Balla Orasaka terbagi atas dua kata, balla yang dalam bahasa Indonesia berarti rumah, dan
orasaka yang berarti banyak. Jadi Balla Orasaka adalah sebuah rumah yang di huni oleh
banyak kepala rumah tangga, dimana ada tujuh kepala rumah tangga. Pada masanya Balla
Orasaka berfunsi sebagai orang yang punya tanggung jawab dalam mengurusi perariran
sawah (Penati). Masyarakat Datara pada masa itu akan datang ke Balla Orasaka untuk
melakukan penentuan waktu menanam padi (Anjama), dimana masyarakat akan membawa
kerbau (Tedong) atau sapi (Capi) dan ayam putih (Jangan Kebo). Di samping Balla Orasaka
ada sebuah batu besar, dimana kerbau atau sapi ini akan di bawa mengelilingi batu ini
dengan mengunakan alat atau perkakas untuk membajak sawah, kemududian kerbau itu di
sembelih dan dimakan bersama-sama, sedangkan ayam putih itu di terbangkan (nipari’ba).
Sebelum ritual ini, masyarakat Datara tidak ada yang berani membajak sawahnya. Ritual
penentuan masa awal membajak sawah (Anjama) ini ditinggalkan masayrakat Datara seiring
masuknya Agama Islam di Datara, dimana hal ini dipandang musyrik ( A’pa’rua karaeng),
masuknya Islam tidak merubah fungsi awal Balla Orasaka yaitu Sebagai orang yang
mengurusi tentang pembagian air untuk sawah-sawah (Penati) yang ada di Datara. Adapun
jejak peninggalan Balla Orasaka yang bisa kita temui adalah tanah bekas rumah Balla
Orasaka dan batu besar tempat kerbau di giring untuk berkeliling. Adapun bangunannya
tidak bisa lagi kita temukan karena pada saat itu di bongkar, kemudian Balla Orasaka itu di
bagi tujuh.