Oleh:
Ayu Wulansari Pramita
26020214140077
Dosen Pengampu:
Baskoro Rochaddi, Ir. MT
196503131992031001
DEPARTEMEN OSEANOGRAFI
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2017
I. PENDAHULUAN
Indonesia memiliki potensi panas bumi yang sangat besar karena menjadi salah satu
negara yang dilewati oleh cincin api (ring of fire). Sekitar 40% atau 29.000 MW total panas
bumi dunia berada di Indonesia karena Indonesia adalah negara yang memiliki potensi
gunung api yang tinggi (Wahyuni, 2012). Di samping Indonesia mempunyai banyak gunung
berapi yang aktif, lahar yang dikeluarkan dari gunung berapi tersebut juga dapat
menyuburkan tanah. Maka tidak heran apabila Indonesia mempunyai tanah yang sangat subur
akibat lahar vulkanik yang dikeluarkan oleh gunung berapi saat meletus. Tanah yang subur
akibat lahar vulkanik yang dikeluarkan dari gunung berapi ini sangat cocok dengan iklim
Panas bumi (Geothermal) adalah sumber daya alam berupa air panas atau uap yang
terbentuk di dalam reservoir bumi melalui pemanasan air bawah permukaan oleh batuan
panas. Sistem panas bumi merupakan salah satu sistem yang terjadi dalam proses geologi
yang berjalan dalam orde ratusan bahkan jutaan tahun yang dewasa ini membawa manfaat
bagi manusia baik dimanfaatkan dengan menjadikan manifestasi untuk pariwisata maupun
Secara umum pemanfaatan daerah panas bumi di Indonesia belum dilakukan secara
maksimal. Padahal beberapa negara telah memanfaatkan panas bumi untuk sektor non-listrik,
antara lain untuk pemanasan ruangan, pemanasan air, pemanasan rumah kaca, pengeringan
hasil produk pertanian, pemanasan tanah, pengeringan kayu, dan kegiatan lainya. Dengan
potensi yang dimiliki Indonesia pemanfaatan panas bumi bisa lebih ditingkatkan agar lebih
bermanfaat. Salah satunya adalah sebagai sumber energi alternatif yaitu energi panas bumi.
terbentuk sebagai hasil perpindahan panas dari suatu sumber panas ke sekelilingnya yang
terjadi secara konduksi dan secara konveksi. Perpindahan panas secara konduksi terjadi
melalui batuan, sedangkan perpindahan panas secara konveksi terjadi karena adanya kontak
Sumber panas bumi berasal dari distribusi suhu dan energi panas di bawah permukaan
bumi. Sumber panas di bawah permukaan ini berasal dari intrusi magma yang menerobos ke
permukaan. Magma ini terbentuk karena tumbukan antar lempeng, lempeng-lempeng ini
bergerak secara perlahan-lahan dan menerus. Karena panas di dalam astenosfer dan panas
akibat gesekan, ujung dari lempengan tersebut hancur meleleh dan mempunyai temperatur
Pada dasarnya sistem panas bumi terbentuk sebagai hasil perpindahan panas dari suatu
sumber panas ke sekelilingnya yang terjadi secara konduksi dan secara konveksi.
Perpindahan panas secara konduksi terjadi melalui batuan, sedangkan perpindahan panas
secara konveksi terjadi karena adanya kontak antara air dengan suatu sumber panas.
patahan yang terdapat di permukaan membuat air dapat masuk ke dalam pori-pori batuan. Air
ini lalu menembus ke bawah maupun ke samping selama ada celah untuk air dapat mengalir.
Ketika air samapai ke sumber panas (heat source) maka temperatur air akan meningkat, maka
air akan menguap sebagian dan sebagian lagi akan tetap menjadi air dengan suhu yang tinggi.
