PENDAHULUAN
Persalinan merupakan hal yang paling ditunggu-tunggu oleh para ibu hamil, sebuah waktu
yang menyenangkan namun di sisi lain merupakan hal yang paling mendebarkan. Persalinan
terasa akan menyenangkan karena si kecil yang selama sembilan bulan bersembunyi di dalam
perut anda akan muncul terlahir ke dunia. Di sisi lain persalinan juga menjadi mendebarkan
khususnya bagi calon ibu baru, dimana terbayang proses persalinan yang menyakitkan,
mengeluarkan energi yang begitu banyak, dan sebuah perjuangan yang cukup melelahkan.
Ada baiknya para calon ibu mengetahui proses atau tahapan persalinan seperti apa, sehingga
para calon ibu dapat mempersiapkan segala halnya guna menghadapi proses persalinannya.
1.3 Tujuan
Untuk mengetahui hal-hal yang berkaitan dengan kala III yakni tahap pengeluara plasenta.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Kala III merupakan tahap ketiga persalinan yang berlangsung sejak bayi lahir sampai plasenta
lahir.Persalinan kala tiga dimulai setelah lahirnya bayi dan berakhir dengan lahirnya plasenta
dan selaput ketuban.
Dimulai segera setelah bayi lahir sampai lahirnya plasenta yang berlangsung tidak lebih dari
30 menit. Setelah bayi lahir, uterus teraba keras dengan fundus uteri agak diatas pusat
beberapa menit kemudian uterus berkontraksi lagi untuk melepaskan plasenta dari
dindingnya. Biasanya plasenta lepas dalam 6 menit – 15 menit setelah bayi lahir dan keluar
spontan atau dengan tekanan pada fundus uteri. Pengeluaran plasenta, disertai dengan
pengeluaran darah. Komplikasi yang dapat timbul pada kala III adalah perdarahan akibat
atonia uteri, ratensio plasenta, perlukaan jalan lahir dan tanda gejala tali pusat.
Tempat implantasi plasenta mengalami pengerutan akibat pengosongan kavum uteri dan
kontraksi lanjutan sehingga plasenta dilepaskan dari perlekatannya dan pengumpulan darah
pada ruang utero-plasenter akan mendorong plasenta keluar.
Otot uterus (miometrium) berkontraksi mengikuti penyusutan volume rongga uterus setelah
lahirnya bayi. Penyusutan ukuran ini menyebabkan berkurangnya ukuran tempat perlekatan
plasenta karena tempat perlekatan menjadi semakin kecil, sedangkan ukuran plasenta tidak
berubah maka plasenta akan terlipat, menebal dan kemudian lepas, plasenta akan turun ke
bagian bawah uterus atau kedalam vagina.
Ditandai oleh adanya perdarahan dari vagina apabila plasenta mulai terlepas. Umumnya
perdarahan tidak melebihi 400 ml. Bila lebih hal ini patologik. Lebih besar kemungkinan
pada implantasi lateral.
Setelah bayi lahir dan sebelum miometrium mulai berkontraksi, uterus berbentuk bulat penuh
dan tinggi fundus biasanya di bawah pusat. Setelah uterus berkontraksi dan plasenta
terdorong ke bawah, uterus berbentuk segitiga atau seperti buah pear atau alpukat dan fundus
berada di atas pusat.
Darah yang terkumpul di belakang plasenta akan membantu mendorong plasenta keluar di
bantu oleh gaya gravitasi. Apabila kumpulan darah (retroplasental pooling) dalam ruang di
antara dinding uterus dan permukaan dalam plasenta melebihi kapasitas tampungnya maka
darah tersembur keluar dari tepi plasenta yang terlepas. Tanda ini kadang – kadang terlihat
dalam waktu satu menit setelah bayi lahir dan biasanya dalam 5 menit.
