Anda di halaman 1dari 14

BAB II

PEMBAHASAN

I.       KONSEP HIV AIDS PADA IBU HAMIL/PEREMPUAN


A.  Pengertian

Human immunodeficiency virus (HIV) adalah retrovirus yang menginfeksi sel-sel

sistem kekebalan tubuh, menghancurkan atau merusak fungsinya. Selama infeksi berlangsung,

sistem kekebalan  tubuh menjadi lemah, dan orang menjadi lebih rentan terhadap infeksi.

Tahap yang lebih lanjut dari infeksi HIV adalah acquired immunodeficiency syndrome

(AIDS). Hal ini dapat memakan waktu 10-15tahun untuk orang yang terinfeksi HIV hingga

berkembang menjadi AIDS, obat antiretroviral dapat memperlambat proses lebih jauh. HIV

ditularkan melalui hubungan seksual (anal atau vaginal), transfusi darah yang terkontaminasi,

berbagi jarum yang terkontaminasi, dan antara ibu dan bayinya selama kehamilan, melahirkan

dan menyusui.

AIDS diartikan sebagai bentuk paling erat dari keadaan sakit terus menerus yang

berkaitan dengan infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV). (Suzane C. Smetzler dan

Brenda G.Bare).

AIDS (acquired immunodeficiency syndrome) adalah suatu penyakit retrovirus

epidemik menular, yang disebabkan oleh infeksi HIV, yang pada kasus berat bermanifestasi

sebagai depresi berat imunitas seluler, dan mengenai kelompok risiko tertentu, termasuk pria

homoseksual atau biseksual, penyalahgunaan obat intravena, penderita hemofilia, dan

penerima transfusi darah lainnya, hubungan seksual dari individu yang terinfeksi virus

tersebut. (Kamus kedokteran Dorlan, 2002).

AIDS merupakan bentuk paling hebat dari infeksi HIV, mulai dari kelainan ringan

dalam respon imun tanpa tanda dan gejala yang nyata hingga keadaan imunosupresi dan

berkaitan dengan berbagai infeksi yang dapat membawa kematian dan dengan kelainan

malignitas yang jarang terjadi. (Menurut Center for Disease Control and Prevention).
Wanita hamil lebih berisiko tertular Human Immunodeficien Virus

(HIV) dibandingkan dengan wanita yang tidak hamil. Jika HIV positif, wanita hamil lebih

sering dapat menularkan HIV kepada mereka yang tidak terinfeksi daripada wanita yang tidak

hamil.

Menurut laporan CDR (Center for Disease Control) Amerika mengemukakan bahwa

jumlah wanita penderita AIDS di dunia terus bertambah, khususnya pada usia reproduksi.

Sekitar 80% penderita AIDS anak-anak mengalami infeksi prenatal dari ibunya.

Seroprevalensi HIV pada ibu prenatal adalah 0,0-1,7%, saat persalinan 0,4-0,3% dan 9,4-

29,6% pada ibu hamil yang biasa menggunakan narkotika intravena.

            Wanita usia produktif merupakan usia yang berisiko tertular infeksi HIV. Dilihat dari

profil umur, ada kecendrungan bahwa infeksi HIV pada wanita mengarah ke umur yang

lebih  muda, dalam arti bahwa usia muda lebih banyak terdapat wanita yang terinfeksi,

sedangkan pada usia di atas 45 tahun infeksi pada wanita lebih sedikit. Dilain pihak menurut

para ahli kebidanan bahwa usia reproduktif merupakan usia wanita yang lebih tepat untuk

hamil dan melahirkan. Hasil survey di Uganda pada tahun 2003 mengemukakan bahwa

prevalensi HIV di klinik bersalin adalah 6,2%, dan satu dari sepuluh orang Uganda usia antara

30-39 tahun positif HIV-AIDS perlu diwaspadai karena cenderung terjadi pada usia

reproduksi.