Fluida panas ini mentransfer panas ke batuan sekitar dengan proses konveksi, jika temperatur
Fluida panas akan menekan batuan sekitarnya untuk mencari celah atau jalan keluar dan
maka fluida akan bergerak naik melalui celah-celah. Fluida tersebut akan keluar sebagai
pemunculan manifestasi-manifestasi seperti mata air panas, kubangan lumpur panas (mud
pools), geyser dan manifestasi panasbumi lainnya. Sercara garis besar sistem panas bumi
dikontrol oleh adanya sumber panas (heat source), batuan reservoir, lapisan penutup,
Indonesia memiliki lingkaran sabuk gunung api yang membentang lebih dari 7000 km,
sehingga memiliki potensi panas bumi yang besar (Gaffar et al., 2007: 98). Sistem panas
bumi secara umum terbentuk karena interaksi lempeng tektonik yang mengapung di atas
Saptadji (2009: 2), lempeng tektonik bergerak memisah di beberapa tempat, sementara di
beberapa tempat lainnya lempeng tektonik saling mendorong dan salah satu diantaranya akan
menunjam ke bawah lempeng lainnya. Ujung lempeng tektonik yang menunjam akan hancur
dan meleleh akibat panas dalam lapisan astenosfer dan panas akibat mengalami gesekan
magma yang naik ke permukaan dan membentuk busur vulkanik sepanjang Pulau Jawa
(Utama et al., 2012). Magma dengan densitas rendah yang terbentuk pada proses magmatisasi
akan mendorong batuan yang menutupinya. Tekanan dan suhu magma mengontrol proses
pergerakan tersebut. Tekanan berkurang secara perlahan ketika magma mengintrusi batuan.
Magma yang sampai ke permukaan mengalami pendinginan dengan cepat membentuk kerak
batuan. Bagian bawah kerak batuan tetap cair dan panas serta tidak bisa menerobos sampai
kepermukaan. Magma yang terperangkap mengalami proses pendinginan yang lambat. Proses
pendinginan magma tersebut dapat mencapai ratusan bahkan ribuan tahun, sehingga panas
dari magma tersebut dapat dimanfaatkan sebagai sumber panas bumi (Yunginger et al.,
2012).
Sistem panas bumi dapat digambarkan sebagai konveksi fluida pada kerak bumi teratas
di mana dalam ruang terperangkap, transfer panas dari sumber panas (heat source) ke
penyimpan panas dalam keadaan permukaan yang bebas (free surface). Sistem panasbumi
sendiri umumnya dibangun atas lima elemen utama, yaitu heat source, reservoar, lapisan
penudung, recharge area yang biasanya merupakan patahan dan terakhir adalah fluida yang
butir-butir batuan, sehingga air dengan leluasa menerobos turun ke batuan panas (hot rock),
akibatnya temperatur air meningkat, volume air bertambah dan tekanan jadi naik. Tekanan
yang terus meningkat menyebabkan air panas naik ke atas melalui celah, retakan dan pori-
Menurut Goff & Janik (2000) komponen sistem panas bumi yang lengkap terdiri dari
tiga komponen utama, yaitu adanya batua reservoar yang permeable, adanya air yang
membawa panas, dan sumber panas itu sendiri. Komponen-komponen tersebut saling
berkaitan dan membentuk sistem yang mampu mengantarkan energi panas dari bawah
permukaan hingga ke permukaan bumi. Sistem ini bekerja dengan mekanisme konduksi dan
Sumber panas dari suatu sistem hidrotermal umumnya berupa tubuh intrusi magma.
Namun ada juga sumber panas hidrotermal yang bukan berasal dari batuan beku. Panas dapat
dihasilkan dari peristiwa uplift basement rock yang masih panas, atau bisa juga berasal dari
sirkulasi air tanah dalam yang mengalami pemanasan akibat adanya perlipatan atau patahan.
Perbedaan sumber panas ini akan berimplikasi pada perbedaan suhu reservoar panasbumi
secara umum, juga akan berimplikasi pada perbedaan sistem panas bumi.
Batuan reservoar adalah batuan yang dapat menyimpan dan meloloskan air dalam
jumlah yang signifikan karena memiliki porositas dan permeabilitas yang cukup baik.
Keduanya sangat berpengaruh terhadap kecepatan sirkulasi fluida. Batuan reservoar juga
sangat berpengaruh terhadap komposisi kimia dari fluida hidrotermal. Sebab fluida
hidrotermal akan mengalami reaksi dengan batuan reservoir yang akan mengubah kimiawi
dari fluida tersebut. Nicholson (1993) menjelaskan bahwa batuan vulkanik, sedimen klastik,
dan batuan karbonat umumnya akan menghasilkan fluida hidrotermal dengan karakter kimia
II.3.3. Fluida
Nicholson (1993) menyebutkan ada 4 (empat) macam asal fluida fluida panasbumi,
yaitu: (1) air meteorik atau air permukaan, yaitu air yang berasal dari presipitasi atmosferik
atau hujan, yang mengalami sirkulasi dalam hingga beberapa kilometer. (2) Air formasi atau
connate water yang merupakan air meteorik yang terperangkap dalam formasi batuan
sedimen dalam kurun waktu yang lama. Air connate mengalami interaksi yang intensif
dengan batuan yang menyebabkan air ini menjadi lebih saline. (3) Air metamorfik yang
berasal dari modifikasi khusus dari air connate yang berasal dari rekristalisasi mineral
hydrous menjadi mineral yang kurang hydrous selama proses metamorfisme batuan. (4) Air
magmatik, Ellis & Mahon (1977) membagi fluida magmatik menjadi dua jenis, yaitu air
magmatik yang berasal dari magma namun pernah menjadi bagian dari air meteorik dan air
Terdapat berbagai klasifikasi sistem panas bumi yang diajukan oleh berbagai peneliti.
Umumnya pembagian klasifikasi sistem panas bumi didasarkan pada beberapa aspek seperti
Pembagian berdasarkan asal fluida ini disampaikan oleh Ellis & Mahon (1977). Mereka
membagi sistem panas bumi menjadi cyclic system dan storage system.
1. Cyclic system yaitu apabila suatu fluida hidrotermal berasal dari air meteorik yang
dan bergerak naik ke permukaan sebagai fluida panas. Pada sistem ini, air meteorik
mengalami recharge dari hujan dan infiltrasi, sehingga siklus sistem berjalan terus
menerus.
2. Storage System terbentuk apabila air tersimpan pada batuan dalam skala waktu
geologi yang cukup lama dan terpanaskan secara insitu, baik sebagai fluida dalam
formasi maupun sebagai air dari proses hidrasi pada mineral. Storage system ini
dibagi berdasarkan host atau batuan tempat tersimpannya fluida tersebut, menjadi: (1)
Salinitas pada air yang dihasilkan oleh air formasi ini umumnya lebih tinggi
dibanding salinitas pada air magmatik. Selain itu, air yang berasal dari air laut ini juga
akan mengakibatkan komponen ion klorida pada air formasi yang mengalami
pemanasan akan meningkat. (2) Metamorphic system dimana air berasal dari
pelepasan H2O saat proses metamorfisme batuan sedimen asal laut berjalan (White et
Terdapat beberapa standar yang berbeda dalam menentukan klasifikasi berdasarkan suhu
reservoar ini. Goff & Janik (2000) dan Nicholson (1993) mengklasifikasikan suhu reservoar
<150˚C sebagai sistem bertemperatur rendah, sedangkan reservoar dengan suhu ≥150˚C
diklasifikasikan sebagai sistem bersuhu rendah. Nicholson (1993) membagi lagi sistem
bersuhu tinggi menjadi liquid dominated dan vapor dominated sistem berdasarkan fase fluida
yang dominan pada batuan reservoir (dapat dilihat pada gambar 4 dan gambar 5).
Gambar 4. Konseptual model untuk sistem panasbumi yang didominasi oleh fase cair atau
Gambar 5. Konseptual model untuk sistem panasbumi yang didominasi oleh fase gas vapor
Sedangkan Hochstein & Browne (2000) membagi sistem panasbumi menjadi tiga yaitu
suhu rendah, sedang (intermediate) dan tinggi. Sistem bersuhu rendah memiliki temperatur
reservoar <125˚C, sistem bersuhu sedang memiliki rentang temperatur reservoar antara 125 -
Secara umum terdapat dua jenis heat source yang dikenal dalam system panas bumi
Perbedaan penyebutan sistem yang merujuk pada sistem yang sama antara lain, Ellis &
Mahon (1977) menyebutnya sebagai high-T system associated with recent volcanic dan high-
T system in tectonically active non-volcanic area. Serta Goff & Janik (2000) yang
1. Volcanogenic System, sistem hidrotermal yang sumber panasnya berasal dari aktivitas
intrusi dengan diameter kecil namun secara vertikal dekat dengan permukaan.
Sedangkan magma yang bersifat asam, umumnya memiliki tubuh yang berdiameter
lebar, namun secara vertikal jauh di bawah permukaan. Hochstein & Browne (2000)
membagi sistem volcanogenic berrelief tinggi menjadi tiga sistem berdasarkan fase
fluida di reservoar. Yaitu liquid dominated system (Gambar 6), yang terbentuk jika
area sedang. Natural two-phase system (Gambar 7), terjadi jika permeabilitas di
reservoar maupun di recharge area sedang. Serta vapor dominated system apabila
Sistem volcanogenic berrelief rendah umumnya terbentuk pada magma yang bersifat
asam, yang menghasilkan erupsi eksplosif sehingga membentuk kaldera yang luas
(Gambar 4). Selain itu, sistem volcanogenic juga dapat dihasilkan oleh proses rifting
pada batas antar lempeng yang saling menjauh (Gambar 8). Pada setting tektonik ini,
magma yang terbentuk umumnya bersifat basaltic, fluida hidrotermal berasal dari
magma serta infiltrasi dari punggungan di sisi rift. Sistem volcanogenic tidak
selamanya menghasilkan suhu yang tinggi, pada beberapa sistem seperti di Horohoro
dan Atiamuri, Selandia Baru yang merupakan sistem vulkanik namun bersuhu sedang
pada sistem ini dapat dihasilkan dari peristiwa uplift basement rock yang masih panas,
atau bisa juga berasal dari sirkulasi air tanah dalam yang mengalami pemanasan
akibat adanya perlipatan atau patahan, serta adanya panas residual pada batuan beku
pluton. Sistem ini dapat menghasilkan fluida dengan temperatur tinggi hingga rendah.
Gambar 7. Model konseptual yang sudah disederhanakan untuk sistem panas bumi
yang memiliki dua fase fluida pada reservoarnya (natural two-phase system)
Gambar 8. Model konseptual untuk sistem panasbumi yang fluidanya didominasi
oleh fase gas (vapor dominated system) di komples gunungapi relief tinggi, dimana
Sistem yang berkaitan dengan batuan beku intrusif umumnya berada pada setting
tektonik di batas antar lempeng. Hochstein dan Browne (2000) menjelaskan beberapa
setting tektonik yang berkaitan dengan sistem panasbumi ini yaitu kolisi antar
lempeng dan zona fracture. Pada setting tektonik kolisi, suhu yang terbentuk pada
reservoar bervariasi dari tinggi hingga rendah. Umumnya anomali panas dihasilkan
dari batuan kerak yang panas akibat aktivitas kolisi tersebut. Sedangkan pada fracture
zone system (Gambar 11), fluida berasal dari air meteorik yang mengalami sirkulasi
hingga ke bagian dalam dan berkontak dengan batuan intrusi seperti granit yang
masih memiliki panas. Fluida tersebut kemudian bergerak naik melewati zona fracture
permukaan.
Gambar 9. Model konseptual untuk sistem panasbumi di daerah rifting kerak benua.
Model dibuat berdasarkan pada sistem danau di Tanzania utara, Kenya dan Ethiopia.
Goff & Janik (2000) menjelaskan adanya tectonic model yang merupakan konseptual
model dari sistem geotermal yang terletak di lingkungan tektonik ekstensi (Gambar
12). Pada zona ekstensi, seperti pada zona rifting, terjadi penipisan kerak akibat
adanya stretching pada kerak yang saling menjauh. Penipisan ini mengakibatkan
batuan mantel menjadi lebih dekat ke permukaan yang menghasilkan gradien
temperatur yang lebih besar serta adanya anomali aliran panas pada zona-zona sesar
turun. Adanya sirkulasi dalam yang menuju graben menjadi suplai fluida yang akan
Gambar 10. Model konseptual untuk sistem panasbumi yang berkaitan dengan
Gambar 11. Model konseptual untuk sistem panasbumi akibat setting tektonik
Nicholson (1993) memberikan contoh lain sistem panasbumi yang tidak berkaitan
langsung dengan proses magmatisme yang disebut geopressured system. Panas pada
sistem ini dihasilkan oleh tekanan bebatuan itu sendiri. Sistem ini umumnya memiliki
suhu yang rendah. Pada sistem ini air yang berkontribusi umumnya berupa connate
water yang terperangkap dalam batuan sedimen sehingga menghasilkan fluida yang
Hochstein dan Browne, (2000) mengkategorikan sistem panas bumi menjadi tiga sistem,
yaitu :
permukaan secara konveksi, yang melibatkan fluida meteoric dengan atau tanpa jejak
dari fluida dari magmatic. Daerah rembesan berfasa cair dilengkapi air meteoric yang
berasal dari daerah resapan. Sistem ini terdiri atas : sumber panas, reservoir dengan
fluida panas, daerah resapan dan daerah rembesan panas berupa manifestasi.
2. Sistem vulkanik, merupakan proses transfer panas dari dapur magma ke permukaan
melibatkan konveksi fluida magma. Pada sistem ini jarang ditemukan adanya fluida
meteoric.
dengan air magmatik yang naik kemudian bercampur dengan air meteorik.
reservoir:
Sedangkan berdasarkan fase fluida di dalam reservoir, sistem panasbumi terbagi menjadi
Reservoir megandung air panas dengan temperatur sekitar 90 oC hingga 180 oC dan
tidak ada pendidihan yang terjadi di reservoir. Reservoir pada sistem ini termasuk
sistem panasbumi bertemperatur rendah. Jika reservoir ini dibor, maka yang keluar
Merupakan sistem tertutup dimana sangat sedikit rechargeable water, air bisa
meresap namun sangat lama akibat berputar-putar di reservoir dan tidak ada
maupun tekanan fluida menjadi relatif konstan seperti pada Gambar 12. Fluida
di reservoir yang didominasi oleh uap akibat temperatur dan tekanan yang
sangat tinggi, menghasilkan manifestasi berupa fumarol dan acid hot spring.
Gambar 12. Kondisi hidrologi dari sistem dominasi uap (Simmons, 1998)
mengadung air dan uap namun lebih didominasi oleh air. Pada sistem ini
dominated.
Gambar 13. Kondisi hidrologi dari sistem dominasi air (Simmons, 1998)
Di Indonesia usaha pencarian sumber energi panasbumi pertama kali dilakukan di daerah
Kawah Kamojang pada tahun 1918. Pada tahun 1926 hingga tahun 1929 lima sumur
eksplorasi dibor dimana sampai saat ini salah satu dari sumur tersebut, yaitu sumur KMJ ‐3
masih memproduksikan uap panas kering atau dry steam. Pecahnya perang dunia dan perang
Kegiatan eksplorasi panas bumi di Indonesia baru dilakukan secara luas pada tahun
1972. Dari hasil survey dilaporkan bahwa di Indonesia terdapat 217 prospek panasbumi, yaitu
di sepanjang jalur vulkanik mulai dari bagian Barat Sumatera, terus ke Pulau Jawa, Bali,
Nusatenggara dan kemudian membelok ke arah utara melalui Maluku dan Sulawesi. Survey
yang dilakukan selanjutnya telah berhasil menemukan beberapa daerah prospek baru
prospek di Maluku dan 5 prospek di Kalimantan. Sistem panas bumi di Indonesia umumnya
merupakan Sistem hidrothermal yang mempunyai temperatur tinggi (>225 oC), hanya
Budihardi (1998) sebagai berikut. Ada tiga lempengan yang berinteraksi di Indonesia, yaitu
lempeng Pasifik, lempeng India‐Australia dan lempeng Eurasia. Tumbukan yang terjadi
antara ketiga lempeng tektonik tersebut telah memberikan peranan yang sangat penting bagi
sebelah utara mengasilkan zona penunjaman (subduksi) di kedalaman 160 ‐ 210 km di bawah
Pulau Jawa‐ Nusatenggara dan di kedalaman sekitar 100 km (Rocks et. al, 1982) di bawah
Pulau Sumatera. Hal ini menyebabkan proses magmatisasi di bawah Pulau Sumatera lebih
dangkal dibandingkan dengan di bawah Pulau Jawa atau Nusatenggara. Karena perbedaan
kedalaman jenis magma yang dihasilkannya berbeda. Pada kedalaman yang lebih besar jenis
magma yang dihasilkan akan lebih bersifat basa dan lebih cair dengan kandungan gas
magmatic yang lebih tinggi sehingga menghasilkan erupsi gunung api yang lebih kuat yang
pada akhirnya akan menghasilkan endapan vulkanik yang lebih tebal dan terhampar luas.
Oleh karena itu, reservoir panas bumi di Pulau Jawa umumnya lebih dalam dan menempati
batuan volkanik, sedangkan reservoir panas bumi di Sumatera terdapat di dalam batuan
Sistem panas bumi di Pulau Sumatera umumnya berkaitan dengan kegiatan gunung api
andesitisriolitis yang disebabkan oleh sumber magma yang bersifat lebih asam dan lebih
kental, sedangkan di Pulau Jawa, Nusatenggara dan Sulawesi umumnya berasosiasi dengan
kegiatan vulkanik bersifat andesitis‐basaltis dengan sumber magma yang lebih cair.
Karakteristik geologi untuk daerah panas bumi di ujung utara Pulau Sulawesi
oleh tumbukan miring (oblique) antara lempeng India‐Australia dan lempeng Eurasia
menghasilkan sesar regional yang memanjang sepanjang Pulau Sumatera yang merupakan
sarana bagi kemunculan sumbersumber panas bumi yang berkaitan dengan gunung‐gunung
api muda. Lebih lanjut dapat disimpulkan bahwa sistem panas bumi di Pulau Sumatera
umumnya lebih dikontrol oleh sistem patahan regional yang terkait dengan sistem sesar
Sumatera, sedangkan di Jawa sampai Sulawesi, sistem panas buminya lebih dikontrol oleh
sistem pensesaran yang bersifat lokal dan oleh sistem depresi kaldera yang terbentuk karena
pemindahan masa batuan bawah permukaan pada saat letusan gunung api yang intensif dan
ekstensif. Reservoir panas bumi di Sumatera umumnya menempati batuan sedimen yang
telah mengalami beberapa kali deformasi tektonik atau pensesaran setidak‐tidaknya sejak
Tersier sampai Resen. Hal ini menyebabkan terbentuknya porositas atau permeabilitas
sekunder pada batuan sedimen yang dominan yang pada akhirnya menghasilkan
permeabilitas reservoir panas bumi yang besar, lebih besar dibandingkan dengan
Sulawesi.
III. PENUTUP
III.1. Kesimpulan
1. Panas bumi (Geothermal) adalah sumber daya alam berupa air panas atau uap yang
terbentuk di dalam reservoir bumi melalui pemanasan air bawah permukaan oleh
batuan panas. Sumber panas bumi berasal dari distribusi suhu dan energi panas di
bawah permukaan bumi. Sumber panas di bawah permukaan ini berasal dari intrusi
2. Sistem panas bumi dikontrol oleh adanya sumber panas (heat source), batuan
reservoir, lapisan penutup, keberadaan struktur geologi dan daerah resapan air.
3. Berdasarkan fase fluida di dalam reservoir, sistem panas bumi terbagi menjadi dua
yaitu single phase system dan two phase system (vapour dominated system dan water
dominated system).
DAFTAR PUSTAKA
Herdianita, N.R. dan Priadi, B. 2006. Manifestasi Permukaan Sistem Panas bumi Gunung
Kendang – Angsana, Garut – Pameungpeuk, Jawa Barat. Jurnal Geoaplika (2006)
Volume 1, Nomor 1, hal. 047 – 054.
Herdianita, N.R. 2012. Survei Geokimia Panas Bumi. Diklat Survei Pendahuluan Panas
Bumi, Bandung 10-14 September 2012.
Hochstein, M.P. dan Browne, P.R.L. 2000. Surface Manifestation of Geothermal Systems
with Volcanic Heat Sources. In Encyclopedia of Volcanoes, H.Sigurdsson, B.F.
Houghton, S.R. McNutt, H. Rymer dan J. Stix (eds.), Academic Press.
Hutapea, F. 2010. Eksplorasi Panas Bumi Dengan Metode Geofisika Dan Geokimia Pada
Daerah Bonjol, Kabupaten Pasaman-Sumatra Barat. Intitut Teknologi Bandung,
Bandung.
Simmons, S.F. 1998. Geochemistry Lecture Note 1998. University of Auckland, Auckland.
Cambridge.