Pengawasan Perdarahan
a. Prasat Kustner
Tangan kanan meregangkan atau menarik sedikit tali pusat. Tangan kiri menekan daerah di
atas simfisis. Bila tali pusat ini masuk kembali ke dalam vagina, berarti plasenta belum lepas
dari dinding uterus. Bila tetap atau tidak masuk kembali ke dalam vagina, berarti plasenta
lepas dari dinding uterus. Prasat ini hendaknya dilakukan secara hati-hati. Apabila hanya
sebagian plasenta terlepas, perdarahan banyak akan dapat terjadi.
b. Prasat Strassman
Perasat ini dilakukan dengan mengetok-ngetok fundus uterus dengan tangan kiri dan tangan
kanan meregangkan tali pusat sambil merasakan apakah ada getaran yang ditimbulkan dari
gerakan tangan kiri, jika terasa ada getaran berarti plasenta sudah lepas.
c. Prasat Klien
Untuk melakukan perasat ini, minta pasien untuk meneran, jika tali pusat tampak turun atau
bertambah panjang berarti plasenta telah lepas, begitu juga sebaliknya.
d. Prasat Manuaba
Tangan kiri memegang uterus pada segmen bawah rahim, sedangkan tangan kanan
memegang dan mengencangkan tali pusat. Kedua tangan ditarik berlawan.
Manajemen aktif kala III yakni mengupayakan kontraksi yang adekuat dari uterus dan
mempersingkat waktu kala III, mengurangi jumlah kehilangan darah, menurunkan angka
kejadian retensio plasenta.
Tiga langkah utama manajemen aktif kala III yaitu pemberian oksitosin/uterotonika segera
mungkin, melakukan penegangan tali pusat terkendali (PTT), dan rangsangan taktil pada
dinding uterus atau fundus uteri.
Penegangan tali pusat terkendali yakni dengan berdiri disamping ibu, pindahkan jepitan
semula tali pusat ketitik 5-20 cm dari vulva dan pegang klem penjepit tersebut, ratakan
telapak tangan ( alas dengan kain ) yang lain, pada segmen bawah rahim atau diding uterus
dan suprasimpisis, pada saat terjadi kontraksi, tegangkan tali pusat sambil tekan tali uterus ke
dorsokranial, ulangi kembali perasat ini bila plasenta belum dapat dilahirkan ( jangan
dilakukan pemaksaan ).
a) Pemeriksaan Plasenta
Pastikan bahwa seluruh plasenta telah lahir lengkap dengan memeriksa jumlah kotiledonnya
(rata-rata 20 kotiledon). Periksa dengan seksama pada bagian pinggir plasenta apakah
kemungkinan masih ada hubungan dengan plasenta lain ( plasenta suksenturiata ).
Amati apakah ada bagian tertentu yang seperti tertinggal atau tidak utuh, jika kemungkinan
itu ada maka segera lakukan eksplorasi untuk membersihkan sisa plasenta.
Setelah plasenta lahir, periksa kelengkapan selaput ketuban untuk memastikan tidak ada
bagian yang tertinggal di dalam uterus. Caranya dengan meletakkan plasenta di atas bagian
yang datar dan pertemukan setiap tepi selaput ketuban sambil mengamati apakah ada tanda-
tanda robekan dari tepi selaput ketuban.
Jika ditemukan kemungkinan ada bagian yang robek, maka segera lakukan eksplorasi uterus
untuk mengeluarkan sisa selaput ketuban karena sisa selaput ketuban atau bagian plasenta
yang tertinggal di dalam uterus akan menyebabkan perdarahan dan infeksi.
c) Pemeriksaan Tali Pusat
Setelah plasenta lahir, periksa mengenai data yang berhubungan dengan tali pusat, yakni :
1. Kontraksi
Pemantauan kontraksi pada kala III dilakukan selama melakukan manejemen aktif kala III
(ketika PTT), sampai dengan sesaat setelah plasenta lahir. Pemantauan kontraksi dilanjutkan
selama satu jam berikutnya dalam kala IV.
Selama melakukan PTT ketika tidak ada kontraksi, bidan melakukan pengkajian terhadap
robekan jalan lahir dan perineum. Pengkajian ini dilakukan seawal mungkin sehingga bidan
segera menentukan derajat robekan dan teknik jahitan yang tepat yang akan digunakan sesuai
kondisi pasien. Bidan memastikan apakah jumlah darah yang keluar adalah akibat robekan
jalan lahir atau karena pelepasan plasenta.
3. Hygiene
Menjaga kebersihan tubuh pasien terutama di daerah genitalia sangat penting dilakukan untuk
mengurangi kemungkinan kontaminasi terhadap luka robekan jalan lahir dan kemungkinan
infeksi intrauterus. Pada kala III ini kondisi pasien sangat kotor akibat pengeluaran air
ketuban, darah, atau feses saat proses kelahiran janin.
Selama plasenta lahir lengkap dan dipastikan tidak ada prndarahan, segera keringkan bagian
bawah pasien dari air ketuban dan darah. Pasang pengalas bokong yang sekaligus berfungsi
sebagai penampung darah (under pad). Jika memang dipertimbangkan perlu untuk
menampung darah yang keluar untuk kepentingan perhitungan volume darah, maka pasang
bengkok dibawah bokong pasien.
` 2.6 Kebutuhan Ibu Bersalin Kala III
ü Informasi yang jelas mengenai keadaan pasien sekarang dan tindakan apa yang akan
dilakukan
ü Penjelasan mengenai apa yang harus ia lakukan untuk membantu mempercepat kelahiran
plasenta, yaitu kapan saat meneran dan posisi apa yang mendukung untuk pelepasan dan
kelahiran plasenta.
ü Bebas dari rasa risih akibat bagian bawah yang basah oleh darah dan air ketuban
ü Hidrasi
Pengertian
Pengertian ruptur sesuai dengan kamus kedokteran adalah robeknya atau koyaknya jaringan
(Dorland,1998). Ruptur perineum adalah robekan yang terjadi pada perineum sewaktu
persalinan.
Klasifikasi Ruptur Perineum
1) Ruptur perineum derajat satu, dengan jaringan yang mengalami robekan adalah :
a) Mukosa Vagina
b) Komisura posterior
c) Kulit perineum
2) Ruptur perineum derajat dua, dengan jaringan yang mengalami robekan adalah :
a) Mukosa Vagina
b) Komisura posterior
c) Kulit perineum
d) Otot perineum
3) Ruptur perineum derajat tiga, dengan jaringan yang mengalami robekan adalah :
a) Mukosa Vagina
b) Komisura posterior
c) Kulit perineum
d) Otot perineum
e) Otot sfingter ani
4) Ruptur perineum derajat empat, dengan jaringan yang mengalami robekan adalah :
a) Mukosa Vagina
b) Komisura posterior
c) Kulit perineum
d) Otot perineum
Penanganan ruptur perineum diantaranya dapat dilakukan dengan cara melakukan penjahitan
luka lapis demi lapis, dan memperhatikan jangan sampai terjadi ruang kosong terbuka kearah
vagina yang biasanya dapat dimasuki bekuan-bekuan darah yang akan menyebabkan tidak
baiknya penyembuhan luka. Selain itu dapat dilakukan dengan cara memberikan antibiotik
yang cukup. Prinsip yang harus diperhatikan dalam menangani ruptur perineum adalah :
§ Bila seorang ibu bersalin mengalami perdarahan setelah anak lahir, segera memeriksa
perdarahan tersebut berasal dari retensio plasenta atau plasenta lahir tidak lengkap.
§ Bila plasenta telah lahir lengkap dan kontraksi uterus baik, dapat dipastikan bahwa
perdarahan tersebut berasal dari perlukaan pada jalan lahir, selanjutnya dilakukan penjahitan.
Prinsip melakukan jahitan pada robekan perineum:
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Ø Kala III merupakan tahap ketiga persalinan yang berlangsung sejak bayi lahir sampai
plasenta lahir.
Ø Persalinan kala tiga dimulai setelah lahirnya bayi dan berakhir dengan lahirnya plasenta
dan selaput ketuban
Ø Pada kala III, otot uterus (miometrium) berkontraksi mengikuti penyusutan volume rongga
uterus setelah lahirnya bayi. Penyusutan ukuran ini menyebabkan berkurangnya ukuran
tempat perlekatan plasenta. Karena tempat perlekatan menjadi semkin kecil, sedangkan
ukuran plasenta tidak berubah maka pasenta akan terlipat, menebal dan kemudian lepas dari
dinding uterus. Setelah lepas, plasenta akan turun ke bagian bawah uterus atau ke dalam
vagina.
3.2 Saran
Memperhatikan keselamatan ibu dan janin sangatlah penting pada persalinan, untuk itu
sebagai tenaga para medis, seorang bidan harus mampu memberikan pelayanan kesehatan
yang baik dan benar sesuai dengan standar asuhan kebidanan.
DAFTAR PUSTAKA
http://midwiferyeducator.wordpress.com/2010/01/08/%E2%80%9Cruptur-perineum
%E2%80%9D/
https://adekusumaw.weebly.com/materi.html