B.     Etiologi

Penyebab AIDS adalah sejenis virus yang tergolong Retrovirus yang disebut Human

Immunodeficiency Virus (HIV). Virus ini pertama kali diisolasi oleh Montagnier dan kawan-

kawan di Prancis pada tahun 1983 dengan nama Lymphadenopathy Associated Virus (LAV),

sedangkan Gallo di Amerika Serikat pada tahun 1984 mengisolasi (HIV) III. Kemudian atas

kesepakatan internasional pada tahun 1986 nama firus dirubah menjadi HIV.
Muman Immunodeficiency Virus adalah sejenis Retrovirus RNA. Dalam bentuknya

yang asli merupakan partikel yang inert, tidak dapat berkembang atau melukai sampai ia

masuk ke sel target. Sel target virus ini terutama sel Lymfosit T, karena ia mempunyai

reseptor untuk virus HIV yang disebut CD-4. Didalam sel Lymfosit T, virus dapat

berkembang dan seperti retrovirus yang lain, dapat tetap hidup lama dalam sel dengan

keadaan inaktif. Walaupun demikian virus dalam tubuh pengidap HIV selalu dianggap

infeksius yang setiap saat dapat aktif dan dapat ditularkan selama hidup penderita tersebut..

Secara mortologis HIV terdiri atas 2 bagian besar yaitu bagian inti (core) dan bagian

selubung (envelop). Bagian inti berbentuk silindris tersusun atas dua untaian RNA

(Ribonucleic Acid). Enzim reverce transcriptase dan beberapa jenis prosein. Bagian selubung

terdiri atas lipid dan glikoprotein. Karena bagian luar virus (lemak) tidak tahan panas, bahan

kimia, maka HIV termasuk virus sensitif terhadap pengaruh lingkungan seperti air mendidih,

sinar matahari dan mudah dimatikan dengan berbagai disinfektan seperti eter, aseton, alkohol,

jodium hipoklorit dan sebagainya, tetapi telatif resisten terhadap radiasi dan sinar utraviolet.

Virus HIV hidup dalam darah, saliva, semen, air mata dan mudah mati diluar tubuh.

HIV dapat juga ditemukan dalam sel monosit, makrotag dan sel glia jaringan otak.

Penularan virus HIV/AIDS terjadi karena beberapa hal, di antaranya ;

1.       Penularan melalui darah, penularan melalui hubungan seks (pelecehan seksual).

2.       Hubungan seksual yang berganti-ganti pasangan.

3.       Perempuan yang menggunakan obat bius injeksi dan bergantian memakai alat suntik.

4.       Individu yang terpajan ke semen atau cairan vagina sewaktu berhubungan kelamin dengan

orang yang terinfeksi HIV.

5.      Orang yang melakukuan transfusi darah dengan orang yang terinfeksi HIV, berarti setiap

orang yang terpajan darah yang tercemar melalui transfusi atau jarum suntik yang

terkontaminasi.

C.    Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis yang tampak dibagi menjadi 2, yaitu:

1.       Manifestasi Klinis Mayor

a.  Demam berkepanjangan lebih dari 3 bulan.

b. Diare kronis lebih dari satu bulan berulang maupun terus-menerus.

c. Kehilangan napsu makan.

d. Penurunan berat badan lebih dari 10% dalam 3 tiga bulan.

e. Berkeringat.

2.       Manifestasi Klinis Minor

a. Batuk kronis

b. Infeksi pada mulut dan jamur disebabkan karena jamur Candida Albicans

c. Pembengkakan kelenjar getah bening yang menetap di seluruh tubuh

d. Munculnya Herpes zoster berulang dan bercak-bercak gatal di seluruh tubuh

D.    Patofisiologi

Kehamilan merupakan usia yang rawan tertular HIV-AIDS. Penularan HIV-AIDS

pada wanita hamil terjadi melalui hubungan seksual dengan suaminya yang sudah terinfeksi

HIV. Pada negara berkembang istri tidak berani mengatur kehidupan seksual suaminya di luar

rumah. Kondisi ini dipengaruhi oleh sosial dan ekonomi wanita yang masih rendah, dan isteri

sangat percaya bahwa suaminya setia, dan lagi pula masalah seksual masih dianggap tabu

untuk dibicarakan.

