupnya jumlah insulin yang nyata (Smeltzer, 2002 : 1258)
b.      Koma Hiperosmolar Nonketotik (KHHN)
Koma Hiperosmolar Nonketotik merupakan keadaan yang didominasi oleh hiperosmolaritas
dan hiperglikemia dan disertai perubahan tingkat kesadaran. Salah satu perbedaan utama
KHHN dengan DKA adalah tidak terdapatnya ketosis dan asidosis pada KHHN (Smetzer,
2002 : 1262)
c.       Hypoglikemia
Hypoglikemia (Kadar gula darah yang abnormal yang rendah) terjadi aklau kadar glukoda
dalam darah turun dibawah 50 hingga 60 mg/dl. Keadaan ini dapat terjadi akibat pemberian
preparat insulin atau preparat oral yang berlebihan, konsumsi makanan yang terlalu sedikit
(Smeltzer, 2002 : 1256)
2.      Komplikasi kronik Diabetes Melitus pada adsarnya terjadi pada semua pembuluh darah
diseluruh bagian tubuh (Angiopati Diabetik). Angiopati Diabetik dibagi menjadi 2 yaitu :
(Long 1996) :
1.      Mikrovaskuler
a.       Penyakit Ginjal
Salah satu akibat utama dari perubahan – perubahan mikrovaskuler adalah perubahan pada
struktural dan fungsi ginjal. Bila kadar glukosa darah meningkat, maka mekanisme filtrasi
ginjal akan mengalami stress yang menyebabkan kebocoran protein darah dalam urin
(Smeltzer, 2002 : 1272)
b.      Penyakit Mata (Katarak)
Penderita Diabetes melitus akan mengalami gejala penglihatan sampai kebutaan. Keluhan
penglihan kabur tidak selalui disebabkan retinopati (Sjaifoellah, 1996 : 588). Katarak
disebabkan karena hiperglikemia yang berkepanjanganyang menyebabkan pembengkakan
lensa dan kerusakan lensa (Long, 1996 : !6)
c.       Neuropati
Diabetes dapat mempengaruhi saraf - saraf perifer, sistem saraf otonom, Medsulla spinalis,
atau sistem saraf pusat. Akumulasi sorbital dan perubahan – perubahan metabolik lain dalam
sintesa atau funsi myelin yang dikaitkan dengan hiperglikemia dapat menimbulkan perubahan
kondisi saraf ( Long, 1996 : 17)
2.      Makrovaskuler
a.       Penyakit Jantung Koroner
Akibat kelainan fungsi pada jantung akibat diabetes melitus maka terjadi penurunan kerja
jantung untuk memompakan darahnya keseluruh tubuh sehingga tekanan darah akan naik
atau hipertensi. Lemak yang menumpuk dalam pembuluh darah menyebabkan mengerasnya
arteri (arteriosclerosis), dengan resiko penderita penyakit jantung koroner atau stroke
b.      Pembuluh darah kaki
Timbul karena adanya anesthesia fungsi saraf – saraf sensorik, keadaan ini berperan dalam
terjadinya trauma minor dan tidak terdeteksinya infeksi yang menyebabkan gangren. Infeksi
dimulai dari celah – celah kulit yang mengalami hipertropi, pada sel –sel kuku yang tertanam
pada bagian kaki, bagia kulit kaki yang menebal, dan kalus, demikian juga pada daerah –
daerah yang tekena trauma (Long, 1996 : 17)
c.       Pembuluh darah otak
Pada pembuluh darah otak dapat terjadi penyumbatan sehingga suplai darah keotak menurun
(Long, 1996 : 17)

F.     PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK


Pemeriksaan yang dilakukan sebagai penunjang diagnostik medis antara lain:
1.      Pemeriksaan gula darah
Orang dengan metabolisme yang normal mampu mempertahankan kadar gula darah antara
70-110 mg/dl (engliglikemi) dalam kondisi asupan makanan yang berbeda-beda. Test
dilakukan sebelum dan sesudah makan serta pada waktu tidur.
2.      Pemeriksaan dengan Hb
Dilakukan untuk pengontrolan DM jangka lama yang merupakan Hb minor sebagai hasil dari
glikolisis normal.
3.      Pemeriksaan Urine
Pemeriksaan urine dikombinasikan dengan pemeriksaan glukosa darah untuk memantau
kadar glukosa darah pada periode waktu diantara pemeriksaan darah.

BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
A.    PENGKAJIAN

a.       Riwayat Kesehatan Sekarang


Biasanya klien masuk ke RS dengan keluhan utama gatal-gatal pada kulit yang disertai
bisul/lalu tidak sembuh-sembuh, kesemutan/rasa berat, mata kabur, kelemahan tubuh.
Disamping itu klien juga mengeluh poli urea, polidipsi, anorexia, mual dan muntah, BB
menurun, diare kadang-kadang disertai nyeri perut, kramotot, gangguan tidur/istirahat, haus-
haus, pusing-pusing/sakit kepala, kesulitan orgasme pada wanita dan masalah impoten pada
pria.
b.      Riwayat Kesehatan Dahulu
  Riwayat hipertensi/infark miocard akut dan diabetes gestasional
  Riwayat ISK berulang
  Penggunaan obat-obat seperti steroid, dimetik (tiazid), dilantin dan penoborbital.
  Riwayat mengkonsumsi glukosa/karbohidrat berlebihan
  Riwayat Kesehatan Keluarga
  Adanya riwayat anggota keluarga yang menderita DM.
c.       Pemeriksaan Fisik
d.      Neuro sensori
Disorientasi, mengantuk, stupor/koma, gangguan memori, kekacauan mental, reflek tendon
menurun, aktifitas kejang.
e.       Kardiovaskuler
Takikardia / nadi menurun atau tidak ada, perubahan TD postural, hipertensi dysritmia,
krekel, DVJ (GJK)
f.       Pernafasan
Takipnoe pada keadaan istirahat/dengan aktifitas, sesak nafas, batuk dengan tanpa sputum
purulent dan tergantung ada/tidaknya infeksi, panastesia/paralise otot pernafasan (jika kadar
kalium menurun tajam), RR > 24 x/menit, nafas berbau aseton.
g.      Gastro intestinal
Muntah, penurunan BB, kekakuan/distensi abdomen, aseitas, wajah meringis pada palpitasi,
bising usus lemah/menurun.
h.      Eliminasi
Urine encer, pucat, kuning, poliuria, urine berkabut, bau busuk, diare (bising usus hiper
aktif).
i.        Reproduksi/sexualitas
Rabbas vagina (jika terjadi infeksi), keputihan, impotensi pada pria, dan sulit orgasme pada
wanita
j.        Muskulo skeletal
Tonus otot menurun, penurunan kekuatan otot, ulkus pada kaki, reflek tendon menurun
kesemuatan/rasa berat pada tungkai.
k.      Integumen
Kulit panas, kering dan kemerahan, bola mata cekung, turgor jelek, pembesaran tiroid,
demam, diaforesis (keringat banyak), kulit rusak, lesi/ulserasi/ulkus.
l.        Aspek psikososial
m.    Stress, anxientas, depresi
n.      Pemeriksaan diagnostik
1.      Gula darah meningkat > 200 mg/dl
2.      Aseton plasma (aseton) : positif secara mencolok
3.      Osmolaritas serum : meningkat tapi < 330 m osm/lt
4.      Gas darah arteri pH rendah dan penurunan HCO3 (asidosis metabolik)
5.      Alkalosis respiratorik
6.      Trombosit darah :  mungkin meningkat (dehidrasi), leukositosis, hemokonsentrasi,
menunjukkan respon terhadap stress/infeksi.
7.      Ureum/kreatinin : mungkin meningkat/normal lochidrasi/penurunan fungsi ginjal.
8.      Amilase darah : mungkin meningkat > pankacatitis akut.
9.      Insulin darah : mungkin menurun sampai tidak ada (pada tipe I), normal sampai meningkat
pada tipe II yang mengindikasikan insufisiensi insulin.
10.  Pemeriksaan fungsi tiroid : peningkatan aktivitas hormon tiroid dapat meningkatkan glukosa
darah dan kebutuhan akan insulin.
11.  Urine : gula dan aseton positif, BJ dan osmolaritas mungkin meningkat.
12.  Kultur dan sensitivitas : kemungkinan adanya infeksi pada saluran kemih,  infeksi pada luka.

B.     DIAGNOSA KEPERAWATAN


1.      Kekurangan volume cairan berhubungan dengan osmotik, kehilangan gastrik berlebihan,
masukan yang terbatas.
2.      Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidak cukupan
insulin penurunan masukan oral, status hipermetabolisme.
3.      Resti infeksi berhubungan dengan kadar glukosa tinggi, penurunan fungsi leukosit,
perubahan sirkulasi.
4.      Resti perubahan sensori perseptual berhubungan dengan perubahan kimia endogen (ketidak
seimbangan glukosa/insulin dan elektrolit.
5.      Ketidakberdayaan berhubungan dengan ketergantungan pada orang lain, penyakit jangka
panjang.
6.      Kurang pengetahuan mengenai penyakit, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan
dengan tidak mengenal sumber informasi. (Doengoes, 2000)
C.     INTERVENSI
DX1  : Kekurangan volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik, kehilangan gastrik
berlebihan, masukan yang terbatas ditandai dengan peningkatan haluaran urin, urine encer,
haus, lemah, BB, kulit kering, turgor buruk.

Kreteria Hasil yang diharapkan : Tanda vital stabil, turgor kulit baik, haluaran urin normal,
kadar elektrolit dalam batas normal.
Intervensi   :
1.      Pantau tanda vital
 R/ Hipovolemia dapat ditandai dengan hipotensi dan takikardi.
2.      Kaji suhu, warna kulit dan kelembaban.    
R/Demam, kulit kemerahan, kering sebagai cerminan dari dehidrasi.
3.      Pantau masukan dan pengeluara cairan    
R/Memberikan perkiraan kebutuhan akan cairanpengganti, fungsi ginjal dan keefektifan
terapi.
4.      Ukur BB setiap hari  
R/Memberikan hasil pengkajian yang terbaik dan status cairan yang sedang berlangsung dan
selanjutnya dalam memberikan cairan pengganti.
5.      Pertahankan cairan  2500 cc/hari jika pemasukan secara oral sudah dapat diberikan.  
R/Mempertahankan hidrasi/volume sirkulasi
6.      Tingkatkan lingkungan yang nyaman selimuti dengan selimut tipis    
R/Menghindari pemanasan yang berlebihan pada pasien yang akan menimbulkan kehilangan
cairan.
7.      Catat hal-hal yang dilaporkan seperti mual, nyeri abdomen, muntah, distensi lambung.  
R/Kekurangan cairan dan elektrolit mengubah motilitas lambung, yang sering menimbulkan
muntah sehingga terjadi kekurangan cairan atau elektrolit.
8.      Berikan terapi cairan sesuai indikasi
R/Tipe dan jumlah cairan tergantung pada derajat kekurangan cairan dan respons pasien
secara individual.
9.      Pasang selang NGT dan lakukan penghisapan sesuai dengan indikasi.    R/Mendekompresi
lambung dan dapat menghilangkan muntah.

DX 2 :Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidak cukupan
insulin, penurunan masukan oral, hipermetabolisme ditandai dengan  Masukan makanan tidak
adekuat, anorexia, BB, kelemahan, kelelahan, tonus otot buruk, diare.

Kriteria Hasil : Mencerna jumlah nutrien yang tepat, menunjukkan tingkat energi biasanya,
BB stabil/.
Intervensi  
1.      Timbang BB setiap hari  
R/ Mengkaji pemasukan makanan yang adekuat (termasuk absorpsi).
2.      Tentukan program diet dan pola makan pasien dan bandingkan dengan makanan yang
dihabiskan pasien.  
 R/ Mengidentifikasi kekurangan dan penyimpangan dari kebutuhan.
3.      Auskultasi bising usus, catat adanya nyeri, abdomen, mual, muntah.    
R/Hiperglikemi dapat menurunkan motilitas/ fungsi lambung (distensi atau ileus paralitik)
yang akan mempengaruhi pilihan intervensi.
4.      Identifikasi makanan yang disukai.  
R/ Jika makanan yang disukai dapat dimasukkan dalam pencernaan makanan, kerjasama ini
dapat diupayakan setelah pulang.
5.      Libatkan keluarga pada perencanaan makan sesuai indikasi.  
R/ Memberikan informasi pada keluarga untuk memahami kebutuhan nutrisi pasien.
6.      Kolaborasi dengan ahli diet
R/Sangat bermanfaat dalam perhitungan dan penyesuaian diet untuk memenuhi kebutuhan
pasien.

DX3 : Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan kadar glukosa tinggi, penurunan fungsi
lekosit/perubahan sirkulasi.
Kriteria hasil : Infeksi tidak terjadi
INTERVENSI
1.      Observasi tanda-tanda infeksi dan peradangan.    
R/Pasien mungkin masuk dengan infeksi yang biasanya telah mencetuskan keadaan
ketuasidosis atau infeksi nasokomial.
2.      Tingkatkan upaya pencegahan dengan mencuci tangan bagi semua orang yang berhubungan
dengan pasien, meskipun pasien itu sendiri.    
R/Mencegah timbulnya infeksi nasokomial.
3.      Pertahankan teknik aseptik prosedur invasif.    
R/Kadar glukosa tinggi akan menjadi media terbaik bagi pertumbuhan kuman.
4.      Berikan perawatan kulit dengan teratur dan sungguh-sugguh,
R/Sirkulasi perifer bisa terganggu yang menempatkan pasien pada peningkatan resiko
terjadinya iritasi kulit dan infeksi.
5.      Bantu pasien melakukan oral higiene. R/Menurunkan resiko terjadinya penyakit mulut.
6.      Anjurkan untuk makan dan minum adekuat. R/Menurunkan kemungkinan terjadinya infeksi.
7.      Kolaborasi tentang pemberian antibiotic  yang sesuai    Penanganan awal dapat R/membantu
mencegah timbulnya sepsis.
DAFTAR PUSTAKA

Doengoes, M.E. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3, Jakarta : EGC.


Engram, B. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah, Jakarta : EGC.
Brunner & Suddarth. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Vol. 2. Jakarta : EGC.
Price. S.A. (1995). Patofisiologi, Edisi Kedua, Jakarta : EGC.
Jan Tambayong, dr. (2000). Patofisiologi Untuk Keperawatan. Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai