Anda di halaman 1dari 13

MALAPRAKTIK

MAKALAH
Dosen Pembimbing : Hartotok, S.Kep., M.H.Kes

Oleh :

1. Agus Suryadi 8. Muhammad Husen Yusuf

2. Ahmad Riyanto 9. Muslikah Isnila S

3. Ari Rahmawati 10. Putri Lia Linda Sari

4. Dessy Ristiana 11. Rika Riana Nur Safitri

5. Eka Lutfiana 12. Safarotul Hidayah

6. Lisa Noor Khomaidah 13. Shandy Prabowo Panji Putra

7. Marchita Ari Antara

STIKES CENDEKIA UTAMA KUDUS

PROGRAM ILMU KEPERAWATAN

2014
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul “Malapraktik”
yang mana makalah ini diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Ilmu
Keperawatan Dasar.

Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih banyak kekurangan. Hal ini
disebabkan keterbatasan pengetahuan, serta sumber yang penulis miliki. Oleh karena itu kritik
dan saran yang sifatnya membangun sangat penulis harapkan untuk perbaikan penyusunan
selanjutnya.

Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada dosen pembimbing, serta kepada semua
pihak yang telah ikut membantu dalam penyusunan makalah ini, semoga semua amal baik semua
pihak mendapat imbalan yang berlimpah dari Allah SWT. Amin.

Akhirnya penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan
bagi para pembaca pada umumnya.

Kudus, Desember 2014

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

1.2 Rumusan Masalah

1.3 Tujuan Penulisan

BAB II KAJIAN TEORI

2.1 Pengertian Malapraktik

2.2 Malapraktik dalam Keperawatan

2.3 Pencegahan dalam Malapraktik

BAB III PENUTUP

3.1 Simpulan

3.2 Saran

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Perkembangan keperawatan di Indonesia telah mengalami perubahan yang sangat pesat


menuju perkembangan keperawatan sebagai profesi. Proses ini merupakan suatu perubahan
aspek pelayanan atau aspek-aspek pendidikan, pengembangan dan pemanfaatan ilmu
pengetahuan dan teknologi, serta kehidupan keprofesian dalam keperawatan (irh4mgokilz.
wordpress.com)

Perkembangan keperawatan menuju keperawatan profesional sebagai profesi di


pengaruhi oleh berbagai perubahan, perubahan ini sebagai akibat tekanan globalisasi yang
juga menyentuh perkembangan keperawatan professional antara lain adanya tekanan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi keperawatan yang pada hakikatnya harus
diimplementasikan pada perkembangan keperawatan professional di Indonesia. Disamping
itu juga pengaruh adanya UU No. 36 tahun 2009 tentang kesehatan dan UU no.8 tahun 1999
tentang perkembangan konsumen sebagai akibat kondisi sosial ekonomi yang semakin baik,
termasuk latar belakang pendidikan yang semakin tinggi yang berdampak pada tuntutan
pelayanan keperawatan yang semakin berkualitas (azmahluphtaufik.blogspot.com).

Dalam menjalankan profesinya sebagai tenaga perawat professional senantiasa


memperhatikan etika keperawatan yang mencakup tanggung jawab perawat terhadap klien
(individu, keluarga, dan masyarakat). Selain itu, dalam memberikan pelayanan keperawatan
yang berkualitas tentunya mengacu pada standar praktik keperawatan yang merupakan
komitmen profesi keperawatan dalam melindungi masyarakat terhadap praktik yang
dilakukan oleh anggota profesi dalam hal ini perawat (azmahluphtaufik.blogspot.com).

Dalam menjalankan tugas keprofesiannya, perawat bisa saja melakukan kesalahan yang
dapat merugikan klien sebagai penerima asuhan keperawatan, bahkan bisa mengakibatkan
kecacatan dan lebih parah lagi mengakibatkan kematian, terutama bila pemberian asuhan
keperawatan tidak sesuai dengan standar praktik keperawatan. Kejadian ini di kenal dengan
malapraktik. Setiap profesi termasuk profesi tenaga kesehatan berlaku norma etika dan
norma hukum. Oleh sebab itu, apabila timbul dugaan adanya kesalahan praktik sudah
seharusnya diukur atau dilihat dari sudut pandang kedua norma tersebut. Kesalahan dari
sudut pandang etika disebut ethical malapractice dan dari sudut pandang hukum disebut
yuridical malapractice. Hal ini perlu dipahami mengingat dalam profesi tenaga perawatan
berlaku norma etika dan norma hukum, sehingga apabila ada kesalahan praktik perlu dilihat
domain apa yang dilanggar (irh4mgokilz.wordpress.com).

Karena antara etika dan hukum ada perbedaan-perbedaan yang mendasar menyangkut
substansi, otoritas, tujuan dan sanksi, maka ukuran normatif yang dipakai untuk menentukan
adanya ethical malpractice atau yuridical malpractice dengan sendirinya juga berbeda. Yang
jelas tidak setiap ethical malpractice merupakan yuridical malpractice akan tetapi semua
bentuk yuridical malpractice pasti merupakan ethical malpractice (irh4mgokilz.wordpress).

Untuk menghindari terjadinya malapraktek ini, perlu di adakan kajian-kajian etika dan
hukum yang menyangkut malpraktek khususnya dalam bidang keperawatan sehingga sebagai
perawat nantinya dalam menjalankan praktik keperawatan senantiasa memperhatikan kedua
aspek tersebut (irh4mgokilz.wordpress.com).

1.2 Rumusan Masalah

a. Apa pengertian malapraktik?

b. Bagaimana kasus malapraktik dalam keperawatan?

c. Bagaimana cara mencegah terjadinya malapraktik?

1.3 Tujuan Penulisan

a. Untuk mengetahui pengertian malapraktik.

b. Untuk memahami kasus malapraktik dalam keperawatan.

c. Untuk mengetahui cara pencegahan malapraktik.


BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Malapraktik

Malapraktik merupakan istilah yang sangat umum sifatnya dan tidak selalu berkonotasi
yuridis. Secara harfiah “mala” mempunyai arti salah sedangkan “praktik” mempunyai arti
pelaksanaan atau tindakan, sehingga malapraktik berarti pelaksanaan atau tindakan yang
salah. Meskipun arti harfiahnya demikian tetapi kebanyakan istilah tersebut dipergunakan
untuk menyatakan adanya tindakan yang salah dalam rangka pelaksanaan suatu profesi.

Sedangkan definisi malapraktik profesi kesehatan adalah kelalaian dari seorang dokter
atau perawat untuk mempergunakan tingkat kepandaian dan ilmu pengetahuan dalam
mengobati dan merawat pasien yang lazim dipergunakan terhadap pasien atau orang yang
terluka menurut ukuran dilingkungan yang sama. Malapraktek juga dapat diartikan sebagai
tidak terpenuhinya perwujudan hak-hak masyarakat untuk mendapatkan pelayanan yang
baik, yang biasa terjadi dan dilakukan oleh oknum yang tidak mau mematuhi aturan yang
ada karena tidak memberlakukan prinsip-prinsip transparansi atau keterbukaan. Maksudnya,
harus menceritakan secara jelas tentang pelayanan yang diberikan kepada konsumen, baik
pelayanan kesehatan maupun pelayanan jasa lainnya yang diberikan.

Dalam memberikan pelayanan wajib bagi pemberi jasa untuk menginformasikan kepada
konsumen secara lengkap dan komprehensif semaksimal mungkin. Namun, penyalahartian
malapraktik biasanya terjadi karena ketidaksamaan persepsi tentang malapraktik. Guwandi
(1994) mendefinisikan malapraktik sebagai kelalaian dari seorang dokter atau perawat untuk
menerapkan tingkat keterampilan dan pengetahuannya di dalam memberikan pelayanan
pengobatan dan perawatan terhadap seorang pasien yang lazim diterapkan dalam mengobati
dan merawat orang sakit atau terluka di lingkungan wilayah yang sama.

Ellis dan Hartley (1998) mengungkapkan bahwa malapraktik merupakan batasan yang
spesifik dari kelalaian (negligence) yang ditujukan pada seseorang yang telah terlatih atau
berpendidikan yang menunjukkan kinerjanya sesuai bidang tugas atau pekerjaannya.
Ada dua istilah yang sering dibicarakan secara bersamaan dalam kaitannya dengan
malapraktik yaitu kelalaian dan malapratik itu sendiri. Kelalaian adalah melakukan sesuatu
dibawah standar yang ditetapkan oleh aturan atau hukum guna melindungi orang lain yang
bertentangan dengan tindakan-tindakan yaag tidak beralasan dan berisiko melakukan
kesalahan (Keeton, 1984 dalam Leahy dan Kizilay, 1998).

Malapraktik sangat spesifik dan terkait dengan status profesional dan pemberi pelayanan
dan standar pelayanan profesional. Malapraktik adalah kegagalan seorang profesional
(misalnya, dokter dan perawat) untuk melakukan praktik sesuai dengan standar profesi yang
berlaku bagi seseorang yang karena memiliki keterampilan dan pendidikan (Vestal, K.W,
1995). Malapraktik lebih luas dari pada negligence karena selain mencakup arti kelalaian,
istilah malpraktik pun mencakup tindakan-tindakan yang dilakukan dengan sengaja
(criminal malpractice) dan melanggar undang-undang. Di dalam arti kesengajaan tersirat
adanya motif (guilty mind) sehingga tuntutannya dapat bersifat perdata atau pidana.

Dapat ditarik kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan malapraktik adalah :

a. Melakukan suatu hal yang seharusnya tidak boleh dilakukan oleh seorang tenaga
kesehatan.

b. Tidak melakukan apa yang seharusnya dilakukan atau melalaikan kewajibannya


(negligence).

c. Melanggar suatu ketentuan menurut atau berdasarkan peraturan perundang-undangan.

2.2 Malapraktik dalam Keperawatan

Banyak kemungkinan yang dapat memicu perawat melakukan kelalaian atau


malapraktik. Perawat dan masyarakat pada umumnya tidak dapat membedakan antara
kelalaian dan malapraktik. Walaupun secara nyata jelas penbedaannya sebagaimana telah
diuraikan terdahulu, Malapraktik lebih spesifik dan terkait dengan status profesional
seseorang misalnya perawat, dokter, atau penasehat hukum.
Menurut Vestal, K.W. (1995) mengatakan bahwa untuk mengatakan secara pasti
malapraktik, apabila penggugat dapat menunjukkan dibawah ini :

1. Duty, pada saat terjadinya cedera, terkait dengan kewajibanya yaitu kewajiban untuk
mempergunakan segala ilmu dan kepandaiannya untuk menyembuhkan atau setidak-
tidaknya meringankan beban penderitaan pasiennya berdasarkan stadar profesi.
Hubungan perawat-klien menunjukkan bahwa melakukan kewajiban berdasarkan standar
keperawatan.

2. Breach of the duty, pelanggaran terjadi sehubungan dengan kewajibannya artinya


menyimpang dari apa yang seharusnya dilakukan menurut standar profesinya.
Pelanggaran yang terjadi terhadap pasien (misalnya kegagalan dalam memenuhi standar
keperawatan yang ditetapkan sebagai kebijakan rumah sakit).

3. Injury, seseorang mengalami injury atau kerusakan (damage) yang dapat dituntut secara
hukum (misalnya pasien mengalami cedera sebagai akibat pelanggaran. Keluhan nyeri,
atau adanya penderitaan atau stress emosi dapat dipertimbangkan sebagai akibat cedera
hanya jika terkait dengan cedera fisik).

4. Proximate caused, pelanggaran terhadap kewajibannya menyebabkan/terkait dengan


injury yang dialami (misalnya cedera yang terjadi secara langsung berhubungan dengan
pelanggaran terhadap kewajiban perawat terhadap pasien).

Sebagai penggugat, harus mampu menunjukkan bukti pada setiap elemen dari keempat
elemen di atas. Jika semua elemen itu dapat dibuktikan hal ini menunjukkan bahwa telah
terjadi malpraktik, dan perawat berada pada tuntutan malpraktik. Terhadap tuntutan
malpraktik , pelanggaran dapat bersifat pelanggaran :

1. Pelanggaran etika profesi. Terhadap pelanggaran ini sepenuhnya oleh organisasi profesi
(Majelis Kode Etik Keperawatan) sebagaimana tercamtum pada pasal 26 dan 27
Anggaran Dasar PPNI. Sebagaimana halnya doter, maka perawat pun merupakan tenaga
kesehatan yang preofesional yang menghadapi banyak masalah moral atau etik sepanjang
melaksanakan praktik profesional. Beberapa masalah etik yang sering terjadi pada tenaga
keperawatan antara lain moral unpreparedness, moral blindness, amoralism, dan moral
fanatism. Untuk menangani masalah etika yang terjadi pada tenaga keperawatan
dilakukan organisasi profesi keperawatan (PPNI) melalui Majelis Kode Etik
Keperawatan.

2. Sanksi administratif. Berdasarkan Keppres No.56 tahun 1995 dibentuk Majelis Disiplin
Tenaga Kesehatan (MDTK) dalam rangka pemberian perlindungan yang seimbang dan
objetif kepada tenaga kesehatan dan masyarakat penerima pelayanan kesehatan. MDTK
bertugas meneliti dan menentukan ada atau tidaknya kesalahan atau kelalaian dalam
menerapkan standar profesi yang dilakukan oleh tenaga kesehatan dalam memberikan
pelayanan kesehatan. Berdasarkan hasil pemeriksaan MDTK akan dilaporkan kepada
pejabat kesehatan berwenang untuk mengambil tindakan disiplin terhadap tenaga
kesehatan dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Tindakan
sebagaimana yang dimaksud tidak mengurangi ketentuan pada : pasal 54 ayat (1) dan
ayat (2) UU No.23 tahun 1992 tentang Kesehatan, yaitu :

(1) Terhadap tenaga kesehatan yang melakukan kesalahan atau kelalaian dalam
melaksanakan profesinya dapat dikenakan tindakan disiplin.

(2) Penentuan ada tidaknya kesalahan atau kelalaian sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) ditentukan oleh Majelis Disiplin Tenaga Kesehatan.

Keanggotaan MDTK terdiri dari unsur Sarjana Hukum, ahli kesehatan yang diwakili
organisasi profesi di bidang kesehatan, ahli agama, ahli psikologi, dan ahli sosiologi.
Organisasi ini berada baik di tingkat pusat, juga ditingkat Propinsi. Sejauh ini di Sulawesi
Selatan belum terbentuk MDTK.

3. Pelanggaran hukum. Pelanggaran dapat bersifat perdata maupun pidana. Pelanggaran


yang bersifat perdata sebagaimana pada UU No.36 tahun 2009 pada pasal 190 ayat (1)
dan ayat (2) berbunyi :

(1) Pimpinan fasilitaspelayanan kesehatan dan/ atau tenaga kesehatan yang melakukan
praktik atau pekerjaan pada fasilitas pelayanan kesehatan yang dengan sengaja yidak
memberikan pertolonagan pertama terhadap pasien yang dalam keadaan darurat
sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 32 ayat (2) atau pasal 85 ayat (2) dipidana
dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak
Rp.200.000.000 (dua ratus juta rupiah)
(2) Dalam perbuatan sebagaimana dimaksud ayat (1) mengakibatkan terjadinya kecacatan
atau kematian pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan dan/ atau tenaga kesehatan
tersebut dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda
paling banyak Rp.1.000.000.000 (satu miliar)

Hal yang berhubungan dengan ganti rugi dapat bersifat negosiasi atau diselesaikan
melalui pengadilan. Pelanggaran yang bersifat pidana sebagaimana pada UU No.36 tahun
2009 pada Bab XX (Ketentuan Pidana) berupa pidana penjara dan atau pidana denda.

2.3 Pencegahan Malapraktik

Berikut ini adalah pencegahan dari malapraktik :

1. Upaya pencegahan malapraktik dalam pelayanan kesehatan

Dengan adanya kecenderungan masyarakat untuk menggugat tenaga medis karena


adanya malapraktik diharapkan tenaga dalam menjalankan tugasnya selalu bertindak hati-
hati, yakni :

a. Tidak menjanjikan atau memberi garansi akan keberhasilan upayanya, karena


perjanjian berbentuk daya upaya (inspaning verbintenis) bukan perjanjian akan
berhasil (resultaat verbintenis).

b. Sebelum melakukan intervensi agar selalu dilakukan informed consent.

c. Mencatat semua tindakan yang dilakukan dalam rekam medis.

d. Apabila terjadi keragu-raguan, konsultasikan kepada senior atau dokter.

e. Memperlakukan pasien secara manusiawi dengan memperhatikan segala


kebutuhannya.

f. Menjalin komunikasi yang baik dengan pasien, keluarga, dan masyarakat sekitarnya.

2. Upaya menghadapi tuntutan hukum

Apabila upaya kesehatan yang dilakukan kepada pasien tidak memuaskan sehingga
perawat menghadapi tuntutan hukum, maka tenaga kesehatan seharusnya bersifat pasif
dan pasien atau keluarganya yang aktif membuktikan kelalaian tenaga kesehatan.
Apabila tuduhan kepada kesehatan merupakan criminal malpractice, maka tenaga
kesehatan dapat melakukan :

a. Informal defence, dengan mengajukan bukti untuk menangkis/ menyangkal bahwa


tuduhan yang diajukan tidak berdasar atau tidak menunjuk pada doktrin-doktrin yang
ada, misalnya perawat mengajukan bukti bahwa yang terjadi bukan disengaja, akan
tetapi merupakan risiko medik (risk of treatment), atau mengajukan alasan bahwa
dirinya tidak mempunyai sikap batin (men rea) sebagaimana disyaratkan dalam
perumusan delik yang dituduhkan.

b. Formal atau legal defence, yakni melakukan pembelaan dengan mengajukan atau
menunjuk pada doktrin-doktrin hukum, yakni dengan menyangkal tuntutan dengan
cara menolak unsur-unsur pertanggung jawaban atau melakukan pembelaan untuk
membebaskan diri dari pertanggung jawaban, dengan mengajukan bukti bahwa yang
dilakukan adalah pengaruh daya paksa.

Berbicara mengenai pembelaan, ada baiknya perawat menggunakan jasa penasehat


hukum, sehinggayang sifatnya teknis pembelaan diserahkan kepadanya.

Pada perkara perdata dalam tuduhan civil malpractice dimana perawat digugat
membayar ganti rugi sejumlah uang, yang dilakukan adalah mementahkan dalil-dalil
penggugat, karena dalam lain pasien atau pengacaranya harus membuktikan dalil sebagai
dasar gugatan bahwa tergugat (perawat) bertanggung jawab atas derita (damage) yang
dialami penggugat. Untuk membuktikan adanya civil malpractice tidaklah mudah,
utamanya tidak diketemukannya fakta yang dapat berbicara sendiri (res ipsa loquitur),
apalagi untuk membuktikan adanya tindakan menterlantarkan kewajiban (dereliction of
duty) dan adanya hubungan langsung antara menterlantarkan kewajiban dengan adanya
rusaknya kesehatan (damage), sedangkan yang harus membuktikan adalah orang-orang
awam dibidang kesehatan dan hal inilah yang menguntungkan tenaga perawatan.
BAB III

PENUTUP

3.1 Simpulan

Malapraktik merupakan istilah yang sangat umum sifatnya dan tidak selalu berkonotasi
yuridis. Secara harfiah “mala” mempunyai arti salah sedangkan “praktik” mempunyai arti
pelaksanaan atau tindakan, sehingga malapraktik berarti pelaksanaan atau tindakan yang
salah. Meskipun arti harfiahnya demikian tetapi kebanyakan istilah tersebut dipergunakan
untuk menyatakan adanya tindakan yang salah dalam rangka pelaksanaan suatu profesi.

Banyak kemungkinan yang dapat memicu perawat melakukan kelalaian atau malapraktik.
Perawat dan masyarakat pada umumnya tidak dapat membedakan antara kelalaian dan
malapraktik. Walaupun secara nyata jelas penbedaannya sebagaimana telah diuraikan
terdahulu, Malapraktik lebih spesifik dan terkait dengan status profesional seseorang
misalnya perawat, dokter, atau penasehat hukum. Menurut Vestal, K.W. (1995) mengatakan
bahwa untuk mengatakan secara pasti malapraktik, apabila penggugat dapat menunjukkan
bahwa duty, breach of the duty, injury, dan proximate caused.

Supaya tidak terjadi malapraktik, dapat dilakukan dengan cara upaya pencegahan
malapraktik dalam pelayanan kesehatan dan upaya menghadapi tuntutan hukum.

3.2 Saran

Dalam memberikan pelayanan keperawatan, hendaknya berpedoman pada kode etik


keperawatan dan mengacu pada standar praktIk keperawatan. Perawat diharapkan mampu
mengidentifikasi 3 area yang memungkinkan perawat berisiko melakukan kesalahan, yaitu
tahap pengkajian keperawatan (assessment errors), perencanaan keperawatan (planning
errors), dan tindakan intervensi keperawatan (intervention errors) sehigga nantinya dapat
menghindari kesalahan yang dapat terjadi perawat harus memiliki kredibilitas tinggi dan
senantiasa meningkatkan kemampuannya untuk mencegah terjadinya malapraktik.
DAFTAR PUSTAKA

http://azmahluphtaufik.blogspot.com/2011/10/makalah-malpraktek.html (Diakses : 9 Desember


2014)

http://ekomahardika.blogspot.com/2013/12/malpraktek-dalam-keperawatan.html (Diakses : 9
Desember 2014)

http://irh4mgokilz.wordpress.com/2011/02/19/makalah-malpraktek-dalam-keperawatan (Diakses
: 9 Desember 2014)

http://kumpulanse.blogspot.com/2013/01/makalah-malpraktik.html (Diakses : 9 Desember 2014)

Anda mungkin juga menyukai