Virus HIV tergolong retrovirus, yang merupakan standar RNA, tunggal terbungkus.

Bila memasuki tubuh, virus akan melekat pada reseptor CD4 sel terinfeksi. Kemudian virus

mempergunakan enzimreverse transcriptase, yang mampu membentuk DNA ganda. Standar

DNA ganda ini mampu masuk sirkulasi sel menuju intinya dan bersatu dengan DNA inti sel

yang asli. DNA virus dapat membentuk RNA yang terinfeksi dan RNA yang akan membawa

tanda (berita) sehingga dapat membentuk protein.


Pertumbuhan virus HIV terbatas pada limfosit, monosit, makrofag, dan sumber

pembentuk sum-sum tulang tertentu. Secara intraseluler, virus dapat memecah diri sehingga

setelah selnya hancur dapat dikeluarkan virus HIV baru yang akan menyerang sel lainnya.

Bentuk virus HIV selalu berubah-ubah, sesuai dengan sel yang diserangnya sehingga sulit

untuk membuat antibody atau antigen agar mampu membuat vaksinnya. Oleh karena itu,

obatnya masih sulit untuk dibuat sampai saat ini.

E.     Penularan HIV dari Ibu kepada Bayinya

Cara penularan virus HIV-AIDS pada wanita hamil dapat melalui hubungan seksual.

Salah seorang peneliti mengemukakan bahwa penularan dari suami yang terinfeksi HIV ke

isterinya sejumlah 22% dan istri yang terinfeksi HIV ke suaminya sejumlah 8%. Namun

penelitian lain mendapatkan serokonversi (dari pemeriksaan laboratorium negatif menjadi

positif) dalam 1-3 tahun dimana didapatkan 42% dari suami dan 38% dari isteri ke suami

dianggap sama.

Penularan HIV dari ibu ke anak terjadi karena wanita yang menderita HIV/AIDS

sebagian besar masih berusia subur, sehingga terdapat resiko penularan infeksi yang terjadi

pada saat kehamilan (Richard, et al., 1997). Selain itu juga karena terinfeksi dari suami atau

pasangan yang sudah terinfeksi HIV/AIDS karena sering berganti-ganti pasangan dan gaya

hidup. Penularan ini dapat terjadi dalam 3 periode :

1.      Periode kehamilan

Selama kehamilan, kemungkinan bayi tertular HIV sangat kecil. Hal ini disebabkan karena

terdapatnya plasenta yang tidak dapat ditembus oleh virus itu sendiri. Oksigen, makanan,

antibodi dan obat-obatan memang dapat menembus plasenta, tetapi tidak oleh HIV. Plasenta

justru melindungi janin dari infeksi HIV. Perlindungan menjadi tidak efektif apabila ibu:

a.       Mengalami infeksi viral, bakterial, dan parasit (terutama malaria) pada plasenta selama

kehamilan.

b.      Terinfeksi HIV selama kehamilan, membuat meningkatnya muatan virus pada saat itu.
c.       Mempunyai daya tahan tubuh yang menurun.

d.      Mengalami malnutrisi selama kehamilan yang secara tidak langsung berkontribusi untuk

terjadinya penularan dari ibu ke anak.

2.      Periode persalinan

Pada periode ini, resiko terjadinya penularan HIV lebih besar jika dibandingkan periode

kehamilan. Penularan terjadi melalui transfusifetomaternal atau kontak antara kulit atau

membrane mukosa bayi dengan darah atau sekresi maternal saat melahirkan. Semakin lama

proses persalinan, maka semakin besar pula resiko penularan terjadi. Oleh karena itu, lamanya

persalinan dapat dipersingkat dengan section caesaria.  Faktor yang mempengaruhi tingginya

risiko penularan dari ibu ke anak selama proses persalinan adalah:Lama robeknya membran.

a.       Chorioamnionitis akut (disebabkan tidak diterapinya IMS atau infeksi lainnya).

b.      Teknik invasif saat melahirkan yang meningkatkan kontak bayi dengan darah ibu misalnya,

episiotomi.

c.       Anak pertama dalam kelahiran kembar

3.      Periode Post Partum

Cara penularan yang dimaksud disini yaitu penularan melalui ASI. Berdasarkan data

penelitian De Cock, dkk (2000), diketahui bahwa ibu yang menyusui bayinya mempunyai

resiko menularkan HIV sebesar 10- 15% dibandingkan ibu yang tidak menyusui bayinya.

Risiko penularan melalui ASI tergantung dari:

a.       Pola pemberian ASI, bayi yang mendapatkan ASI secara eksklusif akan kurang berisiko

dibanding dengan pemberian campuran.

b.      Patologi payudara: mastitis, robekan puting susu, perdarahan putting susu dan infeksi

payudara lainnya.

c.       Lamanya pemberian ASI, makin lama makin besar kemungkinan infeksi.

d.      Status gizi ibu yang buruk.


Banyak cara yang diduga menjadi cara penularan virus HIV, namun hingga kini cara

penularan HIV yang diketahui adalah melalui:

1.      Transmisi Seksual

Penularan melalui hubungan seksual baik Homoseksual maupun Heteroseksual merupakan

penularan infeksi HIV yang paling sering terjadi. Penularan ini berhubungan dengan semen

dan cairan vagina atau serik. Infeksi dapat ditularkan dari setiap pengidap infeksi HIV kepada

pasangan seksnya. Resiko penularan HIV tergantung pada pemilihan pasangan seks, jumlah

pasangan seks dan jenis hubungan seks. Pada penelitian Darrow (1985) ditemukan resiko

seropositive untuk zat anti terhadap HIV cenderung naik pada hubungan seksual yang

dilakukan pada pasangan tidak tetap. Orang yang sering berhubungan seksual dengan berganti

pasangan merupakan kelompok manusia yang berisiko tinggi terinfeksi virus HIV.

a.       Homoseksual

Didunia barat, Amerika Serikat dan Eropa tingkat promiskuitas homoseksual menderita AIDS,

berumur antara 20-40 tahun dari semua golongan rusial. Cara hubungan seksual anogenetal

merupakan perilaku seksual dengan resiko tinggi bagi penularan HIV, khususnya bagi mitra

seksual yang pasif menerima ejakulasi semen dari seseorang pengidap HIV. Hal ini

sehubungan dengan mukosa rektum yang sangat tipis dan mudah sekali mengalami pertukaran

pada saat berhubungan secara anogenital.

b.      Heteroseksual

Di Afrika dan Asia Tenggara cara penularan utama melalui hubungan heteroseksual pada

promiskuitas dan penderita terbanyak adalah kelompok umur seksual aktif baik pria maupun

wanita yang mempunyai banyak pasangan dan berganti-ganti.

2.      Transmisi Non Seksual


a.       Transmisi Parenral

Yaitu akibat penggunaan jarum suntik dan alat tusuk lainnya (alat tindik) yang telah

terkontaminasi, misalnya pada penyalah gunaan narkotik suntik yang menggunakan jarum

suntik yang tercemar secara bersama-sama. Disamping dapat juga terjadi melaui jarum suntik

yang dipakai oleh petugas kesehatan tanpa disterilkan terlebih dahulu. Resiko tertular cara

transmisi parental ini kurang dari 1%.

1)      Darah/Produk Darah

Transmisi melalui transfusi atau produk darah terjadi di negara-negara barat sebelum tahun

1985. Sesudah tahun 1985 transmisi melalui jalur ini di negara barat sangat jarang, karena

darah donor telah diperiksa sebelum ditransfusikan. Resiko tertular infeksi/HIV lewat trasfusi

darah adalah lebih dari 90%.

b.      Transmisi Transplasental

Penularan dari ibu yang mengandung HIV positif ke anak mempunyai resiko sebesar 50%.

Penularan dapat terjadi sewaktu hamil, melahirkan dan sewaktu menyusui. Penularan melalui

air susu ibu termasuk penularan dengan resiko rendah.

F.     Faktor Resiko

Semula diperkirakan factor risiko infeksi HIV hanya homoseksual, dan pengguna

narkoba yang menggunakan suntikan terinfeksi, tetapi jumlahnya semakin besar. Infeksi HIV

terutama menyerang sel T limfosit dan system saraf pusat. Cara masuknya ke dalam sel mulai

dengan ikatan reseptornya pada sel lomfosit dan diikuti rusaknya inti kemudian memecahkan

dirinya menjadi beberapa virus HIV. Secara berabtai, virus HIV kembali akan menyerang sel

lomfosit CD4 sehingga akhirnya terjadi penurunan daya tahan tubuh secara menyeluruh dan

disebut acquired immunodefeciency syndrome  (AIDS).

Kelompok orang yang berisiko tinggi terinfeksi Virus HIV sebagai berikut :

1.      Janin dengan ibu yang terjangkit HIV

2.      Perempuan yang menggunakan obat bius injeksi dan bergantian memakai alat suntik.
3.      Pekerja seks komersial

4.      Pasangan yang heteroseks dengan adanya penyakit kelamin

G.    Pemeriksaan Penunjang

Tes-tes saat ini tidak membedakan antara antibody ibu/bayi, dan bayi dapat

menunjukkan tes negatif pada usia 9 sampai 15 bulan. Penelitian mencoba mengembangkan

prosedur siap pakai yang tidak mahal untuk membedakan respons antibody bayi dan ibu.

1.      Pemeriksaan histologis, sitologis urin , hitung darah lengkap, feces, cairan spina, luka,

sputum, dan sekresi.

2.      Tes neurologis: EEG, MRI, CT Scan otak, EMG.

3.      Tes lainnya: sinar X dada menyatakan perkembangan filtrasi interstisial dari PCV tahap

lanjut atau adanya komplikasi lain; tes fungsi pulmonal untuk deteksi awal pneumonia

interstisial; Scan gallium; biopsy; branskokopi.

4.      Tes Antibodi

a.       Tes ELISA (enzyme-linked immunosorbent assay), untuk menunjukkan bahwa seseorang

terinfeksi atau pernah terinfeksi HIV.

b.      Western blot asay/ Indirect Fluorescent Antibody (IFA), untuk mengenali antibodi HIV dan

memastikan seropositifitas HIV.

c.       Indirect immunoflouresence, sebagai pengganti pemerikasaan western blot untuk

memastikan seropositifitas.

d.      Radio immuno precipitation assay, mendeteksi protein pada antibodi.

e.       Pendeteksian HIV.

Dilakukan dengan pemeriksaan P24 antigen capture assay dengan kadar yang sangat

rendah. Bisa juga dengan pemerikasaan kultur HIV atau kultur plasma kuantitatif untuk
mengevaluasi efek anti virus, dan pemeriksaan viremia plasma untuk mengukur beban virus

(viral burden).

Antibody yang ditimbulkan oleh infeksi HIV terjadi sejak infeksi berusia 2-3 bulan.

Antibody ini akan masuk melalui plasenta menuju janin.Infeksi langsung pada janin mulai

sejak usia 13 minggu dengan mekanisme yang tidak diketahui. Infeksi ini disebut sebagai

infeksi vertical karena berlangsung semasih intrauterin. Cara infeksi lainnya pada bayi adalah

saat pertolongan persalinan karena melalui jalan lahir dengan cairannya yang penuh dengan

virus HIV.

H.    Penatalaksanaan

Pengalaman program yang signifikan dan bukti riset tentang HIV dan pemberian

makanan untuk bayi telah dikumpulkan sejak rekomendasi WHO untuk pemberian  makanan

bayi dalam konteks HIV terakhir kali direvisi pada tahun 2006. Secara khusus, telah

dilaporkan bahwa antiretroviral (ARV) intervensi baik ibu yang terinfeksi HIV atau janin

yang terpapar HIVsecara signifikan dapat  mengurangi risiko penularan HIV pasca kelahiran

melalui menyusui. Bukti ini memiliki implikasi besar untuk bagaimana perempuan yang hidup

dengan HIV mungkin dapat memberi makan  bayi mereka, dan bagaimana para pekerja

kesehatan harus nasihati ibu-ibu ini. Bersama-sama, intervensi ASI dan ARV memiliki potensi

secara signifikan untuk meningkatkan peluang bayi bertahan hidup sambil tetap tidak

terinfeksi HIV.

Dimana otoritas nasional mempromosikan  pemberian ASI dan ARV, ibu yang

diketahui terinfeksi HIV sekarang direkomendasikan untuk menyusui bayi mereka

setidaknya  sampai usia 12 bulan. Rekomendasi bahwa makanan pengganti tidak boleh

digunakan kecuali jika dapat diterima, layak, terjangkau, berkelanjutan dan aman (AFASS).

Pemberian antiretroviral bertujuan agar viral load rendah sehingga jumlah virus yang

ada dalam darah dan cairan tubuh kurang efektif untuk menularkan HIV. Obat yang bisa
dipilih untuk negara berkembang adalahNevirapine, pada saat ibu saat persalinan diberikan

200mg dosis tunggal, sedangka bayi bisa diberikan 2mg/kgBB/72 jam pertama setelah lahir

dosis tunggal. Obat lain yang bisa dipilih adalah AZT yang diberikan mulai kehamilan 36

minggu 2x300mg/hari dan 300mg setiap jam selama persalinan berlangsung.

Belum ada penyembuhan untuk AIDS jadi yang dilakukan adalah pencegahan seperti

yang telah dijelaskan sebelumnya. Tapi, apabila terinfeksi Human Immunodeficiency Virus

(HIV) maka terapinya yaitu :

1.      Pengendalian infeksi oportunistik. Bertujuan menghilangkan, mengendalikan dan pemulihan

infeksi opurtuniti, nosokomial atau sepsis, tindakan ini harus di pertahankan bagi pasien di

lingkungan perawatan yang kritis.

2.      Terapi AZT (Azidotimidin). Obat ini menghambat replikasi antiviral HIV dengan

menghambat enzim pembalik transcriptase.

3.      Terapi antiviral baru. Untuk meningkatkan aktivitas system imun dengan menghambat

replikasi virus atau memutuskan rantai reproduksi virus pada proses nya. Obat- obat ini adalah

: didanosina, ribavirin, diedoxycytidine, recombinant CD4 dapat larut.

4.      Vaksin dan rekonstruksi virus, vaksin yang digunakan adalah interveron.

5.      Menghindari infeksi lain, karena infeksi dapat mengaktifkan sel T dan mempercepat

replikasi HIV.

6.      Rehabilitas. Bertujuan untuk memberi dukungan mental-psikologis, membantu mengubah

perilaku risiko tinggi menjadi perilaku kurang berisiko atau tidak berisiko, mengingatkan cara

hidup sehat dan mempertahankan kondisi tubuh sehat.

7.      Pendidikan. Untuk menghindari alkohol dan obat terlarang, makan makanan yang sehat,

hindari stres, gizi yang kurang, obat-obatan yang mengganggu fungsi imun. Edukasi ini juga

bertujuan untuk mendidik keluarga pasien bagaimana menghadapi kenyataan ketika anak

mengidap AIDS dan kemungkinan isolasi dari masyarakat.


I.       Pencegahan

Pencegahan penularan HIV dari ibu ke bayi dapat dicegah melalui tiga cara, dan bisa

dilakukan mulai saat masa kehamilan, saat persalinan, dan setelah persalinan. Cara tersebut

yaitu:

1.       Penggunaan obat Antiretroviral selama kehamilan, saat persalinan dan untuk bayi yang baru

dilahirkan.

Pemberian antiretroviral bertujuan agar viral load menjadi lebih rendah sehingga jumlah virus

yang ada dalam darah dan cairan tubuh kurang efektif untuk menularkan HIV. Satu tablet

nevirapine pada waktu mulai sakit melahirkan, kemudian satu tablet lagi diberi pada bayi 2–3

hari setelah lahir. Menggabungkan nevirapine dan AZT selama persalinan mengurangi

penularan menjadi hanya 2 persen.

2.      Penanganan obstetrik selama persalinan

Persalinan sebaiknya dipilih dengan menggunakan metode Sectio caesaria karena metode ini

terbukti mengurangi resiko penularan HIV dari ibu ke bayi sampai 80%. Apabila pembedahan

ini disertai dengan penggunaan terapi antiretroviral, maka resiko dapat diturunkan sampai

87%. Walaupun demikian, pembedahan ini juga mempunyai resiko karena kondisi imunitas

ibu yang rendah yang bisa memperlambat penyembuhan luka. Oleh karena itu, persalinan per

vagina atau sectio caesaria harus dipertimbangkan sesuai kondisi gizi, keuangan, dan faktor

lain.

3. Penatalaksanaan selama menyusui


Pemberian susu formula sebagai pengganti ASI sangat dianjurkan untuk bayi dengan ibu yang

positif HIV. Karena sesuai dengan hasil penelitian, didapatkan bahwa ± 14 % bayi terinfeksi

HIV melalui ASI yang terinfeksi

BAB III

PENUTUP

A.    KESIMPULAN

Kehamilan merupakan peristiwa alami yang terjadi pada wanita, namun kehamilan

dapat mempengaruhi kondisi kesehatan ibu dan janin terutama pada kehamilan trimester

pertama. Wanita hamil trimester pertama pada umumnya mengalami mua, muntah, nafsu

makan berkurang dan kelelahan. Menurunnya kondisi wanita hamil cenderung memperberat

kondisi klinis wanita dengan penyakit infeksi antara lain infeksi HIV-AIDS.

HIV/AIDS adalah topic yang sangat sensitive dan lebih banyak sehingga banyak

penelitian melibatka anak-anak yang rentan untuk terjangkit HIV. Setiap usaha dilakukan

untuk memastikan bahwa keluarga akan merasa baik.

AIDS (acquired immunodeficiency syndrome), yaitu kondisi hilangnya kekebalan

tubuh sehingga member kesempatan berkembangnya berbegai bentuk infeksi dan keganasan,

kemunduran kemampuan intelektual, dan penyakit lainnya. Dengan hilangnya semua

kekebalan tubuh manusia pada AIDS, tubuh seolah-olah menjadi tempat pembenihan bakteri,

protozoa, jamur serta terjadi degenerasi ganas.

B.     SARAN

Semoga Makalah ini dapat berguna bagi penyusun dan pembaca. Kritik dan saran

sangat diharapkan untuk pengerjaan makalah berikutnya yang lebih baik.


DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan edisi 3. Jakarta. EGC.

Manuaba, Ida Ayu Chandranita, dkk. 2008. Patologi Obstetri.  Jakarta : EGC

Nursalam dan dwi, Ninuk. 2008. Asuhan keperawatan pada pasien terinfeksi HIV/AIDS. Jakarta:

Salemba medika.

Susanti NN. 2000. Psikologi Kehamilan. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai